Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) Terhadap Glukosa Darah Dan Kadar Superoksida Dismutase (Sod) Pada Mencit Hiperglikemia Secara In Vivo

(1)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NANAS

(Ananas comosus (L.) Merr.) TERHADAP GLUKOSA DARAH

DAN KADAR SUPEROKSIDA DISMUTASE (SOD) PADA

MENCIT HIPERGLIKEMIA SECARA IN VIVO

SKRIPSI

OLEH:

ANINDITHA RACHMAH RAMADHIANI

NIM 131524006

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NANAS

(Ananas comosus (L.) Merr.) TERHADAP GLUKOSA DARAH

DAN KADAR SUPEROKSIDA DISMUTASE (SOD) PADA

MENCIT HIPERGLIKEMIA SECARA IN VIVO

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ANINDITHA RACHMAH RAMADHIANI

NIM 131524006

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NANAS

(Ananas comosus (L.) Merr.) TERHADAP GLUKOSA DARAH

DAN KADAR SUPEROKSIDA DISMUTASE (SOD) PADA

MENCIT HIPERGLIKEMIA SECARA IN VIVO

OLEH:

ANINDITHA RACHMAH RAMADHIANI

NIM 131524006

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas FarmasiUniversitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 3 September 2015 Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing I

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195301011983031004

Dosen Pembimbing II

D NIP 197506102005012003

Medan, September 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan

Dr. Masfria, M. S., Apt. NIP 1957072319860012001

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP195103261978022001

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195301011983031004

Marianne, S.Si, M.Si, Apt. NIP 198005202005012006

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dankaruniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) Terhadap Glukosa Darah Dan Kadar Superoksida Dismutase (SOD) Pada Mencit Hiperglikemia Secara In Vivo”, yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb, M. Si., Apt. yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., dan Wakil Dekan IIbu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan. Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fitokimia dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Farmakologi yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan membantu selama penelitian. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritikan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Bapak Dadang Irfan


(5)

v

Husori, S. Si., M. Sc., Apt. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama masa pendidikan

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada orang tua, Ayahanda Drs. Suparman, M. Si dan Ibunda Tita Aryani, S. Pd tercinta, atas doa dan dukungan baik moril maupun materil, adik-adik tersayang Amallia Rachma Sari dan MC. Aulia Rahman, keluarga besar, teman-teman seperjuangan Palembangsss 2013, teman-teman Farmasi Ekstensi stambuk 2012, stambuk 2013 dan stambuk 2014 serta pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang memberikan doa, dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, September 2015 Penulis,

Aninditha Rachmah R NIM 131524006


(6)

vi

PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NANAS (Ananas

comosus (L.) Merr.) TERHADAP GLUKOSA DARAH DAN KADAR

SUPEROKSIDA DISMUTASE (SOD) PADA MENCIT HIPERGLIKEMIA SECARA IN VIVO

ABSTRAK

Pengobatan diabetes mellitus seperti penggunaan insulin dan obat antidiabetes oral harganya relatif lebih mahal karena penggunaannya dalam jangka waktu lama dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu dicari obat yang efektif, efek samping yang relatif rendah dan harga yang relatif murah. Salah satunya adalah menggunakan bahan alam seperti kulit buah nanas Ananas comosus (L.) Merr.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol kulit buah nanas terhadap penurunan glukosa darah dan kadar superoksida dismutase mencit hiperglikemia yang diinduksi aloksan secara in vivo.

Penelitian ini meliputi penyiapan sampel (pengambilan sampel, identifikasi sampel, pembuatan simplisia), pemeriksaan karakteristik simplisia, skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak, pemeriksaan aktivitas penurunan kadar glukosa darah pada mencit dan dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar superoksida dismutase pada pankreas mencit dengan metode perbandingan intensitas warna yang bereaksi setelah dilakukan pewarnaan imunohistokimia. Pengujian ini menggunakan 30 ekor mencit dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri dari 1 kelompok normal (tanpa perlakuan) dan 5 kelompok yang diinduksi aloksan dosis 160 mg/kg bb secara intraperitonial. Mencit yang diabetes dibagi dalam kelompok yang diberi natrium carboxy methyl cellulose (Na-CMC) 0,5%, kelompok yang diberi ekstrak etanol kulit buah nanas dengan dosis masing-masing 125 mg/kg bb, 250 mg/kg bb dan 500 mg/kg bb dan kelompok yang diberi metformin dosis 65 mg/kg bb. Setiap kelompok diberi sediaan uji secara peroral selama 14 hari berturut-turut. Selanjutnya, dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan hari ke-15. Pada hari ke-15 Mencit dibedah dan diambil pankreasnya, lalu dilakukan pemeriksaan kadar superoksida dismutase dengan metode pewarnaan imunohistokimia.

Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol kulit buah nanas dosis 125 mg/kg bb, 250 mg/kg bb, dan 500 mg/kg bb memberikan penurunan kadar glukosa darah yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol natrium carboxy methyl cellulose (CMC). Pemberian ekstrak etanol kulit buah nanas dosis 250 mg/kg bb tidak berbeda nyata dengan pemberian metformin dosis 65 mg/kg bb dan terjadi peningkatan kadar superoksida dismutase seiring dengan pemberian ekstrak etanol kulit buah nanas. Intensitas warna tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan hewan coba yang diberi ekstrak etanol kulit buah nanas dosis 250 mg/kg bb.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol kulit buah nanas dapat digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah mencit hiperglikemia dan meningkatkan kadar superoksida dismutase dengan dosis efektif 250 mg/kg bb.

Kata kunci : aloksan, diabetes mellitus, superoksida dismutase, kulit buah nanas Ananas comosus (L.) Merr.


(7)

vii

THE EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF PINEAPPLE (Ananas

comosus (L.) Merr.) PEEL ON BLOOD GLUCOSE LEVELS AND

SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) TO HYPERGLYCEMIC MICEIN

VIVO

ABSTRACT

Treatment of diabetes mellitus such as the use of insulin and oral antidiabetic drugs are relatively more expensive because of its use in the long term and it can cause unwanted side effects. Therefore, it is necessary to find effective drugs, that have relatively low side effects and low price. One of them is by using natural materials such as pineapple Ananas comosus (L.) Merr. peel.

This study aims to test the effect of ethanol extract of pineapple peel on blood glucose levels and the levels of superoxide dismutase to hyperglycemic micealloxan-induced in vivo.

This study included sample preparation (sampling, sample identification, simplicia making), characterization of simplicia, phytochemistry screening of simplicia, extract making, the measurement of decreasing blood glucose levels in mice and continued with the examination of superoxide dismutase in the pancreas of mice with color intensity comparison method reacts after immunohistochemical staining. Thirty mice were divided into six groups consist of one normal group (without treatment) and 5 groups of alloxan induced a dose of 160 mg/kg bw by intraperitoneal. Diabetic mice were divided into groups that was given carboxy methyl cellulose natrii 0.5%, the group was given ethanol extract of pineapple peel with each dose of 125 mg/kg bw, 250 mg/kg bw and 500 mg/kg bw and metformin dose group was given 65 mg/kg bw. Each group was given the test preparation orally for 14 days. Furthermore, blood glucose levels was measured on day 3, 5, 7, 9, 11, 13, and day 15. On day 15 mice were dissected and the pancreas were taken and the superoxide dismutase was examined by immunohistochemical staining methods.

ANOVA analysis results indicated that administration of ethanol extract of pineapple peel dose of 125 mg/kg bw, 250 mg/kg bw, and 500 mg/kg bw showed the differences of blood glucose levels decreasing significantly compared with control group of carboxy methyl cellulose. Ethanol extract of pineapple peel administration of a dose of 250 mg/kg bw was not significantly different compared with metformin group dose of 65 mg/kg bw. Superoxide dismutase levels increased with ethanol extract of pineapple peel administration. The highest color intensity was showed by group ethanol extract of pineapple peel dose of 250 mg/kg bw.

Based on the data it can be concluded that the ethanol extract of pineapple peel can be used to reduce blood glucose levels to hyperglycemic mice and increase levels of superoxide dismutase with an effective dose of 250 mg/kg bw. Keywords: alloxan, diabetes mellitus, superoxide dismutase, pineapple peel Ananas comosus (L.) Merr.


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Uraian Tanaman ... 7

2.1.1 Sistematika Tanaman ... 7

2.1.2 Nama Daerah ... 8


(9)

ix

2.1.4 Kandungan Kimia ... 8

2.1.5 Khasiat Tanaman ... 8

2.2 Ekstraksi ... 9

2.2.1 Cara dingin ... 9

2.2.2 Cara panas ... 9

2.3 Diabetes Mellitus ... 10

2.4 Klasifikasi Diabetes Mellitus ... 11

2.5 Manifestasi Klinik Diabetes Mellitus ... 12

2.6 Manajemen Pengobatan Diabetes Mellitus ... 12

2.7 Pankreas ... 15

2.8 Insulin ... 15

2.9 Aloksan ... 16

2.10 Antioksidan ... 18

2.11 Superoksida Dismutase ... 19

2.12 Imunohistokimia ... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 24

3.1 Lokasi Penelitian ... 24

3.2 Alat dan Bahan ... 24

3.2.1 Alat ... 24

3.2.2 Bahan ... 25

3.2.3 Hewan Uji ... 25

3.3 Pembuatan Pereaksi ... 25

3.3.1 Pereaksi Bouchardat ... 25


(10)

