Pengaruh Penambahan Surfaktan Sodium Dodecyl Sulfate (SDS)Terhadap Sifat Mekanik Dan Thermal Nanokomposit Karet Organobentonit

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN SODIUM

DODHECYL SULFATE (SDS) TERHADAP SIFAT MEKANIK

DAN THERMAL NANOKOMPOSIT KARET ALAM

ORGANOBENTONIT

SKRIPSI

AWALUDDIN NAINGGOLAN

090822008

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN

SODIUM DODECYL SULFATE (SDS) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN THERMAL NANOKOMPOSIT KARET

ORGANOBENTONITBENTONIT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2013

Awaluddin Nainggolan NIM : 090822008


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN

SODIUM DODECYL SULFATE (SDS) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN THERMAL

NANOKOMPOSIT KARET ORGANOBENTONIT

Kategori : SKRIPSI

Nama : AWALUDDIN NAINGGOLAN

Nomor Induk Mahasiswa : 090822008

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di,

Medan, Januari 2014 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Saharman Gea, MSi Prof. Dr. Thamrin, M.Sc NIP. 19640810 199103 1 002 NIP. 19600704 198903 1 003


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-NYA sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan studi ini. Dan juga dalam skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan ekstensi SI.

Koordinator program S1 Kimia Ekstensi FMIPA Universitas Sumatera Utara Bapak Dr. Darwin Yunus Nst, dan Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S selaku Ketua Departemen Kimia atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjadi mahasiswa Sarjana Sains Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Bapak Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan penelitian skripsi ini.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya ditujukan kepada : 1. Prof. Thamrin, M.Sc selaku pembimbing Utama dan Saharman Gea, Ph.D,

selaku anggota komisi pembimbing yang setiap saat dengan penuh perhatian memberikan bimbingan, motivasi dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 2. Kepala laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU, Manager dan Staf PTPN

III, khususnya Staf Laboratorium Bapak Sugimin dan Bapak Dhani, beserta staf dan asisten atas fasilitas dan sarana yang diberikan

3. Bapak Ibu Dosen Kimia S1 Ekstensi FMIPA USU yang telah membimbing dan memotivasi saya sampai selesainya skripsi ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa ekstensi (S1) FMIPA Universitas Sumatera Utara Serta seluruh sahabat yang tak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah mendoakan saya, saya ucapkan terimakasih.


(5)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.

Hormat Saya,


(6)

PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN SODIUM DODECYL SULFATE (SDS) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN THERMAL NANOKOMPOSIT

KARET ORGANOBENTONIT

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan bentonit termodifikasi surfaktan anionik (organoclay), yang dapat digunakan pada pemrosesan nanokomposit karet-bentonit. Surfaktan anionik yang dikembangkan adalah sodium dodhecyl sulfate (SDS). Modifikasi organobentonit dengan konsentrasi SDS 0,01 mol, 0,03 mol, 0,05 mol, dan 0,07 mol. Bentonit yang dimodifikasi ditambahkan kedalam karet alam 100 phr yang sudah dimastikasi, menggunakan two-roll mill pada temperatur kamar selama 11 menit. Dalam menentukan konsentrasi optimum melalui uji tarik, termal dan permukaan, produk dicetak tekan pada 50 kN suhu 150oC selama 15 menit. Uji

tarik yang dilakukan dengan standard ASTM D635 Tipe-V. Pada penambahan SDS 0,05 mol, diperoleh nanokomposit karet/bentonit terbaik melalui pengujian sifat mekanik dan thermal, dibandingkan dengan nanokomposit karet/bentonit tanpa adanya penambahan surfaktan anionik.

Kata kunci : nanokomposit, karet alam, organo bentonit, surfaktan anionik, sodium dodhecyl sulfate (SDS)


(7)

PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN SODIUM DODECYL SULFATE (SDS) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN THERMAL NANOKOMPOSIT

KARET ORGANOBENTONIT

ABSTRACT

Research has been done to get the anionic surfactant-modified bentonite (organoclay), which can be used in the processing of rubber/organobentonit nanocomposite. Sodium of dodhecyl sulfate (SDS) is anionic surfactant developed. Modification organobentonit with SDS concentration of 0,01 mole, 0,03 mole, 0,05 mole, and 0,07 mole. Modified bentonite is added to the masticated natural ruber in composition 100 phr and mixed them by using two-roll mill at room temperature for 11 minute. In determining optimum concentration through tensile strength, thermal and morfology test, product were put in a hotpress at 50 kN at 150oC during 15

minute. Tensile strength test by using the standard of ASTM D635 Tipe-V. In addition SDS 0,05 mole, obtained nanocomposite rubber/bentonite best through testing mechanical and thermal properties, compared wih nanocomposite rubber/bentonite without the addition of anionic surfactant.

Keyword : nanokomposit, natural rubber, organo bentonite, anionic surfactant, sodium of dodhecyl sulfate ( SDS)


(8)

DAFTAR ISI

Persetujuan i

Daftar isi ii

Daftar gambar iii

Daftar Lampiran iv

Abstrak v

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Lokasi Penelitian 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bentonit 6

2.1.1. Struktur Bentonit 6

2.1.2. Modifikasi Bentonit 8

2.1.3. Ultrasonikasi 8

2.2. Karet Alam 9

2.2.1. Kompon Karet 9

2.2.2. Vulkanisasi Karet Alam 12

2.2.3. Sifat Kimia Karet Alam 13

2.2.4. Sifat Fisika Karet Alam 13

2.2.5. Standard Indonesia Ruber 15

2.3. Komposit 16

2.4. Emulsifier/Surfaktan 17

2.4.1. Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) 18

2.4.2. Sifat Kimia SDS 18

2.5. Pengujian Morfologi 19

2.6. Analisa Kekuatan Tarik dan Kemuluran 20

2.7. Analisa Kestabilan Thermal 20

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan 23

3.1.1. Alat 23

3.1.2. Bahan 23

3.2. Prosedur Penelitian 24

3.2.1. Preparasi Bentonit 24

3.2.2. Pembuatan Bentonit Nanopartikel 24


(9)

3.2.4. Pembuatan Organobentonit 25 3.2.5. Pembuatan Nanokomposit Karet Alam-Bentonit 25

3.2.6. Pembuatan Spesimen 26

3.2.7. Uji Kekuatan Tarik 26

3.2.8. Uji SEM (Scanning Electron Microscopy) 27

3.3. Bagan Penelitian 27

3.3.1. Preparasi Bentonit 27

3.3.2. Pembuatan Bentonit Nanopartikel 28

3.3.3. Pembuatan Organo Bentonit 29

3.3.4. Mastikasi Karet Alam 30

3.3.5. Pembuatan Nanokomposit Karet Alam Organobentonit 30 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Preparasi Bentonit 31

4.2. Hasil Uji Partikel Size Analyzer 31

4.3. Hasil Mastikasi Karet Alam 32

4.4. Hasil Uji Tarik 34

4.5. Analisa Uji Kestabilan Thermal (Thermo GravimetricAnalysis /TGA) 36 4.6. Hasil Scanning Electron Miscroscopy (SEM) Nanokomposit Karet

Alam/Organobentonit 37

4.7. Mekanisme Modifikasi Permukaan Bentonit degan Sodium Dodhecyl

Sulfate (SDS) 38

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 40

5.2. Saran 40

Daftar pustaka Lampiran


(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Jatmika, 1998).

Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan menunjukkan bahwa antarmuka menjadi jenuh dan terbentuknya misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro, 1990).

Bentonit adalah mineral murah dan telah menjadi bagian penting dalam industri karet dimana penggunaannya sebagai bahan pengisi ekonomis untuk memodifikasi penciptaan dan performa karet alami maupun karet sintetis. Bentonitmempunyai catatan panjang sebagai bahan anorganik paling penting yang ditambahkan sebagai pengisi ke dalam latex (getah pohon karet) alami (Frounchi dkk., 2006; Dong dkk., 2006). Bentonit merupakan suatu polimer anorganik yang memiliki satu struktur oktahedral dengan atom pusat Al dan dua lapisan berstruktur tetrahedral dengan atom pusat Si. Lapisan ini akan


(11)

bergabung dengan ujung - ujung kisi berstruktur tetrahedron silika akan membentuk lapisan hidroksil yang berstruktur oktahedron. Surfaktan anionik bermuatan negatif sehingga sulit untuk bereaksi kedalam lapisan bentonit. Surfaktan anionik dapat masuk kedalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton (ion H3O+) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Zhang, pada tahun 2010 menyatakan dalam jurnalnya bahwa bentonit yang dimodifikasi dengan surfaktan anionik memiliki ketahanan panas dan modulus yang lebih baik.

Penggunaan surfaktan dalam modifikasi bentonit banyak dilakukan menajdi organo bentonit yang digunakan sebagai filler (bahan pengisi) non arang yang sering dipakai sebagai bahan pengisi pada industri karet. Surfaktan anionik merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk memodifikasi bentonit menjadi organobentonit. Meskipun sulit di interkalasi kedalam bentonit, dispersi, pengembangan dan sifat thixotropy dari bentonit yang dimodifikasi surfaktan anionik lebih unggul dari bentonit yang dimodifikasi dengan surfaktan kationik (Chen et al, 2004). Keunggulan yang ditunjukkan daripada modifikasi bentonit ini adalah pada industri karet dengan meningkatnya modulus, kekuatan dan ketahanan panas (Giannelis, 1998).

Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) dengan rumus bangun C12H25NaO4S merupakan salah satu jenis surfaktan anionik yang biasa digunakan sebagai bahan baku deterjen. Dengan penambahan SDS pada konsentrasi tertentu bisa meningkatkan keunggulan daripada filler matriks komposit. Dimana SDS larut dalam air, dicampurkan dengan nanobentonit pada suhu tertentu dan waktu tertentu, untuk mendapatkan reaksi antara ion pada SDS dgn ion yang terkandung didalam bentonit.

Karet alam merupakan suatu senyawa hidrokarbon alam yang memiliki rumus empiris (C5H8)n. Hidrokarbon ini membentuk lateks alam yang membentul globula – globula kecil yang memiliki diameter sekitar 0,5 µ (5.10-5 cm) yang tersuspensi di dalam medium air atau serum, dimana konsentrasi hidrokarbon adalah sekitar 35% dari total berat. Partikel hidrokarbon ini tentunya akan bersenyawa dan tidak menutupi konstituen non-karet, yang merupakan protein, dimana protein ini akan diadsorpsi pada permukaannya dan berfungsi untuk melindungi koloid ( Treolar, 1958 ).


(12)

Karet alam biasa digunakan sebagai matriks untuk pembuatan komposit. Dengan berkembangnya ilmu nanoteknologi dalam penciptaan nanokomposit memberikan perubahan kualitas komposit matriks yang lebih baik. Nanokomposit merupakan bahan yang dibuat dari pencampuran serbuk berukuran nanopartikel. Nanokomposit akan memperlihatkan sifat-sifat baru yang lebih unggul dibandingkan dengan bahan asal penyusunnya. Hal ini merupakan salah satu keunggulan utama dari perkembangan dunia nanoteknologi. Penambahan nanopartikel ke dalam bahan matriks juga akan dapat menunjukkan sifat-sifat yang sangat berbeda dibandingkan dengan sifat matriks awal (Yunasfi, 2012).

1.2. Permasalahan  

1. Bagaimanakah proses pengolahan dan interaksi dari karet-bentonit dengan adanya surfaktan sodium dodechyl sulfate sebagai pemodifikasi nano-bentonit,

2. Menetukan konsentrasi SDS yang tepat dalam modifikasi nano-bentonit menjadi organoclay,

3. Bagaimanakah sifat mekanis dan degradasi termal dari nanokomposit karet organobentonit.

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini pembatasan masalah meliputi :

1.Pemilihan karet yang digunakan dalam penelitian ini adalah karet alam SIR 10 dengan ketebalan 1,6 – 1,8 mm dan berat 100 gr

2. Penggunaan nano-bentonit sebanyak 10 gr

3. Variasi konsentrasi surfaktan sodium dodhecyl sulfate 0,01 mol, 0,03 mol,

0,05 mol, dan 0,07 mol

4. Suhu dalam pencetakan nano-komposit yang digunakan 150oC

5. Uji sifat mekanik meliputi uji tarik dan penentuan degradasi thermal menggunakan uji termogravimetri analisis (TGA) dan uji SEM untuk mengetahui penyebaran organoclay


(13)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan sufaktan SDS dengan memvariasikan konsentrasi-nya dalam modifikasi nanobentonit menjadi organoclay, terhadap sifat mekanik dan thermal nanokomposit karet organobentonit.

1.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan didapatkan informasi mengenai pengaruh penambahan surfaktan anionik sodium dodechyl sulfate terhadap sifat mekanik dan thermal nanokomposit karet organobentonit.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu :

1. Tahapan preparasi nanobentonit, organobentonit dan nanokomposit 2. Tahapan Mastikasi Karet

Karet alam digiling menggunakan two roll mill, kemudian diukur viskositasnya dan ditentukan waktu viskositas maksimum.

3. Tahapan Pembuatan Organobentonit

Pada tahapan ini variasi surfaktan SDS dicampurkan dengan Nano bentonit, dipanaskan dan diaduk menggunakan magnetic stirrer, dibilas dengan air panas,disaring lalu dikeringkan.

4. Tahapan Pembuatan Nano komposit Karet-Bentonit

Karet yang telah di mastikasi dicampur dengan, asam stearat, ZnO, MBT, sulfur dan organo bentonit. Kemudian dicetak dengan alat hot press.


(14)

- Variabel Bebas : waktu mastikasi karet alam 2, 4, 6, 8, 10 menit, dan SDS 0,01 mol,0,03 mol, 0,05 mol, 0,07mol

- Variabel Tetap : Bentonit 5 phr dan Karet alam yang telah di-mastikasi 100 phr, asam stearat 0,5 gr, Zinc Oksida 6 gr, Sulfur 3,5 gr, MBT 0,5 gr

- Variabel Terikat : Uji Tarik, uji Thermo Gravimetri Analysis (TGA) dan uji Semi SEM

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer, laboratorium Tekhnik Kimia Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kimia FMIPA Institut Tekhnologi Bandung, PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para, BATAN dan LIPI Jakarta.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bentonit

Bentonit meerupakan salah satu mineral yang kelimpahannya cukup besar dialam, terutama di Indonesia. Berdasarkan data dari Departemen ESDM pada tahun 2005, bentonit tersebar dipulaupulau besar Indonesia, seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Jawa, dengan cadangan diperkirakan lebih dari 380 juta ton. Namun penggunaan bahan ini belum maksimal dan masih bernilai rendah. Bentonit merupakan istilah dalam dunia perdagangan untuk lempung yang mengandung monmorillonit dan termasuk dalam kelompok dioktohedral. Kandungan utama bentonit adalah mineral monmorillonit (85%) dengan rumus kimia Mx(Al4-

xMgx)Si8O20(OH)4.nH2O (Riyanto, 1994).

Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari 2 μm yang terdiri dari berbagai macam mineral phyllosilicate yang mengandung silika, aluminium oksida dan hidrosida yang dapat mengikat air. Bentonit memiliki struktur 3 layer yang terdiri dari 2 layer silika tetrahedron dan satu layer sentral octahedral. Sama halnya seperti produksi karet, Indonesia juga memiliki sumber Bentonit yang melimpah. Cadangan bentonit di Indonesia cukup berlimpah sebesar ± 380 juta ton merupakan aset potensial yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya (Syuhada dkk, 2009).

2.1.1.Struktur Bentonit

Bentonit alam tidak hanya mengandung satu mineral montmorillonite, tetapi juga mengandung mineral impuritas, seperti; calcite, quartz, clinoptilolite, iron oxide, feldspars dan humic acids. Untuk memisahkan impuritas ini ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu cara kimia dan cara sedimentasi. Calcite, iron oxide dan humic acid dapat dipisahkan dengan cara kimia. Sedangkan quartz, feldspar, clinoptilolite yang mempunyai ukuran partikel yang lebih besar dapat dipisahkan dengan cara sedimentasi (Amman, 2003).


(16)

Gambar 2.1. Batuan bentonit.

Gamb ar 2.2.

Strukt ur Bento

nit Strukt ur bangu n lemba

ran bento

nit terdiri dari 2 lapisan tetrahedral yang disusun unsur utama Si(O, OH) yang mengapit satu lapisan oktahedral yang disusun oleh unsur M(O,OH) (M = Al, Mg, Fe) yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 yang disebut juga mineral tipe 2:1. Ruang dalam lembaran bentonit dapat mengembang dan diisi oleh molekul-molekul air dan kationkation lain. (Haerudin dkk, 2002).


(17)

2.1.2.Modifikasi Bentonit

Bentonit memiliki konfigurasi 2:1 dimana terdiri dari 2 lapi tetrahedral (silikonoksigen), dan 1 lapis oktahedral (aluminium-oksigen-hidroksil). Montmorionit merupakan kandungan yang paling banyak didalam bentonit alam. Montmorilonit secara alami mengalami substitusi isomorfis, dimana posisi Al3+ digantikan oleh Mg2+/Fe2+ dan Si4+ digantikan Al3+ sehingga memiliki muatan total negatif dan harus diseimbangkan dengan kation seperti Na+ dan Ca2+ (Yunfei Xi, et al., 2005).

Modifikasi permukaan clay ini penting dilakukan untuk dapat terbentuknya misibilitas dan dispersi dari clay sehingga akan didapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Dalam melakukan modifikasi organik terhadap lapisan clay yang anorganik juga harus diperhatikan. Dalam keadaan murni, lapisan silikat hanya larut dengan polimer hidrofilik, seperti poli (etilena oksida), atau poli (vinil alkohol). Untuk membuat lapisan silikat larut dengan matriks polimer lainnya, adalah dengan mengubah permukaan lapisan silikat yang hidrofil menjadi organophilik, sehingga memungkinkan terjadi interkalasi dengan berbagai polimer (Charu, 2008).

