Karakter Vegetatif dan Fisiologi Gandum Introduksi Sensitif Suhu Tinggi di Dataran Sedang dan Tinggi

KARAKTER VEGETATIF DAN FISIOLOGI
GANDUM INTRODUKSI SENSITIF SUHU TINGGI
DI DATARAN SEDANG DAN TINGGI

SHELY RAHMALANI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakter Vegetatif dan
Fisiologi Gandum Introduksi Sensitif Suhu Tinggi di Dataran Sedang dan Tinggi
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Shely Rahmalani
NIM G34090044

ABSTRAK
SHELY RAHMALANI. Karakter Vegetatif dan Fisiologi Gandum Introduksi
Sensitif Suhu Tinggi di Dataran Sedang dan Tinggi. Dibimbing oleh
MIFTAHUDIN dan TATIK CHIKMAWATI.
Salah satu upaya penekanan peningkatan volume impor gandum adalah
dengan pengembangan tanaman gandum di areal dataran sedang. Namun, suhu
tinggi di dataran sedang menjadi faktor pembatas untuk pertumbuhan dan produksi
gandum. Aplikasi putresin pada tanaman diketahui dapat mengurangi pengaruh
negatif dari cekaman suhu tinggi. Penelitian ini bertujuan mempelajari respon
karakter gandum introduksi sensitif suhu tinggi terhadap perlakuan putresin yang
ditanam di dataran sedang Cisarua dan dataran tinggi Cipanas. Bahan tanaman yang
digunakan yaitu gandum introduksi sensitif suhu tinggi Munal, S-03, dan Dewata.
Karakter tanaman gandum yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan,

luas, tebal, sudut daun bendera, kerapatan stomata, laju transpirasi relatif, dan
kandungan klorofil. Hasil penelitian ini menunjukkan genotipe berpengaruh hampir
pada semua karakter pertumbuhan, sedangkan putresin hanya berpengaruh pada
kerapatan stomata adaksial dan abaksial, serta laju transpirasi relatif abaksial
gandum di Cisarua dengan konsentrasi terbaik 1.25mM. Pertumbuhan gandum
introduksi sensitif suhu tinggidi dataran tinggi Cipanas lebih baik dibandingkan
dengan dataran sedang Cisarua. Genotipe yang lebih cocok untuk ditanam di
Cipanas maupun Cisarua yaitu S-03.
Kata kunci : gandum, karakter vegetatif dan fisiologi, putresin, suhu tinggi

ABSTRACT
SHELY RAHMALANI. Vegetative and Physiological Characters of Introduction
High Temperature Sensitive Wheat in Mid and High Altitudes. Supervised by
MIFTAHUDIN and TATIK CHIKMAWATI.
One of the effort to reduce our dependency to wheat import is by
developing tropical wheat adapted to mid altitude. However, high temperature in
this area can be a limiting factor for wheat growth and production. Application of
putrescine to plants may alleviate the negative effect of high temperature stress.
The objective of the research was to study the characters responses of introduction
high temperature sensitive wheat to putrescine application grown at mid and high

altitudes. The material plant used is introduction high temperature sensitive wheat
Munal, S-03, and Dewata. The observed characters were plant height, number of
tillers, flag leaf area, leaf thickness, flag leaf angle, stomatal density, relative
transpiration rate, and cholorophyll content. The result showed that the genotypes
affected almost all growth characters, while putrescine application only affected to
stomatal density and relative transpiration rate of wheat grown in Cisarua with the
best putrescine consentration of 1.25 mM. High temperature sensitive wheat grew
better in high altitude (Cipanas) than that of in mid altitude (Cisarua). The genotype
S-03 was more suitable to be grown in both altitudes.
Key word: heat stress, putrescine, vegetative and physiological characters, wheat

KARAKTER VEGETATIF DAN FISIOLOGI
GANDUM INTRODUKSI SENSITIF SUHU TINGGI
DI DATARAN SEDANG DAN TINGGI

SHELY RAHMALANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains

pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA
ILMU Gandum
PENGETAHUAN ALAM
Judul Skripsi :Karakter Morfologi DAN
dan Fisiologi
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(Triticumaestivum)GalurIntroduksi
SensitifSuhu Tinggi di Dataran
BOGOR
Sedang dan Tinggi
2014
Nama
: Shely Rahmalani

Judul Skripsi : Karakter Vegetatif dan Fisiologi Gandum Introduksi Sensitif Suhu

Tinggi di Dataran Sedang dan Tinggi
Nama
: Shely Rahmalani
NIM
: G34090044

Disetujui oleh

Dr Ir Miftahudin, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
Karakter Vegetatif dan Fisiologi Gandum Introduksi Sensitif Suhu Tinggi di
Dataran Sedang dan Tinggi. Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari sampai
Agustus 2013 di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI)
Cipanas, kebun petani di Cisarua, serta Laboratorium Fisiologi dan Biologi
Molekuler Tumbuhan Departemen Biologi IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Miftahudin, MSi dan Dr Ir
Tatik Chikmawati, MSi selaku pembimbing, serta Dr Ir RR Dyah Perwitasari, MSc
selaku dosen penguji atas segala masukannya demi karya ilmiah ini. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, ibu Aniek Suwarni,
ayah Sularno, yang senantiasa memberikan doa, dukungan, dan limpahan kasih
sayang. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada rekan satu bimbingan (Sandi,
Yusi, dan Wulan), serta teman-teman Biologi Angkatan 46 yang tidak dapat
disebutkan satu persatu atas kerjasama, dukungan, dan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
kita semua.
Bogor, Juni 2014

