Perilaku Harian Anak Gajah Sumatra (Elephas maximus Sumatra) di Pusat Konservasi Taman Nasional Way Kambas Lampung.

(1)

1 PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL

WAY KAMBAS LAMPUNG

Skripsi

Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Biologi FMIPA Universitas Udayana

Oleh

Ni Kadek Febri Yanti 1208305013

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

BALI 2016


(2)

ii

SKRIPSI

PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL

WAY KAMBAS LAMPUNG

Oleh :

Ni Kadek Febri Yanti 1208305013

Telah dipertahankan di depan tim penguji dan telah dinyatakan lulus Pada tanggal 1 Juli 2016

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Ni Luh Watiniasih, M.Sc., Ph.D. Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si. NIP.196606091991032002 NIP.196606111997021001

Mengesahkan Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana

Dr. I Ketut Ginantra, S. Pd., M.Si. NIP. 197106121999031001


(3)

iii KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya Skripsi yang berjudul ”PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG” dapat diselesaikan pada waktunya.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya:

1. Dra. Ni Luh Watiniasih, M.Sc., Ph.D. dan Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si. selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II dengan sabar memberikan bimbingan, dukungan, saran dan bantuan selama pelaksanaan kegiatan penyusunan skripsi ini.

2. Yth. Bapak Prof. Dr. Ir. I Putu Gede Ardana M.Agr. Sc.SH., Drs. Job Nico Subagio, M Si. dan Ibu Ni Wayan Sudatri, S.Si, M.Si. selaku dosen penguji I, penguji II dan penguji III yang telah memberikan kritik, saran, petunjuk serta koreksi yang dilakukan selama penyusunan skripsi ini.

3. Yth. Ibu Dra. Ni Luh Watiniasih, M.Sc., Ph.D. sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan selama penyusunan skripsi.

4. Bapak Dr. I Ketut Ginantra, S.pd., M.Si. dan bapak Drs. Ida Bagus Gede Darmayasa, M.Si. selaku ketua dan sekretaris jurusan biologi yang telah memberi izin dan fasilitas demi terlaksananya penyusunan skripsi ini. 5. Seluruh dosen pengajar, staf pegawai yang telah memberikan bantuan

dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Yth. Bapak dan ibu staf di Taman Nasional Way Kambas Lampung yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu atas izin melakukan penelitian, dan dukungan, semangat dan arahan yang diberikan kepada saya selama penelitian skripsi ini.


(4)

iv 7. Yth. Bapak dan ibu staf di Rumah Sakit Gajah Taman Nasional Way Kambas Lampung karena telah menyedikan fasilitas, arahan, semangat, dan memberikan pengetahuan secara medis tentang sampel yang saya gunakan untuk penelitian.

8. Yth. Bapak Catur Marsidi selaku pembibing yang telah memberikan bimbingan dan semangat selama saya penelitian di Taman Nasional Way Kambas Lampung.

9. Kepada orang tua tercinta, Bapak Nyoman Sarki dan Ibu Wayan Catri serta Adik Ketut Devi Aryani dan Kakak I Gede Purwante beserta seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan semangat, doa, kasih sayang dan dukungan serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Kepada seluruh teman-teman di Jurusan Biologi dan semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari materi maupun penulisan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kelengkapan penulisan selanjutnya, terimkasih

Jimbaran, 10 Mei 2016


(5)

v Perilaku Harian Anak Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Tanam Nasional Way Kambas Lampung

Kadek Febri Yanti (1208305013)

Abstrak

Taman Nasional Way Kambas Lampung (TNWK) berlokasi di Ujung Selatan Pulau Sumatera dimana Gajah Sumatera dikonservasi. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa yang dilindungi dan terdaftar dalam red list book IUCN (International Union for Conservation of Nature), dengan status terancam punah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku harian anak Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Pusat Konservasi Gajah tersebut. Pengambilan dan pengumpulan data perilaku harian dilakukan dengan metode “fokal animal scan sampling” yaitu masing-masing individu hewan di luar kandang diikuti selama satu hari dan data diambil dengan interval 5 menit. Pengambilan data dilakukan pada pagi hingga malam hari pukul 08:00 - 21:20 WIB. Penelitian dilakukan dari tanggal 25 Januari 2016 hingga 3 Maret 2016. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa sebagian besar waktu anak Gajah Sumatera digunakan untuk makan, mencari makan dan bergerak, dan hanya sebagian kecil waktunya untuk beristirahat, bermain, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar. Rata-rata waktu perilaku harian keenam ekor anak Gajah Sumatera dari persentase terbesar ke persentase terkecil adalah 34,2% untuk makan, diikuti dengan aktivitas bergerak (21,8%), mencari makan (20,7%), bermain (4,8%), beristirahat (3,9%), buang air besar dan buang air kecil (3,7%), minum (3,4%), dan mandi (3,3%). Jenis makanan yang paling sering ditemukan dimakan oleh gajah adalah rumput ilalang (Imperata cylindrica).