2.1.3.Ultrasonikasi

Ultasonik merupakan vibrasi suara dengan frekuensi melebihi batas pendengaran manusia yaitu di atas 20 KHz (Tipler, 1998). Ultrasonikasi merupakan salah satu teknik paling efektif dalam pencampuran, proses reaksi, dan pemecahan bahan dengan bantuan energi tinggi (Pirrung, 2007). Batas atas rentang ultrasonik mencapai 5 MHz untuk gas dan 500 MHz untuk cairan dan padatan (Mason, 2002).

Penggunaan ultasonik berdasarkan rentangnya yang luas ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah suara beramplitudo rendah (frekuensi kebih tinggi).Gelombang beramplitudo rendah ini secara umum digunakan untuk analisis pengukuran kecepatan dan koefisien penyerapan gelombang pada rentang 2 hingga 10 MHz. Bagian kedua adalah gelombang berenergi tinggi dan terletak pada frekuensi 20


(18)

hingga 100 KHz. Gelombang ini dapat digunakan untuk pembersihan, pembentukan plastik, dan modifikasi bahan-bahan organik maupun anorganik (Mason, 2002).

Ultrasonikasi dengan intensitas tinggi dapat menginduksi secara fisik dan kimia. Efek fisik dari ultrasonikasi intensitas tinggi salah satunya adalah emulsifikasi. Beberapa aplikasi ultrasonikasi ini adalah dispersi bahan pengisi dalam polimer dasar, emulsifikasi partikel anorganik pada polimer dasar, serta pembentukan dan pemotongan plastik (Suslick, 1999).

Efek kimia pada ultrasonikasi ini menyebabkan molekul-molekul berinteraksi sehingga terjadi perubahan kimia. Interaksi tersebut disebabkan panjang gelombang ultrasonik lebih tinggi dibandingkan panjang gelombang molekul-molekul. Interaksi gelombang ultrasonik dengan molekulmolekul terjadi melalui media cairan. Gelombang yang dihasilkan oleh tenaga listrik diteruskan oleh media cair ke medan yang dituju melalui fenomena kavitasi akustik yang menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan lokal dalam cairan (Wardiyati et al. 2004). Ultrasonikasi pada cairan memiliki berbagai parameter seperti frekuensi, tekanan, suhu, viskositas, dan konsentrasi suatu sampel. Aplikasi ultrasonikasi pada polimer berpengaruh terhadap degradasi polimer tersebut (Wardiyati et al. 2004).

2.2. Karet Alam

Karet alam adalah polimer isoprene (C5H8) yang mempunyai bobot molekul yang besar. Susunannya adalah –CH–C(CH3)=CH–CH2–. Karet Hevea yang diperoleh dari pohon Hevea Brasiliensis adalah bentuk alamiah dari 1,4–polyisoprene. Karet jenis ini memiliki ikatan ganda lebih dari 98% dalam konfigurasi cisnya yang penting bagi kelenturan atau elastisitas polyisoprene. Lebih dari 90% cis –1,4 polyisoprene digunakan dalam industri karet Hevea.


(19)

Karet alam adalah salah satu bahan penting yang digunakan secara luas dalam aplikasi teknik. Penggunaannya terutama disebabkan oleh kelembutan alaminya dan kemudahan pembentukannya. Bagaimanapun, bahan pengisi perlu ditambahkan dengan maksud untuk menyiasati sifat-sifat alami yang tidak dikehendaki sehingga didapat suatu produk seperti yang diinginkan. (Tarachiwin dkk., 2005).

Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi enzimatik isopentilpirofosfat. Unit ulangnya adalah sama sebagaimana 1,4 poliisoprena. Susunan ruang demikian membuat karet mempunyai sifat kenyal. Adapun rumus bangun dari isoprena, polyisoprena dan cis 1,4 polyisoprena dapat dilihat pada gambar 2.3. :

(a)

(b) (d)

Gambar 2.3. (a) Struktur monomer isoprene, (b) Rumus bangun Polyisoprena, (c) Rumus bangun cis - 1,4 – Polyisoprena (d) Rumus bangun Cis 1,4 Poliisopren

( c)


(20)

(karet alam) (Stevens, 2001).

Bentuk utama dari karet alam yang terdiri dari 97% cis 1,4 isoprena dikenal sebagai Havea Rubber. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari 32-35% karet dan sekitar 33% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol ester dan garam. Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik yang diikuti oleh vulkanisasi (Stevens, 2001).

2.2.1.Kompon Karet

Kompon karet adalah campuran karet mentah dan bahan-bahan tambahan. Pembuatan kompon karet untuk menghasilkan barang jadi karet dengan sifat fisik yang sesuai de ngan kebutuhan. Bahan utama yang dibutuhka n da lam pembuatan kompon karet adalah elastomer (karet alam atau karet sintetik) dan bahan pemvulkanisasi (vulcanizing agent). Bahan ini dapat berupa sulfur atau oksida logam. Bahan pemvulkanisasi bereaksi dengan gugus aktif molekul karet membentuk ikatan silang antar molekul sehingga terbentuk jaringan tiga dimensi (Winspear, 1968).

Selain bahan pemvulkanisasi, pembuatan kompon juga memerlukan bahan pencepat (accelerator), bahan penggiat (activator), bahan pengisi (filler) dan bahan bantu olah (processing aid). Bahan pencepat ditambahkan untuk mempercepat reaksi vulkanisasi dan memungkinkan vulkanisasi berlangsung pada suhu yang lebih rendah (Craig, 1969). Bahan penggiat berfungsi sebagai pengaktif kerja bahan pencepat karena umumnya bahan pencepat organik tidak berfungsi tanpa adanya bahan pengaktif (Craig, 1969). Bahan penggiat terbagi menjadi dua golongan, yaitu anorganik berupa oks ida logam (ZnO, PbO dan MgO) dan organik berupa asam lemak rantai panjang (asam stearat dan asam oleat). Bahan penggiat yang paling banyak digunakan adalah kombinasi ZnO dan asam stearat (Alfa, 2002).

Perlakuan awal terhadap karet yang akan dibuat kompon adalah mastikasi yang bertujuan untuk melunakkan karet sehingga mudah tercampur dengan bahanbahan lain. Pelunakan ini terjadi karena pemutusan rantai molekul sehingga diperoleh bobot molekul yang lebih rendah (Craig, 1969).


(21)

2.2.2.Vulkanisasi Karet

Vulkanisasi merupakan proses kimiawi yang bersifat tidak dapat balik dengan menggunakan bahan pemvulkanisasi seperti sulfur, bahan yang mengandung sulfur dan peroksida organik. Tujuan vulkanisasi adalah membentuk ikatan silang pada molekul karet yang fleksibel sehingga menghasilkan jaringan tiga dimensi dan mengubah sifat karet mentah yang rapuh dan plastis menjadi produk yang lebih kuat. Vulkanisasi karet biasanya melibatkan pemanasan karet pada suhu 100oC – 180oC dengan bahan pemvulkanisasi serta bahan pencepat dan bahan penggiat (Craig, 1969). Coran (1978) mendefinisikan vulkanisasi sebagai proses yang melibatkan pembentukan jaringan molekuler melalui ikatan kimia dari rantai-rantai molekul bebas. Proses ini meningkatkan kemampuan karet untuk kembali ke bentuk semula setelah dikenai gaya mekanik. Vulkanisasi, dengan demikian, merupakan reaksi intermolekuler yang meningkatkan elastisitas karet serta mengurangi sifat plastisitasnya.

Morton (1959), menyatakan bahwa vulkanisasi karet alam dilakukan untuk mengurangi sifat karet alam yang rapuh pada suhu dingin dan lunak pada suhu panas. Dengan vulkanisasi, produk karet menjadi lebih fleksibel, stabil terhadap perubahan suhu, daya tahan meningkat dan penggunaan karet alam semakin luas. Pada dasarnya sistem vulkanisasi digolongkan menjadi dua macam, yaitu vulkanisasi dengan sulfur dan bukan sulfur.

Formula umum vulkanisasi dengan sulfur adalah : ZnO 2 – 10 bsk (bagian per seratus karet), asam lemak 1 – 4 bsk, sulfur 0.5 – 4 bsk dan bahan pencepat 1.5 – 2 bsk (Coran, 1978). Secara umum, produk hasil vulkanisasi atau barang jadi 13 karet dikenal dengan istilah vulkanisat. Beberapa pengujian sifat fisik vulkanisat ada lah uji tarik (tensile strength), perpanjangan putus (elongation at break), kekerasan (hardness) dan ketahanan sobek (tear strength) (Maspanger, 2002).

Untuk mengubah sifat fisik dari karet dilakukan proses vulkanisasi. Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri sendiri, meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Suhu adalah faktor yang cukup


(22)

penting dalam proses vulkanisasi, namun tanpa adanya panas pun karet tetap dapat divulkanisasi.

Vulkanisasi karet alam sangat bagus dalam hal berikut : • Kepegasan pantul

• Tegangan putus

• Ketahan sobek dan putus • Fleksibilitas suhu rendah

• Daya lengket ke fabric atau logam

2.2.3.Sifat Kimia Karet

Hasil utama tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah karet. Apabila hevea segar dicentrifuge pada kecepatan 32000 putaran per menit (rpm) selama 1 jam akan terbentuk 4 fraksi yaitu:

• Fraksi karet

• Fraksi frey wessling • Fraksi serum

• Fraksi bawah

1. Fraksi karet terdiri dari partikel-pertikel karet yang terbentuk bulat dengan diameter 0,05 – 3 mikron. Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida dan berfungsi sebagai pemantap.

