Pertumbuhan, Produksi Biomassa Daun, dan Struktur Sekretori Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) pada Perlakuan Naungan dan Pupuk Organik

PERTUMBUHAN, PRODUKSI BIOMASSA DAUN, DAN
STRUKTUR SEKRETORI SAMBILOTO (Andrographis
paniculata Nees.) PADA PERLAKUAN NAUNGAN DAN
PUPUK ORGANIK

MONIKA AGUS

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan, Produksi
Biomassa Daun, dan Struktur Sekretori Sambiloto (Andrographis paniculata
Nees.) pada Perlakuan Naungan dan Pupuk Organik adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Pebruari 2014
Monika Agus
G34090068

ABSTRAK
MONIKA AGUS. berjudul Pertumbuhan, Produksi Biomassa Daun, dan
Struktur Sekretori Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) pada Perlakuan
Naungan dan Pupuk Organik. Dibimbing oleh TRIADIATI dan YOHANA C.
SULISTYANINGSIH.
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) adalah salah satu tanaman
obat yang dapat dibudidayakan di bawah tegakan hutan. Produktivitas sambiloto
kemungkinan dipengaruhi oleh faktor intensitas naungan dan ketersediaan hara
organik yang dapat dipenuhi oleh pupuk organik, oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian mengenai pengaruh naungan dan pemberian pupuk organik, serta
pengaruhnya terhadap struktur sekretori. Penelitian ini menggunakan rancangan

acak lengkap petak terbagi dengan dua faktor yaitu perlakuan intensitas naungan
dan perlakuan pupuk organik. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tajuk
dan akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media pupuk kandang kambing
dan pupuk kandang ayam pada kondisi tidak ternaungi dapat meningkatkan
pertumbuhan dan biomassa daun tanaman sambiloto. Luas daun total, bobot
kering daun, batang dan akar dipengaruhi oleh naungan, media tanam, dan
interaksinya. Struktur sekretori daun tanaman sambiloto tidak dipengaruhi oleh
interaksi antara perlakuan naungan dan media tanam.
Kata kunci: naungan, pupuk organik, sambiloto, struktur sekretori

ABSTRACT
MONIKA AGUS. Growth, Leaves Biomass Production, and Secretory
Structure of Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) under shade and Organic
Fertilizer Treatment. Supervised by TRIADIATI and YOHANA C.
SULISTYANINGSIH.
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) is a medicinal plant which can
be cultivated under the forest stands. Growth, leaves biomass production of
sambiloto could be influenced by shade and soil nutrient. Therefore, it is
important to measure growth, leaves biomass production, and secretory structure
under shade and organic fertilizer. This study used split plot randomized complete

design with two factors i. e. shade and type of organic fertilizer. The observed
parameters including shoot and root growth. The results showed that the goat
manure and chicken manure medium under unshaded condition can improve plant
growth and leaves biomass of sambiloto. Total leaf area, leaf, stem, and roots dry
weight were influenced by shade, organic fertilizer, and the interaction of both
shade and organic fertilizer. The secretory cell structure of sambiloto was not
affected by the interaction between shade and organic fertilizer treatment.
Keywords: organic fertilizer, sambiloto, secretory cell structure, shade

Pertumbuhan, Produksi Biomassa Daun, dan Struktur Sekretori
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) pada Perlakuan
Naungan dan Pupuk Organik

MONIKA AGUS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi:

Nama
NIM

:
:

Pertumbuhan, Produksi Biomassa Daun, dan Struktur Sekretori
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) pada Perlakuan
Naungan dan Pupuk Organik
Monika Agus
G34090068


Disetujui oleh

Dr Triadiati, MSi
Pembimbing I

Dr Yohana C. Sulistyaningsih, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari 2013 hingga Juli 2013 dengan

judul Pertumbuhan, Produksi Biomassa Daun, dan Struktur Sekretori Sambiloto
(Andrographis paniculata Nees.) pada Perlakuan Naungan dan Pupuk Organik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Triadiati, MSi dan Ibu
Dr. Yohana C. Sulistyaningsih, MSi atas bimbingan, masukan, dan arahan yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya
ilmiah ini. Terima kasih pula kepada Dra. Taruni Sri Prawasti, MSi selaku penguji
dari wakil Komisi Pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran dalam
penulisan karya ilmiah ini.
Terima kasih kepada mama, ayah, mba, mas dan Demoorando Priesseno
yang telah memberikan dorongan secara moral, material, dan spiritual kepada
penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Terima kasih penulis juga ucapkan
kepada seluruh staf Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Laboratorium
Mikroteknik, dan Rumah Kaca Departemen Biologi atas dukungan yang
diberikan. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pengumpulan data karya ilmiah ini termasuk GM serta seluruh
rekan Biologi angkatan 46 atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan kepada
penulis.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang
memerlukannya dan berharap masukan dari berbagai pihak.


Bogor, Pebruari 2014
Monika Agus

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

BAHAN DAN METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Alat dan Bahan

2

Rancangan Percobaan

2


Metode Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Hasil Analisis Media Tanam

4

Pertumbuhan Tanaman

4

Tinggi Tanaman dan Diameter Batang

4


Jumlah Cabang Primer dan Daun

5

Total Biomassa Tanaman

7

Panjang dan Biomassa Akar

7

Biomassa Batang

8

Luas Total dan Biomassa Daun

9


Kandungan Klorofil Total

10

Struktur Sel Sekretori

10

Bentuk, Kerapatan, dan Ukuran Trikoma Kelenjar

10

Bentuk, Kerapatan, dan Ukuran Sel Litosis

13

SIMPULAN

15

DAFTAR PUSTAKA

15

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis media tanam
2 Diameter trikoma kelenjar bagian adaksial
3 Diameter trikoma kelenjar bagian abaksial
4 Ukuran sel litosis bagian adaksial
5 Ukuran sel litosis bagian abaksial

4
12
12
14
15

DAFTAR GAMBAR

1 Tinggi tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan.
2 Diameter batang tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan.
3 Jumlah cabang primer tanaman sambiloto pada berbagai media tanam
dan naungan.
4 Jumlah daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan.
5 Panjang akar dan bobot kering akar tanaman sambiloto pada berbagai
media tanam dan naungan.
6 Bobot kering batang tanaman sambiloto pada berbagai media tanam
dan naungan.
7 Luas total daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan.
8 Bobot kering daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan.
9 Kandungan klorofil total tanaman sambiloto pada berbagai media
tanam dan naungan.
10 Sayatan paradermal dan melintang daun tanaman sambiloto.
11 Kerapatan trikoma kelenjar tanaman sambiloto pada berbagai media
tanam dan naungan.
12 Sayatan melintang daun sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan.
13 Kerapatan sel litosis tanaman sambiloto pada berbagai media tanam
dan naungan.

