PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN (Studi Kasus di SMAN 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat)

(1)

ABSTRACT

ROLES OF SCHOOL COMMITTEE IN IMPROVING QUALITY OF EDUCATION SERVICES

A Case Study in Public Senior High School (SMAN) 2 Tumijajar Tulangbawang Barat District

By

I PUTU EKA AMERTA

This study aimed to describe and analyze the roles of the school committee in improving the quality of education services in SMAN 2 Tumijajar, Tulangbawang Barat District. This study was conducted using a qualitative approach with a case study design. Data were collected through interview, observation and documentation. The informants werethe principal, school committee,teachers, students, and parents of the students of SMAN 2 Tumijajar. Data analysis was performed using the following steps; data collection, data reduction, data presentation, and conclusion. Validity of the data was carried out by checking credibility of the data using triangulation. This study was conducted using the following stages:pre-field research, field research, and report of the research results. Results of this study showed that the roles of the school committee asconsideration giver, supporter, controller, and liaison had not run optimallyin improving the quality of education services in SMAN 2 Tumijajar. This study indicates that, to improve the quality of education services in the school, the school committee as an independent organization needs support from and cooperation with various parties to improve professionalism and competence of its members.


(2)

ABSTRAK

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN

MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN

(Studi Kasus di SMAN 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat)

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis tentang peran komite sekolah dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat. Penelitian dilaksanakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi dengan informan: kepala sekolah, komite sekolah, guru, siswa dan orang tua wali murid SMAN 2 Tumijajar. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan pengecekan kredibilitas data dengan triangulasi. Tahapan penelitian ini adalah tahap pralapangan, penelitian, dan pelaporan hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran komite sekolah (pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol, dan penghubung) belum berjalan secara maksimal.


(3)

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN

MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN

(Studi Kasus di SMAN 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat)

Oleh

I PUTU EKA AMERTA

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

MOTTO

Belajarlah Dengan Penuh Disiplin, Dengan Bertanya, Bekerja, dan Berbakti, Guru Penguasa Kebenaran Akan Mengajarkan

Kepadamu Ilmu Budi Pekerti.


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati dan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kupersembahkan tesis ini kepada orang yang kucintai dan kusayangi:

 Ibuku Ni Nyoman Suweniasih  IstrikuTitin Rahayu

 Anakku Dinda Mutiara Hati


(9)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Resturahayu Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 10 Mei 1973, anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis; SDN 1 Rama Nirwana, Seputihraman lulus Tahun 1986; SMPN 1 Seputihraman Lampung Tengah lulus Tahun 1989; SMAN 1 Kotagajah Lampung Tengah lulus Tahun 1992; Fakultas Ekonomi Universitas Lampung lulus Tahun 1997. Tahun 2006 sampai dengan sekarang bekerja sebagai guru di SMAN 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat

Tumijajar, Februari 2015


(10)

SANWACANA

Pujisyukur kehadirat Tuhan Yang MahaEsa, karena berkatrahmat, karunia, dan cintakasih-Nya tesis dengan judul Peran Komite Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan studi kasus di SMAN 2 TumijajarKabupaten Tulangbawang Barat ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi Magister Manajemen Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapatdiselesaikan berkat dukungan, arahan, bantuan,bimbingan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung. 2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. s elaku Direktur Program Pascasarjana Universitas

Lampung sekaligus selaku pembimbing I dalam penyusunan tesis ini. 3. Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung.

4. Dr. Irawan Suntoro, M.S. selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Lampung.

5. Dr. Riswanti Rini, M. Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sekaligus sebagai pembahas dan penguji tesis ini.


(11)

7. Dr. Abdurrahman, M. Si. selaku penguji utama tesis ini

8. Hasan Hariri, MBA., Ph.D. selaku dosen pembahas dalam seminar tesis ini. 9. Seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Manajemen Pendidikan

Universitas Lampung.

10.Suharto, S. Pd., M.M. selaku Kepala SMAN 2 Tumijajar.

11.Pengurus Komite Sekolah, Dewan Guru dan Staf Tata Usaha serta Siswa/Siswi SMAN 2 Tumijajar Tulangbawang Barat

12.Teman-teman mahasiswa angkatan 2013 Magister Manajemen Pendidikan Universitas Lampung.

Kepada semua pihak yang telahmemberikan saran dan masukan, penulis ucapkan terimaksih. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Tumijajar, Februari 2015


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I.PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Fokus Penelitian ... 9

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 10

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Kegunaan Penelitian ... 11

1.6 Definisi Istilah ... 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 14

2.1 Manajemen Berbasis Sekolah ... 14

2.2 Komite Sekolah ... 20

2.3 Partisipasi Masyarakat Terhadap Sekolah ... 29

2.4 Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan ... 34

2.5 Mutu Layanan Pendidikan ... 41

2.6 Penelitian Yang Relevan ... 43

2.7 Kerangka Pikir Penelitian ... 45

BAB III. METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Pendekatan dan Rancang Penelitian ... 47

3.2 Kehadiran Peneliti ... 48

3.3 Sumber Data Penelitian ... 50

3.4 Tehnik Pengumpulan Data ... 52

3.5 Analisis Data ... 55

3.6 Pengecekan Keabsahan Data ... 58

3.7 Tahapan Penelitian ... 59

BAB IV. PAPARAN DATA, TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1 Profil SMAN 2 Tumijajar ... 61

4.1.1Visi, Misi, dan Tujuan SMAN 2 Tumijajar ... 62

4.1.2 Keadaan Sekolah ... 64

4.2 Paparan Data Hasil Penelitian ... 70

4.2.1 Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan ... 70

4.2.2 Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pendukung ... 75

4.2.3 Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pengontrol ... 78


(13)

4.4.1 Peran Komite SMAN 2 Tumijajar ... 95

4.4.2 Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan (advisory agency) Dalam Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 97

4.4.3 Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pendukung (supporting agency) Dalam Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 99

4.4.4 Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pengawas (controlling agency) Dalam Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 101

4.4.5 Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Mediator (mediator agency) Dalam Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 103

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 106

5.1 Simpulan ... 106

5.2 Implikasi... 108

5.3 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 112 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 46

3.1 Komponen Dalam Analisis Data ... 57

4.2 Diagram Konteks Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan ... 85

4.3 Diagram Konteks Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pendukung ... 87

4.4 Diagram Konteks Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pengontrol ... 88


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Jadwal Penelitian ... 114

2. Pedoman Wawancara ... 115

3. Transkrip Wawancara dengan Kepala SMAN 2 Tumijajar ... 119

4. Transkrip Wawancara dengan Pengurus Komite SMAN 2 Tumijajar ... 122

5. Transkrip Wawancara dengan Guru SMAN 2 Tumijajar ... 129

6. Transkrip Wawancara dengan Siswa SMAN 2 Tumijajar ... 136

7. Transkrip Wawancara dengan Orang Tua Siswa SMAN 2 Tumijajar ... 138

8. Hasil Observasi Penelitian ... 140

9. Struktur Organisasi SMAN 2 Tumijajar ... 143

10. Denah Lokasi Ruangan SMAN 2 Tumijajar ... 144

11. Surat Keputusan Pengurus Komite SMAN 2 Tumijajar ... 145

12. Surat Keterangan Penelitian ... 148

13. Surat Keputusan Kepmendiknas Nomor: 044/U/2002 ... 149


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Kegiatan dan Pembiayaan Penyelenggaraan dan Peningkatan Mutu ... 5

3.1 Daftar Informan Penelitian ... 51

3.2 Indikator Observasi ... 52

3.3 Taksonomi Domain Penelitian ... 53

3.4 Dokumentasi Penelitian ... 55

4.1 Perkembangan Jumlah Siswa ... 66

4.2 Data Keadaan Siswa ... 66

4.3 Daftar Prestasi Sekolah ... 68

4.4 Peranan Komite Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 83

4.5 Temuan Penelitian Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan ... 84

4.6 Temuan Penelitian Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pendukung ... 86

4.7 Temuan Penelitian Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pengontrol ... 88

4.8 Temuan Penelitian Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Penghubung ... 89


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Mutu pendidikan berkaitan erat dengan proses pendidikan. Tanpa proses pelayanan pendidikan yang bermutu tidak mungkin diperoleh produk layanan yang bermutu. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah proses pemberian layanan pendidikan yang masih jauh dari harapan. Di satu pihak pemberian layanan pendidikan belum menemukan cara yang paling tepat, di pihak lain pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semakin tingginya kehidupan masyarakat dan tuntutan kebutuhan hidup sosial masyarakat sebagai pelanggan pendidikan. Pelayanan pendidikan yang bermutu adalah pemberian layanan jasa pendidikan di sekolah yang dapat memberikan kepuasan kepada siswa di sekolah dan masyarakat atau orang tua siswa. Pelayanan pendidikan di sekolah adalah menjadi peran dari komite sekolah bersama dengan sekolah. Demikian juga dengan pelayanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar.

Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tumijajar beralamat di Jalan Ki Hajar Dewantara Nomor 24 Desa Margomulyo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat berdiri sejak Tahun 2007 dengan Surat Keputusan Bupati Tulang Bawang Nomor: B/150.A/DD.VIII/HK/TB/2007 Tanggal 04 April 2007. SMAN 2 Tumijajar beroperasional


(18)

dan menerima peserta didik baru mulai Tahun Pelajaran 2007/2008. Sejak didirikan dan mulai menerima peserta didik, sekolah telah membentuk komite sekolah sebagai wadah dan aspirasi masyarakat dalam memajukan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat. Komite sekolah merupakan suatu badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, efisiensi dan pengawasan pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Badan ini bersifat mandiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya.

Keberadaan komite sekolah diperkuat dari aspek yuridis yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 56 menyebutkan bahwa: ”Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan

pendidikan” dan Kepmendiknas Nomor. 044/U/2002 tentang dewan pendidikan dan komite sekolah. Komite sekolah dibentuk sebagai bagian dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dan mempunyai kewenangan untuk mengelola dirinya sendiri. Pengelolaan sekolah ini dijalankan dengan asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas, artinya dalam pengelolaan sekolah kepala sekolah bekerja sama dengan masyarakat sekolah. Oleh sebab itu, diperlukan wadah yang dapat dipakai oleh masyarakat sekolah untuk mengemban amanat tersebut yaitu komite sekolah.

Melalui paradigma Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur pelaksanaan pendidikan pada masing-masing sekolah, dengan kondisi seperti itu, komite sekolah diharapkan dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai penunjang dalam pelaksanaan proses


(19)

pembelajaran yang sejalan dengan kondisi dan permasalahan lingkungan masing-masing sekolah. Komite sekolah melaksanakan peran dan fungsinya sebagai partner dari kepala sekolah, untuk mengelola berbagai sumber daya pendidikan yang ada dalam rangka melaksanakan pengelolaan dan peningkatan mutu pendidikan, memberikan fasilitas dan dukungan bagi guru dan siswa, sehingga pembelajaran menjadi efektif.

Komite sekolah SMAN 2 Tumijajar pertama kali dibentuk oleh sekolah yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, dunia usaha/industri, organisasi profesi tenaga pendidikan, dan wakil peserta didik. Keberadaan komite sekolah di SMAN 2 Tumijajar dalam memajukan dan meningkatkan mutu layanan pendidikan memiliki peran yang sangat startegis. Adapun peran Komite Sekolah adalah : 1) memberi pertimbangan (Advesory Agency), yaitu komite sekolah memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di sekolah. 2) memberi dukungan (Supporting Agency), yaitu komite sekolah memberikan dukungan baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam pengembangan pendidikan di sekolah. 3) sebagai pengontrol (Controlling Agency), yaitu komite sekolah mengontrol pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah. 4) sebagai mediator (Mediator Agency), yaitu komite sekolah sebagai mediator antara masyarakat dan sekolah untuk mendukung kebijakan pendidikan di satuan pendidikan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan di sekolah. Komite sekolah juga mempunyai fungsi antara lain: 1) mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. 2) melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. 3) menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat. 4) memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi


(20)

kepada satuan pendidikan. 5) mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. 6) menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. 7) melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. (Depdiknas, 2001:17)

Sejak dibentuk Tahun 2007 komite sekolah SMAN 2 Tumijajar telah berupaya memberikan layanan pendidikan kepada siswa, orang tua/wali murid, masyarakat serta dunia usaha/industri dan pemerintah. Beberapa layanan pendidikan yang telah diberikan melalui peran komite sekolah yaitu; (1) sebagai badan pertimbangan; memberikan pertimbangan dalam penyusunan visi, misi, tujuan, dan kebijakan sekolah, memberi pertimbangan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS). (2) sebagai badan pendukung; memberi dukungan finansial, tenaga dan pemikiran dalam pengembangan pendidikan, memberikan dukungan berupa pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pembelajaran seperti membangun ruang kelas baru, gedung laboratorium, lapangan olah raga, pagar sekolah, pengadaan meubeler, komputer, alat-alat olah raga serta upaya peningkatan kompetensi guru dan pegawai melalui pembiayaan kegiatan MGMP, workshop, seminar, pelatihan dan IHT, peningkatan kesejahteraan guru melalui pemberian insentif jam mengajar kepada semua guru. Di bidang kesiswaan komite sekolah juga berupaya meningkatkan layanan pendidikan melalui pembiayaan kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi bidang PMR, Pramuka, Rohis, Seni, Paski, Olahraga, KIR dan OSIS serta pemberian beasiswa kepada siswa yang berprestasi.

Berikut adalah dukungan finansial komite sekolah dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar:


(21)

Tabel. 1.1 Kegiatan dan Pembiayaan Penyelenggaraan dan Peningkatan Mutu. No Tahun

Pelajaran

Jumlah

Anggaran Bidang Kegiatan

1 2011/2012 735.700.000,00

- Kurikulum dan Program Pengajaran - Tenaga Kependidikan

- Kesiswaan

- Keuangan dan Pembiayaan - Sarana dan Prasarana

- Hubungan dengan masyarakat - Budaya lingkungan sekolah

2 2012/2013 882.900.000,00

- Kurikulum dan Program Pengajaran - Tenaga Kependidikan

- Kesiswaan

- Keuangan dan Pembiayaan - Sarana dan Prasarana

- Hubungan dengan masyarakat - Budaya lingkungan sekolah

3 2013/2014 973.500.000,00

- Kurikulum dan Program Pengajaran - Tenaga Kependidikan

- Kesiswaan

- Keuangan dan Pembiayaan - Sarana dan Prasarana

- Hubungan dengan masyarakat - Budaya lingkungan sekolah

4 2014/2015 928.500.000,00

- Kurikulum dan Program Pengajaran - Tenaga Kependidikan

- Kesiswaan

- Keuangan dan Pembiayaan - Sarana dan Prasarana

- Hubungan dengan masyarakat - Budaya lingkungan sekolah Sumber: SMAN 2 Tumijajar

Berdasarkan data tersebut di atas dapat dilihat bahwa program pembiayaan komite sekolah dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar dari Tahun Pelajaran 2011/2012 sampai dengan Tahun Pelajaran 2013/2014 terus mengalami peningkatan. Dukungan pembiayaan ini diharapkan mampu meningkatkan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar baik di bidang akademik maupun nonakademik. Di bidang akademik, prestasi yang telah dicapai SMAN 2 Tumijajar adalah juara tiga lomba olimpiade tingkat kabupaten, tingkat kelulusan siswa peserta ujian nasional mencapai seratus persen serta lulusannya sebagian besar melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan


(22)

yang lebih tinggi. Prestasi non akademik yang telah dicapai adalah juara satu lomba PMR, Pramuka, Seni, dan olahraga di tingkat kabupaten. (3) peran komite sekolah sebagai badan pengawasan yaitu melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan. Pengawasan dilakukan secara langsung dan belum secara tertulis. (4) peran komite sekolah sebagai mediator antara masyarakat dan sekolah untuk mendukung kebijakan pendidikan dalam meningkatkan mutu layanan di SMAN 2 Tumijajar, melakukan kerjasama dengan masyarakat berkenaan dengan pelayanan pendidikan yang bermutu. menampung aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan, menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar. Peran komite SMAN 2 Tumijajar memang telah dilaksanakan tetapi perlu terus ditingkatkan karena kebutuhan pendidikan terus berkembang. Peningkatan peran komite SMAN 2 Tumijajar adalah tantangan untuk terus meningkatkan mutu layanan pendidikan dalam memenuhi dan memuaskan kebutuhan pelanggan.

Kondisi riil komite sekolah sebagai lembaga otonom telah melaksanakan peran yang telah ditentukan, namun peran tersebut perlu terus dioptimalkan dengan pelaksanaan transformasi konsep komite sekolah secara bertahap dari waktu ke waktu, mulai pada tingkat menyadarkan perlunya peran dan fungsi komite sekolah baik kepada masyarakat maupun penyelenggara pendidikan sebagai peluang partisipasi masyarakat di bidang pendidikan. Tingkat berikutnya menyebarluaskan konsep pelibatan publik dalam komite sekolah kepada masyarakat dan penyelenggara pendidikan. Selanjutnya adalah penyelenggara pendidikan melakukan konsultasi ke masyarakat untuk mendapat masukan dalam proses menetapkan kebijakannya, kerjasama segenap potensi yang ada di masyarakat secara sinergis dalam bentuk saran dengan penyelenggaraan pendidikan


(23)

memutuskan kebijakan. Pada tingkat tertinggi adalah tercapainya rasa saling memiliki bahwa komite sekolah sebagai wadah pemecahan masalah bersama yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan.

Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan salah satu misinya adalah memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah. Pembinaan pendidikan dasar dan menengah adalah mewujudkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah dengan memperkenalkan dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota serta pemberdayaan atau pembentukan komite sekolah di tingkat sekolah.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 54 menyebutkan bahwa: (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Pada Pasal 56 menyebutkan bahwa di masyarakat ada dewan pendidikan dan komite sekolah / madrasah yang berperan sebagai berikut: (1) Masyarakat berperan dalam peningkatan perannya yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah, (2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan di tingkat nasional,


(24)

propinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. (3) Komite sekolah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Dengan kata lain dalam penyelenggaraan pendidikan, sekolah perlu meningkatkan peran serta masyarakat dengan mengajak semua pihak-pihak terkait dan memanfaatkan potensi yang ada, sehingga semua potensi itu dikembangkan secara maksimal sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Kebersamaan merupakan potensi yang sangat vital untuk membangun masyarakat untuk menciptakan demokrasi pendidikan.

Sinergi antara komite sekolah dengan pengelola sekolah akan melahirkan tanggung jawab bersama antara sekolah dan masyarakat sebagai mitra kerja membangun pendidikan. Masyarakat dapat menyalurkan berbagai ide dan partisipasinya dalam memajukan pendidikan di daerahnya. Konsep desentralisasi dalam pendidikan muncul sejalan dengan perkembangan pola pikir masyarakat sebagai salah satu dampak pembangunan pendidikan. Pemberian otonomi yang lebih luas kepada daerah melahirkan konsep gagasan untuk mengembangkan sistem desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan nasional.

Berdasarkan penelitian awal pada SMA Negeri 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat tentang komite sekolah diperoleh informasi/data bahwa : (1) Komite Sekolah sudah terbentuk sejak Tahun Pelajaran 2007/2008; (2) Komite sekolah telah melaksanakan peran yang telah ditentukan, tetapi peran komite sekolah perlu terus ditingkatkan untuk peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Komite Sekolah SMAN 2 Tumijajar seharusnya memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka ikut memberi pertimbangan (Advesory Agency), memberi dukungan


(25)

(Supporting Agency) sebagai pengontrol (Controlling Agency) dan sebagai mediator di satuan pendidikan sehingga dapat meningkatkan mutu layanan pendidikan di sekolah.

Bertitik tolak dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang peran komite sekolah dalam peningkatan mutu layanan pendidikan pada satuan pendidikan SMA Negeri 2 Tumijajar. Keunikan dari penelitian ini adalah SMA Negeri 2 Tumijajar sebagai unit sekolah baru bersama dengan komite sekolah mampu memberikan layanan pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan seperti ruang belajar, perpustakaan, laboratorium IPA, laboratorium komputer, lapangan olahraga, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, mampu menyelenggarakan berbagai kegiatan lomba, serta mampu meraih prestasi baik akademik maupun nonakademik dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain yang setara di Kabupaten Tulangbawang Barat. Berdasarkan uraian di atas, peran komite sekolah sangat strategis dalam membantu meningkatkan mutu layanan pendidikan.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian, fokus penelitian ini adalah peran komite sekolah dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMA Negeri 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat yang meliputi:

1.2.1 Peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan (Advesory Agency) 1.2.2 Peran komite sekolah sebagai pendukung (Supporting Agency)

1.2.3 Peran komite sekolah sebagai pengontrol (Controlling Agency) 1.2.4 Peran komite sekolah sebagai mediator (Mediator Agency)


(26)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian, bagaimanakah peran komite sekolah dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar. Adapun Pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1.3.1 Bagaimanakah peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan (Advesory Agency) dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar ? 1.3.2 Bagimanakah peran komite sekolah sebagai pendukung (Supporting Agency)

dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar?

1.3.3 Bagaimanakah peran komite sekolah sebagai pengontrol (Controlling Agency) dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar?

1.3.4 Bagaimanakah peran komite sekolah sebagai mediator (Mediator Agency) dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang peran komite sekolah dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar:

1.4.1 Peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan (Advesory Agency) di SMAN 2 Tumijajar.

1.4.2 Peran komite sekolah sebagai pemberi dukungan (Supporting Agency) di SMAN 2 Tumijajar.

1.4.3 Peran komite sekolah sebagai pengontrol (Controlling Agency) di SMAN 2 Tumijajar.

1.4.4 Peran komite sekolah sebagai mediator (Mediator Agency) di SMAN 2 Tumijajar.


(27)

1.5. Kegunaan Penelitian 1.5.1 Kegunaan Teoritis

1.5.1.1Memberikan sumbangan ilmu dan pengetahuan tentang peran dan fungsi komite sekolah

1.5.1.2Sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam rangka perencanaan pendidikan dan pengembangan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

1.5.2 Kegunaan Praktis

1.5.2.1Sekolah: sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk membuat suatu perencanaan pendidikan dalam membenahi kualitas pendidikan melalui peningkatan peran komite sekolah.

1.5.2.2Komite Sekolah: dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan mengenai peran komite sekolah khususnya pada SMA Negeri 2 Tumijajar.

1.5.2.3Dinas Pendidikan: Memberikan kontribusi dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui Komite Sekolah.

1.5.2.4Peneliti: Untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi Magister Manajemen Pendidikan pada FKIP Universitas Lampung

1.6 Definisi Istilah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penelitian ini menggunakan beberapa istilah yaitu:


(28)

1.6.1 Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisien pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan,

1.6.2 Peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan (AdvesoryAgency) adalah sebuah peran dan fungsi dalam memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan.

1.6.3 Peran komite sekolah sebagai pendukung (Supporting Agency) adalah sebuah peran dan fungsi pendukung baik berupa finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, minimal dalam mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu

1.6.4 Peran komite sekolah sebagai pengontrol (Controlling Agency) adalah peran melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan dan keluaran pendidikan dari satuan pendidikan

1.6.5 Peran komite sekolah sebagai mediator adalah peran komite sekolah sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan 1.6.6 Peranan adalah ikut serta dalam suatu kegiatan ataupun aktivitas yang

dilaksanakan dalam peningkatan kualitas pendidikan oleh satuan pendidikan 1.6.7 Penyelenggaraan pendidikan adalah pelayanan pendidikan pada satuan

pendidikan sekolah dengan mengacu pada standar pelayanan minimal yang meliputi ; (1) kurikulum, (2) peserta didik, (3) sarana, (4) organisasi, (5) pembiayaan, (6) manajemen sekolah, (7) peran serta masyarakat.


(29)

1.6.8 Manajemen mutu terpadu pendidikan adalah sistem yang berlandaskan pada kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama, memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (customer).

1.6.9 Manajemen berbasis sekolah adalah manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

1.6.10 Partsipasi masyarakat adalah kerjasama yang erat antara perencana di sekolah dengan masyarakat sekitar sekolah dalam menyusun rencana strategis, melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan kualitas sekolah.

1.6.11 Mutu pelayanan pendidikan adalah adanya jaminan proses atau layanan penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan mampu memenuhi keinginan para siswa, masyarakat, pemerintah dan dunia usaha.

1.6.12 SMA Negeri 2 Tumijajar adalah suatu lembaga pendidikan pada tingkat sekolah yang menyelenggarakan pendidikan


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Pembahasan dalam bab ini akan difokuskan pada beberapa subbab tentang teori yaitu: (1) Manajemen Berbasis Sekolah; (2) Komite Sekolah; (3) Partisipasi Masyarakat Terhadap Sekolah; (4) Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan; (5) Mutu Layanan Pendidikan; (6) Penelitian Yang Relevan; dan (7) Kerangka Pikir Penelitian.

2.1 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari School Based Management, pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Konsep MBS dalam pengelolaan pendidikan bertujuan mengembalikan sekolah kepada pemiliknya yaitu masyarakat, yang diharapkan akan merasa bertanggung jawab kembali sepenuhnya terhadap pendidikan yang diselenggarakan pada satuan pendidikan. Dari sisi moral adalah bahwa hanya sekolah dan masyarakatlah yang paling mengetahui berbagai persoalan pendidikan yang dapat menghambat peningkatan mutu pendidikan. Dengan demikian merekalah yang


(31)

seharusnya menjadi pelaku utama dalam membangun pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakatnya.

