Biological Larvicides Formulation based on Standardized of Kamandrah’s (Croton tiglium L.) Seed Oil as Preventive of Dengue Haemorrhagic Fever.

(1)

FORMULASI LARVASIDA NABATI BERBASIS MINYAK BIJI

KAMANDRAH (Croton tiglium L.) TERSTANDAR SEBAGAI

PENCEGAH PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

EVUL WINOTO LUKITO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Formulasi Larvasida Nabati Berbasis Minyak Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) Terstandar Sebagai Pencegah Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Evul Winoto Lukito NRP G451110131


(3)

RINGKASAN

EVUL WINOTO LUKITO. Formulasi Larvasida Nabati Berbasis Minyak Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) Terstandar Sebagai Pencegah Penyakit Demam Berdarah Dengue. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO, IRMANIDA BATUBARA dan UPIK KESUMAWATI HADI.

Kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan satu di antara tanaman obat yang banyak terdapat di Kalimantan dan wilayah lain di Indonesia. Biji kamandrah banyak dimanfaatkan sebagai obat pencahar, racun ikan dan pembunuh jentik nyamuk. Daunnya digunakan sebagai obat penurun panas, sedangkan ranting dan batang sebagai pengusir nyamuk. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan formula larvasida nabati minyak biji kamandrah yang optimal dan efektif serta mendapatkan minyak kamandrah terstandar sebagai bahan baku produk larvasida nabati.

Hasil Uji fisiko kimia minyak biji kamandrah hasil budidaya di Sukabumi yaitu kadar air 0,33%, keasaman 0,09%, viskositas 4,1 cP, berat jenis 0,9425 g/mL, indeks bias 1,4788 serta kadar asam lemak bebas 1,65%. Hasil uji fisiko kimia minyak biji kamandrah hasil budidaya di Sukabumi lebih baik jika dibandingkan dengan minyak biji kamandrah tanpa budidaya dari Kalimantan dan Sukabumi. Kandungan zat aktif piperine pada minyak biji kamandrah hasil budidaya di Sukabumi sebesar 0,046 %, sedangkan minyak kamandrah tanpa budidaya dari Sukabumi dan Kalimantan masing-masing sebesar 0,043% dan 0,037%. Minyak kamandrah hasil budidaya Sukabumi mampu membunuh larva Ae. aegypti dengan LC50 sebesar 114,4 ppm, sedangkan minyak kamandrah tanpa budidaya dari Sukabumi dan Kalimantan masing- masing sebesar 125,2 ppm dan 212,9 ppm.

Formula larvasida nabati dengan kandungan minyak kamandrah sebesar 15% serta penggunaan gom arab sebagai emulsifier memberikan hasil yang paling efektif dengan LC50 24 jam sebesar 210,01 ppm. Penyimpanan formula pada temperatur 50 oC menyebabkan kandungan piperine dalam formula meningkat hingga 234 %. Uji durabilitas formula larvasida terhadap larva Ae. aegypti instar III menunjukkan bahwa penurunan potensi hingga di bawah 80 % terjadi pada hari ke 8 setelah aplikasi.


(4)

SUMMARY

EVUL WINOTO LUKITO. Biological Larvicides Formulation based on Standardized of Kamandrah’s (Croton tiglium L.) Seed Oil as Preventive of Dengue Haemorrhagic Fever. Supervised by DYAH ISWANTINI PRADONO, IRMANIDA BATUBARA and UPIK KESUMAWATI HADI.

Kamandrah (Croton tiglium L.) is one of the medicinal plants that grow extensively in Kalimantan and other regions in Indonesia. Kamandrah seeds have been much used as a laxative, fish poison and larvacide. The leaves are used as a antipyretic, while the branches and trunks as mosquito repellent. This study aimed to obtain the optimal formula of kamandrah seed as biological larvicides which are effective and safe, and to get standardized kamandrah oil as a raw material for biological larvicide products. The physico chemical analysis of kamandrah seed oil as a result of the cultivation in Sukabumi showed that the moisture content was 0.33 %, acidity 0.09 %, viscosity 4.1 cP, density 0.9425 g/mL, refractive index 1.4788 and free fatty acid 1.65 %. The results of physico-chemical test of kamandrah seed oil as a result of the cultivation in Sukabumi better when compared with kamandrah seed oil without cultivation from Kalimantan and Sukabumi. The content of the active substance piperine on kamandrah seed oil as a result of Sukabumi cultivation was 0.046 %, and kamandrah seed oil without cultivation from Sukabumi and Kalimantan was respectively 0.043 % and 0.037 %. The LC50 value of a 24 hour observation on kamandrah oil of Sukabumi cultivation was 114.4 ppm, while kamandrah oil without cultivation from Sukabumi and Kalimantan were respectively 125.2 ppm and 212.9 ppm. Formula with kamandrah oil content of 15% and the use of gum arabic as an emulsifier provided the most effective result with a 24 hour LC50 value of 210.01 ppm, Storage at 50 oC formula causes the formula piperine content increased to 234%. The durability test result of the larvicide formula against the 3rd instar larvae Ae. aegypti showed that the decreased potential of larvicides to below 80 % occurred on day 8 after application.


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Kimia

FORMULASI LARVASIDA NABATI BERBASIS MINYAK BIJI

KAMANDRAH (Croton tiglium L.) TERSTANDAR SEBAGAI

PENCEGAH PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(7)

2

Judul Tesis : Formulasi Larvasida Nabati Berbasis Minyak Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) Terstandar Sebagai Pencegah Penyakit Demam Berdarah Dengue

Nama : Evul Winoto Lukito NRP : G451110131

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Ketua Program Studi S2 Kimia Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian : 27 Desember 2013 Tanggal Lulus:

Dr Irmanida Batubara, SSi MSi Anggota

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr Ketua

Prof Dr drh Upik Kesumawati Hadi, MS Anggota


(8)

3

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

Penulis menyampaikan dengan tulus rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr sebagai pembimbing pertama, Dr Irmanida Batubara, SSi MSi sebagai pembimbing kedua dan Prof Dr drh Upik Kesumawati Hadi, MS sebagai pembimbing ketiga yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran-saran selama penelitian dan penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Pimpinan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya Ketua Program Studi Pascasarjana Kimia IPB, Pimpinan Departemen Kimia FMIPA IPB beserta seluruh staf pengajar dan karyawan atas bantuan dan kerjasama yang telah dilakukan.

Terima kasih juga disampaikan kepada Direktur Kesehatan TNI-AD, Kepala Lembaga Biomedis Direktorat Kesehatan TNI-AD Jakarta, serta Pimpinan dan staf Laboratorium Entomologi Kesehatan, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan FKH IPB, atas kesempatan dan dukungan selama mengikuti pendidikan Program Pascasarjana kimia di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan atas ijin penggunaan sarana dan prasarana selama penelitian dan penulisan tesis ini.

Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman dan saudara-saudaraku atas saran dan dorongan serta istri Dwi Mulyani atas doa dan kesabarannya. Semoga tesis ini mendapat ridha Allah SWT dan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu kimia pada khususnya.

Bogor, Februari 2014


(9)

4

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Nyamuk Aedes aegypti dan Penularan Demam Berdarah Dengue 3

Larvasida Kimia untuk Nyamuk 4

Insektisida Nabati 4

Tumbuhan Berkhasiat Larvasida 5

Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.) 6

Metode Ekstraksi dengan Pengempaan 7

Faktor yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak 8

3 METODE 9

Waktu dan Tempat 9

Metode Penelitian 9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Ekstraksi Minyak Biji Kamandrah Metode Pengempaan 15 Penentuan Mutu Minyak Biji Kamandrah Sebagai Larvasida Nabati 16 Analisis Kandungan Zat Aktif Piperine Minyak Biji Kamandrah 18 Efikasi Larvasida Minyak Biji Kamandrah. 20 Formulasi Larvasida Nabati Minyak Biji Kamandrah. 21 Uji Formula Larvasida Nabati Minyak Biji Kamandrah 22

5 SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 33


(10)

5

DAFTAR GAMBAR

1 Nyamuk A. aegypty 3

2 Siklus hidup nyamuk A. aegypty 4

3 Profil tanaman kamandrah ( Croton tiglium L. ). 6

4 Spektrum absorpsi standar piperine 19

5 Kurva standar piperine. 19

6 Nilai LC50 beberapa minyak kamandrah pengamatan 24 jam dan 48 jam 20 7 Nilai LC50 beberapa formula larvasida pada pengamatan 24 jam 23 8 Pengaruh temperatur serta lama penyimpanan terhadap kandungan

piperine pada formula larvasida 24

9 Pengaruh temperatur serta lama penyimpanan terhadap nilai LC50

formula larvasida pada pengamatan 24 jam 25

10 Hubungan kandungan piperine pada formula larvasida terhadap nilai

LC50 formula larvasida 25

DAFTAR TABEL

1 Komposisi formula larvasida nabati minyak biji kamandrah 13 2 Rendemen ekstrak biji kamandrah ( Croton tiglium L. ) 16 3 Uji fisiko-kimia beberapa minyak biji kamandrah ( Croton tiglium L. ) 18 4 Kandungan piperine beberapa minyak biji kamandrah 20 5 Kondisi fisik air pada uji kelarutan beberapa formula larvasida nabati

minyak biji kamandrah 22

6 Nilai lethal Concentration (LC) beberapa formula larvasida minyak biji

kamandrah ( Croton tiglium L. ) 22

7 Tingkat kematian larva Ae. aegypti instar III pada uji durabilitas formula larvasida nabati minyak biji kamandrah pengamatan 24 jam 26


(11)

6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Struktur senyawa berpotensi insektisida yang terkandung dlam minyak biji kamandrah

34

2 Beberapa struktur senyawa piperidine 35

3 Diagram alir pelaksanaan penelitian 36

4 Diagram alir proses ekstraksi minyak biji kamandrah dengan metode

pengempaan 37

5 Diagram alir proses formulasi larvasida nabati minyak biji kamandrah

metode granulasi basah 38

6 Kurva kalibrasi standar piperine 39

7 Kandungan piperine beberapa minyak biji kamandrah 39 8 Kandungan piperine beberapa formula larvasida 40 9 Kandungan piperine beberapa formula larvasida pada temperatur

penyimpanan 30oC 40

10 Kandungan piperine beberapa formula larvasida pada temperatur

penyimpanan 40oC 41

11 Kandungan piperine beberapa formula larvasida pada temperatur


(12)

7

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis. Iklim tropis dapat menimbulkan penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk, seperti malaria, filariasis, chikungunya dan deman berdarah dengue (DBD). Penyebab utama munculnya berbagai penyakit tersebut adalah perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk sebagai vektor penyakit yang tidak terkendali. Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus (Gubler 1998). Sampai saat ini belum ada vaksin atau obat-obatan spesifik bagi penderita demam berdarah, cara yang paling tepat untuk pengendaliannya adalah dengan memutus siklus kehidupan nyamuk menggunakan larvasida dan insektisida. Penggunaan insektisida sintetik sering dipilih karena sangat efektif, relatif murah, mudah dan praktis diaplikasikan, tetapi penggunaan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai hal yang tidak diinginkan seperti kontaminasi terhadap manusia, hewan, satwa liar, ikan dan biota lainnya.

