KAJIAN PERILAKU GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI RESORT PEMERIHAN, TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

(1)

KAJIAN PERILAKU GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI RESORT PEMERIHAN, TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN

SELATAN

Oleh

Andhara Ratna Maharani

ABSTRAK

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan taman nasional terbesar ketiga di Sumatera. Resort Pemerihan merupakan salah satu resort TNBBS yang mewakili tipe habitat hutan tropis dataran rendah sehingga merupakan habitat alami gajah. Penurunan populasi gajah sumatera terjadi sebab kehilangan habitat, perburuan liar, dan konflik antara manusia – gajah. Salah satu upaya perlindungan yang dilakukan dalam konflik antara manusia – gajah adalah penangkapan gajah yang keluar dari kawasan kemudian dilatih untuk mendukung kegiatan Elephant Patrol Team (EPT). Gajah latih ini juga memiliki peranan penting dalam mendukung kegiatan pengkajian perilaku harian gajah sumatera dengan pengamatan langsung gajah latih di habitat alaminya menggunakan metode focal time sampling. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku harian gajah sumatera latih di Resort Pemerihan, TNBBS yang telah dilaksanakan bulan Januari sampai Februari 2014, bekerjasama dan di bawah program WWF – Indonesia. Perilaku makan, istirahat, dan minum dari dua individu gajah latih (Youngky dan Arni) menunjukkan adanya perubahan waktu aktivitas, tetapi aktivitas yang paling tinggi masih sesuai dengan perilaku alaminya yaitu aktivitas makan (Youngky: 74,3%, Arni: 68,39%), diikuti aktivitas istirahat (Youngky: 24,19%, Arni: 30, 09%) dan minum (1,51%).


(2)

KAJIAN PERILAKU GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI RESORT PEMERIHAN, TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN

SELATAN

(Skripsi)

Oleh

Andhara Ratna Maharani

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2014


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 11 Juli 1992, dari orangtua yang berbahagia Drs. Rubiyanto dan

Sunarsih, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 1995, penulis mengawali pendidikan di bangku Taman Kanak-kanak TK Islamiyah Trimodadi, pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 2 Trimodadi dan menyelesaikan studi pada tahun 2004, pada tahun 2007 penulis berhasil

menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Kotabumi, dan pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di Sekolah Menengah Atas AL – Kautsar Bandarlampung. Pertengahan tahun 2010, diterima sebagai salah satu mahasiswa di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Selama menjalani pendidikan di kampus, penulis berkesempatan mengikuti kegiatan keorganisasian. Penulis merupakan anggota Angkatan Muda Biologi pada tahun 2010 – 2011. Pada tahun 2011 – 2012 penulis menjadi anggota dari Bidang Keilmuan Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA Universitas Lampung. Tahun 2012 – 2013, penulis mengemban amanah sebagai Sekretaris


(7)

Bidang Kaderisasi dan Kepemimpinan HIMBIO FMIPA Universitas Lampung. Sebagai mahasiswa penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Biologi Sistematika Hewan, Ekologi, Ekologi Hidupan Liar, Fisiologi Hewan FKIP Biologi, dan Biologi Umum Jurusan Agribisnis.

Pada bulan Januari – Februari 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN – Tematik) di Desa Sukarame, Kecamatan Gunung Labuhan, Kabupaten Way Kanan. Pada bulan Juli di tahun yang sama, penulis melaksanakan kerja praktik di Yayasan Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) Taman Nasional Way Kambas. Hasil kerja praktik tersebut telah dipublikasikan dalam kegiatan Seminar Sains dan Teknologi (SATEK) V Universitas Lampung di Hotel Emersia Bandarlampung dengan judul “Pengenalan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di Taman Nasional Way Kambas Berdasarkan Jebakan Kamera”. Pada akhir tahun 2013, penulis berkesempatan

melaksanakan penelitian bekerjasama dan di bawah program World Wide Fund for Nature (WWF – Indonesia). Penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan mempublikasikan hasilnya pada Seminar dan Rapat Anggota Tahunan

(SEMIRATA) Bidang MIPA BKS – PTN Barat pada tahun 2014 di IPB International Convention Center Bogor, dengan judul “Pemanfaatan Gajah Latih Dalam Kajian Perilaku Harian Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan”.


(8)

Sebab sesungguhnya bersama kesulitan itu ada

kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada

kemudahan (Q.S. Al - Insyiroh : 5-6).

Apapun yang kamu inginkan maka mintalah hanya

pada Allah SWT.

(Papi dan Mami)

Kesulitanmu hari ini bukanlah tanda keseluruhan

hidupmu. Hanya karena jalan yang kau lalui hujan dan

berbadai, tak berarti engkau tidak akan sampai di

tempat yang cerah dan indah. Bersabarlah. Ini semua

sementara.

(Mario Teguh)

Man Jadda Wajada

Man Shobaru Zhafiro

Man Yazro’ Yahsud


(9)

Bismillahirrohmanirrohim

Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang

Kupersembahkan karya kecil ku ini teruntuk orang-orang

yang sangat berharga dalam hidupku :

Papi Rubiyanto dan mami Sunarsih yang tercinta dan

dicintai Allah SWT

Saudaraku tersayang, Bayu Adi Permana dan Aditya

Permadi


(10)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ’alamin, segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit, dan isinya, sebab hanya dengan kehendakNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Perilaku Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan” yang dilaksanakan bulan Januari – Februari 2014, bekerja sama dan di bawah program World Wide Fund for Nature – Indonesia (WWF – Indonesia). Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa jalan kebenaran, semoga syafaatnya melimpah pada keluarga dan keturunan kita di hari akhir kelak. Amin.

Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri tetapi berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Kedua orang tuaku yang telah menjadi inspirasi terbesar, papi Rubiyanto dan mami Sunarsih, yang telah menjadi orangtua terhebat di dunia, terimakasih atas semua doa, semangat, curahan kasih sayang,

pengorbanan serta air mata yang telah tercurah selama ini. Terimakasih untuk pundak dan bahu yang senantiasa kokoh. Semoga Allah selalu


(11)

melimpahkan Rahmat dan Ridho-Nya untuk kedua orangtuaku. Amin. 2. Ibu Dra. Elly L. Rustiati, M.Sc. selaku pembimbing 1 yang telah banyak

mengarahkan dalam perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih baik. Terima kasih atas segala bimbingan, waktu yang diluangkan, dan motivasi yang besar kepada penulis.

3. Bapak Jani Master, M. Si. selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan coretan-coretan yang sangat membantu dalam perbaikan skripsi penulis.

4. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. selaku pembahas sekaligus Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung.

5. Bapak Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan FMIPA Universitas Lampung. 6. Ibu Dra. Yulianty, M.Si. selaku Pembimbing Akademik.

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung.

8. Bapak Yob Charles selaku project leader WWF–Indonesia atas dukungannya.

9. Bapak Agus Prayitno, S.Hut. atas bantuannya selama pengambilan data. 10.Bapak Dr. Mikael Jazdzyk dan drh. Ali Rizky Arasyi atas bantuan

literatur yang diberikan.

11.Keluarga besar WWF–Indonesia atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis.