Menurut Haryadi dalam Sobahi, dkk (2010:124) MBS adalah “Adanya otonomi dan pengambilan keputusan partisipatif. Artinya MBS memberikan otonomi yang lebih luas kepada masing-masing sekolah secara individual dalam menjalankan program sekolahnya dan dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi. Selain itu dalam menyelesaikan masalah dan dalam pengambilan keputusan harus melibatkan partisipasi setiap konstituen sekolah seperti siswa, guru, tenaga administrasi, orang tua,

masyarakat lingkungan dan tokoh masyarakat”.

Menurut Asmani (2012:22) Manajemen Berbasis Sekolah diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan pertisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, peserta didik, kepala sekolah, karyawan, orang tua peserta didik, dan masyarakat yang berhubungan dengan program sekolah), sehingga rasa memiliki warga sekolah dapat meningkat yang mengakibatkan peningkatan rasa tanggung jawab dan dedikasi warga sekolah. Sekolah menjadi lebih mandiri dan lebih profesional, dapat menyusun dan menentukan strategi penyelenggaraan program sekolah, dan mampu menentukan arah pembangunan pendidikan di sekolah yang sesuai dengan tuntutan masyarakat akan kualitas layanan pendidikan di sekolah.

Menurut Mulyasa (2006:24) mendefinisikan MBS sebagai paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah yakni pelibatan masyarakat dalam


(32)

kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah lebih leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi, sedangkan peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. Sedangkan peningkatan pemerataan diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Dengan manajemen berbasis sekolah, pemecahan masalah internal sekolah baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun sumber daya pendukungnya cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan masyarakat, sehingga tidak perlu diangkat ke tingkat pemerintah daerah. Tugas pemerintah adalah memberikan fasilitas dan bantuan pada saat sekolah dan masyarakat menemui jalan buntu dalam suatu pemecahan masalah.

Menurut Edmond dalam Dwiningrum (2011:8) MBS merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Sedangkan Nurcholis dalam Dwiningrum (2011:8) mengatakan MBS adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Hasbullah (2007: 80) menyebutkan manajemen pendidikan berbasis sekolah pada dasarnya dimaksudkan untuk mengurangi peran pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan, tetapi memberikan kesempatan kepada masyarakat seluas-luasnya memberikan konstribusi berupa gagasan dan pelaksanaan pendidikan di tempat mereka masing-masing. Masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami kompleksitas pendidikan,


(33)

membantu serta turut mengontrol pengelolaan pendidikan, dan MBS menuntut perubahan prilaku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi menjadi lebih professional dalam pengelolaan sekolah. Dalam MBS, pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja sekolah agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif dan efisien. Untuk memberdayakan sekolah harus ditempuh upaya memberdayakan peserta didik dan masyarakat setempat.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, secara umum manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) sehingga dapat meningkatkan mutu layanan pendidikan di sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional untuk mencapai kepuasan pelanggan.

Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum. Menurut Kathleen dalam Sobahi, dkk (2010:128) Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.

2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.

3. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.


(34)

4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.

5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua siswa dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batas pengeluaran, dan biaya-biaya program sekolah.

6. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.

Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri MBS dapat dilihat dari sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar mengajar, dan sumber daya.

Menurut Rini (2011:9) Tujuan MBS adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.

3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.

4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai

MBS menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah setempat. Implementasi MBS akan berhasil melalui strategi-straregi sebagai berikut:

1. Sekolah harus memiliki otonomi terhadap kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan yang berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap orang yang berhasil.

2. Adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan instruksional serta noninstruksional

3. Adanya kepemimpinan kepala sekolah yang mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber daya sekolah yang efektif.

4. Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif.


(35)

5. Semua pihak harus memahami peran dan tanggungjawabnya secara sunggung-sungguh

6. Adanya guidelines dari departemen terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif.

7. Sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban setiap tahunnya.

8. Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kenerja sekolah dan lebih khusus meningkatkan pencapaian belajar siswa.

9. Implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing, mengadakan pelatihan-pelatihan tehadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.

Secara konsepsional manajemen berbasis sekolah diharapkan membawa dampak terhadap peningkatan kerja sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan kesempatan dan pencapaian tujuan. Menurut Asmani (2012:20) Konsekwensi penerapan manajemen berbasis sekolah menjadi tanggung jawab dan ditangani oleh sekolah secara profesional, yang meliputi aspek-aspek: 1) perencanaan dan evaluasi program sekolah, 2) pengelolaan kurikulum yang bersifat inklusif, 3) pengelolaan proses belajar mengajar, 4) pengelolaan ketenagaan, 5) pengelolaan perlengkapan dan peralatan, 6) pengelolaan keuangan, 7) pelayanan peserta didik, 8) hubungan sekolah dengan masyarakat, 9) pengelolaan iklim sekolah.

Konsep manajemen berbasis sekolah dalam prakteknya menggambarkan sifat-sifat otonomi sekolah yang merujuk pada perlunya memperhatikan kondisi dan potensi kelembagaan setempat dalam mengelola sekolah. Ciri-ciri manajemen berbasis sekolah: 1) upaya meningkatkan peran serta komite sekolah, masyarakat, dunia usaha dan dunia industri untuk mendukung kinerja sekolah, 2) program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar dan mengajar (kurikulum), bukan kepentingan administratif saja. 3) menerapkan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran, personil dan fasilitas).


(36)

4) mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sekolah. 5) menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab terhadap masyarakat. 6) meningkatkan profesionalisme personil sekolah. 7) meningkatnya kemandirian sekolah di segala bidang. 8) adanya keterlibatan semua unsur terkait dengan perencanaan program sekolah. 9) adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas bahwa konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberi wawasan pemahaman kepada kita bahwa tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Oleh karena itu sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat mutu dan mendorong sekolah agar dapat memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu dalam mencapai visi dan misi untuk memenuhi kebutuhan masa depan siswanya.

2.2 Komite Sekolah

Komite sekolah merupakan suatu badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, efisiensi dan pengawasan pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Badan ini bersifat mandiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya. Keberadaan komite sekolah diperkuat dari aspek yuridis yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 56 menyebutkan bahwa: ”Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan


(37)

pendidikan” dan Kepmendiknas Nomor. 044/U/2002 tentang dewan pendidikan dan

komite sekolah.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu misinya adalah memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah. Pembinaan pendidikan dasar dan menengah adalah mewujudkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah dengan memperkenalkan dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota serta pemberdayaan atau pembentukan komite sekolah di tingkat sekolah.

Sekolah memiliki otonomi dan ruang gerak yang lebih besar dalam penyelenggaraan pendidikan. Melalui paradigma Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sekolah diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur pelaksanaan pendidikan pada masing-masing sekolah. Dengan kondisi seperti itu, komite sekolah diharapkan dapat melaksanakan perannya sebagai penunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang sejalan dengan kondisi dan permasalahan lingkungan masing-masing sekolah. Komite sekolah dapat melaksanakan perannya sebagai partner dari kepala sekolah dalam mengadakan sumber daya pendidikan dalam rangka melaksanakan pengelolaan dan peningkatan mutu pendidikan dengan memberikan fasilitas dan dukungan bagi guru dan siswa untuk belajar sehingga pembelajaran menjadi semakin efektif.


(38)

Komite sekolah dibentuk sebagai bagian dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dan mempunyai kewenangan untuk mengelola dirinya sendiri. Pengelolaan sekolah ini dijalankan dengan asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas, artinya dalam pengelolaan sekolah dewan pendidikan khususnya kepala sekolah bekerja sama dengan masyarakat sekolah. Oleh sebab itu, diperlukan wadah yang bisa dipakai oleh masyarakat sekolah untuk mengemban amanat tersebut yaitu komite sekolah.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 56 ayat 3 menyatakan bahwa : Komite Sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat pendidikan. Esensi dari partisipasi komite sekolah adalah peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan perencanaan sekolah yang dapat mengubah pola pikir, keterampilan, dan distribusi kewenangan atas individual dan masyarakat yang dapat memperluas kapasitas manusia meningkatkan taraf hidup dalam sistem manajemen pemberdayaan sekolah. Peran komite sekolah adalah membuat orang-orang yang duduk sebagai pengurus dan anggota komite menjalankan perannya untuk membantu penyelenggaraan pendidikan. Misalnya memobilisasi dana masyarakat ataupun dalam bentuk sumbangan lainnya seperti memberikan pertimbangan dan pemikiran.