Untuk mengurangi dampak negatif di atas, perlu dikembangkan insektisida baru yang tidak menimbulkan bahaya dan lebih ramah lingkungan, hal ini diharapkan dapat diperoleh melalui penggunaan insektisida nabati. Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk jenis tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida. Namun, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat-obatan dan insektisida hanya 10% dari 300.000 jenis tumbuhan yang ada (Heyne 1987). Kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan tanaman obat yang banyak ditemukan di daerah Kalimantan dan daerah lain di Indonesia. Berdasarkan kearifan lokal masyarakat banyak memanfaatkan biji kamandrah sebagai obat pencahar (Saputera 2008), racun ikan (Heyne 1987), pembunuh jentik nyamuk (Iswantini et al. 2007 ; Riyadi 2008). Di negara China, tanaman kamandrah dimanfaatkan sebagai obat gangguan pencernaan, radang usus, rematik, sakit kepala, radang dinding lambung dan nyeri lambung (Wang et al. 2008). Tanaman kamandrah bila dieksplorasi dan dimanfaatkan dapat menjadi produk bahan baku industri farmasi dan insektisida, sehingga mempunyai nilai tambah dalam pengembangan agroindustri di daerah asalnya.

Iswantini et al. (2007) melaporkan bahwa minyak kamandrah hasil ekstraksi dengan pengempaan terhadap biji kamandrah berpotensi paling tinggi sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar III. Hasil identifikasi komponen minyak biji kamandrah dengan GC-MS menunjukkan bahwa terdapat senyawa piperine yang merupakan suatu golongan alkaloid sejenis piperidine yang diduga berpotensi sebagai larvasida/insektisida (Iswantini et al. 2007; Riyadhi 2008). Penelitian awal tentang potensi minyak kamandrah sebagai larvasida nabati telah dilakukan, formula larvasida nabati berbahan aktif minyak kamandrah telah didapatkan. Iswantini et al. (2009) melaporkan bahwa formula dengan kadar minyak 28% dapat membunuh larva sebesar 90 % dalam waktu 24 jam, sedangkan untuk kadar 7 % mampu mencegah nyamuk untuk bertelur. Formula larvasida nabati dalam bentuk granul lebih baik dibandingkan powder dengan nilai LC50 1.039 ppm (24 jam)


(13)

8

dan 718 ppm (48 jam). Formula yang telah ditemukan ini nilai LC50 nya masih relatif besar, sehingga konsentrasi minyak biji kamandrah yang diperlukan masih besar, maka formulasi ini perlu dimantapkan dengan menurunkan nilai LC50, selanjutnya formula yang ditemukan ini perlu diuji stabilitas serta durabilitasnya. Standardisasi terhadap bahan baku minyak kamandrah sebagai zat aktif dari formula tersebut perlu dilakukan untuk mendapatkan ekstrak yang terukur atau terstandar.

Penelitian lanjutan masih diperlukan untuk meningkatkan efektivitas formula larvasida nabati. Peningkatan efektivitas formula dilakukan dengan mencari surfactant yang sesuai sehingga dapat menurunkan nilai LC50, menentukan dan meningkatkan stabilitas, menguji ketahanan formula serta melakukan pengujian terhadap kualitas minyak kamandrah yang akan digunakan sebagai bahan baku produk larvasida.

Perumusan Masalah

Tanaman kamandrah adalah tanaman yang beracun dan berpotensi sebagai larvasida. Penelitian tentang kamandrah sebagai larvasida nabati telah dilakukan, dari beberapa penelitian tersebut diketahui bahwa piperine merupakan salah satu senyawa aktif yang berfungsi sebagai larvasida. Kandungan zat aktif piperine pada tanaman kamandrah tergantung dari lokasi serta kondisi penanaman. Formulasi larvasida nabati berbahan baku minyak biji kamandrah telah dilakukan, formula dalam bentuk granul lebih baik dibandingkan dalam bentuk powder. Formulasi ini memiliki efektivitas yang rendah, hal ini ditunjukkan oleh kecepatan membunuh larva nyamuk yang masih relatif lambat dan nilai LC50 yang masih cukup tinggi. Uji toksisitas terhadap formula juga telah dilakukan, diketahui bahwa formula yang dihasilkan tidak bersifat iritasi pada kulit.

Penelitian lanjutan masih diperlukan untuk meningkatkan efektivitas formula larvasida nabati. Peningkatan efektivitas formula dilakukan dengan menurunkan nilai LC50, menentukan dan meningkatkan stabilitas, menguji ketahanan atau durabilitasnya serta melakukan standardisasi terhadap minyak kamandrah yang akan digunakan sebagai bahan baku produk larvasida.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula larvasida nabati minyak biji kamandrah yang optimal, stabil, memiliki tingkat durabilitas yang tinggi serta efektif dengan nilai LC50 formula yang rendah, mendapatkan standar minyak kamandrah sebagai bahan baku produk larvasida nabati untuk menjamin keterulangan potensi produk larvasida yang dihasilkan.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh standar mutu minyak kamandrah yang sesuai sebagai bahan baku produk larvasida nabati. Didapatkan formula yang optimal dari larvasida nabati minyak biji kamandrah sehingga dapat diproduksi larvasida nabati. Produk larvasida nabati minyak biji kamandrah dapat


(14)

9 dimanfaatkan secara optimal untuk menanggulangi penyakit demam berdarah dengue yang menjadi masalah nasional, selanjutnya akan berdampak dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Nyamuk Ae. aegypti dan Penularan Demam Berdarah Dengue

Nyamuk Aedes tergolong ke dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Diptera dan famili Culicidae. Di Indonesia, khususnya di pulau Jawa telah ditemukan 11 sub genus, di antara sub genus tersebut yang paling penting adalah sub genus Stegomyia, dengan dua spesies vektor yaitu Aedes aegypti dan Aedes. albopictus (vektor sekunder) yang merupakan vektor penyakit demam berdarah (Gubler 1998). Tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus demam berdarah dangue (DBD) di Asean dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian 1.317 orang (Diana 2013). Kasus DBD di propinsi DKI Jakarta diketahui meningkat cukup tajam. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI menyebutkan bahwa tahun 2012 kasus DBD di Jakarta mencapai 6.669 kasus. Sementara itu di tahun 2013, dalam satu semester pertama jumlahnya meningkat 0,27 % mencapai 4.793 kasus. Ae. aegypti merupakan nyamuk yang bersifat diurnal (aktif siang hari) dan berperan sebagai penular (vektor) flavivirus, yaitu virus penyebab penyakit demam berdarah yang sudah banyak menimbulkan kerugian (Gambar 1). Hanya nyamuk betina yang menggigit, nyamuk betina memerlukan darah untuk merangsang pembentukan dan pematangan telur, sedangkan nyamuk jantan tidak memerlukan darah dalam hidupnya (Womack 1993).

Gambar 1. Profil nyamuk Ae. aegypti Sumber : Hadi dan Koesharto (2006)

Ae. aegypti bersifat antropofilik yaitu lebih menyukai darah manusia dari pada darah hewan (Gunandini 2006). Ae. aegypti dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, oleh karenanya nyamuk Ae. aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya (Depkes RI 2005).

Untuk berkembang biak, nyamuk dewasa bertelur di air dengan meletakan telurnya di dinding tempat air, hari 1-2 telur menjadi jentik, dalam kondisi yang


(15)

10

sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari, dan berubah menjadi pupa (kepompong). Pupa nyamuk berbentuk seperti komo dan dalam waktu kurang lebih dua hari, dari pupa akan muncullah nyamuk dewasa (Hadi dan Koesharto 2006). Jadi total siklus hidup bisa diselesaikan dalam waktu 9-12 hari (Gambar 2).

Gambar 2. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti Sumber : Hadi dan Koesharto (2006)

Larvasida Kimia untuk Nyamuk

Larvasida yang digunakan untuk membunuh atau mengganggu habitat pertumbuhan larva nyamuk pada umumnya berupa bahan kimia. Larvasida digunakan dengan tujuan untuk mengurangi populasi nyamuk di daerah sekitarnya. Larvasida digunakan ketika musim nyamuk bertelur. Larvasida biasa digunakan pada penampungan air yang digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan masak, oleh sebab itu larvasida yang digunakan harus bersifat efektif pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau pada air yang diperlakukan, dan efektivitasnya bertahan lama. Beberapa larvasida seperti temephos (abate), methoprene dan diflubensuron telah digunakan secara luas (operasional) dan sebagian lainnya masih dalam tahap uji laboratorium atau uji lapangan skala kecil (Hadi dan Koesharto 2006).

Insektisida Nabati

Insektisida nabati adalah suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman yang mengandung bahan kimia (bioaktif) yang toksik terhadap serangga namun mudah terurai (biodegradable) di alam. Insektisida nabati tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia, selain itu beberapa insektisida serta larvasida nabati juga bersifat selektif (Moehammad 2005). Beberapa insektisida nabati yang umum dan masih digunakan yaitu piretrum, nikotin, rotenon, limonene dan azadirachtin berfungsi sebagai zat pembunuh, mengganggu habitat ataupun penghambat pertumbuhan serangga. Beberapa insektisida nabati yang telah diteliti di Indonesia antara lain Azadirachtin, Azadirachtin merupakan


(16)

11 metabolit sekunder golongan triterpenoid yang terdapat pada tanaman mimba (Azadirachta indica) efektif mengendalikan lebih dari 300 spesies serangga. Azadirachtin bekerja sebagai penolak makan (antifeedancy), penghambat pertumbuhan, menghambat proses ganti kulit (moulting inhibition), sehingga mengakibatkan abnormalitas tubuh dan dapat mematikan serangga atau larva (Samsudin 2011). Piretrin merupakan insektisida nabati yang berasal dari ekstrak bunga piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium). Piretrin bekerja sebagai racun syaraf terhadap serangga dan dapat menghambat peletakan telur serta penetasan telur serangga. Piretrin adalah insektisida kontak dan nyaris tidak meninggalkan residu pada permukaan terbuka, karena piretrin cepat terurai jika terpapar cahaya (Kardinan 2000).

Nikotin adalah suatu alkaloid yang berasal dari ekstrak tanaman tembakau. Nikotin sebagai insektisida bekerja sebagai racun kontak yang baik karena kemampuannya untuk menembus integumen serangga bertubuh lunak seperti aphid dan ulat (Lepidoptera). Nikotin bekerja dengan meniru asetilkholin pada persimpangan neuromuskular binatang yang mengakibatkan kejang, konvulsi dan kematian secara cepat. Pada serangga kejadiannya sama, namun hanya terjadi di ganglia pada sistem saraf pusat (Opender dan Dhaliwal 2005).

Rotenon adalah alkaloid yang terdapat pada akar tuba (Derris Eleptica) dan biji bengkuang. Rotenon bersifat sebagai racun kontak dan racun perut untuk mengendalikan serangga atau organisme penggangu tanaman. Rotenon merupakan pestisida yang selektif untuk membunuh ikan, namun tidak toksik terhadap organisme makanan ikan. Senyawa rotenone mudah rusak dan terurai secara cepat jika terkena sinar matahari (Yun et al. 2006).

