KONFLIK DALAM NOVEL PEREMPUAN PENUNGGANG HARIMAU KARYA MUHAMMAD HARYA RAMDHONI DAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
ABSTRAK
KONFLIK DALAM NOVELPEREMPUAN PENUNGGANG HARIMAU
KARYA MUHAMMAD HARYA RAMDHONI
DAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
Oleh:
RIRIS KRISTIANI ROSARIA KABAN
Penelitian ini membahas konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni dan pembelajaran sastra di Sekolah Me-nengah Atas (SMA). Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan empat konflik pada novelPerempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni dan kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA. Konflik ditinjau dari segi alur dan tokoh pada novel tersebut. Pembelajaran sastra menggunakan bahasan konflik sebagai bahan ajar dalam merancang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Sumber data dalam penelitian ini berupa bagian teks pada novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan dan analisis data menggunakan teknik analisis teks.
Hasil penelitian ini terdiri atas tokoh-tokoh cerita, empat jenis konflik, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Tokoh cerita merupakan pengenalan bagi pembaca mengenai sifat dan karakter dari pelaku cerita. Konflik pada novel tersebut bersumber pada ramalan leluhur tentang akhir Kerajaan Sekala Bgha. Tokoh cerita mempunyai pertentangan (konflik) dengan diri sendiri atau orang lain. Konflik pada novel tersebut terdiri atas konflik manusia dengan diri sendiri (konflik batin), konflik antarmanusia, dan konflik manusia dengan masyarakat. Tidak terdapat konflik manusia dengan alam karena di dalam novel tersebut tokoh cerita tidak bermasalah dengan Gunung Pesagi. Novel Perempuan Penunggang Harimau digunakan sebagai bahan ajar pembelajaran sastra di SMA. Bahan ajar disusun berdasarkan pada bagian teks pada novel yang mengandung unsur konflik selanjutnya digunakan sebagai materi dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas (SMA).
(2)
(3)
KONFLIK DALAM NOVELPEREMPUAN PENUNGGANG HARIMAU
KARYA MUHAMMAD HARYA RAMDHONI
DAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
(Skripsi)
Oleh:
RIRIS KRISTIANI ROSARIA KABAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2014
(4)
Halaman
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... vii
MOTO ... viii
PERSEMBAHAN... ix
SANWACANA ... x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. LANDASAN TEORI 2.1 Novel ... 9
2.2 Unsur-unsur Pembangun Novel ... 10
2.2.1 Unsur Intrinsik ... 10
2.2.2 Unsur Ekstrinsik ... 12
2.3 Konflik dalam Cerita Narasi ... 12
2.3.1 Tinjauan Terhadap Alur ... 13
2.3.2 Tinjauan Terhadap Tokoh ... 17
2.3.3 Tinjauan Terhadap Konflik ... 25
2.3.3.1 Konflik Manusia dengan Diri Sendiri (Konflik Batin) ... 28
2.3.3.2 Konflik Manusia dengan Manusia (Antarmanusia) ... 29
2.3.3.3 Konflik Manusia dengan Masyarakat ... 30
2.3.3.4 Konflik Manusia dengan Alam ... 31
2.4 Rancangan Pembelajaran Sastra di SMA ... 32
2.4.1 Pengertian Pembelajaran ... 32
2.4.1.1 Tujuan Pembelajaran... 33
2.4.1.2 Materi Pembelajaran ... 33
2.4.1.3 Media Pembelajaran... 34
2.4.2 Komponen Pembelajaran Sastra di SMA... 34
(5)
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 36
2) Tujuan dan Fungsi RPP... 36
3) Komponen-komponen RPP... 37
2.4.2.2 Pelaksanaan Pembelajaran ... 38
2.4.2.3 Evaluasi Pembelajaran ... 42
III.METODE PENELITIAN 3.1 Metode ... 46
3.2 Sumber Data ... 47
3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 48
IV. PEMBAHASAN 4.1 Konflik dalam NovelPerempuan Penunggang Harimaukarya Muhammad Harya Ramdhoni ... 49
4.1.1 Tokoh dalam NovelPerempuan Penunggang Harimaukarya Muhammad Harya Ramdhoni ... 50
4.1.1.1 Tokoh Sekeghumong ... 50
4.1.1.1 Tokoh Maulana Penggalang Paksi ... 52
4.1.1.1 Tokoh Maulana Pernong ... 53
4.1.1.1 Tokoh Maulana Nyeghupa... 54
4.1.2 Konflik Manusia dengan Diri Sendiri (Konflik Batin) ... 55
4.1.2.1 Tokoh Sekeghumong ... 56
4.1.2.1 Tokoh Maulana Pernong ... 71
4.1.3 Konflik Manusia dengan Manusia (Antarmanusia) ... 77
4.1.4 Konflik Manusia dengan Masyarakat ... 166
4.1.5 Konflik Manusia dengan Alam ... 179
4.2 Rancangan Pembelajaran Sastra di SMA... 181
4.2.1 Identitas Mata Pelajaran/Tema... 182
4.2.2 Perumusan Indikator ... 183
4.2.3 Perumusan Tujuan Pembelajaran ... 183
4.2.4 Pemilihan Bahan Ajar ... 184
4.2.5 Pemilihan Sumber Belajar... 184
4.2.6 Pemilihan Media Belajar... 185
4.2.7 Model Pembelajaran... 185
4.2.8 Skenario Pembelajaran... 185
4.2.9 Penilaian... 187
4.2.10 Kaitan antara Teks Konflik dengan Pembelajaran Sastra di SMA ... 191
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 193
5.2 Saran... 195 DAFTAR PUSTAKA
(6)
Lampiran Halaman 1. Tokoh dalam NovelPerempuan Penunggang Harimaukarya Muhammad
Harya Ramdhoni ... 201
2. Sinopsis ... 203
3. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar ... 212
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 214
5. Carta Kisi Ancangan Instrumen Penelitian... 232
6. Instrumen Konflik dalam NovelPerempuan Penunggang Harimaukarya Muhammad Harya Ramdhoni... 233
7. Tabel Konflik Manusia dengan Diri Sendiri (Konflik Batin) ... 234
8. Tabel Konflik Manusia dengan Manusia (Antarmanusia) ... 242
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Instrumen Penyusunan Rencanaan Pelaksanaan Pembelajaran ... 37 2.2 Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran ... 40
(8)
(9)
(10)
Tentu saja, sastra itu sebuah kata, bukan sebuah benda. (Robert Scholes)
Kuingin menceritakan jalan hidupku, bukan memperlihatkannya. (Emily Brontë)
(11)
(12)
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kupersembahkan karya ini kepada orang-orang yang tercinta dalam hidupku.
1. Papa dan Mamaku tercinta, Esma Kaban dan Lasma Situngkir, yang selalu mendukung setiap langkahku. Doa dan usaha selalu dicurahkan untuk buah hati yang berhasil mewujudkan impiannya. Tetes keringat yang tak pernah kulupa menjadi pengiringku untuk menggapai semua impian yang tertanam di otak kecilku.
2. Adik kecilku tersayang, Gabriella Riris Ulina Kaban, yang tidak henti mendoakanku supaya berhasil dalam jenjang pendidikan. Adik sekaligus kakak yang setia memberikan warna baru dalam hidupku.
3. Keluarga besarku yang selalu menjadi semangatku dalam meraih asa.
4. Bapak dan ibu dosen yang setia membimbingku sampai aku berhasil meraih gelar sarjana pendidikan.
5. Almamater tercinta.
6. Seseorang yang dipersiapkan Tuhan untukku, Alfoncus Nugraha Deka Saputra, S. E.
(13)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 14 Desember 1991. Anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Esma Kaban dan Lasma Situngkir.
Pendidikan yang ditempuh penulis adalah TK Gunung Madu Plantations, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 1998. Pendidikan di SD Negeri 02 Gunung Madu Plantations, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2004. Pendidikan di SMP Satya Dharma Sudjana Gunung Madu Plantations, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2007. Pendidikan di SMA Negeri 1 Bandar Agung, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Ujian Masuk Lokal (UML). Tahun 2013, penulis melakukan PPL di SMP Satu Atap Satu Gunung Terang, Kecamatan Gunung Terang, Kabupaten Tulang Bawang Barat dan KKN Kependidikan Terintegrasi Universitas Lampung di Desa Gunung Agung, Kecamatan Gunung Terang, Kabupaten Tulang Bawang Barat.
(14)
Puji Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konflik dalam Novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni dan Pembelajaran Sastra di SMA”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendoakan, membantu, mem-bimbing, dan memberikan motivasi yaitu sebagai berikut.
1. Dr. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.
2. Dr. Muhammad Fuad, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.
3. Dr. Mulyanto Widodo, M. Pd., selaku pembimbing I yang begitu tulus membimbing penulis hingga menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta sekaligus Pembimbing II yang begitu sabar membimbing penulis. Saran, kritik, arahan, dan motivasi menjadi semangat penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.
5. Dr. Edi Suyanto, M. Pd., selaku pembahas sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang begitu baik dan selalu memberi semangat kepada penulis supaya menyelesaikan tugas akhir dengan baik.
(15)
6. Bapak dan Ibu dosen serta staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.
7. Suwondo, S. Pd., dan Warsito selaku Kepala SMP Satu Atap Satu Gunung Terang dan guru pamong serta murid-muridku yang memberikan dukungan dan harapan supaya menjadi orang yang berguna di kemudian hari.
8. Sahabatku tercinta Ayuning Tyas Purwaningrum yang selalu setia bersama menghadapi lika liku tugas akhir ini.
9. Kakak tingkat, Yoga Irawan, S. Pd., yang tidak jemu memberikan nasihat dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga lekas meraih gelar magister pendidikan.
