Faktor iklim dan tanaman ubijalar: Analisis pola tanam dan profit usaha tani di Desa Cikarawang

FAKTOR IKLIM DAN TANAMAN UBIJALAR: ANALISIS
POLA TANAM DAN PROFIT USAHA TANI
DI DESA CIKARAWANG

IRZA ARNITA NUR

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor Iklim dan
Tanaman Ubijalar: Analisis Pola Tanam dan Profit Usaha Tani di Desa
Cikarawang adalah benar karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Irza Arnita Nur
NIM G24100022

ABSTRAK
IRZA ARNITA NUR. Faktor Iklim dan Tanaman Ubijalar: Analisis Pola Tanam
dan Profit Usaha Tani di Desa Cikarawang. Dibimbing oleh IMPRON.

Ubijalar merupakan salah satu tanaman palawija yang dapat dipakai
sebagai makanan pokok dan dapat diolah menjadi bahan makanan olahan.
Ubijalar merupakan komoditas unggulan di Desa Cikarawang. Desa
Cikarawang memiliki rata-rata curah hujan bulanan 314 mm/bulan, rata-rata suhu
bulanan berkisar 25oC hingga 28oC, dan rata-rata lama penyinaran matahari 64%.
Secara umum di Desa Cikarawang terdapat tiga pola tanam; pola tanam A:
ubijalar (bulan Januari-April) – ubijalar (bulan Mei-Agustus) – padi (bulan
September-Desember), pola B: ubijalar (bulan Januari-April) – kacang tanah
(bulan Mei-Agustus) – padi (bulan September-Desember), dan pola tanam C:
ubijalar di sepanjang tahun. Terdapat perbedaan produktivitas, biaya produksi dan

profitabiltas pada tiga jenis pola tanam tersebut. Hasil analisis menunjukan bahwa
suhu, curah hujan dan lama penyinaran matahari mempengaruhi biaya produksi
dan profit. Curah hujan yang tinggi, suhu yang rendah, surplus dan run off yang
tinggi mengakibatkan produksi serta biaya produksi tinggi. Biaya produksi yang
tinggi umumnya terjadi pada periode Januari-April. Hasil survai menunjukan pola
tanam A sebagai pola tanam yang paling menguntungkan karena memberikan
pendapatan yang paling tinggi.
Kata kunci: faktor iklim, pola tanam, profit, ubijalar
ABSTRACT
IRZA ARNITA NUR. Climate Factor and Sweet Potato: Cropping Pattern
Analysis and Farming Profit in Cikarawang. Supervised by IMPRON.

Sweet potato is one of the crop that can be used by Indonesian people as a
staple or a processed foods. Sweet potato becomes the main commodity in
Cikarawang village. Cikarawang has average rainfall of about 314 mm/month,
average monthly temperature 25 oC to 28 oC, and average monthly sunshine
duration of 64%. Cikarawang has three cropping patterns; cropping pattern A:
sweet potato (month January-April) – sweet potato (May-August) – paddy
(September-December), cropping pattern B: sweet potato (January-April) – peanut
(May-August) – paddy (September-December), and cropping pattern C: only

plants sweet potato all years. There were differences in productivity, production
costs, and profitability in the three types of cropping pattern in Cikarawang. The
analysis showed that temperature, rainfall, and sunshine duration affect the
production costs and profit. A high rainfall, low temperature, high surplus and
runoff caused high production costs. High production mostly commonly occurred
in period of January-April. The survey indicated that cropping pattern A is the
most profitable resulted from highest profit.
Keywords: climate factor, cropping pattern, profit, sweet potato

FAKTOR IKLIM DAN TANAMAN UBIJALAR: ANALISIS
POLA TANAM DAN PROFIT USAHA TANI
DI DESA CIKARAWANG

IRZA ARNITA NUR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi


DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
Faktor Iklim dan Tanaman Ubijalar: Analisis Pola Tanam dan Profit Usaha Tani
di Desa Cikarawang. Penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada
kedua orang tua yaitu Ibu Lestari dan Bapak Mochammad Nur Faizien (Alm)
yang menjadi inspirasi utama penulis, lalu kepada:
1. Bapak Dr.Ir. Impron, M.Agr.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan ide,
ilmu, pengarahan, masukan, nasehat, dan tentu saja bimbingan hingga tugas
akhir ini terselesaikan.
2. Ibu Dr.Ir. Tania June, M.Sc selaku ketua Departemen Geofisika dan
Meteorologi IPB.

3. Bapak Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc dan Bapak Dr. Perdinan, S.Si, M.NRE selaku
dosen penguji skripsi.
4. Staff BMKG Dramaga, Bapak Henry atas bantuan data iklim wilayah Bogor.
5. Bapak Ahmad Bastari selaku ketua kelompok tani di Desa Cikarawang
6. Kedua saudaraku mbak Nina Dahliana Nur dan Muhammad Deliar Nur yang
selalu aku sayangi.
7. Gembelle (Pipit, Shailla, Yadisti, Anggi, Icanur) dan mbak Desty Dwi
Sulistyowati atas dukungan dan semangatnya.
8. Teman sebimbingan (Angga, Fitri Moe, Dewi sul , Aji, Murni, Duwi, Ichakar,
Mail, mbak Gina ) atas perjuangan bersamanya.
9. Segenap sahabat GFM 47, GFM 48, GFM 49, penghuni kost Aisyah Family,
teman-teman fokma Bahurekso Kendal, Staff Pengajar serta Staff TU
Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB yang senantiasa menyemangati
dan mendukung penulis, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu atas semua dukungannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki banyak
kekurangan, walaupun demikian harapannya semoga karya ilmiah ini bermanfaat
bagi yang memerlukan. Amin
Bogor, Januari 2015
Irza Arnita Nur


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Bahan


2

Alat

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Hasil

4

Pembahasan

4

SIMPULAN DAN SARAN


22

Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP


62

DAFTAR TABEL
1 Produksi, luas panen dan produktivitas ubi jalar di beberapa Kecamatan
wilayah Kabupaten Bogor 2007-2008
2 Luas wilayah menurut tata guna lahan Desa Cikarawang
3 Pola tanam petani di Desa Cikarawang
4 Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikarawang
5 Perbandingan pendapatan usahatani pada pola tanam A (ubijalar,
ubijalar, padi) periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan
September-Desember
6 Perbandingan pendapatan usahatani pada pola tanam B (ubijalar,
kacang tanah, padi) periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan
September-Desember
7 Perbandingan pendapatan usahatani pada pola tanam C (ubijalar,
ubijalar, ubijalar) periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan
September-Desember