Tumbuhan Berkhasiat Larvasida

Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk jenis tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida. Namun, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat-obatan dan insektisida hanya 10% dari 300.000 jenis tumbuhan yang ada (Heyne 1987). Kumar et al. (2011) melaporkan bahwa ekstrak heksana dari lada (Piper nigrum L), lada hitam (Black pepper) serta cabe jawa (Piper longum) memberikan potensi yang sangat baik untuk mengendalikan larva Ae. aegypti. Larva yang dipaparkan dengan ekstrak heksana dari Piper longum , Piper nigrum dan Black pepper menunjukkan perilaku abnormal, kejang kejang dan mengalami kelumpuhan yang mengarah pada kematian. Nilai-nilai LC50 yang diperoleh dari ekstrak heksana Piper longum , Piper nigrum dan Black pepper terhadap larva Ae. aegypti instar awal IV adalah 0,017 , 0,024 dan 0,007 ppm. Ekstrak heksana daun tanaman jarak (Croton sparciflorus linn) sangat efektif sebagai larvasida dan pupasida terhadap Culex quinquefasciatus Say dengan nilai LC50 larvasida dan pupasida sebesar 145,3 ppm dan 335,2 ppm (Ramar et al. 2013). Selain jenis ekstrak, minyak atsiri juga memiliki potensi larvasida. Noegroho et al. (1997) melaporkan aktivitas larvasida minyak atsiri daun jukut (Hyptis suaveolens) terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar IV memiliki nilai LC50 dan LC90 sebesar 393,69 ppm dan 1145,92 ppm. Tumbuhan jukut mengandung monoterpen dan seskuiterpen, digunakan oleh masyarakat untuk ramuan obat tradisional, seperti penolak serangga, anti spasmodik, dan anti rematik. Thomas et al. (2004)


(17)

12

melaporkan minyak yang diperoleh dari ekstrak Ipomoea cairica pada konsentrasi 100 ppm telah berhasil membunuh 100% larva Culex tritaeniorhynchus dengan nilai LC50 14,8 ppm. Lailatul et al. (2010) melaporkan bahwa minyak akar wangi (Vetiveria zizanoides) memiliki bioaktivitas sebagai larvasida terhadap larva Ae. aegypti, larva Culex sp. dan larva Anopheles sundaicus. Persentase kematian rata-rata larva pada konsentrasi 1000 ppm untuk spesies Ae. aegypti, Culex sp. dan Anopheles sundaicus masing-masing sebesar 56 %, 50 % dan 100 % .

Tanaman Kamandrah ( Croton tiglium L. )

Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) diklasifikasikan dalam divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Croton, spesies Croton tiglium L. (Ahmadi 2012 ; Riyadi 2008). Kamandrah merupakan nama lokal untuk daerah Kalimantan Tengah, di daerah lain tanaman ini dinamakan simalakian (Sumatera Barat), ceraken (Jawa), roengkok (Sumatera Utara), semoeki (Ternate), dan kowe (Tidore). Kamandrah berupa tanaman semak dengan tinggi sekitar 2-3 m. Bentuk batang tegak, bulat, berambut dan berwarna hijau, dengan daun tunggal, berseling dan lojong. Bentuk tepi daun bergerigi dengan ujung yang runcing. Panjang daun sekitar 3-5 cm, dengan lebar daun sekitar 1-4 cm. Bentuk tangkai silindris dengan panjang 2-3 cm, bentuk pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunga tanaman kamandrah majemuk dengan bentuk bulir, berada di ujung batang dengan klopak membulat, memiliki banyak benang sari dengan mahkota berbentuk corong. Buah tanaman kamandrah berbentuk bulat dengan diameter sekitar 0,5 cm dan berwarna hijau, akar tanaman kamandrah adalah akar tunggang (Gambar 3).

Gambar 3. Profil tanaman kamandrah ( Croton tiglium L.) Sumber : koleksi pribadi

Biji kamandrah mengandung senyawa phorbol 13-decanoate dan phorbol ester yaitu 4-deoxy-4α-phorbol diester, phorbol monoesters dan 4-deoxy-4α


(18)

-13 phorbol monoester (Marshall et al. 1984). Menurut Goel et al. (2007) phorbol ester bersifat toksik pada hewan dengan target utama pada sel membrane dengan cara menempel pada reseptor membran fosfolipid dan mengaktivasi enzim protein kinase. Hasil ekstrak atau pengepresan biji yang dikenal dengan minyak kamandrah bersifat jauh lebih toksik dan mengandung phorbol 12 tiglate 13-decanoate (phorbol ester) yang penggunaannya sebagai pestisida cukup efektif (Salatino et al 2007). Minyak kamandrah bersifat seperti racun insektisida nikotin sulfat (Deshumkh dan Borle 1975) dan bersifat aktif sebagai moluskasida terhadap sejenis keong mas Oncomelania quadrasi (Mashiguchi et al. 1977). Sediaan biji kamandrah dilaporkan aktif terhadap beberapa jenis serangga termasuk kepik Dysdercus koenigii, kutu daun Lipaphis erysimi, lalat rumah Musca domestica, ulat bawang Spodoptera exigua dan ulat grayak Spodoptera litura (Grainge dan Ahmad 1998). Thamrin (2002) menyatakan bahwa minyak biji kamandrah cukup ampuh membunuh jentik nyamuk Ae. aegypti hingga 84% dengan LD50 sebesar 0,06%. Ekstrak heksana dan etanol biji kamandrah mengandung senyawa metabolik sekunder golongan alkaloid, flavonoid dan saponin seperti 9,12-octadecadienoic acid (bahan pemutih) dan tertadecanoic acid (bahan laksatif)(Saputera et al. 2006).

Hasil analisis minyak kamandrah dengan Gas Chromatography (GC) menunjukkan asam lemak yang terbanyak dalam minyak kamandrah adalah asam lemak tidak jenuh (44,36%) terdiri dari asam oleat (42,33%) dan asam linoleat, selanjutnya asam lemak jenuh (23,18%) terdiri atas asam stearat (13,33%), asam miristat 5,02%, asam palmitat 3,81% dan asam laurat (1,02%). Identifikasi senyawa aktif yang terdapat pada minyak biji kamandrah dengan GC-MS dilakukan Ahmadi (2012) menunjukkan bahwa senyawa yang diprediksi sebagai insektisida yaitu butacarboxim, 2,3,6-trichlorphenol, dnoc, propamocarb, 1,4-naphthoquinone dan piperidine,1-(1-oxo-3-phenyl-2-propynyl) (Lampiran 1). Iswantini et al. (2007) dan Riyadhi (2008) melaporkan bahwa salah satu senyawa aktif yang diprediksi sebagai larvasida nabati dari minyak biji kamandrah adalah senyawa piperidine,1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4-pentadienyl]-,(E,E). Senyawa golongan piperidine dapat membunuh nyamuk Ae. aegypti, senyawa yang menunjukan aktivitas sebagai larvasida adalah 2-ethyl-piperidine ; 1-undec-10-enyl-piperidine,2-ethyl-1-undec-10-enoyl-piperidine dan piperine [(E,E)-1-piperoyl-piperidine] (Pridgeon et al. 2007). Beberapa struktur kimia piperidine dapat dilihat pada Lampiran 2.

Metode Ekstraksi dengan Pengempaan

Ekstraksi minyak dan lemak adalah proses pemisahan minyak dan lemak dari bahan-bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak (Ketaren 1986). Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara mekanis atau menggunakan pelarut (Owolarafe et al. 2003). Pengempaan mekanis dengan tekanan hidrolik (screw press) telah umum dilakukan dalam memproduksi minyak secara modern. Alat pengempaan hidrolik saat ini tersedia dalam beberapa versi, namun efisiensinya kurang dari 70%. Ukuran partikel, temperatur pemanasan, waktu pemanasan, kadar air, besarnya tekanan dan waktu penekanan akan mempengaruhi rendemen lemak atau minyak selama pengempaan berlangsung. Untuk memaksimalkan


(19)

14

rendemen minyak dan residu minyak yang terdapat dalam bahan atau simplisia diperlukan upaya untuk mengendalikan faktor-faktor selama proses pengempaan minyak atau lemak (Khan dan Hanna 1983). Ekstraksi biji kamandrah (Croton tiglium L.) dengan metode pengempaan pada suhu pemanasan 85 oC, tekanan pengempaan 10,54 MPa dan lama pemanasan selama 15 menit memberikan rendemen yang optimum sebesar 27,97 % (Ahmadi 2012).

Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak

Ekstrak sebagai bahan baku, bahan antara maupun bahan utama produk harus memenuhi standar, sehingga ekstrak dapat dipertanggung jawabkan mutu, keamanan, khasiat dan aspek farmakologinya. Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan, baik untuk bahan dari tumbuhan hasil budidaya (kultivar) ataupun dari tumbuhan liar (wildcrop). Faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak meliputi faktor biologi dan faktor kimia (Ditjen POM 2000). Faktor biologi yang dapat mempengaruhi mutu ekstrak meliputi identitas jenis (spesies), lokasi tumbuhan, periode pemanenan hasil tumbuhan, penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan serta bagian yang digunakan. Faktor kimia yang dapat mempengaruhi mutu ekstrak meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi jenis senyawa aktif, komposisi kualitatif, komposisi kuantitatif, kadar total rata-rata senyawa aktif. Faktor eksternal meliputi metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut dan cemaran. Senyawa kimia yang terdapat di dalam ekstrak berasal dari senyawa kandungan asli dari tanaman asal, senyawa hasil perubahan dari senyawa asli, senyawa kontaminasi (polutan atau aditif proses) dan senyawa hasil interaksi kontaminasi dengan senyawa asli atau senyawa perubahan.


(20)

15

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2012 sampai dengan Januari 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB, Insektarium laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Laboratorium Biodisel Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balitri) Sukabumi dan Lembaga Biomedis Direktorat Kesehatan TNI-AD Jakarta.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, adapun diagram alir proses penelitian yang dilakukan seperti pada Lampiran 3. Secara umum penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahapan. Tahap pertama adalah persiapan bahan baku dan ekstraksi minyak biji kamandrah dengan metode pengempaan. Tahap kedua adalah melakukan standardisasi terhadap minyak biji kamandrah. Tahap ketiga adalah melakukan formulasi minyak biji kamandrah sebagai larvasida nabati. Tahap keempat adalah melakukan serangkaian uji terhadap formula larvasida yang dihasilkan.

Ekstraksi Minyak Biji Kamandrah Metode Pengempaan

Buah kamandrah disortir untuk memisahkan buah yang baik dan yang rusak. Buah dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari sampai kulit luar kering, kemudian dikupas. Selanjutnya biji digiling menggunakan hammer mill sebanyak 2 kali agar ukurannya lebih kecil (lolos 40 mesh), simplisia biji kamandrah ditimbang dan dimasukkan kedalam kantong yang terbuat dari kain berukuran 20 cm x 40 cm, kemudian dimasukkan kedalam alat pengempa yang memiliki elemen pemanas pada landasan tekan. Ekstraksi dilakukan dengan menekan tuas hidrolik secara berulang -ulang sampai dicapai tekanan piston yang diinginkan yaitu pada tekanan 10,54 MPa dengan temperatur 70 – 80 0C selama 15 menit, minyak yang dihasilkan ditampung dalam gelas piala dan disaring menggunakan kertas saring. Diagram alir proses ekstraksi minyak biji kamandrah seperti pada Lampiran 4.