Shely Rahmalani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN



Latar Belakang




Tujuan Penelitian



METODE



Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan Tanaman

2

MetodePenelitian




HASIL

4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

4

Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan

4

Morfologi Daun Bendera

6

Kerapatan Stomata


6

Laju Transpirasi Relatif

6

Kandungan Klorofil a dan b

8

PEMBAHASAN

10 

SIMPULAN

11 

DAFTAR PUSTAKA


12 

LAMPIRAN

13 

DAFTAR TABEL
1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan minggu ke-8 gandum sensitif suhu
tinggi genotipe Munal, S-03, dan Dewata di Cipanas dan Cisarua
2 Morfologi daun bendera gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di
Cipanas dan Cisarua
3 Kerapatan stomata, laju transpirasi relatif, dan kandungan klorofil daun
gandum pada tiga konsentrasi aplikasi putresin yang ditanam di Cipanas
dan Cisarua
4 Kerapatan stomata, laju transpirasi relatif, dan kandungan klorofil daun
dari tiga genotipe gandum yang ditanam di Cipanas dan Cisarua




9

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan tinggi tanaman gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di
Cipanas dan Cisarua
5
2 Stomata gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di Cipanas di bawah
mikroskop majemuk dengan perbesaran 10x10
7
3 Stomata gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di Cisarua di bawah
mikroskop majemuk dengan perbesaran 10x10
8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas
cahaya di Cipanas tahun 2013
2 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas
cahaya di Cisarua tahun 2013
3 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan fisiologi gandum introduksi
sensitif suhu tinggi di Cipanas
4 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan fisiologi gandum introduksi
sensitif suhu tinggi di Cisarua

13
14 
15 
16 

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan salah satu serealia dari famili
Poaceae yang berasal dari daerah subtropis yang tumbuh optimal pada suhu 20 oC
(Aqil et al. 2011). Saat ini tepung gandum menjadi makanan pokok kedua di
Indonesia setelah beras. Kebutuhan tepung gandum di Indonesia meningkat
seiring perkembangan ekonomi dan jumlah penduduk dengan rata-rata
peningkatan impor gandum sebesar 16.91% per tahun pada peride 2004-2008
(Khudori 2011). Menurut Azwar et al. (1989) konsumsi yang semakin meningkat
tersebut menjadikan Indonesia harus mengimpor gandum dari Australia dan
Kanada lebih dari4-5 juta ton/tahun.
Salah satu upaya penekanan volume impor gandum adalah mengembangkan
tanaman gandum di dalam negeri melalui penerapan teknologi budidaya yang
sesuai dengan kondisi agroklimat di Indonesia (Sovan 2002). Pengembangan
tanaman gandum di Indonesia dapat dilakukan dengan mengintroduksikan galur
atau varietas gandum dari negara lain. Program pemuliaan gandum di Indonesia
diarahkan pada perakitan varietas unggul tropis yang mampu beradaptasi di
dataran sedang maupun rendah. Hal ini dilakukan mengingat pengembangan
tanaman gandum di dataran tinggi akan berkompetisi dengan tanaman hortikultura
yang selain memiliki nilai ekonomi lebih tinggi juga secara sosial telah menjadi
perilaku petani dataran tinggi. Lahan-lahan pertanian di dataran sedang dan
rendah dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman gandum, tetapi
cekaman suhu tinggi menjadi kendala utama bagi pertumbuhan dan produksi
tanaman gandum di daerah tersebut.
Pemberian senyawa organik, seperti poliamin, diketahui dapat
meningkatkan kemampuan tanaman gandum beradaptasi di lingkungan suhu
tinggi. Poliamin adalah senyawa organik seperti zat pengatur tumbuh yang
berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, mulai dari
perkecambahan biji sampai senesen (Kumar et al. 1997). Putresin adalah salah
satu jenis poliamin yang merupakan perkusor untuk sintesis poliamin lain, yaitu
spermidin dan spermin. Putresin diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman gandum yang mendapatkan cekaman suhu tinggi
(Sarvajeet 2010).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari respon karakter vegetatif dan fisiologi
dari dua genotipe gandum introduksi sensitif suhu tinggi (Munal dan S-03) dan
satu kultivar gandum nasional sensitif suhu tinggi (Dewata) terhadap perlakuan
putresin yang ditanam di dataran sedang Cisarua dan dataran tinggi Cipanas.

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2013 bertempat
di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Cipanas yang
merupakan areal dataran tinggi dengan ketinggian 1100 m di atas permukaan laut
(dpl) dan di Kebun Petani Cisarua yang merupakan areal dataran sedang dengan
ketinggian 700 m dpl, serta Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekular
Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB.

Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih dari dua
genotipe gandum introduksi sensitif suhu tinggi yaitu Munal danS-03, dan satu
kultivar gandum nasional sensitif suhu tinggi yaitu Dewata.

Metode Penelitian
Rancangan Percobaan
Percobaan dilakukan di dua lokasi. Setiap lokasi dianggap sebagai
percobaan terpisah yang merupakan percobaan faktorial dengan dua faktor. Faktor
pertama adalah tiga konsentrasi pemberian putresin 0, 1.25, dan 2.50 mM. Faktor
kedua adalah kultivar Dewata, dan genotipe Munal dan S-03. Percobaan disusun
dalam Rancangan Blok Terbagi (Split Block Design) dengan sembilan kombinasi
perlakuan dan tiga ulangan setiap kombinasi perlakuan, sehingga terdapat 27
satuan percobaan pada setiap lokasi.
Pelaksanaan Percobaan
Penanaman benih dilakukan dalam petak-petak percobaan dengan ukuran
tiap petak 1.5x4 m2 dan jarak antar baris 25 cm2. Setiap petak percobaan yang
merupakan satuan percobaan terdiri atas lima baris dan setiap baris ditanam 10 g
benih gandum. Pemeliharaan dilakukan dengan cara memberikan pupuk
anorganik sebanyak dua kali. Pemupukan pertama dilakukan pada 10 hari setelah
tanam (HST) dengan dosis urea 112.5 g/petak, SP36 150 g/petak, dan KCl 75
g/petak. Pemupukan kedua dilakukan pada 30 HST dengan dosis pupuk urea
112.5 g/petak.
Perlakuan Putresin
Perlakuan putresin dilakukan sebanyak dua kali pada masing-masing lokasi,
yaitu satu minggu sebelum antesis dan setelah antesis. Putresin yang sudah
dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 1.25 mM dan 2.50 mM disemprotkan
sebanyak 300 ml pada tiap petak tanaman gandum melalui daun sesuai perlakuan.