12.Keluarga besar Elephant Patrol Team (EPT), bapak Miskun, bapak Sugianto, bapak Sumarni, bapak Supriyadi, bapak Sulis Setiono, Tutu dan Dwi untuk pendampingan selama di lapangan.


(12)

13.Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan atas izin penelitian yang diberikan.

14.Adikku tersayang Bayu Adi Permana dan kakakku Aditya Permadi atas semua semangat dan kasih sayang selama ini. Semoga kelak kita bisa menjadi anak yang selalu berbakti dan membahagiakan kedua orang tua kita. Amin.

15. Keluargaku tercinta yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih untuk doanya selama ini.

16. Seseorang yang selama enam tahun ini telah menemani penulis, Febbi Anugrah Yusuf.

17.Sahabat seperjuangan tersayang, Suci Natalia dan Citra Oktrine Saragih atas bantuan, kerjasama, dan kebersamaannya selama pelaksanaan kegiatan penelitian. Terimakasih sahabat.

18.Sahabat menimba ilmu selama perkuliahan, Yusrina Avianti Setiawan, Reffy Septy Aryani, Desima Putri, Pipin Yuliana, Wikke Febrya Eldy, Ayu Nirarai Putri, Elisa Nur Fitriana, dan Aulia Murti Novitasari terimakasih untuk cerita dan kebersamaannya melewati suka duka selama hampir empat tahun ini. Semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu.

19.Eka Sulpin Aryanti, S.Si. dan seluruh teman-teman angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih untuk kebersamaannya selama ini. Adik-adikku angkatan 2011, 2012, 2013 dan keluarga besar HIMBIO FMIPA Unila.


(13)

serta semua pihak yang telah terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT mencatat dan mengganti semuanya sebagai amal sholeh. Sedikit harapan semoga karya kecil ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandarlampung, Juni 2014 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SANWACANA ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang……… 1

B. Tujuan ……… 2

C. Manfaat ………..………...………. 2

D. Kerangka Pikir ………... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA………. 5

A.Biologi Gajah Sumatera………... 5

1. Klasifikasi Gajah Sumatera………... 5

2. Morfologi Gajah Sumatera……….... 6

3. Penyebaran dan Populasi Gajah Sumatera……….... 7

4. Habitat Gajah Sumatera………. 8

5. Perilaku Gajah Sumatera………... 9

5.1 Perilaku Makan dan Minum……….………... 9

5.2 Perilaku Istirahat dan Pemeliharaan Tubuh…………. 10

5.3 Perilaku Kawin……… 11

5.4Perilaku Sosial………. 12

B. World Wide Fund for Nature………... 12

C. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan……… 13


(15)

III. METODE PENELITIAN ……… 16

A.Waktu dan Tempat ………. 16

B.Alat dan Obyek ………... 16

C.Metode Penelitian .………... 17

D.Metode Kerja………... 17

1. Survei Pendahuluan………... 17

2. Teknik Pengumpulan Data……… 18

2.1Pengumpulan Data Primer………... 18

2.2Pengumpulan Data Sekunder………... 21

E.Analisis Data……… 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 23

A.Hasil………. 23

B.Pembahasan... 25

A. Kajian Perilaku………... 25

1. Perilaku Makan………... 25

2. Perilaku Istirahat………... 28

3. Perilaku Minum……… 32

B. Jenis-jenis Pakan Alami Gajah Latih di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan………. 34

C. Satwa di Sekitar Lokasi Penggembalaan Gajah…………... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN………... 38

DAFTAR PUSTAKA... …... 39 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data Gajah Penelitian di Resort Pemerihan, TNBBS……..…… 17 Tabel 2. Jenis Data, Cara Pengambilan dan Sumber Data Perilaku Gajah

Sumatera di Resort Pemerihan, TNBBS………... 21 Tabel 3. Jenis-Jenis Pakan Alami Gajah Latih di Resort Pemerihan,


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Perilaku Harian Gajah Latih di Resort Pemerihan, TNBBS……. 23 Gambar 2. Pola Penggunaan Waktu Gajah Latih di Resort Pemerihan,

TNBBS……….………..……….. 24 Gambar 3. Aktivitas Istirahat Gajah Youngky di Resort Pemerihan,

TNBBS (A) Siang Hari, (B) Malam Hari.………...….…… 29 Gambar 4. Lokasi Aktivitas Istirahat Gajah Pada Malam Hari di Resort

Pemerihan, TNBBS……..………. 31 Gambar 5. Bekas Lokasi Istirahat Gajah Pada Malam Hari di Resort

Pemerihan, TNBBS………...…….……… 31 Gambar 6. Aktivitas Minum Gajah Youngky dengan Cara Menyemprotkan Air ke Mulutnya di Resort Pemerihan, TNBBS………….…... 32 Gambar 7. Burung Pelatuk (Picus miniaceus) di Resort Pemerihan,


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gajah merupakan spesies payung dan menjadi salah satu satwa yang dilindungi oleh undang-undang sejak tahun 1931, yaitu dalam Ordonansi dan Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931 No. 134 dan 226

(Widyastuti, 1993). Status ekologi gajah sumatera menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) adalah terancam punah (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, 2013). Sementara itu, dalam Convention on

International Trade of Endangered Fauna and Flora (CITES), gajah asia masuk dalam kelompok Appendix I, tidak dapat diperjualbelikan

(Convention on International Trade of Endangered Fauna and Flora, 2013).

Adanya perburuan liar, kehilangan habitat dan konflik dengan manusia menjadi faktor yang mengancam populasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Beberapa upaya yang dilakukan dalam menangani konflik antara gajah dengan manusia yaitu menggunakan satelit collar, mitigasi dengan menara pantau dan gajah patroli yang merupakan gajah


(19)

2

tangkapan. Salah satu kawasan yang menjadilokasi untuk melakukan relokasi gajah latih untuk mitigasi konflik adalah Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Gajah latih yang

terdapat di Resort Pemerihan, TNBBS merupakan gajah relokasi dari Pusat Konservasi Gajah (PKG) Way Kambas yang juga memiliki peranan

penting dalam mendukung kegiatan penelitian, salah satunya yaitu kegiatan penelitian perilaku harian gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di TNBBS sebagai habitat alami gajah. Informasi mengenai perilaku gajah di habitat alaminya diperlukan dalam membantu

pengelolaan gajah di luar habitat alaminya sebagai salah satu upaya konservasi gajah.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari perilaku harian gajah sumatera latih yang ada di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi perilaku harian gajah sumatera latih di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sehingga diketahui sistem pengelolaan yang sesuai.


(20)

3

D. Kerangka Pikir

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan merupakan salah satu dari sepuluh taman nasional yang berada di Sumatera dan merupakan salah satu habitat alami gajah sumatera. Penurunan populasi gajah sumatera pada tahun 2007 diperkirakan hanya menyisakan 184 – 266 individu saja (Desai dan Samsuardi, 2009). Gajah sumatera tersebar di tujuh provinsi Sumatera yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007).