Penentuan Mutu Minyak Biji Kamandrah Sebagai Larvasida Nabati

Standardisasi terhadap ekstrak minyak biji kamandrah sebagai bahan baku dari suatu produk larvasida perlu dilakukan untuk menjamin keterulangan khasiat


(21)

16

dari produk yang akan dihasilkan. Uji kualitas minyak kamandrah sebagai bahan baku larvasida nabati dilakukan dengan melakukan serangkaian uji fisiko kimia berdasarkan SNI 02-3127-1992 tentang cara uji fisiko kimia pestisida bentuk pekatan dalam minyak (Oil Concentrate,OC). Standar ini meliputi cara uji kadar air, keasaman, kebasaan, viskositas, berat jenis, asam lemak bebas. Sampel minyak kamandrah yang di uji sebanyak tiga macam yaitu minyak kamandrah hasil budidaya Balitri Sukabumi, minyak kamandrah dari tanaman tanpa budidaya di daerah Sukabumi dan Kalimantan.

Kadar Air dengan Pereaksi Karl Fischer

Penentuan kadar air contoh dilakukan dengan pereaksi Karl Fisher. Prinsip kerja penentuan kadar air metode Karl Fisher adalah contoh didispersikan dalam metanol, kemudian dititar dengan pereaksi Karl Fisher yang telah diketahui equivalen airnya (F). Prosedur kerja dilakukan dengan memipet sebanyak 20 mL metanol, dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL, kemudian dititrasi dengan pereaksi Karl Fisher sampai titik akhir (c mL). Contoh ditimbang sebanyak 2 g kemudian dimasukkan ke dalam labu titrasi, titrasi dilajutkan sampai titik akhir (d mL). Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus berikut :

F x ( c - d )

Kadar air, % b/b = x 100 Berat contoh (gram) x 1000

Keasaman

Keasaman dihitung sebagai H2SO4. Keasaman ditetapkan secara titrimetri, contoh dilarutkan dalam aseton, dititar dengan larutan NaOH. Sebanyak 10 gram contoh dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL, lalu ditambah dengan 25 mL aseton dan 75 mL aquades. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan NaOH (a mL), menggunakan indikator merah metil sampai terbentuk warna merah jambu, dilakukan titrasi blanko (b mL). Perhitungan keasaman dilakukan dengan rumus berikut :

49,004 x ( a - b ) x N

Keasaman, % b/b = x 100

Berat contoh (gram) x 1000

Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Brokfild LV. Sebanyak 100 mL contoh dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian diletakkan pada spindle rotasi. Pengukuran dilakukan pada kecepatan 100 rpm hingga dicapai kestabilan pengukuran. Viskositas sampel langsung dapat diketahui dengan membaca nilai yang ditunjukkan oleh alat tersebut.


(22)

17

Berat Jenis

Bobot jenis adalah perbandingan berat dari volume sampel minyak dengan berat air pada suhu dan volume yang sama. Penentuan berat jenis dilakukan dengan cara: piknometer dibersihkan dan dikeringkan, di isi piknometer tersebut dengan aquades bersuhu 20 – 30 oC. Pengisian dilakukan sampai air dalam piknometer meluap dan tidak ada gelembung udara didalamnya. Setelah ditutup, piknometer di rendam dalam bak air yang bersuhu 20 oC dengan toleransi 0,2 oC selama 30 menit. Piknometer diangkat dari bak dan dikeringkan dengan kertas penghisap, kemudian di timbang berat piknometer dengan isinya. Contoh minyak / lemak cair yang akan ditentukan berat jenisnya, sebelumnya disaring terlebih dahulu dengan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk membuang benda-benda asing dan kandungan air. Selanjutnya contoh minyak diperlakukan seperti langkah – langkah diatas. Berat jenis dapat dihitung dengan rumus berikut :

Berat botol dan minyak – berat botol Berat jenis pada suhu 20/20oC =

Berat air pada suhu 20oC

Indeks Bias

Indeks bias berdasarkan SNI 02-3127-1992, prinsip pengukuran indeks bias adalah jika cahaya datang dan menembus dua media dengan kerapatan yang berbeda maka akan dibelokkan atau dibiaskan mendekat atau menjauh garis normal. Pengukuran indeks bias dilakukan dengan membersihkan terlebih dahulu prisma pada refraktometer menggunakan alkohol, kemudian diatas prisma tersebut diteteskan sampel menggunakan pipet tetes. Prisma dirapatkan dan diatur slidnya sehingga diperoleh garis batas yang jelas antara terang dan gelap, saklar diatur sampai garis batas berhimpit dengan titik potong dari dua garis bersilangan, kemudian dibaca indeks bias yang ditunjukkan pada alat refraktometer.

Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas ditetapkan secara titrimetri, contoh dilarutkan dalam bensena dan alkohol, dititar dengan larutan KOH. Asam lemak bebas dihitung sebagai KOH. Sebanyak 10 gram contoh dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan 50 mL benzena, dikocok hingga larut. Ditambahkan 50 mL alkohol 95% netral, dipanaskan sampai mendidih (+ 10 menit) dalam penangas air sambil diaduk. Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N menggunakan indikator fenolftalein sampai terbentuk warna merah jambu yang stabil ( a mL). Asam lemak bebas dapat dihitung dengan rumus berikut :

56,1 x a x N

Asam lemak bebas, % b/b = x 100 Berat contoh (gram) x 1000


(23)

18

Analisis Kandungan Piperine Metode Spektrofotometri i) Pembuatan kurva spektrum absorpsi piperine

Larutan standar piperine dibuat dengan cara melarutkan 5 mg piperine dengan etilena diklorida dalam labu ukur 50 mL. Dipipet 1 mL larutan standar tersebut kedalam labu ukur 25 mL kemudian dilarutkan dengan etilene diklorida sampai tanda batas, sehingga diperoleh larutan piperine dengan konsentrasi 5 ppm. Diukur serapannya pada panjang gelombang 200 – 400 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Ditentukan panjang gelombang maksimal piperine.

ii)Pembuatan kurva kalibrasi

Standar piperine dilarutkan dalam etilena diklorida, dimasukkan dalam labu ukur untuk membuat larutan standar piperine dengan konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm dan 6 ppm. Larutan standar diukur absorbannya pada λ max.

iii) Penetapan kadar piperin dalam minyak biji kamandrah.

Minyak kamandrah hasil pengempaan dihomogenkan, kemudian di timbang dengan neraca analitik. 0,5 gram sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 125 mL. Labu di tutup alumunium foil untuk melindungi sampel dari cahaya. Etilena diklorida ditambahkan ke dalam labu sebanyak 50 mL, direfluks dan di aduk selama 1 jam, didinginkan pada suhu kamar, disaring kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditambah dengan Etilena diklorida sampai tanda batas. Absorban sampel diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ max. Kandungan piperine diperoleh dari kurva standar piperine.

Uji Efikasi Larvasida Minyak Biji Kamandrah

Sampel minyak kamandrah yang di uji sebanyak tiga macam yaitu minyak kamandrah hasil budidaya Balitri Sukabumi serta minyak kamandrah dari tanaman tanpa budidaya di daerah Sukabumi dan Kalimantan. Uji efikasi minyak biji kamandrah sebagai larvasida Ae. aegypti dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terendah dari minyak biji kamandrah yang dapat membunuh 50% larva Ae. aegypti instar III. Uji efikasi dilakukan dengan menyiapkan larutan emulsi minyak kamandrah air dengan berbagai seri konsentrasi yaitu 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm. Emulsi dari setiap seri konsentrasi diambil 200 mL dan dimasukkan dalam gelas plastik, kemudian dimasukkan 25 ekor larva Ae. aegypti instar III. Diulangi perlakuan ini untuk 5 ulangan. Pengamatan dilakukan setelah 24 dan 48 jam dengan menghitung banyaknya larva Ae. aegypti instar III yang mati. Untuk menentukan angka kematian 50% dan 90% (LC50 dan LC90) dilakukan dengan metode probit analisis (Finney Method) menggunakan software SPSS versi 17.


(24)

19

Formulasi Larvasida Nabati Minyak Biji Kamandrah.

Formulasi larvasida minyak kamandrah dibuat dengan cara granulasi basah menggunakan larutan amylum sebagai bahan pengikat dan laktosa sebagai bahan pengisi. Konsentrasi minyak biji kamandrah serta emulsifier yang digunakan masing-masing formula dikombinasikan, sehingga terdapat enam variasi formula larvasida. Komposisi dari masing-masing formula dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi formula larvasida nabati minyak biji kamandrah Komposisi Rancangan Formula

F.1 F.2 F.3 F.4 F.5 F.6 Minyak Kamandrah ( gram ) 5 5 10 10 15 15

Gom Arab ( gram ) 20 - 20 - 20 -

Maltodekstrin ( gram ) - 20 - 20 - 20

Amylum ( gram ) 5 5 5 5 5 5

Laktosa ( gram ) 70 70 65 65 60 60

Persiapan formulasi dilakukan dengan mengayak terlebih dahulu semua bahan serbuk yang akan digunakan dengan menggunakan pengayak ukuran mesh 30, setelah itu bahan-bahan di timbang sesuai dengan kebutuhan. Disiapkan larutan amylum 5% sebagai bahan pengikat, dengan melarutkan amylum menggunakan aquades hingga larut. Minyak kamandrah diemulsikan dengan emulsifier (Gom Arab atau Maltodekstrin) dengan cara di aduk hingga terbetuk emulsi minyak kamandrah yang baik. Laktosa ditambahkan sebagai bahan pengisi dan di aduk hingga homogen, kemudian dimasukkan larutan amylum 5% bahan pengikat yang telah dibuat sebelumnya. Pengadukan dilanjutkan hingga di peroleh campuran yang homogen dan terbentuk massa yang basah dan dapat di kepal. Massa di ayak menggunakan pengayak dengan ukuran mesh 12, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 40 oC selama 24 jam. Granul yang sudah kering dilakukan pengayakan kembali menggunakan ayakan dengan ukuran mesh 16, hasil ayak dengan mesh 16 ini disebut dengan granul . Diagram alir proses formulasi dapat dilihat pada Lampiran 5.

Uji Efikasi Formula sebagai Larvasida Ae. aegypti

Larvasida dilarutkan dalam air dengan berbagai seri konsentrasi. Larutan larvasida dari setiap seri konsentrasi diambil 200 ml dan dimasukkan dalam gelas plastik, kemudian dimasukkan 25 ekor larva Ae. aegypti instar III. diulangi perlakuan ini untuk 5 ulangan. Pengamatan dilakukan setelah 24 dan 48 jam dengan menghitung banyaknya larva yang mati. Untuk menentukan angka kematian 50% dan 90% (LC50 dan LC90) dilakukan dengan metode probit analisis


(25)

20

(Finney Method) menggunakan software SPSS versi 17.

