Uji Lama Pengeringan dan Tebal Tumpukan Pada Pengeringan Kentang Dengan Alat Pengering Surya Tipe Rak

TINJAUAN PUSTAKA

  Kentang yang dikenal orang ternyata telah melampaui perjalanan sejarah yang panjang. Bahkan, ratusan tahun yang lalu kentang telah dikenal orang.

  Pertamanya, kentang belum menyebar luas, tempat tumbuhnya masih terbatas, yaitu didaerah dingin saja. Kemudian merambah ke daerah sedang (subtropis) dan akhirnya mencapai daerah panas (tropis). Perpindahan dari satu daerah ke daerah lain yang iklimnya berbeda tidak dengan proses yang cepat, tetapi melampaui banyak tahapan.

  Adapun sistematika tanaman kentang adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub-Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Solanum Spesies : Solanum tuberosum L. (Soelarso, 1997).

  Solanum atau kentang merupakan tanaman setahun, bentuk sesungguhnya menyemak dan bersifat menjalar. Batangnya berbentuk segi empat, panjangnnya bisa mencapai 50-120 cm, dan tidak berkayu (tidak keras bila dipijat). Batang dan daunnya mempunyai warna hijau kemerahanatau keungu-unguan (Setiadi dan Nurulhuda, 2000).

  5 Buahnya berbentuk buni, buah yang kulit/dindingnya berdaging,dan mempunyai dua ruang. Buah berisi banyak calon biji yang jumlahnya bisa mencapai 500 biji. Akan tetapi, dari jumlah tersebut yang berhasil menjadi biji hanya 100 biji saja, bahkan ada yang Cuma puluhan biji, jumlah biji ini tergantung dari varietas kentangnya (Hartus, 2001).

  Kentang juga mempunyai organ umbi. Umbi tersebut berasal dari cabang samping yang masuk kedalam tanah. Cabang ini merupakan tempat menyimpan karbohidrat sehingga membesar dan bisa dimakan. Umbi bisa mengeluarkan tunas dan nantinya akan membentuk cabang-cabang baru. Semua bagian tanamannya tersebut mengandung racun solanin. Begitu juga pada umbinya, yaitu ketika memasuki masa bertunas. Namun bagi umbi ini, bila telah berusia tua atau siap dipanen, racun ini akan berkurang bahkan bisa hilang, sehingga aman untuk dimakan (Suharto, 1998).

  Varietas kentang dapat digolongkan dalam tiga golongan berdasarakan warna umbinya.

  1. Kentang kuning, umbi kentang ini berkulit dan berdaging kuning. Contoh kentang ini diantaranya adalah eigenheimer, patrones, rapan dan thung.

  2. Kentang putih, kulit dan daging umbi kentang ini berwarna putih. Contoh kentang ini diantaranya adalah donata dan radosa.

  3. Kentang merah, kulit dan umbi kentang ini berwarna kemerah-merahan.

  Contoh kentang ini diantaranya adalah desiree (Soelarso, 1997). Pada saat panen raya banyak umbi kentang yang cacat atau rusak atau dibiarkan begitu saja karena harga di pasaran terlalu rendah, maka sebaiknya umbi-umbi tersebut diolah secara kering (diberikan perlakuan pengeringan) seperti dijadikan tepung atau keripik kentang yang harga permintaan dari para konsumen/industri pembuat macam-macam pangana akan lebih baik atau menguntungkan (Kartasapoetra, 1994).

  Pengeringan

  Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua. Cara ini merupakan suatu proses yang ditiru dari alam, kita telah memperbaiki pelaksanaanya pada bagian-bagian tertentu. Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan pangan yang paling luas digunakan (Desrosier, 1988).

  Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi (Rachmawan, 2001).

  Proses pengeringan dilakukan dengan cara penguapan air. Cara ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara dengan mengalirkan udara panas di sekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar daripada tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara (Adnan, 1982).

  Tujuan dari pengeringan pada prinsipnya adalah menurunkan kadar air suatu produk atau bahan pertanian sehingga memenuhi rencana penggunaan selanjutnya (Matondang, 1989).

  Selain memberikan manfaat melindungi bahan pangan yang mudah rusak, pengeringan dengan pengurangan air juga menurunkan bobot dan memperkecil volume bahan pangan tersebut, sehingga mengurangi biaya pengangkutan dan penyimpanan. Pengeringan dapat pula menjadikan bahan pangan sesuai untuk pengolahan lebih lanjut, sehingga memudahkan penanganan, pengemasan, pengangkutan dan konsumsi (Iradiasi, 1991).

