Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Relevansi Pidana Seumur Hidup dari Perspektif Tujuan Pemidanaan dan Pemasyarakatan T1 312008079 BAB I

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pidana pokok pada Pasal 10 KUHP terdiri atas: (1) pidana mati, (2) pidana penjara, (3) pidana kurungan, (4) pidana denda, (5) pidana tutupan. Pidana seumur hidup diatur tersendiri dalam Pasal 12 ayat 1 KUHP yang berbunyi: ’’ Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu’’. Sifat dari pidana seumur hidup ini adalah pasti (definite sentence) yang berarti terpidana akan menjalani hukuman atau pidana sepanjang hidupnya. Menurut Roeslan Saleh, karena sifatnya yang pasti itu orang menjadi keberatan terhadap pidana seumur hidup. Sebab dengan putusan yang demikian terpidana tidak akan mempunyai harapan lagi kembali ke dalam masyarakat.1 Dalam kenyataannya peluang bagi narapidana seumur hidup untuk kembali ke masyarakat sangat kecil. Dalam menerapkan suatu pemidanaan khususnya penerapan pidana seumur hidup perlu diorientasikan pada pencapaian tujuan pemidanaan baik dari aspek perlindungan masyarakat maupun aspek

1

Tongat. Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia,: Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, 2004, hlm 37.


(2)

individu. Pemidanaan diharapkan mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat tetapi juga memberikan perhatian yang cukup bagi individu dalam hal ini khususnya narapidana seumur hidup, karena seperti diketahui bahwa pidana seumur hidup merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan seseorang. Penjatuhan sanksi pidana termasuk pidana seumur hidup ini perlu melihat tujuan pemidanaan yang hendak dicapai. Tujuan pemidanaan berangkat adari 3 (tiga) teori tujuan pemidanaan yang ada yaitu (1) teori retributive atau absolute, teori ini memandang bahwa pidana mutlak diberikan kepada para pelaku tindak pidana sebagai bentuk pengimbalan atau pembalasan, (2) teori teleologis, teori ini menekankan ada aspek kemanfaatan, suatu pidana dianggap sah apabila dapat memberikan manfaat yang lebih baik, (3) teori retributivisme teleologis atau gabungan, teori ini memadukan dua unsure dari teori sebelumnya, yaitu pidana dijatuhkan tidak semata-mata sebagai sarana pembalasan tetapi harus memberikan kemanfaatan. Selama ini belum ada peraturan perundang-undangan yang secara formal merumuskan tujuan pemidanaan, sehingga tujuan pemidanaan yang ada sifatnya lebih teoritis.


(3)

Tujuan pemidanaan secara formal baru dapat dilihat pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) atau sering disebut dengan istilah Konsep. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Konsep) yang digunakan dalam penulisan ini adalah RKUHP Tahun 2005. Pasal 54 ayat 1 Konsep menyebutkan bahwa tujuan pemidanaan antara lain:

(a).Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum dan pengayoman masyarakat,

(b).Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna,

(c).Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat, dan,

(d).Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Sedangkan Pasal 54 ayat 2 Konsep juga menyebutkan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Perumusan tujuan pemidanaan secara eksplisit dalam Konsep, menunjukkan adanya perkembangan pada sistem pemidanaan di Indonesia. Pemidanaan saat ini berorientasi pada upaya pembinaan narapidana sesuai dengan sistem pemasyarakatan. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.2 Pemasyarakatan bertujuan sebagai sarana pembinaan untuk menyiapkan terpidana agar nantinya dapat kembali kedalam lingkungan masyarakat. Sistem pemasyarakatan ini menghendaki kembalinya terpidana ke

2


(4)

dalam masyarakat dan hidup secara wajar sebagai warga masyarakat yang baik dan bertanggungjawab.3 Hak untuk dapat kembali ke masyarakat dapat diperoleh salah satunya melalui kebijakan remisi bagi narapidana termasuk narapidana seumur hidup yaitu dari pidana seumur hidup menjadi pidana sementara. Dalam penulisan ini, sebagai bahan analisis kebijakan remisi bagi narapidana seumur hidup akan merujuk pada narapidana seumur hidup dalam lingkup Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang. Penulisan ini juga bertujuan untuk mengkaji ketentuan dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M-03.PS.04 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjalani Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang tahun 2012.

