Ensemble Hybrid Terboboti Pada Model Autokorelasi Spasial Untuk Memprediksi Indeks Pembangunan Manusia Di Pulau Jawa.

ENSEMBLE HYBRID TERBOBOTI PADA MODEL
AUTOKORELASI SPASIAL UNTUK MEMPREDIKSI INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA DI PULAU JAWA

SITTI MASYITAH MELIYANA R

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ensemble Hybrid
Terboboti pada Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Jawa adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Sitti Masyitah Meliyana R
NIM G152120071

RINGKASAN
SITTI MASYITAH MELIYANA R. Ensemble Hybrid Terboboti pada Model
Autokorelasi Spasial untuk Memprediksi Indeks Pembangunan Manusia di Pulau
Jawa. Dibimbing oleh HARI WIJAYANTO dan FARIT MOCHAMAD AFENDI.
Analisis regresi adalah suatu metode stastistika yang menggambarkan
hubungan antara peubah respon dan peubah penjelas. Pada saat hubungan yang
terjadi tidak hanya pada peubah respon dan peubah penjelas namun terjadi
hubungan antar observasi pada peubah respon. Salah satu penyebabnya dikarenakan
observasi pada suatu lokasi memiliki pengaruh yang kuat dengan lokasi lain yang
berdekatan. Kondisi tersebut dikenal dengan efek spasial yang dibagi kedalam dua
bagian, yaitu auokorelasi spasial dan keragaman spasial (Anselin 1988). Modelmodel yang dapat mengatasi autokorelasi spasial yaitu Spatial Autoregressive
Model (SAR), Spatial Error Model (SEM) dan General Spasial Model (GSM).
SAR adalah model yang memuat informasi adanya ketergantungan observasi antar
lokasi (autoregresi). SEM adalah model yang memuat informasi adanya
autokorelasi error antar lokasi. Ketika informasi autoregresi dan autokorelasi error

antar lokasi termuat dalam satu model, maka model ini disebut model GSM. Philip
(2010) menyatakan bahwa GSM tidak banyak digunakan dalam praktek karena
tidak terdapatnya panduan atau teori bila matriks pembobot yang digunakannya
sama sehingga mengakibatkan masalah identifikasi.
Ensemble hadir sebagai teknik yang dapat menggabungkan satu atau
beberapa model dan memberikan keakuratan prediksi yang lebih kuat. Ensemble
non-hybrid dilakukan pada model SAR (ESAR). Ensemble non-hybrid juga
dilakukan pada model SEM (ESEM). Ensemble hybrid pada SAR dan SEM atau
pada model autokorelasi spasial (EAS). Melakukan Ensemble hybrid terboboti pada
model autokorelasi spasial dengan pembobot proporsional (Wpro-EAS), pembobot
regresi (Wreg-EAS) dan pembobot korelasi (Wcorr-EAS). Teknik ini diaplikasikan
pada data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 117 kabupaten/kota di Pulau
Jawa sebagai observasinya.
Pendugaan terbaik dilakukan dengan memilih RMSEA yang terkecil dari
beberapa metode pendugaan yang telah dilakukan. SAR memiliki nilai RMSEA
sebesar 2.483, RMSEA dari SEM sebesar 1.978, RMSEA dari ESAR sebesar 2.482,
RMSEA dari ESEM sebesar 1.975, RMSEA dari EAS sebesar 2.190, RMSEA dari
Wpro-EAS sebesar 2.191, RMSEA Wreg-EAS sebesar 1.817, dan RMSEA dari
Wcorr-EAS sebesar 15.539. Sehingga metode yang memiliki hasil prediksi terbaik
adalah WregEAS dengan RMSEA sebesar 1.817.

Kata kunci: Ensemble, Indeks Pembangunan Manusia, SAR, SEM, Spasial.

SUMMARY
SITTI MASYITAH MELIYANA R. Weighted Ensemble Hybrid In Spatial
Autocorrelation Model’s for Predicting Human Development Index in Java.
Supervised by HARI WIJAYANTO and FARIT MOCHAMAD AFENDI.
Regression analysis is a statistical method that describes the relationship
between the response variable and the predictor variables. At the time of the
relationship that occurs not only in the response variable and the explanatory
variables, but there relationship between observations on the response variable. One
of the reason is because observation at one location have a strong influence to other
nearby locations. The condition known as spatial effects that divided into two parts,
namely spatial autocorrelation and spatial diversity (Anselin 1988). The Models
that can overcome spatial autocorrelation namely Spatial Autoregressive Model
(SAR), Spatial Error Model (SEM) and General Spatial Model (GSM). SAR is a
model that contains information existance of observation dependence between
locations (autoregressive). SEM is a model that contains information exisance of
error autocorrelation between locations. When information of autoregressive and
error autocorrelation between locations contained in one model, then the model is
called the GSM model. Philip (2010) states that GSM is not widely used in practice

due to the absence of guidelines or theory if using similar weighting matrix with the
result that affect identification problem.
Ensemble present as a technique that can combine one or several models
and provide a stronger prediction accuracy. Non Hybryd Ensemble performed in
SAR model (ESAR). Non-hybrid ensemble also performed in SEM model (ESEM).
Ensemble hybrid in SAR and SEM or in spatial autocorrelation model (EAS). Do
Weighed ensemble hybrid in spatial autocorrelation models with proportional
weighted (WPRO-EAS), a regression weighted (Wreg-EAS) and the correlation
weighted (Wcorr-EAS). This technique was applied to the data of Human
Development Index (HDI) in 117 districts / cities in Java Island as the observation.
The best estimation is done by selecting the smallest RMSEA of several
estimation methods that has been done. SAR has a RMSEA value is 2.483, RMSEA
of SEM as 1.978, RMSEA of ESAR is 2.482, RMSEA of ESEM is 1.975, RMSEA
of EAS is 2.190, RMSEA of WPRO-EAS is 2.191, RMSEA Wreg-EAS is 1.817,
and RMSEA of Wcorr -EAS is 15.539. Such that the method has the best predictive
results is WregEAS with RMSEA of 1.817.
Keyword : Ensemble, Human Development Indeks, SAR, SEM, Spatial

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ENSEMBLE HYBRID TERBOBOTI PADA MODEL
AUTOKORELASI SPASIAL UNTUK MEMPREDIKSI INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA DI PULAU JAWA

SITTI MASYITAH MELIYANA R

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS

Judul Tesis : Ensemble Hybrid Terboboti pada Model Autokorelasi Spasial untuk
Memprediksi Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Jawa
Nama
: Sitti Masyitah Meliyana R
NIM
: G152120071

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi
Ketua


Dr Farit Mochamad Afendi, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Statistika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Indahwati, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim.
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi
besar Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam beserta keluarga Beliau, para
Shahabat, para tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para penerus perjuangan Beliau hingga
akhir zaman. Karya ilmiah ini berjudul “Ensemble Hybrid Terboboti pada Model
Autokorelasi Spasial untuk Memprediksi Indeks Pembangunan Manusia di Pulau
Jawa”.
Keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan,
bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan penghargaan dari ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
khususnya kepada:
1. Bapak Dr Ir Hari Wijayanto, MSi selaku pembimbing I dan Bapak Dr Farit
Mochamad Afendi, MSi selaku pembimbing II yang dengan penuh kesabaran
telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis selama
penyusunan karya ilmiah ini.
2. Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS selaku penguji luar komisi yang telah
banyak memberikan kritikan, masukan, dan arahan yang sangat membangun
dalam penyusunan karya ilmiah ini.

