Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β Pankreas pada Tikus Diabetes Mellitus.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI
MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq.) TERHADAP PROFIL SEL
β PANKREAS PADA TIKUS MODEL DIABETES MELLITUS

TYAS NOORMALASARI H.

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian
Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β
Pankreas Pada Tikus Diabetes Mellitus adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Tyas Noormalasari H.
NIM B04110039

ABSTRAK
TYAS NOORMALASARI H. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni
(Swietenia mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β Pankreas pada Tikus Diabetes
Mellitus. Dibimbing oleh TUTIK WRESDIYATI dan ADI WINARTO.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak
etanol biji mahoni terhadap berat badan, jumlah konsumsi ransum, kadar glukosa
darah, dan jumlah sel β jaringan pankreas dan pulau Langerhans tikus model
diabetes mellitus. Penelitian ini menggunakan tikus jantan Rattus norvegicus galur
Sprague Dawley. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok: (i) kontrol
negatif (K-), (ii) kontrol positif/diabetes mellitus (DM) (K+), (iii) kelompok DM
yang diberi ekstrak etanol biji mahoni 500 mg/kgBB (EM), (iv) kelompok DM
yang diberi acarbose (KO), (v) kelompok non DM yang diberi ekstrak etanol biji
mahoni 500 mg/kgBB (KE). Kondisi DM didapatkan dengan induksi aloksan (110
mg/kgBB). Perlakuan diberikan selama 28 hari. Berat badan, jumlah konsumsi
ransum, dan kadar glukosa darah diukur selama perlakuan. Pada akhir perlakuan,

jaringan pankreas tikus diambil dan dilakukan analisis terhadap jumlah sel β
jaringan pankreas secara imunohistokimia. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa ekstrak etanol biji mahoni dapat meningkatkan berat badan, menurunkan
kadar glukosa darah, serta menghambat laju kerusakan sel β pulau Langerhans
jaringan pankreas tikus diabetes.
Kata kunci: Ekstrak etanol biji mahoni, diabetes mellitus, sel β pankreas,
pulau Langerhans, tikus putih

ABSTRACT
TYAS NOORMALASARI H. Effect of Ethanolic Mahogany Seed Extract on The
Profile of Pancreatic Beta Cells in Experimental Diabetic Rats. Supervised by
TUTIK WREDSDIYATI and ADI WINARTO.
The aim of this research was to analyze the effect of ethanol mahogany
seeds extract on body weight, total feed consumtion, blood glucose level, the
number of beta cells and the islets of Langerhans in the pancreatic tissue of
diabetic rats.This study used 25 male rats (Sprague Dawley). The rats were
divided into 5 groups: (i) negative control group (K-), (ii) positive control
group/diabetes mellitus (DM) (K+), (iii) DM group that was treated with 500
mg/kgBW of the ethanol mahagony seeds extract (EM), (iv) DM group that was
treated with acarbose (KO), and (v) non DM group that was treated with 500

mg/kgBW of the ethanol mahagony seed extract (KE). DM condition was obtained
by alloxan induction (110 mg/kgBW). The treatments were done for 28 days. Body
weight, total feed intake, and blood glucose level were measured during the
treatments. At the end of treatments, the pancreas tissues were then obtained and
analyzed for the number of beta cells. This study showed that ethanol Swietenia
mahagony seeds extract increased body weight, decrease blood glucose level and
inhibit the rate of pancreatic β cells damage in the experimental diabetic rats.
Keywords: Mahogany seed extract, diabetes mellitus, beta cells, islets of
Langerhans, rats

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI
MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq.) TERHADAP PROFIL SEL
β PANKREAS PADA TIKUS MODEL DIABETES MELLITUS

TYAS NOORMALASARI H.

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada

Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul

Nama
NRP

: Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia
mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β Pankreas pada Tikus
Diabetes Mellitus
: Tyas Noormalasari H.
: B04110039

Disetujui oleh


Prof Drh Tutik Wresdiyati, PhD, PAVet
Pembimbing I

Drh Adi Winarto, PhD, PAVet
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS,PhD,APVet
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik. Judul skripsi yang telah
dilaksanakan adalah “Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia
mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β Pankreas pada Tikus Diabetes Mellitus”.
Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas

akhir tahap sarjana (S1) di Fakultas Kedokteran Hewan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D,
PAVet dan Drh. Adi Winarto, Ph.D, PAVet selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Dr Drh Yudi, M.Si selaku dosen pembimbing
akademik atas bimbingan dan arahannya selama penulis mengikuti kegiatan
akademik. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Iwan dan Bapak
Maman, selaku staf Laboratorium Histologi FKH IPB, yang telah banyak
membantu dan memberikan saran selama penelitian. Terima kasih juga kepada
Dirjen DIKTI melalui Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Penelitian Dasar
untuk Bagian Tahun 2014 atas nama Prof Drh Tutik Wresdiyati, PhD, PAVet.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta (Papah,
Mamah, Dhike, dan Gugum) yang selalu memberikan semangat maupun doa
kepada penulis selama menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Tomi As’ad Ginanjar yang selalu memberikan
semangat, saran, dan motivasi kepada penulis. Terima kasih penulis sampaikan
kepada teman satu penelitian (Ka Eka, Rifa, Alam, Ajeng, Mimi, Andi) serta
kepada keluarga GANGLION (FKH 48) atas segala dukungan, bantuan, dan
semangatnya. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman
seperjuangan di Pendofo 55 dan Perwira 52 atas dukungan yang diberikan selama

ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, sehingga bimbingan dan arahan yang membangun sangat diharapkan demi
hasil penelitian yang lebih baik. Penulis ucapkan terimakasih kepada pihak yang
mendukung dan memberikan arahan kepada penulis. Semoga tulisan ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Juli 2015
Tyas Noormalasari H.

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Diabetes Mellitus

2

Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)

3

Pankreas

4

Insulin


4

Aloksan

4

METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5

Alat dan Bahan Penelitian

5

Prosedur


6

Analisis Statistik

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Badan dan Jumlah Konsumsi Ransum

8
8

Efek Hipoglikemik pada Tikus

10

Histomorfologi Pulau Langerhans

11

SIMPULAN DAN SARAN

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Gambar biji mahoni
Grafik berat badan tikus perlakuan
Grafik kadar glukosa darah tikus perlakuan
Fotomikrograf jumlah pulau Langerhans jaringan pankreas
tikus perlakuan yang diwarnai secara HE
Fotomikrograf sel β jaringan pankreas tikus perlakuan yang
diwarnai secara imunohistokimia

3
8
10
12
13

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Pembagian kelompok perlakuan uji in vivo
Jumlah konsumsi ransum pada tikus perlakuan selama 28 hari
Jumlah pulau Langerhans per lapang pandang pada jaringan
pankreas tikus perlakuan
Jumlah sel β pankreas per pulau Langerhans

6
9
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Hasil statistik jumlah konsumsi ransum tikus perlakuan
Hasil statistik jumlah pulau Langerhans per lapang pandang
jaringan tikus perlakuan
Hasil statistik jumlah sel β jaringan pankreas per pulau
Langerhans tikus perlakuan

16
17
18

1

PENDAHULUAN
Latar belakang
Diabetes Mellitus (DM) atau yang lebih dikenal dengan penyakit kencing
manis merupakan salah satu dari penyakit kronis yang mengancam kesehatan
umat manusia. Tingginya tingkat penderita penyakit DM di Indonesia sejalan
dengan peningkatan kemakmuran penduduk. Menurut International Diabetes
Federation (IDF), penderita DM di dunia mencapai 382 juta orang pada tahun
2013, sedangkan untuk penderita DM di Indonesia sendiri diperkirakan mencapai
8,5 juta orang (IDF 2013).
Diabetes mellitus diketahui sebagai suatu penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia atau meningkatnya kadar glukosa yang ada di
dalam darah karena terjadinya gangguan sekresi insulin, aktifitas dari insulin,
ataupun keduanya. Hiperglikemia yang berjalan kronis dapat berhubungan
dengan kerusakan fungsi atau kegagalan organ yang berbeda, terutama pada
mata, ginjal, saraf, hati, jantung, dan juga pembuluh darah (ADA 2014).
Menurut American Diabetes Association (2014), DM secara umum dapat
dibagi menjadi dua tipe, yaitu DM tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
dan DM tipe II (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus). Diabetes mellitus tipe
I biasanya dikarenakan kerusakan dari sel β. Penderita penyakit ini hanya sekitar
5 – 10% dari keseluruhan penderita DM, sedangkan DM tipe II diderita sekitar
90-95% dari keseluruhan penderita DM. Pada DM tipe II tidak terjadi kerusakan
autoimun sel β seperti halnya pada DM tipe I.
Penyakit DM ini juga dapat menyerang pet animal atau hewan peliharaan.
Kucing dan anjing merupakan hewan kesayangan yang sering dipelihara karena
kepandaian, keunikan, dan juga keindahan bulunya. Untuk menjaga dan
memelihara kesehatan hewan peliharaannya, salah satu langkah yang diambil
oleh pemilik adalah melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, namun di Indonesia
sendiri pemeriksaan rutin untuk DM belum menjadi prioritas. Diabetes mellitus
yang diderita kucing biasanya merupakan DM tipe II. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, selama tahun 2000-2004, jumlah kucing yang menderita
penyakit DM di Swedia berjumlah 21 per 10.000 ekor (Sallander et al. 2012).
Penelitian mengenai DM pada anjing dilakukan di Swedia pada tahun 1995-2004.
Berdasarkan hasil yang didapat, anjing yang dinyatakan menderita DM berjumlah
860 ekor dengan umur rata-rata 5-12 tahun (Fall et al. 2007). Penelitian mengenai
DM pada anjing dan kucing juga dilakukan di Amerika Serikat. Penelitian ini
dilakukan pada 834 pemilik hewan yang hewannya mengalami DM, terdiri dari
27% anjing dan 73% kucing (Aptekmann et al. 2014).
Sejauh ini penggunaan obat hipoglikemik maupun penyuntikan insulin
merupakan salah satu solusi untuk menanggulangi penyakit DM. Penggunaan obat
hipoglikemik maupun penyuntikan insulin ini memungkinkan terjadinya efek
samping (Lei et al. 2007), sehingga dibutuhkan alternatif
lain dengan
memanfaatkan tanaman atau bahan-bahan tradisional yang bersifat hipoglikemik.
Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai obat hipoglikemik
adalah biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.). Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Suryani et al. (2013) menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji

2
mahoni berpotensi untuk menurunkan kadar glukosa darah, peningkatan kadar
insulin, penurunan ekspresi TNF−α, dan memperbaiki kerusakan jaringan
pankreas pada tikus yang diinjeksi Multiple Low Dose-Streptozotocin (MLDSTZ). Selanjutnya dalam penelitian lain juga dilaporkan bahwa ekstrak etanol biji
mahoni bersifat hipoglikemik pada tikus DM yang diinduksi aloksan (Hasan et al.
2011) dan pada tikus hiperglikemia yang diinduksi sukrosa (Wresdiyati et al.
2015).
Wresdiyati et al. (2015) melaporkan bahwa ekstrak biji mahoni
mengandung senyawa kimia berupa flavanoid, saponin dan tripertenoid, dimana
senyawa flavanoid dan saponin bersifat hipoglikemik yang dapat menghambat
aktivitas enzim α−glukosidase. Senyawa flavanoid juga berpotensi sebagai
antioksidan alami yang dapat memperbaiki kerusakan jaringan. Apakah ekstrak
biji mahoni dapat menghambat kerusakan sel β pankreas, perlu diketahui sebagai
jawaban apakah terdapat jalur mekanisme lain sebagai agen hipoglikemik.
Perumusan Masalah
1. Apakah pemberian ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)
berpengaruh terhadap berat badan, konsumsi ransum dan kadar glukosa darah
pada tikus model diabetes?
2. Apakah pemberian ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)
mampu menghambat laju kerusakan pulau Langerhans dan sel β jaringan
pankreas pada tikus model diabetes?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis berat badan, jumlah konsumsi
ransum, kadar glukosa darah, jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β jaringan
pankreas tikus model DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini memberikan informasi bagi masyarakat dan instansi
terkait tentang khasiat biji mahoni sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut demi
perkembangan ilmu kesehatan dan kesejahteraan hewan dan umat manusia.

TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Mellitus
Diabetes merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia karena terjadi gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin, ataupun
keduanya. Diabetes dengan hiperglikemia kronis berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ terutama mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah. Beberapa proses patogen juga terlibat dalam

3
pengembangan diabetes mellitus. Kerusakan autoimun dari sel β pakreas yang
diikuti oleh defisiensi insulin akibat kelainan menyebabkan resistensi terhadap
tindakan insulin (ADA 2014).
Menurut American Diabetes Association (2014), DM diklasifikasikan
meliputi empat tipe klinis, yaitu : DM tipe I, DM tipe II, DM tipe spesifik lain,
dan juga gestasional DM. Diabetes Mellitus tipe I terjadi karena adanya kerusakan
dari sel β pankreas dan menyebabkan terjadinya defisiensi insulin yang absolut.
Penderita DM tipe I ini berkisar antara 5-10%. Diabetes Mellitus tipe II
merupakan hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif sehingga menjadi
latar belakang terjadinya resistensi insulin. Jumlah dari penderita DM tipe II ini
berkisar antara 90−95%.
Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)
Biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) mempunyai rasa pahit, bersifat
dingin dan juga beracun. Biji mahoni juga secara empiris sering dijadikan obat
oleh masyarakat karena dianggap memiliki efek seperti menghilangkan panas, anti
jamur, menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes
mellitus), kurang nafsu makan, rematik, demam, masuk angin dan eksim.
Sementara kulit batangnya digunakan untuk mengobati demam, sebagai tonikum
dan juga adstringen (Hariana 2008).
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, ekstrak etanol biji mahoni
memiliki kandungan senyawa kimia berupa flavanoid, saponin dan tripertenoid.
Kandungan flavanoid dan saponin pada ekstrak biji mahoni diketahui bersifat
hipoglikemik dan juga dapat menghambat aktifitas dari enzim α−glukosidase
(Wresdiyati et al. 2015).
Klasifikasi mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) menurut ITIS 2011:
Kingdom
Subkingdom
Infrakingdom
Superdivisi
Divisi
Subdivisi
Kelas
Superordo
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Plantae
: Tracheobionta
: Streptophyta
: Embryophyta
: Tracheophyta
: Spermatophytina
: Magnoliopsida
: Rosanae
: Sapindales
: Meliaceae
: Swietenia Jacq.
: Swietenia mahagoni Jacq.