Kata Kunci: Pusat Konservasi Gajah Way Kambas, perilaku harian, Gajah Sumatera


(6)

vi Abstract

Daily Behavior Children Sumatran elephant (Elephas maximus sumatranus) at the National Elephant Conservation Centre Planting Way Kambas

Lampung

Lampung Way Kambas National Park (TNWK) located in the Southern tip of the island of Sumatra where Sumatran elephant conservation. Sumatran elephant (Elephas maximus sumatranus) is a protected species and is listed in the red book list of the IUCN (International Union for Conservation of Nature), the endangered status. Retrieval and data collection was conducted by the daily behavior "focal animal sampling scan" that each individual animal out of the cage followed for one day and the data taken at intervals of 5 minutes. Data were collected in the morning until the evening at 08:00 am to 21:20 pm. The study was conducted from January 25, 2016 until March 3, 2016. The result was observed that most of the time children Sumatran elephants used to eat, feed and move, and only a small portion was time to rest, play, drink, bathe, urinate, and defecation. Average daily behavior sixth time Sumatran elephant calves from the largest to persentase smallest percentage is 34.2% for a meal, followed by moving activities (21.8%), forage (20.7%), play (4.8 %), rest (3.9%), defecation and urination (3.7%), drinking (3.4%), and the bath (3.3%). The type of foods most commonly found eaten by elephants is pampas grass (Imperata cylindrica).

Keyword: Way Kambas Elephant Conservation Centre, daily behavior, Sumatran elephant


(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...i

LEMBAR PENGESAHA...ii

KATA PENGANTAR ... iii

Abstrak ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) ... 4

2.2. Morfologi Gajah Sumatera ... 4

2.3. Habitat Gajah ... 4

2.4. Habitat Gajah di Sumatera... 6

2.5. Taman Nasional Way Kambas Lampung ... 6

2.6. Perilaku Gajah ... 7

2.6.1. Perilaku Sosial ... 7

2.6.2. Perilaku Individu ... 8

III. METODE PENELITIAN ... 10

3.1 Metode Pengumpulan Data ... 10

3.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

3.2 Analisis Data ... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

4.1. Riwayat Hewan Fokal ... 12

4.2. Perilaku harian Anak Gajah Perindividu Persatuan Waktu ... 15


(8)

viii

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

5.1. Kesimpulan ... 26

5.2. Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27


(9)

ix DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rata – rata perilaku harian anak Gajah Sumatera ... 13

Gambar 2. Rata - rata perilaku harian 6 anak Gajah Sumatera Sugeng, Queen, Pepi, Joni, Josh,Yeti. ... 14

Gambar 3. Perilaku harian Sugeng pada pagi, siang dan malam hari ... 15

Gambar 4. Perilaku harian Queen pada pagi, siang dan malam hari ... 16

Gambar 5. Perilaku harian Pepi pada pagi, siang dan malam hari ... 17

Gambar 6. Perilaku harian Joni pada pagi, siang dan malam hari ... 18

Gambar 7. Perilaku harian Josh pada pagi, siang dan malam hari ... 19


(10)

x DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Contoh perilaku harian yang dilakukan oleh Sugeng ... 29

Lampiran 2. Contoh perilaku harian yang dilakukan oleh Queen ... 30

Lampiran 3. Contoh perilaku harian yang dilakukan oleh Pepi ... 31

Lampiran 4. Contoh perilaku harian yang dilakukan oleh Joni ... 32

Lampiran 5. Contoh perilaku harian yang dilakukan oleh Josh ... 33

Lampiran 6. Contoh perilaku harian yang dilakukan oleh Yeti ... 34

Lampiran 7. Lembar Pengamatan Perilaku Harian Anak Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus). ... 34


(11)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan memiliki berbagai fungsi di bumi ini, salah satunya adalah sebagai habitat bagi satwa dan tempat mencari makan, berkembang biak, beristirahat dan melakukan aktivitas lainya. Hutan sebagai habitat dapat menentukan komposisi, penyebaran, dan produktivitas satwa liar. Hutan dengan kualitas yang baik akan menghasilkan kehidupan satwa yang berkualitas tinggi, dan untuk mendapatkan habitat yang berkualitas tinggi maka diperlukan pengelolaan yang baik pula.

Hutan di indonesia tersebar hampir di seluruh wilayah indonesia. Kualitas hutan di indonesia mengalami penurunan setiap tahunnya, seperti hutan di Pulau Sumatera dari tahun ke tahun menunjukkan adanya penurunan kualitas. Hutan berfungsi sebagai habitat dari flora dan fauna yang ada di bumi ini. Salah satunya adalah hewan endemik Pulau Sumatera yakni Gajah Sumatera (Elephas maxsimus sumateranus). Gajah Sumatera merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa liar (Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007). Gajah Sumatera terdaftar dalam red list book International Union For Trade of Nature (IUCN) dan Convention on International Trade of Flora and Fauna Endangered Species (CITES) atau konservasi tentang perdagangan international satwa dan tumbuhan, mengkatagorikan dalam kelompok appendik I sejak tahun 1990 dengan status terancam punah (CITES, 2000).

