Desain dan Uji Kinerja Pengering Surya Tipe Terowongan Konveksi Bebas untuk Pengeringan Pisang

DESAIN DAN UJI KINERJA PENGERING SURYA TIPE
TEROWONGAN KONVEKSI BEBAS UNTUK
PENGERINGAN PISANG

MUHAMMAD FAUZI KADARISMAN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain dan Uji Kinerja
Pengering Surya Tipe Terowongan Konveksi Bebas untuk Pengeringan Pisang
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Muhammad Fauzi Kadarisman
NIM F14070114

ABSTRAK
MUHAMMAD FAUZI KADARISMAN. Desain dan Uji Kinerja Pengering
Surya Tipe Terowongan Konveksi Bebas untuk Pengeringan Pisang. Dibimbing
oleh LEOPOLD O. NELWAN.
Pengering surya tipe terowongan merupakan salah satu pengering surya
yang biasa digunakan. Permasalahan utama dari tipe pengering ini adalah
kebutuhan listrik untuk menggerakkan kipas yang tidak tersedia di daerah
terpencil dan distribusi aliran udara panas yang belum merata. Penelitian ini
bertujuan merancang model alat pengering surya tipe terowongan dengan proses
pertukaran udara yang terjadi secara alami karena konveksi bebas dan melakukan
uji kinerja alat pengering serta membandingkan alat pengering yang dirancang
dengan penjemuran untuk mengeringkan pisang. Parameter yang diamati
mencakup radiasi surya, suhu, kelembaban udara, dan kadar air bahan, sedangkan
jumlah energi yang digunakan dinyatakan dengan konsumsi energi spesifik. Hasil

menunjukkan bahwa dengan pengeringan selama 13.25 jam, total iradiasi diterima
26.60 MJ/m2, mampu menurunkan kadar air dari 70.03 % hingga 14.58 % dengan
konsumsi energi pengeringan spesifik 2.49 MJ/kg air yang diuapkan. Pengering
yang telah dirancang menunjukkan terjadinya aliran udara secara konveksi bebas
yang ditunjukkan dengan pola sebaran suhu yang memuncak pada bagian tengah.
Kecepatan rata-rata aliran udara pada inlet sebesar 0.09 m/s, outlet sebesar 0.12
m/s dan pada lingkungan sebesar 0.59 m/s. Hasil penelitian menunjukkan kadar
air akhir yang dicapai pengering lebih rendah dari hasil penjemuran sampel yang
diletakkan 100 cm di atas lantai yang sejajar dengan bahan dalam alat sebesar
24.42 % namun lebih tinggi dari hasil penjemuran sampel yang diletakkan 10 cm
diatas lantai sebesar 13.21 %.
Kata kunci: pengeringan, pengering surya tipe terowongan, konveksi bebas

ABSTRACT
MUHAMMAD FAUZI KADARISMAN. Design and Performance Test of Free
Convection Solar Tunnel Dryer For Banana Drying. Supervised by LEOPOLD
O. NELWAN.
Solar tunnel dryer is one type of solar dryers that is usually used. Main
problem of this dryer is the electricity needs to turn on fan which is not available
in isolate areas and heat flow distribution that have not been spread evenly. This

research aims to design a solar tunnel dryer with air exchange process occurs
naturally due to free convection, and to test performance of the dryer for banana
chips drying and compare the results between the dryers which designed with sun
drying. The observation parameters are solar radiation, themperature, ratio of
humidity, and moisture content, whereas the total energy consumption used
declared as specific energy consumption. Total drying time is 13.25 hours, total
irradiation received is 26.23 MJ/m2, able to reduce the moisture content up to
14.58 % from the initial moisture content of 70.03 % with a specific energy

consumption of 14.05 MJ/kg water evaporated. The dryer designed produce free
convection air flow, heat flow pattern shows the distribution pattern of
temperatures that peaked in the middle. Average air flow velocity at the inlet is
0.09 m/s, at the outlet is 0.12 m/s, and at around dryer is 0.59 m/s. The result
showed that final moisture content of the dryer (14.58 %) is lower than the
moiture content of sun dried sample placed 100 cm above the floor which as high
as sample on dryer (24.42 %), but its still higher than sun dried sample placed 10
cm above the floor (13.21 %).
Keywords: drying, solar tunnel dryer, free convection

DESAIN DAN UJI KINERJA PENGERING SURYA TIPE

TEROWONGAN KONVEKSI BEBAS UNTUK PENGERINGAN
PISANG

MUHAMMAD FAUZI KADARISMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM


: Desain dan Uji Kinerja Pengering Surya Tipe
Terowongan Konveksi Bebas untuk Pengeringan Pisang
: Muhammad Fauzi Kadarisman
: F14070114

Disetujui oleh

Dr. Leopold O. Nelwan, S.TP, M.Si
NIP. 19701208 199903 1 001
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial. M.Eng
NIP 19661201 199403 2 001
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Desain
dan Uji Kinerja Pengeering Surya Tipe Terowongan Konveksi Bebas untuk
Pengeringan Pisang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Leopold O. Nelwan, S.TP,
M.Si selaku pembimbing, Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si serta Dr. Ir. Rokhani
Hasbullah, M.Si selaku dosen penguji tugas akhir yang telah banyak memberi
saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, adik serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan bantuannya. Disamping itu, ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ahmad, Bapak Darma, Bapak Firman,
Bapak Harto, Satria Asa Negara, Wakif Agusta, Topan Argandhi Putra, Tri Yulni,
Muhamad Wiriawan, Damar Wahyu Bintoro, Ahmad Muzani, Arif Rahmat, Ricky
Harianja, serta teman-teman Teknik Pertanian yang tidak bisa disebutkan satupersatu yang telah membantu dalam penelitian dan penyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor,

Juli 2014


Muhammad Fauzi Kadarisman

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA


1
2
2

Pisang Kepok

2

Energi Surya

3

Pengeringan

4

Pengering Energi Surya

7


Pengering Efek Rumah Kaca

8

Pengering Surya Tipe Terowongan

8

Efek Cerobong

8

METODOLOGI PENELITIAN

10

Tempat dan Waktu

10


Bahan dan Alat

10

Prosedur Penelitian

10

Perancangan Alat Pengering

11

Analisis Sebaran Suhu

11

Parameter Performansi

16


HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Iradiasi Surya

18

Kinerja Alat Pengering

19

KESIMPULAN DAN SARAN

38

Kesimpulan

38

Saran

38

DAFTAR PUSTAKA

39

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Komposisi kimia pisang kepok per 100 gram bahan
Rancangan fungsional alat pengering
Rata-rata suhu pengeringan pada beberapa posisi pada percobaan I
Rata-rata suhu pengeringan pada beberapa posisi pada percobaan II
Rata-rata suhu pengeringan pada beberapa posisi pada percobaan III
hari 1
6. Rata-rata suhu pengeringan pada beberapa posisi pada percobaan III
hari 2
7. Rata-rata suhu pengeringan pada beberapa posisi pada percobaan IV
hari 1
8. Rata-rata suhu pengeringan pada beberapa posisi pada percobaan IV
hari 2
9. Rata-rata RH outlet, udara pengering dan lingkungan tiap percobaan
10. Rata-rata aliran udara
11. Parameter dan hasil pengujian selama proses pengeringan

