Karakter Reproduktif Gandum (Triticum aestivum L.) Sensitif Suhu Tinggi pada Aplikasi Putresin di Dataran Sedang dan Tinggi

KARAKTER REPRODUKTIF GANDUM (Triticum aestivum L.)
SENSITIF SUHU TINGGI PADA PERLAKUAN PUTRESIN DI
DATARAN SEDANG DAN TINGGI

YUSI NURMALA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakter Reproduktif
Gandum (Triticum aestivum L.) Sensitif Suhu Tinggi pada Aplikasi Putresin di
Dataran Sedang dan Tinggi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Yusi Nurmala
NIM G34090080

ABSTRAK
YUSI NURMALA. Karakter Reproduktif Gandum (Triticum aestivum L.)
Sensitif Suhu Tinggi pada Aplikasi Putresin di Dataran Sedang dan Tinggi.
Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan MIFTAHUDIN.
Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman yang berasal
dari daerah subtropis. Penanaman gandum di Indonesia menghadapi masalah
cekaman suhu tinggi. Putresin dapat digunakan untuk mengatasi cekaman
suhu tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh putresin dan
genotipe gandum terhadap karakter reproduktif gandum sensitif suhu tinggi
yang ditanam di Cipanas dan Cisarua. Penelitian menggunakan Rancangan
Petak Terpisah (Split Block Design) dan menguji dua faktor. Faktor pertama
adalah konsentrasi putresin dengan tiga macam konsentrasi yaitu 0.0, 1.25
dan 2.50 mM. Faktor ke-2 adalah genotipe yang terdiri dari Dewata, Munal
dan S-03. Karakter reproduktif gandum di Cipanas yang dipengaruhi oleh

genotipe yaitu umur berbunga, sudut perbungaan, jumlah spikelet per malai,
jumlah floret per malai, jumlah floret hampa per malai, dan bobot biji per
malai, sedangkan di Cisarua genotipe mempengaruhi umur berbunga, sudut
perbungaan, umur panen, panjang malai, jumlah spikelet per malai, jumlah
floret per malai, dan jumlah floret hampa per malai. Putresin dan interaksi
putresin hanya berpengaruh pada sudut perbungaan di daerah Cisarua.
Genotipe yang baik ditanam di Cipanas adalah S-03 sedangkan di Cisarua
adalah Dewata.
Kata kunci: Karakter reproduktif, putresin, sensitif suhu,
Triticum aestivum L.

ABSTRACT
YUSI NURMALA. Reproductive Characters of High Temperature Sensitive
Wheat (Triticum aestivum L.) under Putrescine Application in Mid and High
Altitudes. Supervised by TATIK CHIKMAWATI and MIFTAHUDIN.
Wheat (Triticum aestivum L.) is originated from subtropic area.
Cultivating wheat in Indonesia faces high temperature stress. Putrescine
application may be used to overcome the problem. The objective of this
research was to study the effect of putrescine and wheat genotype to the
reproductive characters of wheat that were planted in medium (Cisarua) and

high (Cipanas) altitudes. The experiment was a factorial experiment with
two factors. The first factor was putrescine concentration with 3 levels i.e,
0.0, 1.25, and 2.5 mM. The second factor was three wheat genotypes
consisted of Dewata, Munal, and S-03. Putrescine did not affect wheat
growth and production. In Cipanas, wheat genotype also affected several
reproductive characters, i.e: flowering age, the angle of inflorescence,
harvesting time, length of panicle, number of spikelet, number of floret,
number of empty floret, and weight of seed per panicle. In Cisarua, wheat
genotype affected flowering age, the angle of inflorescence, harvesting time,
length of panicle, number of spikelet, number of floret and number of empty
floret per panicle. Genotype S-03 is the best genotype to be planted in
Cipanas, whereas Dewata is the best genotype to be planted in Cisarua.
Keywords: Character reproduktif, putrescine, sensitive temperature,
Triticum aestivum L.

KARAKTER REPRODUKTIF GANDUM (Triticum aestivum L.)
SENSITIF SUHU TINGGI PADA APLIKASI PUTRESIN DI
DATARAN SEDANG DAN TINGGI

YUSI NURMALA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakter Reproduktif Gandum (Triticum aestivum L.) Sensitif
Suhu Tinggi pada Aplikasi Putresin di Dataran Sedang dan
Tinggi
Nama
: Yusi Nurmala
NIM
: G34090080


Disetujui oleh

Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Miftahudin, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema penelitian ini ialah gandum, dengan judul Karakter Reprodukif

Gandum (Triticum aestivum L.) Sensitif Suhu Tinggi pada Perlakuan
Putresin di Dataran Sedang dan Tinggi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi
dan Dr Ir Miftahudin, MSi selaku pembimbing, serta Dr Bambang
Suryobroto selaku penguji. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Adeel Abdulkarim Fadhl yang telah banyak memberi saran dan bantuan serta
Bapak Misbah (Cipanas) dan Bapak Ujang (Cisarua) yang telah memberikan
bantuannya selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada orang tua, Ayah Yusuf dan Ibu Ratu Ainul Mardiah, S.Pd serta adik
tersayang Muhamad Yunus untuk dukungan, doa, kasih sayang yang selalu
diberikan sampai menyelesaikan tugas akhir. Ucapan terima kasih diberikan
pula kepada Aprias Supriyatna yang selalu memberikan dukungan dan
perhatiannya, selain itu kepada teman-teman satu bimbingan (Wulan, Seli,
dan Sandi) serta rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi dan Genetika
Tumbuhan Departemen Biologi IPB. Di samping itu, penulis ucapkan terima
kasih kepada teman-teman Asrama Bio 46, Kamar 49, dan Kosan Putri
Sinabung atas dukungan dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014

Yusi Nurmala

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Bahan Tanaman


2

Rancangan Percobaan

2

Pelaksanaan Percobaan

3

Pengamatan Peubah Pertumbuhan

3

Pengamatan Peubah Reproduktif

4

Analisis Data


5

HASIL

5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5

Karakter Pertumbuhan Tanaman

5

Karakter Reproduktif

7

PEMBAHASAN


11

SIMPULAN

13

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan minggu ke-8 gandum sensitif
suhu tinggi di Cipanas dan Cisarua
2 Umur berbunga, sudut perbungaan, dan umur panen dari ketiga
genotipe gandum sensitif suhu tinggi di Cipanas dan Cisarua
3 Sudut perbungaan dari ketiga konsentrasi putresin gandum sensitif
suhu tinggi di Cisarua
4 Karakter reproduktif dari ketiga genotipe gandum sensitif suhu
tingggi di Cipanas dan Cisarua