  Disamping memberikan keuntungan, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan lain-lainnya. Kerugian yang lainnya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum digunakan, misalnya harus dibasahkan kembali (Winarno, 1980).

  Kecepatan pengeringan lempengan bahan basah yang tipis akan berbanding terbalik dengan kuadrat ketebalannya. Jadi kecepatan pengeringan potongan bahan yang mempunyai ketebalan satu pertiga dari semula adalah sembilan kali kecepatan pengeringan potongan asal. Oleh karena itu lama pengeringan dapat dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan (Rachmawan, 2001).

  Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara alami (natural drying) dan pengeringan buatan (artificial

  drying ). Pengeringan secara alami dapat dilakukan dengan cara menjemur di

  bawah sinar matahari (sun drying). Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan menggunakan alat pengering (Taib dkk., 1988).

  Pengeringan Alami

  Pengeringan alami atau pengeringan matahari telah digunakan pada daerah beriklim panas untuk memproduksi buah-buahan atau biji-bijian kering. Pengeringan ini dapat dilakukan dengan penyinaran matahari langsung atau di daerah yang ternaung dimana pengeringan dilakukan dengan udara kering panas.

  Terbukti bahwa buah-buahan kering hanya dihasilkan di daerah dimana keadaan cuaca mendukung seperti temperatur yang relatif tinggi, kelembaban relatif rendah, dan sedikit atau bahkan tidak ada curah hujan (Nickerson dan Ronsivalli, 1980).

  Pengeringan dengan sinar matahari lebih dikenal masyarakat sebagai pengeringan tradisional dan telah umum dilakukan oleh para petani kita sejak dahulu, yang hasilnya dapat dikatakan baik dibanding dengan cara pengeringan tradisional lainnya, seperti penataan hasil tanaman pada para-para di atas dapur, pengeringan dengan penggorengan tanpa minyak, dan lain-lain. Pengeringan dengan sinar matahari biasanya menghasilkan mutu yang baik, asalkan cara-cara pengeringan yang dianjurkan diikuti dengan seksama (Kartasapoetra, 1994).

  Pengeringan surya atau pengeringan dengan cara penjemuran mempunyai kelebihan yaitu biayanya rendah karena memerlukan alat-alat yang relatif lebih murah. Namun memiliki beberapa kelemahan yaitu penjemuran sangat tergantung pada cuaca, sehingga kontinuitas pengeringan tidak dapat dijaga, misalnya kalau turun hujan pengeringan dihentikan. Demikian pula suhu, kelembaban udara dan kecepatan udara tidak dapat diatur, sehingga kecepatan pengeringan tidak seragam. Mutu hasil penjemuran umumnya lebih rendah daripada hasil menggunakan alat. Hal ini disebabkan waktu pengeringan yang lama, keadaan pengeringan dan sanitasi sehingga kemungkinan-kemungkinan terjadi kerusakan selama penjemuran besar (Sitinjak dan Saragih, 1995).

  Kecepatan pengeringan serta kualitas hasil yang diperoleh dengan cara penjemuran sangat dipengaruhi oleh:

  1. Keadaan cuaca (suhu udara dan kelembaban/RH) Suhu udara akan mempengaruhi kecepatan penjemuran. Pada suhu yang tinggi, kelembaban udara akan semakin rendah. Akibatnya kemampuan udara tersebut untuk menangkap uap air dari bahan yang dijemur akan semakin meningkat.

  2. Jenis lamporan Setiap jenis bahan yang digunakan sebagai lamporan mempunyai kecepatan perambatan panas tertentu yang pada gilirannya akan mempengaruhi kecepatan pengeringan.

  3. Sifat bahan yang dikeringkan Kadar air awal bahan dan ukuran partikel bahan akan mempengaruhi kecepatan pengeringan. Bahan yang mempunyai kadar air awal tinggi dan ukuran partikel besar akan lebih lama waktu pengeringannya daripada bahan yang kadar air awalnya rendah dan ukuran partikelnya kecil.

  4. Cara penjemuran Dalam hal ini ketebalan tumpukan bahan dan frekuensi pembalikan bahan akan sangat berpengaruh pada kecepatan pengeringan.

  (Rachmawan, 2001).