A

B

Gambar 1 Biji mahoni dengan kulit (A), biji mahoni tanpa kulit (B).

4
Pankreas
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin terbesar dan kelenjar endokrin
terkecil di dalam tubuh. Organ ini terdiri dari beberapa kelompok sel yang dikenal
sebagai pulau Langerhans. Ukuran dan susunan dari susunan sel setiap pulau
Langerhans bervariasi sesuai dengan lokasi di dalam pankreas, spesies, dan usia.
Berdasarkan morfologi dan histokimia, pankreas terdiri dari empat jenis sel, yaitu
sel α, sel β, sel C dan sel δ (Samuelson 2007).
Sel α berfungsi dalam memproduksi glukagon yang berfungsi untuk
menekan insulin dengan meningkatkan pelepasan glukosa dari hati ketika kadar
glukosa darah rendah. Pada sapi, sel α berada di bagian pinggir pulau Langerhan,
sedangkan pada kuda berada pada bagian tengah. Sel β merupakan sel terbanyak
yang berada di dalam pankreas, berbentuk granul dan menghasilkan insulin. Sel C
merupakan sel yang jumlahnya relatif sedikit dari total populasi sel dalam
jaringan pankreas. Sel C merupakan sel muda yang akan berkembang menjadi
salah satu sel lain yang berada di dalam jaringan pankreas. Sel δ memiliki granul
yang lebih heterogen dalam ukuran dan juga kepadatan dibandingkan dengan sel α
dan sel β. Granul pada sel δ mengandung hormon somatostatin yang mampu
menghambat pelepasan glukagon dan insulin dari sel α dan sel β. Selain itu,
somatostatin juga berfungsi untuk menurunkan motilitas lambung pada saluran
pencernaan (Samuelson 2007).
Insulin
Insulin dihasilkan oleh sel β yang ada pada pulau Langerhans jaringan
pankreas. Ketika dikeluarkan, insulin akan menurunkan kadar glukosa darah
terutama melalui penyerapan selular glukosa oleh serat otot skeletal dan jaringan
adiposa yang juga menghambat hati untuk melepaskan glukosa. Insulin berfungsi
untuk mengambil glukosa dari sirkulasi darah menuju sel-sel tubuh. Apabila
insulin yang dihasilkan kurang, maka akan menyebabkan hiperglikemia dan
glikosuria yang berkelanjutan sehingga terjadi DM (Samuelson 2007).
Sintesis insulin ini diawali oleh salinan gen pada kromosom 11 dan
dikemas di dalam granul-granul sekretorik. Sekresi insulin diinduksi dengan
adanya perubahan kadar glukosa sehingga menyebabkan terjadinya reaksi intrasel
yang diikuti adanya perubahan rasio ATP/ADP. Perubahan tersebut memicu
terjadinya reaksi depolarisasi membran plasma. Selanjutnya Ca2+ ekstrasel akan
masuk ke dalam sel β yang berfungsi mengaktifkan eksositosis, namun hingga
saat ini masih banyak ditemui masalah baik dalam hal sintesis maupun sekresi
insulin yang menyebabkan kebutuhan insulin tubuh tidak terpenuhi (Banjarnahor
& Wangko 2012).
Aloksan
Aloksan merupakan glukosa analog beracun yang terakumulasi di dalam
sel β pankreas melalui transporter glukosa GLUT2. Kehadiran tiol intraseluler,
terutama glutathione menyebabkan aloksan menghasilkan reactive oxygen
species (ROS) dalam reaksi siklik redoks dengan menghasilkan asam dialurik.
Autoksidasi asam dialurik menghasilkan radikal superoksida, hidrogen peroksida