6
9
9
11

DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan tinggi tanaman pada tiga genotipe gandum sensitif
suhu yang ditanam di Cipanas dan Cisarua
2 Pertumbuhan jumlah anakan tanaman pada tiga genotipe gandum
sensitif suhu yang ditanam di Cipanas dan Cisarua
3 Bulu pada Dewata (a), bulu pada S-03 (b), bulu pada Munal (c)
4 Struktur bunga pada gandum malai (a), spikelet (b), floret (c), ovari
dan anter (d)
5 Interaksi sudut perbungaan dengan putresin dari ketiga genotipe
gandum sensitif suhu tinggi di Cisarua

6
7
8
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan
intensitas cahaya di Cipanas pada tahun 2013
2 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan
intensitas cahaya di Cisarua pada tahun 2013
3 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan reproduktif tanaman
gandum di lokasi penelitian Cipanas
4 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan reproduktif tanaman
gandum di lokasi penelitian Cisarua
5 Waktu pengisian biji dan jumlah biji per spikelet dari ketiga genotipe
gandum sensitif suhu tinggi di Cipanas dan Cisarua

16
17
18
18
19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia termasuk masyarakat
Indonesia. Sampai saat ini Indonesia adalah salah satu negara yang masih
menggantungkan kebutuhan pangannya pada impor. Menurut Khudori (2011)
Indonesia mengalami ketergantungan impor pada sejumlah pangan penting antara
lain gula (30%), gandum (100%), dan kedelai (70%). Pada periode 2004-2008
rata-rata peningkatan impor gandum sebesar 16.91% per tahun. Ketergantungan
Indonesia pada impor gandum melebihi gula dan kedelai. Gandum umumnya
digunakan sebagai bahan baku tepung terigu. Semakin berkembangnya industri di
Indonesia yang memakai tepung terigu sebagai bahan pokok menyebabkan
peningkatan impor gandum. Indonesia perlu melakukan upaya memproduksi
gandum dalam negeri untuk menekan impor yang semakin meningkat.
Gandum adalah anggota famili Poaceae yang berasal dari daerah subtropis.
Gandum mempunyai ciri-ciri bijinya keras dengan kulit luar berwarna cokelat,
dan berdaya serap air tinggi. Kultivar Dewata merupakan gandum nasional yang
sudah toleran terhadap suhu tinggi. Genotipe S-03 berasal dari Slovakia,
sedangkan genotipe Munal berasal dari International Maize and Wheat
Improvement Center (CYMMIT) yang berada di Meksiko. Genotipe S-03 dan
Munal merupakan genotipe toleran suhu tinggi sehingga apabila ditanam di daerah
suhu tinggi memiliki potensi produksi yang relatif rendah tetapi tumbuh dan
berproduksi baik di lingkungan suhu tinggi. Menurut Aqil et al. (2011) gandum
dapat tumbuh optimal pada daerah subtropis dengan suhu optimal 4-31 0C. Daerah
penyebaran gandum cukup luas mulai dari daerah tropika sampai daerah lintang
tinggi (Handoko 2007). Program pengembangan genotipe unggul gandum di
Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1985. Gandum dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik di daerah tropis, namun kendalanya adalah cekaman
lingkungan yang sangat tinggi khususnya suhu tinggi. Suhu tinggi dapat
mempengaruhi perbedaan anatomi, fisiologi, biokimiawi, dan produksi tanaman
sehingga perbedaan kondisi lingkungan sangat mempengaruhi produksi gandum
di Indonesia (Natawijaya 2012).
Cekaman suhu tinggi umumnya didefinisikan sebagai kenaikan suhu yang
melewati ambang kerusakan dan menyebabkan tidak dapat balik (irreversibel)
pada pertumbuhan tanaman (Ismail dan Hall 1999). Cekaman suhu tinggi dapat
terjadi karena tingginya kecepatan evaporasi dan adanya senyawa yang bersifat
osmotik. Tanaman yang berada pada kondisi cekaman akan memberikan respon
tertentu baik secara morfologi, anatomi, maupun fisiologi. Terdapat dua
mekanisme utama yang mungkin terjadi pada tanaman yang berada pada kondisi
cekaman yaitu: (a) tanaman berusaha menghindari cekaman, baik dengan cara
melakukan perubahan struktur morfologi dan anatomi, maupun dengan
meningkatkan efisiensi penggunaan air dengan cara mengatur laju transpirasi, (b)
meningkatkan toleransi terhadap cekaman melalui perubahan kimia sel, baik
dalam bentuk peningkatan akumulasi senyawa terlarut yang berperan sebagai
pengatur tekanan osmotik sel, dengan mengakumulasi senyawa kimia, prolin dan
gula (Meyer dan Boyer 1981). Salah satu cara untuk mengatasi cekaman suhu

2
yang tinggi adalah dengan memberikan perlakuan putresin. Putresin termasuk ke
dalam salah satu poliamin yang berperan dalam perkembangan dan pertumbuhan
tanaman. Putresin akan dimetabolisme oleh prolin yang berfungsi sebagai
pengikat air agar tidak terjadi transpirasi yang berlebih. Perlakuan pada tanaman
yang ditanam pada suhu yang tinggi dengan menggunakan putresin dapat
memberi pengaruh baik terhadap tanaman, dengan memperbaiki pertumbuhan
tanaman dan mempercepat pembelahan sel (Bavita dan Akash 2011).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh putresin pada karakter
pertumbuhan dan reproduktif gandum kultivar Dewata, genotipe Munal dan S-03
yang ditanam di Cipanas dengan ketinggian 1100 mdpl dan Cisarua dengan
ketinggian 600 mdpl.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2013 sampai dengan Juni 2013 di
dua agroekosistem yang berbeda, yaitu di kebun percobaan Balai Tanaman Hias
(BALITHI) Cipanas untuk dataran tinggi (1100 mdpl) dengan suhu rata-rata
harian 20.8 0C dan Cisarua untuk dataran menengah (600 mdpl) dengan suhu ratarata harian 27.5 0C. Pengamatan peubah pertumbuhan dan struktur bunga
dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan,
Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari satu kultivar
lokal yaitu Dewata dan dua genotipe introduksi yaitu Munal dan S-03.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan di dua tempat yang terpisah, yaitu di Cipanas dan
Cisarua. Pada masing-masing lokasi, dilakukan percobaan faktorial yang terdiri
dari dua faktor. Faktor pertama adalah pemberian putresin dengan konsentrasi 0,
1.25 dan 2.5 mM. Faktor ke-2 adalah genotipe terdiri dari satu kultivar lokal yaitu
Dewata, dan dua genotipe introduksi yaitu Munal dan S-03. Percobaan disusun
dengan Rancangan Petak Terpisah (Split Block Design) dengan tiga ulangan pada
setiap perlakuan. Pemberian putresin merupakan petak utama dari percobaan,
sedangkan tiga genotipe gandum merupakan anak petak dari percobaan, sehingga
terdapat 27 unit percobaan pada masing-masing lokasi.