Salah satu habitat alami gajah sumatera yaitu Resort Pemerihan, TNBBS. Resort Pemerihan merupakan salah satu resort di TNBBS yang mewakili tipe habitat hutan tropis dataran rendah sehingga di resort ini banyak terdapat habitat alami gajah (Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, 2011). Di resort ini, terdapat empat ekor gajah latih dari PKG Way Kambas yang merupakan gajah liar yang keluar kawasan dan ditangkap kemudian dilatih dan digunakan dalam membantu kegiatan Elephant Patrol Team (EPT). Gajah sumatera memiliki waktu aktif makan dari dua jam sebelum petang yaitu sekitar pukul 16.00 WIB sampai dua jam setelah fajar sekitar pukul 07.00 WIB (Shoshani dan Eisenberg, 1982). Gajah liar merupakan salah satu hewan nokturnal(World Wide Fund for Nature, 2011). Untuk itu, perlu diketahui perilaku dari gajah liar yang telah di latih di Resort Pemerihan, TNBBS.


(21)

4

Penelitian mengenai kajian perilaku telah banyak dilakukan tetapi masih jarang penelitian yang menggunakan gajah latih sebagai objek


(22)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Gajah Sumatera

1. Klasifikasi Gajah Sumatera

Di dunia di kenal dua jenis gajah yaitu gajah afrika (Loxodonta africana) dan gajah asia (Elephas maximus). Menurut Seidensticker (1984), ada tiga anak jenis gajah asia yaitu Elephas maximus

maximus di Sri Lanka, Elephas maximus indicus di India dan Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847 di Sumatera (Lekagul dan McNeely, 1977). Menurut Glastra (2003), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) hanya terdapat di Sumatera dan termasuk salah satu gajah asia yang terancam punah.

Klasifikasi gajah sumatera menurut Lekagul dan McNeely (1977): Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Mammalia Bangsa : Proboscidea Suku : Elephantidae


(23)

6

Marga : Elephas

Jenis : Elephas maximus

Anak Jenis : Elephas maximus sumatranus

2. Morfologi Gajah Sumatera

Gajah asia memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari gajah afrika. Gajah asia termasuk gajah sumatera memiliki panjang kepala dan badan 550 – 640 cm, ekornya memiliki panjang 120 – 150 cm, tinggi bahu mencapai 250 – 300 cm (Lekagul dan McNeely, 1977). Secara umum, gajah jantan lebih besar daripada betina. Gajah asia betina dapat mencapai berat maksimum 3700 kg dan tinggi 2,4 meter sementara gajah jantan dapat mencapai berat 5000 kg dan tinggi 3,2 meter (Mercy, 2009).

Ukuran jejak kaki pada gajah dewasa berkisar antara 35 – 44 cm dan untuk ukuran jejak kaki pada gajah muda yaitu berkisar antara 18 – 22 cm (Poniran, 1974). Umumnya gajah afrika memiliki punggung yang cekung, ukuran telinga yang lebih besar, permukaan kulit yang relatif halus dan pada ujung belalainya memiliki dua “jari”, sedangkan untuk gajah asia punggungnya memiliki bentuk yang cembung, ukuran telinga yang lebih kecil, kulit yang berkerut dan pada ujung belalainya memiliki satu “jari” (Seidensticker, 1984).

Pengenalan individu jantan dan betina selain dilihat dari gading juga dapat dilakukan dengan melihat bentuk tengkoraknya. Pada gajah


(24)

7

betina akan terlihat bentuk yang tampak persegi, sedangkan gajah jantan memiliki dahi yang berbentuk bulat telur (Sukumar, 2003).

3. Penyebaran dan Populasi Gajah Sumatera

Populasi gajah sumatera telah mengalami penurunan karena degradasi dan kehilangan habitat oleh pemukiman dan perkebunan dalam skala besar (Blake dan Hedges, 2004). Selain itu, meningkatnya konflik manusia – gajah juga merupakan penyebab terjadinya penurunan populasi gajah sumatera (Hedges et al., 2005). Di Lampung, terjadi penurunan populasi gajah sejak pertengahan tahun 1980-an yang diperkirakan disebabkan oleh konflik manusia – gajah (Hedges et al., 2005).

Saat ini populasi gajah di Lampung ada di tiga lokasi yaitu TNBBS, Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dan Gunung Rindingan (Hedges et al., 2005). Dari tiga populasi yang tersisa, hanya ada dua lokasi yang memiliki daya dukung cukup besar yaitu di TNWK dan TNBBS. Namun, populasi gajah di TNWK dan TNBBS berada di bawah ancaman sebagai akibat hilangnya habitat oleh pertanian, perburuan dan konflik dengan masyarakat di perbatasan taman nasional (Hedges et al., 2006). Hingga saat ini, hanya ada dua

populasi gajah sumatera yang diketahui jumlahnya berdasarkan survei yang sistematis oleh Wildlife Conservation Society (WCS) pada tahun 2000 yaitu, populasi gajah di TNBBS sekitar 498 individu dan TNWK sekitar 180 individu (Hedges et al., 2005), sedangkan hutan lindung


(25)

8

Gunung Rindingan belum ada perkiraan jumlah gajah (Sitompul, 2011).

4. Habitat Gajah Sumatera

Habitat adalah tempat hidup dan berkembang biak suatu organisme secara alami (Suwasono dan Kurniati, 1994). Habitat yang paling disukai oleh gajah sumatera adalah hutan dataran rendah namun dapat ditemui juga pada berbagai jenis ekosistem mulai dari pantai sampai ketinggian diatas 1.750 meter diatas permukaan laut seperti di Gunung Kerinci (World Wide Fund for Nature, 2005). Pada awalnya gajah tersebar di berbagai ekosistem, namun akibat adanya kerusakan habitat yang semakin meluas sehingga saat ini gajah terisolasi di berbagai kawasan yang sempit. Habitat yang cocok untuk gajah yaitu hutan dipterokarp dengan topografi daerah berlembah yang memiliki sumber air cukup (Hamid, 2001).

Penggunaan habitat oleh gajah juga bergantung dengan musim, pada musim kemarau, kelompok gajah biasanya mencari makan dengan melakukan pergerakan dari hutan dataran tinggi menuju hutan dataran rendah dan pergerakan sebaliknya dilakukan oleh gajah pada musim hujan (Wiratno et al., 2004).


(26)

9

5. Perilaku Gajah Sumatera 5.1 Perilaku Makan dan Minum

Gajah merupakan satwa megaherbivora sehingga membutuhkan hijauan dalam jumlah banyak yaitu sekitar 200 – 300 kg biomassa per hari untuk gajah dewasa atau 5 – 10% dari berat badannya (Shoshani dan Eisenberg, 1982). Gajah dewasa dengan berat 3000 – 4000 kg membutuhkan jumlah pakan yang banyak, yaitu 200 – 300 kg hijauan segar per hari pada kondisi alami (World Wide Fund for Nature, 2005).

Gajah termasuk pemakan rumput (grazer), semak (browser), daun (folivor) dan buah (frugivor). Gajah menggunakan belalai untuk mengambil makanan dengan cara direnggut, dipatahkan, dan dirobohkan. Selain menggunakan belalai, biasanya juga dibantu dengan anggota tubuh lainnya yaitu gading, dahi, kaki depan, dan mulut (Widowati,1985).