1
5

8
11

17

18

18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Peta Desa Cikarawang
Persentase informasi responden petani di Desa Cikarawang
Rata-rata curah hujan bulanan Dramaga tahun 2004-2013
Suhu rata-rata bulanan Cikarawang periode tahun 2004-2013
Lama penyinaran matahari rata-rata bulanan Dramaga Bogor periode
2004-2013
Nilai ETp bulanan pertahun periode 2004-2013 di Desa Cikarawang
Nilai Surplus dan APWL bulanan di Cikarawang Dramaga periode
2004-2013
Nilai Run off bulanan pertahun per periode 2004-2013 di Desa
Cikarawang
Hubungan antara curah hujan dan produktivitas ubijalar
Hubungan antara suhu dan produktivitas ubijalar
Hubungan lantara lama penyinaran matahari dengan produktivitas
ubijalar
Hubungan antara curah hujan dengan biaya pengeluaran per pola tanam
Hubungan antara run off dengan biaya produksi per pola tanam
Hubungan surplus neraca air dengan biaya pengeluaran produksi per
pola tanam
Hubungan antara curah hujan profit petani per pola tanam
Hubungan antara suhu dan profit petani per pola tanam
Hubungan antara ETp dan profit petani per pola tanam
Hubungan antara lama penyinaran matahari dengan profit petani di
setiap pola tanam

4
5
6
7
8
12
12
13
13
14
14
16
16
17
19
20
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

6

7

8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

24

25

26

Curah hujan (mm) bulanan Dramaga periode 2004-2013
Jumlah hari hujan periode tahun 2004-2013 di Dramaga Bogor
Estimasi suhu rata-rata (oC) di daerah Cikarawang
Lama penyinaran matahari di Dramaga (%) antara pukul 08.00-16.00
Perbandingan penerimaan usahatani pola tanam A (ubijalar, ubijalar,
padi) pada periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan SeptemberDesember
Perbandingan penerimaan usahatani pola tanam B (ubijalar, kacang
tanah, padi) pada periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan
September-Desember
Perbandingan penerimaan usahatani pola tanam C (ubijalar, ubijalar,
ubijalar) pada periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan
September-Desember
Rata-rata penggunaan biaya usahatani ubijalar pada pola tanam A
(ubijalar, ubijalar, padi)
Rata-rata penggunaan biaya usahatani ubijalar pada pola tanam B
(ubijalar, kacang tanah, padi)
Rata-rata penggunaan biaya usahatani ubijalar pada pola tanam C
(ubijalar, ubijalar, ubijalar)
Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2004
Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2005
Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2006
Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2007
Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2008
Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2009
Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2010
Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2011
Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2012
Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2013
Foto beberapa kegiatan usahatani dan saat wawancara dengan petani
Peta wilayah Desa Cikarawang berdasarkan pola tanam
Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan
tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa
Cikarawang, Bogor pada pola tanam A (ubijalar, ubijalar dan padi)
dengan periode tanam bulan Januari-April
Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan
tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa
Cikarawang, Bogor pada pola tanam A (ubijalar, ubijalar dan padi)
dengan periode tanam bulan Mei-Agustus
Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan
tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa
Cikarawang, Bogor pada pola tanam A (ubijalar, ubijalar dan padi)
dengan periode tanam bulan September-Desember
Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan
tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa

24
24
24
25

25

25

26
26
27
27
28
28
28
28
29
29
30
30
30
31
32
33

34

28

31

27

28

29

30

31

Cikarawang, Bogor pada pola tanam B (ubijalar, kacang tanah dan
padi) dengan periode tanam bulan Januari-April
Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan
tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa
Cikarawang, Bogor pada pola tanam B (ubijalar, kacang tanah dan
padi) dengan periode tanam bulan Mei-Agustus
Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan
tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa
Cikarawang, Bogor pada pola tanam B (ubijalar, kacang tanah dan
padi) dengan periode tanam bulan September-Desember
Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan
tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa
Cikarawang, Bogor pada pola tanam C (ubijalar, ubijalar dan ubijalar)
dengan periode tanam bulan Januari-April
Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan
tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa
Cikarawang, Bogor pada pola tanam C (ubijalar, ubijalar dan ubijalar)
dengan periode tanam bulan Januari-April
Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan
tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa
Cikarawang, Bogor pada pola tanam C (ubijalar, ubijalar dan ubijalar)
dengan periode tanam bulan Januari-April

34

37

40

43

46

49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra ubi jalar (BPS 2010). Hal
ini dapat dilihat dari segi luas tanam, luas panen, produksi, dan hasil per hektar.
Ubijalar di Kabupaten Bogor menempati posisi tertinggi kedua setelah Kabupaten
Kuningan, seperti yang ditunjukkan di atas (Tabel 1).
Desa Cikarawang yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,
merupakan salah satu daerah penghasil ubijalar. Produktivitas ubijalar di
kecamatan ini pada tahun 2007 dan 2008 sebesar 14.57 ton ha-1 dan 14.32 ton ha-1.
Produktivitas ubijalar selain dipengaruhi pemeliharaan yang umumnya masih
dilakukan secara konvensional juga sangat dipengaruhi oleh faktor iklim setempat
seperti suhu lingkungan, lama penyinaran matahari, ETp, dan curah hujan (Arifin
2013).
Tabel 1 Produksi, luas panen dan produktivitas ubi jalar di beberapa Kecamatan
wilayah Kabupaten Bogor 2007-2008
2007
2008
Luas
Luas
Kecamatan
Produksi panen Produktivitas Produksi panen Produktivitas
(ton)
(Ha)
(ton ha-1)
(ton)
(Ha)
(ton ha-1)
Tenjolaya
8 857
291
14.59
8 732
603
14.48
Cibungbulang
244
655
14.35
8 822
601
14.68
Ciampea
2 540
122
14.61
8 576
586
14.63
Dramaga
2 040
135
14.57
2 720
190
14.32
Megamendung 2 604
152
13.71
3 644
269
13.55
Sumber: BPS Kabupaten Bogor 2010

Petani di daerah Kecamatan Dramaga lebih banyak memilih untuk
menanam komoditas ubijalar, sehingga mempengaruhi kondisi perekonomian di
daerah Bogor. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis pola tanam ubijalar di
wilayah Desa Cikarawang dengan tujuan melihat seberapa besar faktor iklim yang
mempengaruhi produksi ubijalar dan profit petani.
Faktor-faktor iklim seperti curah hujan, suhu, lama penyinaran matahari
dan ETp akan berpengaruh pada proses pertumbuhan serta produktivitas ubijalar,
sedangkan penggunaan pupuk, biaya produksi yang dikeluarkan akan
mempengaruhi profit petani, oleh sebab itu dianalisis pengaruh keterkaitan faktor
iklim dan profit yang didapatkan petani agar dapat diketahui faktor iklim apa yang
paling berpengaruh dan seberapa besar pengaruh faktor iklim terhadap profit
petani, sehingga petani dapat menentukan waktu tanam dan pola tanam ubijalar
yang menghasilkan profit jika dilihat dari analisis faktor iklim
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis pola tanam dominan yang sering
dilakukan masyarakat Desa Cikarawang dan melihat seberapa besar pengaruh