3
11
21
21
26
26
26
27
32
33
37

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Pisang kepok
Skema efek cerobong
Tahapan perancangan alat pengering
Rancang bangun alat pengering
Penempatan rak, pelat absorber, pelat bercelah dalam alat pengering
Model alat pengering
Titik pengukuran suhu pada alat pengering (tampak samping)
Titik pengukuran suhu pada alat pengering (tampak atas)
Penempatan sampel pada alat pengering
Skema penempatan pembanding 1 dan 2 terhadap alat
Tahapan perlakuan pada bahan sebelum dikeringkan
Grafik perubahan iradiasi terhadap waktu pada percobaan pertama
Total iradiasi harian
Grafik iradiasi dan suhu pada percobaan I
Grafik iradiasi dan suhu pada percobaan II
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah bahan (b) pada
percobaan I pukul 9.00
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah bahan (b) pada
percobaan I pukul 12.00
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah bahan (b) pada
percobaan II pukul 16.00
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah bahan (b) pada
percobaan II pukul 9.00
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah bahan (b) pada
percobaan II pukul 12.00

2
9
10
12
12
13
13
14
14
15
15
18
19
19
20
22
22
22
23
23

21. Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah bahan (b) pada
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.

percobaan II pukul 16.00
Grafik iradiasi dan suhu pada percobaan III hari 1
Grafik iradiasi dan suhu pada percobaan III hari 2
Grafik iradiasi dan suhu pada percobaan IV hari 1
Grafik iradiasi dan suhu pada percobaan IV hari 2
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah
percobaan III hari 1 pukul 8.15
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah
percobaan III hari 1 pukul 12.00
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah
percobaan III hari 1 pukul 15.00
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah
percobaan III hari 2 pukul 8.15
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah
percobaan III hari 2 pukul 12.00
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah
percobaan III hari 2 pukul 14.45
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah
percobaan IV hari 1 pukul 8.30
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah
percobaan IV hari 1 pukul 11.30
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah
percobaan 4 hari kedia pukul 8.15
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah
percobaan 4 hari kedia pukul 12.00
Distribusi suhu udara di atas bahan (a) dan bawah
percobaan IV hari 2 pukul 15.00
Skematik pergerakkan udara
Grafik penurunan kadar air pada percobaan III
Grafik penurunan kadar air pada percobaan IV
Hasil irisan pisang yang telah dikeringkan

23
24
24
25
25
bahan (b) pada
27
bahan (b) pada
28
bahan (b) pada
28
bahan (b) pada
28
bahan (b) pada
29
bahan (b) pada
29
bahan (b) pada
29
bahan (b) pada
30
bahan (b) pada
30
bahan (b) pada
30
bahan (b) pada
31
34
34
35
36

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Iradiasi, suhu dan kecepatan aliran udara tiap percobaan I
Iradiasi, suhu dan kecepatan aliran udara tiap percobaan II
Iradiasi, suhu dan kecepatan aliran udara tiap percobaan III hari 1
Iradiasi, suhu dan kecepatan aliran udara tiap percobaan III hari 2
Iradiasi, suhu dan kecepatan aliran udara tiap percobaan IV hari 1
Iradiasi, suhu dan kecepatan aliran udara tiap percobaan IV hari 2
Pengering surya konveksi bebas
Riwayat hidup

39
43
47
51
55
55
60
61

PENDAHULUAN
Usaha untuk melakukan proses pengeringan dapat dilakukan dengan
pengering efek rumah kaca (ERK). Alat pengering ERK adalah alat yang berupa
bangunan dengan dinding transparan yang berbahan plastik polyethilen,
polycarbonate atau fiberglass. Menurut Nelwan (1997) Pada pengering ERK
memiliki dua hal penting, yakni absorber yang meliputi pelat hitam dan lantai,
serta atap dan dinding transparan. Fungsi absorber adalah menyerap radiasi dan
mengubahnya menjadi panas, kemudian dengan sendirinya panas akan berpindah
ke udara. Fungsi atap dan dinding transparan adalah untuk meneruskan cahaya
matahari, menghambat radiasi balik dari absorber, juga menghambat pindah panas
dari dalam ke luar.
Salah satu tipe pengering ERK adalah tipe terowongan, dimana bahan
diletakkan dalam lorong bangunan seperti terowongan. Salah satu kekurangan
pengering surya tipe terowongan adalah kebutuhan aliran udara oleh kipas selain
membutuhkan energi untuk menggerakkan kipas pada konfigurasi tersebut
perbedaan kondisi kadar air produk hasil pertanian juga dapat akibat ketidakrataan
aliran udara panas di dalam ruang pengering karena letak kipas sehingga bahan
yang terletak jauh dari kipas akan mendapat sedikit aliran udara panas. Selain itu
masih ada daerah terpencil di Indonesia yang belum terjangkau oleh jaringan
listrik.
Akumulasi panas dalam pengering surya tipe terowongan menyebabkan
perbedaan suhu di dalam dan di luar bangunan, perbedaan suhu akan
menyebabkan perbedaan kerapatan udara. Karena suhu yang lebih tinggi di dalam
bangunan menyebabkan kerapatan udara di dalam bangunan akan lebih rendah
sehingga udara panas akan bergerak ke atas (efek cerobong). Dengan
menempatkan inlet pada bagian bawah dan outlet pada bagian atas, maka
pertukaran udara akan terjadi dengan sendirinya. Udara akan bergerak secara
alami peristiwa ini disebut konveksi bebas (natural convection). Uap air yang
terkandung dalam udara akan ikut ke luar sehingga tidak terjadi akumulasi uap air
yang akan mempercepat pengeringan.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini akan
dirancang modifikasi alat pengering ERK tipe terowongan agar diperoleh
keseragaman suhu pada bahan yang dikeringkan dengan pemberian panas pada
bagian yang berasal dari radiasi matahari atas dan pemberian udara panas dari
kolektor bagian bawah bahan, serta proses pertukaran udara secara konveksi yang
ditujukan agar pertukaran udara terjadi dengan sendirinya sehingga dapat tidak
diperlukan biaya untuk alat pertukaran udara.
Pisang merupakan tanaman buah dengan kuantitas yang besar di dunia, yang
tumbuh dengan baik di negara tropis maupun subtropis termasuk Indonesia. Buah
pisang merupakan hasil pertanian yang mudah busuk karena mengandung kadar
air yang cukup tinggi. Tidak semua pisang dapat dipasarkan, jika dibiarkan maka
pisang akan busuk sehingga banyak pisang dijual dengan harga rendah dan
bahkan terbuang percuma. Salah satu cara pengawetan pisang adalah mengolah
pisang mentah tua menjadi gaplek, tepung pisang dan keripik, sedangkan pisang
matang menjadi sale, selai, dodol. Proses pengolahan tersebut memerlukan proses

2
pengeringan, prinsip pengering surya tipe terowongan konveksi bebas merupakan
salah satu cara yang potensial diterapkan pada pengeringan pisang.
Tujuan
 Merancang model alat pengering surya tipe terowongan dengan proses
pertukaran udara yang terjadi secara alami karena konveksi bebas.
 Menguji kinerja alat pengering
 Membandingkan hasil pengeringan alat pengering yang dirancang
dengan penjemuran untuk mengeringkan pisang.