Uji Stabilitas Formula Larvasida Nabati Terhadap Panas dalam Penyimpanan Terhadap Potensinya sebagai Larvasida dan Kandungan Bahan Aktifnya.

Formula yang telah ditingkatkan efektivitas dengan menurunkan nilai LC50 perlu dilakukan uji stabilitasnya bila produk ini disimpan dalam waktu yang lama. Stabilitas ini ditentukan dengan menyimpan formula larvasida nabati dalam inkubator menggunakan variasi temperatur penyimpanan dari 30 ºC, 40 ºC dan 50 ºC, pengaruh temperatur tersebut di ukur dengan menentukan kandungan bahan aktif dan efikasinya sebagai larvasida nabati.

Uji Durabilitas Formula

Uji durabilitas atau ketahanan formula perlu dilakukan untuk mengetahui ketahanan potensi dari suatu formula. Uji durabilitas formula dilakukan dengan membuat larutan formula pada konsentrasi nilai LC100, dari larutan tersebut dilakukan uji efikasi larvasida terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar III. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung banyaknya larva yang mati. Pengujian dilakukan setiap hari sampai didapatkan tingkat kematian larva kurang dari 80 %.


(26)

21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Minyak Biji Kamandrah Metode Pengempaan

Hasil ekstraksi minyak biji kamandrah berupa cairan kental berwarna coklat kehitaman dengan bau yang spesifik serta terasa panas jika terkena kulit. Minyak kamandrah dapat menyebabkan iritasi, radang dan pembengkakan (Heyne 1987). Minyak kamandrah akan menimbulkan rasa panas atau pedas seperti terkena cabe jika terkena kulit, efek langsung dapat dirasakan apabila terkena kulit wajah terutama bagian sekitar hidung, mulut dan mata, oleh sebab itu proses ekstraksi harus dilakukan secara hati-hati. Rendemen minyak kamandrah hasil ekstraksi terhadap dua macam sampel biji kamandrah bervariasi dengan kisaran antara 19,90- 22,21 %. Rendemen tertinggi diperoleh dari biji kamandrah tanpa budidaya di Sukabumi yaitu 21,97 % dan terendah diperoleh dari biji kamandrah hasil budidaya Balitri Sukabumi sebesar 20 % (Tabel 2.).

Rendemen atau kadar minyak total merupakan salah satu parameter untuk mengetahui seberapa besar produk yang dihasilkan dari proses produksi. Biji kamandrah tanpa budidaya di Sukabumi memberikan rendemen minyak yang paling tinggi, hal ini disebabkan pada kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh. Peningkatan rendemen minyak kamandrah dipengaruhi oleh banyak hal, selain kondisi tempat tumbuh, iklim serta intensitas cahaya, rendemen minyak kamandrah juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah (Ahmadi 2011). Semakin tua umur buah maka semakin tinggi kandungan minyak dan senyawa aktif yang terdapat dalam biji kamandrah tersebut (Ketaren 1986). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari temperatur pemanasan, lama pengepresan, tekanan yang digunakan serta kandungan minyak dalam bahan asal (Banghoye et al. 2011).

Pada penelitian ini rendemen yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan nilai rendemen sebesar 14,13-20,41% (Ahmadi 2012). Hasil penelitian Iswantini et al. (2009) pada

kegiatan penelitian kemitraan dengan perguruan tinggi (KKP3T) departemen pertanian menunjukkan bahwa, hasil budidaya tanaman kamandrah di Kalimantan Tengah pada umur tanaman 10 bulan mempunyai rendemen minyak berkisar 4,94-13,14%, sedangkan pada umur tanaman 16 bulan dapat mencapai 13,18-22,25%. Keuntungan penggunaan metode pengempaan dibandingkan dengan metode lain adalah rendemen yang diperoleh lebih tinggi, tidak terdapat residu pelarut serta cara pengerjaan yang lebih mudah dan murah (Ahmadi 2012). Ekstraksi minyak biji kamandrah dengan metode pengempaan hidrolik (hydrolic pressing) memberikan rendemen yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstraksi dengan metode maserasi. Hasil penelitian Ying et al. (2002) menunjukkan bahwa ekstraksi dari biji kamandrah dengan metode maserasi menggunakan pelarut eter menghasilkan rendemen 11,2% sedangkan dengan etanol menghasilkan ekstrak 12,67% (Wu et al. 2007); 8,77% (Riyadi 2008) dan 18,6% (Saputera et al. 2008). Metode ekstraksi minyak dengan pengempaan hidrolik sesuai untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi antara 30–70 % (Ketaren 1986), sedangkan biji kamandrah mempunyai kandungan minyak yang cukup tinggi yaitu 53,72 % (Ahmadi 2011).


(27)

22

Tabel 2. Rendemen minyak biji kamandrah ( Croton tiglium L. ) No Asal tanaman Biji

( gram )

Minyak ( gram )

Rendemen ( % )

Rata-rata ( % ) 1.000 198,98 19,90

1. Balitri 750 150,75 20,10 20,00 1.000 200,04 20,00

1.000 217,10 21,71

2. Sukabumi 500 111,06 22,21 21,97

500 109,90 21,98

Penentuan Mutu Minyak Biji Kamandrah Sebagai Larvasida Nabati

Hasil uji fisiko-kimia terhadap tiga macam sampel minyak yaitu minyak kamandrah hasil budidaya Balitri Sukabumi, minyak kamandrah tanpa budidaya di Sukabumi dan Kalimantan disajikan pada Tabel 3. Hasil uji fisiko-kimia secara umum menunjukkan bahwa minyak kamandrah hasil budidaya di Balitri Sukabumi memiliki kualitas minyak yang lebih baik jika dibandingkan dengan minyak kamandrah tanpa budidaya.

Kadar air minyak kamandrah dari ketiga sampel bervariasi dengan kisaran antara 0,2 – 0,6 %, kandungan air tertinggi diperoleh dari tanaman kamandrah yang tumbuh liar di Kalimantan yaitu 0,61 % dan terendah diperoleh dari tanaman kamandrah hasil budidaya Balitri di Sukabumi yaitu sebesar 0,20 %. Penetapan kadar air suatu ekstrak atau minyak sangat penting karena kadar air yang tinggi memungkinkan terjadinya pertumbuhan mikroba (jamur atau bakteri), terjadinya reaksi hidrolisis/penguraian atau reaksi enzimatis yang menyebabkan terjadinya perubahan spesifikasi bahan dan penurunan kualitas produk. Kandungan air dalam minyak biji kamandrah dapat berasal dari kandungan simplisia, proses ekstraksi, atau penyerapan uap air dari udara, baik saat penyimpanan simplisia maupun ekstrak. Faktor-faktor ekstrinsik, seperti iklim, suhu, curah hujan, kondisi tanah, dan ketinggian tempat merupakan faktor terbesar yang dapat mempengaruhi komponen kimia yang terkandung dalam simplisia, termasuk kandungan air (Samuelsson 1999).

Keasaman minyak kamandrah dari ketiga sampel bervariasi dengan kisaran antara 0,09% – 0,13% tingkat keasaman terendah diperoleh dari tanaman kamandrah yang tanpa budidaya di Sukabumi yaitu 0,09 % dan tertinggi diperoleh dari tanaman kamandrah tanpa budidaya di Kalimantan yaitu sebesar 0,13 %. Keasaman berdasarkan SNI 02-3127-1992 dihitung sebagai % b/b H2SO4. Keasaman atau angka asam yang tinggi merupakan indikator tingkat kerusakan minyak, keasamam minyak dapat meningkat sebagai akibat terjadinya reaksi hidrolisis serta reaksi oksidasi. Pada reaksi hidrolisis, minyak atau lemak akan dirubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol, reaksi hidrolisis dapat terjadi sebagai akibat tingginya kandungan air dalam minyak/lemak. Proses oksidasi


(28)

23 dalam minyak dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida, tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas ( Ketaren 1986).

Viskositas minyak kamandrah dari ketiga sampel bervariasi dengan kisaran antara 4,1 – 5,8 cP, viskositas tertinggi diperoleh dari minyak kamandrah tanpa budidaya di Kalimantan sebesar 5,8 cP dan terendah diperoleh dari minyak kamandrah hasil budidaya di Sukabumi sebesar 4,1 cP. Kandungan beberapa senyawa organik dalam minyak dapat menyebabkan penurunan viskositas, hal ini terjadi karena beberapa senyawa organik yang terlarut dapat menyebabkan terjadinya homogenisasi panjang rantai asam lemak sehingga ukurannya menjadi lebih pendek. Panjang rantai karbon asam lemak bebas yang lebih pendek menyebabkan viskositas minyak menjadi lebih rendah (Syah 2005). Minyak kamandrah hasil budidaya Sukabumi mempunyai kandungan zat aktif yang tinggi, hal ini dapat ditunjukkan nilai viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak kamandrah dari Kalimantan yang memiliki kandungan zat aktif yang lebih rendah. Peningkatan viskositas pada minyak merupakan salah satu indikasi dari tingkat kerusakan minyak. Minyak yang telah mengalami proses pemanasan dan oksidasi akan mengalami peningkatan viskositas yang disebabkan karena terbentuknya senyawa polimer dalam minyak (Lucas et al. 2013).

Data Tabel 3. menunjukkan berat jenis dari ketiga sampel minyak kamandrah bervariasi dengan kisaran antara 0,9425 – 0,9475. Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak, berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung dalam suatu minyak. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya (Sastrohamidjojo 2004). Berat jenis minyak dari tanaman kamandrah hasil budidaya Balitri Sukabumi sebesar 0,9425 g/ml, nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan minyak kamandrah dari tanaman tanpa budidaya di Sukabumi dan Kalimantan. Selain itu, nilai berat jenis minyak dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan dan berat molekul rata-rata komponen asam lemaknya. Makin tinggi derajat ketidakjenuhan suatu minyak, maka berat jenis makin besar. Minyak dengan derajat ketidakjenuhan yang tinggi mudah teroksidasi, sehingga dapat meningkatkan keasaman minyak.