2
faktor iklim di Desa Cikarawang yang berkaitan dengan profit usaha tani ubijalar
di lokasi Desa ini.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai profit yang diperoleh petani dari hasil analisis usahatani, dan seberapa
besar pengaruh faktor iklim yang mempengaruhi profit usaha tani yang dianalisis
berdasarkan pola tanam yang ada di Desa Cikarawang sehingga bagi para petani
dapat menentukan waktu tanam ubijalar yang menghasilkan profit jika dilihat dari
analisis faktor iklim.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juni 2014 di Desa
Cikarawang, Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat dengan koordinat
6º50’ LS, 106º70’ BT dan di Laboratorium agrometeorologi, Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data curah hujan bulanan stasiun klimatologi klas I Dramaga Bogor dari tahun
2004-2013.
2. Data suhu udara bulanan stasiun klimatologi klas I Dramaga Bogor dari tahun
2004-2013.
3. Data lama penyinaran matahari bulanan stasiun klimatologi klas I Dramaga
Bogor dari tahun 2004-2013.
4. Peta wilayah Desa Cikarawang dan peta lahan pertanian ubijalar.
5. Data potensi dan profil Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Bogor .
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat PC (Personal
Computer) dan perangkat lunak (Software) Microsoft office untuk pengolahan
data.
Prosedur Penelitian
Survai kuesioner di Desa Cikarawang Bogor
Kajian fisik lahan dilakukan dengan observasi lapang (Huntington 2000;
Mulyoutami Rismawan dan Joshi 2009) mengumpulkan berbagai data dan peta
mengenai kondisi lahan pertanian di daerah Cikarawang. Survey dilaksanakan
untuk memperoleh data melalui partisipasi aktif dari masyarakat lokal dengan
menggunkan sistem wawancara semi terstruktur. Wawancara dilaksanakan dengan
membagikan angket berisi kuesioner (kuesioner terlampir) kepada 91 petani

3
secara acak, di Desa Cikarawang Bogor yang merupakan daerah penghasil ubijlar.
Kuesioner terdiri dari beberapa pertanyaan seperti : Luas lahan, waktu tanam,
biaya sewa lahan, biaya bibit ubijalar, biaya obat-obatan, biaya pupuk organik,
biaya pupuk anorganik, biaya irigasi, biaya tenaga kerja, produksi dan hasil panen,
serta harga jual hasil panen. Selain itu pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan
permasalahan pertanian yang dihadapi baik dari sisi iklim maupun dari sisi
ekonomi sehingga menggambarkan sistem usaha tani ubijalar di Desa
Cikarawang.
Proses pengolahan data
Perhitungan neraca air lahan dipengaruhi fluktuasi dari data curah hujan
bulanan dan evapotranspirasi potensial (ETp) bulanan. persamaan penentuan
evapotranspirasi menggunakan persamaan Thronthwaite (Palmer dan Harvens
1958) sebagai berikut :
ETpi
= evapotranspirasi potensial pada bulan i (mm)
Ti
= suhu pada bulan ke i (°C)
I
= jumlah 12 bulan dari Σ(T i /5) 1,54
A
= (6.75 x 10 -7 x I3) –(7.71 x 105 x I2) + ( 1.792 x 10-2 x I) + 0.44239
Nilai neraca air yang lain yang dicari yaitu mencari keadaan air surplus atau
tidak dan besarnya run-off yang terjadi. Surplus berarti kelebihan air ketika CH
>ETp sehingga:
Surplus (S) = CH-Etp
Run off merupakan aliran permukaan atau limpasan. Thornthwaite dan
Mather (1957) membagi Run off menjadi dua bagian: a) 50% dari surplus bulan
sekarang (Sn). b) 50% dari Run off bulan sebelumnya (RO n-1). Sehingga :
RO bulan sekarang (Rn) = 50% (Sn+ RO n-1)
Khusus run off bualan Januarai, karena RO n-1 belum terisi maka RO n-1
diambil 50% dari surplus bulan Desember.
Analisis data
Analisis yang dilakukan yaitu menganalisis usahatani hasil pertanian di Desa
Cikarawang dari hasil wawancara untuk dapat mengetahui profit petani. Menurut
Soekartawi dkk (2002) pendapatan usahatani adalah perkalian antara produksi
yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan total usahatani (Total Farm
Revenue) merupakan nilai produk total yang dihasilkan dalam jangka waktu satu
musim tanam. Biaya usahatani adalah semua nilai faktor produksi yang digunakan
untuk menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Profit total usahatani
adalah selisih antara penerimaan total dan pengeluaran total.
Perhitungan dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut:
TR
TC
Profit
TR
P

=PxQ
= Biaya tunai + biaya non tunai
= TR – TC
= total pendapatan petani (Total Revenue) (Rp)
= harga hasil panen (Price) (Rp/kg)

4
Q
TC
Biaya Tunai
Biaya non tunai
Keuntungan

= total produksi (Quantity) (kg)
= biaya total usahatani (Total Cost) (Rp)
= pengeluaran berupa uang tunai yang dikeluarkan
secara langsung oleh petani (Rp)
= pengeluaran petani berupa faktor produksi tanpa
mengeluarkan uang tunai (Rp)
= profit petani (Rp)

Selanjutnya analisis data dilakukan dengan cara menghubungkan keterkaitan
faktor-faktor iklim seperti curah hujan, suhu, lama penyinaran matahari, dan ETp
yang dicari dengan regresi linier untuk mencari tahu seberapa besar pengaruh
faktor iklim tersebut terhadap profit yang diperoleh petani.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Desa Cikarawang
Kondisi fisik dan topografi Tanah
Desa Cikarawang merupakan dataran dan persawahan yang berada pada
ketinggian antara 193 m diatas permukaan laut. Desa Cikarawang berbatasan
sebelah utara dengan sungai Cisadane, sebelah timur berbatasan dengan kelurahan
Situ Gede kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Batas sebelah selatan yaitu sungai
Ciapus, dan batas sebelah barat adalah sungai Ciapus atau sungai Cisadane.
Tabel 2 Luas wilayah menurut tata guna lahan Desa Cikarawang tahun 2009
Tata guna lahan
Pemukiman dan pekarangan
Sawah
Ladang
Jalan
Pemakaman
Perkantoran
Bangunan Pendidikan
Bangunan Peribadatan

persen (%)
19.37%
59.84%
16.45%
3.50%
0.28%
0.07%
0.28%
0.18%

Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009

Sumber ://www.google.com/maps/place/Cikarawang,+Dramaga,+Bogor

luas (ha)
41.465
128.109
35.226
7.5
0.6
0.16
0.6
0.4

5
Gambar 1 Peta Desa Cikarawang, Dramaga, Bogor
Karakteristik Petani Responden
Responden yang diperoleh dari survai wawancara petani di Desa
Cikarawang mendapatkan hasil informasi usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin
dan pekerjaan sampingan petani.