  Selama proses pengeringan berlangsung, ketidakseragaman ketebalan lapisan bahan mempengaruhi proses pengeringan itu sendiri. Udara yang lewat dari bahan lebih banyak pada lapisan yang tipis daripada lapisan yang tebal (Matondang, 1989).

  Pengeringan Buatan

  Penggunaan panas yang berasal dari api untuk mengeringkan bahan pangan dijumpai secara bebas, baik di dunia baru maupun dunia lama. Orang- orang kuno mengeringkan bahan pangan di tempat-tempat kediaman mereka. Orang-orang Indian Amerika sebelum Colombus menggunakan panas dari api untuk mengeringkan bahan pangan. Tetapi kamar dehidrasi dengan udara panas baru ditemukan pada tahun 1795. Di Perancis Masson dan Challet mengembangkan suatu alat pengering sayuran yang terdiri dari udara panas (105°F) yang mengalir di atas irisan sayuran yang tipis. Pada prinsipnya semakin lama suatu proses pengeringan dilakukan maka air yang diuapkan dari bahan akan semakin banyak. (Desrosier, 1988).

  Pengeringan adiabatik adalah pengeringan dimana panas dibawa ke alat pengering oleh udara panas. Udara panas ini akan memberikan panas pada bahan pangan yang akan dikeringkan dan mengangkut uap air yang dikeluarkan oleh bahan. Sedangkan pengeringan isotermik adalah pengeringan dimana bahan yang akan dikeringkan berhubungan langsung dengan lembaran atau plat logam panas (Winarno, 1980).

  Dalam pengeringan hasil pertanian secara mekanis, udara panas dialirkan dengan tekanan dari bawah sehingga tumpukan hasil pertanian akan mulai kering dari bagian dasar menuju ke atas. Dengan demikian terbentuklah zona pengeringan yang bergerak perlahan-lahan naik ke atas dengan berlanjutnya proses pengeringan (Moedjijarto, 1979).

  Mesin pengering yang sederhana terdiri atas satuan baling-baling kipas angin, satuan alat pemanas, satuan alat pengering, dan satuan motor penggerak. Ada mesin pengering yang bekerja secara terus-menerus dan ada pula yang terputus-putus; sedangkan kontak panas dengan bahan yang dikeringkan dapat secara langsung atau tidak langsung (Hardjosentono dkk., 2000).

  Pengeringan menggunakan alat mekanis (pengeringan buatan) yang menggunakan tambahan panas memberikan beberapa keuntungan, diantaranya tidak tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak memerlukan tempat yang luas, serta kondisi pengeringan dapat dikontrol. Pada pengeringan buatan dibutuhkan energi untuk memanaskan alat pengering, mengimbangi radiasi panas yang keluar dari alat pengering, memanaskan bahan sampai tercapai suhu yang dipertahankan, untuk penguapan, dan untuk menggerakkan udara. Kecepatan pengeringan untuk setiap bahan akan berbeda-beda. Lamanya kontak antara udara panas dengan bahan selama pengeringan juga akan berpengaruh. Semakin lama kontak antara udara panas dengan bahan maka semakin cepat pengeringan berlangsung (Taib dkk., 1988).

  Pada pengeringan buatan atau mekanis; suhu, kelembaban nisbi udara serta kecepatan pengeringan dapat diatur dan diawasi. Sebagai sumber tenaga untuk mengalirkan udara dapat digunakan motor bakar atau motor listrik. Sumber energi yang dapat digunakan pada unit pemanas adalah gas, minyak bumi, batubara, dan elemen pemanas listrik (Rachmawan,2001).

  Teori Pengeringan

  Proses pengeringan adalah poses menurunkan kadar air suatu bahan sampai pada batas kandungan air yang ditentukan. Dalam wet basis, jumlah (massa) air yang diuapkan dihitung berdasarkan selisih massa air mula-mula (mw

  1 ) dan massa air akhir (mw ).

  2

   Mwmm .......... .........( w w 1 )

  1

  2  Mw

  = massa air yang diuapkan pada proses pengeringan m w1 = massa air mula-mula m w2 = massa air akhir dimana m w1 = K o .m ......................(2)

  K o = kadar air mula-mula dalam wet basis (%) m = massa total bahan sebelum dikeringkan Kadar air akhir (K) dicari dengan menggunakan persamaan :

  mw 2 K = ........................(3) mwmd 2 K = kadar air setelah proses pengeringan dalam wet basis (%)

  md = massa kering bahan Sehingga

  K . md

  m w2 = ...........................(4)

  1  K

  Sehingga didapatkan :

  K . mdMw = K m - o.