Menurut Blouch dan Haryanto (1984), populasi Gajah Sumatera dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Populasi Gajah Sumatera diperkirakan berjumah 44 kelompok dengan total individu sebanyak 2.800 – 4.800 ekor. Populasi ini diperkirakan telah menalami penurunan sekitar 35% dari tahun 1992. Laporan dari Departemen Kehutanan Tahun 2007 menyebutkan bahwa 65% populasi gajah mengalami penurunan akibat perburuan liar yang dilakukan oleh manusia yang mana sekitar 30% dari jumlah tersebut dibunuh dengan racun untuk diambil gadingnya.

Gajah Sumatera sebelumnya memiliki habitat ekosistem yang luas, namun kini habitatnya terfragmentasi, sehingga gajah keluar dari habitat alaminya.


(12)

2 Tekanan pada habitat gajah berdampak pada menurunnya ketersediaan pakan. Persaingan untuk bertahan hidup yang tinggi antar anggota gajah dalam satu populasi dan antar populasi dapat berakibat terhadap penurunan populasi gajah. Oleh karena itu, untuk mempertahankan keberadaan gajah pada suatu habitat perlu dilakukan pelestarian hutan, memperluas ketersediaan jenis pakan, sumber air dan tempat naungan untuk berlindung.

Taman Nasional Way Kambas (TNWK), berlokasi di Pulau Sumatera Selatan dan merupakan salah satu habitat gajah sumatera. Populasi gajah yang terdapat di Pusat Konservasi Taman Nasional Way Kambas Lampung pada tahun 2015 berjumlah 66 ekor, terdiri dari 44 ekor berjenis kelamin jantan dan 22 ekor berjenis kelamin betina. Gajah – gajah ini tidak semuanya lahir di Pusat Konservasi Gajah, namun sebagian ditangkap dan dibawa dari Mesuji, Braja Yeti, Susukan Baru, Lampung Barat, Palembang, Karang Anyar, dan Karangsari. Taman Nasional ini berada pada lahan daratan rendah seluas 1.300 km2, dan merupakan salah satu cagar alam dan Pusat Konservasi Gajah (PKG) di indonesia. Pusat Konservasi ini juga merupakan pusat pelatihan gajah tertua di Indonesia yang resmi didirikan pada tahun 1985. Taman Nasional Way Kambas Lampung ini beralamat di Jalan Raya Labuan Ratu, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (Mukhtar, 2004).

Menurunnya populasi Gajah Sumatera salah satunya diakibatkan oleh berkurangnya luas hutan akibat penebangan hutan terus menerus (Balai Taman Nasional Way Kambas, 2011). Menurut Holmes (2001) tingginya kerusakan hutan dapat mempengaruhi perilaku gajah. Hutan konservasi sebagian diperuntukan sebagai perkebunan, pemukiman, pertanian, dan pertambangan yang mengakibatkan semakin sempitnya habitat bagi Gajah Sumatera. Banyaknya aktivitas manusia yang dilakukan di sekitar Pusat Konservasi, seperti penebangan hutan, pembukaan lahan pertanian, aktivitas perkebunan dan pemukiman dapat berpengaruh terhadap perilaku gajah yang berada di areal Konservasi tersebut (Shoshani dan Eisenberg, 1982).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku harian anak Gajah Sumatera di Pusat Konservasi Taman Nasional Way Kambas. Pusat Konservasi


(13)

3 Taman Nasional Way Kambas letaknya berdekatan dengan tempat pengolahan kayu, pemukiman penduduk, dan dikelilingi oleh hutan tanaman industri seperti karet, dan jati, yang mana dapat berpengaruh terhadap perilaku gajah, dan hal ini belum pernah diteliti.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka masalah yang dapat dirumuskan adalah bagaimanakah perilaku harian anak Gajah Sumatera (E. maksimus sumateranus) di Pusat Konservasi Gajah (PKG), Taman Nasional Way Kambas Lampung.

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitain ini adalah untuk mengetahui perilaku harian anak Gajah Sumatera (E. maksimus sumateranus) di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas Lampung.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahuinya perilaku harian anak gajah di Pusat Konsevasi Taman Nasional Way Kambas Lampung. Data yang dihasilkan dapat dipakai sebagai acuan dalam pemeliharaan gajah yang ada di Pusat Konservasi.


(14)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus)

Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mamalia Ordo : Proboscidae Familia : Elephantidae Genus : Elephas

Species : Elephas maximus sumateranus 2.2. Morfologi Gajah Sumatera

Gajah sumatera dan gajah afrika memiliki perbedaan secara morfologi. Gajah sumatera memiliki tubuh yang lebih kecil dibandingkan gajah afrika yang bertubuh lebih besar. Gajah afrika memiliki berat tubuh mencapai 5.000 kg dan tingginya mencapai 3 m (Lekaul dan McNeely, 1977). Gajah sumatera memiliki permukaan tubuh kering, tebal kulitnya 2 – 3 cm, berwarna coklat abu – abu dan sedikit rambut. Gajah sumatera memiliki kelenjar susu dan dua buah kelenjar temporal. Gajah sumatera memiliki telinga yang lebih kecil dibandingkan gajah afrika dan memiliki punggung berbentuk cembung (Eltringham, 1982).