Widowati (1985) mengatakan bahwa hasil renggutan gajah tidak seluruhnya dimasukkan kedalam mulutnya. Selain dengan merenggut, gajah juga merobohkan pohon dan hanya mengambil pucuk daunnya saja, sehingga daerah tempat makan gajah cenderung mengalami kerusakan. Beberapa jenis tumbuhan yang sering dimakan oleh gajah adalah jenis rerumputan, dedaunan, ranting dan kulit batang, serta tanaman budidaya.


(27)

10

Aktivitas makan dilakukan secara berkelompok dengan bergerak dari satu area ke area yang lain. Dalam satu area, rombongan gajah menyebar dengan jarak 5 – 500 meter, namun tetap berkomunikasi satu dengan lainnya dengan menggunakan suara (Widowati, 1985).

5.2 Perilaku Istirahat dan Pemeliharaan Tubuh

Gajah merupakan satwa yang tidak tahan terhadap sinar matahari sehingga sering ditemui di tempat yang terlindung pada siang hari. Gajah dapat tidur sambil berdiri dengan mengibaskan telinga

mengganggukkan kepala dan menggoyangkan tubuhnya (Lekagul dan McNeely, 1977). Gajah juga dapat tidur dengan posisi berbaring dan mendengkur (Altevogt dan Kurt, 1975).

Gajah membutuhkan air dalam jumlah banyak (water dependent species) untuk memenuhi kebutuhannya. Jumlah air yang dibutuhkan seekor gajah thailand sekitar 200 liter per hari (Eltringham, 1982). Sementara menurut Poniran (1974) seekor gajah sumatera

membutuhkan air sebanyak 20 – 50 liter per hari.

Menurut Sukumar (1989), gajah sering mengunjungi kubangan untuk berendam, mandi dan berkubang untuk menjaga suhu tubuh dan selalu menyemprotkan air dan lumpur dengan belalainya. Gajah melakukan aktivitas berkubang untuk menjaga suhu tubuh dan melindungi diri dari gigitan serangga dan ektoparasit lainnya (Lekagul dan McNeely, 1977).


(28)

11

5.3 Perilaku Kawin

Kondisi lingkungan, ketersediaan sumber daya pakan, dan kepadatan populasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi usia produktif gajah. Usia produktif gajah biasanya mulai pada usia 10 – 12 tahun (Ishwaran, 1993). Menurut Medway (1978) pada usia 8 – 12 tahun,

gajah betina biasanya akan mengalami kematangan reproduksi. Induk betina akan menyusui anaknya kurang lebih selama dua tahun. Masa gestasi berkisar antara 18 – 23 bulan dengan rata-rata sekitar 21 bulan dan jarak antar kehamilan betina sekitar empat tahun (Sukumar, 2003).

Musim kawin dapat terjadi sepanjang tahun, namun frekuensi

perkawinan dapat mencapai puncaknya bersamaan dengan datangnya musim hujan (Eltringham, 1982).

Perilaku gajah jantan pada waktu tertentu mengalami perilaku mengamuk (musht) yang ditandai adanya sekresi kelenjar temporal yang keluar dan meleleh di pipi, di antara mata dan telinga, berwarna hitam dan berbau merangsang. Perilaku ini dapat berlangsung 3 – 5 bulan sekali selama 1 – 4 minggu dan sering dihubungkan dengan musim birahi, meskipun belum terdapat bukti kuat (Shoshani dan Eisenberg, 1982).


(29)

12

5.4 Perilaku Sosial

Pada habitat alaminya, gajah merupakan satwa yang hidup dengan pola matriarkal yaitu hidup berkelompok dan setiap kelompok

dipimpin oleh satu induk betina paling besar dan gajah yang sudah tua biasanya akan hidup secara soliter karena sudah tidak mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengikuti kelompoknya. Gajah betina muda tetap berada di dalam kelompoknya sebagai pengasuh,

sedangkan jantan muda atau dewasa dipaksa atau suka rela keluar dari kelompoknya untuk bergabung dengan kelompok jantan lain

(Shoshani dan Eisenberg,1982).

B. World Wide Fund for Nature – Indonesia (WWF – Indonesia)

World Wide Fund for Nature – Indonesia (WWF – Indonesia) merupakan yayasan independen yang terdaftar sesuai hukum dan memiliki beberapa kantor di Indonesia. Lembaga WWF – Indonesia adalah bagian

independen dari WWF dan afiliasinya, organisasi pelestarian global yang bekerja di 100 negara di dunia dan memiliki harapan untuk mewujudkan dunia dengan manusia yang hidup selaras dengan alam (World Wide Fund for Nature, 2011).

Salah satu kantor WWF – Indonesia berada di Lampung. Salah satu lokasi pelaksanaan program konservasinya berada di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Sejak Mei 2009, WWF telah menerapkan upaya mitigasi konflik manusia – gajah dengan operasi tim patroli gajah,


(30)

13

Elephant Patrol Team (EPT), yang bertugas di sekitar wilayah Resort Pemerihan dan sekitarnya. Tim ini juga berperan dalam pengamanan kawasan dan ekowisata (World Wide Fund for Nature, 2011).

C. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan merupakan taman nasional terluas ketiga di Sumatera (365.800 ha) yang terletak di provinsi Lampung dan

Bengkulu pada koordinat 4°31’ –5°57’ LS dan 103°34’ –104°43’ BT.

Kawasan TNBBS merupakan kawasan hutan hujan tropis dataran rendah terluas yang masih tersisa di Sumatera (Kinnaird et al., 2003).

Kawasan ini memiliki topografi yang beragam yaitu dataran rendah (0 – 600 mdpl) dan berbukit (600 – 1000 m dpl) berada di bagian Selatan sementara daerah pegunungan (1000 – 2000 m dpl) terletak di bagian tengah dan utara taman nasional dengan puncak tertinggi adalah Gunung Palung (1964 m dpl).

Bagian barat TNBBS memiliki curah hujan antara 3000 – 3500 per tahun dan termasuk tipe iklim A (basah) dengan lebih dari sembilan bulan basah per tahun dan pada bagian timur taman nasional mempunyai curah hujan antara 2500 – 3000 mm per tahun sehingga termasuk tipe iklim B yang lebih kering dari tipe A dan mempunyai tujuh bulan basah per tahun. Curah hujan rata-rata per tahun 2.500 – 3.000 mm per tahun di bagian barat dan 3.000 – 4.000 mm per tahun di bagian timur, dengan suhu berkisar 20° – 28°C (Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, 2003).


(31)

14

Balai Besar TNBBS terdiri atas dua bidang, empat seksi, dan 17 resort. Dua bidang tersebut yaitu Bidang Pengembangan Taman Nasional (BPTN) I Semaka dan BPTN II Liwa. Wilayah Seksi Pengembangan Taman Nasional (SPTN) yakni SPTN I Sukaraja, SPTN II Bengkunat, SPTN III Krui, dan SPTN IV Merpas. Adapun 17 resort TNBBS diantaranya adalah Resort Tampang (20.095 Ha), Resort Way Nipah (17.985 Ha), Resort Sukaraja Atas (15.959 Ha), Resort Ulu Belu (10.068 Ha), Resort Way Haru (29.888 Ha), Resort Pemerihan (17.902 Ha), Resort Ngambur (16.940 Ha), Resort Biha (22.836 Ha), Resort Balai Kencana (18.311 Ha), Resort Pugung Tampak (19.851 Ha), Resort Suoh (37.612 Ha), Resort Sekincau (13.648 Ha), Resort Balik Bukit (23.878 Ha), Resort Lombok (24.720 Ha), Resort Merpas (21.611 Ha), Resort Muara Saung (25.950 Ha), dan Resort Makakau Ilir (17.150 Ha) (Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, 2013).