x

3.3.3 Pereaksi Mayer ... 26

3.3.4 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% ... 26

3.3.5 Pereaksi Molisch ... 26

3.3.6 Pereaksi Timbal II Asetat ... 26

3.3.7 Pereaksi Asam Klorida 2N ... 26

3.3.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2N ... 26

3.3.9 Pereaksi Asam Sulfat 2N ... 27

3.3.10 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 27

3.3.11 Larutan Kloralhidrat ... 27

3.4Prosedur Kerja ... 27

3.4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 27

3.4.1.1 Pengumpulan Bahan Tanaman ... 27

3.4.1.2 Identifikasi Tanaman ... 27

3.4.1.3 Pembuatan Simplisia ... 27

3.4.1.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 28

3.4.2 Skrining Fitokimia ... 30

3.4.2.1 Pemeriksaan Flavonoid ... 30

3.4.2.2 Pemeriksaan Alkaloid ... 31

3.4.2.3 Pemeriksaan Saponin ... 31

3.4.2.4 Pemeriksaan Tanin ... 31

3.4.2.5 Pemeriksaan Glikosida ... 32

3.4.2.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... 32

3.4.2.7 Pemeriksaan Glikosida Antrakuinon ... 33

3.4.3Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (EEKBN) ... 33


(11)

xi

3.4.4 Penyiapan Hewan Uji ... 33

3.4.5 Pembuatan Larutan Uji ... 34

3.4.5.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5% ... 34

3.4.5.2 Pembuatan Aloksan ... 34

3.4.5.3 Pembuatan Suspensi Glibenklamid ... 34

3.4.5.4 Pembuatan Suspensi Metformin ... 34

3.4.5.5 Pembuatan Suspensi EEKBN ... 35

3.5 Pengujian Efek Antidiabetes EEKBN ... 35

3.5.1 Penggunaan Blood Gluco Test Meter “GlucoDrTM” ... 35

3.5.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD) ... 36

3.5.3 Uji Pendahuluan ... 36

3.5.4 Pengujian Efek Antidiabetes EEKBN Induksi Aloksan .. 37

3.6 Pengambilan Sampel Organ Pankreas Mencit ... 38

3.7 Pemeriksaan Histologi Jaringan Organ Pankreas Mencit dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) ... 38

3.7.1 Pembuatan Preparat Blok Parafin ... 38

3.7.2 Pewarnaan Hematoxylin Eosin ... 39

3.8 Pemeriksaan Kadar SOD (Superoksida Dismutase) pada Pankreas Mencit dengan Metode Pewarnaan Imunohistokimia ... 39

3.8.1 Pembuatan Preparat Blok Parafin ... 40

3.8.2 Pengerjaan Pulasan Antibodi SOD ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Identifikasi Tanaman ... 43

4.2 Karakteristik Simplisia ... 43


(12)

xii

4.2.2 Identifikasi Mikroskopis ... 43

4.2.3 Karakteristik Simplisia ... 43

4.3 Skrining Fitokimia ... 45

4.4 Aktifitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas ... 46

4.4.1 Uji Pendahuluan Dengan Metode Uji Toleransi Glukosa ... 46

4.4.2 Aktifitas Antidiabetes dengan Metode Aloksan ... 49

4.5 Pemeriksaan Histopatologi Pankreas Mencit ... 61

4.6 Pemeriksaan Kadar SOD pada Pankreas Mencit ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Penelitian terdahulu tentang nanas ... 3

4.1 Hasil karakteristik simplisia kulit buah nanas ... 44

4.2 Hasil Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak kulit buah nanas ... 45

4.3 Pengukuran KGD rata-rata metode uji toleransi glukosa setelah perlakuan ... 47

4.4 Data persentase penurunan KGD uji toleransi glukosa ... 48

4.5 Hasil rata-rata KGD mencit setelah puasa selama 18 jam sebelum diinduksi aloksan ... 50

4.6 Hasil rata-rata KGD mencit setelah diinduksi aloksan dosis 160 mg/kg BB ... 51

4.7 Persentase penurunan KGD rata-rata hari ke-3 ... 52

4.8 Persentase penurunan KGD rata-rata hari ke-5 ... 53

4.9 Persentase penurunan KGD rata-rata hari ke-7 ... 54

4.10 Persentase penurunan KGD rata-rata hari ke-9 ... 55

4.11 Persentase penurunan KGD rata-rata hari ke-11 ... 56

4.12 Persentase penurunan KGD rata-rata hari ke-13 ... 58


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 6 2.1 Mekanisme pertahanan antioksidan endogen superoksida

dismutase, katalase dan glutation peroksidase terhadap

radikal bebas ... 19 4.2 Grafik KGD rata-rata mencit setelah perlakuan induksi

aloksan ... 61 4.3 Gambaran histologi pankreas mencit dengan pewarnaan

Hematoxylin dan Eosin ... 62 4.4 Gambaran histologi pankreas mencit dengan pewarnaan


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Identifikasi sampel ... 74

2. Rekomendasi persetujuan etik penelitian ... 75

3. Gambar nanas segar ... 76

4. Karakteristik kulit buah nanas ... 77

5. Hasil pemeriksaan mikroskopis serbuk simplisia kulit buah nanas ... 78

6. Bagan alur penelitian ... 79

7. Bagan alur pengukuran aktivitas antidiabetes ... 80

8. Perhitungan hasil karakterisasi serbuk simplisia kulit buah nanas ... 81

9. Perhitungan hasil karakterisasi ekstrak etanol kulit buah nanas ... 86

10. Contoh perhitungan dosis ... 89

11. Data pengukuran KGD mencit metode induksi aloksan ... 92

12. Data persentase penurunan KGD mencit ... 98

13. Data pengukuran rata-rata KGD mencit setelah perlakuan induksi aloksan ... 103

14. Data persentase penurunan rata-rata KGD mencit setelah perlakuan induksi aloksan ... 104

15. Alat-alat yang digunakan ... 105

16. Gambaran Histologi pankreas mencit dengan pewarnaan Imunohistokimia Zn-SODdengan pengamatan dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x10 ... 107


(16)

vi

PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NANAS (Ananas

comosus (L.) Merr.) TERHADAP GLUKOSA DARAH DAN KADAR

SUPEROKSIDA DISMUTASE (SOD) PADA MENCIT HIPERGLIKEMIA SECARA IN VIVO

ABSTRAK

Pengobatan diabetes mellitus seperti penggunaan insulin dan obat antidiabetes oral harganya relatif lebih mahal karena penggunaannya dalam jangka waktu lama dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu dicari obat yang efektif, efek samping yang relatif rendah dan harga yang relatif murah. Salah satunya adalah menggunakan bahan alam seperti kulit buah nanas Ananas comosus (L.) Merr.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol kulit buah nanas terhadap penurunan glukosa darah dan kadar superoksida dismutase mencit hiperglikemia yang diinduksi aloksan secara in vivo.

Penelitian ini meliputi penyiapan sampel (pengambilan sampel, identifikasi sampel, pembuatan simplisia), pemeriksaan karakteristik simplisia, skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak, pemeriksaan aktivitas penurunan kadar glukosa darah pada mencit dan dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar superoksida dismutase pada pankreas mencit dengan metode perbandingan intensitas warna yang bereaksi setelah dilakukan pewarnaan imunohistokimia. Pengujian ini menggunakan 30 ekor mencit dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri dari 1 kelompok normal (tanpa perlakuan) dan 5 kelompok yang diinduksi aloksan dosis 160 mg/kg bb secara intraperitonial. Mencit yang diabetes dibagi dalam kelompok yang diberi natrium carboxy methyl cellulose (Na-CMC) 0,5%, kelompok yang diberi ekstrak etanol kulit buah nanas dengan dosis masing-masing 125 mg/kg bb, 250 mg/kg bb dan 500 mg/kg bb dan kelompok yang diberi metformin dosis 65 mg/kg bb. Setiap kelompok diberi sediaan uji secara peroral selama 14 hari berturut-turut. Selanjutnya, dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan hari ke-15. Pada hari ke-15 Mencit dibedah dan diambil pankreasnya, lalu dilakukan pemeriksaan kadar superoksida dismutase dengan metode pewarnaan imunohistokimia.

Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol kulit buah nanas dosis 125 mg/kg bb, 250 mg/kg bb, dan 500 mg/kg bb memberikan penurunan kadar glukosa darah yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol natrium carboxy methyl cellulose (CMC). Pemberian ekstrak etanol kulit buah nanas dosis 250 mg/kg bb tidak berbeda nyata dengan pemberian metformin dosis 65 mg/kg bb dan terjadi peningkatan kadar superoksida dismutase seiring dengan pemberian ekstrak etanol kulit buah nanas. Intensitas warna tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan hewan coba yang diberi ekstrak etanol kulit buah nanas dosis 250 mg/kg bb.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol kulit buah nanas dapat digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah mencit hiperglikemia dan meningkatkan kadar superoksida dismutase dengan dosis efektif 250 mg/kg bb.

Kata kunci : aloksan, diabetes mellitus, superoksida dismutase, kulit buah nanas Ananas comosus (L.) Merr.


(17)

vii

THE EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF PINEAPPLE (Ananas

comosus (L.) Merr.) PEEL ON BLOOD GLUCOSE LEVELS AND

SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) TO HYPERGLYCEMIC MICEIN

VIVO

ABSTRACT

Treatment of diabetes mellitus such as the use of insulin and oral antidiabetic drugs are relatively more expensive because of its use in the long term and it can cause unwanted side effects. Therefore, it is necessary to find effective drugs, that have relatively low side effects and low price. One of them is by using natural materials such as pineapple Ananas comosus (L.) Merr. peel.

This study aims to test the effect of ethanol extract of pineapple peel on blood glucose levels and the levels of superoxide dismutase to hyperglycemic micealloxan-induced in vivo.