Gajah sumatera jantan memiliki gading, namun gajah betina tidak memiliki gading, berbeda dengan gajah afrika baik yang jantan dan yang betina memiliki gading. Gajah betina sumatera hanya memiliki gigi seri berupa tonjolan, dan tidak tumbuh panjang membentuk gading. Gajah juga memiliki belalai yang berfungsi sebagai alat pembau, bernafas, memegang suatu benda atau makanannya dan untuk berkomunikasi (Eltringham 1982).

2.3. Habitat Gajah

Habitat adalah suatu tempat dimana suatu organisme dapat hidup. Gajah banyak melakukan pergerakan dalam wilayah jelajah yang luas sehingga menggunakan lebih dari satu tipe habitat seperti hutan rawa, hutan gambut, hutan dataran rendah (Shoshani dan Eisenberg, 1982). Menurut Dasman (1981), suatu


(15)

5 habitat hanya dapat menampung jumlah satwa pada suatu batas tertentu, sehingga daya dukung menyatakan fungsi dari habitat.

Beberapa persyaratan gajah sumatera agar tetap hidup dan bertahan di alam antara lain:

1. Naungan

Gajah sumatera termasuk hewan berdarah panas sehingga saat cuaca panas mereka akan bergerak mencari naungan untuk menstabilkan suhu tubuhnya agar sesuai dengan lingkunganya. Tempat yang sering dipakai sebagai naungan dan istirahat pada siang hari adalah vegetasi hutan lebat (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

2. Makanan

Gajah sumatera termasuk satwa herbivora sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang cukup dihabitatnya. Gajah juga membutuhkan habitat yang bervegetasi pohon untuk makanan pelengkap dalam memenuhi kebutuhan mineral kalsium untuk memperkuat tulang, gigi, dan gading. Pencernaan gajah yang kurang sempurna, sehingga gajah membutuhkan makanan yang sangat banyak yaitu 200 – 300 kg per hari untuk setiap satu ekor gajah dewasa atau 5 – 10 % dari berat badannya (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

3. Air

Gajah termasuk satwa yang sangat bergantung pada air sehingga pada sore hari biasanya mencari sumber air untuk minum, mandi, dan berkubang. Seekor Gajah Sumatera mebutuhkan air minum sebanyak 20 – 50 liter/ hari. Ketika terjadi musim kemarau dan sumber – sumber air mengalami kekeringan, gajah dapat melakukan penggalian air sedalam 50 – 100 cm di dasar sungai yang kering dengan menggunakan kaki depan dan belalainya (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

4. Garam mineral

Gajah juga membutuhkan garam–garam mineral antara lain: kalsium, magnesium, dan kalium. Garam–garam ini diperoleh dengan cara memakan gumpalan tanah yang menggandung garam, menggemburkan tanah tebing


(16)

6 dengan gading dan kaki depannya dan memakannya saat hujan atau setelah hujan (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

5. Ruang atau wilayah jelajah (home range)

Gajah merupakan mamalia darat paling besar pada zaman ini, sehingga membutuhkan wilayah jelajah sangat luas. Ukuran wilayah jelajah gajah bervariasi antara 32,4 – 166,9 km2 (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

6. Keamanan dan kenyamanan

Gajah juga membutuhkan kondisi yang aman dan nyaman agar perilaku kawin (breeding) tidak terganggu. Gajah adalah hewan yang sangat peka terhadap suara. Oleh karena itu, penebangan hutan yang dilakukan oleh indrustri atau penebangan hutan liar diperkirakan telah mengganggu keamanan dan kenyamanan gajah karena aktivitas itu menggunakan alat – alat yang bersuara keras (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

2.4. Habitat Gajah di Sumatera

Habitat gajah sumatera meliputi seluruh hutan di Pulau Sumatera, mulai dari hutan basah, hutan payau, dan hutan pegunungan pada ketinggian 2000 mdpl. Kelangsungan hidup Gajah Sumatera kini makin terancam akibat tingginya tekanan dan gangguan, serta kurangnya pengetahuan tentang perilaku hidup gajah pada habitat aslinya. Gajah sangat selektif dalam memilih habitatnya, karena gajah merupakan salah satu hewan yang memiliki kepekaan yang tinggi (Abdullah dkk, 2005).

Menurut Haryanto (1984) gajah sumatera tersebar di daerah Sumatera antara lain: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung (Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007). Selain pada habitat aslinya di sepanjang hutan Pulau Sumatera, gajah sumatera saat ini juga dapat ditemukan di Kebun Binatang Surabaya, Taman Safari Indonesia I (Bogor), Taman Safari Indonesia II (Prigen, Jawa Timur) dan di Taman safari III (Bali Safari and Marine Park, Bali).

