Formulasi cookies berbasis pati garut (Maranta arundinaceae Linn.) dengan penambahan tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai sumber zat gizi mikro

(1)

ZAT GIZI MIKRO

ANITA LUSIYA DEWI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

ANITA LUSIYA DEWI.

Formulation of Arrowroot

(Maranta arundinaceae Linn.)

Starch Cookies

by Adding Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Flour as Micronutrient Source1. Under direction of RIZAL DAMANIK.

Food is one of the basic of human needs that have to be compiled with. Therefore, the government in Indonesia have organized it by the Laws of Food in 1996 Number 7. Laws of Food in 1996 Number 7 also organize about food security. Food security is one of the concept where most of people- individuals and families-citizens of the country could get their needs of food easily. Food diversification is one of the efforts to establish food security. And, one of the most important of food diversification concept is to diversify carbohydate sources. This research based on Presidential Regulation Number 22 Year 2009 and Ministry of Agricultural Regulation Number 43 Year 2009 for increasing food consumption diversification through balanced diet. Carbohydrate sources are not only from rice, but also from other crops like tubers. Tubers in Indonesia are very large amount and kinds. One of them is arrowroot (Maranta arundinaceae Linn.). Many people have known about arrowroot but the research of arrowroot utilizations are still lack. So, it`s so important to make it in research. The purpose of this research was to get the most appropriate formulation of arrowroot starch and torbangun flour cookies as micronutrients sources. The experimental design used in this study was a randomized block design. The level of adding torbangun flour to arrowroot starch was 0%, 10%, 15%, and 20%. The study showed that the 10% adding of torbangun flour was the most organoleptic level. The addition of torbangun flour also could be the sources of micronutrient of calcium (376.60 mg/100g) and iron (3.83 mg/100g). It is recommended that the people should eat 100-gram cookies per day to fulfill the nutrient requirement.

Keywords: arrowroot, starch, torbangun, cookies, micronutrient

1

This research was funded by Indofood Riset Nugraha (IRN) Research Grant 2010/2011


(3)

arundinaceae Linn.) dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro. Pembimbing RIZAL DAMANIK.

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Selain itu, UU RI No. 7 Tahun 1996 juga mengatur tentang konsep ketahanan pangan. Salah satu konsep pencapaian ketahanan pangan adalah upaya penganekaragaman pangan agar tidak terjadi ketergantungan pangan hanya pada satu bahan pokok. Ketergantungan bahan pangan misalnya terjadi pada beras. Dewasa ini, pemerintah mulai mengusahakan makanan pendamping yang dapat mensubstitusi beras, yaitu mie dan roti. Diketahui bahwa pembuatan mie dan roti menggunakan bahan dasar tepung terigu. Namun, gandum sebagai bahan dasar pembuatan tepung terigu tidak tumbuh subur di Indonesia sehingga harus mengimpor gandum dari luar negeri. Hal ini menyebabkan ketergantungan impor Indonesia akan pihak luar menjadi meningkat. Pengeluaran dana untuk penyediaan gandum pun meningkat.

Oleh karena itu, terdapat upaya diversifikasi pangan di Indonesia yang kemudian ditindaklanjuti oleh Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Permentan No.43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Hal ini dilatarbelakangi akan sumber daya pangan lokal di Indonesia yang tersedia cukup melimpah, namun pemanfaatannya kurang maksimal. Salah satunya adalah umbi garut. Umbi garut (Maranta arundinaceae Linn.) tersedia cukup banyak, akan tetapi penelitian ilmiah dan pemanfaatan oleh masyarakat masih tergolong rendah.

Pembuatan cookies menggunakan pati garut dirasa akan meningkatkan nilai tambah umbi garut. Akan tetapi, hal ini masih dirasa kurang jika hanya menyumbang sebagai sumber karbohidrat. Oleh karenanya, penting dilakukan peningkatan nilai tambah yaitu zat gizi mikro. Dewasa ini, pemenuhan zat gizi mikro masih belum terlalu diperhatikan. Padahal, walaupun jumlah kebutuhannya sedikit, namun pemenuhan zat gizi mikro penting adanya. Peningkatan nilai mutu


(4)

iv

zat gizi mikro dipilih menggunakan torbangun. Hal ini dikarenakan torbangun mengandung zat gizi mikro yang tinggi. Oleh karenanya, diharapkan torbangun dapat menjadi alternatif pemenuhan zat gizi mikro pada cookies pati garut. Kandungan gizi tepung torbangun yaitu kadar air 7.81 (%bb), kadar abu 11.95 (%bk), kadar protein 19.82 (%bk), kadar lemak 7.91 (%bk), kadar karbohidrat 61.05 (%bk), kadar serat pangan 67.22 (%bk), kadar besi 70.77 mg/100g, kadar kalsium 1258.29 mg/100g, kadar fosfor 97.42 mg/100g, kadar zinc 4.18 mg/100g, dan kadar vitamin C 67.60 mg/100g.

Cookies pati garut dengan penambahan tepung torbangun diformulasikan dalam empat taraf yaitu, 0% (selanjutnya disebut kontrol), 10%, 15%, dan 20%. Setelah dilakukan uji organoleptik, diketahui presentase penerimaan cookies oleh panelis, yaitu cookies yang dapat diterima oleh panelis adalah cookies kontrol dan F1 (10% penambahan tepung torbangun) dengan nilai penerimaan keseluruhan mencapai 100%. Sedangkan untuk cookies F2 (15% penambahan tepung torbangun) dan F3 (20% penambahan tepung torbangun) masing-masing hanya 32% dan 24% yang tidak mencapai setengah dari jumlah panelis yang ada.

Analisis fisik yang dilakukan meliputi uji kekerasan, kerenyahan, dan aktivitas air (aw) pada cookies kontrol dan terpilih (F1). Kekerasan cookies F1 lebih rendah dari cookies kontrol, yaitu 833.25 (gf), sedangkan cookies kontrol 902.17 (gf). Begitu pula dengan kerenyahannya, cookies kontrol lebih renyah dibandingkan dengan cookies F1, yaitu 626.98 (gf), sedangkan cookies F1 605.85 (gf). Aktivitas air cookies kontrol lebih rendah (0.368) dibandingkan aktivitas air cookies F1 (0.391). Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1(p<0.05).

Analisis kimia yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, serat pangan, besi, kalsium, fosfor, zinc, dan vitamin C pada cookies kontrol dan terpilih (F1). Kandungan energi cookies F1 lebih tinggi (528 Kal/100g) dibandingkan cookies kontrol (527 Kal/100g). Kadar air cookies kontrol lebih tinggi (4.17%bb) dibandingkan cookies F1 (3.70 %bb). Kadar abu cookies F1 lebih tinggi (1.84 %bk) dibandingkan cookies kontrol (1.01 %bk). Kadar protein cookies F1 lebih tinggi (10.52 %bk) dibandingkan cookies kontrol (9.06 %bk). Kadar lemak cookies F1 lebih rendah (23.64 %bk) dibandingkan cookies kontrol (25.55 %bk). Kadar karbohidrat cookies kontrol lebih tinggi (64.52 %bk) dibandingkan cookies F1 (64.14 %bk). Kadar serat


(5)

v

pangan cookies F1 lebih tinggi (5.19 %bk) dibandingkan cookies kontrol (3.94 %bk). Kadar serat kasar cookies kontrol lebih rendah (0.82 %bk) dibandingkan cookies F1 (1.35 %bk). Kadar besi cookies F1 lebih tinggi (3.76 mg/100g) lebih tinggi dibandingkan dengan cookies kontrol (1.63 mg/100 g). Kadar kalsium cookies F1 lebih tinggi (405.18 mg/100 g) dibandingkan cookies kontrol (265.35 mg/100 g). Kadar fosfor cookies F1 lebih tinggi (30.08 mg/100 g) dibandingkan dengan cookies kontrol (27.47 mg/100 g). Kandungan zinc cookies F1 lebih tinggi (0.81 mg/100 g) dibandingkan dengan cookies kontrol (0.67 mg/100 g). Begitu pula dengan kandungan vitamin C, cookies F1 lebih tinggi (1.04 mg/100 g) dibandingkan dengan cookies kontrol (1.01 mg/100 g). Uji one-sample t-test menunjukkan bahwa cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies F1(p<0.05).

Berdasarkan syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI 01-2973-1992 tentang Mutu dan Cara Uji Biskuit, maka kandungan gizi cookies yang memenuhi syarat yaitu kandungan energi (minimal 400 Kal/100 g), maka baik cookies kontrol maupun cookies F1 dapat memenuhi persyaratan tersebut. Kandungan air maksimal 5%, maka baik cookies kontrol maupun cookies F1 dapat memenuhi persyaratan tersebut. Kadar abu cookies adalah maksimum 1.5% (bk), kadar cookies kontrol dapat memenuhi syarat mutu, sedangkan cookies F1 tidak memenuhi syarat mutu. Cookies F1 menunjukkan kadar abu lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral cookies F1 yang tinggi. Menurut Soediaoetama (1996), kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak dapat menguap. Kandungan protein minimal 9%, maka baik cookies kontrol maupun F1 dapat memenuhi persyaratan tersebut. Kadar lemak yang digunakan sebagai syarat mutu cookies minimum 9.5% (bk), maka baik cookies kontrol maupun cookies F1 tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut. Syarat mutu kadar karbohidrat minimum 70% (bk), maka baik cookies kontrol maupun cookies F1 tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut. Kadar serat kasar cookies yang disyaratkan adalah maksimum 0.5%, maka baik cookies kontrol maupun cookies F1 tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini dikarenakan karakteristik bahan baku yang digunakan (pati garut & tepung torbangun) berbeda dengan bahan baku standar SNI (tepung terigu).


