7
B. Latar Belakang Masalah
Pidana seumur hidup dirumuskan sebagai salah satu jenis pidana pokok dalam hukum positif yang berlaku. Pidana seumur hidup ini merupakan pidana perampasan
kemerdekaan seseorang atas suatu tindak pidana tertentu. Dikatakan sebagai pidana perampasan kemerdekaan karena seseorang yang dipidana seumur hidup harus
menjalani pidananya di sebuah lembaga pemasyarakatan selama sisa hidupnya. Hal inilah yang kemudian menjadikan posisi pidana seumur hidup sebagai pidana kedua
terberat setelah pidana mati. Akibat dari pidana ini adalah seseorang harus kehilangan kesempatanya untuk
dapat berpartisipasi dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. Pada hakikatnya sebuah penjatuhan pidana seyogianya dapat memberikan efek jera sekaligus
pendidikan dan pembinaan bagi para pelaku tindak pidana. Hal ini yang kemudian mendorong pemikiran bahwa penjatuhan pidana khususnya pidana seumur hidup
harus memiliki tujuan pemidanaan yang jelas sebagai upaya mencapai rasa keadilan baik bagi korban maupun pelaku tindak pidana.
Adapun tindak pidana yang dapat diancam dengan pidana seumur hidup dapat dilihat pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP sebagai induk dari
peraturan pidana lainnya. Bentuk tindak pidana dalam KUHP yang dapat diancam pidana seumur hidup dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
8
Bentuk atau kelompok tindak pidana dalam KUHP yang diancam dengan pidana seumur hidup adalah sebagai berikut:
4
Tabel 1.1 Kelompok Jenis Tindak Pidana
dalam KUHP Yang Diancam Dengan PSH No Kelompok jenis tindak pidana
Pasal yang mengatur dalam KUHP 1.
Tindak pidana
terhadap keamanan negara
104, 106, 107 2, 108 2, 111 2, 124 2, 124 3
2. Tindak pidana terhadap negara
sahabat dan terhadap kepala negara
140 3
3. Tindak Pidana membahayakan
kepentingan umum 187 ke-3, 198 ke-2, 200 ke-
3, 2002 2, 204 2 4.
Tindak Pidana Terhadap Nyawa 339, 340 5.
Tindak Pidana Pencurian disertai kekerasan atau
ancaman kekerasan 3654
6. Tindak Pidana Pemerasan dan
Pengancaman 368 2
7. Tindak Pidana Pelayaran
444 8.
Tindak Pidana Penerbangan 479 f sub b, 479 k 1, 2
479 1, 2
Sumber:
Tongat. Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia
,.Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, 2004.hlm 81
Dari tabel diatas secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari 21 dua puluh satu kelompok tindak pidana yang dimasukkan kedalam kejahatan
pada Buku Kedua KUHP, 8 delapan kelompok tindak pidana diantaranya diancam dengan pidana seumur hidup. Berikut ini dapat dilihat jenis sanksi
pidana yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan delik menurut pola
4
Tongat. Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia,.Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, 2004, Op.cit hlm.81.
9
KUHP yaitu pidana pokok, dengan menggunakan 9 Sembilan bentuk perumusan,
5
yaitu: a.
Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara waktu tertentu
b. Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara waktu tertentu
c. Diancam dengan pidana penjara waktu tertentu
d. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan
e. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda
f. Diancam dengan pidana penjara atau denda
g. Diancam dengan pidana kurungan
h. Diancam dengan pidana kurungan atau denda
i. Diancam dengan pidana denda
Berdasarkan 9 Sembilan bentuk perumusan tersebut dapat diidentifikasikan
hal-hal sebagai berikut: Pertama, KUHP hanya menganut dua sistem perumusan, yaitu tunggal dan alternatif. Kedua, sanksi pidana yang dirumuskan secara
tunggal, hanya pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau
penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal. Ketiga, perumusan alternatif
dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang paling ringan.
6
Berbeda halnya dengan sistem perumusan pidana diluar KUHP yang cenderung lebih banyak
menggunakan beragam bentuk perumusan ancaman pidana.
5
Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System Implementasinya,
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta,2003.hlm.189-190.