10. Teman-teman bahasa Indonesia 2010 Tika Yuni Arsita, Yunita Handiawati, Vili Yanthi, Carina Aurelia, Anida Febriani, Epri Fitriyani, Novita Sari, Deacy Permata Sari, Ani Setiawati, Zaki Pratama, Rengga Pinaris, Teguh, Janatun Naim, Mediansyah, Yesi Wariesta, Ani Sujilawati, Dona Ratna Sari, dan Ria Anggraini yang memberikan semangat dan motivasi untuk meraih ke-berhasilan bersama. Masa-masa mengerjakan dan mengumpulkan tugas bersama menjadi momen yang tidak terlupakan selama perkuliahan.
11. Teman-teman KKN Kependidikan Terintegrasi, Intan Permata Sari, Novita Listyarini, Musfina Rahma, Arida Resiandi, Sendy Anisa, Jeni Ayuningtyas, Muhammad Hamid, Rofik Hidayat, Muhammad Haris Septiawan, dan Yuri Andriyadi di Desa Gunung Agung, Kecamatan Gunung Terang, Kabupaten Tulang Bawang Barat.
(16)
jalanan hidupku walaupun berjauhan tapi silaturahmi tetap terjalin hingga kini. 13. Teman-temanku di Kosan Jayanti, Kampung Baru, Ika Surya W. A., Komang Ariyanti, Jani Sulis Tiana, Ani Sujilawati, Yeksi Wira Hartadi, Citra Passa Hartadi, Yesi Moria Sari (adikku yang menyebalkan), Ria Ayuningsih, Lam-tiurma Rona Sari Sinaga, Rani Yunita Mawarni, dan Nova Bela Paramitha, 14. Keluargaku, papa, mama, adik, tante, paman, dan keponakan yang
men-doakanku hingga tugas akhir ini selesai serta seluruh keluargaku yang menantikan keberhasilanku.
15. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan dan ketulusan yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Bandarlampung, Desember 2014 Penulis
(17)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi (Luxemburg, 1984: 1). Sastra, tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam bentuk jadi. Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan sesuatu yang kerap menyajikan banyak hal yang apa-bila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang yang menghayati (B. Rahmanto dalam Purba, 2010: 3). Maka, sastra sebagai media untuk menyampaikan ide-ide atau gagasan dari pengarang.
Karya sastra memiliki tiga bentuk yakni prosa, puisi, dan drama. Karya sastra ber-bentuk prosa berupa rangkaian kalimat yang tersusun menjadi sebuah karangan. Karya ini menjelaskan secara rinci dari masalah-masalah yang terjadi di dalam cerita. Salah satu bentuk dari karya sastra berbentuk prosa yakni novel. Ciri khas dari novel yang membedakan dari karya sastra berbentuk prosa lainnya yakni alur kehidupan yang mampu mengubah nasib dari tokoh. Konflik dalam novel yang lebih rumit dibandingkan cerita pendek mampu menjadikan tokoh mengalami perubahan nasib di dalam kehidupannya.
(18)
Novel memiliki unsur-unsur pembangun yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik, atau disebut sebagai unsur dalam, adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya karya sastra, sedangkan unsur ekstrinsik, atau dikenal dengan unsur luar, adalah unsur luar sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya karya sastra (Suroto, 1989: 87). Unsur intrinsik meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang pengarang, dan amanat. Unsur ekstrinsik meliputi nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan nilai psikologi. Kedua unsur tersebut saling melengkapi dari sebuah karya sastra.
Ciri-ciri dari novel yaitu alur, tema, dan karakter. Ciri yang pertama merupakan unsur yang mendasar dari sebuah cerita. Alur yang jelas dari sebuah cerita menarik minat pembaca. Sebaliknya alur yang tak jelas sulit dipahami pembaca sehingga mengurangi minat pembaca. Pengembangan alur terdiri atas peristiwa, konflik, dan klimaks. Berawal dari banyaknya peristiwa sehingga muncul konflik. Selanjutnya, konflik-konflik meruncing menjadi klimaks pada sebuah cerita. Novel identik dengan konflik yang kompleks dan beragam sehingga akhir dari cerita mampu mengubah nasib tokoh.
Sumber adanya cerita berasal dari konflik. Konflik merupakan inti dari plot. Ada cerita saja tanpa didasari konflik di dalamnya tak mungkin ada cerita yang lengkap dan menarik. Yang menarik bagi pembaca adalah bagaimana konflik yang diciptakan pengarang itu akan diselesaikan. Sebuah rentetan cerita tanpa konflik di dalamnya tak ada plot. Tidak ada plot, cerita tidak menarik, karena cerita itu tidak lengkap, tidak berdasar, dan tidak berjiwa (Sumardjo,1983: 56).
(19)
3
Setiap tokoh memiliki konflik masing-masing. Konflik yang mempengaruhi dan mengubah nasib masing tokoh. Melalui konflik pula perwatakan masing-masing tokoh dapat diketahui secara jelas. Konflik dibagi menjadi empat yakni konflik manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin), konflik manusia dengan manusia, konflik manusia dengan masyarakat, dan konflik manusia dengan alam. Konflik yang dialami tokoh juga menunjukkan bagaimana tokoh tersebut menghadapi dan menyelesaikan masalah yang terjadi. Pertentangan, perebutan kekuasaan, ekonomi, asmara menjadi konflik yang sering terjadi pada tokoh cerita bergantung dari tema novel tersebut.
Salah satu novel yang berisi konflik yakni novel sejarah. Novel sejarah berisi cerita-cerita seputar pemerintahan pada saat itu. Novel sejarah bercerita seputar kehidupan masa lampau dan cenderung kedaerahan. Cerita yang ada didalam novel sejarah berkutat pada asal usul tempat atau kerajaan yang dikemas dalam sebuah cerita narasi. Kehidupan zaman kerajaan pasti berisi masalah-masalah seputar intrik kerajaan. Masalah yang terjadi antara lain perebutan kekuasaan, per-jodohan, penindasan, kesombongan, kecurangan, dan kerjasama antar penguasa kerajaan. Salah satu novel sejarah yakni novelPerempuan Penunggang Harimau. Novel tersebut berisi kehidupan masyarakat Lampung Saibatin pada zaman kerajaan. Pertentangan antartokoh menjadi konflik dalam novel tersebut. Konflik yang terjadi memiliki sebab akibat yang terjadi pada masing-masing tokoh.
Tokoh Sekeghumong merupakan tokoh utama dalam novel tersebut. Ia wanita perkasa yang memimpin kerajaan Sekala Bgha. Kerajaan tersebut akan berakhir seperti ramalan leluhur. Ramalan yang menyebutkan bahwa kedatangan
(20)
orang-orang dari Utara dengan berkedok agama baru akan merubuhkan Melasa Kepam-pang dan kedaulatannya. Sekeghumong membela mati-matian harkat dan mar-tabat bangsanya sendiri Berbagai upaya dilakukan Sekeghumong agar kerajaan-nya tidak berakhir di masa pemerintahankerajaan-nya dan pokok suci sesembahan bangsa Sekala Bgha tetap bertahan dari ancaman orang-orang asing. Namun, cara yang dilakukan Sekeghumong dalam mempertahankan kekuasaan tidak bijaksana dengan memperhamba rakyatnya sendiri. Rakyatnya sebagai kasta pelengkap dari sebuah bangsa yang ada.
Muncul ajaran baru yang menjanjikan penghapusan kasta dan perhambaan memunculkan harapan baru bagi rakyat. Rakyat secara sadar atau hanya ingin membalaskan dendam kepada Sekeghumong ikut serta dalam misi penghancuran Sekala Bgha. Orang-orang dari Utara ingin menghapuskan perhambaan dan kasta serta merubuhkan Melasa Kepampang. Orang-orang dari Utara atau dikenal dengan sebutan Maulana Bersaudara menentang penyembahan yang dilakukan oleh Sekeghumong dan rakyatnya.
Bagi Maulana Bersaudara, ajaran mereka melarang menyembah pohon atau batu-batu karena ada Tuhan Yang Mahakuasa dan hanya Tuhan yang patut disembah. Dari perbedaan cara pandang dalam keyakinan, muncul masalah demi masalah yang menjadi konflik dalam novel tersebut. Sekeghumong rela mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan kedaulatannya dan Melasa Kepampang. Tetapi, kematian dari Sekeghumong mengakhiri bangsa dari Sekala Bgha dan awal yang baru bagi pemeluk ajaran agama yang baru.
(21)
5
Berkaitan dengan pembelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA) terdapat dua aspek yaitu kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Materi yang digunakan dalam kemampuan bersastra yakni novel. Novel merupakana salah satu karya sastra yang memiliki konflik yang beragam. Novel juga mengalami per-kembangan seiring perubahan zaman. Oleh karena itu, sebelum digunakan sebagai bahan ajar sebaiknya dilakukan pemilihan terlebih dahulu. Layak atau tidaknya sebuah novel sebagai bahan ajar perlu dianalisis supaya menjadi alternatif bagi guru dalam membelajarkan materi yang berkaitan dengan novel. Ditinjau dari segi kurikulum, kurikulum yang digunakan yakni Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 untuk bidang studi Bahasa Indonesia terdiri atas empat kompetensi inti. Keempat kompetensi inti tersebut antara lain kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi inti 4).
Berkaitan dengan kajian yang diteliti maka mengacu pada kelas SMA Kelas XI terdapat pengajaran sastra pada Kompetensi Inti 3 yakni memahami, menerapkan, dan menjelaskan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Kompetensi Dasar 3.9 yakni menganalisis pelaku, peristiwa, dan latar dalam novel yang dibaca.