  1  K Ko . m ( 1  K )  K .( mmw ) 1Mw

  =

  1 KKo . m ( 1  K )  K .( mKo . m )

   Mw = 1  K m ( KoK ) Mw

   = ................(5)

  1  K

  Persamaan diatas digunakan untuk menghitung massa air yang diuapkan dalam suatu bahan pada proses pengeringan ( Henderson dan Perry, 1976).

  Kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam wet basis atau dry basis. Kandungan kelembaban dalam wet basis menyatakan perbandingan massa air dalam bahan dengam massa total bahan. Pada dry basis, kandungan air dihitung dengan membagi massa air dalam bahan dengan massa keringnya saja. Keduanya baik wet basis dan dry basis dinyatakan dalam persen kelembaban :

  mw

  Mw = ........................ (6)

  mw md

  Mw = Wet basis mw = massa air md = massa kering bahan

  mw

  Md = ....................(7)

  md

  Md = dry basis ( Henderson dan Perry, 1976).

  Alat-alat pengering

  Terdapat berbagai jenis alat pengering buatan antara lain: 1.

Yang berbentuk kabinet (rak), dilengkapi dengan rak-rak (3 atau 4 buah) sebagai wadah atau tempat hasil pertanian yang akan dikeringkan, rak-rak

  ditempatkan secara tersusun dalam alat dengan penyebaran udara panas ke dalamnya selama waktu yang telah ditentukan, pengeringan akan berlangsung dengan baik mendekati pengeringan sempurna dengan sinar matahari.

  2. Yang berbentuk kabinet dengan ruangan lebih luas dan lebih besar, pada alat ini udara panas dialirkan ke dalam ruangannya melalui pipa-pipa di bagian bawah dan bagian atas atau lebih jelasnya pipa-pipa di bagian lantai dan pipa- pipa di bagian atap alat pengering ini.

  3. Yang berbentuk terowongan (tunnel dryer), pada dasarnya alat pengering ini relatif sama dengan kedua bentuk alat pengering di atas hanya karena khusus digunakan untuk menangani sejumlah besar hasil pertanian maka ruang pengeringannya dibuat lebih luas.

  4. Yang berbentuk rotari (rotary dryer), merupakan alat pengering yang dapat berputar, yang khusus diperuntukkan pengeringan hasil pertanian berbentuk biji-bijian, seperti padi, jagung pipilan, kedelai, sorgum, dan lain-lain.

  5. Yang berbentuk silindris (drum dryer), alat pengering ini digunakan khusus bagi pengeringan bahan cairan yang berasal dari hasil pertanian, seperti sari buah (air buah-buahan), saridele ( susu buatan dari bahan kedelai), dan lain- lain yang berbentuk tepung.

  6. Yang dilengkapi dengan sistem penyemprotan (spray dyer), alat pengering ini berfungsi mengeringkan bahan cairan yang juga berasal dari hasil pertanian, yang ke dalam alat pengering ini bahan cairan disemprotkan melalui sebuah

  

sprayer ke dalam ruangan yang kondisinya panas, sehingga kandungan air

  pada cairan akan menguap dan tinggallah bagian bubuknya (tepung, powder), yang selanjutnya meluncur ke luar sebagai bubuk hasil pengeringan yang memuaskan (Kartasapoetra, 1994).

  Pengering Surya Tipe Rak Tray dryer atau alat pengering berbentuk rak, mempunyai bentuk persegi

  dan di dalamnya berisi rak-rak, yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Pada umumnya rak tidak dapat dikeluarkan. Beberapa alat pengering jenis ini rak-raknya mempunyai roda sehingga dapat dikeluarkan dari alat pengeringnya. Bahan diletakkan di atas rak (tray) yang terbuat dari logam dengan alas yang berlubang-lubang. Kegunaan dari lubang-lubang ini untuk mengalirkan udara panas dan uap air (Taib dkk., 1988).

  Pengering tipe rak biasanya merupakan pengering yang paling murah pembuatannya, mudah pemeliharaannya, dan sangat luwes penggunaannya. Pada umumnya pengering ini digunakan untuk penelitian-penelitian dehidrasi sayuran dan buah-buahan di dalam laboratorium, dan di dalam skala kecil dan digunakan secara komersil yang bersifat musiman (Desrosier, 1988).