5
dan radikal hidroksil. Radikal hidroksil menyebabkan kematian sel-sel β yang
memiliki pertahanan oksidatif sangat rendah (Lenzen 2008).
Induksi aloksan merupakan cara yang banyak digunakan pada hewan
percobaan. Menurut Badole et al. (2007), aloksan dan senyawa diabetogenik
lainnya digunakan untuk membuat model hewan diabetes karena kemampuan
senyawa aloksan yang secara spesifik membuat kerusakan pada sel β pankreas.
Hasil penelitian pada tikus yang diinduksi aloksan menyatakan bahwa terjadi
kerusakan pada sel β dan jumlahnya juga berkurang, serta dikateterisasi dengan
kadar glukosa darah yang meningkat (hiperglikemia). Untuk gambaran
ultrastruktur pankreas didapatkan bahwa sekretori granula insulin berkurang,
pertautan antara sel asinar dan pulau Langerhans lepas, membran mitokondria
bocor (rupture), mitokondria kehilangan struktur krista, dan inti sel β mengalami
kariopiknotis (Suarsana et al. 2010).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Unit Pengelolaan Hewan Laboratotium (UPHL)
dan Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Farmakologi, dan Fisiologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan
dari bulan April 2014 sampai Februari 2015. Penelitian ini sudah mendapatkan
Ethical Approval Letter dengan persetujuan dari Animal Care and Use Committee
(ACUC) No: 14-2013 IPB.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu
lengkap, satu set alat bedah minor, glukometer, spuit, bak bedah, sarung tangan,
benang, silet, timbangan digital, pensil, label, kapas, cawan petri, gelas ukur, gelas
piala, kertas saring, aluminium foil, tissue bascet, inkubator, kamera digital,
mikrotom, mikroskop, blok kayu, mikropipet, vixer, beaker glass, cover glass,
sonde lambung, stopwatch, masker, lap, papan bedah, tissue embedding,dan
seperangkat alat pewarnaan histologi.
Bahan
Penelitian ini menggunakan hewan coba 25 ekor tikus jantan (Rattus
norvegicus), ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.), akuades,
aloksan, Bouin, alkohol (70%, 80%, 90%, 95%, dan alkohol absolut), xylol,
antibodi monoklonal insulin, PBS, diaminobenzidine (DAB), serum normal,
H2O2, antibodi sekunder terkonjugasi, parafin, object glass, cover glass, ketamin,
silasin, dan larutan fisiologis NaCl 0,9%.
Prosedur
Pembuatan Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)
Biji mahoni (swietenia mahagoni Jacq.) diperoleh dari daerah
Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Biji mahoni yang telah dibersihkan dan

6
dikeringkan, kemudian diblender hingga berbentuk serbuk (simplisia).
Selanjutnya simplisia dimasukkan ke dalam botol yang telah berisi pelarut etanol
96% dan dimaserasi hingga diperoleh maserat yang jernih. Kemudian maserat
diuapkan menggunakan vakum evaporator pada suhu ± 40°C sampai diperoleh
ekstrak etanol yang kental.
Uji In Vivo pada Tikus Model Diabetes
Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley
(SD) dengan umur 10-12 minggu dan berat badan 150-200 gram, yang diperoleh
dari Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL) Fakultas Kedokteran Hewan
IPB. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana
tikus dibagi secara random menjadi 5 kelompok. Perlakuan yang diberikan adalah
sebagai berikut:
Tabel 1 Pembagian kelompok perlakuan uji in vivo
Kelompok
Perlakuan Uji In Vivo
Kontrol Negatif (K-)
Non DM + Akuades
Kontrol Positif (K+)
DM + Akuades
Perlakuan (EM)
DM + Ekstrak etanol biji mahoni 500 mg/Kg BB
Kontrol Obat (KO)
DM + Acarbose 2 mg/Kg BB
Kontrol Ekstrak (KE) Non DM + Ekstrak etanol biji mahoni 500 mg/Kg BB
Keterangan: DM= Diabetes Mellitus
Perlakuan terhadap tikus DM (kecuali K- dan KE) dengan diinduksi
aloksan dosis 110 mg/Kg BB yang diinjeksi secara intraperitoneal. Kemudian
pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan glukometer dua
hari setelah diinduksi aloksan. Tikus dengan kadar glukosa darah diatas 200
mg/dL3 dinyatakan menderita DM.
Selanjutnya setiap kelompok (Tabel 1) diberi perlakuan selama 28 hari
(Wresdiyati et al. 2010) dan dilakukan pengukuran rutin kadar glukosa darah
setiap empat hari sekali, penimbangan bobot ransum pakan dilakukan setiap hari
dan penimbangan berat badan tikus dilakukan setiap empat hari. Pengambilan
organ pankreas dilakukan pada hari ke-29 dengan mengorbankan tikus perlakuan.
Tikus dibius menggunakan kombinasi ketamin (75 mg/kgBB) dan silasin (8
mg/kgBB), selanjutnya jaringan pankreas tikus percobaan diambil.