3
Pelaksanaan Percobaan
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman
Penanaman biji gandum dilakukan dengan menggunakan metode larik.
Pada percobaan ini terdapat tiga blok dan masing-masing bloknya terdiri dari
sembilan plot. Plot berukuran 1.5x4 m dibagi menjadi lima barisan setiap barisnya
ditanam ± 10 g biji gandum. Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan dan
penyiangan tanaman dari gulma. Pemupukan pertama diberikan pada 10 Hari
Setelah Tanam (HST) dengan dosis 112.5 g urea, 150 g SP36, dan 75 g KCl per
plot. Pemupukan kedua diberikan pada 30 HST dengan dosis 112.5 g urea per plot.
Penyiangan dilakukan ketika gulma sudah mulai tumbuh yaitu dengan mencabut
tanaman pengganggu di sekitar tanaman gandum dan sebelum panen.
Perlakuan Putresin
Pemberian putresin dilakukan sebanyak dua kali pada masing-masing
lokasi dan dilakukan dengan cara menyemprotkan putresin pada tanaman. Putresin
pertama dilakukan satu minggu sebelum anthesis, sedangkan putresin ke-2
dilakukan saat satu minggu setelah anthesis. Putresin disemprotkan melalui daun
sebanyak 300 ml per petak.
Pengamatan Iklim Mikro
Selama penelitian dilakukan pula pengukuran faktor lingkungan antara lain
suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas cahaya. Suhu dan
kelembaban udara diukur dengan menggunakan thermo-hygrometer, kecepatan
angin diukur dengan meggunakan anemometer dan intensitas cahaya diukur
dengan menggunakan luxmeter. Pengamatan dilakukan setiap hari pada waktu
pagi.
Penentuan Sampel
Sampel yang digunakan sebanyak lima sampel dari masing-masing petak
percobaan. Sampel ditentukan secara acak. Setiap sampel ditandai dengan ajir.
Hanya baris ke-2, 3, dan 4 yang digunakan untuk sampel.
Pengamatan Peubah Pertumbuhan
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah munculnya tanaman hingga
ujung daun bendera dengan menggunakan meteran. Pengamatan tinggi tanaman
mulai dilakukan pada minggu ke-3 dan diamati setiap minggu selama delapan
minggu.
Jumlah Anakan
Jumlah anakan dihitung dengan cara menghitung anakan pada satu rumpun
tanaman gandum. Jumlah anakan mulai dihitung pada minggu ke-3 setelah
penanaman dan diamati setiap minggu selama delapan minggu.

4
Pengamatan Peubah Reproduktif
Umur Berbunga
Umur berbunga ditentukan dari waktu tanam hingga munculnya 50%
populasi bunga pada setiap petak.
Pengamatan Struktur Bunga dan Sudut Perbungaan
Pengamatan struktur bunga dilakukan pada saat bunga mulai anthesis.
Sebanyak lima sampel bunga pada setiap plot diambil untuk diamati strukturnya
seperti putik, benangsari, spikelet, dan floret. Pengamatan dilakukan dengan
mikroskop stereo. Sudut perbungaan diukur antar spikelet dengan sumbu
perbungaan menggunakan busur.
Umur Panen
Umur panen ditentukan dari waktu tanam hingga 50% populasi malai yang
sudah masak secara fisiologis. Hasil panen dikeringkan dalam oven dengan suhu
sekitar 60 0C selama 24 jam.
Panjang Malai
Panjang malai diukur setelah panen. Pengukuran panjang malai diukur dari
munculnya floret pada bagian pangkal malai hingga ujung floret pada bagian
ujung malai dengan menggunakan penggaris.
Jumlah Spikelet per Malai
Jumlah spikelet dihitung dengan cara menghitung banyaknya spikelet dari
pangkal hingga ujung malai. Jumlah spikelet dihitung sesudah mengukur panjang
malai gandum dan dengan cara dirontokkan satu per satu.
Jumlah Floret per Malai
Jumlah floret dihitung dengan cara menghitung banyaknya floret pada malai
dari pangkal hingga ujung malai. Floret dihitung setelah menghitung banyaknya
jumlah spikelet per malai.
Jumlah Biji Isi per Malai
Jumlah biji isi per malai dihitung dengan cara mengeluarkan biji dari floret
pada satu malai. Banyaknya biji per malai dihitung dengan menggunakan counter.
Jumlah Floret Hampa per Malai
Jumlah floret hampa dihitung dengan cara menghitung selisih antara jumlah
seluruh floret per malai dengan jumlah biji per malai. Sama halnya dengan
menghitung jumlah floret per malai dan jumlah biji per malai, sampel yang
digunakan sebanyak lima sampel.
∑ Floret Hampa = ∑ Floret per malai-∑ Biji per malai

5
Bobot Biji per Malai
Bobot biji diukur dengan timbangan. Setelah menghitung jumlah biji per
malai selanjutnya biji ditimbang untuk mengetahui bobotnya. Bobot biji dihitung
per malai.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan sidik ragam dengan uji F pada
tingkat kepercayaan 5%. Uji lanjut dilakukan dengan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf apabila hasil uji sebelumnya menunjukkan pengaruh
nyata dari perlakuan yang diberikan.

HASIL
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Suhu udara di Cipanas lebih rendah dengan rata-rata harian 20.8 0C
dibandingkan dengan Cisarua dengan rata-rata harian 27.5 0C. Rata-rata harian
kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya di daerah Cipanas
berturut-turut yaitu 75.7%, 2.9m s-1, dan 15475.84 lux (Lampiran 1), sedangkan
Cisarua secara berturut-turut yaitu 80.4%, 0.7 m s-1, dan 27406 lux (Lampiran 2).
Karakter Pertumbuhan Tanaman
Tinggi tanaman pada minggu ke-8 dipengaruhi oleh genotipe tanaman baik
di Cipanas maupun Cisarua (Tabel 1, Lampiran 3 dan 4), namun tidak dipengaruhi
oleh pemberian putresin dan interaksi putresin dengan genotipe. Berbeda halnya
dengan tinggi tanaman, jumlah anakan di Cipanas dan Cisarua tidak dipengaruhi
baik oleh genotipe, pemberian putresin, maupun interaksi antara putresin dengan
genotipe.