TINJAUAN PUSTAKA
Pisang Kepok
Klasifikasi pisang kapok berdasarkan taksonomi, adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Class
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Musaceae
Genus
: Musa
Spesies
: Musa paradisiaca. L

Gambar 1 Pisang kepok
Tanaman pisang merupakan tanaman herba tahunan yang mempunyai
sistem perakaran dan batang di bawah tanah. Pohon pisang berakar rimpang yang
berpangkal pada umbi batang. Batang yang berdiri tegak di atas tanah dan
terbentuk dari pelepah daun yang saling menelungkup dan disebut batang semu.
Tinggi batang semu berkisar antara 3.5 – 7.5 meter (Satuhu dan Supriyadi 2000).
Pisang merupakan tumbuhan monokotil yang termasuk dalam familia
Musaceae. Pohonnya memiliki tinggi dua hingga sembilan meter, akar rizoma
berada dalam tanah dan pelepahnya terdiri dari lembaran daun. Pisang merupakan
buah klimakterik yang artinya memiliki fase perkembangan, dengan
meningkatnya ukuran buah dan meningkatnya kadar karbohidrat yang
terakumulasi dalam bentuk pati. Pertumbuhan terhenti saat buah telah benar-benar
ranum dan fase pematangan buah terhambat. Selama fase pematangan, kekerasan

3
buah menurun, pati berubah menjadi gula, warna kulit berubah dari hijau menjadi
kuning dan kekelatan pada buah hilang, berkembang menjadi aroma dengan
karakteristik yang khas (Stover 1987).
Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun
menjari, yang disebut sisir. Pisang merupakan buah yang sangat bergizi dan
merupakan sumber vitamin, mineral dan karbohidrat. Hampir semua buah pisang
memiliki kulit berwarna kuning ketika matang. Pisang dapat dimakan langsung
atau dapat diolah dahulu menjadi sale pisang dan tepung pisang.
Buah pisang sangat prospektif sebagai bahan baku industri. Hal tersebut
karena kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, serta berbagai produk dapat
diolah dari buah pisang sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. Salah satu
alternatif dari pemanfaatan pisang yaitu dapat diolah menjadi pati. Sifat fisika dan
kimia tepung pisang dari beberapa varietas, yaitu: tepung pisang kepok bewarna
putih, tepung pisang nangka bewarna putih coklat, tepung pisang ambon bewarna
putih abu-abu, tepung pisang raja bulu bewarna putih kecoklatan, tepung pisang
ketan bewarna putih abu-abu dan tepung pisang siem bewarna kuning kecoklatan
dengan komposisi kimia rata-rata tepung pisang, yaitu kadar air 6.24 % - 8.39 %
dan kadar karbohidrat 70.10 % - 78.88 % (Prabawati et al. 2008). Komposisi
kandungan gizi pisang kepok dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia pisang kepok per 100 gram bahan
Komposisi Kimia
Jumlah
Air (g)
70
Karbohidrat (g)
27
Serat Kasar (g)
0.5
Protein (g)
1.2
Lemak (g)
0.3
Abu (g)
0.9
Kalsium (mg)
80
Fosfor (mg)
290
Sodium (mg)
β- karotein (mg)
2.4
Thiamine (mg)
0.5
Riboflavin (mg)
0.5
Asam Askorbat (mg)
120
Sumber: Satuhu dan Supriyadi (1999)
Energi Surya
Energi surya merupakan iradiasi elektromagnetik yang memancar dari
permukaan matahari secara terus-menerus. Bumi dengan jarak rata-rata 1.5 x 1011
meter dari matahari hanya menerima sebagian kecil dari iradiasi tersebut. Dari
proses fusi yang mengubah 4 ton hidrogen menjadi helium tiap detiknya dan
mengeluarkan panas dengan laju 1024 kWh/detik, yang jatuh di wilayah Indonesia
mencapai 9 x 1017 kJ/detik atau setara dengan 28.35 x 1018 MW energi listrik
(Abdullah. 1998).

4
Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap,
angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Pada prinsipnya energi surya dapat
dikonversi menjadi energi bentuk lain sehingga langsung dapat digunakan. Teknik
pemanfaatannya dapat mengikuti salah satu dari cara berikut: pemanfaatan energi
panas, konversi menjadi energi listrik, pemanfaatan molekol proses fotosintesis.
Pemanfaatan secara langsung merupakan cara yang umum dan sudah di
pakai secara luas sejak lama, misalnya pada pengeringan hasil pertanian. Cara
pengumpulan dan pengubahan energi matahari dalam aplikasi pengeringan
komoditi pertanian dibedakan atas beberapa cara, yaitu: penjemuran, dengan cara
menempatkan komoditi pertanian di bawah bahan kaca dan dengan cara
meletakan komoditi pertanian dalam wadah yang berfungsi sebagai penyerap
panas.
Ciri khas iradiasi surya adalah sifat keberadaannya yang selalu berubahubah sehingga meskipun hari cerah dan sinar surya tersedia banyak, nilainya
berubah dengan titik maksimum pada tengah hari karena bertepatan dengan jarak
lintasan terpendek sinar surya menembus atmosfir (Abdullah. 1998).
Jumlah iradiasi surya yang jatuh pada permukaan bumi dipengaruhi oleh
deklinasi surya, yang merupakan perubahan posisi planet bumi dengan sudut
kemiringan 23.45o terhadap orbitnya atau sudut antara garis matahari dan bumi
dengan bidang ekuator.
Pengeringan
Menurut Brooker (1974) pengeringan merupakan proses pengurangan kadar
air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju
kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Pengeringan adalah proses
pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air keseimbangan
dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air saat mutu bahan pertanian
dapat dijaga dari serangan jamur, aktivitas serangga dan enzim (Henderson 1976).
Kadar air keseimbangan adalah kadar air dari bahan saat tekanan uap bahan
seimbang dengan lingkungan (Brooker 1974).
Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara
karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan.
Agar suatu bahan dapat menjadi kering, maka udara harus memiliki kandungan
uap air atau kelembaban nisbi yang relatif rendah dari bahan yang dikeringkan
(Sari 2005).
Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada
dipermukaan dan yang pertama kali mengalami penguapan. Bila air permukaan
telah habis, maka terjadi migrasi air dan uap air dari bagian dalam bahan secara
difusi. Migrasi air dan uap terjadi karena perbedaan konsentrasi atau tekanan uap
pada bagian dalam dan luar bahan (Henderson 1976).
Pengeringan merupakan usaha untuk memperpanjang masa simpan bahan
dengan cara mengurangi kadar air bahan sampai kadar air tertentu. Secara umum
pengeringan dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara alami dan
pengeringan buatan. Pada pengeringan alami, panas untuk menguapkan air yang
ada pada bahan diperoleh dari udara sekitar atau dari matahari (Hall 1963).
Beberapa kendala dari cara ini adalah memerlukan tempat yang relatif luas, proses
pengeringan lambat karena sangat tergantung pada cuaca, tidak praktis dalam