3

Pengukuran Iklim Mikro
Faktor lingkungan yang diukur selama penelitian antara lain suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya. Suhu dan kelembaban
udara diukur dengan menggunakan thermo-hygrometer, kecepatan angin diukur
dengan meggunakan anemometer, dan intensitas cahaya diukur dengan
menggunakan luxmeter. Pengukuran tersebut dilakukan setiap hari pada pagi,
siang, dan sore hari.
Penentuan Tanaman Sampel
Tanaman sampel ditentukan secara acak, yaitu lima sampel tanaman untuk
tiap petak percobaan. Sampel yang digunakan adalah tanaman yang berada di tiga
baris tengah.
Pengamatan Pertumbuhan Tanaman
Parameter pertumbuhan tanaman yang diukur adalah tinggi tanaman dan
jumlah anakan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung malai.
Jumlah anakan diukur dengan cara menghitung jumlah anakan yang keluar dari
pangkal batang. Pengukuran pertumbuhan tanaman dilakukan mulai 21 HST
hingga perlakuan putresin yang kedua dengan waktu pengukuran setiap minggu.
Pengamatan Morfologi Daun Bendera
Pengamatan morfologi daun bendera meliputi luas, tebal, dan sudut daun
bendera. Luas daun bendera ditentukan dengan persamaan Luas= panjang daun
(p) x lebar daun (l) x 0.75. Panjang daun bendera diukur dari pangkal daun
bendera sampai ujung daun bendera, sedangkan lebar daun bendera diukur tepat
dibagian tengah daun terlebar. Pengukuran tebal daun bendera dilakukan dengan
jangka sorong di bagian tengah daun terlebar, sedangkan pengukuran sudut daun
bendera dilakukan dengan meletakkan busur derajat tegak lurus terhadap malai.
Penghitungan Kerapatan Stomata
Preparat epidermis daun dibuat dengan cara mengoleskan kuteks bening
pada sisi permukaan atas (adaksial) dan bawah daun (abaksial) dari setiap sampel,
kemudian didiamkan selama 5-10 menit hingga kering. Kuteks yang telah
mengering ditarik dengan bantuan pinset secara hati-hati dan diletakkan di atas
gelas objek, lalu ditutup dengan gelas penutup. Pengamatan jumlah stomata
diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 10x10.
Kerapatan stomata diketahui dengan membandingkan jumlah stomata pada tiap
bidang pandang dengan luas bidang pandang. Pengamatan kerapatan stomata
dilakukan sebanyak lima kali ulangan dengan tiga sudut pandang pada setiap
sampel.
Pengukuran Laju Transpirasi Relatif
Pengukuran laju transpirasi relatif dilakukan dengan menggunakan metode
kertas kobalt klorida. Sehelai kertas kobalt klorida berwarna biru cerah yang
bergaris tengah 0.5 cm, ditempelkan pada selembar seluloid (kertas mika) dan
dilipat dua bagian tengahnya. Kepingan seluloid dijepitkan dengan penjepit kertas,
sehingga kedua lipatan kertas kobalt klorida menempel pada kedua permukaan
daun. Waktu yang digunakan untuk merubah warna kertas dari biru menjadi

4

merah muda dicatat dalam detik. Luas daun yang tertutup kertas kobalt klorida
digunakan untuk menghitung laju transpirasi. Perbedaan bobot kertas kobalt
klorida sebelum dan sesudah terjadi perubahan warna ditentukan dengan
timbangan sebagai jumlah uap air yang hilang melalui transpirasi (Tjondronegoro
et al. 1989).
Pengukuran Kandungan Klorofil a dan b
Penentuan kandungan klorofil ditentukan dengan metode Arnon (1949)
yang dimodifikasi. Sampel daun segar sebanyak 0.25 g dihaluskan dalam mortar,
selanjutnya ditambahkan 5 ml aseton 80%, dan disentrifugasi. Ekstraksi diulang
sampai filtrat tidak berwarna. Filtrat yang terkumpul kemudian ditera sampai
volumenya tepat 12.5 ml. Pengukuran kandungan klorofil dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 645 nm (klorofil a) dan
663 nm (klorofil b). Rumus untuk perhitungan klorofil, yaitu:
Klorofil a = 0.0127xD663 – 0.00269xD645
Klorofil b = 0.0299xD645 – 0.00468xD663
Keterangan: D645= Nilai absorban pada panjang gelombang 645 nm
D663= Nilai absorban pada panjang gelombang 663 nm
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan sidik ragam dengan uji F pada tingkat
kepercayaan 5%. Apabila hasil uji F menunjukkan pengaruh nyata dari perlakuan,
maka data diuji lebih lanjut dengan uji Duncan pada tingkat probabilitas 0.05
menggunakan program SPSS 16 (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

HASIL

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Berdasarkan pengukuran data iklim mikro yang dilakukan setiap harinya
selama penelitian didapatkan data rata-rata di dataran tinggi Cipanas yaitu suhu
udara 20.8 OC, kelembaban relatif 75.7 %, kecepatan angin 2.9 m/s, dan intensitas
cahaya 15475 lux (Lampiran 1). Berbeda dengan di Cipanas, data rata-rata di
dataran sedang Cisarua menunjukkan suhu udara 27.5 OC, kelembaban relatif
80.4 %, kecepatan angin 0.7 m/s, dan intensitas cahaya 27406 lux (Lampiran 2).

Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan
Aplikasi putresin dan interaksi putresin dengan genotipe tidak
mempengaruhi tinggi tanaman di kedua lokasi (Lampiran 3 dan 4). Pengamatan
terhadap tinggi tanaman dari minggu ke-3 sampai ke-8 menunjukkan bahwa tinggi
tanaman mulai terlihat berbeda antar genotipe pada minggu ke-7 dan ke-8 baik di
Cipanas maupun Cisarua (Gambar 1).