Menurut Hasbullah (2006:95), pemberdayaan komite sekolah secara optimal, termasuk dalam mengawasi penggunaan keuangan, transparansi alokasi dana pendidikan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Pengembangan pendidikan secara lebih inovatif juga


(39)

akan semakin memungkinkan, lahirnya ide-ide cemerlang, dan kreatif semua pihak terkait (stakeholder) pendidikan. Konsep pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah yang terkandung di dalamnya memerlukan pemahaman berbagai pihak terkait, dimana posisinya dan apa manfaatnya. Posisi komite sekolah berada di tengah-tengah antara orang tua murid, murid, guru, masyarakat setempat, dan kalangan swasta di satu pihak dengan pihak sekolah sebagai institusi, kepala sekolah, dinas pendidikan, dan pemerintah daerah di pihak lainnya. Komite sekolah menjembatani kepentingan keduanya. Penyelenggaraan pendidikan adalah pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan sekolah dengan mengacu pada standar pelayanan minimal meliputi : kurikulum, peserta didik, ketenagaan, sarana, organisasi, pembiayaan, manajemen sekolah, dan peranserta masyarakat. Pemberdayaan manajemen komite sekolah adalah suatu pengaturan atau pemanfaatan potensi yang ada pada badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan.

Sagala (2008:191) menyatakan peranserta masyarakat mendukung manajemen sekolah adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, bahkan menjadi keharusan, di mana agar peran serta masyarakat menjadi suatu sistem yang terorganisasi. Komite sekolah juga merupakan wadah bagi orang tua atau masyarakat yang peduli pendidikan untuk membantu memajukan pendidikan di sekolah seperti membantu menyediakan fasilitas pembelajaran, meningkatkan kesejahteraan guru. Intinya tugas komite sekolah dapat membantu mempercepat atau mengoptimalkan upaya peningkatan mutu pendidikan, dan memberikan pemahaman kepada masyarakat sekitar tentang program-program yang akan dilaksanakan oleh sekolah.


(40)

Menurut Rini (2011:66) komite sekolah dibentuk merupakan hasil dari peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan yang merupakan kunci dari pelaksanaan MBS. Pembentukan komite sekolah merupakan wadah peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan yang merupakan akibat dari diberlakukannya otonomi pendidikan dan kebijakan penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, tujuan pembentukan komite sekolah adalah :

a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.

b. Meningkatkan tanggung jawab dan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan

c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

Peran komite sekolah secara kontekstual sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 adalah :

a. Pemberi Pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.

b. Badan Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran , maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

c. Badan Pengontrol (controling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.


(41)

d. Mediator antara pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan.

Departemen Pendidikan Nasional (2001:17), menguraikan tujuh peran komite sekolah terhadap penyelenggaraan sekolah, yakni :

1. Membantu meningkatkan kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah baik sarana, prasarana maupun teknis pendidikan.

2. Melakukan pembinaan sikap dan prilaku siswa. Membantu usaha pemantapan sekolah dalam mewujudkan pembinaan dan pengembangan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan demokrasi sejak dini (kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan pendahuluan bela negara, kewarganegaraan, berorganisasi, dan kepemimpinan), keterampilan dan kewirausahaan, kesegaran jasmani dan berolah raga, daya kreasi dan cipta, serta apresiasi seni dan budaya. 3. Mencari sumber pendanaan untuk membantu siswa yang tidak mampu.

4. Melakukan penilaian sekolah untuk pengembangan pelaksanaan kurikulum, baik intrakulikuler maupun ekstrakulikuler dan pelaksanaan manajemen sekolah, kepala/wakil kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan.

5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan manajemen sekolah

6. Melakukan pembahasan tentang usulan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS)

7. Meminta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu.

Dalam penjabaran kegiatan operasional dari tujuh peran di atas komite sekolah selaku pemberi pertimbangan melaksanakan berbagai kegiatan seperti :

a. Mengadakan pendataan kondisi sosial ekonomi keluarga peserta didik dan sumber daya pendidikan yang ada dalam masyarakat.


(42)

b. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah dalam penyusunan Visi, Misi tujuan, kebijakan dan kegiatan sekolah.

c. Menganalisis hasil pendataan sebagai bahan pemberian masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepala sekolah.

d. Menyampaikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi secara tertulis kepada sekolah dengan tembusan Kepala Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan. e. Memberikan pertimbangan kepada sekolah dalam rangka pengembangan

kurikulum muatan lokal, dan meningkatkan proses pembelajaran dan pengajaran yang menyenangkan..

f. Memverifikasi RAPBS yang diajukan oleh kepala sekolah, memberikan pengesahan terhadap RAPBS setelah proses verifikasi dalam rapat pleno komite sekolah.

Peran pemberian dukungan komite sekolah melaksanakan beberapa kegiatan yaitu: memberikan dukungan kepada sekolah untuk secara preventif dalam memberantas penyebarluasan narkoba di sekolah, serta pemeriksaan kesehatan siswa.

a. Memberikan dukungan kepada sekolah dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler.

b. Mencari bantuan dana dari dunia industri untuk biaya pembebasan uang sekolah bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu.

c. Melaksanakan konsep subsidi silang dalam penarikan iuran dari orang tua siswa.

Sedangkan dalam peran sebagai pengontrol komite sekolah melakukan beberapa hal seperti


(43)

a. Meminta penjabaran kepada sekolah tentang hasil belajar siswa.

b. Menyebarkan kuisioner untuk memberoleh masukan, saran, dan ide kreatif dari masyarakat.

c. Menyampaikan laporan kepada sekolah secara tertulis tentang hasil pengamatan Komite Sekolah terhadap sekolah.

Peran sebagai penghubung/mediator komite sekolah melaksanakan berbagai kegiatan seperti;

a. Membantu sekolah dalam menciptakan hubungan dan kerja sama antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat.

b. Mengadakan rapat atau pertemuan secara rutin atau insidental dengan kepala sekolah dan dewan guru.

c. Mengadakan kunjungan atau silaturahmi ke sekolah, atau dengan dewan guru di sekolah.

d. Bekerja sama dengan sekolah dalam kegiatan penelusuran alumni.

e. Membina hubungan dan kerja sama yang harmonis dengan seluruh stake holder pendidikan dengan dunia usaha/dunia industri.

f. Mengadakan penjajakan kerja sama atau MOU dengan lembaga lain untuk memajukan sekolah.

g. Mengadakan kegiatan inovatif untuk meningkatkan kesadaran dan kemitraan masyarakat, misalnya panggung hiburan untuk sekolah dan masyarakat.

h. Mengadakan rapat atau pertemuan secara berkala dan insidental dengan orang tua dan anggota masyarakat.


(44)

Komite Sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, melakukan akuntabilitas sebagai berikut :

1. Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholder secara periodik, baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.

2. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban bantuan masyarakat baik berupa materi (dana, barang tak bergerak maupun bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan pemerintah setempat

Sedangkan fungsi Komite Sekolah adalah :

a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai :

1. kebijakan dan program pendidikan

2. rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS). 3. kriteria kinerja satuan pendidikan

4. kriteria tenaga pendidikan 5. kriteria fasilitas pendidikan


(45)

e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan

g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

2.3 Partisipasi Masyarakat Terhadap Sekolah

Partisipasi masyarakat dalam pendidikan adalah keikutsertaan masyarakat dalam memberikan gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan. Terjadinya sinergi dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya pendidikan perlu adanya suatu badan yang bersifat independen dengan asas keadilan dan kemanusiaan, tetapi mempunyai sumbangan yang berarti terhadap mutu pendidikan.

Menurut Fattah (2004: 114) ukuran partsipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat menanggung biaya sekolah baik yang masuk katagori bantuan pembangunan maupun iuran bulanan peserta didik. Partisipasi yang berlaku universal adalah kerjasama yang erat antara perencana di sekolah dengan masyarakat sekitar sekolah dalam menyusun rencana strategis, melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan kualitas sekolah. Kedudukan masyarakat dalam manajemen sekolah sangat penting untuk membantu memajukan kualitas sekolah.


(46)

Menurut Upholf dalam Sagala (2011:238) partisipasi mengandung tiga dimensi yakni konteks, tujuan dan lingkungan. Partisipasi berkembang menjadi: 1) partisipasi dalam mengambil kebijakan dan keputusan, 2) partisipasi dalam melaksanakan, 3) partisipasi memperoleh keuntungan, dan 4) pastisipasi dalam mengevaluasi.