D. Resort Pemerihan

Resort Pemerihan merupakan wilayah Seksi Pengembangan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Bengkunat Kabupaten Pesisir Barat dengan luas 17.902 ha. Wilayah Resort Pemerihan merupakan tempat relokasi empat ekor gajah sumatera dari daerah Gunung Sekincau pada akhir tahun 2007 (Sukmara dan Dewi, 2012).

Resort Pemerihan merupakan resort yang menjadi perwakilan tipe habitat hutan tropis dataran rendah sehingga di kawasan ini sering terjadi konflik antara masyarakat dengan satwa liar terutama gajah yang dipicu oleh alih


(32)

15

fungsi lahan, terutama pengembangan daerah permukiman dan pertanian serta praktek perladangan yang mengakibatkan terpotongnya jalur-jalur jelajah gajah sumatera (Sukmara dan Dewi, 2012). Di resort ini terdapat empat ekor gajah sumatera yang digunakan untuk patroli perambahan dan penggiringan gajah sumatera liar di Resort Pemerihan dan sekitarnya yang terdiri atas satu ekor gajah betina (Arni) dan tiga ekor gajah jantan


(33)

16

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Resort Pemerihan, TNBBS pada bulan Januari sampai Februari 2014, bekerja sama dan di bawah program WWF – Indonesia (World Wide Fund for Nature – Indonesia).

B. Alat dan Obyek

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital Nikon S330, lembar kerja, senter dan jam tangan sebagai penunjuk waktu. Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua ekor gajah tangkapan di Resort Pemerihan TNBBS yang terdiri atas satu ekor betina (Arni) dan satu ekor jantan (Youngky) (Tabel 1).


(34)

17

Tabel 1. Data gajah penelitian di Resort Pemerihan, TNBBS

Nama Usia Berat

Tubuh

Asal Keterangan

Youngky ± 32 tahun 3100 Kg Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat pada 27 Juni 1996 Memiliki lingkaran gading paling besar, ekor pontong Arni ± 28 tahun 2357 Kg Padang

Cermin, Kabupaten Lampung Selatan pada 24 Januari 1991 Belum pernah melahirkan

(Sumber: WWF – Indonesia, 2011)

C. Metode Penelitian

Pengamatan perilaku gajah sumatera dilakukan dengan metode focal animal instantaneous atau focal time sampling (Altmann, 1974; Paterson, 1992) yang merupakan gabungan antara metode focal animal sampling dan scan animal sampling yaitu metode pengamatan langsung perilaku dengan menggunakan satu individu hewan sebagai objek dan menggunakan teknik pencatatan perilaku hewan pada interval waktu tertentu (Kuncoro, 2004).

D. Metode Kerja

1. Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan telah dilakukan pada bulan Desember 2013 sebelum pelaksanaan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui lokasi dan menentukan obyek penelitian. Survei pendahuluan


(35)

18

mencakup studi literatur, diskusi dengan pihak WWF yaitu bapak Yob Charles dan bapak Ali Rizki Arasyi, pawang gajah dan survei langsung pada lokasi penelitian. Survei langsung dilakukan selama dua hari dengan berjalan mengelilingi beberapa lokasi

penggembalaan gajah latih dan berada dekat dengan obyek penelitian dengan mengamati aktivitasnya. Selain itu, kegiatan wawancara dengan pawang gajah juga dilakukan untuk

menentukan gajah yang menjadi obyek penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data 2.1 Pengumpulan Data Primer

Data primer diperoleh berdasarkan observasi langsung di lapangan dengan menggunakan metode focal time sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merujuk dari penelitian sebelumnya tentang Tingkah Laku Harian Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar pada tahun 2012.

Sebelum pengamatan dan pengambilan data terlebih dahulu dilakukan proses habituasi selama satu hari dengan dua obyek penelitian yaitu gajah jantan (Youngky) dan betina (Arni). Habituasi adalah proses pembelajaran aktif atau pembiasaan pada hewan dimana hewan tersebut merasa tidak terancam atau terganggu saat menerima suatu rangsangan (Domjan, 2003).


(36)

19

Data yang diamati meliputi perilaku makan, minum dan istirahat. Menurut Jackson (1990) yang menyatakan aktivitas tertinggi gajah yaitu makan dan diantara waktu tersebut digunakan gajah untuk istirahat, minum dan mandi sehingga pada penelitian ini hanya mengamati tiga aktivitas tersebut. Aktivitas mandi tidak diamati karena gajah latih dimandikan setiap hari oleh pawang.

Pengamatan perilaku gajah pada masing-masing individu dilakukan selama sepuluh hari efektif secara terus-menerus

dengan pengumpulan data sebanyak empat kali dalam sehari yaitu pagi (07.00 – 10.00 WIB), siang (14.00 – 17.00 WIB), malam (21.00 – 00.00 WIB) dan dini hari (03.00 – 06.00 WIB) dengan interval waktu pengambilan data setiap lima menit sekali dengan cara memberikan tanda square root(√) pada lembar pengamatan

apabila terjadi perubahan aktivitas (Lampiran) dengan tetap memperhatikan aktivitas gajah latih selama lima menit

pengamatan. Pemilihan waktu pengamatan dilakukan agar dapat mengetahui waktu mulai aktivitas dan istirahat gajah latih dan penentuan interval waktu setiap lima menit sekali didasarkan pada pergerakan gajah yang tidak terlalu cepat.

Perilaku yang diamati meliputi perilaku makan, minum, dan istirahat. Perilaku makan meliputi perilaku gajah yang mengendus tumbuhan, mengambil, membersihkan atau mengibaskan, memasukkan ke mulut dan mengunyahnya.


(37)

20

Perilaku minum gajah mencakup perilaku gajah yang menggunakan belalainya untuk mengambil air dan

menyemprotkan ke dalam mulutnya. Perilaku istirahat gajah yang diamati meliputi perilaku berdiri diam pada suatu lokasi dengan menggerakkan ekor, tubuh dan telinganya serta berbaring.

Gajah yang diamati selama penelitian merupakan gajah yang terikat namun masih dapat bergerak di daerah sekitar ikatannya dengan panjang ikatan untuk Arni sekitar 25 meter dan Youngky 30 meter.