(6)

ZAT GIZI MIKRO

ANITA LUSIYA DEWI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(7)

amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro Nama : Anita Lusiya Dewi

NRP : I14070039

Disetujui,

Dosen Pembimbing

drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD NIP. 19640731 199003 1 001

Diketahui.

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001


(8)

serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis haturkan sholawat dan salam kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW sebagai suri tauladan dan panutan yang telah memberi petunjuk dan ilmu sehingga dapat membuka hati dan pikiran penulis. Atas semangat, dorongan, dan kerja keras serta bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Formulasi Cookies Berbasis Pati Garut (Maranta arundinaceae Linn.) dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro” yang merupakan salah satus syarat memperoleh gelar Sarjana Gizi di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis.

2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji utama atas masukan dan sarannya demi kesempurnaan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. H. Hardinsyah, MS selaku dosen pembimbing akademik.

4. Kedua orangtua di rumah Tony Gunawan dan Sularti yang selalu memberikan dukungan baik material maupun spiritual serta Kurnia Feriyanti, S.Pd, kakak tercinta, atas masukan dan saran-sarannya.

5. Indofood Riset Nugraha (IRN) 2010/2011 atas dana hibah penelitian dan bimbingannya sehingga penelitian ini berjalan dengan baik dan lancar.

6. Pak Mashudi selaku teknisi dan pembimbing laboratorium atas masukan dan bimbingannya yang sangat berharga.

7. Laboran – laboran Pak Basri, Pak Nur, Ibu Titi, Ibu Nina, Mbak Santi, atas bantuan dan masukan yang sangat berharga.

8. Teman-teman pembahas: Linda Dwi Jayanti, Fitriani Aziz R, dan Debby. 9. Teman-teman angkatan 44 (Panji, Chya, Kak Umi, Luminaire), KOPLAG`S,

kakak kelas 43 (Kak Eva, Kak Ande, Kak Aim, Kak Miftah, Kak Reti), adek kelas 45 dan 46 yang telah memberikan bantuan, motivasi, kritik, dan saran yang sangat berarti buat penulis.

Bogor, Agustus 2011


(9)

merupakan putri kedua dari pasangan Tony Gunawan dan Sularti. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1994-1995 di TK Demakan II Karanganyar. Tahun 1995-2001 penulis melanjutkan masa pendidikannya di SD Negeri 1 Sumowono. Pada tahun 2001-2004 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Pangudi Luhur Ambarawa dan pada tahun 2004-2007 di SMAN 1 Salatiga. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis melanjutkan studi di Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama masa perkuliahan penulis aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi anggota Forum of Scientist Students (FORCES), Sekretaris 2 Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) 2009-2010, Vice Treasurer di International Asscosiaton of Student in Agricultural and Related Sciences (IAAS) Local Committee IPB 2009-2010, Staf Pengabdian Masyarakat Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Gizi Indonesia (ILMAGI) tahun 2010 – 2011. Selama kuliah penulis pernah mendapatkan beasiswa Tanoto Foundation periode 2009-2011. Pada tahun 2008 Penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKMM) dengan judul “Jelly Kelor Berkhasiat dan Bergizi (Jelor Khatzi) sebagai sumber Vitamin C dan Beta Karoten”. Penulis mendapatkan dana hibah penelitian dari Indofood melalui Indofood Riset Nugraha (IRN) 2010/2011 dalam menyelesaikan penelitian untuk skripsi ini. Sebagian hasil penelitian dalam skripsi ini pernah dipresentasikan (poster presentation) dalam acara The 7th Asia Pacific Conference on Clinical Nutrition (APCCN) yang diselenggarakan oleh Asia Pacific Clinical Nutrition Society (APCNS) dan Thai Clinical Nutrition Society (TCNS) di Bangkok, Thailand pada tanggal 6 – 8 Juni 2011. Abstrak penelitian juga dipublikasikan dalam Thai Journal of Clinical Nutrition (TJCN) pada bulan Juni 2011.


(10)

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Umbi Garut ... 4

Pati ... 5

Pati Garut ... 5

Tanaman Torbangun ... 6

Mineral ... 9

Kalsium ... 10

Fosfor ... 11

Zat Besi ... 12

Zinc ... 13

Cookies ... 14

Bahan-bahan Cookies ... 14

Gula ... 14

Lemak ... 14

Telur ... 15

Susu Skim ... 15

Uji Organoleptik ... 16

Warna ... 16

Tekstur ... 17

Aroma ... 17

Rasa ... 17

METODE Desain, Waktu, dan Tempat ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Tahapan ... 20

Pembuatan Tepung Torbangun ... 20

Perancangan Formulasi Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun ... 21

Uji Organoleptik ... 22

Analisis Fisik dan Kimia Cookies ... 23

Analisis Efisiensi Zat Gizi Cookies... 23

Rancangan Percobaan ... 24

Pengolahan dan Analisis Data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Torbangun ... 25

Pengaruh Teknologi terhadap Kandungan Gizi Tepung Torbangun ... 26


(11)

xi

Pembuatan Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung

Torbangun ... 35

Karakteristik Organoleptik Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun ... 36

Analisis Fisik Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun ... 43

Analisis Kandungan Gizi Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun ... 44

Analisis Efisiensi Zat Gizi Cookies ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 53

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(12)

Tabel 2 Kandungan gizi daun torbangun per 100 gram... 8 Tabel 3 Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992 ... 14 Tabel 4 Formulasi cookies pati garut dengan penambahan tepung

torbangun

...

21 Tabel 5 Kandungan gizi pati garut dan tepung torbangun ... 31

Tabel 6 Analisis fisikcookies kontrol dan penambahan 10% torbangun 43

Tabel 7 Kandungan gizi cookies kontrol dan penambahan tepung torbangun 10% ... 45 Tabel 8 Harga per mg zat gizi mikro ...

52


(13)

Gambar 1 Umbi garut sebelum dan sesudah dikupas ... 4

Gambar 2 Daun Torbangun ... 7

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian ... 20

Gambar 4 Diagram alir pembuatan tepung torbangun ... 20

Gambar 5 Proses pembuatan cookies (Faridah 2008 – modiikasi) ... 23

Gambar 6 Tepung torbangun ... 25

Gambar 7 Tepung pati garut ... 30

Gambar 8 Perbandingan ulangan 1 dan 2 ... 35

Gambar 9 Skor rata-rata uji mutu hedonik panelis terhadap atribut warna, tekstur, aroma, dan rasa cookies ... 37

Gambar 10 Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap atribut warna, tekstur, aroma, rasa, dan keseluruhan cookies ... 40

Gambar 11 Tingkat penerimaan panelis terhadap cookies terhadap atribut warna, tekstur, aroma, rasa, dan keseluruhan ... 42


(14)

Lampiran 1 Prosedur analisis sifat fisik (Giantine 2007) ... 61

Lampiran 2 Prosedur analisis kimia ... 62

Lampiran 3 Form Uji Organoleptik ... 67

Lampiran 4 Hasil Analisis Kimia Tepung Torbangun ... 69

Lampiran 5 Hasil analisis fisik cookies kontrol dan torbangun ... 77

Lampiran 6 Hasil Analisis Kimia cookies ... 78 Lampiran 7 Uji One-Sampel Statististic T-Test analisis fisik dan kimia cookies ... 81

Lampiran 8 Hasil uji hedonik cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun ... 83

Lampiran 9 Hasil uji mutu hedonik cookies pati garut dan dengan penambahan tepung torbangun ... 85

Lampiran 10 Uji sidik ragam karakteristik organoleptik ... 87


(15)

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. UU RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu, terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi di mana setiap individu dan rumah tangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu, aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan.

Beras merupakan makanan pokok bagi penduduk Indonesia sehingga ketergantungan penduduk akan ketersediaan beras sangat tinggi. Pemerintah mulai mengusahakan makanan pendamping yang dapat mensubstitusi beras, yaitu mie dan roti. Pembuatan mie dan roti menggunakan bahan dasar tepung terigu. Namun, gandum sebagai bahan dasar pembuatan tepung terigu tidak tumbuh subur di Indonesia sehingga harus mengimpor gandum dari luar negeri. Hal ini menyebabkan ketergantungan impor Indonesia akan pihak luar menjadi meningkat. Pengeluaran dana untuk penyediaan gandum pun meningkat.

Oleh karena itu, terdapat upaya diversifikasi pangan di Indonesia yang kemudian ditindaklanjuti oleh Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Permentan No.43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Hal ini dilatarbelakangi akan sumber daya pangan lokal di Indonesia yang tersedia cukup melimpah, namun pemanfaatannya kurang maksimal. Salah satunya adalah umbi garut (Maranta arundinaceae Linn.). Umbi garut tersedia cukup banyak, akan tetapi penelitian ilmiah dan pemanfaatan oleh masyarakat masih tergolong rendah.