3. Seluruh staf pengajar pascasarjana Departemen Statistika IPB yang telah
banyak memberikan ilmu dan arahan selama perkuliahan.
4. Kedua orangtua, Ayahanda Rustam Simanjuntak dan Ibunda Emmi, yang telah
banyak memberikan dukungan moril, materi, doa dan kasih sayang yang tulus.
5. Adik-adikku tercinta Iqbal Muzaddaq R dan Sitti Nailah Rustam, dan seluruh
keluarga besar atas dukungan semangatnya serta doa yang tak henti-hentinya.
6. Teman-teman seperjuangan, Wirnancy Juliasari, Sitti Sahriman, dan Ade Ayu
Putrigati terima kasih atas perhatian, bantuan, kerjasama, dan kekompakannya.
7. Tetangga kayak gini, Annisa Ristiana, Bunga Anggraeni, Nining Erlina Fitri,
Fahrunnisa dan Yulia Puspita Sari yang telah memberikan semangat, nasehat
dan do’a, semoga kita tetap bertetangga di surga-Nya Allah kelak Aamiin.
8. Teman-teman Dubels yang selalu memberi keceriaan walaupun berada jauh
disana, terkhusus kepada Fahrul Basir yang telah memberikan banyak bantuan.
9. Seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih.
Atas segala bantuan yang diberikan, penulis hanya bisa berdoa dengan
harapan semoga semua kebaikan yang penuh keikhlasan tersebut dicatat sebagai
amal ibadah dan mendapatkan balasan berupa pahala di sisi Allah Subhanahu wa
ta’ala, Aamiin Ya Rabbal Alamin. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini. Namun, penulis berharap karya
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan.

Wassalam.
Bogor, Agustus 2015
Sitti Masyitah Meliyana R

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Indeks Pembangunan Manusi
Medel Regresi Klasik
Autokorelasi Spasial
Model Regresi Spasial
Matriks Pembobot Spasial
Spasial Autoregressive Model
Spasial Error Model
Teknik Ensemble

Simple Averaging
Weighted Averaging
3 METODE PENELITIAN
Data
Metode Analisis
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Pengujian Asumsi
Analisis Regresi Klasik
Indeks Moran
Uji Lagrange Multiplier (LM-test)
Analisis Autoregresi Spasial (SAR)
Analisis Spasial Error Model (SEM)
Ensemble Prediksi
Penambahan Noise
ESAR dan ESEM
Ensemble Autokorelasi Spasial (EAS)
EAS dengan Pembobotan Proporsional (Wpro-EAS)
EAS dengan Pembobotan Regresi (Wreg-EAS)
EAS dengan Pembobotan Korelasi (Wcorr-EAS)
Pendugaan Terbaik
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
3
3
3
4
5
6
7
9
11
12
12
13
13
13
16
16
17
18
19
20
21
22
23
23
23
24
24
25
25
26
30
30
30
31
32
41

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Estimasi parameter regresi MKT
Komposisi posisi provinsi dalam plot pencaran Moran
Uji Lagrange Multiplier
Estimasi Parameter SAR
Estimasi Parameter SEM
RMSEA setiap metode pendugaan

18
20
20
21
22
26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Boxplot Indeks Pembangunan Manusia
Peta Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Jawa
Plot hubungan tiap peubah penjelas dengan IPM
Plot Residual untuk Y
Plot pencaran Moran Indeks Pembangunan Manusia
Plot data Y dan plot data Y+noise

16
16
17
18
19
23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kode Kabupaten
Pembagian kabupaten beradasakan kategori Quantile-nya
Pembagian kabupaten berdasakan kuadran pencaran Moran
Perbandingan Y dengan hasil prediksi SAR dan SEM
Perbandingan Y aktual dengan hasil prediksi ESAR dan ESEM
Perbandingan Y aktual dengan hasil prediksi dari EAS
Perbandingan nilai Y dengan hasil prediksi ensemble terboboti
Nilai pembobot yang digunakan untuk setiap jenis pembobotan.
Hasil Prediksi Wreg-EAS

32
33
34
35
36
37
38
39
40

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Analisis regresi merupakan metode statistika yang digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara peubah respon dan peubah penjelas. Model yang
dihasilkan disebut model regresi. Dengan model itu, kita berusaha memahami,
menerangkan, mengendalikan dan kemudian memprediksi perilaku data. Model
juga menolong peneliti dalam menentukan hubungan sebab akibat antara dua atau
lebih peubah.
Permasalahan muncul ketika model yang terbentuk mengalami pelanggaran
asumsi yang berkenaan dengan masalah error yang berkorelasi dan masalah
heterogenitas pada error. Misalnya saja dikarenakan pengamatan pada suatu lokasi
memiliki hubungan yang kuat dengan lokasi lain yang berdekatan. Kondisi tersebut
dikenal dengan efek spasial, yang dapat dibagi kedalam 2 bagian, yaitu autokorelasi
spasial dan keragaman spasial (Anselin 1988). Adanya efek spasial tidak bisa
diabaikan dalam pendugaan model. Bila mengabaikan informasi adanya efek
spasial pada data, maka pengamatan menghasilkan kesimpulan yang berbeda
sehingga model yang terbentuk menjadi tidak layak (LeSage 1997). Griffith (2000)
juga menunjukkan dalam penelitiannya bahwa pemodelan dengan cara klasik akan
terganggu dengan adanya autokorelasi spasial sehingga pemodelannya tidak bisa
digunakan. Oleh karena itu, diperlukan suatu model yang dapat memperhatikan
efek dari autokorelasi spasial. Model ini disebut dengan model autokorelasi spasial
yang dikembangkan dari analisis regresi spasial. Model-model yang terbentuk
yakni Spatial Auto-Regressive Model (SAR), Spatial Error Model (SEM) dan
General Spatial Model (GSM).
SAR adalah model yang memuat informasi adanya ketergantungan
observasi (autoregresi) antar lokasi. SEM adalah model yang memuat informasi
adanya autokorelasi error antar lokasi. McMillen (1992) menjelaskan bahwa
metode SAR dan SEM lebih tepat digunakan dalam model yang mempunyai
autokorelasi spasial. Ketika informasi autoregresi dan autokorelasi error antar
lokasi termuat dalam satu model, maka model ini disebut model GSM. Oleh karena
itu GSM dikenal sebagai penggabungan SAR dan SEM. Philip (2010) menyatakan
bahwa GSM tidak banyak digunakan dalam praktek karena tidak terdapatnya
panduan atau teori bila matriks pembobot yang digunakan sama (W = W1 = W2)
yang mengakibatkan masalah identifikasi. Sehingga peneliti menyarankan
menggunakan Teknik ensemble untuk menggabungkan informasi autoregresi dan
autokorelasi error, yang akan disebut dengan ensemble autokorelasi spasial.
Ensemble hadir sebagai teknik yang dapat menggabungkan satu atau
beberapa model dan memberikan keakuratan prediksi yang lebih kuat. Teknik
ensemble menjadi salah satu teknik penting dalam peningkatan kemampuan
prediksi dari berbagai model standar (Zhu 2008). Friedman & Popescu (2008)
melakukan studi simulasi dan mendapatkan hasil bahwa teknik ensemble
mendeteksi dengan baik peubah yang berpengaruh dan saling berinteraksi. Pada
prinsipnya teknik ensemble adalah menggabungkan hasil prediksi dari banyak