This study included sample preparation (sampling, sample identification, simplicia making), characterization of simplicia, phytochemistry screening of simplicia, extract making, the measurement of decreasing blood glucose levels in mice and continued with the examination of superoxide dismutase in the pancreas of mice with color intensity comparison method reacts after immunohistochemical staining. Thirty mice were divided into six groups consist of one normal group (without treatment) and 5 groups of alloxan induced a dose of 160 mg/kg bw by intraperitoneal. Diabetic mice were divided into groups that was given carboxy methyl cellulose natrii 0.5%, the group was given ethanol extract of pineapple peel with each dose of 125 mg/kg bw, 250 mg/kg bw and 500 mg/kg bw and metformin dose group was given 65 mg/kg bw. Each group was given the test preparation orally for 14 days. Furthermore, blood glucose levels was measured on day 3, 5, 7, 9, 11, 13, and day 15. On day 15 mice were dissected and the pancreas were taken and the superoxide dismutase was examined by immunohistochemical staining methods.

ANOVA analysis results indicated that administration of ethanol extract of pineapple peel dose of 125 mg/kg bw, 250 mg/kg bw, and 500 mg/kg bw showed the differences of blood glucose levels decreasing significantly compared with control group of carboxy methyl cellulose. Ethanol extract of pineapple peel administration of a dose of 250 mg/kg bw was not significantly different compared with metformin group dose of 65 mg/kg bw. Superoxide dismutase levels increased with ethanol extract of pineapple peel administration. The highest color intensity was showed by group ethanol extract of pineapple peel dose of 250 mg/kg bw.

Based on the data it can be concluded that the ethanol extract of pineapple peel can be used to reduce blood glucose levels to hyperglycemic mice and increase levels of superoxide dismutase with an effective dose of 250 mg/kg bw. Keywords: alloxan, diabetes mellitus, superoxide dismutase, pineapple peel Ananas comosus (L.) Merr.


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein yang disebabkan kurangnya sekresi insulin, kurangnya sensitivitas insulin atau keduanya. DM dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu DM tipe 1 (kurangnya sekresi insulin) dan tipe 2 (gabungan antara resistensi insulin dan kekurangan sekresi insulin) (Triplitt, et al., 2008). Insulin adalah hormon yang diperlukan untuk mengubah gula, karbohidrat dan zat makanan lain menjadi energi yang digunakan untuk proses hidup. Sampai saat ini penyebab diabetes masih merupakan misteri, walaupun faktor genetik, kegemukan dan kurangnya olah raga memiliki peranan penting (ADA, 2008).

Penderita DM di dunia mencapai 8,3% atau sekitar 386,7 juta kasus yang terjadi pada umur 20-79 tahun (IDF, 2014). Di Indonesia kasus DM mencapai 6,9% pada usia ≥ 15 tahun (Riskesdas, 2013). Di Sumatera Utara terjadi peningkatan jumlah penderita DM pada tahun 2007 yaitu sebesar 1%, naik menjadi 2% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Keadaan hiperglikemia cenderung menimbulkan efek yang tidak baik bagi kesehatan tubuh, sebab kadar glukosa darah yang tinggi cenderung mendorong terbentuknya radikal bebas atau spesies oksigen reaktif melalui mekanisme oksidasi reduksi dengan mendorong lebih banyak donor elektron ke dalam rantai transport elektron di mitokondria (Brownlee, 2001).


(19)

2

Menurut Bray, et al., (2000) spesies oksigen reaktif atau Reactive Oxygen Spesies (ROS) terlibat dalam patogenesis DM, ROS akan merusak sel-β pankreas, mengakibatkan penurunan perlindungan sistem antioksidan dalam sel-β pankreas. Antioksidan dalam sel-β pankreas meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), glutation peroksidase (GPx) pada penderita DM, kadar antioksidan ini menurun.

Adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk beberapa penyakit tertentu, serta meluasnya akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia merupakan faktor pendorong penggunaan obat herbal di negara maju. Pengobatan DM adalah pengobatan menahun dan seumur hidup. Pengobatan DM seperti penggunaan insulin dan obat antidiabetes oral harganya relatif lebih mahal karena penggunaannya dalam jangka waktu lama dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu dicari obat alternatif yang efektif, efek samping yang relatif rendah dan harga murah (Dalimartha dan Adrian, 2012).

Menurut Badan Pusat Statistik (2011); 23,63% masyarakat Indonesia telah mengkonsumsi obat tradisional untuk berbagai penggunaan, salah satunya sebagai alternatif pengobatan DM. Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) merupakan salah satu buah yang paling disukai di dunia. Jus buah ini menempati urutan ketiga yang paling disukai di seluruh dunia setelah jus jeruk dan jus apel (Cabrera, et al., 2001). Nanas juga dapat diolah menjadi berbagai panganan seperti dodol, keripik, atau manisan. Penggunaan buah nanas yang luas mengakibatkan meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkannya, yaitu kulit buah. Peningkatan jumlah limbah ini dapat menyebabkan peningkatan masalah polusi. Kulit buah nanas diidentifikasi kaya akan fenol, flavonoid, dan steroid/triterpenoid (Kalaiselvi, et


(20)

3

al., 2012b). Flavonoid diduga berperan secara signifikan meningkatkan aktivitas enzim antioksidan dan mampu meregenerasi sel-sel β pankreas yang rusak sehingga defisiensi insulin dapat diatasi. Flavonoid yang terkandung dalam tanaman juga dapat memperbaiki sensitivitas insulin (Abdelmoaty, et al., 2009). Penelitian terdahulu tentang kulit nanas diuraikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Penelitian terdahulu tentang nanas

No. Penelitian Terdahulu Peneliti 1 Limba dari nanas terbukti dapat menghambat

enzim α amylase, yaitu salah satu enzim yang

digunakan untuk menghidrolisis karbohidrat, sehingga berpotensi menurunkan hiperglikemia postprandial.

Sousa dan Correia, 2012

2 Cuka kulit buah nanas menunjukkan daya antioksidan lebih tinggi dari pada cuka yang berasal dari buah nanas

Parveena dan Estherlydia, 2014

3 Kulit buah nanas mengandung antioksidan yang tinggi dengan kategori kuat

Kalaiselvi, et al., 2012a

4 Kulit buah nanas mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu fenol, flavonoid, dan steroid/triterpenoid

Kalaiselvi, et al., 2012b

5 Ekstrak kulit buah nanas dapat mempengaruhi aktivitas katalase dan lipid peroksidase pada tikus yang diinduksi alkohol

Okafor, et al., 2011

6 Ekstrak kulit buah nanas dapat menurunkan kadar lipid peroksidase pada tikus yang

diinduksi 7,12 dimethylbenz (α) anthracene

Kalaiselvi, et al., 2013

7 Ekstrak etanol kulit buah nanas telah diuji kandungan antioksidan enzimatik (SOD, GPx, CAT) dan non enzimatik (Vitamin C, Vitamin E, GSH) secara in vitro

Kalaiselvi, et al., 2012c

Mengingat potensi yang begitu besar sebagai antidiabetes namun masih kurangnya informasi ilmiah penggunaan kulit buah nanas sebagai antidiabetes, maka dalam penelitian ini akan diuji pengaruh ekstrak etanol kulit buah nanas terhadap glukosa darah dan kadar SOD mencit hiperglikemia yang diinduksi aloksan secara in vivo.


(21)

4 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah ekstrak etanol kulit buah nanas (EEKBN) dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit setelah diberikan loading glukosa 50%?

b. apakah ekstrak etanol kulit buah nanas (EEKBN) dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan?

c. apakah EEKBN dapat meningkatkan kadar SOD mencit yang diinduksi aloksan?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini adalah: a.ekstrak etanol kulit buah nanas (EEKBN) dapat menurunkan kadar glukosa

darah mencit setelah diberikan loading glukosa 50%

b.ekstrak etanol kulit buah nanas dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan.

c.ekstrak etanol kulit buah nanas dapat meningkatkan kadar SOD mencit yang diinduksi aloksan.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: a.mengetahui efek penurunan kadar glukosa darah mencit setelah diberikan


(22)

5

b.mengetahui efek penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan oleh EEKBN.

c.mengetahui efek peningkatan kadar SOD mencit yang diinduksi aloksan oleh EEKBN

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan:

a.sebagai bahan pertimbangan bahwa EEKBN dapat digunakan sebagai obat tradisional dalam pengendalian DM.

b.menunjang program pemerintah dalam pengembangan obat tradisional sehingga dapat diikutsertakan dalam pelayanan kesehatan masyarakat.

c.meningkatkan nilai guna dari limbah kulit buah nanas sebagai alternatif obat antidiabetes.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini, untuk menginduksi mencit hiperglikemia digunakan aloksan, karena telah diketahui bahwa zat ini merusak sel β pankreas sehingga meningkatkan kadar glukosa darah mencit. EEKBN diuji untuk melihat pengaruhnya terhadap penurunan kadar glukosa darah dan peningkatan kadar SOD mencit hiperglikemia (Gambar 1.1).


(23)

6 Gambar 1.1. Kerangka pikir penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Simplisia Kulit Buah Nanas

EEKBN

Na-CMC 0,5% Dosis 1% bb

EEKBN Dosis 125, 250, dan 500 mg/kg bb

Metformin dosis 65 mg/kg bb

Kadar SOD

Intensitas warna inti sel pankreas mencit setelah dilakukan pewarnaan imunohistokimia Kadar glukosa

darah (KGD)

Penurunan KGD (mg/dL) mencit setelah pemberian ekstrak dengan metode OGTT dan metode aloksan

Pengukuran pada hari ke 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15

Gambaran mikroskopik Pulau Langerhans Histopatologi


(24)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Di Indonesia, nanas ditanam di kebun-kebun, pekarangan, dan tempat-tempat lain yang cukup mendapat sinar matahari. Tanaman tahunan atau dua tahunan, terdapat tunas merayap pada bagian pangkalnya. Daun berkumpul pada roset akar dan pada bagian pangkalnya melebar menjadi pelepah. Helaian daun berbentuk pedang, tebal, liat, ujung lancip menyerupai duri, tepi berduri tempel yang membengkok ke atas, sisi bawah bersisik putih, berwarna hijau atau hijau kemerahan. Buah nanas merupakan gabungan buah-buah sejati yang dalam perkembangannya bergabung bersama-sama tongkol bunga majemuk menjadi satu buah besar. Perbanyakannnya saat ini lebih banyak secara vegetatif melalui penanaman “mahkota” buah. Buahnya bulat panjang, berdaging, berwarna hijau, jika masak warna menjadi kuning (Satya, 2013).