2. Fraksi frey wessling yang terdiri dari pertikel – partikel frey wessling yang dikemukakan oleh Frey Wessling. Fraksi ini bewarna kuning karena mengandung karotenida.

3. Fraksi serum, juga disebut fraksi C (centrifuge cerum) mengandung sebahagian komponen bukan karet yaitu air, protein, karbohidrat, dan ion – ion logam.

4. Fraksi bawah, terdiri dari partikel – partikel lutoid yang bersifat gelatin mengandung senyawa nitrogen dan ion – ion kalsium serta magnesium (M.Opusungguh, 1987).


(23)

Sifat fisika karet mentah dapat dihubungkan dengan dua komponen yaitu viskositas dan elastisitas yang bekerja secara serentak. Viskositas diperlukan untuk mengukur ketahanan terhadap aliran (deformasi). Terjadinya aliran pada karet yang disebabkan oleh adanya tekanan/ gaya disebabkan oleh dua hal, yaitu:

1. Terlepasnya ikatan di dalam atau antara rantai pliisoprene seperti terlepasnya benang-benang yag telah dirajut. Hal ini terjadi pada stress yang rendah/kecil

2. Terlepasnya seluruh ikatan rantai poliisoprene dan satu monomer dengan monomer yang lain saling tindih akan membentuk lingkungan yang Kristal.

Dengan demikian komponen viskositas adalah irreversible dan dihitung sebagai aliran dingin (cold flow) dari karet mentah, seedangkan elastisitas mengukur energy yang segera dikembalikan oleh karet setelah diberikan input energy kepadanya. Elastisitas menunjukan jarak diantara ujung-ujung rantai poliisoprene.

2.2.5.Standart Indonesia Rubber (SIR)

Ketentuan tentang SIR didasarkan pada ketentuan Mentri Perindustrian dan Perdagangan dengan SK No.143/KP /V /69. Yang berlaku mulai 18 Juni 1969

menetapkan ketentuan-ketentuan SIR sebagai berikut : 1. Standart Indonesia Rubber (SIR) adalah karetalam yang dikeluarkan dari

daerah-daerahyang termasuk dalam lingkungan Negara Repoblik Indonesia.

2. Standart Indonesia Rubber (SIR) yang diperdagangkan dalam bentuk bongkahan (balok) dengan ukuran (28x6.5) dalam inci. Bongkahanbongkahan yang telah dibungkus dengan plastic polyetilen, tebalnya 0,03 mm, dengan titik pelunakan kurang dari 1800 C, berat jenis 0,92 dan bebas dari segala bentuk pelapis (couting). Pengepakan selanjutnya dapat dilakukan dalam kantung kertas/krapt 4 ply atau dalam bentuk pallet seberat 0,5 ton atau 1 ton.

3. Mutu untuk SIR ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis, berbeda dengan cara visual yang konvensional sebagaimana tercantum dalam International Standart of Quality and packing for Natural Rubber (The Green Book)

4. Standart Indonesia Rubber (SIR) terdiri dari 3 jenis mutu dengan spesifikasi teknis SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Semua jenis karet yang diperdagangkan dalam


(24)

bentuk SIR harus disertai dengan penetapan nilai plasticity Retention Index (PRI) dengan menggunakan tanda huruf :

“ H” untuk PRI lebih besar atau sama dengan 80. “ M” untuk PRI antara 60 – 79.

“ S ” untuk PRI antara 30 – 59.

Karet yang mempunyai nilai SIR lebih rendah dari 30 tidak diperkenankan dimasukkan dalam SIR.

5. Warna karet tidak menjadi bagian dalam spesifikasi teknis.

6. Setiap produsen dari SIR dengan mutu apapun diwajibkan untuk mendaftarkan pada Departeman Perdagangan. Oleh Departeman Perdagangan akan diberikan tanda pengenal produsen kepada setiap produsen karet bongkah, untuk setiap pabrik yang diusahakan. Setiap mutu SIR diwajibkan untuk menyerahkan contoh-contoh hasil produksi kepada balai Penelitian Bogor atau Balai Penelitian Perkebunan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan

oleh kedua balai tersebut untuk mendapatkan Surat Penetapan Jenis Mutu Produksi.

7. Setiap eksport karet SIR wajib disertai dengan sertifikat kualitas yang dikeluarkan/disahkan oleh Badan Lembaga Penelitian Perindustrian.

8. Setiap pembungkus bongkah dari SIR harus diberi tanda dengan lambing SIR dan menurut ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Departemen Perdagangan. Eksport dari karet bongkah yang tidak memenuhi syarat-syarat SIR di atas akan dilarang.

2.3. Komposit

Komposit adalah penggabungan dua atau lebih material yang berbeda sebagai suatu kombinasi yang menyatu. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat yang disebut matrik. Didalam komposit unsur utamanya serat, sedangkan bahan pengikatnya polimer yang mudah dibentuk. Penggunaan serat sendiri yang utama adalah menentukan karakteristik bahan komposit, seperti kekakuan, kekuatan serta sifat mekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi, serat digunakan untuk menahan gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik


(25)

berfungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia (Hadi, 2000).

Bahan pengisi adalah suatu aditif padat yang ditambahkan ke dalam matrik polimer untuk meningkatkan sifat-sifat bahan , pengisi fungsional menghasilkan peningkatan spesifik dalam sifat mekanik dan sifat fisis. Perlakuan dari bahan pengisi memungkinkan menjadi pendukung beberapa mekanisme pengisi membentuk ikatan kimia dengan matrik sebagai penguat. Beberapa penelitian telah menunjukan bahan pengisi mempunyai peranan penting dalam memodifikasi sifat-sifat dari berbagai bahan polimer, contohnya dengan cara menambahkan pengisi akan meningkatkan sifat mekanik, elektrik, termal, optik dan sifat-sifat pemrosesan dari polimer, sementara dapat juga mengurangi biaya produksi. Peningkatan sifat–sifat tergantung pada banyak faktor-faktor termasuk aspek rasio dari bahan pengisi, derajat disperse, orientasi dalam matrik, dan adhesi pada interface matrik - bahan pengisi (Makadia,

2000; Cho dan Paul, 2000, Premphet dan Horanont, 1999).

2.4. Emulsifier / Surfaktant

Surfaktan atau dalam bahasa Inggris disebut Surfactant (surface active agent) adalah zat yang mempunyai kemampuan untuk menunrunkan tegangan permukaan sistem tersebut jika diberikan dalam konsentrasi rendah. Struktur surfactant terdiri dari dua bagian, yaitu bagian ekor dan kepala. Bagian ekornya ialah bagian hidrofobik atau tidak suka air, yang artinya dibutuhkan energi yang besar untuk melakukan kontak dengan air. Bagian ekor ini terbentuk dari rantai karbon, yang sifatnya jika makin panjang makin baik untuk menangkap kotoran non polar. Bagian kepala merupakan bagian yang hidrofilik atau menyukai air, yang artinya tidak diperlukan energi besar untuk melakukan kontak dengan air (Salanger, 2002). Struktur surfactant

diperlihatkan pada gambar 2.4 :


(26)

Bagian Kepala (Hidrofilik)

Bagian Ekor (Hidrofobik)

gambar 2.4. Struktur surfaktan

Muatan yang terkandung pada kepala surfaktan menentukan jenis surfaktan itu sendiri. Jenis-jenis surfaktan :

a. Anionik – membawa muatan negatif, contoh: Sodium Dodechyl Sulfate

(SDS) CH3(CH2)11OSO3-Na+, Natrium Stearat CH3(CH2)16COO-Na+, dan Sodium Dodhecyl Benzene Sulfonate (SDBS) C12H25C6H4SO3-Na+.

b. Kationik – membawa muatan positif, contoh : Dodesilamin Hidroklorida,

[CH3(CH2)11NH+Cl-,

c. Zwitterionik – membawa muatan positif dan negatif, contoh: Dodesil Betain,

CH3(CH2)11NHCH2CH2COOH.

d. Non-ionik – tidak bermuatan, contoh: Tergitol, C9H19C6H4O(CH2CH2O)40H, Polistilen Laurel eter, dan C12H25O(C2H4O)8H (Salanger, 2002).

2.4.1.Sodium Dodechyl Sulfate (SDS)

Sodium Dodhecyl Sulfate (SDS) merupakan surfaktan anionik yang membawa muatan negatif pada kepala surfaktan. Dimana pada penelitian ini SDS digunakan sebagai surfaktan pemodifikasi bentonit menjadi organoclay. Sehingga memberikan perubahan pada sifat morfologi bentonit sendiri. Dengan adanya penambahan SDS akan didapatkan suatu bahan filler komposit yang lebih baik.

Nama zat : Lauryl sulfatesodium salt Sodium lauryl sulfate Dodecyl sodium sulfate Dodecyl sulfatesodium salt

SDS

Formula : C12H25NaO4S  


(27)

Berat molekul : 288,38 g/mol

2.4.2.Sifat Fisika Dan Kimia SDS

Sifat fisika dan kimia dari SDS dapat dilihat dari data dibawah ini: a)Tampilan : padat

b)Warna : putih c) pH : 7,2

d)Rentang titik lebur / beku : 204-207 ° C e)Titik nyala : 180 ° C f)Mudah terbakar (padat, gas)

terbakar dengan kategori 1.