(22)
Berdasarkan hal tersebut, peneliti menggunakan novel Perempuan Penunggang Harimau sebagai novel yang diteliti. Novel tersebut merupakan novel terbitan pertama yang mengisahkan tentang kerajaan yang ada pada suku Lampung Saibatin dan ditulis oleh pengarang yang bersuku Lampung sehingga novel tersebut disebut novel lokal. Penggunaan novel lokal membantu siswa dalam mengenal budaya daerah setempat supaya siswa mengetahui dan melestarikan budaya yang ada. Novel tersebut diteliti dari segi konflik dan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA). Pembelajaran menganalisis pelaku, peristiwa, dan latar dalam novel yang dibaca meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang terangkum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “bagaimanakah konflik dalam novelPerempuan Penunggang Harimaukarya Muhammad Harya Ramdhoni dan pembelajaran sastra di SMA?”. Rumusan masalah di atas dengan rincian sebagai berikut.
1. Bagaimana konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni?
Rumusan di atas memiliki empat rincian pertanyaan penelitian sebagai berikut. a. Bagaimana konflik manusia dengan diri sendiri (konflik batin) dalam
novelPerempuan Penunggang Harimau?
b. Bagaimana konflik manusia dengan antarmanusia (antarmanusia) dalam novelPerempuan Penunggang Harimau?
c. Bagaimana konflik manusia dengan masyarakat dalam novel Perempuan Penunggang Harimau?
(23)
7
d. Bagaimana konflik manusia dengan alam dalam novel Perempuan Penunggang Harimau?
2. Bagaimana kaitan antara teks konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni dan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni dan pembelajaran sastra di SMA dengan rincian sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan konflik manusia dengan diri sendiri (konflik batin), konflik manusia dengan manusia (antarmanusia), konflik manusia dengan masyarakat, dan konflik manusia dengan alam dalam novel Perempuan Penunggang Harimaukarya Muhammad Harya Ramdhoni.
2. Mendeskripsikan kaitan antara teks konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni dan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA).
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis maupun praktis. Manfaat penelitian ini sebagai berikut.
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi di bidang sastra mengenai konflik pada novel sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti selanjutnya.
(24)
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Membantu pemahaman dan apresiasi karya sastra terhadap siswa SMA, yaitu dengan memperkaya pengetahuan siswa tentang konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimaukarya Muhammad Harya Ramdhoni. b. Menginformasikan kepada pembaca, guru bidang studi Bahasa dan Sastra
Indonesia, dan siswa tentang deskripsi konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimaukarya Muhammad Harya Ramdhoni.
c. Membantu guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia dalam mencari alternatif bahan ajar siswa SMA, khususnya sekolah yang berada di Lampung.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut.
1. Subjek dalam penelitian ini adalah novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni.
2. Fokus dalam penelitian ini adalah konflik dan pembelajaran sastra di SMA. Penelitian ini meliputi rincian sebagai berikut.
a. Deskripsi tokoh cerita dalam novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni.
b. Deskripsi empat konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni.
c. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berisi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
(25)
II. LANDASAN TEORI
2.1 Novel
Istilah novel berasal dari istilah novel dalam bahasa Inggris. Sebelumnya istilah novel dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Itali, yaitu novella(dalam Bahasa Jerman novella). Novella diartikan sebuah barang baru yang kecil, kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams, 1981:119 dalam Purba, 2010:62). Nurgiyantoro (1995:9) mengemukakan bahwa, dewasa ini istilah novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.
H. B Jassin mengatakan bahwa novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka. Wujud novel adalah konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam suatu saat, dalam satu krisis yang menentukan. Maka, novel hanya menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib (Suroto, 1989: 19).
(26)
Berdasarkan beberapa definisi di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa novel adalah karya sastra berbentuk prosa yang menyuguhkan cerita tentang lingkungan sehari-hari dan penokohan yang mampu mengubah watak dari tokoh tersebut serta diikuti oleh tema, alur, dan latar yang beragam.
2.2 Unsur-unsur Pembangun Novel
Karya sastra tidak terlepas dari unsur yang ada di dalamnya. Unsur pembangun novel terdiri atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik dikenal de-ngan sebutan unsur dalam sedangkan unsur ekstrinsik dikenal sebagai unsur luar.
2.2.1 Unsur Intrinsik
Dari uraian sebelumnya sudah dikemukakan bahwa unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut serta membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik terdiri atas tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang pengarang, dan amanat (Suroto, 1989:88). Unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagai berikut.
a. Tema
Tema adalah pokok pikiran atau pokok persoalan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui jalinan cerita yang dibuatnya. Maka tema suatu cerita hanya dapat diketahui dan atau ditafsirkan setelah kita mem-baca ceritanya serta menganalisisnya.
b. Alur
Alur atau plot ialah jalan cerita yang berupa peristiwa yang disusun satu per-satu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Ada beberapa jenis plot atau alur, secara kualitatif dapat dibedakan atas dua jenis alur yaitu alur rapat dan alur renggang. Secara kuantitatif ada alur
(27)
11
tunggal dan alur ganda. Sementara itu jika dari susunannya/urutannya terdapat alur maju dan alur mundur.
c. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku cerita. Tokoh tidak selalu berwujud manusia, tapi bergantung pada siapa atau apa yang diceritakannya itu dalam cerita. Watak/ karakter adalah sifat dan sikap para tokoh dalam cerita. Penokohan atau perwatakan diartikan sebagai cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dan watak-wataknya itu dalam suatu cerita (Suyanto, 2012: 46).
d. Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981: 175 dalam Nurgiyantoro, 1998: 217). Latar terdiri atas latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat ber-hubungan dengan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
e. Sudut Pandang Pengarang
Yang dimaksud dengan sudut pandang di sini adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Pengarang mempunyai kedudukan tersendiri dalam sebuah cerita. Adakalanya pengarang ingin menjadi diri sendiri, men-ceritakan orang lain, atau menjadi sosok yang serba tahu dari sebuah cerita. Penempatan diri pengarang dalam suatu cerita dapat bermacam-macam, yaitu
(28)
sudut pandang pengarang sebagai tokoh utama, sudut pandang pengarang sebagai tokoh bawahan, dan sudut pandang pengarang di luar cerita.
f. Amanat
Dalam sebuah cerita tentu akan pesan atau amanat yang terkandung di dalam-nya yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Pemecahan persoalan biasanya berisi pandangan pengarang tentang bagaimana sikap kita kalau kita menghadapi persoalan tersebut. Hal yang demikian itulah yang di-sebut amanat atau pesan.
2.2.2 Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar tubuh karya sastra itu sendiri (Suroto, 1989:138). Unsur ini unsur luar sastra yang ikut mempengaruhi pen-ciptaan karya sastra. Unsur-unsur ekstrinsik terdiri atas latar belakang kehidupan pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku saat itu, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi, pengetahuan, dan agama.
2.3 Konflik dalam Cerita Narasi
Karya sastra memiliki unsur yang dapat diteliti oleh pembaca. Penelitian yang dilakukan guna menilai karya sastra tersebut. Sastra yang sudah diciptakan oleh pengarang belum tentu langsung dapat dinikmati oleh pembaca, karena masih dipersoalkan apakah pembaca siap untuk membaca karya tersebut dengan modal pengetahuan dan kepekaan estetis atau kalau pembaca sudah mempunyai kesiapan namun masih juga disangsikan apakah karya sastra yang dihadapinya sudah me-menuhi persyaratan sebagai karya sastra yang baik. Selain itu, faktor bahasa yang digunakan pengarang juga dapat menjadi faktor pelancar atau penghambat pemahaman atau pengertian. Bahasa yang sehari-hari dikenal dengan struktur
(29)
ter-13
tentu berubah wujud menjadi bahasa bersayap, bahasa yang berbunga-bunga yang dengan sendirinya sering menghasilkan makna yang tidak sama dengan makna yang ditemui dalam komunikasi sehari-hari atau mungkin tidak punya pengertian sama sekali bagi pembacanya (Semi, 1978: 17).
Mengkaji novel Perempuan Penunggang Harimau dapat dilakukan dengan meneliti konflik dalam novel tersebut. Alur menjadi dasar dari sebuah cerita. Alur tersebut memerlukan tokoh cerita sebagai penunjang dari terbentuknya alur yang baik. Tokoh-tokoh cerita terdiri atas beragam karakter dan perwatakan. Dari perbedaan perwatakan tokoh cerita muncul perkenalan dari masing-masing tokoh. Masalah mulai muncul seiring perbedaan tokoh yang ada di dalam novel tersebut. Masalah pun menjadi memuncak diantara tokoh-tokoh cerita. Puncak dari masalah tersebut terjadi pada klimaks. Pasca klimaks, penyelesaian pun menjadi solusi dari masalah-masalah yang terjadi. Berikut ini penjelasan dari ketiga aspek mengenai konflik dalam sebuah cerita.
2.3.1 Tinjauan Terhadap Alur
Salah satu ciri dari novel yakni memiliki alur (plot) sebagai kejelasan dari sebuah cerita. Stanton (1965: 14 dalam Nurgiyantoro, 1998: 113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebab-kan terjadinya peristiwa yang lain. Menurut Kenny (1996: 14) plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Pendapat lain menyatakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struk-tur peristiwa-peristiwa yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai
(30)
peristiwa untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu (Abrams, 1981: 137 dalam Nurgiyantoro, 1998: 113).
Suroto (1989: 89) mengemukakan bahwa alur atau plot ialah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan meng-akibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain itu akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterus sampai cerita tersebut ber-akhir. Selain itu, Keraf (1981: 147) mendefinisikan alur sebagai sebuah interrelasi fungsional antara unsur-unsur narasi yang timbul dari tindak-tanduk, karakter, suasana hati (pikiran) dan sudut pandangan, serta disertai oleh klimaks-klimaks dalam rangkaian tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan narasi. Alur merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat dalam narasi itu, yang berusaha memulihkan situasi narasi ke dalam suatu situasi yang seimbang dan harmonis.
Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam kisah. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana suatu insiden mempunyai hubungan dengan insiden yang lain, bagaimana tokoh-tokoh harus digambarkan dan berperan dalam tindakan-tindakan itu, dan bagaimana si-tuasi dan perasaan karakter (tokoh) yang terlibat dalam tindakan-tindakan itu yang terikat dalam suatu kesatuan waktu. Keraf (1981: 150) membagi alur menjadi tiga tahap dalam sebuah cerita yaitu bagian pendahuluan, bagian perkembangan, dan bagian penutup.
(31)
15
Penyajian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita bersifat linear namun antara peristiwa-peristiwa yang dikemukakan sebelum dan sesudah belum tentu ber-hubungan langsung secara logis-bersebab akibat. Pertimbangan dalam pengolahan struktur cerita, penataan peristiwa-peristiwa selalu dalam kaitannya pencarian efek tertentu. Peristiwa-peristiwa cerita (plot) diwujudkan melalui perbuatan, tingkah laku, dan sikap tokoh-tokoh cerita. Pada umumnya peristiwa yang ditampilkan dalam cerita tak lain dari perbuatan dan tingkah laku para tokoh, baik yang bersifat verbal maupun nonverbal, baik yang bersifat fisik maupun batin. Plot merupakan cerminan atau berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah ke-hidupan. Kejadian, perbuatan, atau tingkah laku kehidupan manusia bersifat plot jika bersifat khas, mengandung unsur konflik, saling berkaitan, dan menarik untuk diceritakan karena bersifat dramatik.
Penokohan juga berhubungan dengan unsur lain dalam sebuah cerita. Penokohan sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis keterjalinan-nya dengan unsur-unsur pembangun lainketerjalinan-nya. Jika fiksi yang bersangkutan me-rupakan karya yang berhasil, penokohan pasti berjalin secara harmonis dan saling melengkapi dengan berbagai unsur yang lain, seperti unsur plot, tema, atau latar.
Penokohan dan pemplotan merupakan dua fakta cerita yang saling mempengaruhi dan menggantungkan satu dengan yang lain. Plot adalah apa yang dilakukan tokoh dan apa yang menimpanya. Adanya kejadian demi kejadian, ketegangan, konflik, hingga klimaks merupakan hal-hal yang esensial dalam plot yang terdapat pelaku cerita. Tokoh-tokoh cerita yang sebagai pelaku sekaligus penderita kejadian men-jadi penentu perkembangan plot. Jadi, sebenarnya plot tidak lain dari perjalanan
(32)
cara kehidupan tokoh, baik dalam cara berpikir dan berperasaan, bersikap, ber-perilaku maupun bertindak, baik secara verbal maupun nonverbal.
Di pihak lain, pemahaman terhadap tokoh cerita harus dilakukan dari atau ber-dasarkan plot. Keberadaan seorang tokoh yang membedakan dengan tokoh-tokoh lain lebih ditentukan oleh plot. Penafsiran terhadap sikap, watak, dan kualitas pribadi seorang tokoh sangat mendasarkan diri pada apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa ucapan dan tindakan seseorang akan mencerminkan perwatakannya. Semua itu menunjukkan adanya saling keter-gantungan yang erat antara penokohan dan pemplotan (Nurgiyantoro, 2010: 173).
Tiga unsur dalam pengembangan plot cerita yaitu peristiwa, konflik, dan klimaks. Ketiga unsur tersebut mempunyai hubungan yang mengerucut. Jumlah cerita dalam sebuah karya fiksi banyak namun belum tentu semuanya mengandung dan atau merupakan konflik, apabila konflik utama. Selanjutnya, jumlah konflik yang relatif masih banyak namun hanya konflik-konflik utama tertentu yang dapat di-pandang sebagai klimaks. Ketiga unsur tersebut sebagai berikut.
a. Peristiwa
Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan keadaan yang lain (Luxemburg dkk, 1992:150 dalam Nurgiyantoro, 1998:117). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dibedakan kalimat-kalimat tertentu yang menampil-kan peristiwa atau bumenampil-kan peristiwa. Misalnya, antara kalimat-kalimat yang mendeskripsikan tindakan tokoh dengan ciri-ciri fisik tokoh. Peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam sebuah karya fiksi tentu banyak namun tidak semua peristiwa tersebut berfungsi sebagai pendukung plot.
(33)
17
b. Konflik
Konflik merupakan kejadian yang tergolong penting dan unsur esensial dalam pengembangan plot. Pengembangan plot sebuah karya naratif akan di-pengaruhi oleh wujud dan isi konflik dan bangunan konflik yang ditampilkan. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui ber-bagai peristiwa akan sangat menentukan kadar kemenarikan, kadar suspense, cerita yang dihasilkan.
Jadi, konflik adalah inti dari plot. Ada cerita saja tanpa didasari konflik di dalamnya tak mungkin ada cerita yang lengkap dan menarik. Yang menarik bagi pembaca adalah bagaimana konflik yang diciptakan pengarang itu akan diselesaikan. Sebuah rentetan cerita tanpa konflik di dalamnya tak ada plot. Tidak ada plot, cerita tidak menarik, karena cerita itu tidak lengkap, tidak ber-dasar, dan tidak berjiwa (Sumardjo, 1984:56).
c. Klimaks
Menurut Stanton (1965:16 dalam Nurgiyantoro, 1998:127) konflik adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi dan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya. Klimaks sangat menentukan arah perkembangan plot. Klimaks merupakan titik pertemuan antara dua atau lebih hal yang di-pertentangkan dan menentukan bagaimana permasalahan akan diselesaikan.
2.3.2 Tinjauan Terhadap Tokoh
Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan atau karakterisasi sama artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk pada
(34)
pe-nempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Jones (1968: 33) dalam Nurgiyantoro (2010: 165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Stanton (1965: 17 dalam Nurgiyantoro, 2010: 165) mengemukakan bahwa istilah “karakter” memiliki dua arti yaitu tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dan sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh ter-sebut. Dengan demikian, karakter diartikan sebagai pelaku cerita atau perwatakan. Hubungan antara tokoh dengan perwatakan merupakan suatu kepaduan yang utuh. Terkadang penyebutan nama tokoh langsung mengarah pada perwatakan yang di-milikinya seperti tokoh Datuk Meringgih dengan sifat-sifat jahatnya.
Tokoh cerita diartikan sebagai orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang di-lakukan dalam tindakan (Abrams, 1981:20 dalam Nurgiyantoro, 1998: 165). Pe-nokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagai-mana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup mem-berikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Jadi istilah penokohan terkandung dua aspek yaitu isi dan bentuk. Sesungguhnya apa dan siapa tokoh cerita tidak penting selama pembaca dapat mengindentifikasi diri pada tokoh-tokoh tersebut atau pembaca dapat memahami dan menafsirkan tokoh-tokoh itu sesuai dengan logika cerita dan persepsinya (Jones, 1968: 33 dalam Nurgiyantoro, 2010: 166).
Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.
(35)
19
Keadaan ini justru dapat berakibat kurang menguntungkan para tokoh cerita itu sendiri dilihat dari segi kewajarannya dalam bersikap dan bertindak. Tidak jarang sehingga sebagai tokoh cerita dan sebagai pribadi kurang berkembang. Secara ekstrem boleh dikatakan, mereka hanya sebagai robot yang selalu tunduk kepada kemauan pengarang dan tak memiliki kepribadian sendiri. Tokoh cerita seolah-olah hanya sebagai corong penyampai pesan, atau bahkan mungkin merupakan refleksi pikiran, sikap pendirian, dan keinginan-keinginan pengarang. Suroto (1989: 93) dalam melukiskan atau menggambarkan watak para tokoh dalam cerita dikenal tiga macam cara, yaitu:
1. Secara analitik, pengarang menjelaskan atau menceritakan secara terinci watak tokoh-tokohnya. Misalnya, A adalah seorang yang kikir dan dengki. Hampir setiap hari bertengkar dengan tetangga dan istrinya hanya karena masalah uang. Ia mudah sekali marah.
2. Secara dramatik, di sini pengarang tidak secara langsung menggambarkan watak tokoh-tokohnya, tetapi menggambarkan watak tokoh-tokohnya dengan cara melukiskan tempat atau lingkungan sang tokoh, mengemukakan atau me-nampilkan dialog antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain, serta men-ceritakan perbuatan, tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu kejadian. 3. Gabungan cara analitik dan dramatik
Di sini antara penjelasan dan dramatik saling melengkapi. Hal yang harus diingat di sini adalah bahwa antara penjelasan dengan perbuatan atau reaksi serta tutur kata dan bahasanya jangan sampai bertolak belakang. Misalnya orang yang dikatakan tenang tetapi dalam tutur katanya tiba-tiba meledak-ledak penuh emosi, hal itu tentu tidak cocok.
(36)
Tokoh-tokoh cerita dibedakan menjadi lima bagian yaitu tokoh utama dan tambahan, tokoh protagonis dan antagonis, tokoh sederhana dan bulat, tokoh statis dan berkembang, serta tokoh tipikal dan netral, yaitu sebagai berikut.
1. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Dari segi peranan tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang di-kenai kejadian. Selain itu, tokoh utama dapat tidak muncul dalam setiap kejadian atau tidak langsung ditunjuk dalam setiap bab namun ternyata dalam kejadian atau bab tersebut tetap erat berkaitan atau dapat dikaitkan dengan tokoh utama.