5
meletakan dan mengangkat bahan serta dapat terkontaminasi atau tercampur
dengan bahan asing atau kotor (Nelwan 1997).
Laju pengeringan dibagi dalam dua periode, yaitu laju pengeringan tetap
dan laju pengeringan menurun. Selama laju pengeringan tetap, bahan mengandung
air cukup banyak dimana pada permukaan bahan berlangsung penguapan yang
lajunya dapat disamakan dengan laju penguapan pada permukaan air. Keadaan
lingkungan sangat berpengaruh terhadap laju penguapan, sedangkan pengaruh
bahan itu relatif kecil. Laju pengeringan tetap berakhir saat laju difusi air dari
dalam bahan telah turun sehingga lebih lambat dari laju penguapan (Henderson
1976).
Menurut Brooker (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi waktu
pengeringan yang dibutuhkan dalam proses pengeringan, antara lain: suhu udara
pengering, kelembaban relatif udara pengering, kecepatan aliran udara pengering,
serta kadar air bahan.
Suhu Udara Pengering
Laju penguapan air bahan dalam pengering sangat ditentukan oleh
kenaikkan suhu. Bila suhu pengering dinaikkan maka panas yang dibutuhkan
untuk penguapan air bahan menjadi berkurang. Suhu udara pengering
berpengaruh terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan hasil pengeringan.
Semakin tinggi suhu udara pengering maka proses pengeringan semakin singkat.
Biaya pengeringan dapat ditekan pada kapasitas yang besar jika digunakan pada
suhu tinggi, selama suhu tersebut tidak sampai merusak bahan.
Kelembaban Relatif Udara Pengering
Kelembaban udara berpengaruh terhadap pemindahan cairan dari dalam ke
permukaan bahan. Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat
kemampuan udara pengering dalam menampung uap air dipermukaan bahan.
Semakin rendah kelembaban relatif udara pengering, semakin cepat pula proses
pengeringan yang terjadi, karena mampu menyerap dan menampung lebih banyak
air daripada udara dengan kelembaban relatif yang tinggi.
Laju penguapan air dapat ditentukan berdasarkan perbedaan tekanan uap air
pada udara yang mengalir dengan tekanan uap air pada permukaan bahan yang
dikeringkan. Tekanan uap jenuh ini ditentukan oleh besarnya suhu dan
kelembaban relatif udara. Semakin tinggi suhu, kelembaban relatifnya akan turun
sehingga tekanan uap jenuhnya akan naik dan sebaliknya.
Kecepatan Aliran Udara Pengering
Udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk menguapkan kandungan air
pada bahan serta menguapkan air tersebut. Air dikeluarkan dari bahan dalam
bentuk uap dan harus secepatnya dipindahkan dari bahan. Bila tidak segera
dipindahkan maka air akan menjenuhkan atmosfir pada bahan, sehingga akan
memperlambat pengeluaran air selanjutnya. Aliran udara yang cepat akan
membawa uap air dari permukaan bahan dan mencegah uap air tersebut menjadi
jenuh dipermukaan bahan. Semakin besar volume udara yang mengalir, maka

6
semakin besar pula kemampuannya dalam membawa dan menampung air dari
permukaan bahan. Selain itu kecepatan aliran udara juga menambah koefisien
pindah panas sehingga dapat mempercepat proses pindah panas.
Kadar Air Bahan
Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya keragaman kadar air bahan.
Hal tersebut dapat diatasi dengan cara: mengurangi ketebalan tumpukan,
menaikkan kecepatan aliran udara pengering, menurunkan suhu udara pengering,
serta pengadukan bahan.
Kolektor Surya Pelat Datar
Kolektor surya merupakan alat untuk menangkap energi yang dipancarkan
dari matahari. Panas dapat digunakan secara langsung, untuk meningkatkan
efektivitas pemanfaatan panas secara langsung dapat menggunakan pengumpul
panas yang di sebut kolektor surya.
Kolektor surya jenis pelat datar terdiri atas penutup transparan, penyerap
panas, insulasi dan badan (kotak kolektor). Pada kolektor surya pelat datar, sinar
matahari mengenai permukaan kolektor dan pelat hitam akan menyerap panas
sehingga terjadi pemerangkapan panas. Sistem pemanas dengan fluida udara dan
sistem pemanas dengan fluida air pada prinsipnya sama, perbedaannya hanya
terletak pada rancangan dan pengoperasiannya (Baker et al. 1984). Suhu fluida
berkisar antara 30 oC – 90 oC tergantung jenis pengumpul dan pemakaiannya
(Jones 1982). Komponen kolektor surya pelat datar yaitu:
Penutup Transparan
Penutup transparan mempunyai transmisivitas tinggi. Bahan penutup
transparan biasanya menggunakan kaca yang berfungsi untuk mengurai
kehilangan panas secara konveksi dari udara luar dan sebagai media yang baik
untuk meneruskan iradiasi surya ke absorber. Bahan transparan sebagai penutup
kolektor dapat menimbulkan efek rumah kaca. Efek rumah kaca merupakan
sebutan untuk terjadinya pemanas pada kolektor akibat pemantulan gelombang
panjang iradiasi surya yang tidak dapat kembali keluar dari kolektor. Pemantulan
dari absorber dihalangi oleh pertikel udara yang ada dalam kolektor. Panas yang
terperangkap ini membuat suhu di dalam kolektor semakin tinggi.
Absorber
Absorber merupakan komponen utama dari suatu sistem pengumpulan
energi surya. Fungsi dari absorber adalah menyerap iradiasi surya dan
memindahkan panas ke fluida yang tersirkulasikan. Absorber harus mempunyai
kemampuan pindah panas yang baik, konduktivitas panas yang tinggi, daya serap
energi tinggi dan tidak mudah korosi. Bahan yang digunakan antara lain tembaga,
besi, alumunium, baja, dan stainless steel.