5

Tinggi Tanaman (cm)

120.0
100.0
80.0
60.0
40.0
20.0
0.0
3

4

5

6

7

8

Minggu Setelah Tanam (MST)

Gambar 1 Pertumbuhan tinggitanaman gandum genotipe Munal, S-03, dan
Dewatadi
Cipanas
dan
Cisarua.
;
;
;
;
;
Hasil pengamatan pada minggu ke-8 menunjukkan tanaman gandum yang
ditanam di Cipanas memiliki habitus lebih tinggi dibandingkan habitus tanaman
gandum yang ditanam di Cisarua. Pada kedua lokasi, genotipe S-03 merupakan
tanaman gandum yang memiliki habitus paling tinggi, sedangkan Munal memiliki
habitus paling rendah. Jumlah anakan sampai pada minggu ke-8 tidak dipengaruhi
oleh putresin, genotipe maupun interaksinya. Jumlah anakan di Cipanas
menunjukkan jumlah yang seragam dari tiga genotipe, yaitu masing-masing
delapan anakan, sedangkandi Cisarua genotipe Munal memiliki jumlah anakan
lebih banyak dibanding genotipe S-03 dan Dewata (Tabel 1).

Tabel 1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan minggu ke-8 gandum sensitif suhu
tinggi genotipe Munal, S-03, dan Dewata di Cipanas dan Cisarua
Peubah
Munal
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Anakan

86.9a
8.0

Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Anakan

55.9a
10.0

Genotipe
S-03
Cipanas
95.4b
8.0
Cisarua
73.5b
9.0

Dewata
90.4a
8.0
70.1b
8.0

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada α= 0.05, sedangkan yang tidak
diikuti oleh huruf tidak berbeda nyata pada uji F α=0.05

6

Morfologi Daun Bendera
Aplikasi putresin dan interaksi putresin dengan genotipe tidak
mempengaruhi karakter morfologi daun bendera di kedua lokasi (Lampiran 3 dan
4). Perbedaan antar genotipe hanya terjadi pada luas daun bendera gandum yang
ditanam di Cipanas, serta sudut daun bendera gandum yang ditanam di Cipanas
dan Cisarua (Tabel 2). Genotipe Munal memiliki daun bendera yang paling sempit
dibanding luas daun bendera S-03 dan Dewata di kedua lokasi.

Tabel 2 Morfologi daun bendera gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di
Cipanas dan Cisarua
Peubah
Munal
Luas daun (cm)
Sudut daun (o)
Tebal daun (mm)

22.0a
60.1c
0.02

Luas daun (cm)
Sudut daun (o)
Tebal daun (mm)

14.1
53.0a
0.01

Genotipe
S-03
Cipanas
27.8b
77.2a
0.02
Cisarua
15.6
63.2b
0.01

Dewata
31.5b
69.3b
0.03
15.5
63.8b
0.01

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji DMRT pada α= 0.05, sedangkan yang tidak diikuti oleh huruf tidak berbeda
nyata pada uji F α= 0.05

Kerapatan Stomata
Kerapatan stomata adaksial dan abaksial di Cipanas hanya dipengaruhi oleh
genotipe (Tabel 4), sedangkan kerapatan stomata adaksial dan abaksial di Cisarua
dipengaruhi oleh putresin dan genotipe secara terpisah (Tabel 3 dan 4). Interaksi
putresin dengan genotipe tidak mempengaruhi kerapatan stomata di kedua lokasi
(Lampiran 3 dan 4). Secara umum, kerapatan stomata daun abaksial lebih tinggi
dibandingkan kerapatan stomata daun adaksial. Pemberian putresin 1.25 mM telah
meningkatkan kerapatan stomata daun di Cisarua. Pada kedua lokasi, kultivar
Dewata memiliki kerapatan stomata adaksial dan abaksial tertinggi dibandingkan
genotipe Munal dan S-03 (Gambar 2 dan 3).

Laju Transpirasi Relatif
Laju transpirasi relatif gandum adaksial dan abaksial di Cipanas tidak
dipengaruhi oleh putresin, genotipe, dan interaksi putresin dengan genotipe
(Lampiran 3), sedangkan laju transpirasi relatif gandum abaksial di Cisarua
dipengaruhi oleh putresin dan genotipe secara terpisah, tetapi tidak dipengaruhi
oleh interaksi putresin dengan genotipe (Lampiran 4). Secara umum, laju
transpirasi relatif pada bagian abaksial lebih tinggi dibandingkan bagian adaksial.

7

Pemberian putresin 1.25 mM dan 2.50 mM telah meningkatkan laju transpirasi
relatif di Cisarua (Tabel 3). Pada kedua lokasi, genotipe Munal memiliki laju
transpirasi yang relatif lebih rendah dibandingkan laju transpirasi relatif S-03 dan
Dewata (Tabel 4).

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 2 Stomata gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di Cipanas di
bawah mikroskop majemuk dengan perbesaran 10x10 (a) Munal
adaksial (b) Munal abaksial (c) S-03 adaksial (d) S-03 abaksial (e)
Dewata adaksial (f) Dewata abaksial

8

(a)

(
(b)

(c)

(
(d)

(
(f)
(e)
Gam
mbar 3 Stom
mata ganduum genotipee Munal, S-03,
S
dan Dewata
D
di Cisarua di
baw
wah mikroskkop majem
muk dengan
n perbesaraan 10x10 (a) Munal
adakksial (b) Munal
M
abakssial (c) S-03
3 adaksial (d) S-03 abbaksial (e)
Dew
wata adaksiaal (f) Dewatta abaksial
K
Kandungan
n Klorofil a dan b
Hasil annalisis kanndungan kloorofil menu
unjukkan bahwa
b
secaara umum
kanddungan klorofil b cennderung leebih tinggi dibandingg klorofil a. Namun
demiikian, kanduungan kloroofil daun tiidak dipeng
garuhi secarra nyata oleeh putresin
dan genotipe, serta interaaksi putresiin dengan genotipe (Lampiran
(
3 dan 4).
Kanddungan kloorofil hanyaa cenderunng berbeda antar genotipe dan meningkat
denggan pemberrian putresin 1.25 mM
M. Pada keedua lokasi penanamann, kultivar
Dew
wata memilliki kandunngan kloroofil a yan
ng paling tinggi dibbandingkan
kanddungan klorrofil Munaal dan S-033. Genotipee Munal dan
d
Dewataa memiliki
kanddungan klorrofil b tertinnggi di Cippanas, sedaangkan di Cisarua
C
gennotipe S-03
mem
miliki kandunngan kloroffil b tertingggi (Tabel 4).