Salah satu olahan utama umbi garut adalah pati garut sebagai salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Pati garut memiliki daya cerna yang tinggi sehingga baik untuk pencernaan. Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu dalam


(16)

penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) yang diacu dalam Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan makanan sapihan.

Pembuatan cookies menggunakan pati garut dirasa akan meningkatkan nilai tambah umbi garut. Akan tetapi, hal ini masih dirasa kurang jika hanya menyumbang sebagai sumber karbohidrat. Oleh karenanya, penting dilakukan peningkatan nilai tambah yaitu zat gizi mikro. Dewasa ini, pemenuhan zat gizi mikro masih belum terlalu diperhatikan. Padahal walaupun jumlah kebutuhannya sedikit, namun pemenuhan zat gizi mikro penting adanya. Peningkatan nilai mutu zat gizi mikro dipilih menggunakan torbangun. Hal ini dikarenakan torbangun mengandung zat gizi mikro yang tinggi. Oleh karenanya, diharapkan torbangun dapat menjadi alternatif pemenuhan zat gizi mikro pada cookies pati garut. Kandungan gizi tepung torbangun yaitu kadar air 7.81 (%bb), kadar abu 11.95 (%bk), kadar protein 19.82 (%bk), kadar lemak 7.91 (%bk), kadar karbohidrat 61.05 (%bk), kadar serat pangan 67.22 (%bk), kadar besi 70.77 mg/100g. kadar kalsium 1258.29 mg/100g, kadar fosfor 97.42 mg/100g, kadar zinc 4.18 mg/100g, dan kadar vitamin C 67.60 mg/100g.

Baik kiranya mengembangkan potensi pati garut dalam berbagai aspek industri dan perdagangan. Misalnya, menjadi cookies yang telah menjadi snack favorit bagi beberapa orang. Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat (BSN 1992). Cookies dengan penggunaan tepung non-terigu biasanya termasuk ke dalam golongan short dough. Cookies merupakan salah satu makanan yang banyak digemari oleh semua kalangan dan dapat dikonsumsi kapan saja.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian “Formulasi Cookies Berbasis Pati Garut (Maranta arundinaceae Linn.) dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat Gizi Mikro” bertujuan untuk mendapatkan formula cookies berbasis pati garut dengan penambahan torbangunyang tepat.


(17)

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1.

Mendapatkan informasi kadar gizi pati garut sebagai bahan dasar pembuatan cookies.

2.

Mendapatkan tepung torbangun sebagai bahan penyerta pembuatan cookies.

3.

Mendapatkan formula cookies pati garut dan tepung torbangun yang tepat.

4.

Mengevaluasi sifat fisik dan kimia cookies berbasis pati garut dengan

penambahan torbangun.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu adanya produk pangan atau camilan sehat sebagai sumber zat gizi mikro, terutama kalsium dan zat besi.


(18)

Tanaman garut (Maranta arundinaceae Linn.) secara taksonomi dapat digolongkan ke dalam Kingdom Plantae, Divisio Magnoliophyta, Kelas Liliopsida, Ordo Zingiberalis, Familia Marantaceae, Genus Maranta, dan Spesies Maranta arundinaceae Linn. Secara umum masyarakat Jawa Barat (Sunda) menyebutnya dengan patat sagu, irut, arut, garut, jelarut. Sedangkan di Amerika arrow-root. Garut merupakan tanaman semak semusim yang memiliki tinggi 75-90 cm, umbi atau rhizoma yang berwarna putih atau cokelat muda ini berukuran 20–45 cm dengan diameter 2–5 cm. Batangnya semu, bulat membentuk rimpang berwarna hijau, daunnya tunggal, bulat memanjang dengan ujung runcing berpelepah, berbulu, dan berwarna hijau. Bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk tandan dengan kelopak bunga berwarna hijau sedang mahkotanya berwarna putih. Tanaman garut memiliki akar serabut (Peter 2007).

Gambar 1 Umbi garut sebelum dan sesudah dikupas

Umbi garut segar mengandung nutrisi yang cukup tinggi sebagai bahan pangan, yaitu 19.4–21.7% pati, 1.0– 2.2% protein, 69–72% air, 0.6–1.3% serat, 1.3–1.4% kadar abu, serta sedikit gula (Rukmana 2000). Umbi tanaman garut adalah sumber karbohidrat yang memiliki kandungan indeks glikemik rendah (GI=14) dibanding jenis umbi-umbian yang lain sehingga sangat bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk penderita diabetes atau penyakit kencing manis (Marsono 2002). Kelebihan umbi garut yang lain adalah kandungan fosfor dan besi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 22 mg dan 2 mg tiap 100 g, dibandingkan dengan tepung terigu sehingga sangat baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi bagi anak-anak dan usia lanjut (Direktorat Gizi Depkes 2010).

Umbi garut segar dapat menghasilkan pati dengan rendemen 15–20%. Selain itu umbi garut juga dapat diolah menjadi tepung garut. Tepung atau pati


(19)

garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan seperti roti, kue kering (cookies), cake, mie, makanan ringan, dan aneka makanan tradisional. Tepung garut dapat digunakan sebagai campuran tepung terigu pada industri makanan, misalnya pada pembuatan roti tawar dengan proporsi tepung garut 10–20%, pada mie sebesar 15–20%, bahkan pada kue kering sampai 100% (Rukmana 2000).

Pati

Pati merupakan salah satu bentuk utama dari karbohidrat dalam makanan. Pati adalah polisakarida yang dibentuk dari sejumlah molekul glukosa dengan ikatan -glikosidik. Oleh karena itu, pati disebut juga karbohidrat kompleks. Pati alami biasanya mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa. Butiran pati mengandung amilosa berkisar antara 15–30%, sedangkan amilopektin berkisar antara 70–85%. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh pada sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati (BeMiller & Whistler 2009).

Pati Garut

Pati garut merupakan hasil olahan utama dari umbi garut sebagai salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Kekentalan dipengaruhi oleh keasamaan air yang digunakan dalam proses pengolahanya (Kay 1973). Berdasarkan penelitian Mariati (2001), kadar pati pada beberapa varietas umbi garut cukup tinggi, berkisar antara 92.24–98.78%, kadar pati tepung garut 83.38–89.05%. Kadar amilosa pati garut 29.67–31.34% dari total pati, kadar amilosa pada tepung garut 24.81–27.82%.

Menurut Kay (1973) pati garut memiliki sifat-sifat, antara lain: (1) mudah larut dan mudah cerna sehingga cocok untuk makanan bayi dan orang sakit, (2) memiliki bentuk oval dengan panjang 15–17 mikron, (3) varietas banana memiliki granula lebih besar dibandingkan varietas creole, (4) suhu awal gelatinisasi adalah 70oC, (5) mudah mengembang jika kena panas dengan daya mengembang 54%, dan (6) ada beberapa syarat untuk kepentingan komersial, yaitu memiliki warna putih bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 18.5%, kandungan abu dan serat rendah, pH 4.5–7, kekentalan 512–640 satuan Brabender.


(20)

Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu dalam penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) yang diacu dalam Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan makan sapihan. Pati garut diperoleh dari rimpang garut yang telah berumur 8 – 12 bulan (Widowati et al. 2002).

Tabel 1 Komposisi kimia pati garut Komposisi Kimia Pati Garut

Kadar air (%bb) 10.05

Kadar abu (%bk) 0.31

Kadar protein (%bk) 0.23

Kadar lemak (%bk) 0.55

Kadar karbohidrat (%bk) 98.92 Sumber : Pratiwi (2008)

Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour)

Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan tanaman yang biasa disebut dengan nama tanaman atau daun bangun-bangun. Orang Simalungun biasa menyebut tanaman ini dengan nama Torbangun atau Tarbangun. Sedangkan orang Batak Toba atau Karo menyebut tanaman ini dengan Bangun-bangun (Damanik et al. 2001). Masih menurut Damanik et al. (2001), dalam bahasa Simalungun ’bangun’ berarti bangkit, mereka percaya bahwa ibu yang baru melahirkan pasti lemah dan membutuhkan kekuatan untuk penyembuhan. Pemberian tanaman torbangun dapat mengembalikan kondisi ibu ke kondisi yang seimbang. Selain itu daun torbangun telah digunakan oleh masyarakat Batak Sumatera Utara sebagai makanan yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI serta status gizi anak yang dilahirkan (Damanik 2005).

Botani Tanaman Torbangun

Tanaman ini memiliki nama-nama yang berbeda untuk setiap daerah dan suku bangsa, yaitu tramun (Gayo), daun jinten (Karo), ajeran (Jawa), maja nereng (Madura), dan iwak (Bali) (Adi 2006). Tanaman torbangun merupakan Kingdom Plantae (tumbuhan), Subkingdom Tracheobionta (berpembuluh), Superdivisio Spermatophyta (menghasilkan biji), Divisio Magnoliophyta

(berbunga), Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub-kelas Asteridae, Ordo Lamiales, Familia Lamiaceae, dan Genus Coleus


(21)

Gambar 2 Daun torbangun (Coleus amboinicus Lour)

Tidak hanya di Indonesia saja. tanaman ini pun mempunyai nama yang berbeda di berbagai negara seperti di Vietnam dikenal dengan nama Tan day la (Vietnam), Zuo shou xiang, Yin du bo he, Dao shou xiang (Cina), Kuuban oregano (Jepang), Country borage, Indian mint, atau Mexican mint yang merupakan tanaman perdu mirip dengan pohon nilam, berbatang relatif lunak dengan tekstur daun yang tidak rata (Damanik 2009).