2.1.1 Sistematika Tanaman Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisio : Spermatophyta Divisio : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Bromeliales Familia : Bromeliaceae Subfamilia : Bromelioideae


(25)

8 Genus : Ananas

Spesies : Ananas comosus (L) Merr. (Natural Resources Conservation Service, 2015) 2.1.2 Nama Daerah

Ekahauku, anes (Aceh), nas (Gayo), honas, hanas (Batak), gona (Nias), kanas, kanyas, nyanyas (Lampung), ganas (Sunda), nanas (Jawa), samblaka, malaka (Kalimantan), manas (Bali), panda (Sumba), manilmap, miniap (Irian Jaya) (Nuraini, 2011).

2.1.3 Nama Asing

Pineapple (Inggris), ananas 2.1.4 Kandungan Kimia

Kulit buah nanas mengandung senyawa metabolit sekunder fenol, flavonoid, saponin dan steroid/triterpenoid (Kalaiselvi, et al., 2012b). Buahnya mengandung vitamin A, C, betakaroten, kalsium, fosfor, magnesium, besi, natrium, kalium dan enzim bromelin. Daun dari tanaman nanas terbukti mengandung alkaloid, flavonoid, oligosakarida, dan polisakarida (Vuyyuru, et al., 2012)

2.1.5 Khasiat Tanaman

Kulit buah nanas dapat memodulasi aktivitas katalase dan lipid peroksidase pada tikus yang diinduksi alkohol (Okafor, et al., 2011). Kulit buah nanas juga dapat menurunkan kadar lipid peroksidase pada tikus yang diinduksi

7,12 dimethylbenz (α) anthracene (Kalaiselvi, et al., 2013). Buah nanas memiliki

khasiat sebagai anti radang, mengganggu pertumbuhan sel kanker, mengahambat agregasi platelet dan mempunyai aktivitas fibrinolitik (Wibisono, 2011). Daun


(26)

9

nanas terbukti dapat menurunkan kadar gula darah tikus yang diinduksi streptozotocin (Vuyyuru, et al., 2012).

2.2 Ekstraksi 2.2.1 Cara Dingin a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan perendaman menggunakan pelarut yang sesuai dengan sesekali pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) (Depkes RI, 2000). 2.2.2 Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali sehingga didapat proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000). b. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).


(27)

10 c. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Depkes RI, 2000).

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur (96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 o) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.3 Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dimana terdapat adanya gangguan dalam metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein akibat penurunan dalam sekresi insulin, sensitivitas insulin, atau keduanya (Triplitt, et al., 2008). Sindrom resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel β pankreas. Intoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi sindrom metabolik yang dapat menjadi awal suatu diabetes mellitus (Manaf, 2010). Diabetes mellitus (DM) mempunyai sindroma klinik yang ditandai adanya poliuria, polidipsia, dan polifagia, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (kadar glukosa puasa ≥ 126


(28)

11

mg/dl atau postprandial ≥ 200 mg/dl atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl) (Triplitt, et al., 2008).

2.4 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan etiologinya menurut American Diabetes Association (2008) meliputi:

a. DM tipe 1 adanya destruksi sel β langerhans pada pankreas, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, akibat kelainan autoimun (antibodi sel islet, antibodi insulin, dan antibodi asam glutamat dekarboksilase) atau idiopatik.

b. DM tipe 2, bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.

c. DM tipe lain, akibat defek genetik fungsi sel β, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat/zat kimia, infeksi, imunologi, sindroma genetik lain. Bentuk ini biasanya disebabkan oleh adanya malnutrisi disertai kekurangan protein. Dulu jenis ini disebut Diabetes Terkait Malnutrisi (MRDM), tetapi oleh karena patogenesis jenis ini tidak jelas maka tidak lagi disebut MRDM tetapi Diabetes Tipe Lain. d. Diabetes Kehamilan (Diabetes Gestasional), adalah diabetes yang timbul

selama kehamilan. Penderita DM gestasional kebanyakan memiliki homeostatis glukosa yang normal selama trimester pertama kehamilan dan mengalami defisiensi insulin relatif pada bulan keempat dan kelima. Pada


(29)

12

umumnya kadar glukosa darah kembali normal setelah melahirkan (Yuriska, 2009).

2.5 Manifestasi Klinik Diabetes Mellitus

Gejala khas pada penderita DM antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar) dengan atau tanpa keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (ADA, 2008), cepat merasa lelah (fatigue),iritabilitas, dan pruritis (gatal-gatal pada kulit), lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk (Depkes RI, 2005)

2.6 Manajemen Pengobatan Diabetes Mellitus

Langkah pertama dalam mengelola diabetes mellitus selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa perencanaan makan/terapi nutrisi medik, olahraga, dan penurunan berat badan. Bila dengan langkah tersebut sasaran terapi pengendalian DM belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam penyebab terjadinya hiperglikemia (Manaf, 2010).


(30)

13 a. Insulin Secretagogue

i. Sulfonilurea (misalnya: tolbutamid, klorpropamida, glibenklamida, gliklazida, glipizida, glikidon dan glimepirida)

Mekanisme kerja sulfonilurea dengan menstimulasi insulin dari sel β -pankreas. Sulfonilurea berikatan dengan reseptor sulfonilurea yang memiliki afinitas tinggi yang berkaitan dengan saluran K-ATP pada sel β-pankreas, akan menghambat efluks kalium sehingga terjadi depolarisasi kemudian membuka saluran Ca dan menyebabkan influks Ca sehingga meningkatkan pelepasan insulin. Di samping itu, sulfonilurea juga dapat meningkatkan kepekaan reseptor terhadap insulin di hati dan di perifer (Nolte dan Karam, 2010).

ii. Meglitinid (misal: Repaglinid)

Obat ini memodulasi pelepasan insulin dari sel β dengan mengatur efluks

kalium melalui kanal kalium. Terdapat tumpang tindih tempat kerja molekularnya dengan sulfonilurea karena meglitinid memiliki dua tempat pengikatan yang sama dengan sulfonilurea dan satu tempat pengikatan yang berbeda (Nolte dan Karam, 2010).

iii.Derivat D-Fenilalanin (misal: Nateglinid)

Nateglinid merangsang pelepasan insulin secara cepat dan berlangsung

sementara dari sel β melalui penutupan kanal K+

yang sensitif-ATP. Obat ini memiliki keuntungan dalam hal keamanan penggunaannya pada pasien dengan penurunan berat pada fungsi ginjal (Nolte dan Karam, 2010).

b. Biguanida (misalnya: metformin)

Berbeda dengan sulfonilurea, obat ini kerjanya dalam menurunkan kadar


(31)

14

bekerja dengan menurunkan glukoneogenesis di hati dan ginjal, perlambatan absorbsi glukosa dari saluran cerna dengan peningkatan konversi glukosa menjadi laktat oleh enterosit, stimulasi langsung glikolisis di jaringan dengan peningkatan bersihan glukosa dari darah dan penurunan kadar glukagon plasma (Nolte dan Karam, 2010).

c. Glukosidase-inhibitors (misalnya: akarbose dan miglitol)

Obat golongan ini bekerja dengan merintangi enzim alfa-glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian polisakarida menjadi monosakarida terhambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorbsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga puncak kadar gula darah dapat dihindarkan (Nolte dan Karam, 2010).

d. Thiazolidindion (misalnya: rosiglitazon dan pioglitazon)

Obat golongan ini bekerja dengan mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas jaringan perifer untuk insulin (insulin sensitizers) (Nolte dan Karam, 2010).

e. Penghambat DPP-4 (dipeptidylpeptidase-4 blockers)

Obat golongan baru ini bekerja dengan menghambat enzim DPP-4 sehingga produksi hormon incretin tidak menurun. Adanya hormon incretin berperan utama dalam produksi insulin di pankreas dan pembentukan hormon GLP-1 (glukagon-like peptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotropic polypeptide) di saluran cerna yang juga berperan dalam produksi insulin. Dengan penghambatan enzim DPP-4 akan mengurangi penguraian dan inaktivasi incretin, GLP-1 dan GIP, sehingga kadar insulin akan meningkat (Tan dan Rahardja, 2007).


(32)

15 2.7 Pankreas

Pankreas merupakan organ panjang dan besar, terletak pada bagian cekung (konkaf) duodenum dan meluas ke belakang peritoneum dari dinding posterior perut, menuju ke arah kiri mencapai hilus limpa (Leeson, et al. 1996). Pankreas adalah kelenjar campuran eksokrin-endokrin yang menghasilkan enzim pencernaan dan hormon. Enzim ditimbun dan dilepaskan oleh sel dari bagian eksokrin, yang tersusun dalam asini. Hormon disintesis oleh kelompok sel epitel endokrin, yang dikenal sebagai pulau langerhans (Junqueira dan Carneiro, 2007). Dalam pankreas terdapat 4 jenis sel endokrin, yakni:

a.sel alfa (α), yang memproduksi hormon glukagon dan proglucagon, menduduki pulau pankreas sekitar 20%.

b.sel-beta (β), yang memproduksi hormon insulin, C-peptide, proinsulin dan amylin, yang menduduki pulau pankreas sekitar 75%.

c.sel-D (δ), yang memproduksi somatostatin, memiliki massa sekitar 3-5 dari pulau pankreas.

d.sel-PP (Sel-F), yang memproduksi pancreatic polypeptide (PP), yang mungkin berperan pada penghambatan sekresi endokrin dan empedu (Nolte dan Karam, 2010).