Pemrosesan Jaringan Pankreas
Jaringan pankreas yang telah disampling kemudian difiksasi dalam larutan
fiksatif Bouin selama 24 jam. Kemudian jaringan di-dehidrasi menggunakan
alkohol konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 95% hingga alkohol absolut I, II,
dan III) dan dilanjutkan dengan tahap penjernihan (clearing) jaringan dalam
larutan xylol (xylol I, II, dan III). Selanjutnya jaringan di-infiltrasi dalam parafin
(parafin I, II, dan III) yang dilakukan dalam oven dengan suhu 65−75°C dan
dilakukan penanaman (embedding) jaringan dalam cetakan parafin. Blok jaringan
dipotong (sectioning) dengan ketebalan 4 µm menggunakan mikrotom. Hasil
potongan jaringan berupa pita potongan ditempel pada gelas objek. Untuk

7
pewarnaan imunohistokimia gelas objek dilem dengan 0,2% neofren® dalam
toluen, selanjutnya dilakukan tahap pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) dan
pewarnaan imunohistokimia terhadap sel β pankreas.
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) (Kiernan 1990)
Proses awal dari pewarnaan ini adalah deparafinisasi dengan xylol yang
bertujuan untuk menghilangkan parafin pada jaringan. Dimulai dari memasukkan
jaringan ke xylol III , II , dan I selama 3 menit. Langkah selanjutnya adalah proses
rehidrasi yang bertujuan mengembalikan cairan ke dalam jaringan dengan
menggunakan larutan alkohol. Proses rehidrasi dilakukan dengan memasukkan
jaringan ke dalam alkohol absolut III, II, I lalu dimasukkan ke dalam alkohol
95%, 90%, 80%, 70% selama 3 menit. Langkah terakhir adalah memasukkan
jaringan ke dalam akuades selama 10 menit.
Jaringan dimasukkan ke dalam larutan pewarna hematoksilin selama 2
menit. Sediaan jaringan kembali direndam dalam air kran selama 10 menit dan
selanjutnya aquadest selama 5 menit. Pewarnaan kembali dilanjutkan dengan
memasukkan sediaan ke dalam pewarna eosin selama 2 menit, setelah itu
jaringan kembali direndam dalam aquadest selama 5 menit.
Tahapan selanjutnya adalah dehidrasi agar jaringan menjadi awet dengan
cara menarik air dari jaringan. Sediaan jaringan dicelupkan 2−3 kali secara
berurutan ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 95% dan absolut I, selanjutnya
direndam ke dalam absolut II dan III masing-masing 1 menit. Proses terakhir
adalah penjernihan (clearing) yang dilakukan dengan memasukkan sediaan
jaringan ke dalam larutan xylol I dan xylol II masing-masing 1 menit kemudian
xylol III selama 3 menit. Proses selanjutnya adalah mounting atau penutupan
sediaan dengan menggunakan cover glass dan entelan sebagai perekat.
Pewarnaan Immunohistokimia (Wresdiyati et al. 2014)
Prinsip dari pewarnaan imunohistokimia adalah ikatan antigen dengan
antibodi. Proses awal dari pewarnaan ini adalah deparafinisasi dengan xylol yang
bertujuan untuk menghilangkan parafin pada jaringan. Dimulai dari memasukkan
jaringan ke xylol III, II, dan I selama 3 menit. Langkah selanjutnya adalah proses
rehidrasi yang bertujuan mengembalikan cairan ke dalam jaringan dengan
menggunakan larutan alkohol. Proses rehidrasi dilakukan dengan memasukkan
jaringan ke dalam alkohol absolut III, II, I masing-masing selama 3 menit,
kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 95%, 90%, 80%, 70% selama 3 menit.
Langkah terakhir adalah memasukkan jaringan ke dalam mili-Q selama 3 menit.
Selanjutnya dilakukan inaktivasi peroksidase endogen dengan cara
merendam potongan jaringan di dalam campuran H2O2 3% dengan metanol
selama 15 menit, lalu dicuci dengan menggunakan PBS. Jaringan kemudian
diinkubasi dengan cara meneteskan normal serum 10% selama 45−60 menit
dalam inkubator, kemudian dicuci kembali menggunakan PBS. Jaringan
diinkubasi dengan meneteskan background sniper selama 15 menit dalam
inkubator, lalu dicuci dengan menggunakan PBS.
Langkah selanjutnya adalah meneteskan monoclonal anti-insulin antibody
(SIGMA I-2018) produced in mouse, selama 24 jam di dalam refrigerator lalu
dicuci kembali menggunakan PBS. Preparat dikeluarkan dari refrigerator dan
diinkubasi dengan meneteskan Trekkie Universal Link selama 20 menit di