6
Tabel 1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan minggu ke-8 gandum sensitif suhu
tinggi di Cipanas dan Cisarua
Genotipe

Tinggi tanaman
(cm)
Cipanas
85.4a
94.5c
88.9b
Cisarua
79.1a
90.1b
88.8b

Munal
S-03
Dewata
Munal
S-03
Dewata

Jumlah anakan

7
7
7
9
9
8

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang tidak diikuti oleh huruf, tidak berbeda nyata pada
uji F, sedangkan angka pada kolom yang sama yang diikiuti oleh huruf yang sama,
tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada D 

Tinggi tanaman di Cipanas dan Cisarua tidak sama. Perbedaan ini mulai
terlihat pada minggu ke-7. Pada minggu ke-7 dan ke-8 tanaman gandum di daerah
Cipanas lebih baik pertumbuhannya dibandingkan dengan Cisarua. Tinggi
tanaman tertinggi di Cipanas dimiliki oleh genotipe S-03, di Cisarua tinggi
tanaman tertinggi dimiliki oleh Dewata dan tidak berbeda nyata dengan genotipe
S-03, dengan demikian pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik di daerah Cipanas
dari pada di Cisarua (Gambar 1).
Tinggi Tanaman (cm)

120
100
80
60
40
20
0
3

4

5
6
7
Umur Tanaman (MST)

8

Gambar 1 Pertumbuhan tinggi tanaman pada tiga genotipe gandum sensitif suhu
yang ditanam di Cipanas dan Cisarua
Munal Cipanas,
S-03
Cipanas,
Dewata Cipanas,
Munal Cisarua,
S-03 Cisarua,
Dewata Cisarua.
Jumlah anakan tanaman yang ditanam di Cipanas berbeda dengan Cisarua.
Perbedaan ini terlihat mulai dari minggu ke-3. Pada minggu ke-3 jumlah anakan
terbanyak dimiliki oleh S-03 di Cipanas sedangkan yang terendah dimiliki oleh
Dewata di Cisarua. Pada minggu ke-7 jumlah anakan di Cipanas tidak meningkat
lagi, sedangkan di Cisarua terus mengalami kenaikan. Pada minggu ke-8 jumlah
anakan di Cisarua lebih baik dibandingkan dengan di Cipanas. Namun, antara ke3 genotipe tidak ada perbedaan jumlah anakan di minggu akhir baik di daerah
Cipanas maupun Cisarua (Gambar 2).

Jumlah Anakan

7
16
14
12
10
8
6
4
2
0
3

4

5
6
7
Umur Tanaman (MST)

8

Gambar 2 Pertumbuhan jumlah anakan tanaman pada tiga genotipe gandumsensitif
suhu yang ditanam di Cipanas dan Cisarua
Munal Cipanas,
S-03
Cipanas,
Dewata Cipanas,
Munal Cisarua,
S-03 Cisarua,
Dewata Cisarua

Karakter Reproduktif
Umur Berbunga
Hasil rata-rata umur berbunga pada kedua lokasi menunjukkan bahwa
genotipe mempengaruhi umur berbunga di kedua lokasi sedangkan aplikasi
putresin tidak mempengaruhi umur berbunga di kedua lokasi. Umur berbunga
gandum di daerah Cipanas lebih lama dibandingkan di Cisarua (Tabel 2, Lampiran
3 dan 4). Waktu berbunga di daerah Cipanas yang paling cepat dimiliki oleh
genotipe S-03, sedangkan di Cisarua, waktu berbunga yang paling cepat dimiliki
oleh genotipe Munal dan S-03.
Struktur Bunga dan Sudut Perbungaan
Hasil pengamatan terhadap struktur bunga menunjukkan tidak adanya
perbedaan struktur bunga antar lokasi, sedangkan genotipe mempengaruhi struktur
bunga yaitu sudut bunga terhadap rachis (Gambar 3). Bagian bunga yang teramati
adalah rachis, glume, bulu, palea, lemma, dan benangsari (Gambar 4).

8

Gambar 3 Bulu pada Dewata (a), bulu pada S-03 (b), bulu pada Munal (c)

Gambar 4 Struktur bunga pada gandummalai (a), spikelet (b), floret (c), ovari
dan anter (d)
Sudut Perbungaan di Cipanas dan Cisarua menunjukkan adanya perbedaan
pada masing-masing genotipe dan putresin. Genotipe mempengaruhi sudut
perbungaan di Cipanas dan Cisarua sedangkan putresin dan interaksi putresin
dengan genotipe hanya mempengaruhi sudut perbungaan di Cisarua (Tabel 2,
Lampiran 3 dan 4). Genotipe Munal di kedua tempat memiliki sudut perbungaan
yang paling besar sedangkan Dewata memiliki sudut perbungaan yang paling
kecil. Sudut perbungaan di Cisarua lebih tinggi dibandingkan dengan Cipanas
(Tabel 2, Lampiran 3 dan 4). Sudut bunga tertinggi dimiliki tanaman dengan
perlakuan putresin dengan konsentrasi 0.0 mM, sedangkan sudut bunga terendah
dimiliki tanaman dengan perlakuan putresin dengan konsentrasi 1.25 mM (Tabel 3,
Lampiran 3 dan 4). Nilai interaksi putresin dengan genotipe yang paling rendah
dimiliki oleh kultivar Dewata dengan konsentrasi putresin sebesar 1.25 mM
sedangkan nilai interaksi putresin dengan genotipe paling tinggi dimiliki oleh
genotipe Munal dengan konsentrasi putresin 0.0 mM (Gambar 5).
Umur Panen
Umur panen tanaman di Cipanas dan Cisarua menunjukkan adanya
perbedaan. Perbedaan genotipe tidak mempengaruhi umur panen tanaman di
Cipanas, tetapi mempengaruhi umur panen di Cisarua (Tabel 2, Lampiran 3 dan 4).

9
Pemberian putresin tidak mempengaruhi umur panen dikedua lokasi. Umur panen
tanaman yang paling lama di Cisarua dimiliki oleh Munal sedangkan S-03 dan
Dewata memiliki umur panen yang sama.
Tabel 2 Umur berbunga, sudut perbungaan, dan umur panen dari ketiga genotipe
gandum sensitif suhu tinggi di Cipanas dan Cisarua
Genotipe

Umur berbunga
(HST)

Munal
S-03
Dewata

70c
59a
65b

Munal
S-03
Dewata

58a
58a
65b

Sudut perbungaan
(0)
Cipanas
23.8c
17.8b
11.7a
Cisarua
12.9c
20.6b
27.4a

Umur Panen
(HST)
93
93
93
106b
100a
100a

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang tidak diikuti oleh huruf, tidak berbeda nyata pada
uji F, sedangkan angka pada kolom yang sama yang diikiuti oleh huruf yang sama,
tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada 

Tabel 3 Sudut perbungaan dari ketiga konsentrasi putresin gandum sensitif suhu
tinggi di Cisarua
Putresin
(mM)
0.0
1.25
2.50

Sudut perbungaan
(0)
21.4b
21.2b
18.2a

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang tidak diikuti oleh huruf, tidak berbeda nyata pada
uji F, sedangkan angka pada kolom yang sama yang diikiuti oleh huruf yang sama,
tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada 


Sudut Perbungaan (0)

35
30
25
20
15
10
5
0
0

1.25
Konsentrasi Putresin (mM)

2.5

Gambar 5 Interaksi sudut perbungaan dengan putresin dari ketiga genotipe
gandum sensitif suhu tinggi di Cisarua Munal, S-03, Dewata