Indeks bias merupakan derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium. Indeks bias sangat berguna untuk menguji kemurnian suatu minyak. Nilai indeks bias sangat dipengaruhi oleh komponen asam lemak yang menyusun minyak tersebut. Semakin banyak komponen berantai panjang atau komponen bergugus oksigen terkandung dalam minyak, maka kerapatan medium minyak akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan, hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Nilai indeks juga dipengaruhi oleh adanya air dalam kandungan minyak tersebut, semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Hal ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang (Ketaren 1986). Dari hasil penelitian terlihat bahwa minyak kamandrah yang dibudidayakan di Balitri Sukabumi memiliki indeks bias sebesar 1,4788 nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan indeks bias minyak kamandrah yang tumbuh liar di Kalimantan yaitu sebesar 1,4771. Minyak dengan nilai indeks bias yang tinggi


(29)

24

lebih bagus dibandingkan dengan minyak dengan nilai indeks bias yang rendah. Hasil analisis kandungan asam lemak bebas pada Tabel 3. memperlihatkan bahwa kadar asam lemak bebas berkisar antara 1,65% - 2,56%, nilai tertinggi diperoleh pada minyak kamandrah yang tumbuh liar di Kalimantan yaitu sebesar 2,56%, adapun asam lemak bebas terendah diperoleh pada minyak kamandrah yang dibudidayakan di Balitri Sukabumi sebesar 1,65%. Tingginya kadar asam lemak bebas mengindikasikan telah terjadi kerusakan pada suatu minyak. Adanya asam lemak bebas pada minyak kamandrah, salah satu penyebabnya adalah adanya enzim lipase yang terkandung dalam jaringan biji. Enzim lipase mampu menghidrolisa lemak sehingga menghasilkan asam lemak bebas (Ketaren 1986). Selanjutnya Sudrajat et al. (2006) menyatakan bahwa ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi terjadinya asam lemak bebas, yang merupakan faktor internal adalah asam lemak tidak jenuh rantai rangkap, keberadaan enzim pemecah lemak, dan keberadaan mikroba alami. Adapun faktor eksternal, dalam hal ini adalah tahapan kegiatan ekstraksi minyak dari mulai pengeringan biji, penggilingan, hingga pengepresan, yaitu berupa udara, air, pemanasan, kation logam. Sehingga pada saat faktor internal bertemu dengan faktor eksternal, akan terjadi proses oksidasi, yang pada akhirnya memunculkan asam lemak bebas.

Tabel 3. Uji fisiko-kimia minyak kamandrah ( Croton tiglium L.) dari beberapa daerah

Parameter uji ( SNI 02-3127-1992 )

Minyak kamandrah ( Croton tiglium L. ) Balitri Sukabumi Kalimantan Kadar air (% b/b) 0,20 0,33 0,61

Keasaman (% b/b) 0,09 0,11 0.13

Viskositas (cP ) 4,1 4,4 5,8

Berat jenis (g/mL) Indeks bias 0,9425 1,4788 0,9433 1,4785 0,9475 1,4771 Asam lemak bebas (% b/b) 1,65 2,18 2,56

Analisis Kandungan Zat Aktif Piperine Minyak Biji Kamandrah

Kurva spektrum absorpsi piperin

Panjang gelombang maksimal yang diperoleh pada pengukuran larutan standar piperine dengan konsentrasi 5 ppm adalah 342 nm dengan serapan sebesar 0,577. Nilai ini sesuai dengan nilai yang tertera pada AOAC (2000) tentang penetapan kadar piperine dalam minyak yaitu antara 342 - 345 nm. Kurva spektrum larutan standar piperine ditunjukkan pada Gambar 4. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa absorbansi UV pada 342 nm untuk piperin sesuai dengan penyerapan maksimal dari formula herbal (Sreevidya dan Mehrotta 2003). Karakteristik absorbansi piperine menunjukkan


(30)

25 bahwa piperin mematuhi hukum Lambert Beer ( Singh et al. 2011).

Gambar 4. Spektrum absorpsi standar piperine

Kurva kalibrasi

Kurva kalibarasi diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap satu seri larutan standar piperine (C17H19NO3 ). Pengukuran serapan terhadap larutan standar dilakukan pada panjang gelombang 342 nm sesuai dengan hasil serapan maksimum. Pembuatan kurva kalibrasi piperine menghasilkan persamaan garis y = 0,116 x - 0,006 dengan koefisien korelasi (r2) 0,999 (Lampiran 6). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5. Karena nilai koefisien korelasi (r2) mendekati angka 1, maka persamaan yang didapat adalah persamaan garis linier, sehingga dapat digunakan untuk penentuan konsentrasi piperine dalam formula larvasida.

Gambar 5. Kurva standar piperine

Kadar piperine dalam minyak biji kamandrah

Hasil analisis kandungan piperine dalam minyak biji kamandrah ditunjukkan pada Tabel 4. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa kandungan piperine dari tanaman kamandrah yang dibudidayakan di Balitri Sukabumi lebih


(31)

26

tinggi jika dibandingkan dengan tanaman kamandrah tanpa budidaya di daerah Sukabumi dan Kalimantan. Data analisis kandungan piperine secara lengkap disajikan pada Lampiran 7.

Tabel 4. Kandungan piperine beberapa minyak biji kamandrah. No. Asal Tanaman Kadar Piperine ( % )

1. Balitri 0,046

2. Sukabumi 0,043

3. Kalimantan 0,037

Karakteristik minyak kamandrah dipengaruhi oleh varietas, ukuran biji, iklim, kelembaban, keadaan tanah tempat tumbuh, penangannan pasca panen serta tingkat kematangan dari buah kamandrah itu sendiri. Peningkatan taraf umur petik buah kamandrah yang ditunjukkan dengan semakin coklat warna kulit buah berdampak kepada peningkatan rendemen minyak kamandrah dan kandungan senyawa aktifnya (Ahmadi 2012).

Efikasi Larvasida Minyak Biji Kamandrah

Hasil uji pendahuluan efikasi larvasida terhadap beberapa sampel minyak biji kamandrah memberikan nilai LC50 yang bervariasi. Gambar 6. menunjukkan nilai LC50 pada pengamatan 24 jam dan 48 jamminyak kamandrah dari berbagai daerah terhadap larva Ae. aegypti instar III. Nilai LC50 pada pengujian 24 jam terhadap minyak kamandrah hasil budidaya di Balitri sebesar 114.4 ppm, sedangkan minyak kamandrah tanpa budidaya di Sukabumi dan Kalimantan masing-masing sebesar 125.2 ppm dan 212.9 ppm.

Gambar 6. Nilai LC50 beberapa minyak kamandrah pada pengamatan 24 jam dan 48 jam


(32)

27 Potensi larvasida minyak biji kamandrah terhadap larva Ae. aegypti lebih baik jika dibandingkan dengan minyak tanaman lain. Iswantini el al. (2011) melaporkan bahwa nilai LC50 24 jam minyak jarak pagar (Jatropha curcas) terhadap larva Ae. aegypti sebesar 1507 ppm . Nilai LC50 24 jam minyak akar wangi (Vetiveria zizanoides) terhadap larva Ae. aegypti sebesar 1373,6 ppm (Lailatul et al. 2010). Potensi larvasida minyak biji kamandrah terhadap larva Ae. aegypti lebih rendah jika dibandingkan dengan temephos (abate) yang telah banyak digunakan masyarakat dengan nilai LC50 0.032 ppm (Uthai et al. 2011). Tinggi rendahnya nilai LC50 minyak kamandrah berbanding terbalik dengan kandungan piperine dalam masing-masing minyak, semakin tinggi kandungan piperine dalam minyak maka semakin rendah nilai LC50 nya, begitu juga sebaliknya semakin rendah kandungan piperine maka semakin tinggi nilai LC50 nya. Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian Riyadi (2008) yang melaporkan salah satu senyawa aktif yang diprediksi sebagai larvasida nabati dari minyak biji kamandrah adalah senyawa piperidine, 1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4-pentadienyl]-,(E,E). Piperine adalah suatu alkaloida piperidine yang bersifat toksik yang biasa digunakan sebagai insektisida. Salah satu senyawa golongan piperidine yang telah diteliti sebagai pembunuh nyamuk Ae. aegypti adalah 2-ethyl-piperidine (Pridgeon et al. 2007). Dispersi minyak biji kamandrah dalam air sangat mempengaruhi hasil uji efikasi larvasida minyak biji kamandrah. Semakin tinggi tingkat dispersi minyak kamandrah dalam air maka semakin banyak jumlah larva yang terpapar dengan zat aktif piperine dalam minyak kamandrah.

Formulasi Larvasida Nabati Minyak Biji Kamandrah.

Formulasi larvasida dilakukan terhadap minyak biji kamandrah hasil budidaya Balitri Sukabumi. Dari beberapa hasil uji terhadap minyak biji kamandrah menunjukkan bahwa minyak biji kamandrah hasil budidaya di Balitri Sukabumi memiliki kualitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan minyak kamandrah tanpa budidaya dari Kalimantan dan Sukabumi. Hasil pembuatan granul larvasida nabati minyak kamandrah dengan cara granulasi basah didapatkan granul dengan ukuran rata-rata yang bervariasi antara 14 -16 mesh. Granul larvasida nabati minyak biji kamandrah hasil formulasi selanjutnya ditentukan sifat kelarutannya dalam air. Sifat dan kondisi air setelah ke dalamnya dilarutkan granul larvasida nabati minyak biji kamandrah ditunjukkan pada Tabel 5. Berdasarkan data penelitian pada Tabel 5. menunjukkan bahwa secara umum aplikasi semua formula larvasida nabati minyak biji kamandrah pada air tidak mempengaruhi kualitas air. Hasil pengukuran beberapa parameter fisik air seperti pH, TDS dan CND selama penelitian menunjukkan hasil yang masih memenuhi persyaratan Kepmenkes Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum. Persyaratan pH 6,5 – 8,5, batas maksimum TDS sebesar 1000 mg/l serta batas maksimum conductivity atau CND sebesar 125 µS/m. Tabel 5. menunjukkan bahwa dari beberapa formula yang diuji, formula 5 memiliki nilai TDS yang paling tinggi yaitu sebesar 178,9 ppm, hal ini menunjukkan bahwa formula 5 memiliki tingkat kelarutan yang lebih baik jika dibandingkan dengan formula lainnya.


(33)

28

Tabel 5. Kondisi fisik air pada uji kelarutan beberapa formula larvasida nabati minyak biji kamandrah

Formula Kondisi air

pH TDS CND

Kontrol 8,30 10,3 5,1

Formula 1 7,95 140,6 45,7

Formula 2 7,97 139,2 45,3

Formula 3 7,88 161,4 47,1

Formula 4 7,90 159,6 46,5

Formula 5 7,67 178,9 47,8

Formula 6 7,68 175,4 46,9

Keterangan : TDS = Total Dissolved Solids (ppm), CND =Conductivity (µS/m )

Uji Formula Larvasida Nabati Minyak Biji Kamandrah.

Hasil uji efikasi

Hasil uji efikasi larvasida terhadap beberapa formula yang dihasilkan menunjukkan nilai LC50 terhadap larva Ae. aegypti yang berbeda-beda. Nilai LC50 beberapa formula yang diuji ditunjukkan pada Tabel 6. Formula F.5 dan F.6 dengan kandungan minyak kamandrah sebesar 15 % memberikan nilai LC50 masing-masing sebesar 210,01 ppm dan 244,13 ppm, nilai ini yang lebih rendah jika dibandingkan dengan formula lainnya. Kandungan zat aktif piperine yang terkandung dalam formula sangat berpengaruh terhadap penurunan nilai LC50

Tabel 6. Nilai Lethal Concentration (LC) beberapa formula larvasida minyak biji kamandrah ( Croton tiglium L. )

Formula Kadar piperine (ppm)

Nilai LC (ppm)

Pengamatan 24 jam Pengamatan 48 jam LC50 LC90 LC50 LC90 F.1 23,25 3.015,58 31.806,34 1.769,10 6.068,10 F.2 23,24 3.392,15 17.589,79 1.931,08 13.301,63 F.3 48,06 900,44 4.581,43 655,06 3.024,23 F.4 47,61 1.170,35 4.787,26 823,75 3.966,60

F.5 68,30 210,01 404,17 193,62 346,53


(34)

29 Gambar 7. Menunjukkan nilai LC50 cenderung semakin menurun dengan meningkatnya kandungan zat aktif minyak kamandrah yang digunakan, disamping itu penggunaan gom arab sebagai emulsifier memberikan hasil yang lebih efektif bila dibandingkan dengan maltodekstrin. Secara lengkap analisis kandungan zat aktif piperine dalam formula disajikan pada Lampiran 8.