2
model, kemudian melakukan prediksi dari model terbaik yang terpilih tersebut.
Terdapat dua jenis teknik ensemble yaitu hybrid dan non-hybrid (De Bock et al.
2010). Penggunaan teknik ensemble hybrid ialah menggunakan berbagai metode
pemodelan dan selanjutnya menggabungkan prediksi yang dihasilkan oleh masingmasing metode menjadi satu prediksi akhir. Sedangkan teknik ensemble non-hybrid
bekerja dengan satu jenis metode namun menggunakannya berkali-kali untuk
menghasilkan banyak model yang berbeda, dan selanjutnya hasil prediksi dari
model-model tersebut digabungkan menjadi satu prediksi akhir.
Salah satu kasus yang dipengaruhi oleh kedekatan wilayah adalah Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya IPM adalah tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan. Dimana
faktor-faktor ini juga dipengaruhi oleh kedekatan wilayah. Pada kasus IPM, suatu
wilayah yang berdekatan dengan kota besar cenderung memiliki nilai IPM yang
tinggi, sebaliknya wilayah yang berjauhan dengan kota besar cenderung memiliki
nilai IPM yang rendah. Hal ini karena antar dua wilayah terjadi interaksi keterkaitan
spasial. Sehingga data dalam penelitian ini menggunakan data IPM BPS di tahun
2012 di 117 kabupaten/kota di pulau jawa.
Beberapa penelitian tentang ensemble ialah Fransiska (2014) menggunakan
teknik ensemble hybrid untuk metode dekomposisi ensemble dalam memprediksi
harga beras DKI Jakarta untuk data time series. Rohmawati (2015) menggunakam
teknik ensemble non-hybrid untuk aplikasi analisis regresi spasial pada data
kemiskinan di pulau jawa. Penelitian sebelumnya belum menggunakan weighted
averaging dalam ensemble guna mendapatkan hasil prediksi yang lebih baik. Oleh
karena itu, penelitian ini akan menggunakan ensemble hybrid dengan pembobotan
pada model-model autokorelasi spasial.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan hasil prediksi yang lebih baik
dengan menerapkan teknik ensemble terboboti untuk model autokorelasi spasial
pada indeks pembangunan manusia (IPM) dengan 117 kabupaten di pulau Jawa
sebagai observasinya.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur pencapaian pembangunan
manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Menurut departemen
dalam negeri, IPM digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan
dalam pelaksanaan otonomi dan pembangunan daerah. IPM juga digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan pembangunan sehingga dapat mengklasifikasikan
sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang ataukah negara terbelakang.
Selain itu, IPM juga dapat mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas
hidup. IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar, yaitu dimensi umur
panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak (BPS 2008). Informasi
tentang IPM diperlukan untuk menetapkan prioritas pembangunan di setiap daerahdaerah di Indonesia.

Model Regresi Klasik

Persamaan regresi yang terdiri atas satu peubah respon dan satu peubah
penjelas disebut regresi sederhana, sedangkan persamaan regresi dengan beberapa
peubah penjelas dan satu peubah respon disebut regresi berganda (Walpole &
Myers 1995). Hubungan antara peubah tersebut bila dimodelkan dalam bentuk
matriks, maka bentuk persamaannya:
�= �+�
�~
,� �
Dimana y adalah vektor peubah respon, X adalah matriks peubah penjelas, � adalah
vektor koefisien, dan � adalah vektor error. Pendugaan parameter � pada model
regresi klasik menggunakan metode kuadrat terkecil (MKT). Penduga parameter �
adalah:
̂ = ′ − ′�

Asumsi-asumsi dalam regresi berganda yang harus dipenuhi adalah:
1. Error menyebar normal
2. Ragam error homogen (var[� ] = � �
3. Error saling bebas (Ε[� � ] = , ≠

4
Autokorelasi Spasial

Autokorelasi spasial adalah pembeda antara model regresi umum dan model
regresi spasial. Hal ini terjadi akibat adanya ketergantungan dalam data lokasi.
Indeks global Moran adalah suatu statistik yang sering digunakan dalam mendeteksi
autokorelasi spasial. Statistik Moran’s I adalah ukuran korelasi antara pengamatan
pada suatu lokasi dengan lokasi lain yang berdekatan. Moran’s I dapat diperoleh
melalui persamaan berikut:
∑n ∑n w x − x̅ (x − x̅)
][
]
∑n x − x̅

n
I=[ n n
∑ ∑

dengan n adalah banyaknya pengamatan, x̅ adalah nilai rata-rata dari x
sebanyak n lokasi, x merupakan nilai pada lokasi ke-i, x adalah nilai pada lokasi
ke-j, dan w adalah elemen matriks pembobot spasial. Nilai dari statistik I
merupakan koefisien korelasi yang berkisar antara -1 sampai 1. Nilai mendekati 1
atau -1 berarti memiliki korelasi yang tinggi. Sedangkan mendekati nilai 0 berarti
tidak ada korelasi.
Statistik lokal Moran berguna untuk pendeteksian hotspot/coldspot pada
data area diskrit. Selain itu, jika ada pengelompokan dari beberapa hotspot/coldspot
akan teridentifikasi sebagai gerombol lokal (local cluster). Local Moran dengan
pembobot matriks contiguity didefinisikan sebagai berikut:

c

dengan, w = ∑

c

I = z ∑w z

dan

z = y − y̅ (y − y̅) . z adalah nilai hasil

standarisasi dari peubah respon yang diamati pada lokasi ke-i, dan z adalah nilai
hasil standarisasi dari peubah respon yang diamati pada lokasi ke-i dan lokasi ke-j.
Sementara y merupakan nilai pengamatan pada lokasi ke-i , y adalah nilai
pengamatan pada lokasi lain ke-j, y̅ adalah nilai rataan dari peubah respon, dan w
adalah ukuran pembobot antara wilayah ke-i dan wilayah ke-j, serta � merupakan
nilai kolom ke-i dan ke-j .
Pengujian hipotesis Indeks Global Moran dan Local Moran dilakukan untuk
menguji adanya autokorelasi spasial baik positif ataupun negatif dan merupakan
suatu pengujian satu arah. Bentuk hipotesis awal (H0) adalah H0: I = 0 ,Tidak
terdapat autokorelasi spasial. Sementara bentuk hipotesis alternatifnya (H1) ada dua
jenis (positif atau negatif).
H1 : I > 0 ; Terdapat autokorelasi spasial positif. Artinya area yang berdekatan mirip
dan cenderung bergerombol dalam suatu area.
H1 : I < 0 ; Terdapat autokorelasi spasial negatif. Artinya area yang berdekatan
tidak mirip dan membentuk pola visual seperti papan catur.
� −�
Statistik uji dinyatakan pada persamaan (Lee & Wong 2001) : ℎ � = �����
Pengambilan keputusan adalah

ditolak jika |



�| >



.





5
Model Regresi Spasial
Hukum pertama tentang geografi dikemukakan oleh W. Tobler dalam
Anselin (1988), yang berbunyi “Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan
yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada
sesuatu yang jauh”. GSM merupakan Model regresi spasial dikembangkan oleh
Anselin (1988), dengan formula sebagai berikut:
�=ρ �+ �+

+�
� ~N , σ �

(2)
(3)

Dengan � adalah vektor peubah respon dengan ukuran × ,
adalah
matriks peubah penjelas dengan ukuran × + , � adalah vektor koefisien
regresi dengan ukuran
+ × , adalah parameter koefisien spasial lag
peubah respon, � adalah parameter koefisien spasial lag error, � dan � vektor error
berukuran × ,
dan
adalah matriks pembobot berukuran × ,
adalah jumlah amatan atau lokasi, adalah jumlah peubah respon dengan =
, , … , , � adalah matriks identitas dengan ukuran × . Dalam bentuk matriks
dapat ditulis sebagai berikut:
�=[
=
[




]

; �=[

� ] ;



� = [�

] ;

];

ε = [�

=[

� ]





]

Asumsi pada regresi spasial sama halnya dengan asumsi pada model regresi
klasik. Asumsi tersebut adalah asumsi kehomogenan, kenormalan, dan tidak ada
autokorelasi dari galat. Pendugaan parameter pada model GSM diperoleh dengan
metode penduga kemungkinan maksimum (Anselin 1988).
Dari persamaan (2) dapat dinyatakan dalam bentuk
�−
�−

�= �+�
�= �+�

atau
(4)

Dan dari persamaan (3) dapat dinyatakan dalam bentuk
�−� �= �
�= �−� − �

atau

Persamaan (4) disubstitusi ke persamaan (5) diperoleh
�−
�−�

�= �+ �−� − �
�= �−
�− �



(5)

6
Jika semua ruas dikalikan dengan � − �
�= �−�

[ �−

� ;� =

� | |−

/

� ;� =

� �

− /

, maka
� − �]

(6)

Nilai fungsi kemungkinan peubah � adalah



exp [− �

�]

(7)

� �]

(8)

dengan V adalah matriks ragam koragam dari ε. Bila diasumsikan = � �, | | =
� |�| = � . Kebalikan dari matriks ragam koragam dari − = � − �. Dengan
mensubstitusikan nilai | | dan − pada persamaan (7) maka diperoleh
exp [−



Dari hubungan ε dan y pada persamaan (6), didapatkan nilai Jacobian
��

= | | = |� − � ||� −

|

��

Dengan mensubstitusikan persamaan (6) ke dalam persamaan (8) diperoleh fungsi
kemungkinan untuk � yaitu:
, �, � , � ; � =

� �

− /

|� − � ||� −

� [ �−
� − �]} { � − �
dan fungsi log kemungkinan (log-likelihood) yaitu:

[ �−

|

, �, � , � ; � = � −
� + |� − � | + |� −
� [ �−
� − �]} { � − � [ � −
� − �]}

[−



{ �−

� − �]}]
|−



{ �−
(9)

Misalkan kuadrat matriks pembobot � −
�−
dinotasikan sebagai �
dan penduga � diperoleh dengan memaksimalkan fungsi log kemungkinan pada
persamaan (9). Penduga � adalah
̂ =
� �−� �

� −
Matriks Pembobot Spasial

Matriks pembobot spasial pada dasarnya merupakan matriks autokorelasi
spasial dengan notasi W. Matriks ini menggambarkan hubungan antar lokasi dan
diperoleh berdasarkan informasi jarak atau ketetanggan. Matriks W ini adalah
matriks yang sudah distandarkan dengan jumlah tiap barisan sama dengan satu dan
diagonal dari matriks ini umumnya diisi dengan nilai nol. Dimensi dari matriks ini

7
adalah × . Tiga tipe dari matriks autokorelasi spasial menurut Dubin (2009)
adalah sebagai berikut:
1. Benteng Catur
Konsep persinggungan ini memberikan nilai 1 untuk lokasi yang bersisian
langsung di utara, selatan, barat, dan timur sedangkan 0 untuk lainnya.
2. Gajah Catur
Konsep persinggungan ini mendefinisikan nilai 1 untuk lokasi yang
bersinggungan sudut dari lokasi yang sedang diamati sedangkan 0 untuk lainnya.
3. Ratu Catur
Konsep persinggungan ini mendefinisikan nilai 1 untuk daerah yang
persinggungan sisi dan sudutnya bertemu dengan daerah yang sedang diamati
sedangkan nilai 0 untuk lainnya.
Setelah menentukan matriks pembobot spasial yang akan digunakan,
selanjutnya dilakukan normalisasi pada matriks pembobot spasial tersebut.
Normalisasi pada matriks pembobot spasial yang biasa digunakan adalah
normalisasi baris (row-normalize). Artinya bahwa matriks tersebut ditransformasi
sehingga jumlah dari masing-masing baris matriks menjadi sama dengan satu
(Dubin 2009).