5
5
6
7
8
8
9
10
10
11
12
13
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem pengobatan secara alami dengan menggunakan berbagai jenis
tanaman obat dewasa ini mulai diminati masyarakat. Peningkatan minat
masyarakat untuk menggunakan pengobatan secara alami mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan bahan baku obat. Budidaya tanaman obat perlu
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut. Budidaya tanaman
obat sering dilakukan dengan cara tumpang sari. Tumpang sari adalah suatu
sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara bersama-sama dengan satu
atau lebih jenis tanaman semusim (Mayrowani dan Ashari 2011). Menurut
Rahardjo dan Rosita (2003) tempuyung dapat ditanam bersamaan dengan jagung,
bawang merah bahkan dapat ditanam di bawah tegakan pisang yang tingkat
naungannya mencapai 50%.
Salah satu tanaman obat yang dapat dibudidayakan secara tumpang sari
adalah sambiloto (Andrographis paniculata Nees.). Sambiloto secara alami hidup
subur di antara tegakan hutan, diantaranya di bawah naungan pohon jati (Sulistijo
dan Pujiasmanto 2007). Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman ini toleran
terhadap naungan (Pribadi 2007). Menurut Pitono et al. (1996) tanaman sambiloto
dapat tumbuh baik pada tingkat naungan sebesar 20%, oleh karena itu perlu
diketahui tingkat toleransi terbaik sambiloto terhadap naungan.
Pemberian pupuk organik merupakan salah satu alternatif untuk mencapai
keseimbangan unsur hara yang bebas bahan kimia. Pemberian pupuk organik
diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan tanaman, sehingga dapat dicapai
produksi yang maksimal. Bahan organik dapat berasal dari bagian tanaman seperti
daun serta kotoran hewan seperti sapi, kambing, dan ayam. Pupuk kompos dan
pupuk kandang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan dan kandungan
mikroorganisme, serta memperbaiki struktur pada tanah. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Fatimah dan Handarto (2008) perlakuan pupuk kompos pada jenis
tanah grumosol dapat meningkatkan berat segar dan berat kering total tanaman
sambiloto. Pemberian pupuk kandang domba pada tanaman abaca dapat
meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun (Muslihat 2003).
Bagian tanaman sambiloto yang dimanfaatkan sebagai bahan obat salah
satunya adalah daun. Daun sambiloto mengandung senyawa andrographolide
yang merupakan komponen utama metabolit sekunder yang mengandung
diterpene lactone dan banyak digunakan sebagai bahan obat (BALITTRO 2012).
Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu tanaman dihasilkan dan
ditampung di dalam struktur sekretori (Dickison 2000). Struktur sekretori pada
daun dapat berupa trikoma kelenjar, kelenjar nektar, sel idioblas, dan hidatoda
(Fahn 1991). Salah satu bentuk lain dari sel idioblas adalah sel litosis. Sel litosis
mengandung struktur kristal kalsium karbonat yang disebut sistolit (Beck 2010).
Boix et al. (2011) dalam penelitiannya tentang fitokimia senyawa volatil yang
didukung dengan analisis anatomi dan histokimia daun tanaman Rosmarinus
officinalis L, menunjukkan bahwa senyawa terpenoid yang dihasilkannya
diproduksi di dalam trikoma kelenjar.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intensitas
naungan dan pemberian pupuk organik terhadap pertumbuhan, produksi biomassa
daun, serta pengaruhnya terhadap struktur sekretori.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dimulai sejak bulan Januari hingga Juni 2013 di rumah kaca,
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, dan Laboratorium Mikroteknik, Departemen
Biologi, FMIPA IPB.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu polibag berukuran 25cm x 30 cm, paranet 50%,
jangka sorong, neraca analitik, oven, spektrofotometer Genesys 20, mikroskop
cahaya Olympus CH20 yang dilengkapi dengan mikrometer, dan alat-alat gelas.
Bahan yang digunakan yaitu bibit tanaman sambiloto, tanah, pupuk kandang
kambing, pupuk kandang ayam, dan pupuk kompos, aseton, alkohol, kloroks,
HNO3, safranin, gliserin, dan cat kuku transparan.

Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan acak lengkap petak terbagi dengan
dua faktor yaitu perlakuan intensitas naungan dan pupuk organik. Petak utama
adalah intensitas naungan yang terdiri atas dua taraf yaitu tidak ternaungi (N0)
dan ternaungi oleh paranet 50% (N1). Perlakuan pupuk organik sebagai anak
petak terdiri dari empat taraf yaitu tanah tanpa pupuk organik (P0), pupuk
kandang kambing (P1), pupuk kandang ayam (P2), dan pupuk kompos (P3).
Masing-masing kombinasi perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan.

Metode Penelitian
Persiapan dan Analisis Media Tanam
Media tanam dibuat dengan mencampurkan tanah dan pupuk organik
dengan perbandingan 1:1. Media tanam seberat 2,5 kg dimasukkan ke dalam
polibag berukuran 25cm x 30cm. Analisis media tanam dilakukan di Balai
Penelitian Tanah (Balittanah) untuk mengetahui kandungan unsur C, N, P, K dan
pHnya.