Penulis memilih Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang karena bagi Penulis Lembaga Pemasyarakatan tersebut memiliki narapidana yang sedang menjalani pidana seumur hidup, serta lokasi Lembaga Pemasyarakatan yang terjangkau dari lokasi Penulis melakukan penelitian. Melalui analisis kebijakan remisi terkait pidana seumur hidup khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane Semarang, maka dapat memberikan gambaran tentang bagaimana penerapan remisi dalam ketentuan perundang-undangan yang ada sebagai salah satu upaya penunjang tujuan pemasyarakatan melalui proses resosialisasi bagi narapidana.

3


(5)

Jika ditinjau dari pokok –pokok tujuan pemidanaan yang ada dan tujuan pemasyarakatan yang berlaku saat ini, akankah pidana seumur hidup ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan?. Seperti diketahui bahwa pidana seumur hidup dijatuhkan untuk waktu yang tidak dapat diketahui, artinya seseorang yang dikenai pidana seumur hidup harus menjalani pidana sepanjang hidupnya. Jika melihat kenyataan yang demikian, pidana seumur hidup sejatinya tidak mencerminkan penghormatan atas hak dan martabat seseorang sekalipun dia adalah pelaku kejahatan.

Bagaimanapun juga seorang pelaku tindak pidana adalah manusia yang patut untuk dihormati hak-hak asasinya sebagai manusia secara utuh. Selain itu jumlah narapidana seumur hidup yang melebihi kapasitas dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan, juga dapat mengganggu proses pembinaan yang ada, sebab ada kecenderungan narapidana seumur hidup ini memandang apriori terhadap penerapan pidana seumur hidup karena bagi mereka, sekalipun menjalani pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan pada akhirnya mereka juga tidak akan kembali ke tengah-tengah masyarakat.


(6)

Topik yang diangkat oleh penulis sebagai karya tulis ilmiah ini belum pernah ada yang menulis, tetapi ada penulis lain yang mengangkat topik tentang pidana seumur hidup yaitu :

1. Syachdin,S.H. dengan judul Kedudukan Pidana Seumur Hidup Dalam Sistim Hukum Pidana Nasional. Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana formulasi pidana seumur hidup dalam hukum pidana positif saat ini?

b. Bagaimana formulasi pidana seumur hidup dalam hukum pidana nasional yang akan datang?

Berdasarkan uraian dalam alasan pemilihan judul diatas, maka penulis tertarik mengangkat judul “ RELEVANSI ANCAMAN PIDANA SEUMUR HIDUP

DARI PERSPEKTIF TUJUAN PEMIDANAAN DAN


(7)

B. Latar Belakang Masalah

Pidana seumur hidup dirumuskan sebagai salah satu jenis pidana pokok dalam hukum positif yang berlaku. Pidana seumur hidup ini merupakan pidana perampasan kemerdekaan seseorang atas suatu tindak pidana tertentu. Dikatakan sebagai pidana perampasan kemerdekaan karena seseorang yang dipidana seumur hidup harus menjalani pidananya di sebuah lembaga pemasyarakatan selama sisa hidupnya. Hal inilah yang kemudian menjadikan posisi pidana seumur hidup sebagai pidana kedua terberat setelah pidana mati.

Akibat dari pidana ini adalah seseorang harus kehilangan kesempatanya untuk dapat berpartisipasi dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. Pada hakikatnya sebuah penjatuhan pidana seyogianya dapat memberikan efek jera sekaligus pendidikan dan pembinaan bagi para pelaku tindak pidana. Hal ini yang kemudian mendorong pemikiran bahwa penjatuhan pidana khususnya pidana seumur hidup harus memiliki tujuan pemidanaan yang jelas sebagai upaya mencapai rasa keadilan baik bagi korban maupun pelaku tindak pidana.