Menurut Mulyasa (2006:50) hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anak, memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat, menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.

Menurut Ihsan (2003:90) bahwa orang tua anak meletakkan dasar-dasar pendidikan di dalam rumah tangga terutama dalam segi pembentukan kepribadian, nilai-nilai luhur moral dan agama sejak kelahirannya. Kemudian dilanjutkan dan dikembangkan dengan berbagai materi pendidikan berupa ilmu dan keterampilan yang dilakukan oleh sekolah. Orang tua siswa menilai dan mengawasi hasil didikan sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian pendidikan di lingkungan masyarakat ikut pula berperan serta mengontrol, menyalurkan dan membina serta meningkatkannya, karena masyarakat adalah lingkungan pemakai atau the user dari produk pendidikan yang diberikan oleh rumah tangga dan sekolah.

Hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus terjalin secara sinergis untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan, termasuk untuk meningkatkan mutu hasil


(47)

belajar siswa di sekolah. Dalam paradigma lama, hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat dipandang sebagai institusi yang terpisah-pisah. Pihak keluarga dan masyarakat dipandang tabu untuk ikut campur tangan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, apalagi sampai masuk ke wilayah kewenangan profesional para guru. Dewasa ini, paradigma lama ini dalam batas-batas tertentu telah ditinggalkan, keluarga memiliki hak untuk mengetahui tentang apa saja yang diajarkan oleh guru di sekolah. Orang tua siswa memiliki hak untuk mengetahui dengan metode apa anak-anaknya diajar oleh guru-guru mereka. Sekolah harus membina hubungan dengan masyarakat di mana dalam pembinaan pendidikan terdapat tiga macam tanggung jawab yang dilakukan yaitu orang tua, sekolah, dan masyarakat. Ketiga komponen ini secara tidak langsung telah melaksanakan kerjasama yang erat dalam pelaksanaan pendidikan.

Perlunya hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat yang diwadahi dalam organisasi komite sekolah, sangat diharapkan mampu mengoptimalkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam memajukan program pendidikan dalam bentuk seperti ; orang tua dan masyarakat membantu menyediadakan fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana serta pemikiran atau sumbang saran yang diperlukan untuk kemajuan sekolah. Orang tua dan masyarakat diharapkan dapat memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki anaknya serta memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang program pendidikan yang sedang diperlukan oleh masyarakat. Masyarakat berkewajiban untuk memberikan dukungan terhadap tujuan, program, kebutuhan sekolah atau pendidikan. Sebaliknya sekolah harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan dan tuntutan masyarakat terhadap sekolah.


(48)

Sekolah dan masyarakat harus terbina suatu hubungan yang harmonis, dengan hubungan yang harmonis diharapkan dapat menumbuhkan saling pengertian dan saling menbantu antara sekolah, orang tua, masyarakat dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja dalam menyukseskan dan meningkatkan mutu pendidikan. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk ikut berperanserta memajukan sekolah serta mengikutkan orang tua dan tokoh masyarakat dalam merencanakan dan mengawasi program sekolah. Jika hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan dengan baik, rasa tanggung jawab dan partisipasi masyarakat untuk memajukan sekolah akan semakin tinggi dan semakin baik.

Rappaport dalam Wrihatnolo dan Dwijowijoto (2007:177) menyatakan bahwa pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses, suatu mekanisme, dalam hal ini, individu, organisasi dan masyarakat menjadi ahli akan masalah yang mereka hadapi. Perkins dan Zimmermen, dalam Wrihatnolo dan Dwijowijoto (2007:179) pada tingkat masyarakat pemberdayaan berarti tindakan kolektif untuk meningkatkan kualitas hidup suatu masyarakat dan hubungan antara organisasi masyarakat. Wrihatnolo dan Dwijowijoto (2007:2) dalam manajemen pemberdayaan menyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses yang mempunyai tiga tahapan : yaitu penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan. Penyadaran, di mana pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai sesuatu. Prinsip dasarnya adalah membuat target bahwa mereka perlu membangun ”demand” diberdayakan dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka bukan dari orang luar.


(49)

Mulyasa (2006:32) dalam Manajemen berbasis sekolah mendefenisikan pemberdayaan sebagai alat penting untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran pembuatan keputusan dan tanggung jawab. Pemberdayaan merupakan cara yang praktis dan produktif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari kepala sekolah, guru dan pegawai. Pemberdayaan dimaksud untuk memperbaiki kinerja sekolah agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif dan efisien. Pada sisi lain untuk memberdayakan sekolah harus pula ditempuh upaya-upaya memberdayakan peserta didik dan masyarakat setempat.

Mulyasa (2006:33) mengatakan pemberdayaan berhubungan dengan upaya peningkatan kemampuan masyarakat untuk melakukan kontrol atas diri dan lingkungannya dengan memperhatikan prinsip-prinsip, (a) melakukan pembangunan yang bersifat lokal, (b) mengutamakan dan merupakan aksi sosial, (c) menggunakan pendekatan organisasi kemasyarakatan setempat.

Berdasarkan berbagai pengertian partisipasi masyarakat terhadap sekolah tersebut di atas bahwa kedudukan masyarakat dalam manajemen sekolah amat penting untuk memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Sedangkan pemberdayaan adalah upaya menggalang potensi yang ada di masyarakat secara praktis dan produktif untuk mencapai tujuan dengan pemberian daya dan kekuatan untuk mampu melaksanakan ataupun target yang ingin dicapai. Pada dasarnya pemberdayaan terjadi melalui beberapa tahap, antara lain : masyarakat mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat keterampilan agar mampu bekerja lebih baik. Kemudian


(50)

mereka akan mengalami pengurangan perasaan ketidakmampuan dan mengalami peningkatan kepercayaan diri. Kemudian seiring dengan tumbuhnya kepercayaan diri, masyarakat bekerjasama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber-sumber daya yang akan berdampak pada kesejahteraan mereka. Pemahaman tentang memberdayakan masyarakat ini adalah dengan memberikan pendidikan praktis, latihan kepemimpinan dan akses ke sumber-sumber daya dan dilaksanakan oleh dan dengan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat harus membuat masyarakat menjadi swadiri mampu mengurusi dirinya sendiri, swadana mampu membiayai keperluan sendiri, swasembada mampu memenuhi kebutuhannya sendiri secara berkelanjutan dalam memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu.

2.4 Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan

Penerapan manajemen mutu dalam pendidikan lebih populer dengan sebutan Total Quality Education (TQE). Dasar dari manajemen ini dikembangkan dari konsep Total Quality management (TQM), yang pada mulanya diterapkan pada dunia bisnis kemudian diterapkan pada dunia pendidikan. Secara filosofis, konsep ini menekankan pada pencarian secara konsisten terhadap perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan adalah, institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa, yakni institusi yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (customer).

Manajemen mutu terpadu pendidikan berlandaskan pada kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama. Pelanggan dapat dibedakan menjadi pelanggan dalam (internal


(51)

customer) yaitu pengelola institusi pendidikan seperti kepala sekolah, guru, staff dan pelanggan luar (external cutomer) yaitu masyarakat, pemerintah dan dunia industri. Jadi, suatu institusi pendidikan disebut bermutu apabila antara pelanggan internal dan eksternal telah terjalin kepuasan atas jasa yang diberikan.

Sallis (2010:7) Total Quality Management dalam dunia pendidikan ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan; pertama, perbaikan secara terus menerus (continous improvement). Konsep ini mengandung pengertian bahwa pihak pengelola senantiasa melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan secara terus menerus untuk menjamin semua komponen penyelenggara pendidikan telah mencapai standar mutu yang ditetapkan. Kedua, menentukan standar mutu (quality assurance). Konsep ini digunakan untuk menetapkan standar mutu dari semua komponen yang bekerja dalam transformasi lulusan institusi pendidikan, standar mutu materi kurikulum, standar evaluasi dan standar mutu proses pembelajaran. Ketiga, perubahan kultur (change of culture). Konsep ini bertujuan membentuk budaya organisasi yang menghargai mutu dan menjadikan mutu sebagai orientasi semua komponen organisasional. Keempat, perubahan organisasi (upside-down organanization). Jika visi dan misi serta tujuan organisasi sudah berubah atau mengalami perkembangan, maka sangat dimungkinkan terjadinya perubahan organisaassi. Perubahan organisasi bukan berarti perubahan wadah organisasi, melainkan sistem atau struktur organisasi yang melambangkan hubungan-hubungan kerja. Kelima, mempertahankan hubungan dengan pelanggan (keeping close to the customer). Karena organisasi pendidikan menghendaki kepuasan pelanggan, maka perluya mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan, agar institusi pendidikan senantiasa dapat melakukan perubahan-perubahan atau improvisasi


(52)

yang diperlukan, terutama berdasarkan perubahan sifat dan pola tuntutan serta kebutuhan pelanggan.