2.5. Taman Nasional Way Kambas Lampung

Taman Nasional Way Kambas Lampung merupakan ekosistem hutan daratan rendah yang memiliki luas 1.300 km2 (Balai Taman Nasional Way Kambas


(17)

7 Lampung, 2011). Dalam upaya Konservasi Gajah Sumatera, pihak pengelola Taman Nasional Way Kambas Lampung telah membangun Pusat Konservasi Gajah (PKG) dengan luas kurang lebih 400 ha yang didirikan pada tanggal 27 Agustus 1985 (Mukhtar, 2004). Kegitan–kegiatan pelestarian Gajah Sumatera di PKG antara lain: dilakukan pemberian pakan dropin, pengembalaan, penyedian air, dan perawatan medis (Nuraeni, 2010). Salah satu aktivitas di Taman Nasional Way Kambas Lampung adalah melakukan pembinaan anak gajah, yaitu memelihara anak gajah baik yang lahir di PKG maupun yang didapat dari luar. Program pelatihan terhadap gajah dilakukan untuk menggurangi konflik antara gajah dengan penduduk yang bermukim berdekatan dengan habitat gajah.

Gajah di PKG ini dilatih untuk melakukan atraksi seperti bermain bola, berjoged, berpose seperti model, berhitung, dan bermain. Keterampilan lain yang diajarkan adalah bermain harmonika, bersalaman dengan manusia menggunakan belalainya, bermain holahoop, dan menarik bendera. Semua kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke PKG ini. Para pengurus PKG akan mengajak pengunjung berkeliling hutan dengan menaiki gajah (tracking bersama gajah), berfoto bersama, serta memberi makan. Gajah ini sudah terbiasa berada berdekatan dengan manusia, dan sering kali membantu pekerjaan manusia seperti membantu polisi hutan berpatroli di sekitar Taman Nasional. Gajah ini juga membantu berjaga dan melindungi warga sekitar dari gajah liar yang datang merusak rumah dan kebun warga yang berada di sekitar Taman Nasional.

2.6. Perilaku Gajah 2.6.1. Perilaku sosial

Perilaku sosial adalah perilaku yang dilakukan oleh satu individu atau lebih yang menyebabkan terjadinya interaksi antara individu. Perilaku sosial pada gajah dapat dikatagorikan sebagai berikut:

Perilaku hidup berkelompok. Gajah pada habitat aslinya hidup berkelompok. Perilaku ini dilakukan untuk keamanan dalam anggotanya. Jumlah individu dalam satu kelompok bervariasi berkisar 20 – 35 ekor juga ada yang ditemukan 3 – 23 ekor. Setiap kelompok dipimpin oleh satu betina yang tubuhnya paling besar sementara gajah jantan dewasa hanya tinggal pada periode tertentu


(18)

8 untuk kawin dengan betina pada kelompok tersebut. Gajah yang sudah tua akan hidup menyendiri karena tidak mampu lagi mengikuti kelompoknya. Sementara itu gajah jantan muda yang sudah beranjak dewasa akan dipaksa meninggalkan kelompoknya untuk bergabung dengan kelompok gajah jantan lainya (Shoshani dan Eisenberg, 1982).

Perilaku menjelajah. Gajah secara alami melakukan perjalanan dengan berkelompok mengikuti jalur tertentu yang tetap dalam satu tahun perjalanannya. Jarak yang ditempuh oleh gajah adalah 7 km dalam kurun waktu satu malam, dan jika pada musim kering atau musim buah – buahan gajah mampu mencapai jarak jelajah 15 km perhari (Shoshani dan Eisenberg, 1982).

Perilaku kawin. Gajah tidak mempunyai musim kawin yang tetap dan bisa melakukan kawin sepanjang tahun. Gajah jantan sering berperilaku mengamuk atau kegilaan yang sering disebut musht dengan tanda adanya sekresi kelenjar temporal yang meleleh pada pipi, antara mata dan telingga dengan cairan berwarna hitam dan berbau merangsang. Perilaku ini terjadi 3 – 5 bulan sekali selama 1 – 4 minggu. Perilaku ini sering disebut musim birahi (Eltringham, 1982).

2.6.2. Perilaku individu

Perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Perilaku individu pada gajah dapat dikatagorikan sebagai berikut:

Perilaku makan. Gajah merupakan mamalia yang aktif pada siang hari maupun malam hari untuk mencari makan. Gajah sering mencari makan sambil berjalan di malam hari selama 16 – 18 jam setiap harinya (Shoshani dan Eisenberg 1982).

Perilaku minum. Gajah saat berendam di sungai, seekor gajah minum air menggunakan mulutnya, dan pada waktu sungai di pusat konservasi gajah di bak pemandian yang dangkal atau pada rawa gajah menghisap atau minum air menggunakan belalainya. Gajah mampu menghisap air mencapai 9 liter dalam satu kali hisapan (Shoshani dan Eisenberg 1982).

Perilaku berkubang. Gajah sering berkubang di lumpur pada waktu siang hari dan sore hari sambil minum. Perilaku berkubang juga penting untuk


(19)

9 melindungi kulit gajah dari gigitan serangga dan juga untuk mendingginkan tubuhnya (Shoshani dan Eisenberg 1982).