: bahan atau campuran adalah padat mudah

g)Berat jenis relatif : 0,370 g/cm3

h)Kelarutan dalam air : larut (www.sigma-aldrich.com)

2.5. Pengujian Morfologi

Scanning Elektron Miskroskopi (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah mempelajari struktur permukaan itu secara langsung.

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan perlu


(28)

dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rafli, 2008).

2.6. Analisa Sifat Kekuatan Tarik Dan Kemuluran

Sifat mekanis biasanya biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σ ) t menggunakan alat pengukuran tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (F ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi

maks

dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang :

F

A

(2.1)

selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volum spesimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, A /A = l/l ,

o o

dengan l dan l masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula. Bila o

didefenisikan besaran kemuluran (ε) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula (ε = Δl/l ) maka diperoleh hubungan :

o

Ao

l

A

(2.2)

Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan


(29)

(regangan), yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva tegangan- regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat (Wirjosentono, 1995).

2.7. Analisa Kestabilan Thermal

TGA merupakan suatu teknik mengukur perubahan jumlah dan laju berat dari material sebagai fungsi dari temperatur atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol. Pengukuran digunakan untuk menentukan komposisi material dan memprediksi stabilitas thermalnya pada temperatur mencapai 1000oC. Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi.

Analisa thermal dapat didefenisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik dan kimia material sebagai fungsi dar suhu. Pada prakteknya, istilah analisa termal seringkali digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu. Misalnya entalpi, kapasitas panas, massa dan koefisien ekspansi termal. Karakteristik termal memgang peranan penting terhadap sifat suatu bahan karena berkaitan erat dengan struktur dalam bahan itu sendiri. Suatu bahan akan bila dipanaskan akan terjadi perubahan struktur yang mengakibatkan adanya perubahan dalam kapasitas panas atau energi termal bahan tersebut. Teknik analisa termal digunakan untuk mendeteksi perubahan fisika (penguapan) atau kimia (dekomposisi) suatu bahan yang ditunjukkan dengan penyerapan panas (endotermik) dan pengeluaran panas (eksotermik).

Proses termal meliputi antara lain proses perubahan fase (transisi gelas), pelunakan, pelelehan, oksidasi, dan dekomposisi. Agar suatu polimer layak dianggap stabil panas atau tahan panas, polimer tersebut harus tidak terurai dibawah suhu 400oC dan harus mempertahankan sifatnya yang bermanfaat pada suhu dekomposisi, polimer-polimer demikian harus memiliki suhu transisi gelas atau peleburan kristal yang tinggi.

Thermogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu. Hasilnya biasanya berupa rekaman diagram yang kontinyu; reaksi dekomposisi satu tahap yang skematik diperlihatkan pada


(30)

Gambar 5.2. Sampel yang digunakan, dengan berat beberapa miligram, dipanaskan pada laju konstan, berkisar antara 1–20 oC /menit, mempertahan berat awalnya , Wi, sampai mulai terdekomposisi pada suhu Ti. Pada kondisi pemanasan dinamis, dekomposisi biasanya berlangsung pada range suhu tertentu, Ti – Tf, dan daerah konstan kedua teramati pada suhu diatas Tf, yang berhubungan harga berat residu Wf. Berat Wi, Wf, dan ΔW (%) adalah harga-harga yang sangat penting dan dapat digunakan pada perhitungan kuantitatif dari perubahan komposisinya, dll.

Gambar 2.5. Skema termogram bagi reaksi dekomposisi satu tahap


(31)

B A B 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

1. Two roll Mill Shinko 2. Labu takar pyrex 3. Beaker glass pyrex

4. Alat Cetak Tekan

5. Seperangkat Alat Mooney Viscosity ISO 289

6. Alat PSA Delsa™ Nano Sulthon 7. Seperangkat alat Uji Tarik ASTM D-638

8. Seperangkat Alat TGA ASTM E-1131 9. Desikator

10.Neraca Sartorius 11.Ayakan 250 mesh

3. 1. 2. Bahan

1. Karet Alam SIR 10 -

2. ZnO p.a Merck

3. Asam Stearat p.a Merck

4. MBT p.a Merck

5. Sulfur p.a Merck 6. Surfaktan SDS Merck 7. Bentonit -

8. Aquadest -


(32)

3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1. Preparasi Bentonit

Batuan bentonit digiling dan dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan alu dan lumpang, dan kemudian di ayak dengan ukuran 250 mesh, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam, lalu disimpan dalam desikator untuk menjaga dari kelembaban.

3.2.2. Pembuatan Bentonit Nanopartikel

Nanobentonit dibuat dengan menimbang sebanyak 40 gram bentonit dan dimasukkan ke dalam 2 L air demineral. Suspensi bentonit selanjutnya diberi gelombang ultrasonic selama 15 menit dengan daya 750 Watt pada suhu kamar. Kemudian suspensi dibiarkan ditempat yang datar serta dijauhkan dari segala getaran. Endapan yang terjadi dalam 15 menit diambil dengan cara menuang suspensi melayang ke wadah yang lain lalu diaduk 10 kali dan dibiarkan selama 3 hari, lalu disaring, dan fraksi melayang kemudian diaduk 10 kali dengan batang pengaduk lalu didiamkan kembali selama 7 hari, kemudian disaring fraksi melayang yang terbentuk. Dan kemudian fraksi yang terbentuk diuapkan. Fraksi ini dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam, serbuk yang terbentuk ini disimpan dalam desikator.

Serbuk bentonit ditumbuk dengan ballmilling dan kemudian diidentifikasi dengan Particle Size Analyzer.

3.2.3. Mastikasi Karet Alam

1. Karet Alam SIR 10, 100 phr di giling dengan two roll mill ketebalan 1,6-1,8 mm selama 2, 4, 6, 8, dan 10 menit.

2. Karet alam yang telah di giling diukur viskositasnya dengan alat Mooney Viscosity

3. Setelah diketahui viskositasnya dapat ditentukan waktu mastikasi optimum.  

   


(33)

1. Bentonit ditimbang 100 gr, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 500 ml H2O,

2. Kemudian diaduk sambil dipanaskan 80oC dengan magnetic stirrer selama 1 jam 3. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan perlahan SDS 0,01 mol yang dilarutkan

dalam 20 ml H2O yang telah dipanaskan, sambil terus diaduk selama 1 jam berikutnya, 4. Campuran tersebut disaring, residu dicuci dengan air panas sampai didapat filtrat yang

jernih,

5. Residu yang telah bersih dikeringkan dalam oven suhu 60oC selama 48 jam, 6. Kemudian dihaluskan,

7. Prosedur yang sama dilakukan untuk jenis surfaktan SDS dengan variasi 0,03mol, 0,05mol, dan 0,07 mol.

3.2.3. Pembuatan Nanokomposit Karet Alam-Bentonit

1. Karet alam termastikasi ditimbang sebanyak 100 phr, digiling dengan two roll mill selama 8 menit,

2. Ditambahkan Asam Stearat 0,5 phr selama 1 menit,

3. Selanjutnya ditambahkan Zinc Oksida 6 phr selama 1 menit, 4. Ditambahkan nanopartikel bentonit 5 phr selama 2 menit,

5. Ditambahkan MBT 0,5 phr dan Sulfur 3,5 phr selama 3 menit. Total waktu pembuatan komposit adalah 15 menit,

6. Selanjutnya campuran dikompres dengan menggunakan hotpress menggunakan mold dengan ketebalan 2 mm dan suhu 150oC selama 10 menit dan didinginkan pada suhu kamar, 7. Kemudian diuji dengan uji mekanik meliputi uji tarik dan uji kestabilan thermal (TGA).

3.2.4. Pembuatan Spesimen

Mula-mula dilapisi lempengan besi berukuran 15x15 cm dengan alumunium foil. Hasil campuran dari internal mixer diletakkan di antara 2 buah lempengan besi. Kemudian diletakkan ke dalam alat tekan hot kompresor yang diset pada suhu 150oC untuk mencetak sampel. Dibiarkan sampai 15 menit tanpa tekanan. Setelah itu diberi tekanan 100 kgf/cm2 dan dibiarkan selama 20 menit. Sampel diangkat dan didinginkan, setelah dicetak sesuai standart ASTM D638.


(34)

Gambar 3.1. Spesimen uji berdasarkan ASTM D638

Kedua sisi ujung dari spesimen diberi tarikan, dimana gaya yang diberikan pada spesimen akan mempengaruhi luas permukaan, sehingga akan mendapatkan hasil regangan dan tegangan. Kemudian, nilai-nilai yang muncul dicatat untuk menentukan modulus young dari spesimen.