  Prinsip kerja alat pengering tipe rak adalah udara pengering dari ruang pemanas dengan bantuan kipas akan bergerak menuju dasar rak dan melalui lubang-lubang yang terdapat pada dasar rak tersebut akan mengalir melewati bahan yang dikeringkan dan melepaskan sebagian panasnya sehingga terjadi proses penguapan air dari bahan. Dengan demikian, semakin ke bagian atas rak suhu udara pengering semakin turun. Penurunan suhu ini harus diatur sedemikian rupa agar pada saat mencapai bagian atas bahan yang dikeringkan, udara pengering masih mempunyai suhu yang memungkinkan terjadinya penguapan air.

  Di samping itu kelembaban udara pengering pada saat mencapai bagian atas harus dipertahankan tetap tidak jenuh sehingga masih mampu menampung uap air yang dilepaskan. Di dalam penggunaan alat pengering ini perlu diperhatikan pengaturan suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan tebal tumpukan bahan yang dikeringkan sehingga hasil kering yang diharapkan dapat tercapai (Rachmawan, 2001).

  Pengeringan kentang

  Kentang (Solanum tuberasum) termasuk dalam jenis makanan berkarbohidrat tinggi, yang merupakan sumber energi. Kentang termasuk lima besar makanan pokok dunia selain gandum, jagung, padi dan singkong. Di Indonesia kentang tidak digunakan sebagai makanan pokok, tetapi pada umumnya digunakan sebagai sayur atau makanan kecil (snack) berupa keripik kentang, kroket dan sebagainya (Setiadi, 1994).

  Kentang mempunyai kulit yang sangat tipis dan sangat lunak serta berkadar air cukup tinggi. Hasil panen dalam bentuk segar berkadar air sekitar 78 % sehingga mudah rusak oleh pengaruh mekanis. Kerusakan ini mengakibatkan masuknya jasad renik ke dalam umbi kentang yang mengakibatkan kentang cepat mengalami pembusukan. Karena itu perlu dilakukan penanganan baik selama pemanenan, pengangkutan, penyimpanan maupun dalam pengolahannya menjadi bentuk lain yang dapat meningkatkan nilai ekonominya, di antaranya diolah menjadi tepung kentang (Asgar dan Asandhi, 1990).

  Masalah yang dihadapi pada pengolahan pembuatan tepung kentang yaitu tepung yang dihasilkan seringkali berwarna kecoklatan. Hal ini terjadi karena proses pencoklatan baik enzimatis maupun non enzimatis, sebelum pengolahan maupun setelah menjadi tepung kentang, sehingga tepung yang dihasilkan kurang disukai oleh konsumen. Proses pencoklatan dapat dikurangi dengan berbagai cara. Cara tersebut antara lain dengan penggunaan panas, penghambatan dengan bahan kimia seperti asam sitrat, askorbat ataupun dengan penggunaan belerang dioksida dan sulfit, akan tetapi penggunaan bisulfit untuk makanan dibatasi (Desrosier, 1988).

  Pengeringan pangan sangat penting sebagai metode pengawetan pangan. Keuntungan pengawetan dengan cara pengeringan yaitu bahan lebih awet, berat berkurang sehingga biaya lebih murah untuk pengemasan, kemudahan dalam penyajian. Kerugian pengawetan dengan cara pengeringan yaitu sifat asal bahan yang dikeringkan dapat berubah, beberapa bahan kering perlu proses kembali sebelum diolah (Susanto, 1994).

  Pengeringan pada proses pembuatan tepung kentang dapat dilakukan melalui pengeringan sinar matahari ataupun pengering kabinet. Pengeringan menggunakan sinar matahari biayanya lebih murah, tetapi biasanya pengeringan dengan sinar matahari membutuhkan waktu yang cukup lama. Sedangkan menggunakan pengering oven karena suhu dapat diatur dan lebih efektif, tetapi diperlukan energi listrik dalam pengeringan kabinet (Susanto, 1994).

  Natrium Metabisulfit

  Natrium metabisulfit adalah salah satu zat pengawet organik. Bentuk efektifnya sebagai bahan pengawet adalah sulfit yang tidak terdisosiasi dan efektifnya pada pH antara 2-4 (Winarno, dkk, 1980).

  Natrium metabisulfit banyak digunakan dalam makanan untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatik antara gula dan asam amino karena natrium metabisulfit akan bereaksi dengan gugus aldehid dari gula sehingga gugus aldehid ini diharapkan tidak dapat bereaksi denagn asam (Desrosier, 1988).