Pengamatan perilaku dilakukan dengan berada dekat dengan gajah dan mengikuti pergerakan gajah setiap hari pada saat melakukan aktivitas hariannya tanpa memberikan perlakuan kepada gajah latih tersebut. Hanya saja pada malam hari, gajah akan diikat pada lokasi yang tidak terlalu jauh dari camp Elephant Patrol Team untuk menjaga keselamatan pada saat pengamatan malam hari dan dini hari. Jarak untuk pengamatan perilaku ini diambil dengan jarak sejauh lima sampai sepuluh meter dari obyek dan didampingi oleh bapak Supriyadi, bapak Miskun, bapak Sugianto, bapak Sulis Setiono, bapak Sumarni dan bapak Tutu selaku pawang dan pembantu pawang secara bergantian untuk menjaga keamanan dan keselamatan pada saat pengamatan.

Selama pengamatan, setiap hari gajah dipindah oleh pawang atau pembantu pawangsebanyak dua sampai tiga kali untuk memenuhi


(38)

21

kebutuhan makan dan minumnya. Biasanya, gajah dipindah pada pagi hari (07.00 – 08.00 WIB), siang hari (13.00 – 14.30 WIB) dan sore hari (17.00 WIB) sekaligus dimandikan.

2.2 Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yang meliputi biodata gajah diperoleh dari WWF – Indonesia dan melakukan wawancara dengan pawang gajah sedangkan untuk identifikasi jenis tumbuhan yang menjadi pakan alami gajah latih di Resort Pemerihan dibantu oleh pawang gajah (bapak Supriyadi, bapak Miskun, bapak Sulis Setiono, bapak Sumarni). Identifikasi selanjutnya dilakukan dengan

menggunakan buku Tree Flora of Malaya volume 1 – 4 dan hasil penelitian Citra Oktrine Saragih (Tabel 2).

Tabel 2. Jenis data, cara pengambilan dan sumber data perilaku gajah sumatera di Resort Pemerihan, TNBBS

No. Jenis Data Metode Sumber

Data Primer 1. Aktivitas gajah

sumatera yang meliputi perilaku istirahat, makan dan minum Observasi langsung dengan metode focal time sampling Data Sekunder 2. Biodata gajah

sumatera

WWF Indonesia

3. Jenis pakan gajah sumatera di Resort Pemerihan, TNBBS


(39)

22

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dengan metode focal time sampling ditabulasi dan disajikan secara deskriptif.


(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Gajah latih di Resort Pemerihan masih menunjukkan sifat alaminya dengan aktivitas perilaku tertinggi adalah perilaku makan, diikuti istirahat, dan minum.

2. Ada perbedaan waktu aktivitas makan dan istirahat antara gajah latih dan gajah liar, dengan gajah latih melakukan aktivitas makan dari pagi sampai malam hari dan dini hari banyak melakukan istirahat.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai aktivitas gajah latih di Resort Pemerihan, TNBBS selama 24 jam terutama untuk aktivitas istirahat dan pemilihan lokasi istirahat pada dini hari.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, J. T. Iskandar, D.N. Choesin dan A. Sjamidi. 2009. Estimasi Daya Dukung Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus

Temminck, 1847) Berdasarkan Aktivitas Harian dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai Solusi Konflik dengan Lahan Pertanian. Jurnal Penelitian Hayati. 3B:29 – 36.

Altevogt, R., F. Kurt. 1975. Elephant. In Grzimek’s Animal Life Encyclopedia

Mammals Reinhold Co. New York.

Altmann, J. 1974. Observational Study of Behavior: Sampling Methods.

Behaviour. 49: 227 – 267.

Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. 2013. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Lampung. Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. 2003. Buku Informasi Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung – Bengkulu. Indonesia. ILRC, EU – Dephut. Kotaagung.

Blake, S.dan S. Hedges. 2004. Sinking the flagship: the case of forest elephants in Asia and Africa. Conservation Biology. 18: 1191 – 1202.

Boundja, R. P. dan J. J. Midgley. 2010. Patterns of Elephant Impact on Woody Plants in the Hluhluwe – Imfolozi Park, Kwazulu – Natal, South Africa.

African Journal of Ecology. 48: 206 – 214.

Cheeran, J. V. 2009. Elephants Facts. Healthcare Management of Captive Asian Elephants. 6:23 – 27.

Convention on International Trade of Endangered Fauna and Flora. 2013. Appendix 1, as adopted by the conference of the parties, valid from 6 December 2013. Available online at http://www.cites.org/eng/append /I-II.shtml. diakses 25 Maret 2014.

Desai, A.A dan Samsuardi. 2009. Status of Elephants, Habitat and Population In Riau Province, Sumatera. WWF. Pekanbaru. Indonesia.


(42)

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera dan Gajah Kalimantan 2007-2017. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

Domjan, M. 2003. The Principles of Learning and Behaviour. Belmont CA: Thomson Wadsworth. United States.

Eltringham S.K. 1982. Elephants. Blanford Press Book. Dorset.

Feldhamer, G. A., L. C. Drickamer, S. H. Vessey, J. F. Merritt dan C. Krajewski. 2007. Mammalogy: Adaptation,Diversity, Ecology. 3rd edn. The John Hopkins University Press. Maryland.

Ganswindt, A. dan S. Munscher. 2007. Take a Nap : Sleeping Behavior of Free-ranging Male African Elephants (Loxodonta africana) During The Day. University of Pretoria. Afrika Selatan.

Glastra, R. 2003. Elephant Forest on Sale. WWF. Deutsehland.

Hamid, A. 2001. Mengenal Lebih Dekat Gajah Sumatera di Ekosistem Leuser. Buletin Leuser. 4 (11): 10 – 12.

Hatt, J. M., dan M. Clauss. 2006. Feeding Asian and African elephants Elephas maximus and Loxodonta africana. International Zoo Yearbook. 40: 88 –95. Hedges, S., M.J. Tyson, A.F. Sitompul dan H. Hammatt. 2006. Why inter-country

Loans will not Help Sumatra’s Elephants. Zoo Biology. 25: 235 – 246. Hedges, S., M.J. Tyson, A.F. Sitompul., M. F. Kinnaird, D. Gunaryadi dan Aslan.

2005. Distribution, Status, and Conservation Needs of Asian Elephants (Elephas maximus) in Lampung Province, Sumatra, Indonesia. Biological Conservation. 124: 35–48.

Ishwaran, N. 1993. Ecology of the Asian elephant in lowland dry zone habitat of the Mahaweli River Basin. Sri Lanka. Journal of Tropical Ecology. 9:169– 182.

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2013. IUCN Red List Endangered Species. http://www.iucnredlist.org/search. Diakses 25 Maret 2014.

Jackson, P. 1990. Endangered Species Elephant. Chartwell Books, Inc. Secaucus. New Jersey.

Joshi, R. 2009. Asian Elephant’s Elephas maximus Behaviour in the Rajaji National Park, North – West India: Eight Years with Asian Elephant.


(43)

Kurt, F. 2005. Behaviour and Ecology of Wild and Captive Asian elephants. First European Elephant Management School Hamburg. Jerman.

Kinnaird, M. F., E. W. Sanderson, T. G. O’Brien, H. T. Wibisono dan A. G. Woolmer. 2003. Deforestation Trends in a Tropical Landscape and Implications for Endangered Large Mammals. Conservation Biology. 17 (1): 245 – 257.

Kuncoro. 2004. Aktivitas Harian Pongo pygmaeus Rehabilitant di Hutan Lindung Pegunungan Meratu Kalimantan Timur. Skripsi. Universitas Udayana. Denpasar. Bali.