3
Pemeliharaan dan Pengamatan Pertumbuhan
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman yang dilakukan setiap hari,
dan penyiangan serta pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang
dilakukan setiap minggu. Parameter yang diamati meliputi pertambahan tinggi
tanaman, diameter batang, jumlah cabang, dan jumlah daun yang diamati setiap
minggu selama 9 minggu. Selain itu dilakukan analisis kandungan klorofil yang
dilakukan pada 7 minggu setelah tanam (MST). Pengukuran luas daun dan
biomassa tanaman dilakukan pada 9 MST.
Analisis Kandungan Klorofil
Daun sambiloto segar tanpa tulang daun sebanyak 1 gram dihancurkan
kemudian ditambahkan aseton 80% dan diaduk hingga menjadi homogen,
kemudian disaring menggunakan kertas saring ke dalam labu ukur dan
ditambahkan aseton 80% hingga volume 50 ml. Supernatan diambil sebanyak 2,5
ml dan dipindahkan ke dalam labu takar 25 ml lalu tambahkan aseton 80% hingga
volume 25 ml. Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 652 nm. Kandungan klorofil total dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Kandungan Klorofil Total =
Ket: A = nilai absorbansi pada panjang gelombang 652 nm
Pengukuran Luas Daun dan Biomassa Tanaman
Pengukuran luas daun dilakukan dengan mengukur luas daun total dari
seluruh daun yang didapatkan pada setiap perlakuan menggunakan alat pengukur
luas daun LI3000. Setelah dilakukan pengukuran luas daun, bagian daun, batang,
dan akar ditimbang bobot basah serta bobot keringnya. Bobot kering daun, batang,
dan akar diukur setelah dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70°C selama 3
hari.
Analisis dan Pengamatan Struktur Sekretori pada Epidermis Daun
Pengamatan stuktur sekretori epidermis daun tanaman sambiloto dibuat
sayatan paradermal yang meliputi sisi adaksial dan abaksial daun. Sayatan
paradermal daun dibuat sebagai preparat semi permanen dengan metode sediaan
whole mount. Daun yang telah difiksasi dalam alkohol 70%, dicuci dengan
akuades lalu direndam dalam larutan HNO3 50% hingga daun cukup lunak,
kemudian dibilas dengan akuades. Selanjutnya dibuat sayatan adaksial dan
abaksial dengan menggunakan silet. Hasil sayatan direndam dalam larutan kloroks
selama 1-3 menit, lalu dibilas dengan akuades, selanjutnya sayatan diwarnai
dengan safranin 1%. Sediaan yang telah diwarnai diletakkan pada gelas objek
yang telah diberi media gliserin 30% lalu ditutup dengan gelas penutup.
Struktur sekretori yang diamati meliputi bentuk, ukuran, dan kerapatan
struktur sekretori. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan untuk
setiap media tanam. kerapatan struktur sekretori dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Kerapatan =

4
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan uji ANOVA dan hasil yang menunjukkan
beda nyata diuji lanjut dengan Uji Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Media Tanam
Hasil analisis tanah yang dilakukan sebelum pemberian pupuk organik
menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki pH (4.5) cenderung sangat masam.
Setelah penambahan pupuk organik, pH media tanam meningkat mendekati netral,
selain itu penambahan pupuk organik juga meningkatkan kandungan unsur C, N,
P, dan K (Tabel 1). Perubahan pH disebabkan bahan organik dari pupuk kandang
dapat menetralisir sumber kemasaman tanah (Endriani et al.2004). Selain itu,
pemberian pupuk kandang ke dalam tanah akan memperkaya mikro organisme
dalam tanah yang dapat membantu proses dekomposisi (Muslihat 2003). Hasil
dekomposisi bahan organik berupa hara tersedia berupa unsur N, P, dan K yang
dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Tabel 1 Hasil analisis media tanam
Media
Tanah (P0)
Tanah+P. K Kambing (P1)
Tanah+P. K Ayam (P2)
Tanah+P. Kompos (P3)

pH C(%) N(%) K(ppm)

P(ppm)

C/N

4.5
6.7
6.9
5.8

99.5
241.01
237.08

10
10
10
12

0.31
2.29
2.08
4.36

0.03
44
0.2 1803.91
0.21 1760.74
0.37 293.04

Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman dan Diameter Batang
Pertumbuhan tinggi tanaman sambiloto masih lambat pada 0 – 5 MST.
Peningkatan tinggi tanaman mulai terlihat sejak 6 – 9 MST. Tinggi tanaman dan
diameter batang sambiloto antara tanaman yang ternaungi dan tidak ternaungi
memiliki perbedaan yang signifikan (P ≤ 0.05). Tanaman sambiloto tertinggi
terdapat pada perlakuan media pupuk kandang ayam pada kondisi tidak ternaungi
(91.33 cm), namun tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan perlakuan
media pupuk kandang kambing (86.27 cm) dan pupuk kompos (86.77 cm) pada
kondisi tidak ternaungi, dan yang terpendek dimiliki oleh perlakuan media pupuk
kompos (45.93 cm) dan pupuk kandang ayam (46.07 cm) pada kondisi ternaungi
pada umur 9 MST. Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh naungan, tetapi
tidak dipengaruhi oleh media tanam (Gambar 1).

5

Tinggi tanaman (cm)

120.00
100.00

N0 P0

80.00

N0 P1
N0 P2

60.00

N0 P3

40.00

N1 P0

20.00

N1 P1
N1 P2

0.00
0

1

2

3

4
5
6
Umur (MST)

7

8

9

N1 P3

Gambar 1 Tinggi tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan.
(N0) kondisi tidak ternaungi; (N1) kondisi ternaungi; (P0) tanah;
(P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk
kompos
Pertumbuhan diameter batang sambiloto masih lambat pada 0 – 5 MST.
Pertumbuhan diameter batang mulai meningkat pada 6 – 9 MST. Pada 9 MST,
diameter batang tertinggi dimiliki oleh perlakuan pupuk kandang ayam (0.68 cm)
dan pupuk kandang kambing (0.64 cm) pada kondisi tidak ternaungi.
Pertumbuhan diameter batang dipengaruhi oleh interaksi antara naungan dan
media tanam (Gambar 2).
Diameter batang (cm)

0.80
0.70

N0 P0

0.60

N0 P1
N0 P2

0.50

N0 P3

0.40

N1 P0

0.30

N1 P1
N1 P2

0.20
0

1

2

3

4
5
6
Umur (MST)

7

8

9

N1 P3

Gambar 2 Diameter batang tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan. (N0) kondisi tidak ternaungi; (N1) kondisi ternaungi; (P0)
media tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang
ayam; (P3) pupuk kompos.
Naungan sangat berpengaruh pada intensitas cahaya yang diterima oleh
tanaman. Tanaman sambiloto pada perlakuan naungan mengalami hambatan
untuk tumbuh sehingga pertumbuhan vegetatifnya terhambat dan akhirnya
membuat tinggi tanaman dan diameter batang pada kondisi ternaungi lebih rendah
dibandingkan pada kondisi tidak ternaungi. Hal ini sejalan dengan penelitian