Gambar 2 Persentase yang menunjukan informasi keadaan petani di Desa
Cikarawang, meliputi persentase usia petani, tingkat pendidikan
petani, jenis kelamin, dan pekerjaan sampingan petani
Umur merupakan faktor yang berpengaruh pada pola pikir dan kemampuan
fisik untuk bekerja. Menurut BPS (2011) Usia produktif yaitu usia 15-64 tahun
sedangkan usia non produktif yaitu penduduk dengan kelompok usia 0-14 tahun
dan 65 tahun ke atas. Umur responden didominasi oleh umur petani yang
memiliki rentang umur antara 41-50 tahun. Rata-rata petani di Cikarawang masih
terbatas pendidikannya, dan menggunakan teknologi sederhana diperoleh secara
turun temurun dalam kegiatan usahatani. Penyerapan teknologi baru cenderung
lebih cepat ditangkap oleh petani yang berpendidikan (Hendayana 2003).
Tingkat pendidikan petani responden bervariasi mulai dari SD hingga S1.
Sebagian besar petani responden menempuh pendidikan sampai dengan tingkat
dasar (SD). Tingkat pendidikan petani yang masih mayoritas hanya mengenyam
pendidikan dasar hal ini juga berpengaruh terhadap pekerjaan sampingan yang di
lakukan oleh petani di daerah Cikarawang. Mayoritas masyarakat Desa
Cikarawang bekerja sampingan sebagai peternak, sebab mereka juga memanfaat
kotoran ternak mereka untuk digunakan sebagai pupuk.
Kondisi Iklim
Karakteristik iklim Cikarawang
Karakteristik iklim setempat di Cikarawang berdasarkan hasil perhitungan
klasifikasi Oldeman di Desa Cikarawang Bogor selama periode tahun 2004-2013

6
memberikan informasi bahwa Desa Cikarawang memilki tipe pola iklim A1 sebab
rata-rata jumlah bulan basah yang diperoleh sebanyak 10 bulan dan bulan kering
nol bulan serta bulan lembab sebanyak dua bulan. Tipe iklim A1 dapat
diinterpretasikan bahwa lahan pertanian di Cikarawang sesuai untuk padi terusmenerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya radiasi matahari rendah
(Dwiyono 2009). Kenyataannya lahan pertanian yang ada di Cikarawang tidak
menggunakan pola iklim Oldeman untuk penanamannya. Para petani lebih
memilih pola klasifikasi iklim dengan sistem penanaman dengan kebiasaan
mereka. Petani di daerah ini justru hanya sekali dalam setahun. Petani menanam
padi jika musim penghujan ketika bulan September-Desember, selain itu mereka
menanam palawija diantaranya ubijalar dan kacang tanah. Mereka tidak
mengandalkan padi ditanam terus menerus sebab banyak faktor yang tidak
mendukungnya, diantaranya sistem irigasi yang diatur dari pemerintah daerah
pusat sehingga lahan yang mendapatkan irigasi hanya pada waktu tanam padi saja
sekali penanaman dalam setahun. Selain itu padi yang ditanam hanya digunakan
untuk dikonsumsi petani sendiri, sehingga tidak harus menanam padi di setiap
musim tanam walaupun jika dilihat dari klasifikasi iklim Oldeman berpotensi
untuk ditanami padi.
Curah hujan
Unsur iklim yang paling banyak berpengaruh dalam usaha pertanian adalah
curah hujan rata-rata (mm) dan suhu rata-rata (oC). Curah hujan sangat
mempengaruhi keberlangsungan usaha pertanian terutama bagi daerah yang
mengandalkan hujan sebagai sumber daya air utama. Curah hujan merupakan
sumber air utama untuk pertumbuhan awal ubi jalar. Data curah hujan yang
diperoleh dari BMKG periode tahun 2004-2013 memperlihatkan hasil bahwa
curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan curah hujan
rata-rata sebesar 412 mm, dan curah hujan rata-rata terendah yaitu pada bulan Juli
184 mm (Gambar 3).
450

curah hujan (mm)

400
350
300
250
200
150
100
50
0
Jan

Feb

Mar

Apr

May

Jun

Jul

Aug

Sep

Oct

Nov

Dec

Sumber : BMKG Dramaga Bogor (2014)

Gambar 3 Rata-rata curah hujan bulanan Dramaga tahun 2004-2013
Suhu dan evapotranspirasi potensial rata-rata
Daerah penelitian Desa Cikarawang diperoleh suhu sekitar dari data
BMKG Dramaga yaitu suhu rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Oktober dengan
suhu rata-rata 27.57 oC. Nilai suhu Cikarawang terendah yaitu 25.29 oC yaitu pada

7
bulan Februari dan suhu rata-rata di Cikarawang yaitu sebesar 27.08 oC (Lampiran
3).
Evapotranspirasi merupakan istilah perpaduan dari evaporasi dan
transpirasi. Menurut Asdak (1995) evaporasi adalah banyaknya air yang menguap
dari lahan dan tanaman dalam suatu petakan karena panas matahari. Suhu
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi. Kondisi iklim
pada waktu pengukuran evapotranspirasi harus diperhatikan, sebab
evapotranspirasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Sosrodarsono dan Takeda
1983). Proses hilangnya air akibat evapotranspirasi merupakan salah satu
komponen penting dalam hidrologi karena proses tersebut dapat mengurangi
simpanan air dalam badan-badan air, tanah, dan tanaman. Sedangkan untuk
kepentingan sumber daya air, data ini untuk menghitung kesetimbangan air dan
lebih khusus untuk keperluan penentuan kebutuhan air bagi tanaman (ubijalar)
dalam periode pertumbuhan atau periode produksi, sehingga data dari
evapotranspirasi berguna untuk menentukan kebutuhan air yang diperlukan bagi
tanaman.
Nilai evapotranspirasi dihitung berdasarkan suhu di Desa Cikarawang
yaitu menggunakan rumus Thornthwaite (Palmer dan Havens 1958). Hasil nilai
evapotranspirasi yang ada di Tabel 4 menyatakan jika nilai evapotranspirasi
terbesar terjadi pada bulan Oktober yaitu sebesar 142 mm, untuk nilai
evapotranspirasi rata-ratanya yaitu 132 mm. Nilai evapotranspirasi terkecil yaitu
di bulan Februari yaitu 117 mm hal ini disebabkan input suhu pada perhitungan di
bulan Februari merupakan suhu yang terendah, sehingga menghasilkan nilai ETp
terendah di bulan Februari. Hal ini berbanding lurus antara evaporasi dengan
suhu. Suhu yang semakin tinggi maka evapotranspirasi semakin besar nilainya
begitu pula sebaliknya.
28.0

Suhu ( oC )

27.5
27.0
26.5
26.0
25.5
Jan

Feb

Mar

Apr

May

Jun

Jul

Aug

Sep

Oct

Nov

Dec

Sumber : BMKG Dramaga Bogor (2014)