Karakteristik Tanaman Torbangun

Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) tumbuh liar di daerah pegunungan dan tempat lain sampai pada ketinggian 1100 m di atas permukaan laut. Tanaman ini termasuk ke dalam famili Labiate dan merupakan tumbuhan perdu yang batangnya tebal, lunak, dan agak berkayu. Tanaman ini bercabang-cabang dengan tinggi sampai 1 meter. Batangnya beruas-ruas dan ruas yang menyentuh tanah akan keluar akar. Daun tunggal, tebal berdaging, letaknya berhadapan, bertangkai, bentuk bulat telur dengan ujung runcing, dan tepi daun bergerigi. Tulang daun menonjol seperti jala dan berbau harum bila diremas. Daun dari tanaman ini sering digunakan sebagai obat sedangkan bijinya tidak dipakai (Damanik 2006). Pada keadaan segar helaian daun tebal, sangat berdaging dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol sehingga membentuk bangunan menyerupai jala, permukaan atas berbungkul-bungkul. berwarna hijau muda, dan kedua permukaan berambut halus berwarna putih (Rumetor 2008).

Damanik (2007) mengemukakan bahwa daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan tanaman terna sekuler tahunan atau agak menyerupai semak, tidak berumbi, percabangan, agak berbentuk galah, berbulu halus pada saat muda dan lokos jika sudah tua. Santosa (2001) menyatakan bahwa torbangun tidak diketahui asal usulnya dan dikenal sebagai terna tahunan daerah tropis, hidup di dataran rendah hingga ketinggian kira-kira 1100 m di atas permukaan laut.


(22)

Penelitian yang dilakukan oleh Rumetor (2008) menunjukkan bahwa tanaman daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) tidak tahan terhadap curah hujan dan penyinaran yang berlebihan (mudah busuk atau layu). Tanaman ini akan tumbuh baik apabila terdapat tanaman pelindung. Tanaman torbangun dapat dipanen paling cepat umur 2 bulan yang pada kondisi tanah dan iklim yang sesuai. Produksinya cukup tinggi dengan umur panen yang relatif singkat sehingga dapat menjamin ketersediaannya.

Kandungan Zat Gizi Daun Torbangun

Menurut Rumetor (2008), dalam tanaman daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) ditemukan tiga komponen utama yang berkhasiat. Komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogum, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah komponen gizi dan komponen ketiga adalah komponen farmaseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibakterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna, dan penstabil. Selain mengandung zat aktif, daun torbangun kaya akan kandungan zat gizi. Manfaat lain daun torbangun telah diteliti oleh Sihombing (2000) yang melaporkan bahwa penggunaan daun torbangun dikombinasikan dengan hati ikan dan vitamin C maupun tanpa vitamin C, dapat meningkatkan ketersediaan Fe yang direfleksikan dengan peningkatan kadar Hb dan Ferritin darah.

Tabel 2 Kandungan gizi daun torbangun per 100 gram

Komposisi Gizi Kandungan

Energi kalori (Kal) 27

Protein (g) 1.3

Lemak (g) 0.6

Karbohidrat (g) 4.0

Zat Besi (mg) 13.6

Magnesium (mg) 62.5

Kalsium(mg) 279

Potasium (mg) 52

Abu (g) 1.6

Serat (g) 1.0

Karoten total 13288

Vitamin B1 (μkg) 0.16

Vitamin C (mg) 5.1

Air (%) 92.5

Berat dapat dimakan(%) 66

Sumber: Mahmud et al. (2009)

Kandungan kimiawi dalam daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) antara lain kalium, minyak atsiri (2%), karvakrol, isoprofil-o-kresol, karvon, limonen, dihidrokarvon, dihidrokarveol, asetaldehida, furol, dan fenol (Adi 2006).


(23)

Semua zat kimia itu didapatkan di bagian daunnya. Efek farmakologis tanaman ini adalah berbau harum, getir, dan rasa tebal di lidah (Damanik 2009).

Mineral

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak karena itulah yang disebut abu (Winarno 2008). Menurut Soediaoetama (1996), kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak dapat menguap. Jumlah mineral yang diperlukan manusia setiap harinya hanya sedikit dan umumnya kurang dari setengah gram. Walaupun begitu, mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier 2004).

Sampai sekarang telah diketahui ada 14 unsur mineral yang berbeda jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik. Unsur-unsur seperti natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut unsur mineral makro. Sedangkan unsur mineral lain seperti besi, iodium, mangan, tembaga, zinc, kobalt, dan fluor hanya terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang kecil sehingga disebut unsur mineral mikro. Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 2007).

Kelarutan mineral dalam bahan pangan dapat berubah selama persiapan, pengolahan, penyimpanan, dan tergantung pengaruh lingkungan seperti potensial reduksi dan tingkat keasaman (pH) serta senyawa-senyawa yang dapat membentuk kompleks atau kelat dengan mineral (Prangdimurti 1992).

Kandungan mineral yang terkandung dalam bahan makanan dan minuman dapat berkurang atau hilang karena proses pengolahan. Menurut Fuerstenau dan Han (2003), kehilangan mineral selama proses pengolahan sayur dan buah bervariasi disebabkan berbagai seperti faktor genetik, penanganan panen, kandungan zat dalam tanah yang bervariasi, kesuburan tanah dan pH, faktor lingkungan, dan kematangan dari tanaman. Proses pengolahan seperti canning, boiling, steaming, blanching, dan baking merupakan proses-proses yang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan mineral dari bahan pangan.


(24)

Kalsium

Kalsium adalah salah satu unsur penting di dalam tubuh yang tergolong sebagai mineral makro. Kalsium dapat membentuk tulang dengan bekerja sama dengan fosfor, magnesium, tembaga, mangan, seng, boron, fluorida, vitamin A, C, D, dan trace element. Fungsi utama kalsium adalah mengisi kepadatan (densitas) tulang. Kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai integral dari struktur tulang dan sebagai tempat penyimpanan kalsium. Kalsium juga berperan dalam pembentukan gigi (Wirakusumah 2007).

Angka kecukupan kalsium rata-rata per hari orang Indonesia ditetapkan menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI (2004). Remaja hinggga dewasa memiliki kebutuhan kurang lebih 800 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat diperoleh dari makanan. Menurut Wirakusumah (2007) sumber kalsium terbaik adalah susu dan produk olahannya seperti yoghurt, es krim, keju, ikan yang dapat dimakan bersama tulangnya, kacang-kacangan dan produk olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caysim, dan lain-lain. Sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik. namun menurut Almatsier (2004) bahan makanan ini mengandung banyak zat yang meghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat.

Almatsier (2004) menyatakan bahwa dalam keadaan normal, sebanyak 30-50% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi oleh tubuh. Kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses menua. Kemampuan absorpsi pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan pada semua golongan usia. Absorpsi kalsium terjadi di bagian atas usus halus yaitu duodenum. Absorpsi utama terhadap kalsium dilakukan secara aktif dengan menggunakan alat angkut protein-pengikat kalsium. Vitamin D meningkatkan absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi protein-pengikat kalsium.

Aktivitas fisik juga berpengaruh baik terhadap absorbsi kalsium. Jika enzim laktase tersedia dalam jumlah yang cukup, maka laktosa juga dapat meningkatkan absorbsi kalsium. namun jika defisiensi laktase, maka justru akan menghambat absorbsi. Lemak dapat meningkatkan waktu transit makanan melalui saluran cerna. Hal ini dapat member waktu lebih banyak untuk absorbsi kalsium. Absorbsi kalsium lebih baik bila dikonsumsi dengan makanan. Pada umumnya, dianjurkan rasio kalsium:fosfor di dalam makanan di antara 1:1 dan 2:1 (Almatsier 2004).


(25)

Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Kadar kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang (Almatsier 2004).

Fosfor

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang. Fosfor di dalam tulang berada pada perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor merupakan bagian dari asam nuklet DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen struktural dinding sel. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat (ATP) (Almatsier 2004).

Fosfor merupakan salah satu jenis dari mineral makro yang diperlukan untuk tubuh untuk kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi yang gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan pengaturan keseimbangan asam-basa. Fosfor terdapat di semua sel makhluk hidup, oleh karena itu fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan yang kaya protein. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang, sedangkan kelebihan fosfor akan menyebabkan kejang (Almatsier 2004).

Fosfor merupakan zat penting dari semua jaringan tubuh. Fosfor penting untuk fungsi otot dan sel-sel darah merah, pembentukan adenosine trifosfat (ATP) dan 2,3-difosfogliserat (DPG), dan pemeliharaan keseimbangan asam-basa, juga untuk sistem saraf dan perantara metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Kadar normal serum fosfor berkisar 2.5 dan 4.5 mg/dl dan dapat setinggi 6 mg/dl pada bayi dan anak-anak. Fosfor merupakan anion utama dalam cairan intraseluler. Sekitar 85% fosfor terletak dalam tulang dan gigi, 14% dalam jaringan lunak, dan kurang dari 1% dalam cairan ekstraseluler (Mima & Poamela 2001).