3.2.5. Uji Kekuatan Tarik

Pengujian kekuatan tarik berdasarkan ASTM D638 dengan beban 100 kgf dan laju 50 mm/menit dengan ketebalan spesimen 2 mm. Mula – mula dihidupkan Torsee’s Electronic System dan dibiarkan selama 1 jam. Spesimen dijepitkan pada alat uji tarik yang telah ditentukan regangan, tegangan dan satuaanya dengan menggunakan griff. Kemudian dihidupkan recorder. Tekan tombol start dan nilai stroke dan load dibuat dalam kondisi nol. Catat nilai load dan stroke bila sampel sudah putus. Dilakukan perlakuan yang sama untuk masing-masing sampel. Nilai load dan stroke yang diperoleh, digunakan untuk menghitung nilai kekuatan tarik dan kemuluran dari spesimen.

3.2.6. Uji SEM ( Scanning Electron Microscopy )

Pengujian dilakukan pada permukaan patahan sampel. Mula – mula sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan 0,2 torr dengan menggunakan mesin Ion Sputter JFC-1100. Selanjutnya sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga 1,2 kV pada ruangan khusus sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat dideteksi oleh

3,18 mm

63,5 mm 21,5 m m

9 ,53 mm

2 mm mm

21


(35)

detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4 menit. Kemudian coating dengan tebal lapisan 400 amstrong dimasukkan ke dalam specimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan. Hasil pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

3.3. Bagan Penelitian 3.3.1.Preparasi Bentonit

Bentonit (batuan)

Dihaluskan dengan Alu dan Lumpang

Disaring dengan ayakan 250 mesh

Dipanaskan pada suhu 1050C selama 4 jam

Disimpan dalam desikator


(36)

     

3.3.2. Pembuatan Bentonit Nanopartikel

Dimasukkan kedalam ultrasonic bath Ditambahkan dengan 2 L aquadest

Diberi gelombang ultrasonik selama 15 menit dengan daya 750 watt

Diambil endapan dengan cara menuangkan suspensi Disaring

Endapan Fraksi 1 Fraksi Melayang

Diaduk 10 kali

Diamkan selama 3 hari Disaring

Endapan Fraksi 2 Fraksi melayang

Diaduk sebanyak 10 kali Didiamkan selama 7 hari Disaring

Endapan Fraksi 3 Fraksi melayang

Diuapkan

Dikeringkan pada suhu 105oC

Serbuk bentonit

Bentonit 250 mesh 40 gr

Uji Partikel Size Analyzer Ditumbuk dengan ballmilling


(37)

Karet Alam SIR 10, 100 phr

di giling dengan two roll mill ketebalan 1,6-1,8 mm selama 2, 4, 6, 8, dan 10 menit. diukur viskositasnya dengan alat Mooney Viscosity

Karet mastikasi

3.3.3. Pembuatan Organo Bentonit

SDS 0,01; 0,03;

0 ,05; 0,07 mol Nano_Bentonit 10 gr

Larutan SDS

dilarutkan dalam 20 ml air panas 100 oC

Ditambahkan 500 ml H 2O

diaduk dengan magnetic stirrer sambil dipanaskan 80 oC 1 jam

residu

Residu dikeringkan 60oC selama 48 jam

Organobentonit Campuran Nano-bentonit

+ SDS

Filtrat

Diaduk dan dipanaskan

disaring

  3.3.4. Mastikasi Karet Alam


(38)

3.3.5.Pembuatan Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Preparasi Bentonit

Batuan alam yang mengandung unsur bentonit yang telah dihaluskan hingga ukuran 250 mesh selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam untuk menjaga dari kelembaban. Sehingga dihasilkan serbuk bentonit kering agar lebih

Karet Alam SIR 10, 100 phr digiling dengan two roll mil selama 8 menit

+ As. Stearat 0,5 phr

+ Organo b entonit 10 g r 2 menit 1 menit

3 menit MBT 0,5 gr dan

+

Sulfur 3,5 gr

NANOKOMPOSIT KARET Zinc Oksida 6 phr

+

1 menit

di kompres dengan mengunakan hot press dengan mengunakan mold ukuran ketebalan 2 mm pada temperatur 150 oC selama 10 menit

Uji Tarik , Uji Kestabilan Thermal dan uji SEM


(39)

4.2. Hasil Uji Partikel Size Analyzer (PSA)

Untuk membuktikan sudah terbentuknya partikel nano, salah satunya adalah dengan menganalisa menggunakan alat Particle Size Analyzer.Particle Size Analyzer bertujuan untuk mengetahui distribusi ukuran suatu partikel. Alat ini menghasilkan data persen dari distribusi intensitas, volume distribusi dan number distribusi.

Data hasil distribusi ukuran partikel bentonit dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. Hasil uji PSA bentonit dengan alat Delsa™ Nano memudahkan dalam proses pembuatan nanobentonit.

Gambar 4.1. batuan tanah liat


(40)

Sulthon (Beckman Coulter)

Setelah dianalisa menggunakan Particle Size Analyzer, didapatkan bahwa bentonit yang digunakan pada proses selanjutnya adalah bentonit dengan waktu 30 jam dimana pada waktu tersebut bentonit didapat partikel nano berdiameter 185,6 nm dan standard deviasi 53,6, dimana sebanyak 62,6% – 7,2% sampel berukuran 172 – 189 nm. Semakin kecil ukuran partikel akan didapatkan luas permukaan yang lebih besar, diharapkan dengan luas permukaan yang lebih besar, bentonit ini akan terjadi penyebaran, interkalasi dan eksfoliasi yang lebih baik dibandingkan bila diaplikasikan dalam ukuran mikro.

4.3. Hasil Mastikasi Karet Alam

Mastikasi karet alam dilakukan secara mekanis atau dengan cara pelunakan, dimana terjadi degradasi berat molekul. Berat molekul terendah yang diperoleh akan digunakan pada proses vulkanisasi. Mastikasi dipengaruhi nilai viskositas yang berbanding lurus dengan berat molekul, dimana semakin rendah nilai viskositas, maka berat molekul yang diperoleh juga akan semakin kecil. Yang mana pada hasil mastikasi karet alam tersebut diperlihatkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data viskositas dan berat molekul

No Waktu mastikasi (menit) viskositas 1 viskositas 2 viskositas 3 Viskositas rata-rata Berat Molekul (gr/mol)

1 0 77 73 74 74.67 1.374.607,16

2 2 43 43 42 42.67 612.766,38

3 4 39 40 39 39.33 556.677,02

4 6 26 27 27 26.67 321.910,38

5 8 15 16 15 15.33 142.998,41

6 10 15 15 14 15 142.998,41

Lama waktu mastikasi menunjukkan nilai viskositas dan berat molekul yang semakin kecil. Ini menunjukkan penurunan nilai viskositas dimana semakin pendeknya rantai dan


(41)

berat molekul yang semakin berkurang. Dengan variasi waktu mastikasi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 menit. Dengan semakin rendahnya berat molekul karet alam maka akan semakin mudah rantai poliisoprena untuk berikatan dengan bahan kompon lain dalam membentuk komposit. Pengaruh waktu mastikasi terhadap viskositas dan berat molekul karet alam ditunjukkan pada grafik 4.4. dibawah ini.

Gambar 4.4. Pengaruh waktu mastikasi terhadap viskositas dan berat molekul karet

alam 4.4. Hasil Uji Tarik

Telah dilakukan uji tarik terhadap nanokomposit bentonit/karet dalam penelitian ini, dan diperoleh hasil rata-rata. Pengujian tarik dilakukan dengan alat Torsces Electronic System (Universal System Machine). Alat penguji ini terdiri dari bagian pencatat yang dapat menunjukkan besarnya tegangan tarik yang telah dilakukan dan diteruskan dalam bentuk grafik. Alat tersebut dikondisikan dengan berat beban yang diberikan = 100 kgf dan kecepatan 50 mm/menit.

Adapun hasil uji tarik dan kemuluran dapat menentukan nilai modulus young ter-optimal, dimana sampel yang memiliki nilai modulus young teroptimal akan dipilih


(42)

sebagai sampel yang akan dilakukan uji TGA. Berdasarkan hasil alat uji tarik tersebut diperoleh data (lihat lampiran 4) dengan menentukan slope yang terbentuk dari grafik berdasarkan data (*txt).

Tabel 4.3. Tabel hasil uji tarik

Nanobentonit (gr)

Konsentrasi SDS (mol)

Kemuluran (%)

Kekuatan Tarik (MPa)

Modulus Elastisitas (E) (Mpa)

10 0,01 17,533 6,876 0,392

10 0,03 17,814 7,482 0,42

10 0,05 19,411 11.399 0,587

10 0,07 18,781 8,446 0,449

Dari tabel 4.2. diatas, terlihat bahwa kemuluran paling tinggi berada pada nanokomposit karet alam/organobentonit dengan pemodifikasi SDS berkonsentrasi 0,05 mol dengan nilai 19,411% dan nilai kekuatan tariknya juga tertinggi, yaitu 11,399 MPa. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji tarik, nanokomposit karet alam dengan pemodifikasi SDS berkonsentrasi 0,05 mol merupakan

nanokomposit optimum.

Gambar 4.5. Kurva Regangan Tegangan Nanokomposit Karet Organobentonit


(43)

4.5. Analisa Uji Kestabilan Thermal (Thermogravimetric Analysis/TGA)

TGA merupakan suatu teknik untuk mengukur perubahan jumlah dan laju dalam berat dari material sebagai fungsi dari suhu atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol. Pengukuran digunakan untuk menentukan komposisi material dan memprediksi stabilitas thermal pada suhu mencapai 10000C. Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi.