Spatial Autoregressive Model

SAR merupakan model regresi linier yang pada peubah responnya terdapat
korelasi spasial. Model ini dinamakan campuran autoregresi dengan regresi karena
mengkombinasikan regresi biasa dengan model regresi spasial lag pada peubah
respon (Anselin 1988). Model umum SAR dibentuk dari persamaan (2) dengan ρ
≠ 0 dan λ = 0, maka persamaannya menjadi:
�=

�+ �+ �

�~

,� �

SAR digunakan apabila terdapat autokorelasi peubah respon antar lokasi.
Moran’s I tidak bisa membedakan jenis autokorelasi pada error ataupun dalam
peubah responnya. Oleh karena itu, masalah tersebut diatasi dengan uji statistik
lagrange multiplier (LM). Hipotesis untuk menguji autokorelasi spasial dalam
peubah respon adalah:
H0 :
H1 :
Statistik uji:

=


(tidak ada autokorelasi dalam peubah respon)
(ada autokorelasi dalam peubah respon)
��

=

[��

�=[

(

�/(�� �/�)]


̂ )� �− (




̂


)



, dengan


(

̂)


] + �(

+



),

8
atau p-value < . Jika parameter signifikan,
H0 ditolak jika
�� > �
maka dilanjutkan pada pembentukan model SAR.
Pendugaan parameter pada model SAR menggunakan metode kemungkinan
maksimum. Pada persamaan (2), � diasumsikan menyebar normal, bebas stokastik,
identik, dengan nilai tengah nol dan ragam � , � adalah galat pada lokasi ke-i. Bila
diasumsikan fungsi kepekatan peluang dari �

� =

�√

� .





exp [−

]; −∞ < � < ∞, = , ,



Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah acak � , � , … , �
� =
=

�/

��





[−

�� �


,

]

Fungsi kepekatan bersama peubah respon � diperoleh dengan metode
transformasi peubah yang memetakan ruang ε berdimensi n ke sebuah ruang �
berdimensi n. Dari persamaan (2) diperoleh
� =�−
� = �–

�− �
�− �

��

Jacobian dari transformasi ini adalah

��

=|�–

dari matriks � −
yang berukuran
peluang bersama dari peubah respon �
� =

� ||

=

�/

��

. Sehingga diperoleh fungsi kepekatan

�− �

�−

[−

Fungsi kemungkinan bagi parameter �, , �
�, , � ; � =

� ; �, , �
=

|�−

�/

|

��

|, yang menyatakan determinan

[−





�−

�−

�− �

] |� −

�− � � �−


�− �

|
]

(11)

Pendugaan untuk �, , �
diperoleh dengan memaksimalkan fungsi
kemungkinan yang ekivalen dengan memaksimalkan logaritma dari fungsi
kemungkinan pada persamaan (11)
=

=



|�−

�/

|

��

� +

[−

|� −

�−

|−

�− � � �−
�−


�− �

�− �


�−

]

�− �

(12)

9
Untuk mendapatkan penduga untuk � dan � , fungsi log kemungkinan akan
bernilai maksimum ketika suku terakhir dari persamaan (12) bernilai minimum.
Sehingga pendugaan untuk �,
̂ =






�–

̂ �

Pendugaan untuk � sebagai berikut:

�̂ =

(�−̂

̂ )� (�−̂
�− �

̂)
�− �



(13)

(14)

̂� adalah nilai penduga peubah
dengan � i adalah peubah respon pada lokasi , �
respon pada lokasi I dan n adalah banyak pengamatan. Sedangkan pendugaan untuk
sebagai berikut:
̂ = �′







�′ �

(15)

Spasial Error Model

SEM adalah model regresi linier yang pada peubah errornya terdapat
korelasi spasial. Hal ini disebabkan oleh adanya peubah penjelas yang tidak
dilibatkan dalam model regresi linier sehingga akan dihitung sebagai error dan
peubah tersebut berkorelasi spasial dengan galat pada lokasi lain. SEM dibentuk
dari persamaan (2) dengan ρ = 0 dan λ ≠ 0, maka persamaannya:
�= �+�

�+�

dengan � diasumsikan menyebar normal dengan � = , ��′ = � �
SEM terjadi akibat adanya autokorelasi antara nilai error pada suatu lokasi
dengan nilai error di lokasi lain. Hipotesis statistik LM untuk menguji
ketergantungan spasial dalam error adalah:
H0 : λ = 0 (tidak ada autokorelasi error spasial)
H1 : λ ≠ 0 (ada autokorelasi error spasial)

Statistik Uji:

���

=

�(

[

��

�� �


+



]



)

,

atau p-value < . Jika parameter signifikan, maka
H0 ditolak jika
��� > �
dilanjutkan pada pembentukan model SEM. Adapun penduga parameter model
dilakukan dengan melakukan operasi matriks dari persamaan (16) sehingga
diperoleh:
� =� �+�
�−� � = �
� = �−� − �
� = �+ �−� − �

10
jika kedua ruas dikalikan � – �

maka diperoleh

� − � � = �−�
� − � � =
−�

� = �+�

dimana

� + �
�+�

(17)

�* adalah vektor �– � � berukuran nx1
* adalah matriks – �
berukuran nxp
Persamaan (16) disebut bentuk tereduksi dari model galat spasial.
Fungsi kepekatan peluang dari εi


=



[−

�√

−∞ < � i < ∞, i = 1, 2,…, n

],



Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah acak ε1, ε2, …, εn
� =

� .

=

�/

��





[−



�� �


]

Fungsi kepekatan bersama peubah respon � diperoleh dengan metode
transformasi peubah dari model galat spasial yang memetakan ruang � berdimensi
n kesebuah ruang y berdimensi n. dari persamaan (16) diperoleh
� = �– �
� = �– � �

sehingga

� = �– �

�– �

Jacobian dari transformasi ini adalah |� − � | yang menyatakan determinan dari
matrik yang berukuran nxn. Sehingga diperoleh fungsi kepekatan peluang bersama
dari n peubah respon �
� =

=

� ||
�/

��

[−

( �−�

�− � )





�−�

Fungsi kemungkinan bagi parameter �, �, �
�, �, � ; � =

|�−� |
�/

��

[–

�−�

�− �

] |� − � |

�− � � �−�


�− �

]

(18)

Pendugaan parameter �, �, � diperoleh dengan memaksimalkan fungsi
kemungkinan yang ekivalen. Dengan memaksimalkan logaritma dari fungsi
kemungkinan persamaan (18).
= ln

|�−� |
�/

��

[−

�− � � �−�





�−�

�− �

]

11
= −

� +

|� − � | −

�− � � �−�





�−�

�− �

(19)

Pendugaan untuk � , � dan � diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log
kemungkinan (log-likelihood) pada persamaan (19). Untuk mendapatkan
pendugaan untuk � dan � , fungsi log kemungkinan akan bernilai maksimum
ketika suku terakhir dari persamaan (19) bernilai minimum. Pendugaan untuk :
̂ = [( − �̂


) ( − �̂

Pendugaan untuk �2 adalah
�̂ =

[ �−�

̂ )� �−�
(�− �

)]



( − �̂

) (� − �̂

�)

(20)

̂ )]
(�− �

(21)

Untuk menduga parameter � diperlukan suatu iterasi numerik untuk
mendapatkan penduga untuk � yang memaksimalkan fungsi log kemungkinan,
yaitu:
�̂ = −





|� − � | −

− � ′ �−�

′ �−�



− �

(22)