10
Panjang Malai
Panjang malai di kedua tempat yaitu Cipanas dan Cisarua berbeda, di
Cipanas panjang malai tidak dipengaruhi oleh perbedaan genotipe sedangkan di
Cisarua panjang malai dipengaruhi oleh perbedaan genotipe (Tabel 4, Lampiran 3
dan 4). Pemberian putresin tidak mempengaruhi panjang malai dikedua lokasi.
Panjang malai tertinggi di Cipanas dimiliki oleh kultivar Dewata, sedangkan
panjang malai tertinggi di Cisarua terdapat pada genotipe S-03.
Jumlah Spikelet per Malai
Jumlah spikelet per malai di Cipanas maupun Cisarua dipengaruhi oleh
perbedaan genotipe (Tabel 4, Lampiran 3 dan 4), sedangkan pemberian putresin
tidak mempengaruhi jumlah spikelet per malai di Cipanas dan Cisarua. Jumlah
spikelet terbanyak di daerah Cipanas dimiliki oleh Dewata, sedangkan jumlah
spikelet tertinggi di daerah Cisarua dimiliki oleh genotipe S-03.
Jumlah Floret per Malai
Jumlah floret per malai di kedua lokasi dipengaruhi oleh perbedaan
genotipe (Tabel 4, Lampiran 3 dan 4). Pemberian putresin tidak mempengaruhi
jumlah floret per malai di Cipanas dan Cisarua. Jumlah floret yang paling banyak
di Cipanas yaitu kultivar lokal Dewata, sedangkan di Cisarua genotipe S-03.
Jumlah Floret Hampa per Malai
Jumlah floret hampa per malai di kedua lokasi dipengaruhi oleh perbedaan
genotipe. Jumlah floret hampa per malai lebih banyak di Cisarua dibandingkan
dengan Cipanas (Tabel 4, Lampiran 3 dan 4). Pemberian putresin tidak
mempengaruhi jumlah floret hampa per malai di kedua lokasi. Jumlah floret
hampa per malai tertinggi di daerah Cipanas dimiliki oleh kultivar Dewata
sedangkan di Cisarua dimiliki oleh S-03.
Jumlah Biji per Malai
Jumlah biji per malai di Cipanas dan Cisarua tidak dipengaruhi oleh
perbedaan genotipe dan pemberian putresin (Tabel 4, Lampiran 3 dan 4) namun,
di Cipanas genotipe S-03 memiliki jumlah biji lebih tinggi, dan di Cisarua kultivar
Dewata memiliki jumlah biji lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya.
Bobot Biji per Malai
Bobot biji per malai di Cipanas dipengaruhi oleh perbedaan genotipe
sedangkan di Cisarua tidak dipengaruhi oleh perbedaan genotipe (Tabel 4,
Lampiran 3 dan 4) sedangkan pemberian putresin tidak mempengaruhi bobot biji
per malai dikedua lokasi. Genotipe introduksi S-03 di Cipanas memiliki bobot biji
tertinggi, sedangkan di daerah Cisarua dimiliki oleh kultivar Dewata.

11
Tabel 4 Karakter reprodukif dari ketiga genotipe gandum sensitif suhu tinggi di
Cipanas dan Cisarua
Genotipe

PM
(cm)

JS

Munal
S-03
Dewata

9.1
9.1
9.5

18a
18a
20b

Munal
S-03
Dewata

9.4a
10.1b
9.0a

19a
22b
18a

JF
Cipanas
63a
59a
72b
Cisarua
70b
85c
61a

JFH

JB

BB
(g)

32a
27a
41b

31
32
31

0.4a
0.7b
0.5a

47b
62c
31a

23
23
30

0.6
0.5
0.7

Keterangan: PM= Panjang malai, JS= Jumlah spikelet per malai, JF= Jumlah floret per malai,
JFH= Jumlah floret hampa per malai JB= Jumlah biji per malai, BB= Bobot biji per
malai. Angka pada kolom yang sama yang tidak diikuti oleh huruf, tidak berbeda
nyata pada uji F, sedangkan angka pada kolom yang sama yang diikiuti oleh huruf
yang sama, tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada 

PEMBAHASAN
Gandum merupakan tanaman subtropis dan tumbuh baik pada suhu
optimum rata-rata 20 0C (Fischer 1980). Ciri-ciri tanaman gandum ialah memiliki
akar serabut, batang beruas-ruas dan berongga serta tumbuh tegak, pertulangan
daun sejajar. Perbedaan suhu menyebabkan tinggi tanaman dan jumlah anakan
antara Cipanas dan Cisarua berbeda. Tinggi tanaman di Cipanas lebih tinggi
dibandingkan dengan Cisarua, hal ini karena suhu di daerah Cipanas lebih rendah
dibandingkan dengan Cisarua. Menurut Yang et al. (2002) suhu tinggi dapat
menyebabkan daun layu sehingga difusi CO2 untuk melakukan proses fotosintesis
terhambat. Selain suhu yang berbeda, tinggi tanaman juga dipengaruhi oleh
genotipe. Tinggi tanaman tertinggi di Cipanas maupun Cisarua dimiliki oleh
genotipe introduksi S-03. Menurut penelitian Subagyo (2001) tinggi tanaman
gandum dapat mencapai 102 cm di daerah dataran tinggi.
Jumlah anakan dikedua lokasi tidak dipengaruhi oleh perbedaan genotipe
namun jumlah anakan gandum di daerah Cisarua lebih tinggi dibandingkan
dengan Cipanas. Penelitian sebelumnya oleh Nur (2012) melaporkan bahwa
genotipe tidak memberikan pengaruh yang nyata pada setiap jumlah anakan yang
beradaptasikan di dataran tinggi. Putresin dan interaksi antara putresin dengan
genotipe tidak berpengaruh secara nyata pada pertumbuhan tanaman, namun
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pemberian putresin berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman karena menurut Dewi et al. (2004) pemberian
putresin dapat berpengaruh dalam pembelahan sel. Hal ini mungkin dikarenakan
curah hujan yang tinggi pada waktu penelitian sehingga putresin banyak tercuci
dan tidak bekerja secara maksimal.
Karakter reproduktif tanaman gandum sangat beragam. Bahkan genotipe
introduksi S-03 di Cipanas memiliki hasil reproduktif lebih baik dari pada
tanaman gandum lokal, hal ini disebabkan karena suhu dan kelembaban yang