Gambar 7. Nilai Lethal Concentration 50 (LC50) beberapa formula larvasida nabati minyak biji kamandrah pada pengamatan 24 jam

Nilai LC50 formula dengan kandungan minyak kamandrah 15 % lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Iswantini et al. (2009) melaporkan formulasi larvasida nabati dalam bentuk granul lebih baik dibandingkan serbuk dengan LC50 pengamatan 24 jam sebesar 1.039 ppm. Pada Kandungan minyak kamandrah sebesar 15% serta penggunaan gom arab sebagai emulsifier pada formula 5 (F5) memberikan nilai LC50 sebesar 210,0 ppm, nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan formula lainnya. Gom arab memiliki sifat emulsifier yang baik serta dapat membentuk lapisan film yang sangat baik. Maltodekstrin memiliki sistem jaringan matriks yang cukup baik sehingga dapat melindungi bahan yang mudah menguap dari oksidasi, namun maltodekstrin kurang memiliki sifat emulsifier yang baik (Pitchaon et al. 2013). Dari hasil uji efikasi yang ditunjukkan pada Tabel 6. maka formula 5 (F5) yang akan digunakan untuk pengujian formula selanjutnya yaitu uji stabilitas formula serta uji durabilitas formula.

Hasil uji stabilitas formula larvasida

Uji stabilitas terhadap formula larvasida dengan cara penyimpanan pada beberapa tingkatan temperatur yaitu pada 30 °C, 40 °C dan 50 °C selama 28 hari menujukkan bahwa tidak ada perubahan fisik pada granul. Pengukuran kandungan piperine dalam granul menggunakan metode spektrofotometri menujukkan bahwa kandungan piperine mengalami peningkatan selama penyimpanan. Gambar 8. terlihat bahwa kandungan piperine dalam formula larvasida meningkat selama penyimpanan, kandungan zat aktif piperine meningkat antara 0,6 – 234 % ( Lampiran 9, 10, 11 ).

Janakiraman dan Manavalan (2011) telah melakukan penelitian terhadap stabilitas piperine. Penelitian ini dilakukan sebagai studi dipercepat dengan


(35)

30

menyimpan formula selama 6 bulan dengan temperatur penyimpanan pada 40 ˚C dan sebagai studi jangka panjang dengan menyimpan formula selama 1 tahun pada temperatur penyimpanan pada 25 ˚C. Penelitiannya menunjukkan bahwa senyawa piperine stabil selama penelitian jangka panjang (penyimpanan pada 25 ˚C) dan bahkan pada kondisi dipercepat (penyimpanan pada 40 ˚C).

Peningkatan kandungan piperine paling tinggi terjadi pada formula yang disimpan pada temperatur 50 °C. Hal ini dapat terjadi karena diduga terdapat senyawa lain pada minyak kamandrah yang terurai ketika disimpan pada temperatur tinggi. Senyawa ini memiliki gugus kromofor yang menyerap pada panjang gelombang yang sama dengan piperine. Sehingga saat diukur memberikan kontribusi pada nilai absorbansi piperine, akibatnya kandungan piperine yang terukur meningkat.

Gambar 8. Pengaruh temperatur serta lama penyimpanan terhadap kandungan piperine pada formula larvasida.

Menariknya, hal ini sejalan dengan nilai LC50 pada uji stabilitas formula yang dapat dilihat pada Gambar 9. dan Gambar 10. Dari Gambar tersebut dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara kandungan piperine dalam formula dengan penurunan nilai LC50 formula. Semakin lama waktu penyimpanan, maka nilai LC50 semakin rendah. Ini artinya, senyawa yang diduga terurai ketika disimpan pada suhu tinggi juga berpotensi sebagai larvasida. Meningkatnya mortalitas larva uji kemungkinan disebabkan adanya kandungan senyawa aktif kompleks yang terdapat dalam minyak kamandrah yang berpotensi sebagai larvasida.


(36)

31

Gambar 9. Pengaruh temperatur dan lama penyimpanan terhadap nilai LC50 formula larvasida pada pengamatan 24 jam.

Gambar 10. Hubungan kandungan piperine pada formula larvasida terhadap nilai LC50 formula larvasida.

Hasil uji durabilitas

Hasil uji durabilitas atau ketahanan formula larvasida terhadap larva Ae. aegypti instar III ditunjukkan pada Tabel 7. Dari data tersebut menunjukkan bahwa penurunan potensi larvasida hingga kurang dari 80% terjadi pada hari ke 8, dengan kematian larva sebesar 73,6 %. Tingkat kematian larva Ae. aegypti instar III yang rendah setelah terpapar larvasida menunjukkan bahwa larva sudah mulai resisten terhadap larvasida nabati minyak biji kamandrah. Menurut WHO (2009) larvasida dikatakan rentan apabila persentase kematian larva setelah terpapar larvasida pada konsentrasi diagnosa antara 98 - 100%, dikatakan toleran apabila kematian larva antara 80 – 97 % dan dikatakan resisten apabila kematian larva


(37)

32

kurang dari 80%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula larvasida nabati minyak biji kamandrah masih mampu membunuh larva lebih dari 80 % hingga haru ke 4 yaitu sebesar 86,4 %. Dengan demikian dapat diartikan bahwa durabilitas formula larvasida nabati minyak biji kamandrah sebagai larvasida selama 4 hari.

Tabel 7. Tingkat kematian larva Ae. aegypti instar III pada uji durabilitas formula larvasida nabati minyak biji kamandrah pengamatan 24 jam

Hari Ke :

Jumlah Larva

Jumlah larva yang mati pada ulangan ke : Kematian larva (%)

1 2 3 4 5 Rata-rata

1 25 25 25 24 24 22 24.0 96,0

4 25 21 24 19 22 22 21.6 86,4

8 25 20 17 19 20 16 18.4 73,6

12 25 12 11 10 10 13 11.2 44,8

16 25 9 8 7 7 8 7.8 31,2

20 25 3 4 2 2 3 2.8 11,2

22 25 1 1 0 0 2 0.8 3,2

Penurunan potensi suatu larvasida nabati dengan bahan kimia aktif (bioaktif) yang berasal dari tanaman dapat terjadi karena bahan tersebut mudah terurai (biodegradable) (Moehammad 2005). Insektisida nabati tidak meninggalkan residu di udara, air dan tanah, sehingga aman bagi lingkungan dan juga menurunkan peluang hewan yang bukan sasaran terkena residu (Matsumura 1985). Hal ini merupakan salah satu kelebihan dari larvasida nabati, sehingga penggunaan bahan nabati sebagai larvasida cenderung tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia.


(38)

33

5. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rendemen minyak biji kamandrah hasil ekstraksi berkisar antara 19,90 – 22,21%. Biji tanaman kamandrah tanpa budidaya di Sukabumi memberikan rendemen minyak rata-rata sebesar 21,97%, hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rendemen minyak yang diperoleh dari biji kamandrah yang dibudidayakan di Balitri Sukabumi. Standar mutu minyak biji kamandrah sebagai bahan baku larvasida nabati adalah kadar air 0,2%, keasaman 0,09%, viskositas 4,1 cP, berat jenis 0,9425 g/mL, indeks bias 1,4788, asam lemak bebas 1,65% serta kandungan zat aktif piperine sebesar 0,046%. Hasil uji efikasi larvasida terhadap minyak biji kamandrah memberikan nilai LC50 yang bervariasi, nilai LC50 pada pengujian 24 jam minyak kamandrah hasil budidaya di Balitri sebesar 114.4 ppm, sedangkan minyak kamandrah tanpa budidaya di Sukabumi dan Kalimantan masing-masing sebesar 125.2 ppm dan 212.9 ppm.

Formula optimum larvasida nabati minyak biji kamandrah yaitu formula dengan kandungan minyak kamandrah sebesar 15% atau kandungan piperine dalam formula sebesar 68,03 ppm. Pada formula tersebut diperoleh nilai LC50 24 jam sebesar 210,01 ppm. Penggunaan gom arab sebagai emulsifier pada proses formulasi memberikan nilai LC50 yang lebih rendah. Uji kelarutan dalam air menunjukkan bahwa formula larvasida nabati minyak biji kamandrah tidak mempengaruhi kualitas air. Hasil uji stabilitas formula menunjukkan bahwa produk larvasida tidak stabil jika disimpan pada temperatur tinggi. Peningkatan temperatur menyebabkan tingkat toksisitas formula meningkat. Durabilitas atau ketahanan formula larvasida nabati minyak biji kamandrah selama 4 hari dengan daya bunuh larva Ae. aegypti instar III sebesar 86,4 %.

Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh selama ini dapat disarankan beberapa hal :

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh pemanasan terhadap kandungan zat aktif yang berpotensi larvasida dalam minyak biji kamandrah, sehingga dapat diketahui secara pasti hubungan antara pemanasan dengan peningkatan kandungan zat aktif berpotensi larvasida dalam minyak biji kamandrah.

2. Untuk menjaga stabilitas potensi formula larvasida nabati minyak biji kamandrah, sebaiknya disimpan pada tempat yang sejuk dan kering.

3. Perbaikan formula masih diperlukan untuk mendapatkan formula larvasida nabati minyak biji kamandrah dengan durabilitas yang lebih lama.


(39)

34

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi NR, Mangunwidjaja D, Suparno O, Iswantini D. 2012. Optimasi Proses Ekstraksi Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) Dengan Pengempaan dan Identifikasi Kandungan Bahan Aktifnya Sebagai Larvasida Nabati Pencegah Penyakit Demam Berdarah Dengue. J Tek. Ind. Pert. 21(3):154-162.

Ahmadi NR, Mangunwidjaja D, Suparno O, Iswantini D. 2011. Pengaruh Tingkat Kematangan Buah Terhadap Aktivitas Larvasida dan Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kamandrah (Croton Tiglium L.). J Littri. 17(4):163 – 168.

Association of Analytical Communities (AOAC) 2000. “ Officidal Method Piperin in Pepper Preparation 987.07 Spectrophotometry Method”. 17th Edition.

Banghoye, A.S. and O.I. Adejumo. 2011. Effects of processing parameters of roselle seed on its oil yield. IntJ Agric & Biol Eng 4 (1) : 82-86.

DEPKES RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. DEPKES RI Jakarta.

Deshmukh SD, Borle MN. 1975. Studies on The Insecticidal Properties of Indigenous Plant Products. Indian J Entomol 37(1):11-18.

DITJEN POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. DEPKES RI Jakarta.