Gambar 4.6. Kurva analisis TGA nanokomposit karet alam/organobentonit

Tabel 4.4. Hasil Uji TGA

Bahan Berat Molekul akhir (%)

Suhu Degradasi (oC)

Berat Molekul Degradasi (%) Karet + Non-organobentonit 5,8 296 - 448 90,2

Karet + Organobentonit 0,6 312 – 469 87,44

Hasil pengujian pada sampel nanokomposit karet alam/bentonit menunjukkan kestabilan panas sampel pada temperatur 49,480C hingga 66,770C. Pada range temperature ini tidak tampak perubahan berat secara signifikan. Pada pemanasan berikutnya sampel mengalami penurunan berat hingga 10% pada temperatur 2740C hingga 312,590C.


(44)

Setelah pemanasan pada temperatur 312,590C pengurangan berat turun tajam hingga tersisa 40,8 % dari berat sampel pada temperatur 4000C. Setelah pemanasan diatas 4000C penurunan berat berlanjut hingga tersisa 0,06% berat pada temperatur akhir pemanasan 4690C.

Pada sampel nanokomposit karet alam organobentonit mennunjukkan sampel tersebut stabil pada temperatur 47,160C hingga 345,70C. Perubahan baru terjadi setelah pemansan diatas temperatur 345,70C. Berat akhir dari pemanasan temperature 496,280C adalah sebesar 0,02% dari total berat.

4.6.Hasil Analisis Mikroskop Pemindai Elktron/ Scanning Electron Miscroscopy (SEM) Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit

Hasil analisis SEM dari nanokomposit Karet Alam-Organobentonit dapat dilihat pada

4.7. Nanokomposit Karet Alam/Bentonit SDS (perbesaran 5000 kali) gambar berikut :

Gam


(45)

Tampak perbedaan hasil uji SEM pada nanokomposit karet organobentonit dengan nanokomposit karet bentonit. Pada gambar 4.7 terlihat adanya gumpalan pada permukaan (aglomerasi) nanopartikel bentonit yang menunjukkan bahwa organobentonit kurang termodifikasi dengan baik sehingga menyebabkan interaksi solid-solid nanopartikel bentonit. Meskipun demikian, jika dilihat pada gambar 4.8, terlihat adanya retakan pada permukaan dimana sedikitnya ikatan hidrogen yang terjadi pada interaksi karet dengan organobentonit. Walapun terjadi penggumpalan pada permukaan nanokomposit karet organobentonit, ikatan hidrogen yang dimiliki nanokomposit karet organobentonit memberikan keunggulan yang lebih baik dari nanokomposit karet bentonit.

4.7. Mekanisme Modifikasi Permukaan Bentonit dengan Sodium Dodhecyl Sulfate (SDS)

Surfaktan anionik dapat masuk kedalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton (ion H3O+) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Ikatan hidrogen didalam reaksi antara nanobentonit dengan surfaktan anionik (SDS) menghasilkan ikatan yang lebih kuat, sehingga modifikasi nanobentonit menjadi organobentonit sebagai filler pada komposit karet memberikan nanokomposit yang lebih baik. Zhang, pada tahun 2010


(46)

menyatakan dalam jurnalnya bahwa bentonit yang dimodifikasi dengan surfaktan anionik memiliki ketahanan panas dan modulus yang lebih baik.

Adapun mekanisme reaksi yang terjadi antara nanobentonit dengan surfaktan anionik dapat dilihat skema reaksi pada gambar 4.9.

(a) Bentonit (b) Penyisipan molekul SDS diantara

permukaan partikel bentonit

Gambar 4.9. Mekanisme Permukaan Bentonit oleh Molekul SDS

Dengan penyisipan SDS diantara permukaan partikel bentonit, memberikan reaksi pertukaran (ion H3O+) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Dan membentuk ikatan hidrogen yang memberikan sifat yang lebih baik pada bentonit. Dimana dengan banyaknya ikatan hidrogen yang terbentuk maka, ikatan-ikatan antar molekul nanokomposit semakin kuat.


(47)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa nanokomposit karet-bentonit yang dihasilkan memiliki kualitas lebih baik ketika ditambahkan surfaktan SDS dengan konsentrasi 0,05 mol, pada modifikasi nanobentonit menjadi organoclay.

Pengolahan nanokomposit karet-bentonit dapat dilakukan dengan penambahan surfaktan SDS sebagai pemodifikasi nanobentonit, hasilnya menunjukkan bahwa eksfoliasi dan interkalasi dari karet dalam organobentonit dapat.. Berdasarkan hasil uji tarik terhadap nanokomposit, komposisi optimum nanokomposit karetorganobentonit untuk ketiga daerah terjadi pada perbandingan komposisi karet : SDS : nanobentonit, 100 phr : 0,05 mol : 5 gr.

Dari hasil uji sifat mekanik dan uji termal didapatkan bahwa nanokomposit karet-bentonit yang dimodifikasi menjadi organobentonik mempunyai sifat mekanik dan stabilitas termal yang lebih tinggi dibandingkan nanokomposit karet-bentonit tanpa dimodifikasi.

5.2. Saran

Dalam penelitian selanjutnya, perlu dilakukan juga percobaan dengan melakukan pengujian terhadap kualitas ketahanan minyak dan gas daripada nanokomposit karet-bentonit yang telah dimodifikasi dengan surfaktan anionik SDS.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

- Amman, L., 2003. Cation exchange and adsorption on clays and clay minerals.

Dissertation, Kiels University.

- Charu,S. 2008, Studies on Development of Polypropylene-Clay Nanocomposite for

Automotive, Thesis, School of Physics and Material Science, Thapar University, India, Applications, 2008.

- Chen, D., Zhu, J.X., Yuan, P., Yang, S.J., Chen, T.H., He, H.P., 2008. Preparation and characterization of anion-cation surfactants modified montmorillonite. J.

Therm. Anal. Calorim. 94, 841-848.

- Carragher, C.E., Moore, J.A. 1983. Modification of Polymers. London, New York :

Plenum Press.

- Dong, W., Zhang, X., Liu, Y. Gui, H., Wang, Q., Gao, J., Song, Z., Lai, J., Huang, F., Qiao, J. (2006). Effect of rubber on properties of nylon-6 / unmodified clay / rubber nanocomposites, European Poly-mer Journal, 42, 2515-2522..

- Frounchi, M., Dadbin, S., Salehpour, Z., Noferesti, M. (2006). Gas barrier properties of PP/EPDM blend nano-composites. Journal of Membrane

Science, 282, 142-148.

- Genaro, R.A., (1990). Rhemingtons Pharmaceutical Science, 18thed, Mack Printing

Company, Easton, Pennsylvania, USA, 267.

- Giannelis, E.P., 1998. Polymer-layered silicate nanocomposites: synthesis, properties and applications. Appl Organomet Chem, 12:675-80


(49)

- Jatmika, A., 1998, Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Untuk Produk Pangan, Warta Pusat Penelitian Kelapa

Sawit, 6 (1) : 31 - 37

- Jean Salanger, Louis Salanger. 2002. Surfactants Types and Uses. Merida: Teaching

Aid in Surfactant Science and Engineering Universidad De Los Andes.

- Mason TJ, Lorimer JP. 2002. Applied Sonochemistry : The Uses of Power Ultrasound in Chemistry and Processing. Verlag: Whiley-VCH.

- Mothe, M.G., Leite, L.F.M., Mothe, C.G. 2008. Thermal Characterization of Asphalt Mixtures By TG/DTG, DTA and FTIR. hal. 109. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry.

- Morton, M., 1987. Rubber Technology. Third Edition. New York : Van Nostrand

Reinhold.

- Nakaso, C. 2008. Effect of Vulcanization System on Properties and Recyclability of Dynamically Cured Epoxidized Natural Rubber/Polypropylene Blends.

Polymer Testing (27).

- Pocut Nurul Alam, Teuku Rihayat, 2007. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan

Vol. 6, No. 1, hal. 1-6.

- Pertemuan Ilmiah IPTEK Bahan; Serpong, 7 Sep 2004. Serpong: P3IB Batan. Hlm 419-424.

- Pirrung MC. 2007. The Synthetic Organic Chemist’s Companion. New Jersey:John

Wiley & Sons Inc.

- Riyanto, A., 1994, Bahan Galian Industri,Direktorat Jendral Pertambangan.


(50)

Poligliserol Asetat. Tesis Program Pascasarjana USU. Medan

- Sulisck KS, Price GJ. 1999. Applications of ultrasound to materials chemistry. Annu Rev Mater Sci. 29:295-326.

- Syuhada, Rachmat W., Jayatin, dan Saeful R.,, Modifikasi Bentonit (Clay) menjadi Organoclay dengan Penambahan Surfaktan, Jurnal Nanosains &

Nanoteknologi, 2009, 48-51.

- Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Cetakan Kedua. Jakarta : PT Pradnya Paramita.

- Tarachiwin, L., Sakdapipanich, J., Ute, K., Kitayama, T., Tanaka, Y. (2005) Structural characterization of -terminal group of natural rubber 2: Decompotition of branch-points by phospholipase and chemical treatments, Biomacromolecules, 6, 1858-1863.