Gajah mencari garam. Perilaku ini dilakukan dengan menjilat – jilat benda atau apapun yang mengandung garam dengan belalainya. Gajah sering kali melukai bagian tubuhnya agar dapat menjilati darahnya yang mengandung garam (Shoshani dan Eisenberg 1982).

Perilaku beristirahat. Umumnya gajah tidur dua kali sehari yakni pada tengah malam dan pada siang hari. Pada malam hari, gajah sering tidur dengan merebahkan tubuhnya, dan pada siang hari gajah akan tidur dengan posisi badan yang masih berdiri. Perbedaan perilaku ini berkaitan dengan kondisi keamanan lingkungan sekitarnya. Apabila kondisi gajah kurang aman atau mengancam maka gajah akan memilih tidur sambil berdiri, ini dilakukan untuk menyiapkan diri jika terjadi gangguan (Shoshani dan Eisenberg 1982).

Menurut konsep adaptasi biologis, perilaku merupakan fungsi adaptasi morfologi dan fisiologis suatu satwa (Scott, 1972). Perilaku satwa juga didefinisikan sebagai semua pergerakan atau gaya yang dilakukan satwa yang dipengaruhi oleh hubungan satwa tersebut dengan lingkunganya (Leger, 1992). Merurut Abdullah (2009) beberapa perilaku harian gajah sumatera antara lain: beristirahat, minum, mencari makan, makan , bergerak, mandi, bermain, buang air besar, buang air kecil, berkubang, dan kawin.

Gajah dapat berumur hingga 70 tahun dengan kondisi dipelihara. Gajah betina siap bereproduksi setelah umur 10 – 15 tahun dan gajah jantan setelah berumur 12 – 15 tahun. Gajah betina mempunyai masa reproduksi 4 tahun sekali dengan lama kehamilan 19 – 21 bulan hanya melahirkan satu ekor gajah dengan berat kurang lebih 90kg. Seekor anak gajah akan menyusu selama dua tahun dan hidup dalam pengasuhan induknya selama 3 tahun (Shoshani dan Eisenberg, 1982).


(1)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus)

Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mamalia Ordo : Proboscidae Familia : Elephantidae Genus : Elephas

Species : Elephas maximus sumateranus 2.2. Morfologi Gajah Sumatera

Gajah sumatera dan gajah afrika memiliki perbedaan secara morfologi. Gajah sumatera memiliki tubuh yang lebih kecil dibandingkan gajah afrika yang bertubuh lebih besar. Gajah afrika memiliki berat tubuh mencapai 5.000 kg dan tingginya mencapai 3 m (Lekaul dan McNeely, 1977). Gajah sumatera memiliki permukaan tubuh kering, tebal kulitnya 2 – 3 cm, berwarna coklat abu – abu dan sedikit rambut. Gajah sumatera memiliki kelenjar susu dan dua buah kelenjar temporal. Gajah sumatera memiliki telinga yang lebih kecil dibandingkan gajah afrika dan memiliki punggung berbentuk cembung (Eltringham, 1982).

Gajah sumatera jantan memiliki gading, namun gajah betina tidak memiliki gading, berbeda dengan gajah afrika baik yang jantan dan yang betina memiliki gading. Gajah betina sumatera hanya memiliki gigi seri berupa tonjolan, dan tidak tumbuh panjang membentuk gading. Gajah juga memiliki belalai yang berfungsi sebagai alat pembau, bernafas, memegang suatu benda atau makanannya dan untuk berkomunikasi (Eltringham 1982).

2.3. Habitat Gajah

Habitat adalah suatu tempat dimana suatu organisme dapat hidup. Gajah banyak melakukan pergerakan dalam wilayah jelajah yang luas sehingga menggunakan lebih dari satu tipe habitat seperti hutan rawa, hutan gambut, hutan dataran rendah (Shoshani dan Eisenberg, 1982). Menurut Dasman (1981), suatu


(2)

5 habitat hanya dapat menampung jumlah satwa pada suatu batas tertentu, sehingga daya dukung menyatakan fungsi dari habitat.

Beberapa persyaratan gajah sumatera agar tetap hidup dan bertahan di alam antara lain:

1. Naungan

Gajah sumatera termasuk hewan berdarah panas sehingga saat cuaca panas mereka akan bergerak mencari naungan untuk menstabilkan suhu tubuhnya agar sesuai dengan lingkunganya. Tempat yang sering dipakai sebagai naungan dan istirahat pada siang hari adalah vegetasi hutan lebat (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

2. Makanan

Gajah sumatera termasuk satwa herbivora sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang cukup dihabitatnya. Gajah juga membutuhkan habitat yang bervegetasi pohon untuk makanan pelengkap dalam memenuhi kebutuhan mineral kalsium untuk memperkuat tulang, gigi, dan gading. Pencernaan gajah yang kurang sempurna, sehingga gajah membutuhkan makanan yang sangat banyak yaitu 200 – 300 kg per hari untuk setiap satu ekor gajah dewasa atau 5 – 10 % dari berat badannya (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