Gambar 4 Suhu rata-rata bulanan Cikarawang periode tahun 2004-2013
Lama penyinaran matahari
Sinar matahari merupakan hal penting dalam proses terjadinya fotosintesis.
Proses fotosintesis ini menggunakan lama penyinaran matahari yang ditangkap
klorofil pada tanaman yang mempunyai hijau daun. Hasil dari fotosintesis ini
menjadi bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan.
Peningkatan lama penyinaran dan cahaya matahari juga berpengaruh dalam
mempercepat proses pembungaan dan pembuahan. Sebaliknya penurunan
intensitas lama penyinaran matahari matahari akan memperpanjang masa

8
pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka pertumbuhan dan produksi tanaman
hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan lama penyinaran matahari (Stark dan
Wright 1985).
Gambar 5 memperlihatkan lama penyinaran matahari rendah pada bulan
Februari dengan lama penyinaran rata rata sebesar 42 % dan terus naik sehingga
mencapai puncak tertinggi pada bulan Agustus dengan lama penyinaran sebesar
85 %, pada bulan September sampai Desember lama penyinaran terus menurun.
Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada bulan Januari hingga April,
sedangkan pada bulan Mei hingga Agustus curah hujan rendah dan mulai
meningkat pada bulan September hingga Desember.
Lama penyinaran matahari
(%)

100
80
60
40
20
0
Jan

Feb

Mar

Apr

May

Jun

Jul

Aug

Sep

Oct

Nov

Dec

Sumber : BMKG Dramaga Bogor (2014)

Gambar 5 lama penyinaran rata-rata bulanan Darmaga periode tahun 2004-2013
Pola Tanam dan Potensi Unggulan Pertanian Desa Cikarawang
Pola tanam yang dilakukan oleh petani berbeda-beda setiap musim
tanamnya. Para petani melakukan 3 jenis pola tanam yang berbeda dengan sistem
monokultur dan rotasi. Sistem pola tanam monokultur yaitu ditanami dengan
ubijalar semua, sedangkan untuk sistem rotasi ditanami dengan ubijalar, kacang
tanah dan padi. Tabel 3 memperlihatkan 3 jenis pola tanam yang dilakukan petani
yang ada di Cikarawang. Lokasi penanaman berdasarkan pola tanam petani di
Desa Cikarawang dapat dilihat pada Lampiran 22.
Tabel 3 Pola tanam petani di Desa Cikarawang

pola tanam

1 2

3

4

waktu (bulan)
5 6 7 8 9

10

11 12

A (ubijalar, ubijalar,padi)
B (ubijalar, kacang tanah, padi)
C (ubijalar)
Keterangan :

= ubijalar;

= padi;

= kacang tanah

Pada umumnya petani di Desa Cikarawang sangat mengusahakan
menanam ubijlar karena permintaan akan ubijalar selalu ada sebab Cikarawang
adalah salah satu sentra produksi dan pemasok kebutuhan ubijalar di daerah Bogor.
Namun dengan memperhatikan faktor iklim, unsur hara dan pengalaman yang ada
mereka melakukan sistem pola tanam rotasi.

9
Budidaya Tanaman Ubijalar di Desa Cikarawang
Pola tanam A terbagi atas tiga waktu tanam untuk dua jenis tanaman yaitu
ubijalar dan padi. Waktu tanam periode Januari sampai April ditanami oleh
ubijalar, periode Mei sampai Agustus ditanami oleh ubijalar lagi dan untuk
periode tanam bulan September sampai Desember yaitu padi. Pola tanam B
terbagi atas tiga waktu tanam untuk tiga jenis tanaman yaitu ubijalar dan padi
serta kacang tanah. Waktu tanam periode Januari sampai April ditanami oleh
ubijalar, periode Mei sampai Agustus ditanami oleh kacang tanah dan untuk
periode tanam bulan September sampai Desember yaitu padi. Pola tanam C
terbagi atas tiga waktu tanam untuk tiga jenis tanaman yaitu monokultur hanya
ubijalar. Waktu tanam periode Januari sampai April, periode Mei sampai Agustus
dan periode tanam bulan September sampai Desember. Pembudidayaan ubijalar
yang dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan kondisi pengamatan lapangan
dimulai dari :
Persiapan lahan
Persiapan lahan yakni meliputi pengolahan lahan dan pembuatan guludan
hal ini bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan menstabilkan kondisi tanah
dari kondisi sebelumnya. Lahan yang sebelum ditanami, maka saat pembuatan
guludan, tanah diberikan pupuk kandang untuk menambah unsur hara dalam tanah
sehingga diperlukan tambahan modal untuk pembelian pupuk kandang dengan
upah setiap tenaga kerja sebesar Rp. 1 200 tumbak-1 (4 m). Upah tenaga kerja
pada pengolahan lahan pun dipengaruhi oleh jenis tanaman yang ditanam
sebelumnya. Upah pengolahan lahan yang sebelumnya ditanami padi lebih mahal
daripada yang ditanami ubi.
Pembibitan
Varietas yang ditanam oleh petani responden di wilayah penelitian adalah
ubijalar varietas AC (kuningan). Alasan utama mayoritas petani menanam varietas
AC dikarenakan varietas tersebut lebih cepat dipanen dibandingkan varietas
lainnya. Ubi jenis ini dapat dipanen lebih cepat dibandingkan jenis ubi lainnya
yaitu dalam kurun waktu 3.5-4 bulan. Selain itu, varietas AC juga memiliki
beberapa kelebihan antara lain produktivitas tinggi, mudah ditanam, umbi besar,
dan kecocokan dengan lahan. Terdapat beberapa cara untuk memperoleh bibit ubi
jalar yaitu dengan pengipukan atau melakukan pembibitan sendiri, hasil produksi
sebelumnya, atau hasil produksi petani lain yang dianggap bagus.
Penanaman
Penanaman ubijalar yang dilakukan mayoritas petani di Desa Cikarawang
yakni dalam satu luasan lahan hanya ditanami oleh satu jenis tanaman saja yaitu
ubi saja tanpa ada tanaman lain yang ditumpangsari hanya sedikit petani yang
menggunakan sistem tanam tumpang sari.
Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan terpenting dalam berusahatani ubijalar.
Petani di lokasi penelitian melakukan pemupukan pada saat pengolahan lahan dan
pembongkaran sementara. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani di lokasi
penelitian dalam bertani ubi jalar antara lain pupuk kandang, pupuk urea dan
pupuk phonska, pupuk kimia NPK, sedangkan pupuk TSP, dan KCl jarang