(26)

Fosfor adalah anion utama dari cairan intraseliler (CIS). Karena simpanan intraseluler besar, pada kondisi akut tertentu, fosfor dapat bergerak ke dalam atau keluar sel, menyebabkan perubahan dramatik pada fosfor plasma. Secara kronis, peningkatan subtansial atau penurunan dapat terjadi dalam kadar fosfor intraseluler tanpa perubahan kadar bermakna. Jadi, kadar fosfor plasma tidak selalu menunjukan kadar intraselular. Meskipun kebanyakan laboratorium dan laporan elemen fosfor, hampir semua fosfor yang ada dalam tubuh berbentuk fosfat (PO43-) dan istilah fosfor dan fosfat sering digunakan secara bertukaran (Mima & Poamela 2001).

Zat besi

Besi memainkan peranan yang sangat penting dalam gizi dan kesehatan (Meiri 2005). Zat besi berfungsi untuk membantu metabolisme energi sebagai kofaktor enzim-enzim, meningkatkan hemoglobin darah, sebagai sistem kekebalan tubuh, dan pelarut obat-obatan. Kekurangan besi dapat mengakibatkan anemia dan menurunnya fungsi kekebalan tubuh (Almatsier 2004).

Jumlah seluruh besi di dalam tubuh orang dewasa sekitar 3-5 g, 70% terdapat dalam haemoglobin dan 25% terdapat di dalam hati, limpa, dan sum-sum tulang. Metabolisme zat besi tampak unik karena kecilnya pertukaran besi dengan lingkungan saetiap harinya. Pada dasarnya ada 5 proses metabolisme zat besi dalam tubuh yaitu penyerapan, transportasi, pemantapan dan pengawetan, penyimpanan, dan pembuangan (Meiri 2005). Angka kecukupan besi rata-rata per hari orang Indonesia ditetapkan menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI (2004). Remaja hinggga dewasa memiliki kebutuhan kurang lebih 13-19 mg per hari untuk laki-laki, dan 26 mg per hari untuk wanita.

Menurut British Nutrition Foundation (1995), berdasarkan kandungan besinya makanan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu makanan dengan kandungan besi rendah yaitu kurang dari 0.7 mg (besi/1000 Kal), makanan dengan kandungan besi sedang yaitu antara 0.7-1.9 mg (besi/1000 Kal), dan makanan dengan kandungan besi tinggi yaitu lebih dari 2.0 mg (besi/1000 Kal).

Fe terdapat dalam bahan makanan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua. Pemenuhan Fe oleh tubuh memang sering dialami sebab rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama dari sumber Fe nabati yang hanya diserap 1-2%. Penyerapan Fe asal bahan makanan


(27)

hewani dapat mencapai 10-20%. Fe bahan makanan hewani (heme) lebih mudah diserap daripada Fe nabati (non heme). Keanekaragaman konsumsi makanan sangat penting dalam membantu meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin C, vitamin A, asam folat, zat gizi mikro lain dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh (Gizi.net 2007). Menurut Almatsier (2004), penyerapan besi meningkat dengan adanya vitamin C. Vitamin C sangat membantu penyerapan besi non-heme dengan mengubah bentuk feri menjadi fero. Juga membentuk gugus besi-askorbat yang tetap larut pada pH lebih tinggi dalam duodenum.

Zinc (Zn)

Total zinc dalam tubuh kita adalah 1,5 – 2,5 g (Linder 2006). Diperkirakan dalam tulang mengandung 60 mg zinc dan akan meningkat pada masa pertumbuhan yaitu 0,46 μmol/g (30ug/g). Pada orang dewasa total zinc tubuh berkisar 1,5 g pada wanita dan 2,5 g pada laki-laki (King and Keen 1998). Zinc sebagian besar ada dalam tulang dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme (Linder 2006). Almatsier (2004) merincikan lagi bahwa zinc sebagian besar berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung zinc adalah bagian mata, kelenjar prostat, spermatazoa, kulit rambut dan kuku.

Zinc adalah komponen lebih dari 300 enzim dan yang penting diperlukan untuk sintesa DNA, pergantian sel dan sintesa protein (Firmansyah 2004). Linder (2006) juga menyebutkan bahwa zinc juga berperan dalam reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Dengan demikian zinc esensial untuk pertumbuhan, pematangan seks, fungsi kognitif dan imun serta reproduksi (Kartono & Soekatri 2004). Absorpsi zinc juga berkompetisi dengan ion-ion metal transisi, terutama Fe²+/Fe³+ dan Cu²+ dan sebaliknya penyerapan zinc memerlukan energi dan akan meningkat oleh sitrat (Linder 2006).

Cookies

Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat (BSN 1992). Cookies


(28)

dengan penggunaan tepung non-terigu biasanya termasuk ke dalam golongan short dough.

Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum pada tabel berikut ini:

Tabel 3 Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992

Kriteria Uji Klasifikasi

Kalori (Kalori/100 gram) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9.5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1.5

Serat kasar (%) Maksimum 0.5

Logam berbahaya Negatif

Bau dan rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

Sumber: (BSN 1992)

Bahan-Bahan Cookies

Gula

Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan cookies. Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tesktur dan penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur, memberikan warna pada permukaan cookies, dan mempengaruhi cookies. Meningkatnya kadar gula di dalam adonan cookies, akan mengakibatkan cookies menjadi semakin keras. Dengan adanya gula, maka waktu pembakaran harus sesingkat mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna. Jenis gula yang umum digunakan yaitu gula bubuk (icing sugar) untuk adonan lunak dan gula kastor (gula pasir yang halus butirannya). Jenis gula lain yang dapat digunakan untuk memberikan karakteristik flavor yang berbeda, antara lain: madu, brown sugar, molase, malt dan sirup jagung (Faridah 2008).

Lemak

Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan cookies. Kandungan lemak dalam adonan cookies merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada variasi berbagai tipe cookies. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tekstur sehingga cookies/biskuit


(29)

menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor. Selama proses pencampuran adonan, air berinteraksi dengan protein tepung terigu dan membentuk jaringan teguh serta berpadu. Pada saat lemak melapisi tepung, jaringan tersebut diputus sehingga karakteristik makan setelah pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek dan lebih cepat meleleh di dalam mulut (Faridah 2008).

Lemak yang biasanya digunakan pada pembuatan cookies adalah mentega (butter) dan margarin. Gunakan lemak sebanyak 65 – 75 % dari jumlah tepung. Presentase ini akan menghasilkan kue yang rapuh, kering, gurih dan warna kue kuning mengkilat. Untuk mendapatkan rasa dan aroma dalam pembuatan cookies dan biskuit, mentega dan margarin dapat dicampur, pergunakan mentega 80% dan margarin 20%, perbandingan ini akan menghasilkan rasa kue yang gurih dan lezat. Jangan menggunakan lemak berlebihan, akibatnya kue akan melebar dan mudah hancur, sedangkan jumlah lemak terlalu sedikit akan menghasilkan kue bertekstur keras dengan rasa seret dimulut (Faridah 2008).

Margarin cenderung lebih banyak digunakan pada pembuatan cookies karena harganya relatif lebih rendah dari butter. Fungsinya untuk menghalangi terbentuknya gluten. Lemak mungkin adalah bahan yang paling penting diantara bahan baku yang lain dalam industri cookies/biskuit.

Telur

Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Penggunaan kuning telur memberikan tekstur cookies yang lembut, tetapi struktur dalam cookies tidak sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur. Merupakan pengikat bahan-bahan lain, sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Faridah 2008).

Susu Skim

Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat dan sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan bagian susu yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36.4%. Susu skim berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan warna permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika


(30)

berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang (Faridah 2008).

Uji Organoleptik

Pengujian inderawi adalah pengujian bahan secara subjektif dengan menggunakan panca indera manusia. Walaupun peralatan telah berkembang pesat, namun penilaian makanan dengan menggunakan indera tetap penting karena ada beberapa karakteristik makanan hanya dapat dinilai dengan indera manusia. Penilaian inderawi sangat penting dalam pengembangan produk makanan kaitannya dengan perbaikan gizi. Uji organoleptik atau disebut juga pengujian secara sensory evaluation didasarkan atas indera penglihatan, indera pencium, indera perasa, dan mungkin indera pendengar. Penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan (Setyaningsih et al. 2010).

Terdapat beberapa uji organoleptik yang biasa digunakan dalam industri pangan diantaranya uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Pada uji hedonik panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk, sedangkan untuk uji mutu hedonik tanggapan yang diberikan berdasarkan kesan baik atau buruk. Menurut Rahayu (1998), biasanya uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa. Melalui uji hedonik akan diketahui sifat mutu minuman yang dihasilkan baik rasa, aroma, warna, dan tekstur. Sedangkan uji mutu hedonik ingin mengetahui respon terhadap sifat-sifat produk yang lebih spesifik.

Warna

Warna merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan produk dan turut dalam menentukan mutu dari produk. Menurut Setyaningsih (2010), meskipun warna paling cepat dan mudah dalam memberi kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Pemilihan warna yang tepat dan sesuai tentu akan menarik minat dan keinginan dari konsumen untuk membeli. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.