2.8 Insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,

dihasilkan oleh sel β pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel β pankreas, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai


(33)

16

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon

insulin) pada retikulum endoplasma sel β. Dengan bantuan enzim peptidase,

preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Disini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel (Manaf, 2010).

2.9 Aloksan

Pada uji farmakologi/bioaktivitas pada hewan percobaan, keadaan diabetes mellitus dapat diinduksi dengan cara pankreaktomi dan pemberian zat kimia. Zat kimia sebagai induktor (diabetogen) bisa digunakan aloksan, streptozotozin, diaksosida, adrenalin, glukagon, EDTA yang diberikan secara parenteral. Diabetogen yang lazim digunakan adalah aloksan karena obat ini cepat menimbulkan hiperglikemi yang permanen dalam waktu dua sampai tiga hari (Suharmiati, 2003).

Aloksan dapat diberikan secara parenteral seperti intravena, intraperitoneal atau subkutan pada hewan percobaan. Dosis aloksan yang diperlukan untuk menginduksi diabetes tergantung pada hewan percobaan yang digunakan, rute administrasi dan status nutrisi. Pemberian dosis secara intavena yang biasa digunakan untuk menginduksi diabetes pada tikus adalah 65 mg/kg bb, sedangkan secara intraperitoneal atau subkutan dosis efektifnya harus 2-3 kali lebih tinggi (Szkudelski, 2001).


(34)

17

Setelah pemberian aloksan, akan terlihat 4 fase dari fluktuasi kadar glukosa darah sebagai berikut (Lanzen, 2008):

a.fase hipoglikemia yang terjadi dalam waktu 30 menit setelah injeksi aloksan. Hal ini terjadi karena penghambatan glukokinase yang menyebabkan penghambatan fosforilasi glukosa. Penghambatan ini akan menyebabkan penurunan konsumsi dan peningkatan ketesediaan ATP yang kemudian akan menyebabkan stimulasi sekresi insulin.

b.fase kedua dimulai dengan peningkatan dari kadar glukosa darah dan penurunan kadar insulin plasma. Fase hiperglikemia pertama ini terjadi sekitar 1 jam setelah pemberian diabetogen dan bertahan kurang lebih 2-4 jam.

c.terjadi fase hipoglikemia kembali. Biasanya terjadi 4-8 jam setelah pemberian dan akan bertahan selama beberapa jam. Keadaan hipoglikemia ini terkadang sangat parah sampai menyebabkan kejang dan bahkan fatal tanpa pemberian glukosa. Keadaan hipoglikemia transisi ini dihasilkan

akibat dari keluarnya insulin dari dalam sel β langerhans pankreas akibat

kerusakan sel-sel tersebut.

d.fase ini merupakan fase hiperglikemia diabetik. Secara morfologis, telah

terjadi degranulasi yang sempurna dan hilangnya integritas dari sel β

Langerhans pankreas. Fase ini dapat terlihat pada 12-48 jam setelah pemberian.


(35)

18 2.10Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang memperlambat atau menghambat stress oksidatif pada molekul target. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier (Winarsi, 2007).

a. Antioksidan Primer

Antioksidan primer disebut juga antioksidan endogenus atau antioksidan enzimatis. Antioksidan primer berperan sebagai hydrogen donors, yaitu dengan jalan memberikan atom hidrogen pada radikal peroksida yang terbentuk selama tahap inisiasi. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase (GSH-Px) (Winarsi, 2007).

Tubuh dapat menghasilkan enzim antioksidan yang aktif bila didukung oleh nutrisi pendukung atau mineral yang disebut kofaktor, diantaranya tembaga, seng, selenium, mangan dan besi. Enzim ini memiliki berat molekul 30.000 atau lebih (Evans, 1991).

b. Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau antioksidan non-enzimatis. Perbedaan utama antioksidan primer dengan sekunder adalah antioksidan sekunder tidak mengubah radikal bebas menjadi molekul yang lebih stabil. Fungsi antioksidan sekunder adalah meningkatkan aktivitas antioksidan primer. Antioksidan sekunder berperan sebagai chelator untuk ion logam (metal


(36)

19

deactivator), menon-aktifkan singlet oxygen, menyerap radiasi ultraviolet, atau berperan sebagai oxygen scavanger (Ayucitra, et al., 2011).

Antioksidan non-enzimatik dapat berupa antioksidan alami maupun sintesis. Senyawa antioksidan alami pada umumnya berupa vitamin C, vitamin E, karotenoid, senyawa fenolik, dan polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kuomarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavonol, dan kalkon (Kumalaningsih, 2006). Sedangkan antioksidan sintetik yang umum digunakan misalnya butil hidroksianisol (BHA), butil hidroksitoluen (BHT), propil galat (PG), and tert-butilhidrokuinon (TBHQ) yang digunakan pada konsentrasi rendah dalam makanan (Shahidi dan Zhong, 2005).

c. Antioksidan Tersier

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007).

2.11Superoksida Dismutase (SOD)

SOD adalah antioksidan intraselular utama dalam sel aerobik. SOD berada di otak, hati, sel darah merah, ginjal, tiroid, testis, otot jantung, mukosa lambung, kelenjar pituitari, pankreas dan paru-paru (Evans, 1991). SOD adalah metaloenzim yang mengkatalis dismutasi radikal anion superoksida (O2-) menjadi

hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen (O2) di dalam mitokondria. Selanjutnya


(37)

20

menjadi senyawa H2O dan O2, sedangkan H2O2 yang berdifusi ke dalam sitosol

akan didetoksifikasi oleh enzim glutation peroksidase (Ihnat, et al., 2007). Mekanisme pertahanan antioksidan ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Mekanisme pertahanan antioksidan endogen Superoksida dismutase, Katalase dan Glutation peroksidase terhadap radikal bebas (Pandey dan Rizvi, 2010).

Ada 3 bentuk SOD yang terdapat pada manusia dimana ketiganya ditemukan dalam kompartemen tubuh yang berbeda.

a. Cu/Zn-SOD atau SOD1

Cu/Zn-SOD menggunakan copper atau zinc sebagai kofaktor. Gen SOD1

atau Cu/Zn-SOD terletak pada kromosom 21. SOD1 ditemukan pada sitoplasma,

nukleus dan intermembran mitokondria. Pada manusia, mutasi SOD1 bertanggung

jawab pada penyakit neurodegeneratif (contohnya amyotrophic lateral sclerosis) yang dihubungkan dengan kerusakan oksidatif. Pada mencit, mutasi


(38)

21

SOD1berhubungan dengan peningkatan apoptosis dan kerusakan oksidatif protein.

SOD1 mempunyai peran penting dalam pertahanan dan pertumbuhan sel dimana

enzim ini terlibat dalam respon sel terhadap berbagai sumber stress (Alfonso, 2007).

Cu/Zn-SOD merupakan salah satu antioksidan endogen yang sangat berperan dalam mengkatalisasi radikal bebas anion superoksida yang sangat reaktif menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen yang kurang reaktif. Cu/Zn-SOD dipercaya memainkan peranan utama dalam baris pertama pertahanan antioksidan (Mates, et al., 1999).

b. Mn-SOD atau SOD2

SOD2 (Mn-SOD) menggunakan mangan sebagai kofaktor. Gen SOD2

terdapat pada kromosom 6. SOD2 ditemukan dalam mitokondria dan mempunyai

peran vital dalam perlindungan melawan spesies oksigen reaktif (ROS). Kekurangan SOD2 menyebabkan peningkatan kadar O2- pada mitokondria.

Penurunan aktivitas SOD2 juga merupakan salah satu faktor resiko kardiomiopati

(Alfonso, 2007). Pada jaringan, Mn-SOD terdapat satu setengah dari jumlah Cu/Zn SOD (Mates, et al., 1999).

c. EC-SOD (Extracellular-SOD) atau SOD3

Sama seperti Cu/Zn-SOD, EC-SOD menggunakan copper atau zinc sebagai kofaktor. Gen SOD3 terletak pada kromosom 4. SOD3 terutama

ditemukan dalam kompartemen ekstraseluler (plasma, limfa, cairan serebrospinal dan cairan sendi). Mutasi SOD3 dapat meningkatkan resiko penyakit


(39)

22 2.12 Imunohistokimia

Imunohistokimia adalah suatu teknik untuk mendeteksi keberadaan berbagai macam komponen yang terdapat di dalam sel atau jaringan dengan menggunakan prinsip reaksi ikatan antigen (Ag) dan antibodi (Ab). Teknik imunohistokimia dapat digunakan untuk mempelajari distribusi enzim spesifik serta mendeteksi keberadaan berbagai komponen aktif yang terdapat di dalam sel atau jaringan seperti protein dan karbohidrat (Furuya, et al., 2004). Terdapat dua metode pewarnaan imunohistokimia, yaitu metode langsung (direct) dan metode tidak langsung (indirect). Metode langsung hanya menggunakan satu antibodi, yaitu antibodi primer yang telah dilabel. Metode tidak langsung menggunakan dua antibodi, yaitu antibodi primer tanpa dilabel dan antibodi sekunder yang telah dilabel (Polak dan VanNoorden, 2003). Namun metode tidak langsung lebih sering digunakan karena mempunyai tingkat sensitifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode langsung (Ramos dan Vara, 2005).