10
digunakan oleh petani. Pupuk kandang diperoleh petani dari kotoran hewan ternak
yang mereka pelihara atau membelinya dari peternak di Desa Cikarawang.
Penyiangan tanaman
Penyiangan adalah proses pencabutan gulma di sekitar tanaman ubi.
Gulma merupakan tanaman lain yang kehadirannya tidak diinginkan dan dapat
menggangu pertumbuhan tanaman utama. Penyiangan dilakukan agar tanaman ubi
dapat memperoleh unsur hara dan cahaya matahari dalam jumlah cukup tanpa
tersaingi oleh tumbuhan lain.
Penyulaman
Penyulaman merupakan proses penanaman kembali tanaman di lahan
dikarenakan tanaman sebelumnya tidak tumbuh. Cara penyulaman yakni dengan
mencabut tanaman yang mati kemudian mengganti dengan tanaman baru.
Penyulaman dilakukan oleh petani pada waktu satu minggu setelah tanam.
Pembalikan batang
Pembalikan batang atau lebih dikenal petani dengan istilah pengebatan
merupakan pengangkatan tanaman ubi dari tanah agar akar-akar kecil yang baru
tumbuh tidak menempel di tanah dan hasil fotosintesis seluruhnya difokuskan
untuk memperbesar umbi.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman
Di Cikarawang, pengendalian hama penyakit tanaman ubi jalar dilakukan
sesuai kondisi hama penyakit yang menyerang tanaman. Pengendalian
menggunakan pestisida dilakukan jika tanaman yang diserang sudah cukup
banyak, sedangkan jika hanya sedikit hama penyakit yang menyerang hanya
dilakukan penanganan dengan memangkas atau mencabutnya.
Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman ubi adalah lanas dan
ulat. Penyebabnya adalah perubahan cuaca dari musim kemarau ke musim hujan
atau sebaliknya sehingga hama dan penyakit berkembang. Akibatnya ubi jalar
yang sudah mendekati waktu panen menjadi membusuk dan daun umbi pun
menjadi banyak berlubang. Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan
menyemprotkan pestisida sebanyak 50 ml dicampurkan dengan 20 liter air.
Panen
Ubijalar dapat dipanen pada umur 3.5-4 bulan. Pengambilan keputusan
waktu panen dipengaruhi oleh permintaan pasar dan juga kebutuhan finansial
petani. Jika kebutuhan finansial petani mendesak maka pada umur 3.5 bulan ubi
akan langsung dipanen. Rata-rata harga jual ubijalar yaitu Rp 2 000 kg-1. Petani di
Cikarawang biasanya menjual hasil panen langsung di lahannya dengan biaya
panen ditanggung oleh poktan atau tengkulak selaku pembeli. Petani menerima
penjualan hasil panennya setelah 3-7 hari kemudian. Adapun kegiatan pemanenan
antara lain pemetikan daun untuk bibit dan pakan, penggalian ubijalar,
pembersihan umbi dari tanah, pengumpulan dalam karung, dan pengangkutan
hasil panen ke jalan. Umumnya tengkulak hanya akan membeli umbi dengan
kualitas terbaik dan sisanya akan dibiarkan begitu saja di lahan.
Sistem penjualan ubijalar dilakukan dengan sistem bukti artinya tengkulak
akan memberikan tanda bukti sesuai dengan jumlah panen ubijalar pada petani.
Upah yang diterima oleh tenaga kerja pemanenan disesuaikan dengan jumlah

11
umbi hail panen yang dikerjakan. Setiap satu kilogram umbi dihargai Rp 100
untuk setiap pekerja.
Neraca Air
Keadaan Desa Cikarawang yang diapit oleh beberapa anak sungai seperti
yang telah sungai Ciapus dan sungai Cisadane, namun sungai ini tidak selalu
dapat digunakan untuk irigasi. Sebab sistem irigasi di Desa Cikarawang diatur
oleh birokrasi pemerintah daerah. Irigasi dengan sungai diberlakukan ketika
musim tanam padi saja karena untuk memenuhi kebutuhan air pada padi. Ketika
musim tanam padi pun diatur lagi oleh ulu-ulu (nama lokal sebutan pengatur
irigasi di Desa Cikarawang), sehingga para petani memanfaatkan hujan untuk
memenuhi kebutuhan air sebab curah hujan yang cukup melimpah dan jumlah hari
hujan yang hampir terjadi setiap hari, hal ini mengakibatkan terjadinya keadaan
yang selalu surplus ketersediaan air pada periode tahun 2004-2013 (Tabel 4).
Surplus yang terjadi pun mengalami perbedaan yang signifikan bulan Juli dan
Agustus nilai surplus sangat kecil hanya 57 mm dan 63 mm. Hal ini terjadi karena
pada bulan tersebut curah hujan mencapai titik terendah, yaitu 184 mm dan 192
mm. Kelebihan air tanah dapat mengakibatkan terjadinya limpasan. Berdasarkan
(Tabel 4), limpasan terjadi di setiap bulan. Input yang berupa curah hujan
dikurangi dengan evapotranspirasi menghasilkan nilai surplus. Namun untuk
jumlah air yang tidak dapat ditampung akan menjadi limpasan. Limpasan terbesar
terjadi pada bulan Februari, sebab curah hujan yang terjadi bernilai tinggi dan
limpasan terkecil terjadi pada bulan Agustus, sebab curah hujan yang terjadi juga
kecil.
Tabel 4 Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikarawang
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des

CH
357
412
333
330
346
254
184
192
292
337
402
332

ETp
118
117
132
141
140
133
127
129
138
142
140
128

Defisit
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Surplus
239
295
201
189
206
122
57
63
155
195
260
205

Run-off
119
207
204
197
201
162
109
86
120
158
209
207

Sumber : perhitungan dilakukan dengan data rata-rata bulanan dari tahun 2004-2013

ETp neraca air lahan di Desa Cikarawang selama periode 2004-2013
memperlihatkan hasil (Gambar 6) dimana rata-rata bulan Februari sering kali
menghasilkan nilai ETp yang rendah hal ini karena puncak curah hujan terjadi
pada bulan Februari. Nilai ETp maksimum rata-rata terjadi pada bulan Oktober,
namun pada bulan November ketika tahun 2004 diperoleh nilai ETp yang terbesar
yaitu 175.8 mm (Lampiran 11), hal ini karena adanya pengaruh suhu yang tinggi

12
pada periode tersebut. Suhu yang tinggi pada tahun 2004 juga karena adanya
pengaruh dari El-nino yang terjadi di Indonesia (Fibrianti 2011).
Surplus neraca air yang ada di Desa Cikarawang terlihat pada Gambar 7
menunjukan hasil bahwa garis yang ada diatas nilai nol mm menunjukan surplus,
sedangkan garis dengan nilai negatif berarti menggambarkan APWL
(Accumulated Potential Water Loss). APWL merupakan akumulasi hilangnya air
potensial. Nilai APWL tidak selalu terjadi setiap bulan dan tiap tahun. APWL
terjadi jika curah hujan dikurangi ETp bernilai minus dan diakumulasikan
(Thornthwaite dan Mather 1957). Sehingga APWL biasanya terjadi jika curah
hujan rendah dan nilai ETp tinggi. Nilai surplus selalu terjadi pada bulan Januari,
Maret, November, dan Desember. Hal ini karena pada bulan tersebut nilai curah
hujan cukup besar dan suhu yang rendah menyebabkan nilai surplus. Surplus yang
terjadi akan berdampak pula bada besar kecilnya nilai run off.
Nilai run off yang diperoleh selama perbulan pertahun periode 2004-2013
dapat dilihat pada Gambar 8 dimana run off selalu terjadi pada bulan Januari.
Maret, November dan Desember. Pada bulan tersebut nilai run off tidak bernilai
nol, sebab jika nilai run off akan nol pasti terjadi APWL. Run off yang terjadi
dipengaruhi dengan curah hujan. Jika curah hujan tinggi pasti run off yang
dihasilkan juga tinggi, namun jika curah hujan yang terlalu rendah dapat
mengakibatkan nilai run off nol dan APWL.
200
180
ETp (mm)