(31)

Menurut Vaclavik dan Christian (2003), intensitas warna juga dapat mempengaruhi persepsi dari rasa makanan atau minuman. Warna yang kuat dapat menyebabkan persepsi terhadap rasa yang kuat.

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu bahan pangan. Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Menurut Winarno (2008), dari penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Manusia dapat mengetahui tekstur suatu makanan atau minuman dengan menggunakan indera peraba seperti tangan, kulit, mulut, bibir, dan lidah. Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat ditangkap oleh keseluruhan permukaan kulit, tetapi biasanya jika orang ingin mengetahui tesktur suatu bahan digunakan ujung jari tangan (Setyaningsih et al. 2010).

Aroma

Aroma merupakan hasil kombinasi antara rasa dan bau. Aroma dapat dideteksi dengan menggunakan epithelium olfaktori bagian atas dari rongga hidung (Vaclavik&Christian 2003). Manusia mampu mendeteksi dan membedakan sekitar 16 juta jenis bau karena mempunyai 10-20 juta sel olfaktori yang bertugas mengenali dan menentukan jenis bau yang masuk (Winarno 2008). Manusia menggunakan hidung sebagai alat untuk mendeteksi aroma dan bau. Pembauan disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh (Setyaningsih et al. 2010). Temperatur dari makanan juga dapat mempengaruhi aroma. Makanan hangat memberikan aroma yang lebih kuat dibandingkan dengan makanan dingin.

Rasa

Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Vaclavik dan Christian (2003) mengemukakan bahwa rasa dari makanan adalah kombinasi dari lima rasa dasar yaitu asin, manis, asam, pahit, dan umami. Rasa itu sangat kompleks dan sulit untuk digambarkan. Gula, alkohol, aldehid, dan beberapa jenis asam amino dapat memberikan rasa manis dengan rentang yang sangat luas. Sedangkan rasa asam bisa didapatkan dari


(32)

vinegar, jus lemon, dan asam organik lain yang terdapat pada buah-buahan. Seseorang dapat membedakan rasa suatu minuman dengan menggunakan indera pencicip yaitu lidah. Menurut Setyaningsih (2010), putting pencicip manusia hanya dapat membedakan empat cicip dasar yaitu manis, pahit, asin, dan asam. Diluar keempat cicip dasar itu puting pencicip tidak terangsang atau responsif. Menurut Winarno (2008), waktu terjadinya rangsangan dan timbulnya rasa sangat cepat yaitu 1,5 x 10-3. Rasa suatu produk pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, temperatur, konsistensi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain serta jenis dan lama pemasakan.


(33)

Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai Maret 2011, bertempat di laboratorium Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor. Analisis fisik dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), analisis kimia dilakukan di Laboratorium Analisis Zat Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama adalah umbi garut dan daun torbangun. Pati garut didapatkan dari Koperasi Bumi Pertiwi Indonesia, PT Aurduri Mitrasarana, Malang-Jawa Timur dengan merek Bambu Putih. Bahan pendukung yang digunakan adalah susu skim, margarin, gula halus, lemak, dan telur. Bahan kimia yang digunakan adalah aquades, HCl, NaOH, H2SO4, HNO3, alkohol, dan bahan-bahan untuk analisis proksimat.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian dibagi dalam empat kelompok, yaitu alat untuk membuat tepung daun torbangun, alat untuk membuat cookies, alat untuk analisa dan alat untuk uji organoleptik. Peralatan untuk membuat cookies antara lain baskom plastik, pisau, talenan, sendok kecil, oven, mixer, sodet, piping bag, kuas, dan loyang. Alat-alat untuk analisa fisik cookies yaitu Texture Analyzer XT-21 danaw meter Shibaura WA-360. Peralatan analisis kimia meliputi cawan porselen, erlenmeyer, labu Kjeldahl, Soxhlet, tanur, oven, bunsen, pipet, kertas saring, labu kaca, gelas ukur, timbangan dan desikator. Peralatan untuk analisa fisik adalah sentrifuse, pH meter, penangas air, timbangan, labu takar, gelas piala, buret, pisau, dan cawan pengukur. Sedangkan untuk uji organoleptik digunakan kertas kuisioner, pulpen, air putih, sampel uji, piring, dan kertas tissue.


(34)

Tahapan

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian

Pembuatan Tepung Daun Torbangun

Daun torbangun dicuci hingga bersih

Kemudian dimasukkan ke dalam drumdryer pada suhu 60oC selama 20 detik

Selanjutnya, tepung diayak menggunakan ayakan mesh 80

Gambar 4 Diagram alir pembuatan tepung torbangun Pembuatan tepung torbangun

Analisis kandungan gizi tepung torbangun

Formulasi cookies

Formula cookies kontrol

Formula cookies torbangun I

Formula cookies torbangun II

Formula cookies torbangun III

Uji Organoleptik

Formula terpilih

Analisis zat gizi, dan serat pangan &

kasar

Analisis biaya pembuatan cookies


(35)

Perancangan Formula Cookies

Formulasi cookies pati garut dengan penambahan daun torbangun didapatkan dari hasil modifikasi penelitian Yulan Isnaharani (2007) pada skripsi berjudul “Pemanfaatan Tepung Jerami Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.) dalam Pembuatan Cookies Tinggi Serat.” Formula tersebut dapat dilihat pada tabel 4:

Tabel 4 Formulasi cookies pati garut dengan penambahan tepung torbangun Bahan Pangan Kontrol (g) F1 (10%) (g) F2 (15%) (g) F3 (20%) (g)

Pati Garut 125.00 125.00 125.00 125.00

Tepung

Torbangun 0.00 12.50 18.75 25.00

Susu Skim 30.00 30.00 30.00 30.00

Gula Halus 40.00 40.00 40.00 40.00

Margarin 30.00 30.00 30.00 30.00

Mentega 30.00 30.00 30.00 30.00

Kuning Telur 18.00 18.00 18.00 18.00

Penambahan tepung torbangun didasarkan pada adisi (penambahan) yang menggunakan rasio penambahan pati garut : tepung torbangun. Artinya, dalam F1 (10%), yaitu penambahan tepung garut 10% setiap penambahan 125 g pati garut, yaitu 12.5 g. Begitu juga dengan F2 (15%) dan F3 (20%), berturut-turut yaitu 18.75 g dan 25 g.

Penetapan formula F1 (10%), F2 (15%), dan F3 (20%) didasarkan pada klaim cookies yaitu sebagai sumber zat gizi mikro. Di mana peraturan BPOM (2003) menyatakan suatu produk pangan dalam bentuk padat minimal mengandung 15% angka kecukupan gizi (AKG) zat gizi mikro untuk dapat disebut sebagai sumber zat gizi mikro. Perlu diketahui bahwa penetapan formulasi bawah (F1=10%) menggunakan aplikasi microsoft excel dengan rumus perhitungan. Di mana pada formulasi 10% penambahan torbangun akan menyumbang zat gizi besi sebesar 15% AKG.

Proses pembuatan cookies pati garut dan tepung torbangun terdiri dari beberapa tahap, yaitu penimbangan bahan, pencampuran bahan (mixing), pencetakan adonan, pemangganggan dengan oven, pendinginan (cooling), dan pengemasan. Adapun skema proses pembuatan cookies dapat dilihat pada Gambar 5.


(36)

Lemak, gula, garam dan bahan pengembang dicampur sampai terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer

Selanjutnya, ditambahkan telur dan dikocok dengan kecepatan rendah dan selama pembentukan krim dapat ditambahkan bahan pewarna dan essence

Pada tahap akhir ditambahkan susu, pati garut, dan tepung daun torbangun secara perlahan

Pengadukan dilakukan sampai terbentuk adonan yang cukup mengembang dan mudah dibentuk

Cookies dicetak sesuai dengan selera

Cookies dioven pada suhu 160-200oC dengan lama pembakaran 10 -15 menit Gambar 5 Proses pembuatan cookies (Faridah 2008 – modifikasi)

Uji Organoleptik

Pada uji hedonik panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk, sedangkan untuk uji mutu hedonik tanggapan yang diberikan berdasarkan kesan baik atau buruk. Menurut Rahayu (1998), biasanya uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa. Uji organoleptik yang dilakukan pada pembuatan minuman suplemen Torbangun adalah uji hedonik dan mutu hedonik. Melalui uji hedonik akan diketahui sifat mutu minuman yang dihasilkan baik rasa, aroma, warna, dan tekstur. Sedangkan uji mutu hedonik ingin mengetahui respon terhadap sifat-sifat produk yang lebih spesifik.

Uji organoleptik dilakukan terhadap panel agak terlatih. Hal ini dikarenakan lebih mudah mendapatkan panel agak terlatih di Departemen Gizi Masyarakat. Panel agak terlatih adalah panel yang seringkali dijadikan panelis secara musiman atau kadang-kadang, sehingga sering dikumpulkan untuk mendapatkan latihan sebentar atau diberi penjelasan secukupnya. Mahasiswa Gizi Masyarakat, seringkali menjadi panelis bagi penelitian skripsi sebelumnya, juga didukung oleh mata kuliah tentang uji organoleptik. Oleh karena itu, panel agak terlatih lebih mudah didapatkan. Uji organoleptik dengan panel agak terlatih membutuhkan 15 – 25 orang (Setyaningsih et al. 2010).