6
yang dilakukan oleh Musyarofah et al. (2007) yang menyatakan bahwa tanaman
pegagan pada perlakuan naungan 75% mengalami hambatan pertumbuhan
sehingga terjadi penurunan pertumbuhan baik vegetatif maupun generatifnya.
Jumlah Cabang Primer dan Jumlah Daun
Pertumbuhan cabang tanaman sambiloto sejak 0 – 9 MST antara kondisi
yang ternaungi dengan kondisi tidak ternaungi menunjukkan perbedaan yang
signifikan (P ≤ 0.05). Jumlah cabang terbanyak terdapat pada perlakuan pupuk
kandang kambing (38.67 cabang) dan pupuk kandang ayam (38.00 cabang) tidak
ternaungi pada umur 9 MST. Pertumbuhan cabang sambiloto hanya dipengaruhi
oleh naungan, tetapi tidak dipengaruhi oleh media tanam (Gambar 3).
Pertambahan daun pada 0 – 5 MST belum menunjukkan adanya peningkatan.
Peningkatan jumlah daun dimulai sejak 6 - 9 MST. Jumlah daun tertinggi terdapat
pada perlakuan media pupuk kandang kambing tidak ternaungi (326.67 helai) dan
terendah terdapat pada tanaman sambiloto dengan media tanah pada kondisi
ternaungi (81 helai) pada umur 9 MST. Pertumbuhan daun sambiloto dipengaruhi
oleh interaksi antara naungan dan media tanam (Gambar 4). Hal ini dapat terjadi
karena tanaman pada kondisi tanpa naungan dapat memanfaatkan cahaya matahari
secara optimal untuk membentuk cabang primer yang akan menentukan jumlah
daun yang terbentuk (Yusron et al. 2007). Kandungan Nitrogen yang cukup pada
media pupuk kandang kambing (0.23%), pupuk kandang ayam (0.21), dan pupuk
kompos (0.37) menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dibandingkan
dengan media kontrol (Tirta 2006).
50.00
40.00

N0 P0

Jumlah cabang

N0 P1
30.00

N0 P2
N0 P3

20.00

N1 P0
10.00

N1 P1
N1 P2

0.00
0
-10.00

1

2

3

4

5

6

7

8

9

N1 P3

Umur (MST)

Gambar 3 Jumlah cabang primer tanaman sambiloto pada berbagai media tanam
dan naungan. (N0) kondisi tidak ternaungi; (N1) kondisi ternaungi;
(P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam;
(P3) pupuk kompos.

7
400.00

Jumlah daun

350.00

N0 P0

300.00

N0 P1

250.00

N0 P2

200.00

N0 P3

150.00

N1 P0

100.00

N1 P1

50.00

N1 P2

0.00
0

1

2

3

4
5
6
Umur (MST)

7

8

9

N1 P3

Gambar 4 Jumlah daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan. (N0) kondisi tidak ternaungi; (N1) kondisi ternaungi; (P0)
tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3)
pupuk kompos.

Total Biomassa Tanaman
Panjang dan Biomassa Akar
Panjang akar dengan perlakuan media tanam baik pada kondisi yang
ternaungi maupun tidak ternaungi tidak memiliki perbedaan yang signifikan (P >
0.05) pada 9 MST. Panjang akar dipengaruhi oleh naungan, tetapi tidak
dipengaruhi oleh media tanam (Gambar 5a). Setiap media tanam pada kondisi
tidak ternaungi mengalami kekeringan yang relatif lebih cepat dibandingkan
dengan media pada kondisi ternaungi, sehingga kemungkinan akar harus masuk
lebih dalam lagi untuk bisa mendapatkan air dan unsur hara, oleh karena itu
tanaman pada kondisi tidak ternaungi memiliki akar yang lebih panjang
dibandingkan tanaman yang ternaungi. Menurut Hardjowigeno (1995), Akar–akar
tanaman akan terus memanjang menuju tempat–tempat yang lebih jauh di dalam
tanah sehingga menemukan unsur-unsur hara yang dibutuhkan. Pemanjangan
akar-akar tanaman berarti memperpendek jarak yang harus ditempuh unsur-unsur
hara untuk mendekati akar tanaman. Selain itu, tanaman yang tidak ternaungi
dapat menerima cahaya penuh dan menghasilkan jumlah fotosintat yang tinggi
oleh karena itu jumlah fotosintat yang di alokasikan ke akar juga meningkat.
Naungan menyebabkan cahaya yang diterima oleh tanaman semakin berkurang
dan menyebabkan perkembangan akar akan berkurang dibandingkan dengan
tanaman yang menerima cahaya penuh (Sirait et al. 2005).
Biomassa akar digambarkan dengan bobot kering akar. Bobot kering akar
dipengaruhi oleh interaksi antara naungan dan media tanam (P ≤ 0.05). Bobot
kering akar tertinggi terdapat pada media dengan pupuk kandang ayam (1.95
gram) dan kandang kambing (1.94 gram) yang tidak ternaungi pada 9 MST
(Gambar 5b).

40

2.5
2
1.5
1
0.5
0
-0.5

Bobot kering akar
(gr)

Panjang Akar (cm)

8

30
20
10
0
Ternaungi Tidak
ternaungi

P0 P1 P2 P3 P0 P1 P2 P3
Ternaungi

Tidak ternaungi

a
b
Gambar 5 Panjang akar dan bobot kering akar tanaman sambiloto pada berbagai
media tanam dan naungan. Panjang akar (a) dan bobot kering akar (b)
(P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam;
(P3) pupuk kompos
Biomassa Batang
Bobot kering batang dipengaruhi oleh interaksi antara naungan dan media
tanam (P ≤ 0.05). Bobot kering batang terbesar terdapat pada media pupuk
kandang ayam yang tidak ternaungi (16.31 gram), sedangkan yang terkecil
terdapat pada media kontrol yang ternaungi (0.52 gram) pada 9 MST (Gambar 6).
Bobot kering
batang (gr)