Tokoh utama menjadi objek yang paling banyak diceritakan karena selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain dan sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Tokoh utama selalu hadir sebagai pelaku (kejadian dan kon-flik) penting yang mempengaruhi perkembangan plot. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya ada jika keterkaitannya dengan tokoh utama secara lang-sung ataupun tidak langlang-sung. Dalam sinopsis, tokoh utama menjadi dasar dalam pembuatannya sedangkan tokoh tambahan biasanya diabaikan. Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin lebih dari seorang walaupun kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan tokoh utama ditentukan oleh dominasi seperti banyaknya penceritaan dan pengaruhnya terhadap plot secara keseluruhan.
(37)
21
2. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Dari segi fungsi penampilan tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi yang merupakan pengejawantahan norma-norma dan nilai-nilai yang ideal bagi manusia (Attenbernd & Lewis, 1966: 59 dalam Nurgiyantoro, 2010: 178). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandang-an dpandang-an harappandang-an pembaca. Pembaca mengenali tokoh protagonis memiliki kesama-an dengkesama-an pembaca seperti permasalahkesama-an ykesama-ang dihadapinya dkesama-an cara menyikapi permasalahan tersebut juga sama dengan yang dilakukan oleh pembaca. Oleh karena itu, segala apa yang dirasakan, dipikirkan, dan dilakukan oleh tokoh prota-gonis sekaligus mewakili pembaca. Identifikasi diri terhadap tokoh yang demikian merupakan empati yang diberikan oleh pembaca.
Sebuah karya fiksi harus mengandung konflik dan ketegangan, khususnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis beroposisi dengan tokoh tokoh protagonis secara langsung maupun tidak langsung baik bersifat fisik atau batin. Konflik yang dialami oleh tokoh protagonist tidak harus disebabkan oleh tokoh antagonis. Penyebabnya berupa hal-hal lain di luar individualitas seseorang, se-perti bencana alam, kecelakaan, lingkungan alam dan sosial, aturan-aturan sosial, nilai-nilai moral, serta kekuasaan dan kekuatan yang lebih tinggi. Penyebab konflik yang tidak dilakukan oleh seorang tokoh disebut kekuatan antagonistis (Altenbernd & Lewis, 1966: 59 dalam Nurgiyantoro, 2010: 179).
(38)
Konflik yang terjadi pada tokoh protagonis dapat disebabkan oleh diri sendiri, seperti seorang tokoh akan memutuskan sesuatu penting yang masing-masing me-nuntut konsekuensi sehingga terjadi pertentangan dalam diri sendiri. Namun, ada juga pengaruh kekuatan antagonistis yang di luar diri walaupun secara tidak lang-sung. Oleh karena itu, penyebab terjadinya konflik dalam sebuah novel berupa tokoh antagonis, kekuatan antagonis, atau keduanya.
3. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Dari segi perwatakan tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat (kompleks). Tokoh sederhana, dalam ben-tuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu atau satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, tokoh sederhana tidak diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, mencerminkan satu watak tertentu, dan tidak memberikan efek kejutan bagi pembaca. Watak yang telah pasti itulah yang mendapat penekanan dan terus menerus terlibat dalam se-buah cerita. Perwatakan tokoh sederhana yang dapat dirumuskan dengan kalimat atau frasa, seperti “ia seorang yang miskin, tetapi jujur” atau “ia seorang yang kaya, tetapi kikir.”
Tokoh bulat berbeda dengan tokoh sederhana. Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan dianggap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Tokoh bulat dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat di-formulasikan namun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakan tokoh bulat pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat.
(39)
23
Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, tokoh bulat juga sering memberikan kejutan (Abrams, 1981: 20-1 dalam Nurgiyantoro, 2010: 183).
Tokoh sederhana kurang sesuai dengan realitas kehidupan sebab tidak ada seorang pun yang hanya memiliki satu sifat tertentu. Manusia adalah makhluk yang kom-pleks, memiliki sifat yang tidak terduga, serta tidak jarang bersikap dan bertindak secara mengejutkan. Dengan demikian, tokoh kompleks lebih mencerminkan rea-litas kehidupan manusia. Tokoh bulat dalam sebuah novel biasanya lebih menarik daripada tokoh sederhana. Namun, hal itu tidak perlu diartikan bahwa tokoh sederhana menjadi tidak menarik, tidak perlu ada, kurang baik, atau bahkan gagal. Tokoh bulat ataupun sederhana harus dilihat dan dipertimbangkan dari fungsinya dalam keseluruhan cerita. Baik atau tidaknya, berhasil atau tidaknya seorang tokoh cerita tidak secara langsung berhubungan dengan perwatakannya yang se-derhana atau bulat. Pembedaan tersebut tidak menyaran pada pengertian baik atau tidaknya, berhasil atau gagalnya penokohan dalam sebuah novel.
4. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Dari segi berkembang atau tidaknya perwatakan dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd & Lewis, 1966: 58 dalam Nurgiyantoro, 2010: 188). Tokoh ber-kembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perber-kembangan per-watakan sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot yang dikisahkan. Tokoh
(40)
berkembang secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial alam, akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Adanya perubahan-perubahan yang terjadi di luar diri tokoh berkembang dan adanya hubungan antarmanusia yang memang bersifat saling mempengaruhi dapat menyentuh kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya. Sikap dan watak tokoh berkembang akan me-ngalami perkembangan atau perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita sesuai dengan tuntutan koherensi cerita secara keseluruhan.
Pembedaan tokoh statis dan berkembang dapat dihubungkan dengan tokoh seder-hana dan kompleks. Tokoh statis adalah tokoh yang sederseder-hana dan datar karena tidak diungkap berbagai keadaan sisi kehidupannya. Tokoh statis hanya memiliki satu kemungkinan watak dari awal hingga akhir cerita. Tokoh berkembang akan cenderung menjadi tokoh yang kompleks. Hal ini disebabkan adanya berbagai perubahan dan perkembangan sikap, watak, dan tingkah lakunya itu dimungkin-kan sekali dapat terungkapdimungkin-kannya berbagai sisi kejiwaannya. Tokoh datar dan tokoh statis memiliki persamaan karena kurang mencerminkan realitas kehidupan manusia. Sebaliknya, tokoh berkembang dan tokoh bulat memiliki persamaan karena lebih mendekati realitas kehidupan manusia.
5. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Dari segi pencerminan dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh tipikal dan netral. Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampil-kan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolditampil-kan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya (Altenbernd & Lewis, 1996: 60 dalam Nurgiyantoro, 2010: 190). Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukkan
(41)
25
terhadap orang atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga yang ada di dunia nyata.
Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Tokoh netral merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Tokoh netral hadir hanya demi cerita atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan. Kehadiran tokoh netral tidak berpretensi untuk mewakili atau menggambarkan sesuatu yang di luar dirinya, seseorang yang berasal dari dunia nyata. Pembaca mengalami kesulitan untuk menafsirkannya sebagai bersifat mewakili berhubung kurang ada unsur bukti pencerminan dari kenyataan di dunia nyata.
Penokohan tokoh cerita secara tipikal pada hakikatnya dapat dipandang sebagai reaksi, tanggapan, penerimaan, tafsiran, pengarang terhadap tokoh manusia di du-nia nyata. Penokohan yang tipikal atau bukan berkaitan erat dengan makna yang tersirat, yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca (makna inten-sional). Melalui tokoh tipikal itu pengarang tidak sekadar memberikan reaksi atau tanggapan, melainkan sekaligus memperlihatkan sikapnya terhadap tokoh, per-masalahan tokoh, atau sikap dan tindakan tokohnya itu sendiri.
2.3.3 Tinjauan Terhadap Konflik
Sumardjo (1984: 55) mendefinisikan konflik adalah inti dari plot. Ada cerita saja tanpa didasari konflik di dalamnya tak mungkin ada cerita yang lengkap dan menarik. Yang menarik bagi pembaca adalah bagaimana konflik yang diciptakan pengarang itu akan diselesaikan. Sebuah rentetan cerita tanpa konflik di dalamnya tak ada plot. Tidak ada plot, cerita tidak menarik, karena cerita itu tidak lengkap,
(42)
tidak berdasar, tidak berjiwa. Menurut Meredith dan Fitzgerald (1972: 27 dalam Nurgiyantoro, 1998: 122) konflik adalah sesuatu yang bersifat tidak menyenang-kan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh-tokoh cerita, yang jika tokoh-tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, mereka tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya.
Pendapat lain juga mengemukakan bahwa konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan (Wellek dan Warren, 1989: 285 dalam Nurgiyantoro, 1998:122). Konflik dalam kehidupan nyata dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan maka orang lebih suka memilih menghindari konflik dan meng-hendaki kehidupan yang tenang. Hal ini berbeda untuk cerita-cerita naratif. Kehidupan yang tenang tanpa adanya masalah (serius) yang memacu munculnya konflik, dapat berarti “tak akan ada cerita, tak akannada plot.”
Peristiwa dan konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadi-nya satu dengan yang lain, Bahkan konflik pun hakikatterjadi-nya merupakan peristiwa. Ada peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Sebaliknya, karena terjadi konflik, peristiwa-peristiwa lain pun dapat bermunculan, misalnya yang sebagai akibatnya. Konflik demi konflik yang disusul oleh peristiwa demi peristiwa akan menyebabkan konflik menjadi semakin meningkat. Konflik yang sedemikian meruncing sampai pada puncak, disebut klimaks.
Bentuk peristiwa dalam sebuah cerita dapat berupa peristiwa fisik maupun batin. Peristiwa fisik melibatkan aktivitas fisik, ada interaksi antara seorang tokoh cerita dengan sesuatu yang di luar dirinya yakni tokoh lain atau lingkungan. Peristiwa
(43)
27
batin adalah sesuatu yang terjadi dalam batin, hati, seorang tokoh. Kedua bentuk peristiwa tersebut saling berkaitan dan saling menyebabkan terjadinya peristiwa yang satu dengan yang lain. Bentuk konflik sebagai bentuk kejadian dibagi dalam dua kategori yakni konflik fisik dan konflik batin, konflik internal dan konflik eksternal (Stanton, 1965:16 dalam Nurgiyantoro, 1998: 124).