Teknik Ensemble

Ensemble adalah teknik dalam memprediksi dengan menggabungkan
beberapa model yang dihasilkan dari suatu metode atau beberapa metode. Teknik
ini tidak mengambil salah satu dari model terbaik dari banyaknya model-model
yang dihasilkan dari suatu analisis serta tidak melakukan pendugaan dari modelmodel terbaik tersebut. Pendugaan dilakukan dengan menggabungkan hasil
pendugaan dari berbagai model yang ada. Ada dua langkah utama untuk pembuatan
sebuah ensemble. Langkah pertama adalah membuat keanggotan ensemble dan
langkah kedua adalah untuk menentukan kombinasi yang tepat dari hasil-hasil dari
anggota ensemble untuk menghasilkan hasil ensemble yang tunggal.
Berbagai pendekatan telah diusulkan untuk menghasilkan anggota ensemble,
dan secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua macam. Pertama dengan
menggunakan pengacakan dan yang kedua adalah mengubah kumpulan data. Zaier
et al. (2010) menunjukkan bahwa ada dua metode yang biasa digunakan untuk
mengkombinasikan hasil yang berbeda dari keanggotaan ensemble, yaitu averaging
dan stacking. Zhou (2012) membagi averaging menjadi dua yakni simple averaging
dan weighted averaging.

12
Simple Averaging
Proses ensemble dengan menggunakan metode simple averaging, yakni
dengan menghitung rata-rata hasil dari keanggotaan ensemble. Misalkan Q adalah
anggota dalam sebuah ensemble, fungsi kombinasinya adalah :
=



=

̂

,

+

dengan ̂ , adalah hasil dari model k untuk pengamatan ke t. Penggunaan
pendekatan averaging itu mudah dan telah terbukti menjadi pendekatan yang efektif
untuk meningkatkan kinerja model prediksi.
Weighted Averaging
Proses ensemble dengan menggunakan weighted averaging yakni dengan
menggabungkan hasil rata-rata dari keanggotaan ensemble dengan bobot yang
berbeda sesuai dengan jenis pembobotan. Secara rinci weighted averaging
memberikan hasil gabungan sebagai berikut:
ℎ =∑
=

Dimana
adalah bobot untuk . Proses ensemble dengan weighted averaging
tidak berarti lebih baik dari hasil prediksi simple averaging. Buktinya belum ada
literature yang menyatakan weighted averaging lebih unggul dari pada simple
averaging. Namun secara luas jika didapatkan pembobot yang tepat maka prediksi
dari weighted averaging akan lebih baik dari simple averaging.

13

3 METODE PENELITIAN

Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari publikasi
Badan Pusat Statistik Indonesia di tahun 2012 dan data potensi desa 2011. Secara
keseluruhan data yang digunakan mencakup 117 kabupaten di pulau Jawa. Peubah
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peubah respon (Y) yaitu Indek Pembangunan Manusia
2. Peubah penjelas (X) yaitu :
a. Banyaknya Perguruan Tinggi Negeri (X1)
b. Persentase Lembaga Keterampilan Perseribu penduduk (X2)
c. Persentase Sarana Kesehatan Perseribu Penduduk (X3)
d. Persentase Pasar Modern Perseribu Penduduk (X4)
e. Persentase Koperasi Perseribu Penduduk (X5)
f. Persentase Resto Perseribu Penduduk (X6)
g. Persentase Hotel Perseribu Penduduk (X7)
h. Persentase Pasar Tradisional Perseribu Penduduk (X8)
i. Angka Partisipasi Sekolah Umur 19-24 Tahun (X9)

Metode Analisis

Metode penelitian yang digunakan sebagai langkah-langkah pada penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan eksplorasi data
2. Melakukan analisis regresi klasik
a. Peubah penjelas yang digunakan adalah peubah-peubah penjelas yang
memiliki nilai Variance Inflation Factor (VIF) < 10 dan nyata pada taraf
∝ = %.
b. Menyusun model regresi klasik � = � + � dan memenuhi asumsiasumsi regresi klasik.
3. Mengecek efek spasial
a. Membuat matriks pembobot spasial (W) dengan metode queen contiguity.
b. Membuat Moran Scatter Plot (plot pencaran moran) yang berfungsi sebagai
analisis eksplorasi secara visual untuk mendeteksi efek spasial pada data

14
dan disertai dengan pengecekan nilai Indeks Moran yang diperoleh dari =
∑ ∑

,

(∑ ∑

,

−̅ (

−̅

)∑

− ̅)

c. Melakukan pengujian LM Test
 LM test untuk pengecekan autoregressive spatial adalah



��

=

[�
/( � � / )] / , if
or P-value < maka ada
�� > �
autoregressive spatial.
LM test pengecekan autokorelasi error spatial adalah
��� =
[� �



�/ (� � �)/
+



]

, if

���

>�

or P-value <

maka ada

autokorelasi error spatial.
4. Melakukan analisis regresi spasial
a. Menyusun model SAR dengan persamaan � =
� + � + � dimana
adalah parameter koefisien spasial lag peubah respon.
b. Menyusun model SEM dengan persamaan � = � + �, � = � � + �
dimana � adalah parameter koefisien spasial lag error.
c. Peubah penjelas yang digunakan adalah peubah-peubah penjelas yang nyata
pada taraf ∝ = %.
5. Melakukan prediksi dengan teknik ensemble
a. Menambahkan white noise pada data.
b. Menganalisis data yang telah diberi white noise dengan metode SAR atau
SEM
c. Mengulangi langkah 1-2 sebanyak N kali, tetapi dengan white noise yang
berbeda disetiap iterasinya.
d. Menghitung prediksi ensemble SAR (ESAR) dan prediksi ensemble SEM
(ESEM) dengan menggunakan simple averaging berikut, ̂ = ∑

=

̂ ;

= , ,…,
(banyaknya observasi) dan = banyaknya iterasi (N)
6. Melakukan prediksi dengan teknik ensemble autocorrelation spatial (EAS)
a. Menyusun keanggotaan ensemble dari gabungan prediksi ESAR dan ESEM.
b. Memrediksi EAS dengan menggunakan simple averaging yaitu ̂ �� =
.
̂ � + ̂ � dimana = , , … ,
7. Melakukan prediksi dengan teknik EAS dengan pembobotan proporsional
(Wpro-EAS)
a. Menyusun keanggotaan ensemble dari gabungan prediksi ESAR dan ESEM
dengan pemberian bobot secara proporsional.
b. Menentukan nilai bobot b1 dari hasil rata-rata rasio y dan ̂� � , dan nilai
bobot b2 dari hasil rata-rata rasio y dan ̂� � .
c. Menghitung pendugaan dari Wpro-EAS dengan rumus ̂
� −�� =
[ ̂ � � + ̂ � � + ̂ � � + ̂ � � ] dimana = , , … ,
8. Melakukan prediksi dengan teknik EAS dengan pembobotan regresi (WregEAS)