7
Jarak absorber dan kaca akan menentukan kehilangan panas bagian atas
kolektor. Apabila jarak terlalu dekat maka akan terjadi konduksi antara absorber
dan kaca menjadi dominan. Sedangkan apabila jarak terlalu jauh maka
meningkatkan volume udara yang dipanaskan sehingga suhu udara pada kolektor
menjadi turun.
Pengering Energi Surya
Menurut Abdullah (1987) dalam Suriyanto (1991) iradiasi surya mempunyai
ciri khas yaitu keberadaannya yang selalu berubah-ubah. Meskipun hari cerah dan
sinar surya tersedia banyak, besarannya berubah sepanjang hari dengan titik
maksimum pada tengah hari. Keadaan iradiasi maksimum tersebut bertepatan
dengan jarak lintasan sinar surya menembus atmosfir. Sinar surya juga tergantung
keadaan atmosfir, karena besarnya iradiasi akan berkurang bila langit berawan.
Selain itu lokasi suatu tempat (perbedaan pada garis lintang, ketinggian) dan
musim juga mempengaruhi besaran iradiasi surya.
Konsep umum dalam pemanfaatan energi surya adalah mengubah energi
iradiasi menjadi panas. Iradiasi gelombang pendek yang dipancarkan matahari
bila sampai pada permukaan gelap/hitam, sebagian besar energi iradiasi diserap
dan diubah menjadi panas. Suhu yang dihasilkan ditentukan oleh intensitas
iradiasi surya yang sampai dipermukaan, keadaan permukaan yang menyerap
iradiasi dan laju perpindahan panas dari permukaan benda lain (Suriyanto 1991).
Alat pengering surya merupakan alat yang digunakan untuk mengeringkan
bahan pangan dalam ruangan tertutup yang memanfaatkan energi surya secara
langsung dan tidak langsung (menggunakan kolektor) atau kombinasi secara
langsung dan tidak langsung. Pada alat pengering surya tipe langsung, ruangan
pengering dilengkapi dengan lapisan penutup tembus cahaya misalnya plastik atau
kaca. Iradiasi surya menembus plastik atau kaca transparan kemudian secara
langsung memanaskan bahan yang akan dikeringkan. Lapisan penutup tembus
cahaya dapat dipasang hanya pada permukaan yang menghadapi iradiasi surya
atau dipasang di seluruh dinding ruang pengering. Sedangkan alat pengering surya
tipe tidak langsung terdapat kolektor energi surya yang akan mengubah iradiasi
surya menjadi panas. Panas dihasilkan dari kolektor di bawa oleh suatu pengering
untuk mengeringkan bahan (Suriyanto 1991).
Dengan meletakkan produk pertanian dalam wadah (container) yang juga
berfungsi sebagai penyerap panas (absorber), pengumpulan energi surya paling
efektif dengan kehilangan panas yang rendah dan investasi awal yang relatif
murah. Panas yang dikonversikan secara efektif terperangkap oleh penutup.
Secara berkesinambungan, penggunaan panas dipindahkan lewat putaran lambat
penyerap panas dan dihantarkan ke komoditi pertanian melalui mekanisme pindah
panas yang efektif sehingga kehilangan panas secara konveksi minimum. Dengan
demikian kehilangan panas ke tanah selama proses pengeringan atau pengawetan
dapat diperkecil (Sari 2005).

8
Pengering Efek Rumah Kaca
Alat pengering surya efek rumah kaca (ERK) digunakan sebagai alternatif
pengganti pengering surya pelat datar dengan biaya relatif murah (Abdullah et al.
1998). Prinsip alat pengering surya tipe ERK yaitu penggunaan bangunan
transparan yang berfungsi sebagai penyekat sehingga memungkinkan iradiasi
gelombang pendek matahari untuk masuk dan menyekat iradiasi gelombang
panjang. Oleh karena itu, lapisan penutup transparan memerlukan bahan yang
memiliki nilai transmisivitas yang tinggi dengan absorbsivitas dan reflektivitas
yang rendah.
Radiasi surya yang terperangkap akan menaikkan suhu di dalam ruang
pengeringan, saat produk yang akan dikeringkan ditempatkan dalam alat
pengering ini. Panas yang terjadi di dalam rumah kaca akibat gelombang pendek
yang dipancarkan oleh matahari akan diserap oleh produk, pelat absorber, dan
komponen yang ada di dalam rumah kaca serta mengubahnya menjadi gelombang
panjang. Proses inilah yang dinamakan efek rumah kaca.
Pengering Surya Tipe Terowongan
Pengering surya tipe terowongan merupakan salah satu tipe pengering surya
yang berbentuk terowongan untuk mengeringkan berbagai produk pertanian dan
dilengkapi dengan kipas untuk mengalirkan udara panas sampai keluar dari
pengering. Pada satu sisi, di bawah dinding transparan hanya terdiri dari absorber,
sedangkan produk yang dikeringkan diletakkan pada sisi lain. Pengering ini
ditujukan untuk produk-produk yang tidak tahan pada gerakkan mekanis misalnya,
ikan, udang, manisan buah, serta sayuran.
Bahan yang akan dikeringkan diletakkan di atas rak-rak yang ditumpuk
kemudian rak-rak tersebut diletakkan ke dalam terowongan udara. Salah satu
masalah yang sering dihadapi pada pengering surya tipe terowongan adalah proses
pengeringan yang tidak seragam pada lokasi yang berbeda. Masalah ini dapat
diatasi dengan mempertahankan keseragaman distribusi kecepatan udara. Arah
aliran udara yang digunakan umumnya paralel atau berlawanan arah.
Efek Cerobong
Konveksi bebas dapat dikatakan sebagai hasil dari pergerakkan fluida akibat
perubahan densitas yang timbul dari proses pemanasan. Pergerakkan fluida pada
konveksi bebas, baik berupa gas atau cairan merupakan hasil dari daya apung
yang dikenakan pada fluida ketika penurunan densitas yang berdekatan dengan
permukaan pindah panas akibat dari proses pemanasan. Daya apung tidak akan
terjadi jika tidak dipengaruhi gaya dari luar seperti gravitasi, meskipun gravitasi
bukan satu-satunya gaya yang dapat menghasilkan konveksi bebas (Holman 1997).
Berikut adalah skema yang menggambarkan efek cerobong:

9

Gambar 2 Skema efek cerobong
Pada tekanan konstan, densitas udara akan turun seiring dengan kenaikkan
suhu. Udara dengan suhu lebih tinggi akan naik akibat adanya efek bouyansi yang
disebabkan oleh perbedaan densitas. Menurut Suhardiyanto (2009) bahwa
pertukaran udara secara alami karena adanya efek bouyansi. Efek bouyansi terjadi
karena perbedaan kerapatan udara sehingga terjadi perbedaan tekanan udara.
Tekanan udara di dalam menjadi lebih rendah dibandingkan udara diluar,
sehingga udara luar masuk ke dalam dan mendorong udara di dalam untuk keluar.
Udara dengan kerapatan lebih rendah akan berada pada bagian atas, sedangkan
udara dengan kerapatan tinggi akan berada di bawah, hal ini yang disebut sebagai
efek cerobong.