Pada metode imunohistokimia langsung, antibodi harus diberi label yang sesuai. Sediaan jaringan diinkubasi dengan antibodi untuk beberapa waktu sehingga antibodi tersebut berinteraksi dengan dan terikat pada protein x. Sediaan itu kemudian dibilas untuk menghilangkan antibodi. Sediaan dapat diamati dengan mikroskop cahaya atau elektron tergantung label yang dipakai (senyawa fluoresen, enzim, partikel emas) (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Metode imunohistokimia tak langsung lebih sensitif namun membutuhkan lebih banyak langkah (Junqueira dan Carneiro, 2007). Pada metode imunohistokimia tak langsung, antibodi yang digunakan untuk mendeteksi suatu marker pada sel tidak dilabel. Antibodi ini dikenal dengan sebutan antibodi


(40)

23

primer. Namun pada metoda ini bukan berarti tidak membutuhkan antibodi yang berlabel. Hal ini tetap dibutuhkan tetapi yang dilabel adalah anti imunoglobulin atau yang dikenal dengan antibodi sekunder (Sudiana, 2005).


(41)

24 BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental, yaitu metode yang digunakan untuk mengamati hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan bahan tanaman, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak etanol dari tanaman, skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, pengujian kadar glukosa darah dan pemeriksaan kadar SOD pada pankreas mencit dengan metode pewarnaan imunohistokimia setelah diberi berbagai perlakuan. Kemudian dilakukan analisis statistik dengan menggunakan one way ANOVA (Analysis of variance) dan dilanjutkan dengan uji LSD dengan program SPSS versi 19.0.

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukandi LaboratoriumFitokimia dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Pengujian parameter histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat-Alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat gelas laboratorium, seperangkat alat rotary evaporator (Heidolph vv-2000), timbangan hewan, alat suntik, oral sonde, glukometer, strip glukotes, object glass, mikroskop


(42)

25

(Boeco germany), Dako Epitop Retrieval, cover glass, kertas perkamen, krus porselin, mortir, neraca listrik (Metller Toledo), spatula, seperangkat alat destilasi, stamper, tanur (Ney M 525 Series II).

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah nanas Berastagi (Cayyene), glibenklamid, aloksan, metformin, etanol 96%, asam klorida, kalium iodida, iodium, sublimat, asam sulfat, dan bismut subnitrat, larutan xylol, peroxide block,Normal Horse Serum (NHS) 3%, Dako Real Envision Rabbit/Mouse, DAB (3,3-diaminobenzidine tetrahydrochloride), hematoxylin, eosin, antibodi SOD, lithium carbonat.Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisa.

3.2.3 Hewan Uji

Hewan yang digunakan untuk penelitian ini adalah mencit jantan berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-35 g. Sebelum percobaan dimulai, terlebih dahulu mencit dipelihara selama 1 minggu dengan perlakuan yang baik untuk menyesuaikan dengan lingkungannya.

3.3 Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida P dilarutkan dalam air suling secukupnya kemudian ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit, cukupkan dengan air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).


(43)

26 3.3.2 Pereaksi Dragendorff

Larutan bismut (III) nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat P sebanyak 20 ml kemudian dicampurkan dengan 50 ml larutan kalium iodida P 54,4% b/v, didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.3 Pereaksi Mayer

Larutan raksa (II) klorida P 2,266% b/v sebanyak 60 ml dicampur dengan 10 ml larutan kalium iodida P 50% b/v. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.4 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% b/v

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.5 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol P dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.6 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2

hingga 100 ml (Depkes RI, 1995). 3.3.7 Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,001 g pellet natrium hidroksida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).


(44)

27 3.3.9 Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml ditambahkan air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.10 Pereaksi Liebermann-Burchard

Campurkan 5 ml asam sulfat pekat dengan 50 ml etanol. Tambahkan hati-hati 5 ml asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut (Depkes RI, 1995). 3.3.11 Larutan Kloralhidrat

Sebanyak 50 g kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling (Depkes RI, 1995).

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.4.1.1 Pengumpulan Bahan Tanaman

Sampel kulit buah nanas diperoleh dari buah nanas yang dibeli di pasar pagi Setia Budi, Medan. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama di daerah lain.

3.4.1.2 Identifikasi Tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong.

3.4.1.3 Pembuatan Simplisia

Buah nanas yang masih segar dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci dibawah air mengalir kemudian ditiriskan, dikupas untuk diambil kulitnya dan ditimbang berat basah. Kulit buah kemudian dirajang dan dikeringkan di dalam


(45)

28

lemari pengering, setelah kering, dilakukan sortasi kering dan ditimbang berat kering. Simplisia diserbukkan dan disimpan dalam wadah plastik.

3.4.1.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam.

a. Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik

Pemeriksaan makroskopik dan organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk, bau dan rasa dari kulit buah nanas segar dan simplisia kulit buah nanas. b. Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksan mikroskopik untuk serbuk simplisia dilakukan sebagai berikut: sejumlah serbuk simplisia diletakkan diatas objek glass yang telah ditetesi larutan kloralhidrat, ditutupi dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop.

c. Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (Destilasi toluen). Cara Kerja:

i.Penjenuhan Toluen

Dimasukkan 200 ml toluen dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat lalu didestilasi selama 2 jam. Kemudian toluene dibiarkan mendingin selama 30 menit dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 (WHO, 1998).


(46)

29 ii. Penetapan Kadar Air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu alas bulat, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

d. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air sampai 1 liter) menggunakan labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, 20 ml filtrat dipipet, diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara dan dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

e. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol 95% menggunakan labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, 20 ml filtrat dipipet, diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang


(47)

30

telah ditara dan dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

f. Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu total dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

g. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu kemudian dicuci dengan air panas dalam kurs porselen. Residu dan kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.4.2 Skrining Fitokimia

Skirining fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, glikosida, flavonoid, steroid/triterpenoid, saponin dan tanin.

3.4.2.1 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 gram simplisia ditambahkan dengan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, diambil 5 ml filtrat dan dimasukkan dalam tabung reaksi, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 gram serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok


(48)

31

dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.4.2.2 Pemeriksaan Alkaloid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada tabung I :ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan

menggumpal berwarna putih atau kuning.

Pada tabung II :ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan.

Pada tabung III : ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.

Alkaloid dikatakan positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari percobaan di atas (Depkes RI, 1995).

3.4.2.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N buih tidak hilang (Depkes RI, 1995).

3.4.2.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan


(49)

32

diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.4.2.5 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 30 ml campuran dari 7 bagian etanol 95% dengan 3 bagian air suling (7:3). Kemudiaan direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan ditambahkan Na2SO4 anhidrat, disaring, kemudiaan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari

500C, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan perekasi Molish, lalu ditambahkan dengan perlahan-lahan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (glikon) atau glikosida (Depkes RI, 1995).

3.4.2.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1 g sebuk simplisia ditimbang, dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan pereaksi Lieberman-Burchard (20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat), timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan


(50)

33

adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

3.4.2.7 Pemeriksaan Glikosida Antrakuinon

Sebanyak 0,2 gram serbuk simplisia dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2N, didihkan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring. Lapisan benzen kemudian dikocok dengan 2 ml NaOH 2N dan didiamkan. Lapisan air berwarna merah menunjukkan adanya glikosida antrakuinon (Depkes RI, 1995).

3.4.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (EEKBN)

Sebanyak 400 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah gelas bewarna gelap, dituangi 75 bagian cairan penyari (etanol 96%), ditutup, dibiarkan selama 5 hari dan terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, lalu disaring. Ampas dicuci dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Dibiarkan selama 2 hari, dienap tuangkan atau saring (Ditjen POM, 1979). Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu ±40oC sampai diperoleh ekstrak kental.

3.4.4 Penyiapan Hewan Uji

Mencit dengan berat 20-35 gram dibagi dalam 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit yang diberi perlakuan berbeda-beda yaitu:

Kelompok I : Mencit normal tanpa perlakuan Kelompok II : suspensi Na-CMC 0,5% b/v

Kelompok III : suspensi EEKBN dosis 125 mg/kg bb Kelompok IV : suspensi EEKBN dosis 250 mg/kg bb Kelompok V : suspensi EEKBN dosis 500 mg/kg bb


(51)

34

Kelompok VI : suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb

Sebelum dijadikan hewan coba, semua mencit diadaptasikan dengan lingkungannya selama 7 hari dan diberikan perlakuan normal. Masing-masing kandang diberikan bedding(sekam) dan diberi makan secara teratur.

3.4.5 Pembuatan Larutan Uji

3.4.5.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5%

Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi ± 10 ml air suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh massa yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air suling, dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda.

3.4.5.2 Pembuatan Aloksan

Aloksan monohidrat 160 mg dilarutan dalam larutan fisiologis NaCl 0,9% dalam labu tentukur 10 ml. Larutan selalu dibuat baru setiap pengujian. Dosis yang diberikan 160 mg/kg bb (1% bb) (Chougale, et al., 2007).

3.4.5.3 Pembuatan Suspensi Glibenklamid Dosis 0,65 mg/kg bb

Dosis glibenklamid untuk manusia 5 mg per hari, maka dosis untuk mencit berat 20-35 g dikonfersikan = 0,0026 x 5 mg = 0,13 mg. Dosis per kg berat badan= 1000/20 x 0,13 mg = 0,65 mg/kg bb. Timbang tablet glibenklamid generik setara 0,65 mg masukkan dalam lumpang ditambahkan Na-CMC 0,5% gerus sampai homogen kemudian cukupkan volumenya 10 ml (Lampiran 10).

3.4.5.4 Pembuatan Suspensi Metformin Dosis 65 mg/kg bb

Dosis metformin untuk manusia 500 mg per hari, maka dosis untuk mencit berat 20-35 g dikonfersikan = 0,0026 x 500 mg = 13 mg. Dosis per kg berat


(52)

35

badan= 1000/20 x 13 mg = 65 mg/kg bb. Timbang tablet metformin generik setara 65 mg masukkan dalam lumpang ditambahkan Na-CMC 0,5% gerus sampai homogen kemudian cukupkan volumenya 10 ml (Lampiran 10).