20
15
10
5
0
-5

P0 P1 P2 P3 P0 P1 P2 P3
Ternaungi

Tidak ternaungi

Gambar 6 Bobot kering batang tanaman sambiloto pada berbagai media tanam
dan naungan. (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk
kandang ayam; (P3) pupuk kompos
Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Mayadewi (2007)
yang menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang ayam memberikan hasil
pertumbuhan dan perkembangan jagung terbaik dibandingkan dengan pupuk
kandang sapi dan pupuk kandang kambing, yang akhirnya menghasilkan berat
tongkol yang tinggi. Selain itu, kandungan unsur P media pupuk kandang ayam
yang lebih tinggi dibandingkan media pupuk kandang kambing dan pupuk
kompos menyebabkan pertumbuhan vegetatif lebih baik. Hal ini dapat terjadi
karena selain kandungan hara lainnya, media pupuk kandang ayam mampu
meningkatkan ketersediaan unsur P sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan
vegetatif tanaman (Melati dan Andriyani 2005). Fotosintat dihasilkan tanaman
dari proses fotosintesis. Dalam proses fotosintesis diperlukan cahaya matahari.
Produksi fotosintat yang lebih besar memungkinkan pembentukan seluruh organ
tanaman yang lebih besar yang kemudian menghasilkan bahan kering yang besar.
Tanaman dengan naungan lebih tinggi akan mendapatkan cahaya lebih sedikit,
dengan demikian produksi daun dan batangnya akan menurun (Kurniawati et al.
2005).

9

Luas daun total
(cm²)

Luas Daun Total dan Biomassa Daun
Luas daun total dipengaruhi oleh interaksi antara naungan dan media
tanam (P ≤ 0.05). Luas total daun tertinggi dimiliki oleh tanaman sambiloto
dengan perlakuan media pupuk kambing dan pupuk kandang ayam pada kondisi
tidak ternaungi pada 9 MST (Gambar 7). Hal ini serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Thamrin et al. (2005) bahwa perlakuan media tanam pupuk
kandang kambing memberikan luas daun tertinggi dibandingkan perlakuan pupuk
kandang sapi dan kuda. Hal tersebut dapat terjadi karena kecukupan kadar unsur
hara (N, P, dan K) yang dimiliki oleh pupuk organik sehingga pembentukan daun
dapat berlangsung secara maksimal. Selain itu, naungan juga mempengaruhi
pembentukan daun tersebut dalam hal menangkap cahaya matahari agar
kebutuhan fotosintesis dapat terpenuhi.
2500
2000
1500
1000
500
0
P0 P1 P2 P3 P0 P1 P2 P3
Ternaungi

Tidak ternaungi

Gambar 7 Luas total daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan. (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk
kandang ayam; (P3) pupuk kompos.
Bobot kering daun dipengaruhi oleh faktor interaksi antara naungan dan
media tanam (P ≤ 0.05). Bobot kering daun terbesar terdapat pada media dengan
pupuk kandang kambing (1950.81 gram) dan pupuk kandang ayam (1843.11
gram) yang tidak ternaungi, sedangkan yang terkecil terdapat pada media kontrol
yang ternaungi pada 9 MST (Gambar 8). Hal ini serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kurniawati (2005) bahwa bobot kering tajuk tanaman pegagan
terbesar dihasilkan oleh pegagan yang ditanam pada kondisi tanpa naungan,
sedangkan yang terendah dihasilkan pada kondisi naungan 75%. Pembentukan
batang dan daun ditentukan oleh jumlah fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman.
Pada kondisi intensitas cahaya yang tinggi akan menghasilkan fotosintat tinggi
didukung dengan kandungan hara yang cukup pada media sehingga pertumbuhan
daun maksimal (Setyowati 2011).
Penambahan pupuk kandang meningkatkan unsur hara tersedia seperti
unsur N, P, dan K pada media tanam yang berperan pada masa pertumbuhan
vegetatif. Disamping unsur hara, penambahan pupuk kandang dapat memperbaiki
sifat fisik media sehingga porositasnya meningkat dan akar dapat tumbuh serta
mudah untuk menyerap unsur hara (Susanti et al. 2008).

Bobot kering daun
(gr)

10
8
6
4
2
0
P0 P1 P2 P3 P0 P1 P2 P3
Ternaungi

Tidak ternaungi

Gambar 8 Bobot kering daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan. (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk
kandang ayam; (P3) pupuk kompos.

Kandungan Klorofil Total

Klorofil total mgg‫־‬¹

Kandungan klorofil dipengaruhi oleh faktor tunggal naungan (P ≤ 0.05)
dan media tanam pada 9 MST (P ≤ 0.05). Menurut Johnston dan Onwueme (1998),
semakin tinggi tingkat naungan yang diberikan, tanaman akan melakukan adaptasi
dengan meningkatkan efisisensi penangkapan cahaya tiap unit area fotosintetik,
yaitu dengan meningkatkan jumlah klorofil per unit luas daun. Kandungan
klorofil tertinggi dimiliki oleh tanaman sambiloto pada kondisi ternaungi (0.551
mgg‫־‬¹) dan terendah terdapat pada kondisi tidak ternaungi (0.279 mgg‫־‬¹) (Gambar
9). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2008) bahwa
rataan kandungan klorofil total rumput pada perlakuan tanpa naungan lebih
rendah dibandingkan dengan naungan 38% maupun naungan 56%. Perlakuan
pupuk kandang kambing meningkatkan kandungan klorofil total (Gambar 9).
Kandungan unsur N yang cukup pada media pupuk kandang kambing juga
berperan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil.
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
P0 P1 P2 P3 P0 P1 P2 P3
Ternaungi

Tidak ternaungi

Gambar 9 Kandungan klorofil total tanaman sambiloto pada berbagai media
tanam dan naungan. (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2)
pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos.