Adapun tindak pidana yang dapat diancam dengan pidana seumur hidup dapat dilihat pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai induk dari peraturan pidana lainnya. Bentuk tindak pidana dalam KUHP yang dapat diancam pidana seumur hidup dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(8)

Bentuk atau kelompok tindak pidana dalam KUHP yang diancam dengan pidana seumur hidup adalah sebagai berikut: 4

Tabel 1.1

Kelompok Jenis Tindak Pidana dalam KUHP Yang Diancam Dengan PSH

No Kelompok jenis tindak pidana Pasal yang mengatur dalam KUHP 1. Tindak pidana terhadap

keamanan negara

104, 106, 107 (2), 108 (2), 111 (2), 124 (2), 124 (3) 2. Tindak pidana terhadap negara

sahabat dan terhadap kepala negara

140 (3)

3. Tindak Pidana membahayakan kepentingan umum

187 ke-3, 198 ke-2, 200 ke- 3, 2002 (2), 204 (2)

4. Tindak Pidana Terhadap Nyawa 339, 340 5. Tindak Pidana Pencurian

disertai kekerasan atau ancaman kekerasan

365(4)

6. Tindak Pidana Pemerasan dan Pengancaman

368 (2) 7. Tindak Pidana Pelayaran 444

8. Tindak Pidana Penerbangan 479 f sub b, 479 k (1), (2) 479 (1), (2)

Sumber: Tongat. Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia,.Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, 2004.hlm 81

Dari tabel diatas secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari 21 (dua puluh satu) kelompok tindak pidana yang dimasukkan kedalam kejahatan pada Buku Kedua KUHP, 8 (delapan) kelompok tindak pidana diantaranya diancam dengan pidana seumur hidup. Berikut ini dapat dilihat jenis sanksi pidana yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan delik menurut pola

4

Tongat. Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia,.Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, 2004, Op.cit hlm.81.


(9)

KUHP yaitu pidana pokok, dengan menggunakan 9 (Sembilan) bentuk perumusan,5 yaitu:

a. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara waktu tertentu

b. Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara waktu tertentu c. Diancam dengan pidana penjara waktu tertentu

d. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan

e. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda f. Diancam dengan pidana penjara atau denda

g. Diancam dengan pidana kurungan

h. Diancam dengan pidana kurungan atau denda i. Diancam dengan pidana denda

Berdasarkan 9 (Sembilan) bentuk perumusan tersebut dapat diidentifikasikan hal-hal sebagai berikut: Pertama, KUHP hanya menganut dua sistem perumusan, yaitu tunggal dan alternatif. Kedua, sanksi pidana yang dirumuskan secara tunggal, hanya pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal. Ketiga, perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang paling ringan.6 Berbeda halnya dengan sistem perumusan pidana diluar KUHP yang cenderung lebih banyak menggunakan beragam bentuk perumusan ancaman pidana.

5

Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System&

Implementasinya, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta,2003.hlm.189-190. 6


(10)

Pembuat undang-undang menggunakan 11 (sebelas) bentuk perumusan ancaman pidana diantaranya sebagai berikut:

a. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu b. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu

dan/atau pidana denda

c. Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu dan/atau pidana denda

d. Diancam dengan pidana penjara

e. Diancam dengan pidana penjara dan denda f. Diancam dengan pidana penjara atau denda g. Diancam pidana penjara dan/atau denda

h. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda i. Diancam pidana dengan pidana kurungan dan denda j. Diancam dengan pidana kurungan atau denda k. Diancam dengan pidana kurungan dan/atau denda

Dari 11 (sebelas) bentuk perumusan diatas terlihat, khususnya untuk pidana penjara, pembuat undang-undang menempuh 4 (empat) sistem perumusan yaitu: (1). Sistem perumusan tunggal atau sistem imperatif

(2). Sistem perumusan alternatif (3). Sistem perumusan kumulatif

(4). Sistem perumusan kumulatif-alternatif.