- Tipler PA. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik. Prasetyo L & Adi RW, penerjemah.

Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physics for Scientistsand Engineers.

- Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. Karet : Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan Pengolahannya. Jakarta : Penebar Swadaya.

- Treolar, L.R.G. 1958. The Physics of Rubber Elasticity. London : Oxford University

Press.

- Wardiyati S. 2004. Pemanfaatan ultrasonik dalam bidang kimia. Di dalam: Penguasaan IPTEK Bahan untuk Meningkatkan Kualitas Produk Nasional.

Prosiding

- West, A.R., (1984), SOLID STATE CHEMISTRY AND ITS APPLICATIONS, Jhon Wiley and Sons, Singapore, h. 105-116.


(51)

- Wirjosentono, B., A.N, Sitompul., Sumarno., T.A, Siregar., S.B, Lubis., 1995. Analisis dan Karakterisasi Polimer. USU – Press: Medan.

- www.sigma-aldrich.com, safety data sheet. according to regulation (EC) No. 1907/2006, Version 5.1 Revision Date 09.10.2012, Print Date 03.06.2013

- Yunasfi, Mashadi dan SaefulYusuf, (2012). Properti Listrik Dan Magnetik Lapisan Tipis Nanokomposit Fe-C/Si(100). Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir

(PTBIN) – BATAN : Tangerang Selatan

- Yunfei Xi, Ray L Frost, Hongping He, Theo Kloprogge & Thor Bostrom. (2005). Modification of Wyoming Montmorillonite Surfaces Using a Cationic

Surfactant. American Chemical Society Langmuir 2005, 21, 8675-8680


(1)

menyatakan dalam jurnalnya bahwa bentonit yang dimodifikasi dengan surfaktan anionik memiliki ketahanan panas dan modulus yang lebih baik.

Adapun mekanisme reaksi yang terjadi antara nanobentonit dengan surfaktan anionik dapat dilihat skema reaksi pada gambar 4.9.

(a) Bentonit (b) Penyisipan molekul SDS diantara

permukaan partikel bentonit

Gambar 4.9. Mekanisme Permukaan Bentonit oleh Molekul SDS

Dengan penyisipan SDS diantara permukaan partikel bentonit, memberikan reaksi pertukaran (ion H3O+) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Dan membentuk ikatan hidrogen yang memberikan sifat yang lebih baik pada bentonit. Dimana dengan banyaknya ikatan hidrogen yang terbentuk maka, ikatan-ikatan antar molekul nanokomposit semakin kuat.


(2)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa nanokomposit karet-bentonit yang dihasilkan memiliki kualitas lebih baik ketika ditambahkan surfaktan SDS dengan konsentrasi 0,05 mol, pada modifikasi nanobentonit menjadi organoclay.

Pengolahan nanokomposit karet-bentonit dapat dilakukan dengan penambahan surfaktan SDS sebagai pemodifikasi nanobentonit, hasilnya menunjukkan bahwa eksfoliasi dan interkalasi dari karet dalam organobentonit dapat.. Berdasarkan hasil uji tarik terhadap nanokomposit, komposisi optimum nanokomposit karetorganobentonit untuk ketiga daerah terjadi pada perbandingan komposisi karet : SDS : nanobentonit, 100 phr : 0,05 mol : 5 gr.

Dari hasil uji sifat mekanik dan uji termal didapatkan bahwa nanokomposit karet-bentonit yang dimodifikasi menjadi organobentonik mempunyai sifat mekanik dan stabilitas termal yang lebih tinggi dibandingkan nanokomposit karet-bentonit tanpa dimodifikasi.

5.2. Saran

Dalam penelitian selanjutnya, perlu dilakukan juga percobaan dengan melakukan pengujian terhadap kualitas ketahanan minyak dan gas daripada nanokomposit karet-bentonit yang telah dimodifikasi dengan surfaktan anionik SDS.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

- Amman, L., 2003. Cation exchange and adsorption on clays and clay minerals. Dissertation, Kiels University.

- Charu,S. 2008, Studies on Development of Polypropylene-Clay Nanocomposite for

Automotive, Thesis, School of Physics and Material Science, Thapar University, India, Applications, 2008.

- Chen, D., Zhu, J.X., Yuan, P., Yang, S.J., Chen, T.H., He, H.P., 2008. Preparation and characterization of anion-cation surfactants modified montmorillonite. J.

Therm. Anal. Calorim. 94, 841-848.

- Carragher, C.E., Moore, J.A. 1983. Modification of Polymers. London, New York : Plenum Press.

- Dong, W., Zhang, X., Liu, Y. Gui, H., Wang, Q., Gao, J., Song, Z., Lai, J., Huang, F., Qiao, J. (2006). Effect of rubber on properties of nylon-6 / unmodified clay / rubber nanocomposites, European Poly-mer Journal, 42, 2515-2522..

- Frounchi, M., Dadbin, S., Salehpour, Z., Noferesti, M. (2006). Gas barrier properties of PP/EPDM blend nano-composites. Journal of Membrane

Science, 282, 142-148.

- Genaro, R.A., (1990). Rhemingtons Pharmaceutical Science, 18th ed, Mack Printing Company, Easton, Pennsylvania, USA, 267.

- Giannelis, E.P., 1998. Polymer-layered silicate nanocomposites: synthesis, properties and applications. Appl Organomet Chem, 12:675-80


(4)

- Jatmika, A., 1998, Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Untuk Produk Pangan, Warta Pusat Penelitian Kelapa

Sawit, 6 (1) : 31 - 37

- Jean Salanger, Louis Salanger. 2002. Surfactants Types and Uses. Merida: Teaching Aid in Surfactant Science and Engineering Universidad De Los Andes.

- Mason TJ, Lorimer JP. 2002. Applied Sonochemistry : The Uses of Power Ultrasound in Chemistry and Processing. Verlag: Whiley-VCH.

- Mothe, M.G., Leite, L.F.M., Mothe, C.G. 2008. Thermal Characterization of Asphalt Mixtures By TG/DTG, DTA and FTIR. hal. 109. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry.

- Morton, M., 1987. Rubber Technology. Third Edition. New York : Van Nostrand Reinhold.

- Nakaso, C. 2008. Effect of Vulcanization System on Properties and Recyclability of Dynamically Cured Epoxidized Natural Rubber/Polypropylene Blends.

Polymer Testing (27).

- Pocut Nurul Alam, Teuku Rihayat, 2007. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6, No. 1, hal. 1-6.

- Pertemuan Ilmiah IPTEK Bahan; Serpong, 7 Sep 2004. Serpong: P3IB Batan. Hlm 419-424.

- Pirrung MC. 2007. The Synthetic Organic Chemist’s Companion. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.

- Riyanto, A., 1994, Bahan Galian Industri,Direktorat Jendral Pertambangan.


(5)

Poligliserol Asetat. Tesis Program Pascasarjana USU. Medan

- Sulisck KS, Price GJ. 1999. Applications of ultrasound to materials chemistry. Annu Rev Mater Sci. 29:295-326.

- Syuhada, Rachmat W., Jayatin, dan Saeful R.,, Modifikasi Bentonit (Clay) menjadi Organoclay dengan Penambahan Surfaktan, Jurnal Nanosains &

Nanoteknologi, 2009, 48-51.

- Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Cetakan Kedua. Jakarta : PT Pradnya Paramita.

- Tarachiwin, L., Sakdapipanich, J., Ute, K., Kitayama, T., Tanaka, Y. (2005) Structural characterization of -terminal group of natural rubber 2: Decompotition of branch-points by phospholipase and chemical treatments, Biomacromolecules, 6, 1858-1863.

- Tipler PA. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik. Prasetyo L & Adi RW, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physics for Scientists and Engineers.

- Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. Karet : Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan Pengolahannya. Jakarta : Penebar Swadaya.

- Treolar, L.R.G. 1958. The Physics of Rubber Elasticity. London : Oxford University Press.

- Wardiyati S. 2004. Pemanfaatan ultrasonik dalam bidang kimia. Di dalam: Penguasaan IPTEK Bahan untuk Meningkatkan Kualitas Produk Nasional.

Prosiding

- West, A.R., (1984), SOLID STATE CHEMISTRY AND ITS APPLICATIONS, Jhon Wiley and Sons, Singapore, h. 105-116.


(6)

- Wirjosentono, B., A.N, Sitompul., Sumarno., T.A, Siregar., S.B, Lubis., 1995. Analisis dan Karakterisasi Polimer. USU – Press: Medan.

- www.sigma-aldrich.com, safety data sheet. according to regulation (EC) No. 1907/2006, Version 5.1 Revision Date 09.10.2012, Print Date 03.06.2013

- Yunasfi, Mashadi dan SaefulYusuf, (2012). Properti Listrik Dan Magnetik Lapisan Tipis Nanokomposit Fe-C/Si(100). Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir

(PTBIN) – BATAN : Tangerang Selatan

- Yunfei Xi, Ray L Frost, Hongping He, Theo Kloprogge & Thor Bostrom. (2005). Modification of Wyoming Montmorillonite Surfaces Using a Cationic

Surfactant. American Chemical Society Langmuir 2005, 21, 8675-8680