8
inkubator lalu dibilas dengan PBS. Proses inkubasi dilanjutkan dengan
meneteskan Trek Avidin-HRP selama 10 menit dalam inkubator dan dibilas
menggunakan PBS. Hasil reaksi antigen dan antibodi divisualisasikan dengan
meneteskan diamino benzidine (DAB) selama 1 menit dan dicuci dengan destilled
water (DW). Selanjutnya jaringan di counterstain dengan meneteskan
hematoxylin selama 10 detik.
Tahapan selanjutnya adalah dehidrasi agar jaringan menjadi awet dengan
cara menarik air dari jaringan. Sediaan jaringan dicelupkan 2-3 kali secara
berurutan ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 95% dan absolut I, selanjutnya
direndam ke dalam absolut II dan III masing-masing 1 menit. Proses terakhir
adalah penjernihan (clearing) yang dilakukan dengan memasukkan sediaan
jaringan ke dalam larutan xylol I dan xylol II masing-masing 1 menit kemudian
xylol III selama 3 menit. Proses selanjutnya adalah mounting atau penutupan
sediaan dengan menggunakan cover glass dan entelan sebagai perekat.
Analisis Statistik
Hasil perhitungan jumlah konsumsi pakan, jumlah pulau Langerhans, dan
jumlah sel β jaringan pankreas dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA),
apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel &
Torrie 1990).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Badan dan Jumlah Konsumsi Ransum Tikus
Perlakuan pada setiap kelompok tikus penelitian dilakukan selama 28
hari. Salah satu pengamatan yang dilakukan adalah perubahan berat badan tikus.
Grafik perubahan berat badan tikus dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Grafik berat badan pada tikus perlakuan. K- = kontrol negatif; K+ =
DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose;
KE = non DM + ekstrak biji mahoni.

9
Berdasarkan Gambar 2 didapatkan hasil bahwa tikus kelompok K+
memiliki berat badan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Kelompok K+ merupakan tikus diabetes atau kontrol positif DM melalui induksi
aloksan. Kondisi tersebut menyebabkan glukosa yang ada pada sirkulasi darah
tidak dapat masuk ke dalam sel dan tidak dapat disimpan dalam bentuk glikogen
di otot dan hati sehingga mengakibatkan lambatnya pertumbuhan berat badan
pada tikus perlakuan.
Berat badan kelompok K- dan KE lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok K+, EM dan KO. Kelompok K- dan KE tidak mengalami kondisi DM
karena tidak diinduksi oleh aloksan. Kelompok EM dan KO juga mengalami
pertumbuhan berat badan namun tidak se-optimal seperti peningkatan berat badan
pada kelompok K-. Peningkatan tersebut menunjukkan kemungkinan adanya
perbaikan kondisi jaringan pankreas tikus karena pemberian ekstrak etanol biji
mahoni dan pemberian acarbose. Perbaikan jaringan pankreas menyebabkan
produksi insulin meningkat, sehingga glukosa dapat diserap oleh sel-sel tubuh dan
disimpan dalam bentuk glikogen di otot dan hati. Hal ini memicu terjadinya
kenaikan berat badan. Pengukuran konsumsi ransum tikus selama 28 hari
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah konsumsi ransum pada tikus perlakuan selama 28 hari
Kelompok
Jumlah Konsumsi Ransum
K621,2 ± 4,64a
K+
788,2 ± 5,27b
EM
711,2 ± 4,57ab
KO
787,2 ± 5,15 b
KE
663,6 ± 4,27ab
K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose;
KE = non DM + ekstrak biji mahoni. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata (p0,05) dengan kelompok K+.

Berdasarkan Tabel 2, hasil analisis statistik (ANOVA) terhadap jumlah
konsumsi ransum pada tikus perlakuan memperlihatkan bahwa jumlah konsumsi
ransum pada kelompok K+ secara nyata (p0,05) dengan kelompok K- dan juga kelompok K+. Hal tersebut
menunjukkan pemberian ekstrak etanol biji mahoni kemungkinan memiliki efek
menghambat kerusakan pankreas pada tikus DM. Kondisi tersebut mungkin dapat
meningkatkan produksi insulin sehingga glukosa dari ransum yang dikonsumsi
dapat masuk ke dalam sel tubuh dan disimpan sebagai glikogen. Hal ini memicu