Dari keempat sistem perumusan tersebut, yang paling banyak digunakan adalah sistem kumulatif-alternatif yang memuat ancaman pidana “penjara dan/atau denda. Apabila diperbandingkan dengan sistem KUHP, tampaknya ada kebijakan pembuat undang-undang di luar KUHP untuk cenderung mengurangi penggunaan sistem perumusan pidana secara tunggal. Kebijakan pidana seumur hidup dalam perundang-undangan pidana di Indonesia menandakan bahwa hal tersebut cenderung mengabaikan aspek perlindungan terhadap individu. Hal ini


(11)

dikarenakan narapidana seumur hidup akan sulit untuk melakukan proses resososialisasi dan kembali ke masyarakat. Adanya sanksi pidana berupa pidana penjara sebagai salah satu bentuk perwujudan dari adanya politik kriminal, harus dapat menunjang tujuan pemidanaan yang ada. Perlu diperhatikan bahwa di dalam penerapanya, narapidana seumur hidup adalah tetap manusia yang perlu dihormati hak dan martabatnya. Narapidana ini harus tetap memperoleh hak yang sama dengan narapidana lainnya. Salah satu hak narapidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah hak memperoleh remisi. Hak memperoleh remisi bagi narapidana salah satunya diatur dalam Pasal 14 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Narapidana seumur hidup dimungkinkan mendapatkan remisi yaitu dari pidana seumur hidup menjadi pidana penjara sementara yang diberikan oleh Negara melalui Menteri Hukum dan HAM. Pemberian remisi dimaksudkan agar nantinya terpidana dapat kembali ke masyarakat dan menjadi warga Negara yang baik dan bertanggunngjawab. Pemberian remisi pada narapidana seumur hidup menunjukkan bahwa Negara sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hak-hak bagi terpidana tanpa terkecuali. Apabila dilihat dari konsep pemasyarakatan, pada hakikatnya pidana penjara yang merupakan “perampasan kemerdekaan” seseorang itu hanya bersifat sementara sebagai sarana memulihkan integritas terpidana agar mampu melakukan readaptasi sosial.


(12)

Sehubungan dengan itu Mulder pernah menyatakan bahwa pidana perampasan kemerdekaan mengandung suatu cirri khas, yaitu bahwa dia adalah sementara. Terpidana akhirnya tetap diantara kita”.7 Sejalan dengan konsep pemasyarakatan, tujuan pemidanaan pada Rancangan KUHP Tahun 2005 seperti yang telah disebutkan sebelumnya, juga menghendaki adanya pencapaian tujuan yaitu memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna. Dari pemikiran yang demikian, maka secara teoritis sebenarnya tidak ada tempat untuk pidana seumur hidup. Pidana seumur hidup hanya dapat diterima secara eksepsional, sekedar untuk ciri simbolik akan sangat tercelanya perbuatan yang bersangkutan dan sebagai tanda peringatan bahwa yang bersangkutan dapat dikenakan maksimum pidana penjara dalam waktu tertentu yang cukup lama jadi tidak untuk benar-benar diterapkan secara harafiah.8

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka penulis memfokuskan penulisan berkenaan dengan masalah diatas dengan merumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah pidana seumur hidup sesuai dengan tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan dalam hukum pidana saat ini?

7

Ibid.

8

Tongat, Pidana Seumur Hidup dalam Sistem hukum Pidana di Indonesia, Universitas Muhammadiyah Malang, 2001 hal 35


(13)

D. Tujuan Penelitan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengungkap dan menganalisis pidana seumur hidup terkait dengan tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan dalam hukum pidana

2. Mengkaji kebijakan penerapan pidana seumur hidup berkaitan dengan ketentuan remisi

E. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum (legal research). Penelitian bertujuan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma hukum dengan mendasarkan pada pandangan dalam suatu peraturan perundang-undangan dalam memandang Relevansi Pidana Seumur Hidup dari Perspektif Tujuan Pemidanaan dan Pemasyarakatan.

b. Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu cara meneliti bahan pustaka dalam ilmu, yang dimaksud disini adalah


(14)

pengumpulan data yang didasarkan dengan membaca hasil penelitian hukum, penelitian pustaka, dan pendapat para ahli hukum.9

c. Bahan Hukum 1) Bahan Hukum Primer

Dalam penelitian ini digunakan bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang ada kaitanya dengan permasalahan diatas terdiri dari:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan 3. Peraturan Perundang-undangan lainya yang terkait dengan penelitian 2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti kapustakaan, pendapat para sarjana, dan bahan hukum sekunder lainnya yang terkait dengan penelitian

F. Manfaat Penelitian

1). Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan masukan dalam khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi aparat penegak hukum di Indonesia tentang pentingnya

9

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Manajemen , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 1996 ), h1m. 116-117


(15)

mewujudkan pelaksanaan proses pemasyarakatan agar dapat mencapai tujuan pemasyarakatan yang diharapkan.

2). Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam menyusun dan membangun pemikiran tentang penerapan pidana seumur hidup terkait dengan pentingnya tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan yang akan dicapai.

G. Unit Amatan

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(2) Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi

(3) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: M-03.PS.01.04 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pengajuan Remisi Bagi Narapidana yang Menjalani Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.

(4) Pendapat para ahli hukum tentang Tujuan Pemidanaan dan Pemasyarakatan

(5) Daftar narapidana seumur hidup di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang.


(16)

H. Unit Analisis

Penelitian ini akan menganalisis relevansi pidana seumur hidup dari perspektif tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan dalam peraturan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Tujuan pemasyarakatan dalam penulisan merujuk pada kebijakan remisi dalam peraturan perundang-undangan terkait remisi sebagai upaya mencapai tujuan pemasyarakatan khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang


(1)

dikarenakan narapidana seumur hidup akan sulit untuk melakukan proses resososialisasi dan kembali ke masyarakat. Adanya sanksi pidana berupa pidana penjara sebagai salah satu bentuk perwujudan dari adanya politik kriminal, harus dapat menunjang tujuan pemidanaan yang ada. Perlu diperhatikan bahwa di dalam penerapanya, narapidana seumur hidup adalah tetap manusia yang perlu dihormati hak dan martabatnya. Narapidana ini harus tetap memperoleh hak yang sama dengan narapidana lainnya. Salah satu hak narapidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah hak memperoleh remisi. Hak memperoleh remisi bagi narapidana salah satunya diatur dalam Pasal 14 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Narapidana seumur hidup dimungkinkan mendapatkan remisi yaitu dari pidana seumur hidup menjadi pidana penjara sementara yang diberikan oleh Negara melalui Menteri Hukum dan HAM. Pemberian remisi dimaksudkan agar nantinya terpidana dapat kembali ke masyarakat dan menjadi warga Negara yang baik dan bertanggunngjawab. Pemberian remisi pada narapidana seumur hidup menunjukkan bahwa Negara sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hak-hak bagi terpidana tanpa terkecuali. Apabila dilihat dari konsep pemasyarakatan, pada hakikatnya pidana penjara yang merupakan “perampasan kemerdekaan” seseorang itu hanya bersifat sementara sebagai sarana memulihkan integritas terpidana agar mampu melakukan readaptasi sosial.


(2)

Sehubungan dengan itu Mulder pernah menyatakan bahwa pidana perampasan kemerdekaan mengandung suatu cirri khas, yaitu bahwa dia adalah sementara. Terpidana akhirnya tetap diantara kita”.7 Sejalan dengan konsep pemasyarakatan, tujuan pemidanaan pada Rancangan KUHP Tahun 2005 seperti yang telah disebutkan sebelumnya, juga menghendaki adanya pencapaian tujuan yaitu memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna. Dari pemikiran yang demikian, maka secara teoritis sebenarnya tidak ada tempat untuk pidana seumur hidup. Pidana seumur hidup hanya dapat diterima secara eksepsional, sekedar untuk ciri simbolik akan sangat tercelanya perbuatan yang bersangkutan dan sebagai tanda peringatan bahwa yang bersangkutan dapat dikenakan maksimum pidana penjara dalam waktu tertentu yang cukup lama jadi tidak untuk benar-benar diterapkan secara harafiah.8

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka penulis memfokuskan penulisan berkenaan dengan masalah diatas dengan merumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah pidana seumur hidup sesuai dengan tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan dalam hukum pidana saat ini?