Pengujian dilakukan dengan menyajikan satu piring dengan bersekat yang masing-masing berisi empat potong cookies. Setiap piring berisi empat


(37)

perlakuan dan diberi kode dari tiga angka acak yang berbeda tiap piringnya. Dalam uji hedonik panelis diminta untuk menilai tingkat kesukaan produk dengan skala 1 – 9, yaitu (1) Amat sangat tidak suka, (2) Sangat tidak suka, (3) Tidak suka, (4) Agak tidak suka, (5) Biasa, (6) Agak suka, (7) Suka, (8) Sangat suka, dan (9) Amat sangat suka. Pada uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap sifat produk meliputi warna dengan nilai (1) Hijau kehitaman, (2) Hijau tua, (3) Hijau, (4) Hijau muda, (5) Cokelat, (6) Cokelat muda, (7) Cokelat kekuningan, (8) Krem, dan (9) Putih gading. Tekstur dengan nilai (1) Amat sangat rapuh, (2) Sangat rapuh, (3) Rapuh, (4) Agak rapuh, (5) Biasa, (6) Agak renyah, (7) Renyah, (8) Sangat renyah, dan (9) Amat sangat renyah. Aroma dengan nilai (1) Amat sangat langu, (2) Sangat langu, (3) Langu, (4) Agak langu, (5) Biasa, (6) Agak harum, (7) Harum, (8) Sangat harum, dan (9) Amat sangat harum. Rasa dengan nilai (1) Amat sangat pahit, (2) Sangat pahit, (3) Pahit, (4) Agak pahit, (5) Hambar, (6) Agak manis, (7) Manis, (8) Sangat manis, dan (9) Amat sangat manis.

Analisis Fisik dan Kimia Cookies

Analisis fisik yang meliputi: uji kekerasan (Giantine 2007) dan uji aktivitas air (aw). Analisis kimia yang dilakukan meliputi: Kadar Air (AOAC 1995), Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 1995) , Kadar Protein metode mikro kjeldahl (AOAC 1995) , Kadar Lemak (AOAC 1995), Kadar Serat Pangan Metode Enzimatis (AOAC 1995) , Kadar Serat Kasar (SNI 01-2891-1992), Kadar Karbohidrat (Winarno 1997) , Kadar Ca Metode AAS (Apriyantono et al. 1989) , Kadar Fosfor Metode Spektrofotometri, Kadar Besi dan Seng Metode AAS (Apriyantono et al. 1989) , Analisis Vitamin C, dan Analisis Nilai Energi (Almatsier 2004).

Analisis Efisiensi Zat Gizi Cookies

Analisis biaya pembuatan cookies dilakukan untuk menentukan harga jual cookies formula terpilih. Analisis ini dilakukan untuk skala industri kecil. Analisis biaya pembuatan membutuhkan data harga bahan baku pembuatan cookies, harga kemasan, upah tenaga kerja, dan harga alat untuk pembuatan cookies beserta kapasitas alat tersebut

.


(38)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penambahan daun torbangun pada adonan pati garut, terdiri dari atas empat taraf yaitu penambahan tepung torbangun sebesar 0 persen, 10 persen, 15 persen, dan 20 persen dari total kombinasi tepung yang digunakan dalam cookies dengan dua periode pembuatan cookies sebagai kelompok.

Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut: Yij =  + Ai + Eij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh presentase. Penambahan tepung torbangun terhadap pati garut taraf ke-i pada tingkat adisi pada ulangan ke-j

i = banyaknya taraf tingkat penambahan tepung torbangun (i = 0%, 10%, 15%, dan 20%)

j = banyaknya ulangan (j = 1,2)

 = rataan sebenarnya

Ai = pengaruh tingkat penambahan tepung torbangun taraf ke-i

Eij =kesalahan percobaan karena pengaruh penambahan tepung torbangun terhadap pati garut taraf ke-i pada ulangan ke-j

Pengolahan dan Analisis Data

Hasil penilaian organoleptik dianalisa menggunakan analisis ragam program SPSS 16, jika ada data berbeda nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Setyaningsih dkk. 2010). Analisis fisik dan kimia dianalisis dengan menggunakan uji beda one-sample t-test.


(39)

Torbangun (Coleus amboinicus Lour) telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Batak, Sumatera Utara sebagai makanan yang dapat memperlancar ASI. Menurut Rumetor (2008), dalam tanaman daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) ditemukan tiga komponen utama yang berkhasiat. Komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogum, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah komponen gizi dan komponen ketiga adalah komponen farmaseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibakterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna, dan penstabil.

Dilihat secara aspek gizi, dapat digunakan sebagai salah satu bahan pangan sumber zat gizi mikro, yaitu mineral seperti besi (Fe), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Sihombing (2000) melaporkan bahwa penggunaan daun torbangun dikombinasikan dengan hati ikan dan vitamin C maupun tanpa vitamin C, dapat meningkatkan ketersediaan Fe yang direfleksikan dengan peningkatan kadar Hb dan Ferritin darah. Rumetor (2008) menambahkan bahwa tanaman torbangun dapat dipanen paling cepat umur 2 bulan pada kondisi tanah dan iklim yang sesuai.

Upaya pemanfaatan torbangun sebagai sumber zat gizi mikro, terutama besi dan kalsium, dipilih digunakan sebagai bahan adisi untuk cookies yang menggunakan pati umbi garut sebagai bahan dasarnya. Torbangun dipilih digunakan sebagai tepung dengan tujuan agar dapat dipadukan dengan pati garut.

Gambar 6 Tepung torbangun

Pembuatan tepung torbangun dipilih dengan menggunakan drumdryer pada suhu 60 – 80 oC selama 20 detik. Alasan pemilihan drumdryer sebagai alat pembuatan tepung dikarenakan waktunya yang singkat dalam pemaparan panas pada torbangun. Hal ini memberikan efek positif terhadap kualitas torbangun


(40)

yang dihasilkan, baik dari segi gizi maupun penampakannya. Kandungan gizi dapat terjaga serta tepung yang dihasilkan masih berwarna hijau cerah. Pada pembuatan tepung torbangun, hanya menghasilkan 10% dari berat basahnya. Misalnya, berat basah torbangun adalah 2.500 gram, maka hanya menghasilkan 250 gram tepung torbangun. Hal ini dikarenakan kandungan air yang tinggi pada torbangun segar, yaitu 92,5% dalam 100 gram torbangun.

Pengaruh Teknologi terhadap Kandungan Gizi Tepung Torbangun

Seperti telah dijelaskan di atas, drumdryer dipilih sebagai salah satu teknologi yang digunakan untuk melakukan pengeringan dan pembuatan torbangun. Salah satu bentuk aplikasi teknologi dalam mengolah bahan pangan yang paling sering dilakukan adalah pengeringan. Menurut Pramono (1993) pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara simultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering.

Pengeringan pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan yang dikeringkan. Proses pengeringan memberikan beberapa keuntungan, antara lain masa simpan produk kering lebih lama, untuk biji-bijian hasil pertanian, viabilitas biji lebih terjamin, dan memperkecil dan meringankan volume produk sehingga memudahkan penanganan, penyimpanan, dan transportasi (Hendy 2007).

Proses pengeringan bahan pangan dilakukan dengan bantuan alat pengering. Ada beberapa jenis alat pengering yang diklasifikasikan berdasarkan prinsip pengeringannya. Alat pengering yang banyak ditemui antara lain drum dryer, spray dryer, freeze dryer, tray dryer, dan fluidized bed dryer. Alat Pengering Silinder (Drum Dryer) adalah salah satu alat pengering dengan sistem konduksi. Alat pengering silinder bekerja berdasarkan prinsip pengeringan produk yang bersentuhan langsung dengan permukaan drum (silinder) yang berputar dengan kecepatan yang telah diatur. Drum berputar pada sumbu horizontal dan dipanaskan secara internal dengan uap air atau medium pemanas lain. Bahan yang menempel pada drum (silinder) secara perlahan-lahan akan diubah menjadi produk kering. Setelah ¾ putaran, produk kering akan dikikis dengan pisau pengikis sehingga terpisah menjadi bentuk lembaran kasar (Hendy 2007).


(1)

no

Mutu Hedonik

Kontrol (319) 10% (847) 15% (726) 20% (259)

warna tekstur aroma rasa warna tekstur aroma rasa warna tekstur aroma rasa warna tekstur aroma rasa

22 8.4 5.3 8.3 6.8 5.4 6.8 3.8 4.8 4.4 5.6 1.9 2.6 2.8 4.7 2.4 3.5

23 9.0 9.0 8.0 7.0 6.0 4.0 4.0 5.0 5.0 7.0 2.0 2.0 1.0 5.0 3.0 1.0

24 8.0 7.0 7.0 8.0 6.0 5.0 3.7 5.0 5.0 3.7 3.0 4.0 5.0 3.0 3.0 4.0

25 8.0 8.0 8.0 7.0 6.0 7.0 6.0 4.0 4.0 4.0 4.0 3.0 3.0 7.0 4.0 2.0


(2)

Lampiran 10 Uji sidik ragam karakteristik organoleptik

Tabel 22 Sidik ragam uji mutu hedonik cookies pati garut dan dengan penambahan

tepung torbangun

Tabel 23 Uji lanjut Duncan mutu hedonik warna cookies pati garut dan dengan

penambahan tepung torbangun

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1

2

3

4

Penambahan 20%

25

3.0120

Penambahan 15%

25

4.3200

Penambahan 10%

25

5.3840

Kontrol

25

8.1880

Sig.