160
140
120
100
80
Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Jul Agu Sep Okt Nov Des

2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

Sumber : perhitungan dilakukan dengan data tiap bulan per tahun dari tahun 2004-2013

Gambar 6 Nilai ETp bulanan pertahun periode 2004-2013 Desa Cikarawang
700
600

surplus (mm)

500
400
300
200
100
0
-100

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
bulan

2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

-200
Sumber : perhitungan dilakukan dengan data tiap bulan per tahun dari tahun 2004-2013

Gambar 7

Nilai surplus dan APWL (Accumulated Potential Water Loss)
bulanan pertahun periode 2004-2013 Desa Cikarawang.

run off (mm)

13
2004

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
bulan
Sumber : perhitungan dilakukan dengan data tiap bulan pertahun dari tahun 2004-2013

Gambar 8

2013

Nilai run off bulanan pertahun periode 2004-2013 Desa Cikarawang.
Kaitan Antara Faktor iklim dan Produksi Ubijalar

Kaitan curah hujan dan produksi ubijalar
Curah hujan yang terjadi berpengaruh terhadap produksi ubijalar, dimana
nilai yang diperoleh terlihat pada Gambar 9 dibawah ini. produksi ubijalar yang
terlihat fluktuasi naik dan turun terhadap curah hujan. Rata-rata produksi untuk
periode tanam Januari-April dengan curah hujan yang paling tinggi yaitu 357.81
mm/bulan menghasilkan produksi paling tinggi pula sebesar 18.4 ton/ha, untuk
curah hujan waktu tanam Mei-Agustus yaitu 244.04 mm/bulan menghasilkan
ubijalar sebesar 12.25/ha, sedangkan untuk waktu tanam September-Desember
dengan curah hujan 340.08 mm/bulan produktivitasnya yaitu 9 ton/ha. Pada waktu
tanam September-Desember terlihat nilai paling kecil produkstivitasnya karena
curah hujan meningkat dia akhir hampir masa panen, sehingga menyebabkan
banyak umbi yang busuk, oleh karena itu pada periode ini produktivitasnya paling
kecil.
Produksi/ha (ton)

20
15
10
5
0
0

Gambar 9

50

100

150
200
250
curah hujan (mm)

300

350

400

Hubungan antara curah hujan dengan produktivitas ubijalar

Kaitan Suhu dan ETp dengan produksi ubijalar
Suhu berbanding lurus dengan ETp, semakin tinggi suhu maka ETp
semakin besar, begitu pula sebaliknya. Suhu merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi ETp. ETp sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Soedarsono dan
Takeda 1983). Suhu juga berpengaruh terhadap produksi ubijalar. Hal ini terlihat
pada Gambar 10 menunjukan hubungan yang linear yang berbanding terbalik

14
dimana produksi ubijalar dipengaruhi oleh suhu. Kondisi ini diperoleh dimana
nilai produksi ubijalar hanya dirata-ratakan berdasarkan waktu penanaman yang
ada, yaitu produksi pada bulan Januari-Maret, April-Agustus, dan SeptemberDesember. Bulan Januari-April menghasilkan rata-rata produksi tertinggi yaitu 18
ton/ha dengan suhu 26.5oC, kemudian bulan April-Agustus sebesar 12 ton/ha
dengan suhu 26.9oC, dan yang paling kecil produksi pada bulan SeptemberDesember yaitu 9 ton/ha dengan suhu 27.1oC. Suhu disini terlihat berpengaruh
terhadap produksi ubijalar, setiap perubahan suhu mengakibatkan perubahan
produksi pula, dimana semakin rendah suhu maka produksi ubi jalar akan semakin
tinggi.
20

Produksi/ha (ton)

15
10
5
0
26.4

26.5

26.6

26.7
26.8
suhu ( C )

26.9

27

27.1

27.2

Gambar 10 Hubungan antara suhu dengan produktivitas ubijalar
Kaitan lama penyinaran matahari dengan produksi ubijalar
Lama penyinaran yang seharusnya lebih panjang akan menghasilkan panen
ubijalar yang lebih tinggi namun hal ini berbeda dengan hasil panen yang
dihasilkan di daerah Cikarawang. Periode tanam Januari-April yang memiliki
lama penyinaran terendah justru hasil panen paling tinggi, namun untuk lama
penyinaran matahari yang paling lama menghasilkan panen yang tidak
semaksimal periode sebelumnya, seperti pada Gambar 11 yang menunjukan
hubungan produktivitas dan lama penyinaran matahari, menunjukan rata-rata
lama penyinaran matahari pada Januari-April sebesar 51% menghasilkan
produksi ubijalar 18 ton/ha, periode Mei-Agustus dengan lama penyinaran sebesar
76% produksi yang diperoleh yaitu 12 ton/ha, sedangkan pada SeptemberDesember dengan lama penyinaran matahari 66% produksi ubijalar yang
diperoleh sebesar 9 ton/ha.
produksi/ha (ton)

20
15
y = -0.2761x + 30.976
R² = 0.5294

10
5
0
0

20

40

LPM (%)

60

80

100

Gambar 11 Hubungan antara lama penyinaran matahari dan produktivitas ubijalar
petani