9

Tabel 3 Kerapatan stomata, laju transpirasi relatif, dan kandungan klorofil daun
gandum pada tiga konsentrasi aplikasi putresin yang ditanam di Cipanas
dan Cisarua
Peubah

Kerapatan stomata adaksial (∑stomata/mm2)
Kerapatan stomata abaksial (∑stomata/mm2)
Laju transpirasi relatif adaksial (g/cm2/detik)
Laju transpirasi relatif abaksial (g/cm2/detik)
Kandungan klorofil a daun (mg/g)
Kandungan klorofil b daun (mg/g)

0

210
242
0.04
0.05
0.29
0.42

Putresin (mM)
1.25
2.50
Cipanas
213
245
0.05
0.07
0.31
0.41

212
242
0.06
0.07
0.32
0.42

Cisarua
Kerapatan stomata adaksial (∑stomata/mm2)
Kerapatan stomata abaksial (∑stomata/mm2)
Laju transpirasi relatif adaksial (g/cm2/detik)
Laju transpirasi relatif abaksial (g/cm2/detik)
Kandungan klorofil a daun (mg/g)
Kandungan klorofil b daun (mg/g)

234a
264a
0.05
0.06a
0.30
0.40

273c
296c
0.08
0.11b
0.29
0.41

268b
281b
0.07
0.10b
0.30
0.40

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji DMRT pada α= 0.05, sedangkan yang tidak diikuti oleh huruf tidak berbeda
nyata pada uji F α= 0.05

Tabel 4 Kerapatan stomata, laju transpirasi relatif, dan kandungan klorofil daun
dari tiga genotipe gandum yang ditanam di Cipanas dan Cisarua
Peubah

Kerapatan stomata adaksial (∑stomata/mm2)
Kerapatan stomata abaksial (∑stomata/mm2)
Laju transpirasi relatif adaksial (g/cm2/detik)
Laju transpirasi relatif abaksial (g/cm2/detik)
Kandungan klorofil a daun (mg/g)
Kandungan klorofil b daun (mg/g)

Munal

Genotipe
S-03
Dewata
Cipanas

198a
231a
0.04
0.05
0.30
0.42

205b
239a
0.05
0.06
0.31
0.41

232c
258b
0.06
0.07
0.32
0.42

Cisarua
Kerapatan stomata adaksial (∑stomata/mm2)
Kerapatan stomata abaksial (∑stomata/mm2)
Laju transpirasi relatif adaksial (g/cm2/detik)
Laju transpirasi relatif abaksial (g/cm2/detik)
Kandungan klorofil a daun (mg/g)
Kandungan klorofil b daun (mg/g)

254a
279
0.06
0.05a
0.29
0.40

247a
275
0.07
0.08b
0.30
0.40

263b
285
0.07
0.09b
0.31
0.41

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji DMRT pada α= 0.05, sedangkan yang tidak diikuti oleh huruf tidak berbeda
nyata pada uji F α= 0.05

10

PEMBAHASAN

Gandum merupakan tanaman yang mempunyai daerah persebaran cukup
luas mulai dari daerah tropis sampai daerah lintang tinggi (Handoko 2007).
Menurut Hendershot et al.(1992) suhu pertumbuhan optimum tanaman gandum
berada dalam kisaran 18 oC sampai 23 oC. Ginkel dan Villareal (1996) dalam
studinya menyatakan bahwa gandum pada kelembaban relatif 80% hanya dapat
bertahan pada suhu dibawah 23 °C. Berdasarkan hasil penelitian, gandum yang
ditanam di Cisarua pada kelembaban relatif 80.4 % dan suhu rataan sebesar 27.5
°C masih dapat bertahan meskipun habitus tanaman gandum tersebut lebih rendah
dibandingkan habitus tanaman gandum yang ditanam di Cipanas pada kelembaban
relatif 75.7 % dan suhu udara rataan 20.8 oC. Genotipe S-03 memiliki tinggi
tanaman tertinggi dibandingkan Munal dan Dewata di kedua lokasi yang
menunjukkan bahwa genotipe S-03 dapat teradaptasi dengan baik di Cipanas dan
Cisarua, meskipun kedua lokasi tersebut memiliki kondisi lingkungan relatif
berbeda.
Handoko (2007) menyatakan bahwa hara nitrogen hanya mempengaruhi
pemunculan anakan pada dataran bersuhu tinggi. Namun, dalam penelitian ini
hara nitrogen juga mempengaruhi pemunculan anakan pada dataran bersuhu
rendah dengan jumlah anakan yang hampir seragam antar genotipe di kedua
lokasi. Aplikasi putresin tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi dan jumlah
anakan di Cipanas dan Cisarua. Salah satu faktor yang diduga menyebabkannya
adalah seringnya terjadi hujan sesaat setelah aplikasi putresin sehingga
kemungkinan putresin tercuci air hujan sebelum diserap oleh tanaman.
Daun gandum berbentuk pita dan sempit dengan panjang 20-37 cm. Pelepah
daun melekat pada buku menyelubungi batang. Daun yang sudah tua akan
mengering dan melengkung ke bawah hanya daun bendera yang masih dalam
keadaan baik, sehingga daun bendera memegang peranan penting terhadap
pengisian bulir malai pada fase generatif (Stoskoff 1985). Luas daun bendera
sangat penting dalam proses pertumbuhan gandum terutama dalam kapasitas
penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Daun bendera yang tetap
utuh terjaga sangat penting dalam produksi karbohidrat selama pengisian bulir.
Menurut Borojevic dan Dencic (1986), bentuk sudut daun bendera menandakan
fase pertumbuhan pada tanaman gandum. Jika bentuk sudut horizontal dengan
batang maka tanaman gandum memasuki fase pengisian bulir malai, sedangkan
ketika daun bendera telah menjuntai menandakan pertumbuhan telah mencapai
akhir. Pengukuran sudut daun bendera di Cipanas dan Cisarua dalam penelitian ini
dilakukan pada fase generatif, sudut daun bendera yang terbentuk berada diantara
sudut 60-70o, dimana hal ini menunjukkan bahwa tanaman gandum di kedua
lokasi sedang berada dalam pengisian bulir malai.
Stomata pada daun gandum berbentuk halter yang khas dimiliki anggota
famili Poaceae. Stomata gandum tersusun rapi dibagian adaksial dan abaksial.
Gupta dan Gupta (2011) dalam studinya menyatakan bahwa aplikasi putresin
(0.01, 0.1, dan 1.0 mM) berpengaruh pada karakter morfologi dan fisiologi
gandum dengan konsentrasi terbaik 0.1 mM, sedangkan pada penelitian ini
aplikasi putresin hanya berpengaruh pada kerapatan stomata adaksial dan abaksial
di Cisarua serta laju transpirasi relatif abaksial di Cisarua dengan konsentrasi