Struktur Sel Sekretori
Bentuk, Kerapatan, dan Ukuran Trikoma Kelenjar
Hasil pengamatan struktur sekretori pada epidermis daun sambiloto,
menunjukkan adanya trikoma kelenjar dan sel litosis baik di permukaan abaksial
maupun adaksial daun (Gambar 10a). Tipe trikoma kelenjar yang ditemukan pada

11
permukaan daun sambiloto berbentuk peltat dengan satu sel basal, satu sel tangkai,
dan kepala dengan enam sel sekresi (Gambar 10b). Trikoma peltat juga ditemukan
oleh Machado et al. (2006) pada tanaman Zeyheria Montana yang terdiri dari sel
basal, sel tangkai pendek, dan kepala dengan delapan sel sekresi.

a
b
Gambar 10 Sayatan paradermal dan melintang daun tanaman sambiloto. Sayatan
paradermal (a) dan sayatan melintang (b); (1) trikoma kelenjar; (2)
sel litosis; (3) stomata
Metabolit sekunder yang banyak dihasilkan oleh daun tanaman sambiloto
adalah andrographolide yang merupakan diterpene lactone yang digunakan
sebagai bahan obat (BALITTRO 2012). Uji histokimia pada daun kemangi oleh
Gang et al. (2010) menunjukkan bahwa senyawa fenilpropana diakumulasi di
dalam trikoma kelenjar berbentuk peltat. Boix et al. (2011) dalam penelitiannya
tentang fitokimia senyawa volatil yang didukung dengan analisis anatomi dan
histokimia trikoma peltat daun tanaman Rosmarinus officinalis L. bahwa trikoma
peltat tanaman tersebut mengandung senyawa terpen dengan persentase lebih dari
30%. Kandungan bahan obat tanaman sambiloto kemungkinan dihasilkan oleh
trikoma kelenjar berbentuk peltat pada permukaan daun .
Kerapatan trikoma kelenjar bagian abaksial terlihat lebih tinggi
dibandingkan dengan trikoma kelenjar bagian adaksial (Gambar 11). Hal ini
serupa dengan hasil penelitian Dorly (2006) bahwa kerapatan trikoma kelenjar
daun sambiloto bagian abaksial daun lebih tinggi (4/mm²-10/mm²) dibandingkan
bagian adaksial daun (1/mm²-3/ mm²).Kerapatan trikoma kelenjar bagian adaksial
antara media tanam pada kondisi ternaungi dan tidak ternaungi tidak memiliki
perbedaan yang signifikan. Hal ini berbeda dengan kerapatan trikoma kelenjar
bagian tanaman sambiloto yang dipengaruhi oleh naungan, media tanam dan
interaksi antara naungan dan media tanam (P ≤ 0.05) (Gambar 11b).

10

2
1.5
1
0.5
0
P0 P1 P2 P3 P0 P1 P2 P3
tidak
ternaungi

ternaungi

Kerapatan Trikoma
Kelenjar abaksial/ mm²

Kerapatan Trikoma
Kelenjar adaksial/ mm²

12

8
6
4
2
0
P0 P1 P2 P3 P0 P1 P2 P3
tidak
ternaungi

ternaungi

a
b
Gambar 11 Kerapatan trikoma kelenjar daun tanaman sambiloto pada berbagai
media tanam dan naungan. Kerapatan trikoma kelenjar adaksial (a)
dan kerapatan trikoma kelenjar abaksial (b); (P0) tanah; (P1) pupuk
kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos.
Ukuran diameter trikoma kelenjar dari daun sambiloto yang diamati
umumnya beragam. Diameter trikoma kelenjar bagian adaksial daun sambiloto
yang ternaungi dari keempat media tanam berkisar antara 21 – 31 µm, sedangkan
yang tidak ternaungi dari keempat media tanam berkisar antara 28 – 32 µm (Tabel
2). Diameter trikoma kelenjar bagian abaksial daun sambiloto yang ternaungi dari
keempat media tanam berkisar antara 29 – 31 µm, sedangkan diameter trikoma
kelenjar bagian abaksial daun sambiloto yang tidak ternaungi dari keempat media
tanam berkisar antara 27 – 32 µm (Tabel 3). Ukuran diameter trikoma kelenjar
bagian adaksial maupun abaksial daun sambiloto dipengaruhi oleh naungan (P ≤
0.05). Hal ini merupakan salah satu cara daun tanaman sambiloto dalam
mengurangi jumlah cahaya yang direfleksikan sehingga lebih efisien dalam
menangkap cahaya pada kondisi ternaungi (Muhuria et al 2006).
Tabel 2 Diameter trikoma kelenjar bagian adaksial
Naungan

Media
Ternaungi
Diameter (µm)
30.0±1
25.2±2.2
26.2±7.1
21.9±9.1

P0
P1
P2
P3

Tidak ternaungi
Diameter (µm)
31.7±0.5
31.6±0.4
28.1±1.6
29.2±2.5

Tabel 3 Diameter trikoma kelenjar bagian abaksial
Naungan

Media

P0
P1
P2
P3

Ternaungi
Diameter (µm)
30.1±0.6
29.3±0.8
29.8±0.8
29.6±0.7

Tidak ternaungi
Diameter (µm)
31.7±1.1
30.4±1.1
28.3±1.4
27.2±3.1

13
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bagian abaksial daun kerapatan
trikoma kelenjar perlakuan kontrol (P0) cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan media tanam lainnya, begitu pula dengan ukuran diameter
trikoma kelenjar bagian adaksial maupun abaksial daun sambiloto, ukuran
diameter perlakuan kontrol (P0) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan media tanam lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis
kandungan kimia secara kuantitatif untuk membandingkan kandungan senyawa
metabolit trikoma kelenjar pada setiap perlakuan naungan dan media tanam.
Bentuk, Kerapatan, dan Ukuran Sel Litosis
Sel litosis yang ditemukan di permukaan daun sambiloto berbentuk bulat
telur atau jorong dan umumnya berukuran lebih besar dari sel-sel epidermis
(Gambar 12). Sel litosis merupakan salah satu derivat epidermis yang
mengandung benda ergastis berisi sistolit yang umumnya mengandung garamgaram mineral (Fahn 1991). Menurut Evans (2006) sistolit dapat ditemukan pada
daun famili Moraceae, Urticaceae, Cannabinaceae dan Acanthaceae dan
beberapa Combretaceae dan Boraginaceae. Sel litosis pada daun Morus alba
berisi sistolit yang mengandung senyawa kalsium karbonat (Arnott dan Maier
2006). Hal serupa juga ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tripp dan Fatimah (2012) bahwa bagian daun dari empat spesies genus
Sanatocrater dari famili Acanthaceae menunjukkan adanya sistolit yang
mengandung senyawa kalsium karbonat pada sel yang terspesialisasi secara
khusus bernama litosis. Tanaman sambiloto merupakan anggota famili
Acanthaceae, sehingga diduga sistolit yang terdapat pada sel litosis daun tanaman
sambiloto mengandung senyawa kalsium karbonat. Senyawa kalsium karbonat
berfungsi sebagai bentuk penyimpanan kalsium yang pada kondisi kekurangan ion
kalsium dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan daun baru (WU et al 2006).
Kandungan lain dari sistolit adalah kalsium oksalat (Tripp dan Fatimah 2012).
Pada tanaman Sida rhombifolia kalsium oksalat berfungsi sebagai salah satu
mekanisme pertahanan terhadap serangan herbivora (Melano dan Flores 2001).