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam mungkin lingkungan manusia. Konflik eksternal dibagi dalam dua kategori yaitu konflik fisik (physical conflict) dan konflik sosial (social conflict) (Jones, 1968: 30 dalam Nurgiyantoro, 1998: 124). Konflik fisik (konflik elemental) adalah konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Konflik yang terjadi misalnya permasalahan yang dialami seorang tokoh akibat adanya banjir besar, kemarau panjang, dan gunung meletus. Sebaliknya, konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antarmanusia atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia. Konflik yang terjadi ber-wujud masalah perburuhan, penindasan, percekcokan, peperangan, atau kasus-kasus hubungan sosial lainnya.
Konflik internal (konflik kejijwaan) adalah konflik yang terjadi dalam hati dan jiwa tokoh-tokoh cerita. Jadi, konflik internal merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri dan lebih mendalam pada permasalahan internal seorang manusia. Sebagai contoh, konflik internal terjadi akibat adanya per-tentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, dan harapan-harapan. Kedua jenis konflik tersebut saling berkaitan, menyebabkan terjadi kon-flik satu dengan yang lain serta dapat terjadi secara bersamaan. Artinya, konkon-flik-
(44)
konflik-konflik tersebut terjadi dan dialami oleh seorang tokoh dalam waktu yang ber-samaan walaupun tingkat intensitasnya tidak sama.
Konflik internal dan eksternal yang terdapat dalam sebuah karya fiksi terdiri atas bermacam-macam wujud dan tingkatan kefungsiannya. Konflik-konflik yang be-ragam dapat berfungsi sebagai konflik utama atau konflik-konflik tambahan. Kon-flik tambahan disebut sebagai konKon-flik pendukung. Tiap konKon-flik tambahan harus bersifat mendukung karena mempertegas kehadiran dan eksistensi konflik utama serta konflik sentral yang berupa konflik internal atau eksternal atau keduanya sekaligus. Konflik utama merupakan inti plot, inti struktur cerita, dan sekaligus merupakan pusat pengembangan plot karya yang bersangkutan.
Konflik utama sebuah cerita mungkin berupa pertentangan antara kesetiaan dengan pengkhianatan, cinta kekasih dengan cinta tanah air, kejujuran dengan keculasan, perjuangan tanpa pamrih dengan penuh pamrih, kebaikan dengan kejahatan, keberanian dengan ketakutan, kesucian moral dengan kebejatan moral, perasaan religiositas dengan bukan religiositas, dan peperangan dengan cinta perdamaian. Konflik utama biasanya berhubungan erat dengan makna yang ingin dikemukakan pengarang yakni tema cerita. Gorys Keraf dalam buku Argumentasi dan Narasi (1981:168) membagi konflik menjadi tiga yaitu, konflik manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin), konflik manusia dengan manusia, konflik manusia dengan masyarakat, dan konflik manusia dengan alam.
2.3.3.1 Konflik Manusia dengan Diri Sendiri (Konflik Batin)
Konflik manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin) yaitu suatu pertarungan individual melawan dirinya sendiri. Dalam konflik ini timbul kekuatan-kekuatan
(45)
29
yang saling bertentangan dalam batin seseorang, keberanian melawan ketakutan, kejujuran melawan kecurangan, dan kekikiran melawan kedermawanan. Konflik manusia dengan dirinya sendiri dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Pada waktu itulah sangat terasa olehnya keberatan perceraian ini. Sebelum ia berdiri di pinggir laut yang akan memisahkannya daripada kekasih dan saudaranya ini, pada sangkanya tentulah mudah dapat dilipurnya kesedihan perceraian itu. Akan tetapi tatkala dilihatnya kapal yang akan membawa jantung hatinya, jauh daripadanya, barulah dirasainya, bahwa perceraian itu tentu akan melukai hatinya dengan luka yang parah. Berdebar jantungnya, jika diingatnya sejurus lagi cahaya matanya ini akan luput dari
pe-mandangannya, bukan untuk sehari dua hari ataupun sepekan dua pekan. Entah beberapa tahun lagi, baru dapat pula ia melihat wajah Samsu tiadalah dapat ditentukan. Dan apabila teringat olehnya mimpi Samsu yang dahsyat itu, bertambah-tambahlah bimbang dan susah hatinya. Itulah sebabnya selalu dipandangnya Samsu dan dipuas-puaskannya hatinya melihat teman sekolah yang dicintainya ini (Rusli, 2008:89).
Kutipan di atas menunjukkan konflik batin yang dialami oleh seorang Siti Nurbaya. Kesedihan Siti Nurbaya saat mengantar Samsu yang hendak pergi ke Jakarta. Kerinduan dan keinginan bertemu kembali kembali dengan sang kekasih membuatnya bimbang dan sedih. Selain itu, mimpi-mimpi hebat yang ingin Samsu gapai, membuat Siti Nurbaya enggan melepas kepergiannya menuju Jakarta. Namun, Siti Nurbaya hanya bisa menerima karena kepergian Samsu guna menuntut ilmu semata.
2.3.3.2 Konflik Manusia dengan Manusia (Antarmanusia)
Secara harfiah, konflik manusia dengan manusia diartikan sebagai pertarungan se-orang melawan sese-orang manusia yang lain, sese-orang melawan kelompok yang lain yang berkuasa, suatu kelompok melawan kelompok yang lain, atau sebuah negara melawan negara yang lain. Berikut ini contoh kutipan novel mengenai konflik manusia dengan manusia.
(46)
“Pak Ali, mengapa terlambat datang menjemput kami? Tahukah, bahwa sekarang ini sudah setengah dua? Setengah jam lamanya kami harus berdiri di bawah pohon ketapang, sebagai anak ayam ditinggalkan induknya,” kata Sam seakan-akan marah, sambil menghampiri bendi yang telah berhenti itu. “Engku muda, janganlah marah! Bukannya sengaja hamba terlambat. Se-bagai biasa, setengah satu telah hamba pasang bendi ini, untuk menjemput Engku Muda. Tetapi Engku Penghulu menyuruh hamba pergi sebentar men-jemput engku Datuk Meringgih, karena ada sesuatu, yang hendak dibicara-kan. Kebetulan Engku Datuk itu tak ada di tokonya, sehingga terpaksa hamba pergi ke Ranah, mencarinya di rumahnya. Itulah sebabnya terlambat hamba datang,” jawab kusir tua itu dengan sabar (Rusli, 2008:5).
Dari kutipan di atas terjadi konflik antara Samsu dengan Pak Ali. Konflik antar-manusia yang terjadi pada kutipan di atas didasari keterlambatan seorang kusir menjemput anak tuannya sepulang dari sekolah. Akibat ketelambatan tersebut Samsu memarahi Pak Ali. Sebagai seorang bawahan, Pak Ali dengan sabar menjelaskan ketelambatan tersebut kepada anak majikannya. Konflik yang terjadi antarmanusia muncul karena kesalahpahaman antar pihak sehingga menimbulkan kerugian salah satu pihak atau kedua belah pihak.
2.3.3.3 Konflik Manusia dengan Masyarakat
Masyarakat dilihat sebagai entitas sosial yang berdaulat dengan negara, yaitu masyarakat yang mengorganisasi hak dan kewajiban warga negara. Hubungan ekonomi, politik, budaya, kelas, gender, dan sebagainya, disusun oleh masyarakat yang mengatur kehidupan anggota masyarakat. Seperti halnya masyarakat, tidak hanya terdiri atas materi, namun juga terdiri atas kebudayaan, kepercayaan anggota masyarakat yang dijadikan identitas bersama yang terikat dalam suatu wi-layah yang ditempati masyarakat tertentu (Scott, 2011:264). Munculnya masalah antara manusia dengan masyarakat disebabkan ketidakseimbangan yang terjadi dalam wilayah tersebut. Baik individu maupun kelompok merasakan dampak dari masalah yang terjadi. Berikut ini contoh konflik manusia dengan masyarakat.
(47)
31
Mengapakah Datuk Meringgih ada disitu, menghasut anak negeri, kepada Pemerintah? Mengapakah ia tiada pada perniagaannya? Karena ia me-ngerti, kalau jadi dijalankan belasting itu, tentulah ia yang banyak harus membayar. Lagi pula rupanya Pemerintah di Padang, sedang mengintip perjalanannya, karena orang makin lama makin kurang percaya akan ke-lurusan hatinya. Hal ini diketahui oleh Datuk Meringgih, itulah sebabnya maka sangat panas hatinya kepada Pemerintah Belangda. Ketika itu, sebab ada jalan, hendak dibalaskannya sakit hatinya ini. Oleh sebab itulah di-carinya akal, supaya maksud Pemerintah ini tiada sampai. Disuruhnya orang-orangnya ke sana kemari, menghasut anak negeri, supaya melawan, jangan mau membayar belasting (Rusli, 2008:307-308).
Kutipan di atas menjelaskan konflik yang terjadi antara Datuk Meringgih dan pemerintah Belanda. Kebijakan baru yang direncana Belanda menjadi ancaman bagi Datuk Meringgih. Untuk menggagalkan rencana tersebut, Datuk Meringgih menghasut penduduk supaya menyampaikan pembatalan tersebut kepada pe-merintah Belanda. Konflik yang terjadi berawal dari seorang individu yang ingin menyelamatkan kekayaan menggunakan rakyat untuk melawan pemerintah. Hal seperti ini sering terjadi di negeri yang berisi persaingan antara pemilik kekayaan individu dengan pemerintah.