3.4.5.5 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (EEKBN) Masing-masing ekstrak dibuat suspensi dengan Na-CMC 0,5% dengan dosis yang berbeda, dosis 125 mg/kg bb, 250 mg/kg bb dan 500 mg/kg bb. Masing-masing dosis ditimbang dan dicampurkan dengan Na-CMC 0,5% sampai homogen hingga volume 10 ml.

3.5 Pengujian Efek Antidiabetes Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas 3.5.1 Penggunaan Blood Gluco Test Meter GlucoDrTM

Kadar glukosa darah diukur dengan alat glucometer GlucoDrTM menggunakan tes strip yang bekerja secara enzimatis. Tes strip menggunakan enzim glukosa oksidase dan didasarkan pada teknologi biosensor yang spesifik untuk pengukuran glukosa, tes strip mempunyai bagian yang dapat menarik darah utuh dari lokasi pengambilan/tetesan darah kedalam zona reaksi. Glukosa oksidase dalam zona reaksi kemudian mengoksidasi glukosa didalam darah. Intensitas arus electron terukur oleh alat dan terbaca sebagai konsentrasi glukosa didalam sampel darah.

GlucoDr TMtest stripdimasukkan ke alat GlucoDr TMsehingga glukometer ini akan hidup secara otomatis, kemudian dicocokkan kode nomor yang muncul pada layar dengan yang ada pada vial GlucoDrTMtest strip. Test strip yang dimasukkan pada glukometer pada bagian layar akan tertera angka yang sesuai dengan kode vial GlucoDrTMtest strip, kemudian pada layar monitor glukometer


(53)

36

muncul tanda siap untuk diteteskan darah. Caranya dengan menyentuh 1 tetes darah yang keluar ke tes strip dan ditarik sendirinya melalui aksi kapiler. Ketika wadah terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur kadar glukosa darah. Hasil pengukuran diperoleh setelah 10 detik.

3.5.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD)

Kadar glukosa darah mencit yang dipuasakan (tidak diberi makan tetapi tetap diberi minum) selama 18 jam sebelum percobaan diukur menggunakan glukometer GlucoDrTM. Masing-masing mencit diukur dengan diambil darah mencit melalui pembuluh darah vena, setelah ekor mencit didesinfektan dengan etanol 70%, ujung ekor disayat secara aseptik, tetesan darah pertama dibuang, tetesan berikutnya diserapkan pada test strip yang terselip pada alat. Sejumlah darah tertentu akan terserap sesuai dengan kapasitas serap test strip, setelah itu pendarahan ekor mencit dihentikan, dalam waktu 10 detik pada layar tertera kadar glukosa darah dalam satuan mg/dL.

3.5.3 Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan dengan metode tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu pemberian glukosa 50% dengan dosis 3 g/kg bb. Mencit sehat yang sudah diaklimatisasi dipuasakan selama 18 jam kemudian ditimbang berat badan dan diukur kadar glukosa darahnya. Mencit dibagi lima kelompok masing– masing kelompok lima ekor.

Kelompok I : suspensi Na-CMC 0,5% b/v

Kelompok II : suspensi EEKBN dosis 125 mg/kg bb Kelompok III : suspensi EEKBN dosis 250 mg/kg bb Kelompok IV : suspensi EEKBN dosis 500 mg/kg bb


(54)

37

Kelompok V : suspensi glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb

Tiga puluh menit kemudian masing–masing kelompok diberi glukosa 50% dosis 3 g/kg bb sebagai loading dose, lalu pada menit ke 30, 60, 90, dan 120 diukur KGD. Kemudian dari hasil KGD dianalisis.

3.5.4 Pengujian Efek Antidiabetes Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (EEKBN) Induksi Aloksan

Mencit jantan sebanyak 30 ekor dengan berat badan 20-35 g yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, ditentukan kadar glukosa darah puasa, kemudian masing-masing mencit diinduksi dengan aloksan dosis 160 mg/kg bb secara intraperitoneal (Chougale et al, 2007). Mencit diberi makan dan minum seperti biasa, diamati tingkah laku dan berat badannya, mencit diukur kadar glukosa darahnya pada hari ke-3 dan hari ke-7. Mencit dianggap diabetes apabila kadar glukosa darah puasa ≥ 200 mg/dl (Tanquilut, et al., 2009) dan dapat digunakan untuk pengujian.

Mencit diabetes dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor dan diberi perlakuan secara oral, yakni :

Kelompok I : Mencit normal tanpa perlakuan Kelompok II : suspensi Na-CMC 0,5% b/v

Kelompok III : suspensi EEKBN dosis 125 mg/kg bb Kelompok IV : suspensi EEKBN dosis 250 mg/kg bb Kelompok V : suspensi EEKBN dosis 500 mg/kg bb Kelompok VI : suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb


(55)

38

Kelima kelompok diberi sediaan uji selama ± 2 minggu berturut-turut, pengukuran kadar glukosa darah diukur pada hari ke-3, 5, 7, 9, 11, 13, 15 menggunakan alat ukur glukometer.

3.6 Pengambilan Sampel Organ Pankreas Mencit

Setelah 2 minggu pemberian ekstrak, seluruh mencit dikorbankan dengan cara dislokasi leher, kemudian mencit dibedah dan diambil organ pankreasnya. Organ pankreas kemudian direndam dalam larutan formalin 10%.

3.7 Pemeriksaan Histologi Jaringan Organ Pankreas Mencit dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE)

3.7.1 Pembuatan Preparat Blok Parafin

Langkah-langkah pembuatan blok parafin adalah sebagai berikut:

a. sampel pankreas yang direndam dalam larutan formalin 10% selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat yaitu diawali dengan alkohol 70%, kemudian berturut-turut alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut. Pada masing-masing proses dilakukan selama 30 menit sampai 1 jam.

b. tahap selanjutnya adalah pencucian dengan menggunakan larutan xylol yaitu xylol 1, xylol 2, dan xylol 3 masing-masing selama 1-2 jam.

c. proses penanaman. Caranya: sampel direndam dalam campuran xylol dan parafin cair pada suhu 60–70oC, dengan perbandingan xylol:parafin berturut-turut 3:1, 1:1, dan 1:3 masing-masing selama 2 jam.


(56)

39

d. dilakukan pencetakan dan dibiarkan membeku, kemudian blok parafin dipotong dengan menggunakan alat mikrotom dengan ketebalan irisan 5-7 µm.

3.7.2 Pewarnaan Hematoxylin Eosin

Pemeriksaan histologi pankreas dilakukan pada seluruh sampel pankreas mencit. Pewarnaan HE dimulai dengan melakukan deparafinisasi dengan memasukkan preparat ke dalam seri larutan xylol I, II, III. Tahapan selanjutnya adalah fiksasi dengan memasukkan preparat ke dalam larutan alkohol 96%. Kemudian dicuci dengan air mengalir dan direndam dalam akuades. Preparat direndam dalam hematoxylin selama 5 menit lalu dicuci dengan air mengalir selama 3 menit. Kemudian preparat dicelup ke dalam larutan acid alcohol 1% sebanyak 1-2 celupan dan dicuci kembali dengan air mengalir selama 3 menit. Setelah itu preparat diwarnai menggunakan eosin 1% dan dicuci lagi dengan air mengalir selama 3 menit. Kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat (alkohol 80%, 95% dan alkohol absolut) selama 3 menit serta penjernihan (clearing) dengan menggunakan xylol. Sediaan dilakukan mounting dan ditutup dengan cover glass. Preparat diamati dibawah mikroskop cahaya untuk melihat morfologi sel atau jaringan termasuk kerusakannya.

3.8 Pemeriksaan Kadar SODPada Pankreas Mencit Dengan Metode Pewarnaan Imunohistokimia

Pemeriksaan kadar SOD dilakukan dengan menggunakan 5 ekor mencit. Dari masing-masing kelompok, diambil satu sampel pankreas untuk dilakukan pemeriksaan imunohistokimia.


(57)

40 3.8.1 Pembuatan Preparat Blok Parafin

Langkah-langkah pembuatan blok parafin adalah sebagai berikut:

a. sampel pankreas yang direndam dalam larutan formalin 10% selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat yaitu diawali dengan alkohol 70%, kemudian berturut-turut alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut. Pada masing-masing proses dilakukan selama 30 menit sampai 1 jam.

b. tahap selanjutnya adalah pencucian dengan menggunakan larutan xylol yaitu xylol 1, xylol 2, dan xylol 3 masing-masing selama 1-2 jam.

c. proses penanaman. Caranya: sampel direndam dalam campuran xylol dan parafin cair pada suhu 60-70oC, dengan perbandingan xylol:parafin berturut-turut 3:1, 1:1, dan 1:3 masing-masing selama 2 jam.

d. dilakukan pencetakan dan dibiarkan membeku, kemudian blok parafin dipotong dengan menggunakan alat mikrotom dengan ketebalan irisan 5-7 µm.