Gambar 12 Sayatan melintang daun sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan.
sel litosis

14

60
50
40
30
20
10
0
P0 P1 P2 P3 P0 P1 P2 P3
tidak
ternaungi

ternaungi

Kerapatan Sel Litosis
abaksial/ mm²

Kerapatan Sel Litosis
adaksial/ mm²

Kerapatan sel litosis bagian adaksial tidak memiliki perbedaan yang
signifikan antara media tanam pada kondisi ternaungi dan tidak ternaungi.
Kerapatan sel litosis bagian adaksial tidak dipengaruhi oleh naungan (P > 0.05)
dan media tanam (P > 0.05) (Gambar 13a), sedangkan kerapatan sel litosis bagian
abaksial dipengaruhi oleh faktor naungan (P ≤ 0.05) dan yang tertinggi terdapat
pada kondisi tidak ternaungi (Gambar 13b).
80
60
40
20
0
tidak ternaungi
ternaungi

a
b
Gambar 13 Kerapatan sel litosis tanaman sambiloto pada berbagai media tanam
dan naungan. Kerapatan sel litosis adaksial (a) kerapatan sel litosis
abaksial (b); (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk
kandang ayam; (P3) pupuk kompos.
Ukuran sel litosis dari daun sambiloto yang diamati umumnya beragam.
Ukuran sel litosis bagian adaksial daun sambiloto yang ternaungi dari keempat
media tanam memiliki panjang berkisar antara 34 – 115 µm dan lebar 21 – 26 µm,
sedangkan bagian adaksial daun sambiloto yang tidak ternaungi dari keempat
media tanam memiliki panjang berkisar antara 33 – 123 µm dan lebar 22 – 26 µm
(Tabel 4).
Tabel 4 Ukuran sel litosis bagian adaksial
Media

P0
P1
P2
P3

Naungan
Ternaungi
(panjang x lebar) (µm)
42.1-107.2 x 22.4-24.5
34.1-114.8 x 21.2-25.2
41.3-113.1 x 22.1-24.7
45.8-105.8 x 23.3-24.2

Tidak ternaungi
(panjang x lebar) (µm)
36.2-105.7 x 22.2-24.8
33.8-105.0 x 25.1-25.9
43.6-122.1 x 25.2-25.3
58.2-106.5 x 24.1-25.4

Ukuran sel litosis bagian abaksial daun sambiloto yang ternaungi dari
keempat media tanam memiliki panjang berkisar antara 37 – 104 µm dan lebar 18
– 22 µm, sedangkan ukuran sel litosis bagian abaksial daun sambiloto yang tidak
ternaungi dari keempat media tanam memiliki panjang berkisar antara 34 – 95 µm
dan lebar 19 – 25 µm (Tabel 5).

15
Tabel 5 Ukuran sel litosis bagian abaksial
Media

P0
P1
P2
P3

Naungan
Ternaungi
Tidak ternaungi
(panjang x lebar) (µm)
(panjang x lebar) (µm)
47.8-90.7 x 21.2-21.6
34.7-59.4 x 19.4-19.6
37.8-85.8 x 19.2-20.1
36.7-89.7 x 22.7-23.1
40.4-103.4 x 18.6-21.1
45.8-94.4 x 22.4-22.6
41.2-99.6 x 18.33-20.0
51.1-67.9 x 21.9-24.2

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran panjang dan lebar sel litosis
pada perlakuan naungan dan media tanam pada tanaman sambiloto cukup
bervariasi. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya perlakuan yang berbeda
pada setiap tanaman sambiloto. Pembentukan kalsium karbonat yang diduga
terdapat dalam sel litosis daun tanaman sambiloto kemungkinan dipengaruhi oleh
adanya unsur kalsium yang jumlahnya berbeda pada setiap media tanam.
Penelitian yang dilakukan oleh Ukwubile (2013) menyatakan bahwa adanya
senyawa kalsium karbonat pada tanaman Ficus abutilifolia berfungsi sebagai
indikator keberadaan mineral ini di tanah tempat tumbuh F. abutilifolia. Menurut
WU et al (2006) jumlah sel litosis pada sel epidermis ditentukan secara genetik,
tetapi diferensiasinya dipengaruhi oleh jumlah kalsium yang tersedia. Jumlah
unsur kalsium yang berbeda pada setiap media tanam tanaman sambiloto
mempengaruhi banyaknya sistolit yang mengandung senyawa kalsium karbonat
yang ada di dalam sel litosis, sehingga diduga dapat mempengaruhi ukuran
panjang dan lebar sel litosis tersebut.

SIMPULAN
Penambahan pupuk kandang kambing dan pupuk kandang ayam pada
kondisi tidak ternaungi mampu meningkatkan pertumbuhan dan biomassa daun
tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees.). Tanaman sambiloto yang
ditanam dibawah naungan 50% mmpunyai pertumbuhan yang tidak optimum.

DAFTAR PUSTAKA
Arnott HJ, Maier CGA. 2006. Cystoliths and nebencystolithen (secondary
cystoliths) in white Mulberry (Morus alba L., Moraceae). Tex. J. Micros
37: 58-59.
[BALITTRO] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 2012. Warta Balittro.
Bogor (ID): Agro Inovasi.
Beck CB. 2010. An Introduction to Plant Structure and Development. Cambridge
(US): Cambridge University Pr.