Lekagul, B. dan J.A. McNeely. 1977. Mammals of Thailand. The Association for the Conservation of Wildlife. Bangkok.

Mahopatra, K. K., A.K. Patra dan D. S. Paramanik. 2013. Food and Feeding Behavior of Asiatic Elephant (Elephas maximus Linn.) in Kuldiha Wild Life Sanctuary, Odisha, India. Journal of Environmental Biology. 34: 87 – 92.

Makhabu, S. W., C. Skarpe, dan H. Hytteborn. 2006. Elephant Impact on Shoot Distribution on Trees and on Rebrowsing by Smaller Browsers. Acta Oecologica. 30:136 – 146.

Medway, L. 1978. The Wild Mammals of Malaya (Paninsular Malaysia) and Singapore. Sec Ed. Kuala Lumpur Oxford University Press. Oxford. New York.

Mercy, A. D. 2009. Feeding of Elephant. Healthcare Management of Captive Asian Elephants. 6: 59 – 63.

Paterson, J.D. 1992. Primate Behavior, An Exercise Workbook. Waveland Press Inc. Prospect Heights – Illinois. United States.

Poniran, S. 1974. Elephant in Atjeh Sumatera. Oryx. Journal of Fauna Preservation Soc. 12: 576 – 580.

Quinn, K. 1998. Asian Elephants at Fort Worth Zoo. http://www.whozoo.org. diakses 10 Juni 2014 pukul. 08.40 WIB.

Samansiri, A. K. P dan K. Weerakoon Deveaka. 2007. Feeding Behavior of Asian Elephants in the Northwestern Region of Srilanka. Gajah .27: 27 – 34. Seidensticker, J. 1984. Managing Elephant Depredation in Agricultural and

Forestry Project. World Bank Technical Paper. World Bank. Washington DC.


(44)

Shoshani, J. dan J.F. Eisenberg. 1982. Elephas maximus. Mammalian Species

182: 1 – 8.

Smith, R. I. 1996. Ecology and Field Biology. 5th ed. Harpercollins College Publishers. New York.

Sitompul, A.F. 2011. Ecology and Conservation of Sumatran Elephants (Elephas maximus sumatranus) in Sumatra, Indonesia. Dissertations. University of Massachusetts – Amherst. Amerika Serikat.

Stephenson, P. J. 2007. WWF Species Action Plan: African Elephant, 2007-2011. WWF. Gland. Switzerland.

Sukmara, M. D.P. dan B. S. Dewi. 2012. Mitigasi Konflik Manusia dan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) Menggunakan Gajah Patroli di Resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. http://aurigaster.wordpress.com/2012/12/29/2/ diakses 1 Januari 2014 pukul. 09.10 WIB.

Sukumar, R. 1989. The Asian Elephant: Ecology and Management. Cambridge University Press. Cambridge. UK.

Sukumar R. 2003. The Living Elephants. Evolutionary Ecology, Behavior, and Conservation. Oxford University Press. Inggris.

Supartono. 2007. Preferensi dan Pendugaan Produktivitas Pakan Alami Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximussumatranus Temmick, 1847) di Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat Bengkulu Utara. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suwasono H. dan M. Kurniati. 1994. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Syarifuddin, H. 2008. Analisis Daya Dukung Habitat dan Permodelan Dinamika Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Studi Kasus Di Kawasan Seblat Kabupaten Bengkulu Utara. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. 2011. Penataan Zonasi.

http://www.tnbbs.or.id/. Diakses pada tanggal 14 Desember 2013 pukul 20.50 WIB.

van Steenis, C. G. G. J. 2006. Flora. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor.

Widowati, A. 1985. Studi Perilaku Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus

Temminck, 1847) di Kawasan Pelestarian Alam Way Kambas, Lampung Tengah. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.


(45)

Widyastuti, Y. E. 1993. Flora-Fauna Maskot Nasional dan Propinsi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wiratno, D. Indriyo, A. Syarifudin dan A. Kartikasari. 2004. Berkaca di Cermin Retak : Refleksi Konservasi dan Implikasi Bagi Pengelolaan Taman Nasional. The Gibbon Foundation. Departemen Kehutanan. Forest Press. PILI – NGO Movement. Jakarta.

World Wide Fund for Nature. 2011. WWF – Indonesia. http://www.panda.org. Diakses tanggal 23 Maret 2014. Pukul. 13.45 WIB.

World Wide Fund for Nature. 2005. Human Wildlife Conflict Manual. Wildlife Management Series. WWF, Southern African Regional Programme Office (SARPO). Harare. Zimbabwe.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Gajah latih di Resort Pemerihan masih menunjukkan sifat alaminya dengan aktivitas perilaku tertinggi adalah perilaku makan, diikuti istirahat, dan minum.

2. Ada perbedaan waktu aktivitas makan dan istirahat antara gajah latih dan gajah liar, dengan gajah latih melakukan aktivitas makan dari pagi sampai malam hari dan dini hari banyak melakukan istirahat.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai aktivitas gajah latih di Resort Pemerihan, TNBBS selama 24 jam terutama untuk aktivitas istirahat dan pemilihan lokasi istirahat pada dini hari.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, J. T. Iskandar, D.N. Choesin dan A. Sjamidi. 2009. Estimasi Daya Dukung Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) Berdasarkan Aktivitas Harian dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai Solusi Konflik dengan Lahan Pertanian. Jurnal Penelitian Hayati. 3B:29 – 36.

Altevogt, R., F. Kurt. 1975. Elephant. In Grzimek’s Animal Life Encyclopedia Mammals Reinhold Co. New York.

Altmann, J. 1974. Observational Study of Behavior: Sampling Methods. Behaviour. 49: 227 – 267.

Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. 2013. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Lampung. Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. 2003. Buku Informasi Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung – Bengkulu. Indonesia. ILRC, EU – Dephut. Kotaagung.

Blake, S.dan S. Hedges. 2004. Sinking the flagship: the case of forest elephants in Asia and Africa. Conservation Biology. 18: 1191 – 1202.

Boundja, R. P. dan J. J. Midgley. 2010. Patterns of Elephant Impact on Woody Plants in the Hluhluwe – Imfolozi Park, Kwazulu – Natal, South Africa. African Journal of Ecology. 48: 206 – 214.

Cheeran, J. V. 2009. Elephants Facts. Healthcare Management of Captive Asian Elephants. 6: 23 – 27.

Convention on International Trade of Endangered Fauna and Flora. 2013. Appendix 1, as adopted by the conference of the parties, valid from 6 December 2013. Available online at http://www.cites.org/eng/append /I-II.shtml. diakses 25 Maret 2014.

Desai, A.A dan Samsuardi. 2009. Status of Elephants, Habitat and Population In Riau Province, Sumatera. WWF. Pekanbaru. Indonesia.


(3)

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera dan Gajah Kalimantan 2007-2017. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

Domjan, M. 2003. The Principles of Learning and Behaviour. Belmont CA: Thomson Wadsworth. United States.

Eltringham S.K. 1982. Elephants. Blanford Press Book. Dorset.