11

putresin terbaik 1.25 mM. Menurut Tony (2007) jumlah stomata akan
mempengaruhi laju transpirasi relatif pada daun gandum yang berfungsi untuk
penguapan air dan pemasukan gas CO2 saat fotosintesis. Hal ini terlihat pada hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa dengan suhu udara dan kerapatan stomata
yang tinggi di Cisarua membuat laju transpirasi relatif di Cisarua lebih tinggi
dibandingkan di Cipanas. Ketika suhu udara tinggi, tanaman akan mengeluarkan
air lebih banyak sebagai regulasi keseimbangan suhu.
Klorofil merupakan zat hijau daun yang terkandung dalam kloroplas daun
yang dapat menyerap berbagai panjang gelombang matahari dengan kisaran
panjang gelombang 550 nm sampai 700 nm (Heldt 2005). Pengukuran karakter
fisiologi seperti kandungan klorofil, merupakan salah satu pendekatan untuk
mempelajari pengaruh kekurangan air terhadap pertumbuhan dan hasil produksi
karena sangat berkaitan dengan laju fotosintesis (Li et al. 2006). Selain itu
pengukuran kandungan klorofil juga merupakan salah satu pendekatan
terbentuknya klorofil itu sendiri pada tanaman gandum. Kandungan klorofil dalam
penelitian ini hanya cenderung berbeda antar genotipe dan meningkat dengan
pemberian putresin 1.25 mM, dimana kandungan klorofil di Cipanas relatif lebih
tinggi dibandingkan kandungan klorofil di Cisarua.
Berdasarkan hasil penelitian karakter pertumbuhan vegetatif dan fisiologi
menunjukkan bahwa tanaman gandum yang ditanam di daerah dataran tinggi
Cipanas menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan gandum yang ditanam
di dataran sedang Cisarua. Hal ini dapat terjadi mengingat rendahnya suhu udara
di Cipanas merupakan kondisi lingkungan yang sangat baik untuk produksi
gandum. Selain itu, Yang et al. (2002) menyatakan bahwa rata-rata suhu harian
yang tinggi di Cisarua yang mecapai 27.5 oC dapat menyebabkan daun gandum
layu sehingga difusi CO2 untuk melakukan proses fotosintesis terhambat.

SIMPULAN

Putresin berpengaruh terhadap laju transpirasi relatif abaksial, serta
kerapatan stomata adaksial dan abaksial gandum yang ditanam di Cisarua dengan
konsentrasi terbaik 1.25 mM. Genotipe berpengaruh pada tinggi tanaman, luas dan
sudut daun bendera, kerapatan stomata, dan laju transpirasi relatif. Pertumbuhan
tanaman gandum sensitif suhu tinggi yang ditanam di dataran tinggi Cipanas
menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan yang ditanam di dataran sedang
Cisarua. Genotipe introduksi yang lebih cocok untuk ditanam di Cipanas maupun
Cisarua yaitu S-03.