7

Ibid.

8


(3)

D. Tujuan Penelitan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengungkap dan menganalisis pidana seumur hidup terkait dengan tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan dalam hukum pidana

2. Mengkaji kebijakan penerapan pidana seumur hidup berkaitan dengan ketentuan remisi

E. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum (legal research). Penelitian bertujuan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma hukum dengan mendasarkan pada pandangan dalam suatu peraturan perundang-undangan dalam memandang Relevansi Pidana Seumur Hidup dari Perspektif Tujuan Pemidanaan dan Pemasyarakatan.

b. Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu cara meneliti bahan pustaka dalam ilmu, yang dimaksud disini adalah


(4)

pengumpulan data yang didasarkan dengan membaca hasil penelitian hukum, penelitian pustaka, dan pendapat para ahli hukum.9

c. Bahan Hukum 1) Bahan Hukum Primer

Dalam penelitian ini digunakan bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang ada kaitanya dengan permasalahan diatas terdiri dari:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan 3. Peraturan Perundang-undangan lainya yang terkait dengan penelitian 2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti kapustakaan, pendapat para sarjana, dan bahan hukum sekunder lainnya yang terkait dengan penelitian

F. Manfaat Penelitian

1). Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan masukan dalam khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi aparat penegak hukum di Indonesia tentang pentingnya

9

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Manajemen , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 1996 ), h1m. 116-117


(5)

mewujudkan pelaksanaan proses pemasyarakatan agar dapat mencapai tujuan pemasyarakatan yang diharapkan.

2). Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam menyusun dan membangun pemikiran tentang penerapan pidana seumur hidup terkait dengan pentingnya tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan yang akan dicapai.

G. Unit Amatan

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(2) Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi

(3) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: M-03.PS.01.04 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pengajuan Remisi Bagi Narapidana yang Menjalani Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.

(4) Pendapat para ahli hukum tentang Tujuan Pemidanaan dan Pemasyarakatan

(5) Daftar narapidana seumur hidup di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang.


(6)

H. Unit Analisis

Penelitian ini akan menganalisis relevansi pidana seumur hidup dari perspektif tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan dalam peraturan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Tujuan pemasyarakatan dalam penulisan merujuk pada kebijakan remisi dalam peraturan perundang-undangan terkait remisi sebagai upaya mencapai tujuan pemasyarakatan khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang


Dokumen yang terkait

ENERAPAN PIDANA PENJARA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ANAK DITINJAU DARI PERSPEKTIF TUJUAN PEMIDANAAN

0 2 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Cokong-cokong Ditinjau dari Perspektif Identitas Sosial T1 712006049 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Relevansi Pidana Seumur Hidup dari Perspektif Tujuan Pemidanaan dan Pemasyarakatan

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Rekomendasi Balai Pemasyarakatan dalam Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Pidana Peradilan Anak T1 312008039 BAB I

0 0 13

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Destilasi Menggunakan Tenaga Surya T1 BAB I

0 0 3

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kekuatan Pembuktian Tindak Pidana ECommerce Berbasis Nilai Keadilan T1 BAB I

0 0 13

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggungjawab Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Pembakaran Hutan T1 BAB I

0 0 12

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jaringan dan Informasi serta Transaksi Elektronik T1 BAB I

0 0 10

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sanksi Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme Berbasis Keadilan Bermartabat T1 BAB I

0 0 11

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Menguak Identitas Lesbian di Salatiga dalam Perspektif Erving Goffman T1 BAB I

0 0 7