Feldhamer, G. A., L. C. Drickamer, S. H. Vessey, J. F. Merritt dan C. Krajewski. 2007. Mammalogy: Adaptation, Diversity, Ecology. 3rd edn. The John Hopkins University Press. Maryland.

Ganswindt, A. dan S. Munscher. 2007. Take a Nap : Sleeping Behavior of Free-ranging Male African Elephants (Loxodonta africana) During The Day. University of Pretoria. Afrika Selatan.

Glastra, R. 2003. Elephant Forest on Sale. WWF. Deutsehland.

Hamid, A. 2001. Mengenal Lebih Dekat Gajah Sumatera di Ekosistem Leuser. Buletin Leuser. 4 (11): 10 – 12.

Hatt, J. M., dan M. Clauss. 2006. Feeding Asian and African elephants Elephas maximus and Loxodonta africana. International Zoo Yearbook. 40: 88 –95. Hedges, S., M.J. Tyson, A.F. Sitompul dan H. Hammatt. 2006. Why inter-country

Loans will not Help Sumatra’s Elephants. Zoo Biology. 25: 235 – 246. Hedges, S., M.J. Tyson, A.F. Sitompul., M. F. Kinnaird, D. Gunaryadi dan Aslan.

2005. Distribution, Status, and Conservation Needs of Asian Elephants (Elephas maximus) in Lampung Province, Sumatra, Indonesia. Biological Conservation. 124: 35–48.

Ishwaran, N. 1993. Ecology of the Asian elephant in lowland dry zone habitat of the Mahaweli River Basin. Sri Lanka. Journal of Tropical Ecology. 9:169– 182.

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2013. IUCN Red List Endangered Species. http://www.iucnredlist.org/search. Diakses 25 Maret 2014.

Jackson, P. 1990. Endangered Species Elephant. Chartwell Books, Inc. Secaucus. New Jersey.

Joshi, R. 2009. Asian Elephant’s Elephas maximus Behaviour in the Rajaji National Park, North – West India: Eight Years with Asian Elephant. Nature and Science. 7(1) : 49 – 77.


(4)

Kurt, F. 2005. Behaviour and Ecology of Wild and Captive Asian elephants. First European Elephant Management School Hamburg. Jerman.

Kinnaird, M. F., E. W. Sanderson, T. G. O’Brien, H. T. Wibisono dan A. G. Woolmer. 2003. Deforestation Trends in a Tropical Landscape and Implications for Endangered Large Mammals. Conservation Biology. 17 (1): 245 – 257.

Kuncoro. 2004. Aktivitas Harian Pongo pygmaeus Rehabilitant di Hutan Lindung Pegunungan Meratu Kalimantan Timur. Skripsi. Universitas Udayana. Denpasar. Bali.

Lekagul, B. dan J.A. McNeely. 1977. Mammals of Thailand. The Association for the Conservation of Wildlife. Bangkok.

Mahopatra, K. K., A.K. Patra dan D. S. Paramanik. 2013. Food and Feeding Behavior of Asiatic Elephant (Elephas maximus Linn.) in Kuldiha Wild Life Sanctuary, Odisha, India. Journal of Environmental Biology. 34: 87 – 92.

Makhabu, S. W., C. Skarpe, dan H. Hytteborn. 2006. Elephant Impact on Shoot Distribution on Trees and on Rebrowsing by Smaller Browsers. Acta Oecologica. 30:136 – 146.

Medway, L. 1978. The Wild Mammals of Malaya (Paninsular Malaysia) and Singapore. Sec Ed. Kuala Lumpur Oxford University Press. Oxford. New York.

Mercy, A. D. 2009. Feeding of Elephant. Healthcare Management of Captive Asian Elephants. 6: 59 – 63.

Paterson, J.D. 1992. Primate Behavior, An Exercise Workbook. Waveland Press Inc. Prospect Heights – Illinois. United States.

Poniran, S. 1974. Elephant in Atjeh Sumatera. Oryx. Journal of Fauna Preservation Soc. 12: 576 – 580.

Quinn, K. 1998. Asian Elephants at Fort Worth Zoo. http://www.whozoo.org. diakses 10 Juni 2014 pukul. 08.40 WIB.

Samansiri, A. K. P dan K. Weerakoon Deveaka. 2007. Feeding Behavior of Asian Elephants in the Northwestern Region of Srilanka. Gajah .27: 27 – 34. Seidensticker, J. 1984. Managing Elephant Depredation in Agricultural and

Forestry Project. World Bank Technical Paper. World Bank. Washington DC.


(5)

Shoshani, J. dan J.F. Eisenberg. 1982. Elephas maximus. Mammalian Species 182: 1 – 8.

Smith, R. I. 1996. Ecology and Field Biology. 5th ed. Harpercollins College Publishers. New York.

Sitompul, A.F. 2011. Ecology and Conservation of Sumatran Elephants (Elephas maximus sumatranus) in Sumatra, Indonesia. Dissertations. University of Massachusetts – Amherst. Amerika Serikat.

Stephenson, P. J. 2007. WWF Species Action Plan: African Elephant, 2007-2011. WWF. Gland. Switzerland.

Sukmara, M. D.P. dan B. S. Dewi. 2012. Mitigasi Konflik Manusia dan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) Menggunakan Gajah Patroli di Resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. http://aurigaster.wordpress.com/2012/12/29/2/ diakses 1 Januari 2014 pukul. 09.10 WIB.

Sukumar, R. 1989. The Asian Elephant: Ecology and Management. Cambridge University Press. Cambridge. UK.

Sukumar R. 2003. The Living Elephants. Evolutionary Ecology, Behavior, and Conservation. Oxford University Press. Inggris.

Supartono. 2007. Preferensi dan Pendugaan Produktivitas Pakan Alami Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temmick, 1847) di Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat Bengkulu Utara. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suwasono H. dan M. Kurniati. 1994. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Syarifuddin, H. 2008. Analisis Daya Dukung Habitat dan Permodelan Dinamika Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Studi Kasus Di Kawasan Seblat Kabupaten Bengkulu Utara. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. 2011. Penataan Zonasi.

http://www.tnbbs.or.id/. Diakses pada tanggal 14 Desember 2013 pukul 20.50 WIB.

van Steenis, C. G. G. J. 2006. Flora. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor.

Widowati, A. 1985. Studi Perilaku Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Kawasan Pelestarian Alam Way Kambas, Lampung Tengah. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.


(6)

Widyastuti, Y. E. 1993. Flora-Fauna Maskot Nasional dan Propinsi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wiratno, D. Indriyo, A. Syarifudin dan A. Kartikasari. 2004. Berkaca di Cermin Retak : Refleksi Konservasi dan Implikasi Bagi Pengelolaan Taman Nasional. The Gibbon Foundation. Departemen Kehutanan. Forest Press. PILI – NGO Movement. Jakarta.

World Wide Fund for Nature. 2011. WWF – Indonesia. http://www.panda.org. Diakses tanggal 23 Maret 2014. Pukul. 13.45 WIB.

World Wide Fund for Nature. 2005. Human Wildlife Conflict Manual. Wildlife Management Series. WWF, Southern African Regional Programme Office (SARPO). Harare. Zimbabwe.