12

DAFTAR PUSTAKA

Aqil M, Marcia BP, Muslimah H. 2011. Inovasi gandum adaptif dataran rendah.
Majalah Sinar Tani Ed ke-3390:12-13.
ArnonDI. 1949. Cooper enzymes in isolated chloroplast, polyphenol oxidase in
Beta vulgaris. Plant Physiol. 24:1-15.
Azwar R, Danakusuma T, Daradjat AA. 1988. Prospek pengembangan terigu di
Indonesia. Di dalam Buku I Risalah Simposium Tanaman Pangan II;1988
Maret 12-13; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbangtan. hlm 17.
Borojevic S, Dencic S. 1986. Screening a wheat collection for leaf position at
different stages of growth. Plant Breed. 93:97-106.
Fujimura, Shi S, Iwama P, Zhang K, Gopal X, Jitsuyama J, Yutaka. 2009.
Comparison of growth and grain yield of spring wheat in Lhasa, the
Tibetan Plateau, with those in Sapporo, Japan. Plant Prod Sci.12:116-123.
Ginkel VM, Villareal RL. 1996. Triticum L. p. Di dalam: Grubben GJH,
Partohardjo S, editor. Plant resource of South-East Asia. Netherland:
Backhuys Publishers. hlm 10.
Handoko I. 2007. Penelitian Pengembangan Gandum di Indonesia. SEAMEO
BIOTROP. Bogor. hlm 118.
Heldt HW, Heldt F. 2005. Plant Biochemistry 3rd Edition. London (UK): Elsevier
Academic Pr.
Hendershot KL. Wang J, Nguyen HT. 1992. Induction temperature of heat –
shock protein synthesis in wheat. Crop Sci. 32:256-261.
Khudori. 2011. Melawan Krisis Pangan dengan Diversifikasi. Asosiasi Ekonomi
Politik Indonesia, Jakarta.
Kumar AT, Altabella, Taylor, Tiburcio AF. 1997. Recent advances in polyamin
research. Trendsin Plant Sci. 2:124-130.
Li R, Guo P, Baum M, Grando S, Ceccarelli S. 2006. Evaluation of cholorophyll
content and fluorescence parameters as indicators of drought tolerance in
Barley. Agricultural Sci in China. 5(10):751-757.
Mattjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan. Bogor (ID): IPB Pr.
Sarvajeet S, Narendra T. 2010. Polyamines and abiotic stress tolerance plants.
Plant Signaling & Behavior. 5(1):26-33.
Sovan M. 2002. Penanganan pascapanen gandum. Disampaikan pada acara rapat
koordinasi pengembangan gandum di Pasuruan, Jawa Timur, 3-5
September 2002. Direktorat Serealia Jenderal Bina Produksi Tanaman
Pangan.
Stoskoff CN. 1985. Cereal Grain Crops. Virginia (US): Reston Publishing
Company.
Gupta S, Gupta NK. 2011. Field efficacy of exogenously applied putrescine in
wheat (Triticum aestivum) under water stress conditions. The Indian J of
Agricultural sci. 81(6):516-519.
Tjondronegoro et al. 1989. Fisiologi Tumbuhan. Bogor (ID): PAU IPB.
Tony KH. 2007. Sistem pengendali suhu, kelembaban, dan cahaya dalam rumah
kaca. JIST. 10(1):82-93.

13

Lampiran 1 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas
cahaya di Cipanas tahun 2013
Januari

Februari

Maret

T

RH

KA

IC

T

RH

KA

IC

T

RH

KA

IC

(°C)
-

(%)
-

(m/s)
-

(lux)
-

(°C)
23
19.5
23
25.3
23.7
20.7

(%)
77
81.4
75.4
76.8
76.7
87.8

(m/s)
2.8
0.9
4.3
0.2
3.6
2.8

(lux)
18200
15340
38000
19690
35500
5290

(°C)
19.5
25.1
25.5
19.5
25.1
25.5

(%)
75
45.5
65.1
75
45.5
65.1

(m/s)
3.9
10.5
4.7
7.5
5.6
1.3

(lux)
30100
25900
31400
31900
18420
8140

-

-

-

-

20
22.9
20.1
21
21.3
25
22
21
22.3

78.2
72.5
80.5
80.9
82.3
78.3
78
64.5
81.9

3.5
2.5
3.3
2.5
2.4
3.3
1.9
1.3
1.2

35100
21400
10570
18560
11100
3850
16800
9850
18590

16.2
17.4
21.2
21.1
18.2
18.7
17.3
21.3
21.1

84.2
77.1
74.6
71.3
85.6
82.5
88.8
71.1
81.3

1.5
1.2
0.4
0.5
0.4
1
1
0.3
0.1

9330
6480
14890
1848
10000
2800
1203
5900
5940

-

-

-

-

20

83.2

1.9

10160

21.3

68.7

0.4

15330

-

-

-

-

19.6

76.2

5.8

12400

19.2

81.9

0.4

4410

24.6
23.8
20.6
20
20
20

63.9
72.6
70.3
74.6
81.7
83.6

1.9
2
4.5
3.7
2.8
3.5

18490
8450
11210
16200
9140
12770

18
21.8
20.2
17.5
18.1
21
20.2

79
73.7
78.9
78.6
83.3
83.1
73.3

2.2
3.8
4.3
6.7
4.5
9.3
12.5

15700
30500
15380
6640
19910
12010
17070

20.7
25.5
20.9
21
19.7
26
24.2

69.3
65.2
75.8
70.4
69.7
63.6
58.6

0.2
0.2
0.7
0.4
0.2
0.3
1.6

18640
15670
38400
25200
15430
24300
12160

21.1

90

1.9

13200

20

68.8

7.5

11700

21.1

69.2

1.3

19040

20.4
22.6
17.1
18.3

84.3
73.1
75
82.3

2.4
3.3
4.2
2.2

18850
19320
12930
15090

21.5
21
20.9
-

75.6
79.8
67.3
-

6.4
6.9
3.4
-

7890
13510
17080
-

22.2
23.2
23.3
19.5

71.1
70.4
70
77.3

1.2
1.3
1.8
0

1202
13870
21400
16540

20.7

80.2

2.6

9910

-

-

-

-

19.7

76.4

-

3530

21.1

84.4

2.3

24500

-

-

-

-

23.9

70.4

-

18750

Jumlah

270.3

1016

37.3

190060

590.6

2173

111.7

467790

664.1

2215.7

49.9

468123

Ratarata

20.8

78.2

2.9

14620

20.1

77.6

4.0

16706.8

21.5

71.5

1.7

15100.7

14

Lampiran 2 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas
cahaya di Cisarua tahun 2013
Januari