TQM adalah suatu makna dan standar mutu dalam pendidikan. Ia memberikan suatu filosofi perangkat alat untuk memperbaiki mutu. Mutu dalam konteks Total Quality Manajemen (TQM ) adalah sebuah filosofi dan metodologi yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan ekternal yang berlebihan. Prinsip dasar dalam TQM adalah pelanggan dan kepentingannya harus diutamakan.

Menurut Crosby dalam Nasution (2005:39), ada empat belas langkah untuk perbaikan mutu terdiri atas:

1. Komitmen manajemen.

2. Membangun tim peningkatan mutu 3. Pengukuran mutu

4. Mengukur biaya mutu 5. Membangun kesadaran mutu 6. Kegiatan perbaikan

7. Perencanaan tanpa cacat 8. Pelatihan pengawas

9. Menyelenggarakan hari tanpa cacat 10.Penyusunan tujuan

11.Penghapusan sebab kesalahan

12.Mengakui/menerima para karyawan yang berpartisipasi 13.Mendirikan dewan-dewan mutu

14.Mengulangi setiap tahap tersebut, karena perbaikan kualitas adalah proses yang tidak pernah berakhir.

Menurut Deming dalam Nasution (2005:33), ada 14 poin cara menjamin pengembangan mutu yang dikenal dengan Deming’s Fourteen Point, yaitu:

1. Ciptakan sebuah usaha peningkatan produk dan jasa, dengan tujuan agar bisa kompetitif dan tetap berjalan.

2. Adopsilah falsafah baru. Manajemen harus memahami adanya era ekonomi baru dan siap menghadapi tangtangan.

3. Hentikan ketergantungan pada inpeksi dalam membentuk mutu produk. Bentuklah mutu sejak dari awal.


(53)

4. Hentikan praktik menghargai bisnis dengan harga. Harga tidak memiliki arti apa-apa tanpa ukuran mutu yang dijual.

5. Tingkatkan secara konstan dan terus-menerus sistem produksi dan jasa, untuk meningkatkan mutu dan produktivitas, pada gilirannya secara konstan menurunkan biaya.

6. Lembagakan pelatihan kerja.

7. Lembagakan kepemimpinan. Kerja manajemen bukanlah mengawasi melainkan memimpin. Peranan kepemimpinan mendorong peningkatan proses produksi barang dan jasa yang lebih baik.

8. Hilangkan rasa takut sehingga setiap orang dapat bekerja secara efektif

9. Uraikan kendala-kendala antara departemen sehingga orang dapat bekerja sebagai suatu team.

10.Hapuskan slogan, desakan, dan target, serta tingkatkan produktivitas tanpa menambah beban kerja.

11.Hapuskan standar kerja yang menggunakan quota numerik. Mutu tidak dapat diukur dengan hanya mengkonsentrasikan pada hasil proses.

12.Hilangkan kendala-kendala yang merampas kebanggaan karyawan atas keahliannya

13.Lembagakan aneka program pendidikan yang meningkatkan semangat dan peningkatan kualitas kerja.

14.Tempatkan setiap orang dalam tim kerja agar dapat melakukan trasformasi menuju sebuah kultur mutu

Deming membedakan sebab-sebab kegagalan mutu dalam pendidikan menjadi dua bentuk, yaitu umum dan khusus. Sebab umum adalah sebab yang diakibatkan oleh kegagalan sistem, seperti desain kurikulum yang lemah, bangunan yang tidan memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk, sistem dan prosedur yang tidak sesuai, jadwal kerja yang serampangan, sumberdaya yang kurang, dan pengembangan staf yang tidak memadai. Masalah sistem ini merupakan masalah internal proses institusi. Masalah tersebut hanya bisa diatasi jika sistem, proses dan prosedur institusi tersebut dirubah. Sebab khusus kegagalam mutu adalah sebab-sebab ekssternal yang diakibatkan oleh prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati, kegagalan komunikasi atau kesalahpahaman, anggota individu staf yang tidak memiliki skill, pengetahuan dan sifat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer pendidikan, kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota dan kurangnya motivasi.


(54)

Masalah bisa diatasi dengan tanpa mengganti kebijakan atau mendesain kembali sistem.

Terkait dengan mutu, Deming membuat siklus (Deming Cycle) untuk menghubungkan antara produksi suatu produk dengan kebutuhan pelanggan. Tahapan-tahapan dalam siklus Deming antara lain:

1. Mengembangkan rencana perbaikan (Plan); rencana perbaikan disusun berdasarkan prinsip 5-W (what, why, who, when dan where) dan 1 H (how), yang dibuat secara jelas dan terperinci serta menetapkan sasaran dan target yang harus dicapai. Dalam menetapkan sasaran dan target harus dengan memperhatikan prinsip SMART (specific, measurable, attainable, reasonable, dan time)

2. Melaksanakan rencana (Do); rencana yang telah disusun diimplementasikan secara bertahap, mulai dari skala kecil dan pembagian tugas secara merata sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dari setiap personil. Selama dalam melaksanakan rencana harus dilakukan pengendalian, yaitu mengupayakan agar seluruh rencana dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar sasaran dapat dicapai.

3. Memeriksa atau meneliti hasil yang dicapai (Check); memeriksa atau meneliti merujuk pada penetapan apakah pelaksanaannya berada dalam jalur, sesuai dengan rencana dan memantau kemajuan perbaikan yang direncanakan.

4. Melakukan tindakan penyesuaian bila diperlukan (action); penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil analisis. Penyesuaian berkaitan dengan standardisasi prosedur guna menghindari timbulnya kembali masalah yang sama atau menetapkan sasaran baru bagi perbaikan berikutnya.


(55)

5. Menganalisa bagaimana produk tersebut diterima di pasar dalam hal mutu,biaya, dan kriteria lainnya (Analyze)

Menurut Josep M. Juran dalam Nasution (2005: 34) mutu adalah kesesuaian untuk digunakan (fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian kesesuaian untuk digunakan ini mengandung lima dimensi yaitu: (1) Mutu desain. (2) Mutu kesesuaian. (3) Ketersediaan. (4) Kemanan. (5) Field use.

Menurut Juran, tiga langkah dasar merupakan langkah yang harus diambil perusahaan bila mereka ingin mencapai mutu tingkat dunia. Juran juga yakin bahwa ada titik diminishing return dalam hubungan mutu dan daya saing. Ketiga langkah tersebut antara lain:

a. Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.

b. Mengadakan program pelatihan secara luas

c. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi.

Sepuluh langkah untuk memperbaiki mutu menurut Juran meliputi:

1. Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk melakukan perbaikan.

2. Menetapkan tujuan perbaikan

3. Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan 4. Menyediakan pelatihan

5. Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah 6. Melaporkan perkembangan

7. Memberikan penghargaan 8. Mengkomunikasikan hasil-hasil

9. Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai

10.Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular perusahaan.


(56)

The Juran trilogy merupakan ringkasan dari fungsi manajerial yang utama. Pandangan Juran terhadap fungsi-fungsi ini dijelaskan sebagai berikut; Perencanaan mutu, meliputi pengembangan produk, sistem, dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi atau melampui harapan pelanggan. Langkah-langkah: 1) Menentukan siapa yang menjadi pelanggan. 2) Mengidentifikasi kebutuhan para pelanggan. 3) Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. 4) Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan organisasi untuk menghasilkan keistimawaan. 5) Menyebarkan rencana kepada level opreasional. Pengendalian mutu; meliputi langkah-langkah berikut: 1) Menilai kinerja mutu aktual. 2) Membandingkan kinerja dengan tujuan. 3) Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam perbaikan mutu: 1) Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan perbaikan mutu setiap tahun. 2) Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan dan melakukan proyek perbaikan. 3) Membentuk suatu team proyek yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan setiap proyek perbaikan. 4) Memberikan team-team tersebut apa yang mereka butuhkan agar dapat mendiagnosis masalah guna menentukan sumber peyebab utama, memberikan solusi, dan melakukan pengendalian yang akan mempertahankan keuntungan yang diperoleh.