15
Kaitan Antara Faktor Iklim dan Pengeluaran Biaya Produksi
Biaya produksi seperti biaya pupuk organik dan anorganik, biaya obat, dan
biaya tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh pola tanam. Faktor biaya produksi
inilah yang akan mempengaruhi keuntungan petani. Besarnya biaya produksi yang
dikeluarkan juga berpengaruh terhadap curah hujan. Curah hujan yang turun
ketika bulan Februari merupakan rata-rata curah hujan maksimum yang turun.
Kaitan curah hujan dan pengeluaran biaya produksi
Pola tanam A, B, ataupun C yang terlihat menunjukan hasil bahwa
periode tanam Januari-April pada pola tanam A memerlukan biaya produksi yang
paling besar untuk dikeluarkan (Lampiran 8-10). Biaya tenaga kerja yang
diperlukan juga lebih tinggi, baik tenaga kerja dari dalam keluarga maupun dari
luar keluarga sehingga biaya pemeliharaan pun besar. Pemeliharaan terhadap
serangan hama dan penyakit juga sangat penting, sebab perkembangan hama dan
penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Penyakit tanaman lebih banyak
menyerang pada saat musim hujan daripada musim kemarau (Wiyono 2007).
Analisis dari hubungan curah hujan dengan biaya produksi pada setiap
komoditas perpola tanam dapat dilihat pada Gambar 12 memperlihatkan pengaruh
curah hujan terhadap pengeluaran biaya produksi. Pola tanam berbagai komoditas
yang ada di Desa Cikarawang pola tanam A yang ditanami oleh ubijalar, ubijalar,
dan Padi dengan curah hujan yang tinggi maka biaya pengeluaran pun tinggi, pada
pola A periode tanam Januari-April dengan nilai curah hujan sebesar 358 mm
maka pengeluaran biaya produksi sebesar Rp 21 404 688, curah hujan periode
Mei-Agustus sebesar 244 mm biaya produksi sebesar Rp 18 920 989, namun
untuk pola tanam A ketika ditanami padi pada bulan September-Desember biaya
pengeluaran lebih sedikit, yaitu Rp 10 627 429, hal ini dikarenakan biaya pupuk
yang sangat berbeda antara penanaman padi dan ubijalar, serta curah hujan juga
berpengaruh pada biaya produksi.
Pola tanam B yang ditanami tiga macam komoditas berbeda yaitu ubijalar,
kacang tanah, dan padi biaya produksi yang dikeluarkan pun berbeda-beda, namun
untuk curah hujan yang tinggi selalu membutuhkan biaya produksi yang lebih
tinggi, hal ini disebabkan untuk biaya tenaga kerja, sebab pada musim dengan
curah hujan yang tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.
Pola tanam C yang hanya ditanami ubijalar setiap tahunya
memperlihatkan nilai biaya pengeluaran yang berbeda. Biaya pengeluaran justru
terbesar pada periode September-Desember dengan nilai curah hujan sebesar 341
mm biaya produksi yang dikeluarkan sebanyak Rp 18 393 968, hal ini
dikarenakan biaya untuk pestisida lebih banyak yang dikeluarkan sebab periode
ini yang sebaiknya ditanami padi, tanah saat ditanami padi dan tanah bekas
tanaman padi yang telah tergenangi dapat memutus rantai OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman).

16

pengeluaran (Rp)

25000000

y = -14899x
R² = 0.026

20000000

pola A
pola B

y = 4108.x
R² = 0.003

15000000
10000000

pola C
Linear (pola A)

y = 38566x
R² = 0.832

5000000

Linear (pola B)
Linear (pola C)

0
0

100

200

300

CH (mm)

400

Gambar 12 Hubungan antara CH dan biaya pengeluaran perpola tanam
Kaitan surplus dan run off dengan pengeluaran biaya produksi

pengeluara (biaya) (Rp)

Curah hujan di Bogor selalu melimpah sebab hampir setiap hari terjadi
hujan, sehingga hal ini mengakibatkan keadaan air selalu surplus dan terjadi run
off. Run off dan surplus pun mempunyai hubungan yang berbanding lurus, karena
keduanya dipengaruhi oleh curah hujan. Biaya produksi yang terbesar pada pola
tanam A (Lampiran 8-10).
Pengeluaran untuk biaya produksi tiap komoditas perpola tanam dapat di
lihat dari gambar dibawah ini, dimana terlihat surplus dan run off juga
berpengaruh terhadap pengeluaran biaya produksi disetiap komoditas yang ada di
Desa Cikarawang perpola tanam. Dari Gambar 13 terlihat pengaruh surplus dan
run off terhadap tiap komoditas perpola tanam. Nilai run off dan surplus yang
paling besar menyebabkan biaya produksinya besar pula, hal ini terlihat pada
periode tanam Januari-April biaya untuk penggunaan pupuk lebih banyak sebab
aliran run off yang besar akan ikut menghanyutkan pupuk yang diberikan
Biaya untuk pupuk anorganik urea tertinggi pada periode tanam JanuariApril pola tanam A. Pemberian pupuk anorganik dilakukan pada pertengahan
periode tanam antara bulan Januari-April, sehingga pemberian pupuk anorganik
dilakukan pada bulan Februari. Curah hujan pada waktu ini merupakan rata-rata
maksimum curah hujan pada periode 2004-2013. Pupuk anorganik yang diberikan
sebagian besar akan terbawa bersama run off. Pada periode tanam Mei hingga
Agustus, pada pertengahan waktu tanam, curah hujan lebih sedikit sehingga pupuk
yang diberikan tidak banyak yang hanyut bersama run off. Jumlah pupuk yang
digunakan dipengaruhi oleh curah hujan dan run off yang terjadi di daerah tersebut.
Semakin besar curah hujan yang terjadi menyebabkan run off semakin tinggi dan
akan membawa sebagian besar pupuk organik bersama aliran run off tersebut
(Synder 1998).
25000000

pola A

20000000

pola B

15000000

pola C

y = -7555.x
R² = 0.007
y = 9732.x
R² = 0.018

10000000
5000000

Linear (pola A)

y = 36545x
R² = 0.769

Linear (pola B)
Linear (pola C)

0
0

50

100

150

200

250

run off (mm)

Gambar 13 Hubungan antara run off dan biaya produksi perpola tanam

pengeluara (Rp)

17
25000000

pola A

20000000

pola B
pola C

15000000

y = -24668x
R² = 0.009

10000000

Linear (pola A)

5000000

Linear (pola B)

y = 10383x
R² = 0.780

y = 24807x
R² = 0.015

Linear (pola C)

0
0

50

100

150

200

surplus (mm)

Gambar 14 Hubungan surplus neraca air dengan pengeluaran biaya produksi
perpola tanam
Kaitan Antara Faktor Iklim dan Profit Petani di Setiap Pola Tanam
Profit petani diperoleh dari total pendapatan yang diperoleh dikuramgi
dengan total biaya yang dikeluarkan. Profit yang diperoleh petani beberapa
dipengaruhi faktor iklim, diantaranya curah hujan, suhu, lama penyinaran dan ETp.
Keuntungan petani ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 5 sampai Tabel 7, dimana di
tabel ini tertulis nilai keuntungan ubijalar. keuntungan petani yang paling besar
rata-rata diperoleh pada periode tanam Januari-April.
Tabel 5 Perbandingan keuntungan usaha tani pada polatanam A periode tanam
Januari-April, Mei-Agustus, dan September-Desember
Keterangan

Pendapatan
(TR) total pendapatan
Tunai
Non tunai
(TC) total pengeluaran
()keuntungan (profit)

Nilai (Rp)/ha
Periode tanam Periode tanam
Januari-April Mei-Agustus
(Ubijalar)
(Ubijalar)
Pendapatan
38 000 000
25 000 000
38 000 000
25 000 000
Pengeluaran (biaya)
1 629 6033
14 754 624
5 108 654
4 166 365
21 404 688
18 920 989
Keuntungan (profit)
16 655 312
6 159 011

Periode tanam
Sep-Des
(Padi)
28 000 000
28 000 000
6 662 800
3 964 629
10 627 429