12
terdapat di Cipanas lebih rendah dibandingkan dengan Cisarua yang cocok untuk
penanaman gandum. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ginkel dan Villareal
(1996) yang menyebutkan bahwa pada kelembaban 80% gandum hanya dapat
tumbuh baik pada suhu 23 0C. Perbedaan yang nyata pada beberapa karakter
reproduktif di Cipanas antara lain, umur berbunga, jumlah spikelet per malai,
jumlah floret per malai, jumlah floret hampa per malai, dan bobot biji per malai,
sedangkan perbedaan yang nyata di Cisarua antara lain, umur berbunga, umur
panen, panjang malai, jumlah spikelet per malai, jumlah floret per malai, dan
jumlah floret hampa per malai.
Pembungaan gandum dimulai pada floret dari spikelet pada bagian tengah
kemudian menuju pangkal dan dasar (AG 2008). Waktu pembungaan pada
temperatur 11-13 0C berkisar antara 105-120 HST dan waktu untuk anthesis
sekitar 35-45 hari setelah pembungaan (Sadras dan Monzon 2006). Perbedaan
ketinggian membuat umur berbunga di Cisarua lebih pendek dibandingkan dengan
Cipanas, hal ini sesuai dengan laporan Aqil et al. (2011) bahwa gandum dataran
rendah (tropis) di Indonesia memiliki umur berbunga yang lebih pendek yaitu 3551 HST dibandingkan dengan gandum dataran tinggi yaitu 55-60 HST. Genotipe
Munal di Cipanas memiliki umur berbunga paling lama sedangkan di Cipanas
paling cepat, hal ini dikarenakan suhu di Cipanas lebih tinggi sehingga genotipe
Munal mempercepat umur berbunga agar dapat beradaptasi lebih lama di
lingkungan suhu tinggi.
Jumlah spikelet per malai di kedua lokasi penanaman dipengaruhi oleh
perbedaan genotipe. Berdasarkan hasil pengamatan pada penelitian yang
dilakukan, banyaknya jumlah spikelet pada masing-masing tempat mempengaruhi
struktur perbungaan atau inflorescence. Jumlah spikelet di Cisarua lebih banyak
daripada Cipanas hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan fakor lingkungan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Nur et al. (2010) yang menyatakan bahwa
lingkungan mempengaruhi fenologi pada gandum. Kelopak dan mahkota pada
bunga gandum tereduksi menjadi lodikul. Selain itu, perbedaan struktur bunga
juga terlihat pada perbedaan sudut bunga dari masing-masing genotipe gandum.
Genotipe mempengaruhi sudut bunga kedua lokasi, namun perbedaan putresin dan
interaksi putresin dengan genotipe hanya berpengaruh di Cisarua. Sudut bunga
mempengaruhi jumlah spikelet pada suatu malai. Semakin besar sudut bunga
maka jumlah spikelet pada malai semakin sedikit. Genotipe Munal dikedua lokasi
memiliki nilai sudut bunga yang lebih besar dibandingkan dengan yang lain
sedangkan Dewata memiliki sudut bunga yang lebih kecil. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan posisi bulu pada kultivar Dewata memiliki posisi bulu
yang cenderung lebih vertikal sedangkan posisi bulu pada S-03 dan Munal lebih
cenderung horizontal. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Feng et al. (2010)
yang menyatakan bahwa anatomi bulu dapat membedakan antara setiap genotipe.
Umur panen untuk daerah Cipanas tidak dipengaruhi oleh perbedaan
genotipe sedangkan di Cisarua dipengaruhi oleh perbedaan genotipe. Umur panen
di Cisarua dipengaruhi oleh genotipe, namun antara kultivar lokal dan genotipe S03 tidak berbeda dan keduanya memiliki umur panen yang lebih cepat
dibandingkan Munal. Umur panen dan umur berbunga mempengaruhi waktu
pengisian biji. Waktu pengisian biji di daerah Cisarua lebih lama dibandingkan
dengan daerah Cipanas (Lampiran 5). Waktu pengisian biji paling lama di Cipanas
terdapat pada genotipe S-03 yaitu 34 hari sedangkan yang paling cepat terdapat

13
pada genotipe Munal yaitu 23 hari. Berbeda halnya di Cisarua, waktu pengisian
biji paling lama terdapat pada genotipe Munal yaitu 48 hari sedangkan yang
paling cepat terdapat pada genotipe Dewata yaitu 35 hari. Hasil ini menunjukkan
bahwa genotipe Munal merupakan genotipe yang lebih sensitif suhu tinggi
dibandingkan S-03 dan Dewata.
Perbedaan genotipe mempengaruhi panjang malai di Cipanas. Hal ini dapat
terjadi karena setiap gen memiliki tugas sendiri-sendiri untuk menumbuhkan dan
mengatur berbagai jenis karakter dalam tubuh organisme dan menghasilkan sifatsifat turunan suatu organisme (Campbell et al. 2002). Panjang malai tertinggi di
Cisarua dimiliki oleh genotipe introduksi yaitu S-03. Umumnya pada malai
gandum satu spikelet terdapat beberapa floret yang terisi biji gandum. Semakin
banyak jumlah spikeletnya maka akan semakin banyak pula jumlah floretnya.
Jumlah spikelet dan floret terbanyak di Cipanas dimiliki oleh kulivar Dewata,
sedangkan di daerah Cisarua dimiliki oleh genotipe introduksi yaitu S-03. Dalam
satu spikelet terdapat 2-5 floret, hal ini sesuai dengan penelitian Wienhues (1960)
yang melaporkan bahwa masing-masing spikelet terdiri dari 2-8 floret. Hasil ini
menunjukkan bahwa setiap genotipe gandum memiliki respon yang berbeda
terhadap faktor lingkungan.
Suhu tinggi merupakan penyebab penurunan jumlah biji dan meningkatkan
floret hampa. Jumlah floret hampa per malai dipengaruhi oleh perbedaan genotipe.
Jumlah floret hampa per malai di Cipanas yang paling sedikit terdapat pada
genotipe introduksi S-03, sedangkan di Cisarua terdapat pada kultivar Dewata.
Jumlah biji per malai di daerah Cipanas relatif lebih baik dibandingkan dengan
Cisarua, hal ini mungkin terjadi karena adanya cekaman suhu yang tinggi di
daerah Cisarua. Jumlah biji rata-rata per spikelet di daerah Cipanas sebanyak 1-2
biji per spikelet, sedangkan di Cisarua jumlahnya sebanyak satu biji per spikelet
(Lampiran 5). Menurut Setter dan Carlton (2000) pada umumnya hanya terdapat
2-4 floret yang terisi biji pada satu spikelet dan hanya ada 30-50 biji untuk satu
malai. Jumlah biji per malai berpengaruh pula terhadap bobot biji per malai.
Semakin banyak jumlah biji pada setiap malai maka akan semakin tinggi bobot
bijinya. Bobot biji tertinggi di Cipanas dimiliki oleh genotipe introduksi S-03,
dengan demikian genotipe S-03 lebih sesuai untuk ditanam di Cipanas
dibandingkan dengan Cisarua untuk memperoleh produksi yang lebih baik.
Menurut Subagyo (2001) penampilan dan produksi tanaman yang terdapat di
dataran tinggi lebih baik dibandingkan dengan dataran rendah. Bobot biji
berbanding terbalik dengan panjang malai, semakin panjang sebuah malai maka
bobot biji yang dihasilkan akan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan banyaknya
jumlah floret hampa yang terdapat pada malai. Ketinggian tempat dan cekaman
suhu mempengaruhi komponen hasil tanaman gandum (Rahmah 2011).