Sallis (2010:51) mendefinisikan mutu dalam dua perspektif, yaitu mutu absolut dan mutu relatif. Mutu absolut merupakan mutu dalam arti yang tidak bisa ditawar-tawar lagi atau bersifat mutlak. Dalam pandangan absolut, mutu diartikan sebagai ukuran yang terbaik menurut pertimbangan produsen dalam memproduksi suatu barang atau


(1)

dan kemitraan masyarakat. Tetapi komite sekolah belum bekerja sama dengan sekolah dalam kegiatan penelusuran alumni, komite sekolah belum membina hubungan dan kerjasama dengan stakeholder pendidikan dengan dunia usaha/industri.

5.2 Implikasi Hasil Penelitian

Penelitian ini mengambil fokus peran komite sekolah dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar, secara umum peran komite sekolah sebagai wakil masyarakat dalam membantu program pendidikan telah menjalankan perannya membantu sekolah memberikan pertimbangan, dukungan, pengawasan dan mediator dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program pendidikan di sekolah. Implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sebagai badan pertimbangan, komite sekolah dapat lebih berperan dalam: (1) mendata kondisi sosial ekonomi keluarga peserta didik dan sumber daya

pendidikan, (2) memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah dalam penyusunan visi, misi, tujuan, kebijakan dan kegiatan sekolah, (3) menganalisis hasil pendataan sebagai bahan pemberian masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada sekolah, (4) menyampaikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi secara tertulis kepada sekolah dengan tembusan dinas pendidikan, (5) memberikan pertimbangan kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum muatan lokal dan proses KBM, memverifikasi dan mengesahkan RAPBS yang diajukan oleh sekolah. Komite sekolah dapat lebih meningkatkan perannya dalam hal analisis hasil pendataan sebagai bahan pemberian masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada sekolah, dapat menyampaikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi secara tertulis kepada sekolah.


(2)

b. Sebagai badan pendukung komite sekolah dapat lebih berperan dalam: (1) memberi dukungan kepada sekolah dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler. (2) mencari bantuan dana dari dunia industri untuk biaya pembebasan uang sekolah bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu. (3) melaksanakan konsep subsidi silang dalam penarikan iuran dari orang tua siswa. Komite sekolah dapat lebih meningkatkan perannya dalam mencari bantuan dana dari dunia industri untuk biaya pembebasan uang sekolah bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu. c. Sebagai badan pengontrol komite sekolah dapat lebih berperan dalam: (1) meminta

penjabaran kepada sekolah tentang hasil belajar siswa. (2) memperoleh masukan, saran, dan ide kreatif dari masyarakat. (3) menyampaikan laporan kepada sekolah secara tertulis tentang hasil pengamatan komite sekolah terhadap sekolah.

d. Sebagai badan penghubung komite sekolah dapat lebih berperan dalam: (1) membantu sekolah dalam menciptakan hubungan dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua/wali murid dan masyarakat. (2) mengadakan rapat atau pertemuan dengan kepala sekolah dan dewan guru. (3) bekerja sama dengan sekolah dalam kegiatan penelusuran alumni. (4) membina hubungan dan kerjasama dengan stakeholder pendidikan dengan dunia usaha/industri. (5) Mengadakan kegiatan inovatif untuk meningkatkan kesadaran dan kemitraan masyarakat. (6) mengadakan rapat atau pertemuan dengan orang tua/wali murid dan anggota masyarakat.

5.3. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian, agar peran komite sekolah dalam peningkatan mutu layanan pendidikan dapat lebih optimal, disarankan beberapa hal sebagai berikut:


(3)

5.3.1 Kepada Komite SMAN 2 Tumijajar

Peran komite sekolah dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar sangat penting oleh karena itu peran komite sekolah sebagai badan pertimbangan, badan pendukung, badan pengawas dan badan penghubung harus dioptimalkan. Pengoptimalan peran komite sekolah untuk peningkatan mutu layanan pendidikan dapat dilakukan dengan pemilihan pengurus komite sekolah dengan mengutamakan personil-personil yang memiliki kemampuan dan kemauan yang tinggi di bidang pendidikan yaitu kemampuan memberikan pertimbangan, kemampuan memberikan dukungan, kemampuan melakukan pengawasan dan kemampuan menjadi mediator serta selalu terlibat aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasasan program-program sekolah.

5.3.2 Kepada Kepala SMAN 2 Tumijajar

Untuk menciptakan layanan pendidikan yang bermutu, maka kepala sekolah sebaiknya:

1. Membentuk pengurus komite berdasarkan ketentuan dengan melibatkan orang-orang yang memiliki kemampuan dan kepedulian terhadap pendidikan.

2. Meningkatkan kerjasama dengan komite sekolah.

3. Memfungsikan peran komite sekolah dalam setiap kegiatan, program, dan kebijakan. 4. Melakukan koordinasi secara rutin dalam setiap perencanaan, pelaksanaan maupun

evaluasi program.

5.3.3 Kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Tulangbawang Barat

Untuk peningkatan mutu layanan pendidikan di satuan pendidikan dinas pendidikan kabupaten sebaiknya:


(4)

1. Melakukan sosialisasi/workshop kepada pengurus komite sekolah mengenai peran dan fungsi komite sekolah untuk pendidikan.

2. Melakukan pembinaan secara berkala kepada pengurus komite sekolah agar komite sekolah dapat melaksanakan perannya secara efektif.

3. Melakukan koordinasi dengan pemerintah dan pemerintah daerah dengan membuat terobosan-terobosan untuk pengefektifan peran komite sekolah baik program maupun anggaran.

4. Melakukan monitoring dan evaluasi mengenai peran komite sekolah di satuan pendidikan serta memberikan masukan dan saran untuk perbaikan.

5.3.4 Kepada Peneliti-Peneliti Selanjutnya

Peran komite sekolah dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk itu perlu kiranya peneliti-peneliti selanjutnya melakukan penelitian secara lebih mendalam dengan mengkaji aspek-aspek yang belum diteliti tentang berbagai faktor yang mempengaruhi peran komite sekolah dalam peningkatan mutu layanan pendidikan, terutama yang berkaitan langsung dengan peran komite sekolah terhadap peningkatan prestasi siswa


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal Ma’mur, 2012, Manajemen Sekolah, Diva Press, Jogjakarta.

Armansyah. 2009. Peranan dan Pemberdayaan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai, Tesis. Universitas Sumatera Utara.

Bungin Burhan, 2008, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Basrowi dan Suwandi, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif, PT. Rineka Cipta, Jakarta Dwiningrum, Siti Irene Astuti, 2011, Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan, Pustaka Pelajajar, Yogyakarta.

Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta, 2007. Petunjuk Teknis Pemberdayaan Komite Sekolah Tahun 2007 – 2009

Husaini Usman, 2012. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Hasbullah, 2007, Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ihsan Fuad, 2003, Dasar-Dasar Kependidikan Komponen MKDK, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Istiani, Katarina, 2013. Peran dan Fungsi Komite Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah). Tesis. Universitas Lampung

Komariah Aan, dan Cepi Triatna, 2008, Visionary Leadership Menuju Sokolah Efektif, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044 Tahun 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah


(6)

Mulyasa, E, 2006, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Moleong, Lexy J, 2013, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Miles, B.M. & Huberman, M.A., 1998, Analisis Data Kualitatif. Penerjemah Rohani, R.T Universitas Indonesia, Jakarta.

Nanang Fattah, 2004, Ekonomi dan Pemberdayaan Pendidikan, Rosdakarya, Bandung Nasution, 2005, Manajemen Mutu Terpadu, Ghalia Indonesia, Bogor

Rini, Riswanti. 2011, Manajemen Sekolah dan Hasil Penelitian, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Sartika, Ike. D, 2002, Quality Service in Education, Yayasan Potensia, Bandung. Sallis, Edwar, 2010, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, IRCiSoD, Jogjakarta

Sagala, S. , 2008, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, Nimas Multima, Jakarta. Sobahi Karna, Hanafiah, Suhana Cucu, 2010, Manajemen Pendidikan, Cakra, Bandung Soenarto, Moch Alip. 2014. Peran Komite Sekolah Dalam Penyelenggaraan SMK di DIY Jurnal. http://www.e-jurnal.com/2014/02/peran-komite-sekolah-dalam.html Diakses tanggal 01 April 2015.

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diterbitkan oleh Lembaga Informasi Nasional, Jakarta.

Wrihatnolo,Randy R, Riant Nugroho Dwijowijoto, 2007, Manajemen Pemberdayaan Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat, PT Gramedia, Jakarta.

Widodo Suwarno, Senowarsito, Susanto Dias Andris, Sari Ryky Mandar, 2008. Peran Komite Sekolah SMP di Kota Semarang. Jurnal. http://www.e-jurnal. com/2014/04/ peran-komite-sekolah-smp-di-kota.html. Diakses tanggal 01 April 2015