16
Boix YF, Victorio CP, Defaveri ACA, Arruda RDCDO, Sato A, Lage CLS. 2011.
Glandular trichomes of Rosmarinus officinalis L: anatomical and
phytochemical analyses of leaf volatiles. Plant Biosyst 145: 848-856.
Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. San Diego (US): Academic Pr.
Dorly. 2006. Struktur sekretori tanaman bahan ramuan obat diabetes. Pert. Indon
11: 7-12.
Endriani, Yunus, Zurhalena. 2004. Meningkatkan efisiensi pupuk P melalui
pemberian pupuk kandang pada tanah masam. Stigma 12: 445-448.
Evan WC. 2006. Trease and Evans Pharmacognosy. Nottingham (UK): Saunders
Ltd.
Fatimah S, Handarto BM. 2008. Pengaruh komposisi media tanam terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman sambiloto. Embryo 5: 133-148.
Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Gadjah Mada University, penerjemah.
Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: Plant Anatomy.
Gang DR et al.. 2001. An investigation of the storage and biosynthesis of
phenylpropenes in sweet basil. Plant Physiol 125: 539-555.
Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Johnston M, IC Onwueme. 1998. Effect of shade on photosynthetic pigments in
the tropical root crops: yam, taro, tannia, cassava and sweet potato.
Experimental Agriculture 34: 301-302.
Kjaer A, Grevsen K, Jensen M. 2012. Effect of external stress on density and size
of glandular trichomes in full-grown Artemisia anua,the source of antimalarial artemisin. AoB Plants 18: 1-12.
Kurniawati A, Darusman LK, Rachmawaty RY. 2005. Pertumbuhan, produksi dan
kandungan triterpenoid dua jenis pegagan (Centella asiatica L. (Urban))
sebagai bahan obat pada berbagai tingkat naungan. Bul. Agron. 33: 62-67.
Machado SR, Gregoria EA, Guimaraes E. 2006. Ovary peltate trichomes of
Zeyheria Montana (Bignoniaceae): developmental ultrastructure and
secretion in relation to function. Annals of Botany 97: 357-369
Mayadewi NNA. 2007. Pengaruh jenis pupuk kandang dan jarak tanam terhadap
pertumbuhan gulma dan hasil jagung manis. Agritrop 26: 153-159.
Mayrowani H, Ashari. 2011. Pengembangan agroforestry untuk mendukung
ketahanan pangan dan pemberdayaan petani sekitar hutan. FAE 29: 83-98.
Melano B, Flores. 2001. Herbivory and calcium concentrations affect calcium
oxalate crystal formation in leaves of Sida (Malvaceae). Annals of Botany
88: 387-391.
Melati M, Andriyani W. 2005. Pengaruh pupuk kandang ayam dan pupuk hijau
Colopogonium mucunoides terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai
panen muda yang dibudidayakan secara organik. Bul. Agron. 33: 8-15.
Muhuria L, Tyas KN, Khumaida N, Trikoesoemaningtyas, Sopandie D. 2006.
Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendah: karakter daun
untuk efisiensi penangkapan cahaya. Bul. Agron 34: 133-140.
Muslihat L. 2003. Teknik percobaan takaran pupuk kandang pada pembibitan
abaca. Bul. Teknik Pertanian 8: 37-39
Musyarofah N, Susanto S, Aziz SA, Kartosoewarno S. 2007. Respon tanaman
pegagan (Centella asiatica L. Urban) terhadap pemberian pupuk alami di
bawah naungan. Bul. Agron. 35: 217-224.

17
Pitono J, Januwati M, Ngadimin. 1996. Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan
dan produksi terna tanaman sambiloto. Bull. Warta Tumbuhan Obat
Indonesia 3: 39-40.
Pribadi ER. 2007. Kajian kelayakan usahatani pola tanam sambiloto dengan
jagung. Jurnal Littri 13: 98-105.
Rahardjo M, Rosita SMD. 2003. Agro ekosistem tanaman obat. JBAI 2: 89-95.
Setyowati N. 2011. Pengaruh intensitas cahaya dan media tanam terhadap
pertumbuhan dan bibit rosella. J. Agrivigor 10: 218-227.
Sirait J. 2008. Luas daun, kandungan klorofil, dan laju pertumbuhan rumput pada
naungan dan pemupukan yang berbeda. JITV 13: 109-116.
Sirait J, Purwantari ND, Simanihuruk K. 2005. Produksi dan serapan nitrogen
rumput pada naungan dan pemupukan yang berbeda. JITV 10: 175-181.
Sulistijo TD, Pujiasmanto B. 2007. Identifikasi sambiloto (Andrographis
paniculata Nees) sebagai dasar pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah.
Biodiversitas 8: 218-222.
Susanti H, Aziz SA, Melati M. 2008. Produksi biomasssa dan bahan bioaktif
kolesom (Talianum triangulare (Jacq.) Willd) dari berbagai asal bibit dan
dosis pupuk kandang ayam. Bul. Agron. 36: 48-55.
Tirta IG. 2006. Pengaruh beberapa jenis media tanam dan pupuk daun terhadap
pertumbuhan vegetatif anggrek jamrud (Dendrobium macrophyllum A.
Rich). Biodiversitas 7: 81-84.
Thamrin M, Ruchjaniningsih, Lologau BA. 2005. Pengaruh media tumbuh
terhadap pertumbuhan bibit anggur. Stigma 13: 529-534.
Tripp EA. Fatimah S. 2012. Comparative anatomy, morphology, and molecular
phylogenetics of the African genus Satanocrater (Acanthaceae). Am. J.
Bot. 99: 967-982.
Ukwubile CA. 2013. Comparative pharmacognistic study of Ficus abutilifolia
Miq. (Moraceae) plant leaf, stem bark, and root. IJAPBC 2: 90-98.
WU CC, CHEN SJ, YEN TB, KUO-HUANG LL. 2006. Influence of calcium
availability on deposition of calcium carbonate and calcium oxalate
crystals in the idioblasts of Morus australis Poir. Leaves. Bot. studies 47:
119-127.
Yusron M, Gusmaini, Januwati M. 2007. Pengaruh pola tanam sambiloto-jagung
serta dosis pupuk organik dan alam terhadap produksi dan mutu sambiloto
(Andrographis paniculata Nees). Jurnal Littri 13: 147-154.

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 01 Agustus 1991 dari Ayah
Agus Supriyadi dan Ibu Sri Sugesti. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga
bersaudara. Pada tahun 2009, penulis lulus dari SMA Negeri 5 Kota Bogor, Jawa
Barat, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis
aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan yang diselenggarakan di IPB.
Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis melakukan
penelitian dalam studi lapang mengenai Jamur Liar yang dapat dimakan di Hutan
Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2011 dan praktik lapang di PTPN VIII
Gunung Mas Cisarua-Bogor mengenai Proses Produksi dan Pengujian Mutu
Organoleptik Produk Teh Hitam CTC (Crushing, Tearing, Curling) pada tahun
2012.