3. Air

Gajah termasuk satwa yang sangat bergantung pada air sehingga pada sore hari biasanya mencari sumber air untuk minum, mandi, dan berkubang. Seekor Gajah Sumatera mebutuhkan air minum sebanyak 20 – 50 liter/ hari. Ketika terjadi musim kemarau dan sumber – sumber air mengalami kekeringan, gajah dapat melakukan penggalian air sedalam 50 – 100 cm di dasar sungai yang kering dengan menggunakan kaki depan dan belalainya (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

4. Garam mineral

Gajah juga membutuhkan garam–garam mineral antara lain: kalsium, magnesium, dan kalium. Garam–garam ini diperoleh dengan cara memakan gumpalan tanah yang menggandung garam, menggemburkan tanah tebing


(3)

6 dengan gading dan kaki depannya dan memakannya saat hujan atau setelah hujan (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

5. Ruang atau wilayah jelajah (home range)

Gajah merupakan mamalia darat paling besar pada zaman ini, sehingga membutuhkan wilayah jelajah sangat luas. Ukuran wilayah jelajah gajah bervariasi antara 32,4 – 166,9 km2 (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

6. Keamanan dan kenyamanan

Gajah juga membutuhkan kondisi yang aman dan nyaman agar perilaku kawin (breeding) tidak terganggu. Gajah adalah hewan yang sangat peka terhadap suara. Oleh karena itu, penebangan hutan yang dilakukan oleh indrustri atau penebangan hutan liar diperkirakan telah mengganggu keamanan dan kenyamanan gajah karena aktivitas itu menggunakan alat – alat yang bersuara keras (Shoshini dan Eisenberg, 1982).

2.4. Habitat Gajah di Sumatera

Habitat gajah sumatera meliputi seluruh hutan di Pulau Sumatera, mulai dari hutan basah, hutan payau, dan hutan pegunungan pada ketinggian 2000 mdpl. Kelangsungan hidup Gajah Sumatera kini makin terancam akibat tingginya tekanan dan gangguan, serta kurangnya pengetahuan tentang perilaku hidup gajah pada habitat aslinya. Gajah sangat selektif dalam memilih habitatnya, karena gajah merupakan salah satu hewan yang memiliki kepekaan yang tinggi (Abdullah dkk, 2005).

Menurut Haryanto (1984) gajah sumatera tersebar di daerah Sumatera antara lain: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung (Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007). Selain pada habitat aslinya di sepanjang hutan Pulau Sumatera, gajah sumatera saat ini juga dapat ditemukan di Kebun Binatang Surabaya, Taman Safari Indonesia I (Bogor), Taman Safari Indonesia II (Prigen, Jawa Timur) dan di Taman safari III (Bali Safari and Marine Park, Bali).

2.5. Taman Nasional Way Kambas Lampung

Taman Nasional Way Kambas Lampung merupakan ekosistem hutan daratan rendah yang memiliki luas 1.300 km2 (Balai Taman Nasional Way Kambas


(4)

7 Lampung, 2011). Dalam upaya Konservasi Gajah Sumatera, pihak pengelola Taman Nasional Way Kambas Lampung telah membangun Pusat Konservasi Gajah (PKG) dengan luas kurang lebih 400 ha yang didirikan pada tanggal 27 Agustus 1985 (Mukhtar, 2004). Kegitan–kegiatan pelestarian Gajah Sumatera di PKG antara lain: dilakukan pemberian pakan dropin, pengembalaan, penyedian air, dan perawatan medis (Nuraeni, 2010). Salah satu aktivitas di Taman Nasional Way Kambas Lampung adalah melakukan pembinaan anak gajah, yaitu memelihara anak gajah baik yang lahir di PKG maupun yang didapat dari luar. Program pelatihan terhadap gajah dilakukan untuk menggurangi konflik antara gajah dengan penduduk yang bermukim berdekatan dengan habitat gajah.

Gajah di PKG ini dilatih untuk melakukan atraksi seperti bermain bola, berjoged, berpose seperti model, berhitung, dan bermain. Keterampilan lain yang diajarkan adalah bermain harmonika, bersalaman dengan manusia menggunakan belalainya, bermain holahoop, dan menarik bendera. Semua kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke PKG ini. Para pengurus PKG akan mengajak pengunjung berkeliling hutan dengan menaiki gajah (tracking bersama gajah), berfoto bersama, serta memberi makan. Gajah ini sudah terbiasa berada berdekatan dengan manusia, dan sering kali membantu pekerjaan manusia seperti membantu polisi hutan berpatroli di sekitar Taman Nasional. Gajah ini juga membantu berjaga dan melindungi warga sekitar dari gajah liar yang datang merusak rumah dan kebun warga yang berada di sekitar Taman Nasional.