2.3.3.4 Konflik Manusia dengan Alam
Konflik manusia dengan alam adalah suatu pertarungan yang dilakukan oleh seorang tokoh atau manusia secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melawan kekuatan alam yang mengancam hidup manusia itu sendiri. Misalnya pertarungan seorang pelaut melawan ombak samudra yang dahsyat membalikkan perahu tempat bergantung nyawanya. Contoh lain, pertarungan dan perjuangan yang dilakukan oleh seorang peneliti melawan sebuah penyakit yang merajalela menewaskan puluhan ribu orang dengan menemukan obat yang melawan dan me-musnahkan penyakit tersebut. Di bawah ini contoh konflik manusia dengan alam dalam kutipan novel adalah sebagai berikut.
(48)
Maka diceritakanlah oleh Bakhtiar, bahwa dengan sengaja dibawanya pisang sesisir, akan diberikannya kepada kera-kera itu. tiba-tiba dilihatnya beberapa ekor kera yang besar, datang dari segenap pihak mengelilinginya dan merampas pisang yang ada dalam tangannya. Bahkan ada pula yang memanjat bahu dan kepalanya, walaupun ia memukul sekelilingnya. Akhirnya karena terlalu banyak kera itu datang dan rupa-rupanya binatang ini makin bertambah-tambah marah, sebab ada beberapa ekor di antaranya yang kena pukul, berteriaklah ia minta tolong, takut kalau-kalau digigit penyamun yang telah memperlihatkan giginya dan berbunyi-bunyi itu. Dari kutipan di atas terjadi konflik antara Bakhtiar dengan kera-kera yang ada di Gunung Padang. Kera-kera tersebut merupakan hewan yang mendiami Gunung Padang. Gunung tersebut identik dengan kera yang berjumlah banyak sehingga pengunjung senang memberikan pisang kepada kera-kera tersebut. Selain itu, kera tersebut dianggap keramat sehingga tidak boleh dibunuh sebab akan menimbulkan malapetaka. Tokoh Bakhtiar mengalami masalah dengan kera disebabkan ke-lalaiannya sendiri sehingga ia diserang oleh kera-kera Gunung Padang.
2.4 Rancangan Pembelajaran Sastra di SMA
Pada subbab ini terdiri atas dua hal. Kedua hal tersebut yaitu pengertian pembelajaran dan komponen pembelajaran sastra di SMA. Berikut ini penjelasan mengenai kedua hal tersebut.
2.4.1 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mem-pengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2009: 57). Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng (Uno, 2006: 2) adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Maka dalam belajar siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh
(49)
33
karena itu, pembelajaran memusatkan perhatian pada bagaimana membelajarkan siswa. Untuk membelajarkan siswa diperlukan materi yang akan dipelajari, media dalam membelajarkan, dan evaluasi pembelajaran.
2.4.1.1 Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran menjadi acuan dalam proses belajar mengajar. Dengan ada-nya tujuan pembelajaran maka guru dan siswa mengetahui hasil dari pembelajaran yang akan dicapai. Menurut Uno (2006: 35) tujuan pembelajaran biasanya di-arahkan pada salah satu kawasan dari taksonomi. Benyamin S. Bloom dan D. Krathwohl (1964) memilah taksonomi pembelajaran dalam tiga kawasan, yakni kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kawasan kognitif adalah kawasan yang membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Kawasan afektif (sikap dan perilaku) adalah satu dominan yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interes, apresiasi (penghargaan) dan penyesuaian perasaan sosial. Kawasan psikomotor mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual dan motorik.
2.4.1.2 Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran merupakan hal penting dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai sarana yang digunakan dalam proses belajar untuk mencapai tujuan dan membentuk kompetensi peserta didik. Materi pembelajaran adalah pokok-pokok materi yang harus dipelajari oleh siswa sebagai sarana pencapaian kompetensi dasar (Suliani, 2004: 16). Dalam menetapkan dan mengembangkan materi perlu diperhatikan hasil dari pengembangan silabus, pengalaman belajar yang bagaimana yang ingin diciptakan dalam proses pembelajaran yang didukung oleh
(50)
uraian materi untuk mencapai kompetensi tersebut. Hal yang perlu dipertimbang-kan dalam penyusunan materi adalah kemanfaatan, alokasi waktu, kesesuaian, ketetapan, situasi dan kondisi lingkungan masyarakat, kemampuan guru, tingkat perkembangan peserta didik, dan fasilitas (Kunandar, 2009: 265).
2.4.1.3 Media Pembelajaran
Untuk menunjang proses belajar mengajar maka diperlukan media sebagai perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, yang dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan mahasiswa sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada dirinya (Suliani, 2004: 55). Media memiliki fungsi yang beragam sehingga penggunaan media yang ber-variasi akan menarik perhatian siswa agar termotivasi dalam belajar. Hamalik (1986 dalam Arsyad, 2011: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
2.4.2 Komponen Pembelajaran Sastra di SMA
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah terdiri atas pembelajaran bahasa dan pembelajaran sastra. Pembelajaran sastra di sekolah menengah atas bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta dan kegemaran siswa terhadap sastra sehingga mampu mengasah kepekaan, penalaran, dan daya imajinasi terhadap budaya dan lingkungan sekitar. Salah satu alternatif bahan pembelajaran sastra yang diguna-kan yakni novel. Hal ini dikarenadiguna-kan novel sebagai salah satu materi yang sudah pasti diajarkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan memiliki referensi yang beragam.
(51)
35
Pembelajaran sebagai suatu sistem mengandung sejumlah komponen. Komponen-komponen pembelajaran tersebut antara lain tujuan, pendidik, peserta didik, kurikulum, strategi, media dan evaluasi. Pembelajaran merupakan bentuk inte-gritas yang membentuk suatu proses timbal balik antara komponen-komponennya. Komponen pembelajaran tersebut membentuk suatu pola saling berhubungan dan saling memengaruhi. Komponen pembelajaran tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yang meliputi, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi.
Perencanaan pembelajaran yang mengacu pada kurikulum dan tujuan pembelajar-an ypembelajar-ang dapat menjadi dasar pembuatpembelajar-an silabus ataupun Rencpembelajar-ana Pelakspembelajar-anapembelajar-an Pembelajaran (RPP). Pelaksanaan pembelajaran yang terdiri atas aktivitas yang dilakukan pendidik dan peserta didik, serta penggunaan media dan strategi yang digunakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Penilaian yang digunakan oleh guru pada akhir pembelajaran.
2.4.2.1 Perencanaan Pembelajaran
Pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk me-rancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran (Uno, 2007: 3). Perencanaan pembelajaran menjadi tujuan pada pelaksanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran yang mencakup tiga kegiatan, yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran.
(52)
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus (Kunandar, 2011: 263). Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup satu kom-petensi dasar yang terdiri atas satu indicator atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih. RPP merupakan persiapan yang harus dilakukan guru sebelum mengajar. RPP berisi penggalan-penggalan kegiatan yang perlu dilaku-kan oeh guru untuk setiap pertemuan. Dalam RPP harus terlibat tindadilaku-kan apa yang perlu dilakukan oleh guru untuk mencapai ketuntasan kompetensi serta tindakan selanjutnya setelah pertemuan selesai.
2) Tujuan dan Fungsi RPP
Tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran adalah untuk: (1) mempermudah, memperlancar dan meningkatkan hasil proses belajar mengajar; (2) dengan menyusun rencana pembelajaran secara professional, sistematis dan bergaya guna, maka guru akan mampu melihat, mengamati, menganalisis, dan memprediksi program pembelajaran sebagai kerangka kerja yang logis dan terencana. Fungsi rencana pembelajaran adalah sebagai acuan bagi guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar (kegiatan pembelajaran) agar lebih terarah dan berjalan secara efektif dan efisien. Rencana pelaksanaan pembelajaran berperan sebagai skenario proses pembelajaran. Oleh karena itu, rencana pelaksanaan pembelajaran hendaknya bersifat fleksibel dan memberi kemungkinan bagi guru untuk me-nyesuaikannya dengan respons siswa dalam proses pembelajaran sesungguhnya.
(53)
37
3) Komponen-komponen RPP
Berikut tabel instrumen penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran yang di-buat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Tabel 2.1 Instrumen Penyusunan Rencanaan Pelaksanaan Pembelajaran
No Komponen
Pemahaman Guru Indikator
A. Identitas Mata Pelajaran/tema
1. Terdapat : satuan pendidikan,kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan
B. Perumusan Indikator
1. Kesesuaian dengan KD, KI, dan SKL.
2. Kesesuaian penggunaan kata kerja operasional dengan kompetensi yang dikembangkan. 3. Kesesuaian dengan muatan aspek pengetahuan,
sikap, dan keterampilan. C. Perumusan Tujuan
Pembelajaran
1. Kesesuaian dengan kompetensi dasar.
2. Kesesuaian dengan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai.
D. Pemilihan Materi Ajar
1. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran 2. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik 3. Kesesuaian dengan alokasi waktu
E. Pemilihan Sumber Belajar
1. Kesesuaian dengan KD dan KI
2. Kesesuaian dengan materi pembelajaran dan pendekatan pembelajaran saintifik (pendekatan berbasis proses keilmuan)
3. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik F. Pemilihan Media
Belajar
1. Kesesuaian dengan KD dan KI.
2. Kesesuaian dengan materi pembelajaran dan pendekatan pembelajaran saintifik (pendekatan berbasis proses keilmuan).
3. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik. G. Model Pembelajaran 1. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran
2. Kesesuaian dengan pendekatan pembelajaran saintifik (pendekatan berbasis proses keilmuan) H. Skenario
Pembelajaran
1. Menampilkan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup dengan jelas dan proporsional.
2. Kesesuaian kegiatan dengan pendekatanscientific
3. Kesesuaian penyajian dengan sistematika materi 4. Kesesuaian alokasi waktu dengan cakupan materi I. Penilaian 1. Kesesuaian dengan teknik dan bentuk penilaian
autentik
2. Kesesuaian dengan dengan indikator pencapaian kompetensi
3. Kesesuaian kunci jawaban dengan soal 4. Kesesuaian pedoman penskoran dengan soal Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan
(54)
2.4.2.2 Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan penerapan dari RPP yang meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup.