Diana AP. 2013. Dinamika Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Indonesia, antara Teori dan Realitas. J Kedokteran Indonesia. 11(39):9-12

Duke JA. 1983. Euphorbiaceae. Purging Croton, Physic Nut, Croton-Oil Plant. Handbook of Energy Crops duke_energy/Croton_tiglium.html

Goel G, Makkar HPS, Francis G, Becker K. 2007. Phorbol esters : Structure, biological activity, and toxicity in animals. Int J Toxicol 26 : 279-288.

Grainge M, Ahmad S. 1998. Handbook of plats with pest control properties. John Wiley & Sons, New York.

Gubler DJ. 1998. Dengue and dengue hemorrhagic fever. Clin. Microbiol. Rev. 11(3):480-496.

Gunandini DJ. 2006. Bioekologi dan pengendalian nyamuk sebagai vektor penyakit. Prosiding Seminar Nasional Pestisida Nabati III. Balittro Bogor. hal. 43-48.

Hadi UK, Koesharto FX. 2006. Nyamuk dalam Hama Permukiman Indonesia : Pengenalan, Biologi & Pengendalian. Editor Singgih H. Sigit dan Upik Kesumawati Hadi. Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor.

Heyne K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid II dan III. Diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.

Iswantini D, Rosman R, Mangunwidjaja D, Hadi UK, Rahminiwati M. 2007. Bioprospeksi Tanaman Obat Kamandrah (Croton tiglium L.) : Studi Agrobiofisik Dan Pemanfaatannya Sebagai Larvasida Hayati Pencegah Demam Berdarah Dengue (Tahun Pertama). Laporan Hasil Penelitian KKP3T. Institut Pertanian Bogor berkerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.


(1)

44

Lampiran 5. Diagram alir proses formulasi larvasida nabati minyak biji kamandrah metode granulasi basah

( Gom Arab / Maltodekstrin )

+

Laktosa

Granul ( Larvasida nabati )

Emulsi Larutan Amylum

Campuran

Granul basah

Ayakan 16 mesh Granul

k i

Pengadukan

Pengadukan

Ayakan 12 mesh

Pengeringan dengan oven - Suhu pemanasan 40oC - Waktu pemanasan 24 jam


(2)

45 Lampiran 6. Kurva kalibrasi standar piperine

No. Nama Konsentrasi Abs Koefisien

Korelasi (r2)

1 Standar 1 1 ppm 0.115 0,999

2 Standar 2 2 ppm 0.225

3 Standar 3 3 ppm 0.335

4 Standar 4 4 ppm 0.467

5 Standar 5 5 ppm 0.577

6 Standar 6 6 ppm 0.694

Lampiran 7. Kandungan piperine beberapa minyak biji kamandrah

Asal Ekstrak Volume Abs Kadar piperine Rata-rata

tanaman (gram) (mL) ppm mg % ( % )

0.5019 100 0.267 468.91 0.24 0.047

0.046

Balitri 0.5001 100 0.259 456.81 0.23 0.046

0.5009 100 0.256 450.91 0.23 0.045

0.5016 100 0.245 431.38 0.22 0.043

0.043

Sukabumi 0.5014 100 0.249 438.43 0.22 0.044

0.5009 100 0.237 418.21 0.21 0.042

0.5001 100 0.209 370.62 0.19 0.037

0.037

Kalimantan 0.5016 100 0.209 369.51 0.19 0.037


(3)

46

Lampiran 8. Kandungan piperine beberapa formula larvasida

Lampiran 9. Kandungan piperine formula larvasida pada temperatur penyimpanan 30 oC

Formula Ulangan Ke :

Berat sampel (gram)

Volume ( mL) Abs

Kadar piperine

mg ppm %

F.1

1 1.0165 25 0.104 0.024 23.32 0.0023

2 1.0111 25 0.102 0.023 23.02 0.0023

3 1.0125 25 0.104 0.024 23.41 0.0023

F.2

1 1.0102 25 0.102 0.023 23.04 0.0023

2 1.0109 25 0.104 0.024 23.45 0.0023

3 1.0112 25 0.103 0.023 23.23 0.0023

F.3

1 1.0121 25 0.219 0.048 47.91 0.0048

2 1.0119 25 0.221 0.049 48.35 0.0048

3 1.0119 25 0.219 0.048 47.92 0.0048

F.4

1 1.0115 25 0.217 0.048 47.51 0.0048

2 1.0111 25 0.219 0.048 47.96 0.0048

3 1.0102 25 0.216 0.048 47.36 0.0047

F.5

1 1.0102 25 0.312 0.069 67.84 0.0068

2 1.0109 25 0.315 0.069 68.44 0.0068

3 1.0112 25 0.316 0.069 68.63 0.0069

F.6

1 1.0121 25 0.312 0.069 67.72 0.0068

2 1.0119 25 0.317 0.070 68.79 0.0069

3 1.0119 25 0.315 0.069 68.37 0.0068

Hari Ke : Berat sampel (gram) Volume ( mL)

Abs Kadar piperine

mg ppm %

0 1.0115 25 0.315 0.069 68.30 0.0068

4 1.0102 25 0.321 0.070 69.76 0.0070

8 1.0109 25 0.325 0.071 70.57 0.0071

12 1.0121 25 0.329 0.072 71.34 0.0071

16 1.0119 25 0.331 0.073 71.78 0.0072

20 1.0111 25 0.335 0.073 72.68 0.0073

24 1.0102 25 0.343 0.075 74.46 0.0074


(4)

47 Lampiran 10. Kandungan piperine formula larvasida pada temperatur

penyimpanan 40 oC

Lampiran 11. Kandungan piperine formula larvasida pada temperatur penyimpanan 50 oC

Hari Ke :

Berat sampel (gram)

Volume ( mL)

Abs Kadar piperine

mg ppm %

0 1.0115 25 0.315 0.069 68,30 .0068

4 1.0118 25 0.325 0.071 70,50 .0071

8 1.0101 25 0.329 0.072 71,42 .0071

12 1.0119 25 0.341 0.075 73,89 .0074

16 1.0114 25 0.356 0.078 77,10 .0077

20 1.0119 25 0.367 0.080 79,51 .0080

24 1.0105 25 0.398 0.087 86,19 .0086

28 1.0107 25 0.413 0.090 89,28 .0089

Hari Ke :

Berat sampel (gram)

Volume ( mL)

Abs Kadar piperine

mg ppm %

0 1.0112 25 0.315 0.069 68.39 0.0068

4 1.0106 25 0.412 0.090 89.04 0.0089

8 1.0104 25 0.517 0.113 111.50 0.0112

12 1.0116 25 0.575 0.125 123.72 0.0124

16 1.0109 25 0.627 0.136 134.82 0.0135

20 1.0103 25 0.711 0.155 152.83 0.0153

24 1.0109 25 0.715 0.155 153.82 0.0154


(5)

RINGKASAN

EVUL WINOTO LUKITO. Formulasi Larvasida Nabati Berbasis Minyak Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) Terstandar Sebagai Pencegah Penyakit Demam Berdarah Dengue. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO, IRMANIDA BATUBARA dan UPIK KESUMAWATI HADI.

Kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan satu di antara tanaman obat yang banyak terdapat di Kalimantan dan wilayah lain di Indonesia. Biji kamandrah banyak dimanfaatkan sebagai obat pencahar, racun ikan dan pembunuh jentik nyamuk. Daunnya digunakan sebagai obat penurun panas, sedangkan ranting dan batang sebagai pengusir nyamuk. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan formula larvasida nabati minyak biji kamandrah yang optimal dan efektif serta mendapatkan minyak kamandrah terstandar sebagai bahan baku produk larvasida nabati.

Hasil Uji fisiko kimia minyak biji kamandrah hasil budidaya di Sukabumi yaitu kadar air 0,33%, keasaman 0,09%, viskositas 4,1 cP, berat jenis 0,9425 g/mL, indeks bias 1,4788 serta kadar asam lemak bebas 1,65%. Hasil uji fisiko kimia minyak biji kamandrah hasil budidaya di Sukabumi lebih baik jika dibandingkan dengan minyak biji kamandrah tanpa budidaya dari Kalimantan dan Sukabumi. Kandungan zat aktif piperine pada minyak biji kamandrah hasil budidaya di Sukabumi sebesar 0,046 %, sedangkan minyak kamandrah tanpa budidaya dari Sukabumi dan Kalimantan masing-masing sebesar 0,043% dan 0,037%. Minyak kamandrah hasil budidaya Sukabumi mampu membunuh larva Ae. aegypti dengan LC50 sebesar 114,4 ppm, sedangkan minyak kamandrah tanpa budidaya dari Sukabumi dan Kalimantan masing- masing sebesar 125,2 ppm dan 212,9 ppm.

Formula larvasida nabati dengan kandungan minyak kamandrah sebesar 15% serta penggunaan gom arab sebagai emulsifier memberikan hasil yang paling efektif dengan LC50 24 jam sebesar 210,01 ppm. Penyimpanan formula pada temperatur 50 oC menyebabkan kandungan piperine dalam formula meningkat hingga 234 %. Uji durabilitas formula larvasida terhadap larva Ae. aegypti instar III menunjukkan bahwa penurunan potensi hingga di bawah 80 % terjadi pada hari ke 8 setelah aplikasi.


(6)

SUMMARY

EVUL WINOTO LUKITO. Biological Larvicides Formulation based on Standardized of Kamandrah’s (Croton tiglium L.) Seed Oil as Preventive of Dengue Haemorrhagic Fever. Supervised by DYAH ISWANTINI PRADONO, IRMANIDA BATUBARA and UPIK KESUMAWATI HADI.

Kamandrah (Croton tiglium L.) is one of the medicinal plants that grow extensively in Kalimantan and other regions in Indonesia. Kamandrah seeds have been much used as a laxative, fish poison and larvacide. The leaves are used as a antipyretic, while the branches and trunks as mosquito repellent. This study aimed to obtain the optimal formula of kamandrah seed as biological larvicides which are effective and safe, and to get standardized kamandrah oil as a raw material for biological larvicide products. The physico chemical analysis of kamandrah seed oil as a result of the cultivation in Sukabumi showed that the moisture content was 0.33 %, acidity 0.09 %, viscosity 4.1 cP, density 0.9425 g/mL, refractive index 1.4788 and free fatty acid 1.65 %. The results of physico-chemical test of kamandrah seed oil as a result of the cultivation in Sukabumi better when compared with kamandrah seed oil without cultivation from Kalimantan and Sukabumi. The content of the active substance piperine on kamandrah seed oil as a result of Sukabumi cultivation was 0.046 %, and kamandrah seed oil without cultivation from Sukabumi and Kalimantan was respectively 0.043 % and 0.037 %. The LC50 value of a 24 hour observation on kamandrah oil of Sukabumi cultivation was 114.4 ppm, while kamandrah oil without cultivation from Sukabumi and Kalimantan were respectively 125.2 ppm and 212.9 ppm. Formula with kamandrah oil content of 15% and the use of gum arabic as an emulsifier provided the most effective result with a 24 hour LC50 value of 210.01 ppm, Storage at 50 oC formula causes the formula piperine content increased to 234%. The durability test result of the larvicide formula against the 3rd instar larvae Ae. aegypti showed that the decreased potential of larvicides to below 80 % occurred on day 8 after application.