10
terjadinya kenaikan berat badan tikus walaupun belum se-optimal kelompok K(Gambar 2).
Kelompok KO memiliki jumlah konsumsi ransum yang berbeda nyata
(P0,05) dengan kelompok K+. Pemberian acarbose kemungkinan dapat
meningkatkan sedikit produksi insulin seperti halnya dengan kelompok EM yang
diberi ekstrak etanol biji mahoni. Hal tersebut menyebabkan kenaikan berat badan
yang menyerupai kelompok EM (Gambar 2). Jumlah konsumsi ransum kelompok
KE tidak berbeda nyata dengan kelompok K-, tetapi pertumbuhan berat badan
kelompok KE belum optimal seperti kelompok K-. Kelompok KE merupakan
kelompok tikus non DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni. Pemberian
ekstrak tersebut pada tikus non DM dapat menghambat aktivitas enzim αglukosidase (Wresdiyati et al. 2015) dan menghambat penyerapan glukosa di usus
(Wu et al. 2012) sehingga berpengaruh terhadap penurunan berat badan tikus.
Efek Hipoglikemik pada Tikus
Kadar glukosa darah setiap kelompok tikus perlakuan dicatat setiap 4 hari
sekali selama 28 hari. Hasil pencatatan kadar glukosa darah disediakan dalam
bentuk Grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3

Grafik kadar glukosa darah pada tikus perlakuan. K- = kontrol
negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO =
DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni.

Kadar glukosa darah pada kelompok K- dan KE berdasarkan Gambar 3
menunjukkan nilai yang stabil. Hal tersebut dikarenakan kelompok K- dan KE
merupakan tikus non DM yang tidak mengalami kerusakan jaringan pankreas
akibat induksi aloksan. Kadar glukosa darah kelompok tikus DM yang diberi
ekstrak etanol biji mahoni (EM) menunjukkan penurunan kadar glukosa darah
menuju kadar normal. Berdasarkan penelitian Wresdiyati et al. (2015), penurunan
kadar glukosa darah tersebut dikarenakan senyawa aktif ekstrak etanol biji mahoni

11
seperti flavanoid dan saponin bersifat hipoglikemik. Suryani et al. (2013) juga
melaporkan bahwa te rjadi penurunan kadar glukosa darah setelah pemberian
ekstrak metanol biji mahoni pada tikus DM.
Penurunan kadar glukosa darah juga terjadi pada tikus DM yang diberi
acarbose. Hal tersebut dikarenakan acarbose memiliki peran yang sama dengan
flavanoid pada ekstrak etanol biji mahoni, yaitu sebagai inhibitor enzim αglukosidase (Sivakumar et al. 2012) sehingga menurunkan kadar glukosa darah
pada kelompok tikus DM.
Mekanisme ekstrak etanol biji mahoni dalam menurunkan kadar glukosa
darah kemungkinan berhubungan dengan kondisi sel β pulau Langerhans jaringan
pankreas dan produksi insulinnya. Untuk mengetahui hal tersebut, diperlukan
pengamatan terhadap histologi pulau Langerhans.
Histomorfologi Pulau Langerhans
1. Jumlah Pulau Langerhans Jaringan Pankreas Tikus
Jumlah pulau Langerhans jaringan tikus pankreas dapat diketahui melalui
pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). Pengamatan yang dilakukan adalah dengan
menghitung jumlah pulau Langerhans per lapang pandang pada perbesaran lensa
objektif mikroskop 10x. Hasil perhitungan jumlah pulau Langerhans per lima
lapang pandang pada jaringan pankreas tikus tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah pulau Langerhans per lapang pandang pada jaringan pankreas
tikus perlakuan
Kelompok
KK+
EM
KO
KE

Jumlah Pulau Langerhans
3,10 ± 0,99b
0,80 ± 0,63a
2,50 ± 1,35b
1,50 ± 0,53a
3,00 ± 1,15b

K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose;
KE = non DM + ekstrak biji mahoni. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata (p

Dokumen yang terkait

Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Tumbuhan Mahoni (Swietenia mahogani Jacq)

11 84 62

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih

0 39 69

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) Terhadap Glukosa Darah Dan Kadar Superoksida Dismutase (Sod) Pada Mencit Hiperglikemia Secara In Vivo

17 95 129

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) pada jaringan Hati dan Ginjal Tikus Model Diabetes: Studi Imunohistokimia

2 7 56

Gambaran Spermatogenesis dan Superoksida Dismutase pada Testis Tikus Model Diabetes yang Diberi Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.).

0 2 33

Pemberian Minuman Kopi dengan Penambahan Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) pada Tikus Wistar yang Diinduksi Aloksan

0 3 32

Gambaran Histopatologi Organ Hati Dan Ginjal Pada Tikus Model Diabetes Dengan Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia Mahagoni Jacq.).

0 3 30

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq) TERHADAP KADAR ALT Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Kadar Alt (Alanin aminotransferase) Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Yan

0 1 13

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq) TERHADAP KADAR ALT Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Kadar Alt (Alanin aminotransferase) Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Yang

0 0 15

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH

1 0 69