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional;
c. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
d. menjelaskan tujuan pembelajaran/kompetensi dasar yang akan dicapai; e. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
silabus.
2. Kegiatan Inti
Mulyasa (2013: 127) mengatakan kegiatan inti pembelajaran antara lain mencakup penyampaian informasi, membahas materi standar untuk membentuk kompetensi dan karakter peserta didik, serta melakukan tukar pengalaman dan pendapat dalam membahas materi standar atau memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik/ tematik terpadu/ saintifik /inkuiri dan penyingkapan (discovery)/pembelajaran
(55)
39
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan.
a. Sikap
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran ber-orientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong siswa untuk melaku-kan aktivitas tersebut.
b. Pengetahuan
Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami, menerap-kan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Karakteristik aktivitas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki perbedaan dan kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Untuk memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat disarankan untuk menerapkan belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan kontekstual, baik individual maupun kelompok, disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
c. Keterampilan
Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan subtopik) mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong siswa untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk mewujud-kan keterampilan tersebut perlu melakumewujud-kan pembelajaran yang
(56)
menerap-kan modus belajar berbasis penyingkapan/ penelitian (discovery/inquiry learning)dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah(project based learning).
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa baik secara individual maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi:
a. seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung;
b. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
c. melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok;
d. menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.
Dalam melaksanakan pembelajaran, yakni pada kegiatan pendahuluan/awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir/penutup terdapat komponen-komponen pe-mahaman guru dan indikator yang harus dicapai. Berikut dipaparkan dalam tabel instrumen pelaksanaan pembelajaran.
Tabel 2.2 Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran
No Komponen Pemahaman Guru Indikator
A. Kegiatan Pendahuluan
1. Apersepsi dan Motivasi a. Mengaitkan materi pembelajaran sekarang dengan pengalaman peserta didik atau pembelajaran sebelumnya.
b. Mengajukan pertanyaan menantang.
(1)
✂8
3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Peneliti menggunakan teknik analisis data dalam menganalisis konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni. Langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut. a. Membaca novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya
Ramdhoni.
b. Membuat tabel ancangan instrumen penelitian sebagai acuan dalam menganalisis data terpilih.
c. Mengumpulkan data terpilih berupa konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimaukarya Muhammad Harya Ramdhoni.
d. Menganalisis data terpilih berupa konflik manusia dengan diri sendiri (konflik batin), konflik manusia dengan manusia (antarmanusia), konflik manusia dengan masyarakat, dan konflik manusia dengan alam berdasarkan bagian teks dalam novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni.
e. Merancang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) menggunakan novel
Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni sebagai bahan materi di Sekolah Menengah Atas (SMA).
f. Menyimpulkan hasil deskrispi konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni dan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA).
(2)
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari uraian mengenai konflik dalam novel Perempuan Penunggang Harimau
karya Muhammad Harya Ramdhoni disimpulkan bahwa terdapat tiga konflik yaitu konflik manusia dengan diri sendiri (konflik batin), konflik manusia dengan manusia (antarmanusia), dan konflik manusia dengan masyarakat. Konflik ma-nusia dengan alam tidak ada karena permasalahan antara mama-nusia dan alam tidak terjadi pada isi cerita novel tersebut. Novel Perempuan Penunggang Harimau
dijadikan alternatif pada pembelajaran sastra di SMA menggunakan teks konflik sebagai media dalam pembelajaran. Pembelajaran tersebut terangkum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada Kelas XI SMA.
Konflik manusia dengan diri sendiri (konflik batin) terjadi pada Sekeghumong dan Maulana Pernong. Sekeghumong adalah seorang ratu pemimpin Kerajaan Sekala Bgha yang menganut ajaran leluhur (animisme). Sekeghumong mengalami pertentangan dengan diri sendiri karena ramalan leluhur tentang akhir Sekala Bgha yang terjadi pada masa pemerintahannya. Selain Sekeghumong, konflik batin terjadi juga pada Maulana Pernong. Ia adalah putra Maulana Penggalang Paksi. Maulana Pernong diberikan keris dan ditakdirkan menjadi penentu akhir hidup Sekeghumong melalui pesan dari Shailara, bekas perwira Tentara Laut Çriwijya. Maulana Pernong menganggap hal tersebut ujian dari Tuhan.
(3)
1✄4
Dalam novel tersebut ada dua tokoh yang berkonflik yaitu Sekeghumong dan Maulana Penggalang Paksi karena perbedaan keyakinan yang ada dalam Kerajaan Sekala Bgha. Maulana Penggalang Paksi adalah pemimpin ajaran Jalan Yang Lurus (monotheis). Maulana Penggalang Paksi mengajak Sekeghumong beralih keyakinan tetapi ditolak oleh Sekeghumong. Sekeghumong meyakini kedatangan Maulana Penggalang Paksi sesuai dengan ramalan leluhur sehingga pertikaian terjadi diantara kedua pemimpin tersebut.
Konflik manusia dengan masyarakat dialami oleh Sekeghumong. Ia memerintah secara otoriter sehingga rakyat tersiksa oleh perlakuan tersebut. Sekeghumong melakukan hal tersebut supaya rakyatnya tidak terpengaruh oleh Maulana Peng-galang Paksi. Sekeghumong menjadi putus asa karena rakyatnya berpihak pada Maulana Penggalang Paksi dan bekerja sama mengalahkan dirinya. Sekeghumong mengalami masalah dengan rakyat setelah kedatangan Maulana Penggalang Paksi. Konflik manusia dengan alam tidak ditemukan dalam novel tersebut karena alam sebagai kepercayaan dari Suku Tumi (Sekeghumong dan rakyat Sekala Bgha). Suku Tumi meyakini Melasa Kepampang (pohon nangka bercabang dua) sebagai dewa sesembahan mereka.
Adanya ramalan leluhur tentang akhir Sekala Bgha menjadikan Suku Tumi me-mohon pertolongan para dewa dalam menghadapi pihak musuh. Suku Tumi juga meyakini Gunung Pesagi sebagai tempat suci yang menjadi peristirahatan terakhir para dewa dan arwah leluhur. Rakyat yang menganut ajaran Jalan Yang Lurus tidak bermasalah dengan alam karena pemusnahan Melasa Kepampang didasari perbedaan keyakinan. Sekeghumong, Maulana Penggalang Paksi, rakyat tidak menyalahkan alam dalam peristiwa berakhirnya Kerajaan Sekala Bgha.
(4)
1☎✆
Novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni dapat digunakan sebagai media bagi pembelajaran sastra di SMA karena rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dirancang untuk menunjang proses belajar mengajar. Penggunaan teks novel pada media RPP meliputi tiga penggalan teks yang berkaitan dengan konflik. Masing-masing memiliki satu konflik sehingga guru mampu mengarahkan siswa dalam memahami teks penggalan novel lokal. Berdasarkan hasil simpulan, penelitian tentang novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni mendeskripsikan konflik dan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis terhadap novelPerempuan Penunggang Harimaukarya Muhammad Harya Ramdhoni, peneliti menyarankan sebagai berikut.
1. Bagi pembaca, novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni menjadi refensi mengenai konflik yang terjadi dalam novel. 2. Bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat menggunakan bagian teks
novel Perempuan Penunggang Harimau karya Muhammad Harya Ramdhoni sebagai media dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 3. Bagi siswa, sejarah Lampung Saibatin yang tertuang dalam novel tersebut
menjadi bahan bacaan penambah wawasan. Siswa diharapkan memahami nilai religious dan sosial dari novel tersebut. Karakter dari tokoh-tokoh cerita mencerminkan kehidupan sehari-hari sehingga membantu siswa mempelajari 18 karakter pada kurikulum 2013.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Hadikusuma, Hilman. 1990.Masyarakat dan Adat-Budaya Lampung. Bandung: Mandar Maju.
Hamalik, Oemar. 2009.Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. H, Kusnadi,Andang Purwoto, Siti Aisah. 2009.Belajar Efektif Bahasa Indonesia
untuk Siswa SMA/MA Kelas XI Ilmu Alam/Ilmu Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Keraf, Gorys. 1981.Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kunandar. 2011.Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta: Rajawali Press.
Luxemburg, Jan van, dkk. 1989.Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. (Terjemahan Dick Hartoko).
Mulyasa. 2013.Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005.Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Universty Press.
Purba, Antilan. 2010.Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. Rahmanto, Bernadus. 1988.Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Ramdhoni, Muhammad Harya. 2011.Perempuan Penunggang Harimau.
Lampung: BE Press.
Republik Indonesia. 2013.Konsep Pendekatan Scientific/ PPT.Jakarta: Kemendikbud.
Republik Indonesia. 2013.Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil Belajar/ PPT.Jakarta: Kemendikbud.
(6)
Republik Indonesia. 2003.Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara.
Sanusi, Ahmad Effendi. 1996.Penilaian Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Semi, Atar. 1978.Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Semi, Atar. 1990.Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Suliani, Ni Nyoman Wetty. 2011.Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Sumardjo, Drs. Jakob. 1984.Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni.
Suroto. 1989.Teori dan Bimbingan: Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga Suyanto, Edi. 2012.Perilaku Tokoh Dalam Cerpen Indonesia (Kajian Sosio
Psikosastra terhadap Cerpen Agus Noor & Joni Ariadinata). Bandarlampung: Universitas Lampung
Universitas Lampung. 2010.Format Penulisan Karya Ilmiah. Lampung: Unila. Uno, Hamzah B. 2007.Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.