6
Ibid.
10
Pembuat undang-undang menggunakan 11 sebelas bentuk perumusan ancaman pidana diantaranya sebagai berikut:
a. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu
b. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu
danatau pidana denda c.
Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu danatau pidana denda
d. Diancam dengan pidana penjara
e. Diancam dengan pidana penjara dan denda
f. Diancam dengan pidana penjara atau denda
g. Diancam pidana penjara danatau denda
h. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda
i. Diancam pidana dengan pidana kurungan dan denda
j. Diancam dengan pidana kurungan atau denda
k. Diancam dengan pidana kurungan danatau denda
Dari 11 sebelas bentuk perumusan diatas terlihat, khususnya untuk pidana penjara, pembuat undang-undang menempuh 4 empat sistem perumusan yaitu:
1. Sistem perumusan tunggal atau sistem imperatif 2. Sistem perumusan alternatif
3. Sistem perumusan kumulatif 4. Sistem perumusan kumulatif-alternatif.
Dari keempat sistem perumusan tersebut, yang paling banyak digunakan adalah sistem kumulatif-alternatif yang memuat ancaman pidana “penjara
danatau denda. Apabila diperbandingkan dengan sistem KUHP, tampaknya ada kebijakan pembuat undang-undang di luar KUHP untuk cenderung mengurangi
penggunaan sistem perumusan pidana secara tunggal. Kebijakan pidana seumur hidup dalam perundang-undangan pidana di Indonesia menandakan bahwa hal
tersebut cenderung mengabaikan aspek perlindungan terhadap individu. Hal ini
11
dikarenakan narapidana seumur hidup akan sulit untuk melakukan proses resososialisasi dan kembali ke masyarakat. Adanya sanksi pidana berupa pidana
penjara sebagai salah satu bentuk perwujudan dari adanya politik kriminal, harus dapat menunjang tujuan pemidanaan yang ada. Perlu diperhatikan bahwa di dalam
penerapanya, narapidana seumur hidup adalah tetap manusia yang perlu dihormati hak dan martabatnya. Narapidana ini harus tetap memperoleh hak yang sama
dengan narapidana lainnya. Salah satu hak narapidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah hak memperoleh remisi. Hak memperoleh
remisi bagi narapidana salah satunya diatur dalam Pasal 14 huruf i Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Narapidana seumur hidup dimungkinkan mendapatkan remisi yaitu dari pidana seumur hidup menjadi pidana penjara sementara yang diberikan oleh Negara
melalui Menteri Hukum dan HAM. Pemberian remisi dimaksudkan agar nantinya terpidana dapat kembali ke masyarakat dan menjadi warga Negara yang baik dan
bertanggunngjawab. Pemberian remisi pada narapidana seumur hidup menunjukkan bahwa Negara sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
dan hak-hak bagi terpidana tanpa terkecuali. Apabila dilihat dari konsep pemasyarakatan, pada hakikatnya pidana penjara yang merupakan “perampasan
kemerdekaan” seseorang itu hanya bersifat sementara sebagai sarana memulihkan integritas terpidana agar mampu melakukan readaptasi sosial.
12
Sehubungan dengan itu Mulder pernah menyatakan bahwa pidana perampasan kemerdekaan mengandung suatu cirri khas, yaitu bahwa dia adalah sementara.
Terpidana akhirnya tetap diantara kita”.
7
Sejalan dengan konsep pemasyarakatan, tujuan pemidanaan pada Rancangan KUHP Tahun 2005 seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, juga menghendaki adanya pencapaian tujuan yaitu memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi
orang yang baik dan berguna. Dari pemikiran yang demikian, maka secara teoritis sebenarnya tidak ada tempat untuk pidana seumur hidup. Pidana seumur hidup
hanya dapat diterima secara eksepsional, sekedar untuk ciri simbolik akan sangat tercelanya perbuatan yang bersangkutan dan sebagai tanda peringatan bahwa yang
bersangkutan dapat dikenakan maksimum pidana penjara dalam waktu tertentu yang cukup lama jadi tidak untuk benar-benar diterapkan secara harafiah.
8
C. Rumusan Masalah