1.000

1.000

1.000

1.000

Tabel 24 Uji lanjut Duncan mutu hedonik tekstur cookies pati garut dan dengan

penambahan tepung torbangun

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1

2

Penambahan 20%

25

5.2880

Penambahan 15%

25

5.5720

Penambahan 10%

25

5.9440

Kontrol

25

7.1480

Sig.

.173

1.000

Tabel 25 Uji lanjut Duncan mutu hedonik aroma cookies pati garut dan dengan

penambahan tepung torbangun

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1

2

3

Penambahan 20%

25

3.2480

Penambahan 15%

25

3.5880

Penambahan 10%

25

4.7160

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Warna

Between Groups

363.026

3

121.009

156.843

.000

Within Groups

74.066

96

.772

Total

437.092

99

Tekstur

Between Groups

50.265

3

16.755

6.618

.000

Within Groups

243.041

96

2.532

Total

293.306

99

Aroma

Between Groups

245.935

3

81.978

49.204

.000

Within Groups

159.945

96

1.666

Total

405.880

99

Rasa

Between Groups

233.068

3

77.689

72.610

.000

Within Groups

102.716

96

1.070


(3)

Kontrol

25

7.2480

Sig.

.354

1.000

1.000

Tabel 26 Uji lanjut Duncan mutu hedonik rasa cookies pati garut dan dengan

penambahan tepung torbangun

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1

2

3

4

Penambahan 20%

25

2.9840

Penambahan 15%

25

4.1600

Penambahan 10%

25

5.1400

Kontrol

25

7.1480

Sig.

1.000

1.000

1.000

1.000

Tabel 27 Sidik ragam hedonik cookies pati garut dan dengan penambahan tepung

torbangun

Sum of

Squares

df

Mean

Square

F

Sig.

Warna

Between

Groups

264.765

3

88.255

69.605

.000

Within Groups

121.722

96

1.268

Total

386.488

99

Tekstur

Between

Groups

146.166

3

48.722

30.267

.000

Within Groups

154.537

96

1.610

Total

300.702

99

Aroma

Between

Groups

259.780

3

86.593

76.603

.000

Within Groups

108.520

96

1.130

Total

368.300

99

Rasa

Between

Groups

292.474

3

97.491

80.897

.000

Within Groups

115.692

96

1.205

Total

408.166

99

Keseluruhan

Between

Groups

229.552

3

76.517

70.067

.000

Within Groups

104.838

96

1.092

Total

334.390

99

Tabel 28 Uji lanjut Duncan hedonik warna cookies pati garut dan dengan penambahan

tepung torbangun

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1

2

3

4

Penambahan 20%

25

3.2680

Penambahan 15%

25

4.1160

Penambahan 10%

25

5.5200


(4)

Sig.

1.000

1.000

1.000

1.000

Tabel 29 Uji lanjut Duncan hedonik tekstur cookies pati garut dan dengan penambahan

tepung torbangun

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1

2

3

4

Penambahan 20%

25

4.1720

Penambahan 15%

25

4.9520

Penambahan 10%

25

5.9680

Kontrol

25

7.4040

Sig.

1.000

1.000

1.000

1.000

Tabel 30 Uji lanjut Duncan hedonik aroma cookies pati garut dan dengan penambahan

tepung torbangun

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1

2

3

4

Penambahan 20%

25

3.1360

Penambahan 15%

25

3.9920

Penambahan 10%

25

5.4240

Kontrol

25

7.3920

Sig.

1.000

1.000

1.000

1.000

Tabel 31 Uji lanjut Duncan hedonik rasa cookies pati garut dan dengan penambahan

tepung torbangun

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1

2

3

4

Penambahan 20%

25

3.1000

Penambahan 15%

25

3.9000

Penambahan 10%

25

5.2080

Kontrol

25

7.6160

Sig.

1.000

1.000

1.000

1.000

Tabel 32 Uji lanjut Duncan hedonik keseluruhan cookies pati garut dan dengan

penambahan tepung torbangun

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1

2

3

4

Penambahan 20%

25

3.3720

Penambahan 15%

25

4.1120

Penambahan 10%

25

5.5880

Kontrol

25

7.3320


(5)

Lampiran 11 Analisis efisiensi zat gizi cookies

a. Analisis biaya pembuatan cookies F0

Tabel Biaya bahan dasar pembuatan cookies F0

No.

Bahan (Formula)

Berat Dalam

Formula

Persentase

(Komposisi)

Harga per

Kg

Harga

Bahan

Per kg

Produk

Gram

%

Rupiah

Rupiah

1

Torbangun

0,00

0,0

124.511,0

0,0

2

Pati Garut

125,00

45,8

3.000,0

1.511,0

3

Mentega Putih

30,00

11,0

2.500,0

302,2

4

Margarin

30,00

11,0

1.500,0

181,3

5

Susu Skim

30,00

11,0

40.000,0

4.835,2

6

Telur

18,00

6,6

2.000,0

145,1

7

Gula Halus

40,00

14,7

6.000,0

967,0

Jumlah

273,0

100,0

179.511,0

7.941,8

Tabel Biaya dasar produksi dalam pembuatan cookies F0

No

Rincian

Biaya per Hari Kapasitas Produksi Biaya Dasar Produksi/kg

1 Biaya Susut Alat/kg

642.493,15

3000

214,16

2 Biaya Energi/kg

21.300.000,00

3000

7.100,00

3 Biaya Tenaga Kerja/kg

5.350.000,00

3000

1.943,60

4 Biaya Pengangkutan/kg

350.000,00

3000

116,70

5 Biaya Overhead/kg

24.431,10

3000

8,10

Jumlah

9.382,56

Harga Pabrik (Industri) atau Harga Pokok Produk (HPP) sesuai rendemen

= (100/Randemen) x (Σ harga bahan /kg + Σ biaya susut alat/kg + Σ biaya

tenaga kerja/kg + Σ biaya energi/kg + Σ biaya transportasi/kg + Σ biaya

over

head/kg) + laba perusahaan))

=(100/86) X (7.942,80 + 9.382,56 + 8.260,40) = 29.750,88 /kg

b. Analisis biaya pembuatan cookies F1

Tabel Biaya bahan dasar pembuatan cookies F1

No.

Bahan (Formula)

Berat Dalam

Formula

Persentase

(Komposisi)

Harga per

Kg

Harga

Bahan

Per kg

Produk

Gram

%

Rupiah

Rupiah

1

Torbangun

13,00

4,5

124.511,0

6.225,6

2

Pati Garut

125,00

43,7

3.000,0

1.442,3

3

Mentega Putih

30,00

10,5

2.500,0

288,5

4

Margarin

30,00

10,5

1.500,0

173,1

5

Susu Skim

30,00

10,5

40.000,0

4.615,4


(6)

No.

Bahan (Formula)

Berat Dalam

Formula

Persentase

(Komposisi)

Harga per

Kg

Harga

Bahan

Per kg

Produk

Gram

%

Rupiah

Rupiah

7

Gula Halus

40,00

14,0

6.000,0

923,1

Jumlah

286,0

100,0

179.511,0

13.806,3

Tabel Biaya dasar produksi dalam pembuatan cookies F0

No

Rincian

Biaya per Hari Kapasitas Produksi Biaya Dasar Produksi/kg

1 Biaya Susut Alat/kg

642.493,15

3000

214,16

2 Biaya Energi/kg

21.300.000,00

3000

7.100,00

3 Biaya Tenaga Kerja/kg

5.350.000,00

3000

1.943,60

4 Biaya Pengangkutan/kg

350.000,00

3000

116,70

5 Biaya Overhead/kg

24.431,10

3000

10,10

Jumlah

9384,56

Harga Pabrik (Industri) atau Harga Pokok Produk (HPP) sesuai rendemen

= (100/ Rendemen) x (Σ harga bahan /kg + Σ biaya susut alat/kg + Σ biaya

tenaga kerja/kg + Σ biaya energi/kg + Σ biaya transportasi/kg + Σ biaya

over

head/kg) + laba))

=(100/86) X (13.806,30 + 9348,56 + 11.269,90) = 40.028,79 /kg

Tabel 10 Harga per mg zat gizi mikro

Merek

harga per kg

(Rp)

per 100 gram

harga per

mg Ca

(Rp)

harga per mg

Fe (Rp)

BDD

Ca

Fe

Kontrol

29.751 100

265,35 1,63

11,21

1.825,22

Torbangun

40.029 100

405,18 3,76

9,88

1.064,60

Cookies Komersil A 60.000 100

690

4.2

8,70

1.428,57

Cookies Komersil B 45.000 100

240

4.2

18,33

1.047,62

Harga zat gizi pangan

= harga pangan / kandungan gizi

Harga per mg Ca

= Rp 29.751 X 100 g

1000 g 265,35 mg