10

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Surya serta Laboratorium Energi dan
Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan
pada bulan Februari 2013 hingga April 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah pisang kepok. Alat
pengering yang terbuat dari besi persegi, besi siku, pelat baja, seng, plastik mika,
dan kawat mesh. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian adalah
Termocouple tipe CC, Rekorder Yokogawa MV 2000, Multimeter digital tipe YF3505, Anemometer merk Climomaster kanomax, Pyranometer tipe MS-401,
Timbangan digital merk excellent, Oven.
Prosedur Penelitian
Penelitian pengering surya tipe terowongan untuk mengeringkan pisang
dibagi menjadi dua tahap, yaitu merancang alat pengering dan menguji kinerja
pengering. Secara singkat pelaksaanan kegiatan penelitian rancang bangun alat
yang dilakukan terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3 Tahapan perancangan alat pengering

11
Perancangan Alat Pengering
Perancangan meliputi rancangan fungsional untuk menentukan fungsi dari
tiap komponen. Kemudian rancangan struktural berkaitan dengan ukuran dan
konstruksi.
Rancangan Fungsional
Model didesain dengan tinggi 1 m dari permukaan dengan dinding
transparan yang terbuat dari plastik mika berfungsi meneruskan radiasi gelombang
pendek dan memerangkap gelombang panjang. Penutup yang dapat dibuka dari
dua arah, agar memudahkan saat memasukan dan mengeluarkan bahan. Seluruh
bagian bawah bangunan dibiarkan terbuka sebagai saluran inlet dan saluran outlet
terdapat pada bagian atap, kawat mess yang berada di atas saluran inlet berfungsi
untuk meletakan bahan dan letak absorber antara saluran inlet dan rak.
Bagian dalam alat pengering, bahan rak berupa kawat mesh agar aliran
udara dapat mengalir dari bawah, sehingga radiasi yang tidak terhalang bahan
akan menuju absorber. Absorber terbuat dari pelat baja yang dicat hitam agar
dapat menyerap panas yang dihasilkan. Pada bagian bawah absorber terdapat pelat
bercelah yang berfungsi untuk meminimalkan kontak langsung antara absorber
dan udara lingkungan.
Komponen-komponen alat pengering beserta fungsinya, dijelaskan secara
singkat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Rancangan fungsional alat pengering
No.
1

Komponen

Penutup transparan

Fungsi
Meneruskan radiasi gelombang pendek dan
memerangkap gelombang panjang

2

Pelat absorber yang
dicat hitam

Menerima radiasi gelombang pendek, menyerap
panas

3

Pintu pemasukan bahan
dari dua arah
Kawat mesh
Pelat bercelah

Mempermudah saat memasukan dan
mengeluarkan bahan
Tempat bahan diletakan
Menerima radiasi gelombang pendek,
meminimalkan kontak langsung antara pelat
absorber dengan udara lingkungan, dan
melewatkan udara yang masuk dari inlet

4
5

Rancangan Struktural
Pengering berupa pengering surya tipe terowongan yang hanya
menggunakan iradiasi matahari sebagai sumber panas. Alat pengering surya tipe
terowongan biasanya berbentuk memanjang, tetapi untuk penelitian ini model alat
pengering yang dirancang hanya berukuran (1.5 x 1.5) m2. Model pengering pada
Gambar 4, atap dibuat menyerupai tipe atap pada rumah kaca tipe piggy back
dengan tujuan proses pertukaran udara yang terjadi secara sendirinya karena
konveksi bebas. Selain berfungsi sebagai penutup, bagian atap merupakan pintu
yang dapat digerakkan yang juga berfungi untuk memasukkan dan mengeluarkan
bahan yang akan dikeringkan.

12

Gambar 4 Rancang bangun alat pengering
Tata letak rak, pelat absorber, dan pelat bercelah dalam alat pengering
dapat dilihat pada Gambar 5. Pelat absorber terletak diantara rak dan pelat
bercelah dengan jarak masing-masing 14 cm. Pelat absorber dan pelat bercelah
memiliki panjang sama yaitu 145 cm yang disusun secara mendatar dengan jarak
antar pelat sejauh 2 cm. Penyusunan pelat absorber dan pelat bercelah dilakukan
secara berselang-seling sehingga masing-masing pelat akan saling menutup celah
yang ada pada pola penyusunan mendatar dari masing-masing pelat tersebut.

Gambar 5 Penempatan rak, pelat absorber, pelat bercelah dalam alat pengering
Pengujian Menggunakan Pengering yang Telah Dibuat
Pengujian tanpa bahan dilakukan sebanyak dua kali percobaan untuk
melihat performansi alat yang telah dibuat (Gambar 6). Pada percobaan tanpa
bahan parameter pengukuran meliputi iradiasi matahari, suhu, kecepatan aliran
udara dan kelembaban. Iradiasi diukur dengan menggunakan pyranometer
diletakkan disamping alat pengering yang terkena radiasi matahari secara
langsung. Hasil pengukuran keluaran dari pyranometer berupa tegangan yang
ditampilkan pada multimeter kemudian dikonversi menjadi W/m2. Pengukuran
suhu dilakukan menggunakan thermocouple CC yang ditempatkan dalam ruang
pengering, ruang antara rak dan pelat absorber, pelat absorber, saluran inlet dan
outlet, serta lingkungan.

13

Gambar 6 Model alat pengering

Gambar 7 Titik pengukuran suhu pada alat pengering (tampak samping)
Titik hitam pada Gambar 7 dan Gambar 8 adalah titik-titik penempatan
thermocouple untuk pengukuran suhu sedangkan titik abu-abu pada Gambar 7
adalah titik titik pengukuran RH yang berada diantara rak dan absorber, outlet,
dan lingkungan. Nilai RH didapat dengan menghubungkan suhu bola basah dan
suhu bola kering pada psychrometric chart. Pengukuran laju aliran udara
dilakukan pada inlet, outlet, dan lingkungan dengan menggunakan anemometer.
Seluruh parameter pengukuran dilakukan tiap 15 menit sejak pengambilan data
hingga selesai.

14

Gambar 8 Titik pengukuran suhu pada alat pengering (tampak atas)
1 sampel terdiri dari 9 irisan, peletakan sampel yang dikeringkan dalam
alat (gambar 9), pengujian dengan bahan dilakukan sebanyak dua kali ulangan,
dalam pengujian pengering dilakukan uji kinerja untuk membandingkan hasil alat
pengering dengan penjemuran biasa. Parameter yang digunakan pada percobaan
pengeringan menggunakan bahan sama dengan percobaan tanpa bahan, hanya saja
terdapat penambahan parameter kadar air.

Gambar 9 Penempatan sampel pada alat pengering
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menimbang bobot sampel bahan
yang dikeringkan tiap 1 jam selama proses pengeringan. Massa air (mair) didapat
dari pengurangan massa sampel dengan massa padatan, massa padatan (mpadatan)
didapat dengan mengeringkan bahan dalam oven sampai tidak terjadi penurunan
massa. Secara matematis, kadar air dapat dinyatakan sebagai:
Kadar air, % (basis basah) =

m air
m air + m padatan

x 100 %

(1)

Sampel yang digunakan sebagai pembanding kadar air, dikeringkan dengan
cara pengeringan konvensional seperti menjemur bahan di atas rak dan di atas
lantai. Sampel penjemuran 1 diletakkan 10 cm di atas lantai dan sampel
penjemuran 2 diletakkan 100 cm di atas lantai sejajar pada dengan bahan yang
dikeringkan dalam alat seperti pada Gambar 10.