15
a. Menyususn keanggotaan ensemble dari gabungan prediksi ESAR dan
ESEM dengan pemberian bobot secara regresi.
b. Meregresikan y, ̂� � , dan ̂� � untuk mendapatkan b0 dari intercept, b1
dari koefisien ̂� � dan b2 dari koefisien ̂� � .
c. Menghitung pendugaan dari Wreg-EAS dengan rumus ̂ ���−�� =
+
̂ �� + ̂ �� .
9. Melakukan prediksi dengan teknik EAS dengan pembobotan korelasi (WcorrEAS)
a. Menyusun keanggotaan ensemble dari gabungan prediksi ESAR dan ESEM
dengan pemberian bobot secara korelasi.
b. Menentukan nilai bobot b1 dari korelasi y dan ̂� � , dan nilai bobot b2 dari
korelasi y dan ̂� � .
c. Menghitung pendugaan dari Wpro-EAS dengan rumus ̂ � ��−�� =
[ ̂ � � + ̂ � � + ̂ � � + ̂ � � ] dimana = , , … ,
10. Membandingkan nilai RMSEA antara regresi klasik, SAR, SEM, E-SAR, ESEM, EAS, Wreg-EAS, Wpro-EAS dan Wcorr-EAS dengan menggunakan
statistik root mean square error aproctimation (RMSEA), nilai terkecil berarti
prediksinya lebih baik.

∑�= �̂ −�

�=√



16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

Eksplorasi data berguna untuk mempelajari karakteristik data agar lebih
mudah dalam menentukan model analisis statistik yang sesuai (perbaikan dari
analisis statistik yang sudah direncanakan). Langkah pertama yang perlu dilakukan
adalah pemeriksaan data. Berikut pada gambar 1 adalah boxplot dari peubah respon
Y (IPM).

Gambar 1 Boxplot Indeks Pembangunan Manusia
Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa data lebih banyak menyebar pada nilainilai tinggi yaitu sekitar median keatas. Nilai median adalah 73.43. Juga terlihat
adanya 3 outlier yakni pada kabupaten bondowoso, probolinggo dan sampan
dengan nilai IPM masing-masing 64.98, 64.35, dan 61.67. IPM terbesar berada pada
DI Yogyakarta yaitu sebesar 80.24. Sedangkan nilai IPM terendah berada pada
kabupaten Sampang yaitu sebesar 61.67. Nilai rata-rata IPM di pulau jawa adalah
sebesar 73.22.
Berikut adalah gambaran nilai Indeks Pembangunan Manusia setiap
kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan sebaran IPM.

Gambar 2 Peta Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Jawa
Berdasarkan Gambar 2 diatas, nilai IPM dikategorikan dari yang terkecil sampai
yang terbesar dilihat dari nilai yang berada pada quantile nya. Nilai
sebesar
63.79, nilai
sebesar 64.16 dan nilai
sebesar 65.04. Kabupaten yang termasuk
dalam setiap kategori dapat dilihat pada lampiran 2. Hubungan tiap peubah penjelas
dengan IPM disajikan pada gambar 3 berikut:

17

Gambar 3 Plot hubungan tiap peubah penjelas dengan IPM.
Pada Gambar 3 terlihat adanya hubungan positif antara nilai IPM dengan
setiap peubah penjelasnya. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya nilai
IPM seiring dengan meningkatnya pengeluaran perkapita, angka melek huruf dan
angka harapan hidup.

Pengujian Asumsi

Sebelum menyusun model regresi klasik dilakukan uji asumsi terlebih
dahulu. Berikut adalah hasil pengecekan residualnya, dari plot normalitasnya
terlihat mendekati garis diagonal sehingga dapat dikatakan bahwa data menyebar
normal. Kemudian pengecekan jika dilihat dari Gambar 4 plot antara Fitted value
dengan residualnya dapat dikatakan bahwa plot memiliki lebar pita yang cukup
sama sehingga sudah memenuhi asumsi homoskedastisitas, sedangkan untuk
pengecekan autokorelasinya dapat dilihat dari Gambar 4 plot antara residual dengan
observation order nya terlihat bahwa tidak ada asumsi autokorelasi yang dilanggar
karena tidak terbentuk pola tertentu. Selanjutnya dilakukan penyusunan model
regresi klasik.

18

Gambar 4 Plot Residual untuk Y

Analisis Regresi Klasik

Pemodelan dengan menggunakan analisis regresi klasik menghasilkan 4
peubah yang nyata pada taraf 5%. Peubah tersebut adalah jumlah perguruan tinggi
(X1), persentase sarana kesehatan (X3), persentase pasar modern (X4) dan
persentase pasar tradisional (X8). Untuk mengecek multikolinearitas dapat dilihat
dari nilai VIF nya. Nilai VIF yang kurang dari 10 berarti tidak terdapat
multiolinearitas. Nilai VIF yang disajikan oleh Tabel 2 untuk masing-masing
peubah penjelas adalah 1.792, 2.731, 1.310 dan 1.232 menandakan tidak adanya
masalah pada multikolinearitasnya. Sehingga dapat dilanjutkan dengan analisis
regresi klasik dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (MKT). Estimasi
parameter dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (MKT) disajikan pada
Tabel 1.

Peubah
Konstanta
X1
X3
X4
X8

Tabel 1 Estimasi parameter regresi MKT
Koefisien Galat Baku
P-Value
68.336
0.749
0.000
0.045
0.018
0.015
0.069
0.023
0.004
0.087
0.039
0.027
-0.258
0.128
0.046

VIF
***
1.792*
2.731**
1.310*
1.232*

Keterangan: ***) nyata pada taraf 0.001, **) nyata pada taraf 0.01, *) nyata pada taraf 0.05

19

Persamaan regresi klasik yang terbentuk menggunakan metode kuadrat
terkecil (MKT) adalah sebagai berikut :
̂ = 68.336 + 0.045X1 + 0.069X3 + 0.087X4 - 0.258X8

Persamaan regresi klasik yang terbentuk memiliki nilai R-Square 55.1% yang
berarti model regresi klasik dapat menjelaskan keragaman indeks pembangunan
manusia sebesar 55.1%. sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh peubah lain diluar
model. Selanjutnya akan dilakukan pengujian untuk mengecek keberadaan
autokorelasi spasial menggunakan Indeks Moran.