SIMPULAN
Perbedaan genotipe gandum mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan
beberapa karakter reproduktif sedangkan putresin dan interaksi putresin dengan
genotipe pada umumnya tidak berpengaruh baik terhadap pertumbuhan maupun

14
karakter reproduktif. Pertumbuhan tanaman gandum lebih baik di Cipanas dari
pada Cisarua. Karakter reproduktif tanaman gandum di Cipanas yang dipengaruhi
genotipe antara lain umur berbunga, sudut perbungaan, jumlah spikelet per malai,
jumlah floret per malai, jumlah floret hampa per malai, dan bobot biji per malai,
sedangkan karakter reproduktif tanaman gandum di Cisarua yang dipengaruhi
oleh genotipe antara lain, umur berbunga, sudut perbungaan, umur panen, panjang
malai, jumlah spikelet per malai, jumlah floret per malai, jumlah floret hampa per
malai, dan jumlah biji per malai. Putresin dan interaksi putresin dengan genotipe
hanya berpengaruh pada sudut perbungaan di Cisarua. Genotipe introduksi S-03 di
Cipanas berproduksi lebih baik, namun di Cisarua produksinya lebih rendah
dibandingkan dengan kultivar lokal.

DAFTAR PUSTAKA
[AG] Australian Government. 2008. The Biology of Triticum aestivum L. em Thell.
(Bread Wheat). Australia (AU): Departement of Health and Ageing Office
of the Gene Technology Regulator.
Aqil M, Marcia BP, Muslimah H. 2011.Inovasi gandum adaptif dataran
rendah.Majalah sinar tani. 3390: 12-13.
Bavita A, Akash D. 2011. Thermotolerance and antioxidant response induced by
putrescine and heat acclimation in wheat seedling. Seed Science and
Biotechnology. 5: 42-46.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002. Biologi. Lestari R, penerjemah;
Safitri A, Simarmata L, Hardani HW, editor. Jakarta (ID): Erlangga.
Terjemahan dari: Biology.
DewiIS, Purwoko BS, Aswidinnoor H, Somantri IH. 2004. Kultur anter padi
pada berbagai media mengandung poliamin. Jurnal Bioteknologi Pertanian.
9: 14-19
Feng X, Bin LD, Gang WH. 2010. Awn anatomy of common wheat (Triticum
aestivum L.) and its relatives. Caryologia. 63: 391-397.
Fischer RA. 1980. Wheat Paper Presented at The Symposium on Potential Productivity of Field Crops Under Different Environments. IRRI.
Ginkel VM, Villareal RL. 1996. Triticum L., In Grubben GJH,
Soetjipto Partohardjono (Eds). Plant resource of South-East Asia
(PROSEA)No. 10. Leiden, Netherland (NL): Backhuys Publishers. hlm
137- 143
Handoko I. 2007. Penelitian Pengembangan Gandum di Indonesia. Bogor (ID):
Seamo Biotrop. hlm 118.
Khudori. 2011feb 08. Melawan Krisis Pangan dengan Diversifikasi.Okezone.
Rubrikekonomi [internet] [diunduh 2011 nov 28]. Tersedia pada:
http://www.Melawan-Krisis-Pangan-dengan-Diversifikasi-m
OkezoneEconomy.htm
Meyer RF, Boyer JS. 1981. Osmoregulation solute distribution and growth in
soybean seedlings having low water potential. Planta 151: 482-489.

15
Natawijaya A. 2012. Analisis genetik dan seleksi generasi awal segregan gandum
(Triticum aesivum L.) berdaya hasil tinggi [thesis]. Bogor (ID): Institut
Pertananian Bogor.
Nur A. 2013. Adaptasi Tanaman Gandum (Triticum aestivum L) Toleran suhu
Tinggi Dan Peningkatan Keragaman Genetik Melalui Induksi Mutasi
Dengan Menggunakan Iradiasi sinar Gamma [desertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Nur A, Trikoesoemaningtyas, Khumaida N, Sujiprihati S. 2010. Phenologi
Pertumbuhan dan Produksi Gandum pada Lingkungan Tropika Basah.
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 27-28 Juli.ISSN : 978-979-8940-29-3.
Rahmah. 2011. Keragaan genetika dan adaptabilitas gandum (Triticum aestivum
L.) introduksi di lingkungan tropis [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sadras VO, Monzon JP. 2006. Modelled wheat phenology captures rising
temperature trends: Shortened time to flowering and maturity in Australia
and Argentina. Field Crops Reasearch. 99: 136-146.
Setter TL, Carlton G. 2000.The structure and development of the cereal plant.
In: WK Anderson, JR Garlinge, editor. The Wheat Book, Principle and
Practice. Australia (AU): Agriculture Western Australia.
Subagyo. 2001. Uji adaptasi atau persiapan pelepasan dan gandum di
JawaTengah. Seminar Nasional. Balai Pengawas dan Sertifikasi Benih.
Semarang (ID): Tanaman Pangan dan Hortikultura II.
Winheus F. 1960. Botany and breeding of wheat. Di dalam:Maree P, Van Geel
AJ, editor. Progressive Wheat Production.Geneva(CH): Reproductie comp.
hlm 29-31.
Yang J, Sears RG, Gill BS. 1985. Cereal Grain Crops. Virginia (US): Reston
Publishing Company.

16

LAMPIRAN
Lampiran 1 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan
intensitas cahaya di Cipanas pada tahun 2013
CIPANAS
Januari

Jumlah
Ratarata

Februari

Maret

T

RH

KA

IC

T

RH

KA

(°C)

(%)

(m/s)

(lux)

(°C)

(%)

(m/s)

-

-

-

-

23

77

2.8

-

-

-

-

19.5
23
25.3

81.4
75.4
76.8

0.9
4.3
0.2

-

-

-

-

23.7

76.7

-

-

-

-

20.7

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

IC

T

RH

KA

(lux)

(°C)

(%)

(m/s)

(lux)