15

Penjemuran 2

Penjemuran 1
Gambar 10 Skema penempatan penjemuran 1 dan 2 terhadap alat
Perlakuan pada Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah irisan pisang kepok yang dipotong
melintang dengan ketebalan 0.5 cm yang telah direndam dalam larutan asam sitrat
dengan konsentrasi 2 g/L serta larutan Na-Metabisulfit dan kapur sirih ( 2 g/L NaMetabisulfit dan 2 g/L kapur sirih dengan air) selama 10 menit, perendaman
bertujuan agar saat bahan dikeringkan tidak mengalami perubahan warna
(Suprapto 2006).
Pengukusan (5-10 menit)

Pengupasan
Perendaman pada larutan asam sitrat dengan
konsentrasi 2 g/L (5 menit)

Potong melintang dengan ketebalan 0.5 cm

Perendaman pada larutan Na-Metabisulfit
konsentrasi 2 g/L dan kapur sirih 2 g/L (10
menit)
Penirisan

Pengeringan
Gambar 11 Tahapan perlakuan pada bahan sebelum dikeringkan

16
Analisis Sebaran Suhu
Sebaran suhu secara mendatar (horizontal) di plot berdasarkan data hasil
pengukuran. Pembuatan kontur suhu tersebut dilakukan dengan menggunakan
software Surfer 9, yang mencakup sebaran suhu udara pada lapisan atas dan
bawah bahan yaitu sejauh + 5 cm dari bahan.
Parameter Performansi
Iradiasi Surya
Pyranometer tipe MS-401 menggunakan rumus konversi sebagai berikut:
I=

1000
7

Ipm

(2)

keterangan:
I
= Iradiasi surya (W/m2)
Ipm = Tegangan terukur pada multimeter dari pyranometer (mV)
Total Iradiasi Harian
Total radiasi harian dihitung dengan menggunakan metode Simpson,
yaitu:
Ih =

∆t
3

[Ii + If + (4

Itgl) + (2

ltgp)]

(3)

keterangan:
Ih
= Total iradiasi surya harian (kJ/m2)
∆t
= Selang waktu pengukuran (jam)
Ii
= Iradiasi awal (W/m2)
If
= Iradiasi akhir (W/m2)
Itgl
= Iradiasi jam ganjil (W/m2)
Itgp
= Iradiasi jam genap (W/m2)
Energi yang Digunakan untuk Menaikkan Suhu Bahan
Nilai CP ditentukan dengan persamaan Siebel (Heldman dan Singh, 1989)
sebagai berikut :
Cp = 0.837 + 0.034 (M0)
Q2 = m0 Cp ΔT

Keterangan:
Q2
= panas untuk menaikkan suhu bahan (kJ)
Cp
= panas jenis bahan (kJ/kg oC)
m0
= massa awal bahan (kg)
M0
= kadar air awal (% bb)
ΔT
= perubahan suhu (oC)

(4)
(5)

17
Energi yang Digunakan untuk Menguapkan Air bahan
Panas laten, Hfg (J/kg) yang dibutuhkan untuk menguapkan kandungan air
dalam bahan merupakan fungsi dari suhu absolut dirumuskan seperti berikut
(Brooker. 1992):
Hfg = 2503 – 2.386 (Tp)
(6)
0.1 ≤ TP (0C) ≤ 65.57
Q3 = mu Hfg

(7)

Keterangan:
Q3
= panas untuk menguapkan air (kJ)
Tp
= suhu bahan (oC)
mu
= massa air yang diuapkan (kg)
Hfg
= panas laten (kJ/kg)
Energi Berguna
Energi total yang digunakan untuk menaikkan suhu bahan dan menguapkan
kandungan air dalam bahan,
Q4 = Q2 + Q3
(8)
Keterangan:
Q2
= panas untuk menaikkan suhu bahan (kJ)
Q3
= panas untuk menguapkan air (kJ)
Q4
= panas yang digunakan untuk menaikkan suhu bahan dan
menguapkan kandungan air dalam bahan (kJ)
Konsumsi Energi Spesifik
Input energi pada pengeringan ini seluruhnya berasal dari iradiasi matahari.
Dengan demikian konsumsi energi spesifik diperoleh dari perbandingan total
iradiasi yang didapat dengan jumlah air yang diuapkan.

I xA
KES = h
mu

Keterangan:
KES = konsumsi energi spesifik (kJ/kg air yang diuapkan)
Ih
= iradiasi harian (kJ/m2)
A
= luas penampang (m2)
mu
= massa air yang diuapkan (kg)

(9)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Iradiasi Surya
Iradiasi matahari mempunyai ciri khas yaitu sifat keberadaannya yang selalu
berubah-ubah tergantung pada geometri iradiasi matahari. Intensitas iradiasi
matahari yaitu besar kecilnya sudut datang matahari pada permukaan bumi.
Jumlah iradiasi surya yang diterima permukaan bumi berbanding lurus dengan
besarnya sudut datang matahari. Iradiasi surya dengan sudut datang miring kurang
memberikan energi pada permukaan bumi dikarenakan energi tersebar pada
permukaan yang luas dan harus menempuh lapisan atmosfer yang lebih jauh jika
dibandingkan dengan iradiasi surya yang sudut datangnya tegak lurus, sehingga
iradiasi yang diterima permukaan bumi akan mencapai puncaknya pada saat posisi
matahari tegak lurus dengan permukaan bumi. Selain sudut datang matahari
terhadap bumi, keberadaan awan sangat berpengaruh terhadap iradiasi matahari,
awan akan menghambat dan membaurkan iradiasi yang akan sampai ke
permukaan bumi sehingga menyebabkan penerimaan iradiasi surya dipermukaan
bumi bervariasi. Pengaruh keberadaan awan mempengaruhi iradiasi pada
percobaan pertama sehingga iradiasi berfluktuasi seperti pada Gambar 12.

Iradiasi (W/m2)

1200
1000
800
600
400
200
8.00
8.30
9.00
9.30
10.00
10.30
11.00
11.30
12.00
12.30
13.00
13.30
14.00
14.30
15.00
15.30
16.00

0

Waktu (jam)

Gambar 12 Grafik perubahan iradiasi terhadap waktu pada percobaan pertama
Iradiasi surya yang diterima diukur dengan menggunakan pyranometer, data
keluaran yang diukur ditampilkan pada multimeter. Data keluaran dalam satuan
mV dikonversi menjadi W/m2 menggunakan rumus pada persamaan 1. Iradiasi
maksimum terdapat pada percobaan III hari 1 yaitu sebesar 1200.00 W/m2,
dengan nilai iradiasi rata-rata 841.40 W/m2. Iradiasi minimum terdapat pada
percobaan IV hari 1 yaitu sebesar 42.86W/m2 dengan nilai iradiasi rata-rata
389.90 W/m2.