2.6. Perilaku Gajah 2.6.1. Perilaku sosial

Perilaku sosial adalah perilaku yang dilakukan oleh satu individu atau lebih yang menyebabkan terjadinya interaksi antara individu. Perilaku sosial pada gajah dapat dikatagorikan sebagai berikut:

Perilaku hidup berkelompok. Gajah pada habitat aslinya hidup berkelompok. Perilaku ini dilakukan untuk keamanan dalam anggotanya. Jumlah individu dalam satu kelompok bervariasi berkisar 20 – 35 ekor juga ada yang ditemukan 3 – 23 ekor. Setiap kelompok dipimpin oleh satu betina yang tubuhnya paling besar sementara gajah jantan dewasa hanya tinggal pada periode tertentu


(5)

8 untuk kawin dengan betina pada kelompok tersebut. Gajah yang sudah tua akan hidup menyendiri karena tidak mampu lagi mengikuti kelompoknya. Sementara itu gajah jantan muda yang sudah beranjak dewasa akan dipaksa meninggalkan kelompoknya untuk bergabung dengan kelompok gajah jantan lainya (Shoshani dan Eisenberg, 1982).

Perilaku menjelajah. Gajah secara alami melakukan perjalanan dengan berkelompok mengikuti jalur tertentu yang tetap dalam satu tahun perjalanannya. Jarak yang ditempuh oleh gajah adalah 7 km dalam kurun waktu satu malam, dan jika pada musim kering atau musim buah – buahan gajah mampu mencapai jarak jelajah 15 km perhari (Shoshani dan Eisenberg, 1982).

Perilaku kawin. Gajah tidak mempunyai musim kawin yang tetap dan bisa melakukan kawin sepanjang tahun. Gajah jantan sering berperilaku mengamuk atau kegilaan yang sering disebut musht dengan tanda adanya sekresi kelenjar temporal yang meleleh pada pipi, antara mata dan telingga dengan cairan berwarna hitam dan berbau merangsang. Perilaku ini terjadi 3 – 5 bulan sekali selama 1 – 4 minggu. Perilaku ini sering disebut musim birahi (Eltringham, 1982).

2.6.2. Perilaku individu

Perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Perilaku individu pada gajah dapat dikatagorikan sebagai berikut:

Perilaku makan. Gajah merupakan mamalia yang aktif pada siang hari maupun malam hari untuk mencari makan. Gajah sering mencari makan sambil berjalan di malam hari selama 16 – 18 jam setiap harinya (Shoshani dan Eisenberg 1982).

Perilaku minum. Gajah saat berendam di sungai, seekor gajah minum air menggunakan mulutnya, dan pada waktu sungai di pusat konservasi gajah di bak pemandian yang dangkal atau pada rawa gajah menghisap atau minum air menggunakan belalainya. Gajah mampu menghisap air mencapai 9 liter dalam satu kali hisapan (Shoshani dan Eisenberg 1982).

Perilaku berkubang. Gajah sering berkubang di lumpur pada waktu siang hari dan sore hari sambil minum. Perilaku berkubang juga penting untuk


(6)

9 melindungi kulit gajah dari gigitan serangga dan juga untuk mendingginkan tubuhnya (Shoshani dan Eisenberg 1982).

Gajah mencari garam. Perilaku ini dilakukan dengan menjilat – jilat benda atau apapun yang mengandung garam dengan belalainya. Gajah sering kali melukai bagian tubuhnya agar dapat menjilati darahnya yang mengandung garam (Shoshani dan Eisenberg 1982).

Perilaku beristirahat. Umumnya gajah tidur dua kali sehari yakni pada tengah malam dan pada siang hari. Pada malam hari, gajah sering tidur dengan merebahkan tubuhnya, dan pada siang hari gajah akan tidur dengan posisi badan yang masih berdiri. Perbedaan perilaku ini berkaitan dengan kondisi keamanan lingkungan sekitarnya. Apabila kondisi gajah kurang aman atau mengancam maka gajah akan memilih tidur sambil berdiri, ini dilakukan untuk menyiapkan diri jika terjadi gangguan (Shoshani dan Eisenberg 1982).

Menurut konsep adaptasi biologis, perilaku merupakan fungsi adaptasi morfologi dan fisiologis suatu satwa (Scott, 1972). Perilaku satwa juga didefinisikan sebagai semua pergerakan atau gaya yang dilakukan satwa yang dipengaruhi oleh hubungan satwa tersebut dengan lingkunganya (Leger, 1992). Merurut Abdullah (2009) beberapa perilaku harian gajah sumatera antara lain: beristirahat, minum, mencari makan, makan , bergerak, mandi, bermain, buang air besar, buang air kecil, berkubang, dan kawin.

Gajah dapat berumur hingga 70 tahun dengan kondisi dipelihara. Gajah betina siap bereproduksi setelah umur 10 – 15 tahun dan gajah jantan setelah berumur 12 – 15 tahun. Gajah betina mempunyai masa reproduksi 4 tahun sekali dengan lama kehamilan 19 – 21 bulan hanya melahirkan satu ekor gajah dengan berat kurang lebih 90kg. Seekor anak gajah akan menyusu selama dua tahun dan hidup dalam pengasuhan induknya selama 3 tahun (Shoshani dan Eisenberg, 1982).