Februari

Maret

T

RH

KA

IC

T

RH

KA

IC

T

RH

KA

IC

(°C)
27

(%)
78.3

(m/s)
-

(lux)
31600
3170
47200
8890
26700
7630

(°C)
26.4
29.2
29
26.3
26.1
28.7

(%)
78.1
77.2
71
89.5
83.7
73.6

(m/s)
2
0.1
1.4
1.1
1
1.2

(lux)
16100
44500
35400
51500
33000
58000

(°C)
28.3
27.2
28
28.6
26.6
29.9

(%)
77.3
80.9
77.2
86
82
70.7

(m/s)
0
0.6
0
0
0.8
0

(lux)
15900
18600
18300
42300
11400
36700

28.9
27.8
27.5
26.4
26.1
26.1
26.1
26.1
25.9

73.4
75.7
73.6
81.8
78.6
85
80.5

2.1
1.2
2.8
0
0.2
0.7
0

51100
37900
9940
1980
0
0
48000
10700
11200

30.3
27.9
26
29.6
31.2
31.5
27.8
32.6
28.8

68.9
77.3
84.3
81.4
66.2
63.1
77
63.8
75.7

1.3
0.8
0.7
0
2.9
0.4
1.8
1.2
0

61800
13800
12100
67100
53500
50100
27800
48100
27200

29.9
28.7
26.2
26.1
25.2
26.2
25.4
27.2
27.2

86.2
81.2
91.8
83.9
85.8
80.8
79.5
85.5
83.1

0
0
0.1
0.7
0.2
0.1
0
0
0.6

1770
45200
32100
20400
201
62900
15500
13800
37500

28.7

74.7

1.6

25200

28.7

75.6

1.2

48900

27.1

77.9

0.1

22600

23.9

83.9

0.6

7500

28.6

69.3

0.1

18800

27.1

91.1

0

27000

24.4
26.6
27.5
25.2
25.2
23.9
25.1

90.8
81.7
76
76.7
91.8
92.4
81.4

1.5
0.2
1.1
3.3
0
0
1.2

13800
14600
43700
15000
1410
3750
9970

31.1
29.7
29.7
29.4
28.9
26.6
28.6

66.1
67.1
79.3
79.1
78.5
80.7
79

0.7
0.3
0.2
1.1
0.8
0.6
1.7

47900
10000
26000
48600
39700
24600
19700

25.7
25.8
27.1
27.1
25.5
26.5
26.9

88.5
84.3
84.3
91.5
93.8
92.1
87.8

0
0.1
0
0
0.2
0
0.1

1160
5300
53900
5400
65800
61000
63100

24.4

82.2

0.2

7490

26.6

88.2

0

10500

26.9

88.3

0.8

7380

26.6
26.6
34.6
-

70.4
-

0.7
-

12500
29000
55600
-

29.2
29.2
29.2
29.2

80.5
-

0
-

40100
13300
23500
46600

27
27.1
-

75.5
-

0.1
-

30900
-

-

-

-

-

28.4

86.4

0

38800

-

-

-

-

-

-

-

-

31.1

86.1

1.8

45100

-

-

-

-

Jumlah

610.6

1528.9

17.4

535530.0

680.4

2146.7

24.4

1102100.0

576.4

2187.0

4.5

716111.0

Ratarata

26.5

80.5

1.0

19126.1

28.9

76.7

0.9

35551.6

27.1

84.1

0.2

27542.7

15
Lampiran 3 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan fisiologi gandum introduksi sensitif suhu tinggi di Cipanas
Sumber Keragaman
Blok
Putresin
Putresin*Blok
Genotipe
Genotipe*Putresin
Galat Terkoreksi

db
2
2
4
2
4
12

TT
.044
.986
.577
.004
.632

JA
.000
.783
.751
.695
.445

LDB
.648
.487
.711
.001
.813

SDB
.977
.941
.010
.000
.609

Nilai α pada a=0.05
TDB
KSAD KSAB
.549
.779
.027
.549
.944
.448
.468
.127
.744
.531
.000
.000
.982
.162
.398

LTRAD LTRAB
.213
.126
.832
.673
.566
.507
.679
.068
.456
.385

KKA
.821
.236
.274
.201
.291

KKB
.240
.507
.524
.891
.418

Keterangan: TT= Tinggi Tanaman, JA= Jumlah Anakan, LDB= Luas Daun Bendera, SDB= Sudut Daun Bendera, TDB= Tebal Daun Bendera, KSAD=
Kerapatan Stomata Adaksial, KSAB= Kerapatan Stomata Abaksial, LTRAD= Laju Transpirasi Relatif Adaksial, LTRAB= Laju Transpirasi
Relatif Abaksial, KKA= Kandungan Klorofil A, KKB= Kandungan Klorofil B

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

16

 

Lampiran 4 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan fisiologi gandum introduksi sensitif suhu tinggi di Cisarua
Sumber Keragaman
Blok
Putresin
Putresin*Blok
Genotipe
Genotipe*Putresin
Galat Terkoreksi

db
2
2
4
2
4
12

TT
.463
.420
.126
.000
.483

JA
.060
.906
.157
.176
.387

LDB
.051
.307
.897
.153
.570

SDB
.321
.595
.075
.000
.421

TDB
.269
.444
.249
.251
.128

Nilaiα pada a=0.05
KSAD KSAB
.571
.781
.005
.059
.466
.072
.036
.259
.064
.258

LTRAD LTRAB
.259
.471
.504
.005
.238
.136
.173
.000
.526
.472

KKA
.098
.227
.772
.632
.475

KKB
.529
.145
.404
.083
.630

Keterangan: TT= Tinggi Tanaman, JA= Jumlah Anakan, LDB= Luas Daun Bendera, SDB= Sudut Daun Bendera, TDB= Tebal Daun Bendera, KSAD=
Kerapatan Stomata Adaksial, KSAB= Kerapatan Stomata Abaksial, LTRAD= Laju Transpirasi Relatif Adaksial, LTRAB= Laju Transpirasi Relatif Abaksial,
KKA= Kandungan Klorofil A, KKB= Kandungan Klorofil B

 
 
 

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 15 Maret 1991 sebagai putri tunggal
dari ayah Sularno dan ibu Aniek Suwarni. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN
32 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan
diterima di departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Botani Umum pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013, Fisiologi Tumbuhan
pada tahun ajaran 2012/2013, serta Biologi Dasar pada tahun ajaran 2012/2013
dan 2013/2014. Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapang di PT Inggu
Laut Abadi, Malang pada bulan Juli hingga Agustus 2012 dengan judul Budidaya
Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium R.) di Perkebunan Bunga PT Inggu
Laut Abadi Malang, Jawa-Timur. Selain itu, penulis juga aktif pada divisi Internal
Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA (BEM FMIPA) pada tahun 2010-2011 dan
pada beberapa kepanitian di lingkup departemen, fakultas, dan IPB.