Total iradiasi harian (MJ/m2)

19
25

Hari 1

20

Hari 2

15
10
5

0
I

II

III

IV

Percobaan
Gambar 13 Total iradiasi harian
Total iradiasi harian dihitung dengan menggunakan metode Simpson. Total
iradiasi harian (gambar 13) tertinggi terdapat pada percobaan I yaitu sebesar 22.03
MJ/m2 selama 8 jam. Sedangkan total iradiasi harian terrendah terdapat pada
percobaan IV hari 1 yaitu sebesar 4.62 MJ/m2 selama 3 jam.
Kinerja Alat Pengering
Pengujian Tanpa Beban
Pengujian alat pengering tanpa bahan dilakukan dua kali percobaan.
Percobaan I dilakukan selama 8 jam dan percobaan II selama 7 jam. Percobaan I
diperoleh rata-rata suhu kolektor, suhu rak dan suhu udara pada ruang pengering
berturut-turut sebesar 50.5 oC, 45.5 oC dan 43.5 oC dan pada percobaan II sebesar
50.9 oC, 44.8 oC dan 43.3 oC.
Absorber

1200

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
00

Rak

Suhu (oC)

800
600
400

Iradiasi (W/m2)

1000

200

8.00
8.30
9.00
9.30
10.00
10.30
11.00
11.30
12.00
12.30
13.00
13.30
14.00
14.30
15.00
15.30
16.00

0

Jam

Gambar 14 Grafik iradiasi dan suhu pada percobaan I

Udara
pengering
Lingkungan
Udara di
bawah rak
Iradiasi

20
1400

Absorber

1200

Rak

1000

Udara
pengering
Lingkungan

800
600
400

Iradiasi (W/m2)

Suhu (oC)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
00

Udara di
bawah rak
Iradiasi

200
8.15
8.45
9.15
9.45
10.15
10.45
11.15
11.45
12.15
12.45
13.15
13.45
14.15
14.45
15.15

0

Jam

Gambar 15 Grafik iradiasi dan suhu pada percobaan II
Pada Gambar 14 dan Gambar 15 suhu rata-rata pelat absorber lebih besar
dari suhu rak dan suhu rak lebih besar dari suhu udara pengering. Perbedaan suhu
rata-rata antara suhu pelat dan suhu udara di bawah rak pada siang hari mencapai
+ 10 oC, sedangkan suhu rak dan suhu udara di bawah rak tidak terlalu jauh. Suhu
rak mengikuti suhu pelat karena pengujian dilakukan tanpa beban aliran udara
mengalir dari bawah ke atas, sehingga aliran udara panas dari pelat mengalir
langsung tanpa hambatan menuju ruang pengering.
Suhu udara pada ruang pengering berfluktuasi mengikuti suhu pelat dan
iradiasi, sedangkan suhu lingkungan pada Gambar 14 meningkat sedikit demi
sedikit lalu terjadi penurunan drastis pada pukul 12.15 kemungkinan hal ini terjdi
karena angin lingkungan yang mengalir cukup tinggi dan kembali meningkat
hingga pukul 14.30 dan pada Gambar 15 suhu lingkungan bergerak konstan pada
kisaran 29.1 oC sampai 38.1 oC. Nilai rata-rata suhu lingkungan pada percobaan
pertama sebesar 35 oC dengan suhu maksimal dan suhu minimal sebesar 39.3 oC
dan 29.5 oC dan pada percobaan kedua sebesar 34.6 oC dengan suhu maksimal dan
suhu minimal sebesar 38.1 oC dan 29.1 oC. Suhu udara pada ruang pengering
dipengaruhi oleh panas yang dihasilkan pelat dan radiasi yang diterima dan
kondisi lingkungan tidak terlalu mempengaruhi suhu udara pada ruang pengering
selain keberadaan awan.
Tabel 3 dan 4 sebelum pukul 12.00 menunjukkan rata-rata suhu pelat, suhu
udara di bawah rak, dan di atas rak pada bagian timur tidak selalu lebih besar dari
bagian barat. Suhu meningkat dengan cepat karena iradiasi yang melewati
penutup transparan langsung menuju pelat sehingga posisi terlihat tidak
mempengaruhi suhu rata-rata pada percobaan tanpa bahan. Rata-rata suhu udara di
atas rak pada bagian tengah selalu lebih tinggi dari bagian barat dan timur,
walaupun suhu udara di bawah rak dan pelat bagian tengah selalu lebih rendah
dari bagian barat dan timur. Lebih rendahnya suhu pelat pada bagian tengah
mengindikasikan bahwa pelat bagian tengah merupakan bagian yang menerima
iradiasi terrendah dan tingginya suhu udara di atas rak bagian tengah
mengindikasikan terjadi aliran udara menuju tengah.

21
Tabel 3 Rata-rata suhu pengeringan pada beberapa posisi pada percobaan I
Sebelum pukul 12.00
Setelah pukul 12.00
Posisi
Barat
Tengah Timur Barat
Tengah Timur
Suhu udara pada bagian 42.2
46.0
41.6
43.9
45.4
44.0
o
atas rak ( C)
41.2
46.3
42.2
42.7
45.7
Suhu udara pada bagian 43.2
o
bawah rak ( C)
Suhu pelat (oC)
52.1
41.9
54.6
53.8
54.6
49.0
o
Suhu lingkungan ( C)
33.4
37.0
o
Suhu inlet ( C)
43.6
44.7
o
Suhu outlet ( C)
36.1
36.6
Tabel 4 Rata-rata suhu pengeringan pada beberapa posisi pada percobaan II
Sebelum pukul 12.00
Setelah pukul 12.00
Posisi
Barat
Tengah Timur Barat
Tengah Timur
44.7
42.2
43.9
45.7
42.9
Suhu udara pada bagian 42.5
atas rak (oC)
40.1
52.2
43.1
39.0
44.5
Suhu udara pada bagian 42.1
bawah rak (oC)
Suhu pelat (oC)
52.8
41.4
43.1
53.2
44.9
53.2
o
Suhu lingkungan ( C)
33.0
36.2
o
Suhu inlet ( C)
44.8
42.7
o
Suhu outlet ( C)
34.4
36.5
Suhu udara pada ruang pengering bervariasi bergantung pada suhu pelat
absorber dan iradiasi yang diterima alat pengering. Distribusi suhu udara pada
bagian atas rak pada pagi dan sore hari menunjukkan suhu tertinggi cenderung
pada bagian tengah. Sedangkan pada bagian bawah rak, saat pagi, distribusi suhu
bagian timur lebih tinggi daripada bagian-bagian lain karena bagian timur
merupakan arah sinar datang matahari sehingga menerima energi lebih besar.
Distribusi suhu pada seluruh percobaan I dan II dapat dilihat pada Gambar 16
sampai Gambar 21.
Bentuk alat pengering yang didesain diambil dari bentuk rumah kaca tipe
piggy back yang memanfaatkan suhu untuk menggerakkan udara dengan
sendirinya sehingga udara mengalir dari dalam ke luar rumah kaca. Dalam alat
pengering aliran udara dari bawah akan menuju ke atas karena efek corobong dan
suhu udara rata-rata di atas rak pada bagian tengah lebih tinggi dari sisi lain
walaupun suhu rata-rata suhu pelat pada bagian tengah lebih hampir selalu rendah
dari sisi lain. Memuncaknya suhu udara dalam ruang pengering menunjukkan
bentuk alat pengering yang menyerupai atap p