3.8.2 Pengerjaan Pulasan Antibodi SOD

Langkah-langkah pengerjaan pulasan dengan antibodi SOD adalah sebagai berikut:

a. deparafinisasi slide (xylol 1, xylol 2, xylol 3) masing-masing 5 menit.

b. dilakukan rehidrasi dengan alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 80%, alkohol 70% masing-masing 4 menit kemudian dicuci dengan air mengalir selama 5 menit.

c. dimasukkan slide ke dalam PT Link Dako Epitop Retrieval kemudian dilakukan set up pre heat 65oC, kemudian running time 98oC selama 15


(58)

41

menit. Waktu yang dibutuhkan untuk proses ini adalah selama lebih kurang 1 jam.

d. kemudian dilakukan Pap Pen dan segera dimasukkan dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 selama 5 menit.

e. dilakukan blocking dengan peroxidase block selama 5-10 menit. f. dicuci dalam TBSpH 7,4 selama 5 menit.

g. dilakukan blocking dengan Normal Horse Serum (NHS) 3% selama 5 menit. h. dicuci kembali dengan TBS pH 7,4 selama 5 menit.

i. diinkubasi dengan antibodi SOD konsentrasi 0,4 mg/ml pengenceran 1:50 selama 1 jam.

j. dicuci dengan TBS pH 7,4/Tween 20 selama 5 menit.

k. direndam dengan Dako Real Envision Rabbit/Mouse selama 30 menit. l. dicuci dengan TBS pH 7,4 /Tween 20 selama 5-10 menit.

m.lalu DAB ditambah substrat chromogensolution (20 µl DAB : 1000 µl substrat) selama 5 menit.

n. dicuci dengan air mengalir selama 10 menit lalu dilakukan counterstain dengan hematoxylin selama 15 menit dan dicuci kembali dengan air mengalir selama 5 menit.

o. dimasukkan dalam larutan litium karbonat (2% dalam akuades) selama 2 menit.

p. preparat dicuci dengan air mengalir selama 5 menit lalu dilakukan dehidrasi berturut-turut dengan alkohol 80%, alkohol 96% dan alkohol absolut masing-masing 5 menit.


(59)

42

q. dilakukan clearing dengan xylol 1, xylol 2, dan xylol 3 masing-masing selama 5 menit.

r. dilakukan mounting dan ditutup dengan cover glass.

Preparat yang didapat kemudian diamati dibawah mikroskop cahaya. Keberadaan SOD ditandai dengan warna coklat. Pengamatan dilakukan secara kualitatif berdasarkan intensitas warna coklat yang terbentuk (Wresdiyanti dkk., 2009).


(60)

43 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tanaman

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor menunjukkan bahwa sampel merupakan nanas dan termasuk dalam suku Bromeliaceae(Lampiran 1, halaman 74).

4.2Karakteristik Simplisia 4.2.1 Identifikasi Makroskopis

Karakteristik simplisia berupakulit buah bewarna coklat, tekstur agak keras dan tidak rata, terdapat banyak duri kecil pada permukaannya, terdapat lubang-lubang kecil menyerupai mata, berbau khas, berasa sepat, tebalnya 1,5–2 mm, dengan lebar 2 cm.

4.2.2 Identifikasi Mikroskopik

Secara mikroskopikterlihat adanyajaringan parenkim,hablur kalsium oksalat bentuk jarum, sel batu, dan berkas pembuluh (xylem).Hasil mikroskopik kulit buah nanas dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.

4.2.3 Karakteristik Simplisia

Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut asam dapat dilihat pada Tabel 4.1


(61)

44

Tabel 4.1 Hasil karakteristik simplisia kulit buah nanas

No. Pemeriksaan Hasil (%)

Simplisia Ekstrak

1. Kadar Air 5,99 3,33

2. Kadar sari larut air 33,67 -

3. Kadar sari larut etanol 30,62 -

4. Kadar abu total 3,77 4,00

5. Kadar abu tidak larut asam 0,97 0,13

Berdasarkan hasil pemeriksaan, simplisia kulit buah nanas mempunyai kadar air sebesar 5,99% sedangkan ekstraknya memiliki kadar air sebesar 3,33%. Hasil ini memenuhi persyaratan umum yaitu di bawah 10%.Semakin kecil kadar air simplisia dan ekstrak, kemungkinan terjadinya pertumbuhan jamur yang terdapat dalam sampel tersebut semakin kecil.Kadar sari larut air simplisia sebesar 33,67% dan yang larut dalam etanol 30,62%. Penentuan kadar sari sangat berguna untuk memberikan gambaran mengenai banyaknya bahan yang terlarut dari simplisia. Penetapan kadar sari larut dalam air untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar dalam simplisia

Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol untuk mengetahui senyawa yang bersifat polar dan non polar dalam simplisia.Sedangkan kadar abu total simplisia yang didapat sebesar 3,77%dan kadar abu total ekstrak sebesar 4,00%dan kadar abu tidak larut asam simplisia sebesar 0,97%, sedangkan untuk kadar abu tidak larut asam ekstrak 0,13%.

Penetapan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral internal yang terdapat di dalam simplisia yang diteliti serta senyawa anorganik yang tersisa selama pembakaran. Abu yang tersisa setelah pembakaran berupa abu fisiologis yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri dan abu non fisiologis yang merupakan residu dari luar seperti pasir dan tanah yang menempel pada


(62)

45

sampel. Penetapan kadar abu dalam asam dimaksudkan untuk mengetahui jumlah silikat khususnya pasir yang terdapat pada simplisia dengan cara melarutkan abu total menggunakan asam klorida (WHO, 1998). Semakin rendah kadar abu maka mutu simplisia semakin tinggi.Penyarian 400 gram simplisia kulit buah nanas menggunakan etanol 96% menghasilkan 68,165 gram ekstrak (Rendemen 17,04%).

4.3Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia dan ekstrak kulit buah nanas dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak kulit buah nanas No. Pemeriksaan Simplisia Ekstrak

1. Flavonoid + +

2. Alkaloid - -

3. Saponin + +

4. Tanin + +

5. Glikosida + +

6. Steroid/triterpenoid + +

7. Glikosida Antrakuinon - -

Keterangan :

(+) : mengandung golongan senyawa (-) : tidak mengandung golongan senyawa

Pada Tabel 4.2di atas menyatakan bahwa serbuk simplisia dan ekstrak etanol kulit buah nanas mengandung golongan senyawa kimia yaitu flavonoid, saponin, tanin, glikosida, dan steroid/triterpenoid. Kulit buah nanas memiliki potensi sebagai antidiabetes, yaitu dengan adanya senyawa-senyawa seperti flavonoid yang diduga berperan secara signifikan meningkatkan aktivitas enzim antioksidan dan mampu meregenerasi sel-sel β pankreas yang rusak sehingga


(63)

46

defisiensi insulin dapat diatasi. Selain itu flavonoid juga dapat memperbaiki sensitifitas reseptor insulin, menghalangi penyerapan insulin, dan meregulasi aktifitas enzim dalam jalur metabolisme karbohidrat (Brahmachari, 2011).

4.4 Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas 4.4.1 Uji Pendahuluan dengan Metode Uji Toleransi Glukosa

Berdasarkan hasil orientasi dosis menggunakan metode uji toleransi glukosa dengan pemberian ekstrak etanol kulit buah nanas (EEKBN) per oral dosis 62,5 mg/kg bb; 125 mg/kg bb; 250 mg/kg bb; 500 mg/kg bb; 1000mg/kg bb, penurunan kadar glukosa darah sudah terlihat pada semua dosis. Pada dosis 125 mg/kg bb, 250 mg/kg bb dan 500 mg/kg bb menunjukkan penurunan kadar glukosa yang lebih cepat dibandingkan dengan yang lainnya. Dengan demikian, berdasarkan hasil orientasi yang telah dilakukan maka ditetapkan dosis untuk penelitian selanjutnya digunakan dosis 125 mg/kg bb, 250 mg/kg bb dan 500 mg/kg bb.

Sebelum percobaan mencit dipuasakan selama 18 jam, tetapi air minum tetap diberikan, lalu diukur KGD puasa mencit pada saat pengerjaan sebagai KGD awal. Berdasarkan hasil pengukuran KGD puasa rata-rata setiap kelompok mencit dari hasil analisis statistik ANOVA sebelum perlakuan (menit 0) diperoleh nilai

signifikan (0,113) pada α = 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

signifikan di antara kelompok kontrol, kelompok uji, dan kelompok pembanding. Hal ini menunjukkan bahwa hewan coba yang digunakan dalam kondisi fisiologis yang homogen sehingga dapat digunakan sebagai hewan uji. Hewan uji kemudian dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: kelompok kontrol Na-CMC 0,5% dosis 1% bb;


(1)

107

imunohistokimia Zn-SOD dengan pengamatan di bawah mikroskop pembesaran 10x10


(2)

108 Lampiran 16. (Lanjutan)


(3)

109


(4)

110 Lampiran 16. (Lanjutan)


(5)

111


(6)

112 Lampiran 16. (Lanjutan)


Dokumen yang terkait

Kandungan Fenol Total Ekstrak Etanol Daun Kluwih (Artocarpus Camansi Blanco) Dan Pengaruhnya Terhadap Kadar Sod (Superoksida Dismutase)Pada Mencit

0 68 129

Efek Antiagregasi Platelet Ekstrak Etanol Buah Nanas (Ananas comusus Merr) Pada Mencit Putih Jantan

21 114 92

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Pengaruh ekstrak cincau hijau cyclea barbata l. miers terhadap aktivitas enzim superoksida dismutase dan katalase pada mencit c3h bertumor kelenjar susu

0 3 5

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) Terhadap Glukosa Darah Dan Kadar Superoksida Dismutase (Sod) Pada Mencit Hiperglikemia Secara In Vivo

0 0 15

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) Terhadap Glukosa Darah Dan Kadar Superoksida Dismutase (Sod) Pada Mencit Hiperglikemia Secara In Vivo

0 0 2

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) Terhadap Glukosa Darah Dan Kadar Superoksida Dismutase (Sod) Pada Mencit Hiperglikemia Secara In Vivo

1 1 6

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) Terhadap Glukosa Darah Dan Kadar Superoksida Dismutase (Sod) Pada Mencit Hiperglikemia Secara In Vivo

0 2 17

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) Terhadap Glukosa Darah Dan Kadar Superoksida Dismutase (Sod) Pada Mencit Hiperglikemia Secara In Vivo

0 1 6

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) Terhadap Glukosa Darah Dan Kadar Superoksida Dismutase (Sod) Pada Mencit Hiperglikemia Secara In Vivo

0 0 39