Indeks Moran

Pengujian Indeks Moran dilakukan dengan terlebih dahulu untuk membuat
matriks pembobot sesuai konsep ratu catur. Matriks pembobot yang telah dibuat
kemudian distandarisasi baris. Pengujian indeks moran dilakukan untuk mendeteksi
adanya kemungkinan hubungan spasial antar lokasi yang bisa saja disebabkan
karena adanya error correlation antar lokasi atau bisa saja adanya hubungan antar
peubah respon (IPM) antar lokasi yang biasa disebut dengan spatial-lag correlation.
Pengujian Indeks Moran diperlukan untuk mengecek ada tidaknya autokorelasi
spasial pada data agar tidak terjadi kesalahan pendugaan yang menyebabkan model
menjadi tidak layak.
3
2

ZWY

1

-4

0
-3

-2

-1

0

1

2

3

-1
-2
-3
-4

ZY

Gambar 5 Plot pencaran Moran Indeks Pembangunan Manusia
Berdasarkan Gambar 5 hasil plot pencara Moran di atas, terlihat plotnya menyebar
dibeberapa kuadran. Kuadran I terletak di kanan atas yang disebut kuadran HighHigh, artinya memiliki autokorelasi positif karena nilai pengamatan lokasi tersebut
tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga tinggi. Kuadran II terletak dikanan
bawah yang disebut High-Low, artinya memiliki autokorelasi negatif karena nilai
pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang memiliki

20
nilai rendah. Kuadran III terletak di kiri bawah yang disebut kuadran Low-Low,
artinya memiliki autokorelasi positif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut
rendah dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga rendah. Kuadran IV terletak di
kiri atas yang disebut kuadran Low-High, artinya memiliki autokorelasi negatif,
karena nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area yang tinggi.
Detail persentase komposisi setiap kuadran dapat dilihat pada tabel 2. Terlihat
bahwa plot banyak berada pada kuadran I dan III artinya memiliki autokorelasi yang
positif.
Tabel 2 Komposisi posisi provinsi dalam plot pencaran Moran
Kuadran
Persentase Daerah
I (High-high)
38.46%
II (High-low)
10.26%
III (Low-Low)
36.75%
IV (Low-high)
14.53%
− 5
Hasil Indeks Moran sebesar = .
dengan p-value = .
(<
= %). Nilai Indeks Moran yang lebih besar dari = − .
menunjukkan
bahwa adanya autokorelasi yang positif dimana pola yang mengelompok memiliki
karakteristik sisaan yang sama dengan lokasi yang berdekatan. Hal ini didukung
pula dengan nilai koefisien keragaman yang sangat kecil yakni hanya sebesar
0.0035. Hal ini menyimpulkan adanya autokorelasi spasial pada sisaan MKT.
Pengecekan menggunakan Indeks Moran belum cukup membantu untuk
menentukan model mana yang sebaiknya digunakan untuk prediksi. Ada dua
kemungkinan model yang dapat dibentuk berdasarkan adanya autokorelasi spasial
yaitu model autoregresi spasial (SAR) dan model error spasial (SEM), untuk itu
perlu dilakukan uji pengganda (LM-Test) untuk mendeteksi letak masalah
outokorelasinya sehingga dapat diketahui jenis regresi spasial yang lebih tepat.

Uji Lagrange Multiplier (LM-test)

Uji Lagrange Multiplier (LM-test) dilakukan untuk mengetahui
ketergantungan spasial yang lebih spesifik, yaitu ketergantungan spasial pada
observasi atau error. Pada Tabel 3 berikut, disajikan hasil dari uji LM-test.
Tabel 3 Uji Lagrange Multiplier
Model
Parameter
P-Value
SAR
6.656
0.009**
SEM
38.354
0.000***
Keterangan: ***) nyata pada taraf 0.001, **) nyata pada taraf 0.01, *) nyata pada taraf 0.05

Hasil uji LM-test pada Model Spasial Lag (SAR) memberikan nilai-p yang
lebih kecil dari pada =0.05, yang menunjukkan adanya autokorelasi pada spasial
lag nya sehingga perlu dilakukan pembentukan Model Spasial Autokorelasi (SAR).

21
Pada pengujian LM-test untuk Model Spasial Error (SEM) terlihat bahwa perlu juga
dilakukan pembentuk model SEM karena nilai p-value nya signifikan atau lebih
kecil dari pada =0.05 yang menunjukkan adanya autokorelasi pada spasial error
nya. Sehingga akan digunakan kedua model tersebut yakni SAR dan SEM untuk
melakukan pendugaan nilai IPM.

Analisis Autoregresi Spasial (SAR)

Analisis autokorelasi spasial merupakan suatu proses untuk mengatasi adanya
autokorelasi spasial pada spasial lagnya. Pada analisis regresi klasik terpilih empat
peubah yang nyata pada taraf ∝= % yaitu peubah banyaknya perguruan tinggi,
sarana kesehatan, pasar modern dan pasar tradisional. Pada peubah pasar modern
menunjukkan pengaruh yang positif terhadap peningkatan angka IPM, yang berarti
semakin tinggi persentase pasar modern di suatu wilayah berarti semakin tinggi
pula nilai IPMnya. Sedangkan pada peubah pasar tradisional menunjukan pengaruh
yang negatif terhadap angka IPM, yang artinya semakin kecil persentase pasar
tradisional di suatu wilayah maka meningkatkan nilai IPM di wilayah tersebut. Hal
ini berarti angka IPM ditingkatkan dengan cara mengkonversikan pasar tradisional
menjadi pasar modern. Sehingga kita hanya perlu mengukur seberapa banyak
persentase pasar modern disuatu wilayah agar meningkatkan angka IPM diwilayah
tersebut. Sehingga pada analisis spasial hanya ada 3 peubah yang digunakan yaitu,
banyaknya perguruan tinggi (X1), persentase sarana kesehatan (X3) dan persentase
pasar modern (X4). Pengujian signifikansi parameter model autokorelasi spasial
secara parsial pada statistik uji z yang secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4.

Peubah
Konstanta
X1
X3
X4
Rho

Tabel 4 Estimasi Parameter SAR
Koefisien
Galat Baku
P-Value
65.632
1.022
0.000***
0.066
0.014
0.000***
0.122
0.016
0.000***
0.109
0.036
0.002**
0.004
0.01*

Keterangan: ***) nyata pada taraf 0.001, **) nyata pada taraf 0.01, *) nyata pada taraf 0.05

Tabel 4 menunjukkan bahwa koefisien rho ( ) nyata dengan nilai-p < 0.05
(α), artinya terdapat pengaruh lag spasial dari lokasi yang berdekatan. Begitu pula
dengan jumlah perguruan tinggi (X1), persentase sarana kesehatan (X3), dan
persentase pasar modern (X4) nyata secara statistik, artinya peubah-peubah tersebut
memberikan pengaruh yang nyata terhadap besar perubahan Indeks Pembangunan
Manusia di Pulau Jawa. Persamaan yang diperoleh dari hasil analisis SAR adalah
sebagai berikut
̂=

.

+ .

+ .

+ .

+ .

22
Hasil ini masih belum cukup untuk memperoleh model prediksi terbaik, untuk itu
akan dilakukan penyusunan mod