18200

19.5

75

3.9

30100

15340
38000
19690

25.1
25.5
19.5

45.5
65.1
75

10.5
4.7
7.5

25900
31400
31900

3.6

35500

25.1

45.5

5.6

18420

87.8

2.8

5290

25.5

65.1

1.3

8140

20

78.2

3.5

35100

16.2

84.2

1.5

9330

-

22.9

72.5

2.5

21400

17.4

77.1

1.2

6480

-

20.1

80.5

3.3

10570

21.2

74.6

0.4

14890

-

21

80.9

2.5

18560

21.1

71.3

0.5

1848

-

21.3

82.3

2.4

11100

18.2

85.6

0.4

10000

-

-

25

78.3

3.3

3850

18.7

82.5

1

2800

-

-

-

22

78

1.9

16800

17.3

88.8

1

1203

-

-

-

-

21

64.5

1.3

9850

21.3

71.1

0.3

5900

-

-

-

-

22.3

81.9

1.2

18590

21.1

81.3

0.1

5940

-

-

-

-

20

83.2

1.9

10160

21.3

68.7

0.4

15330

-

-

-

-

19.6

76.2

5.8

12400

19.2

81.9

0.4

4410

-

-

-

-

18

79

2.2

15700

20.7

69.3

0.2

18640

24.6

63.9

1.9

18490

21.8

73.7

3.8

30500

25.5

65.2

0.2

15670

23.8

72.6

2

8450

20.2

78.9

4.3

15380

20.9

75.8

0.7

38400

20.6

70.3

4.5

11210

17.5

78.6

6.7

6640

21

70.4

0.4

25200

20

74.6

3.7

16200

18.1

83.3

4.5

19910

19.7

69.7

0.2

15430

20

81.7

2.8

9140

21

83.1

9.3

12010

26

63.6

0.3

24300

20

83.6

3.5

12770

20.2

73.3

12.5

17070

24.2

58.6

1.6

12160

21.1

90

1.9

13200

20

68.8

7.5

11700

21.1

69.2

1.3

19040

20.4

84.3

2.4

18850

21.5

75.6

6.4

7890

22.2

71.1

1.2

1202

22.6

73.1

3.3

19320

21

79.8

6.9

13510

23.2

70.4

1.3

13870

17.1

75

4.2

12930

20.9

67.3

3.4

17080

23.3

70

1.8

21400

18.3

82.3

2.2

15090

-

-

-

-

19.5

77.3

0

16540

20.7

80.2

2.6

9910

-

-

-

-

19.7

76.4

-

3530

21.1

84.4

2.3

24500

-

-

-

-

23.9

70.4

-

18750

270.3

1016

37.3

190060

590.6

2173

111.7

467790

664.1

2215.7

49.9

468123

20.8

78.2

2.9

14620

20.1

77.6

4.0

16706.8

21.5

71.5

1.7

15100.7

Keterangan: T= Temperatur, RH= kelembaban udara, KA=kecepatan angin, IC=intensitas cahaya

IC

17
Lampiran 2 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan
intensitas cahaya di Cisarua pada tahun 2013
CISARUA
Februari

Jumlah
Ratarata

Maret

April

T

RH

KA

IC

T

RH

KA

IC

T

RH

KA

IC

(°C)

(%)

(m/s)

(lux)

(°C)

(%)

(m/s)

(lux)

(°C)

(%)

(m/s)

(lux)

-

-

-

31600

26.4

78.1

2

16100

28.3

77.3

0

15900

-

-

-

3170

29.2

77.2

0.1

44500

27.2

80.9

0.6

18600

-

-

-

47200

29

71

1.4

35400

28

77.2

0

18300

-

-

-

8890

26.3

89.5

1.1

51500

28.6

86

0

42300

-

-

-

26700

26.1

83.7

1

33000

26.6

82

0.8

11400

27

78.3

-

7630

28.7

73.6

1.2

58000

29.9

70.7

0

36700

28.9

73.4

2.1

51100

30.3

68.9

1.3

61800

29.9

86.2

0

1770

27.8

75.7

1.2

37900

27.9

77.3

0.8

13800

28.7

81.2

0

45200

27.5

73.6

2.8

9940

26

84.3

0.7

12100

26.2

91.8

0.1

32100

26.4

81.8

0

1980

29.6

81.4

0

67100

26.1

83.9

0.7

20400

26.1

78.6

0.2

0

31.2

66.2

2.9

53500

25.2

85.8

0.2

201

26.1

85

0.7

0

31.5

63.1

0.4

50100

26.2

80.8

0.1

62900

26.1

-

-

48000

27.8

77

1.8

27800

25.4

79.5

0

15500

26.1

-

-

10700

32.6

63.8

1.2

48100

27.2

85.5

0

13800

25.9

80.5

0

11200

28.8

75.7

0

27200

27.2

83.1

0.6

37500

28.7

74.7

1.6

25200

28.7

75.6

1.2

48900

27.1

77.9

0.1

22600

23.9

83.9

0.6

7500

28.6

69.3

0.1

18800

27.1

91.1

0

27000

24.4

90.8

1.5

13800

31.1

66.1

0.7

47900

25.7

88.5

0

1160

26.6

81.7

0.2

14600

29.7

67.1

0.3

10000

25.8

84.3

0.1

5300

27.5

76

1.1

43700

29.7

79.3

0.2

26000

27.1

84.3

0

53900

25.2

76.7

3.3

15000

29.4

79.1

1.1

48600

27.1

91.5

0

5400

25.2

91.8

0

1410

28.9

78.5

0.8

39700

25.5

93.8

0.2

65800

23.9

92.4

0

3750

26.6

80.7

0.6

24600

26.5

92.1

0

61000

25.1

81.4

1.2

9970

28.6

79

1.7

19700

26.9

87.8

0.1

63100

24.4

82.2

0.2

7490

26.6

88.2

0

10500

26.9

88.3

0.8

7380

26.6

-

-

12500

29.2

80.5

0

40100

27

75.5

0.1

30900

26.6

-

-

29000

29.2

-

-

13300

27.1

-

-

-

34.6

70.4

0.7

55600

29.2

-

-

23500

-

-

-

-

-

-

-

-

29.2

-

-

46600

-

-

-

-

-

-

-

-

28.4

86.4

0

38800

-

-

-

-

-

-

-

-

31.1

86.1

1.8

45100

-

-

-

-

610.6

1528.9

17.4

535530.0

680.4

2146.7

24.4

1102100.0

576.4

2187.0

4.5

716111.0

26.5

80.5

1.0

19126.1

28.9

76.7

0.9

35551.6

27.1

84.1

0.2

27542.7

Keterangan: T= Temperatur, RH= kelembaban udara, KA=kecepatan angin, IC=intensitas cahaya

18

Lampiran 3 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan reproduktif tanaman gandum di lokasi penelitian Cipanas
CIPANAS
Sumber Keragaman
Blok
Putresin
Putresin * Blok
Verietas
Varietas * Putresin
Galat terkoreksi

db
2
2
4
2
4
12

TT

JA

UB

SP

UP

0.090
0.411
0.060
0.000*
0.080

0.002
0.576
0.591
0.773
0.968

0.391
0.391
0.568
0.000*
0.788

0.489
0.214
0.159
0.000*
0.129

-

Nilai P pada α = 0.05
PM
JS

0.191
0.211
0.694
0.125
0.657

0.617
0.166
0.742
0.003*
0.520

JF

JFH

JB

BB

0.926
0.926
0.244
0.000*
0.078

0.332
0.340
0.301
0.003*
0.114

0.442
0.334
0.156
0.848
0.352

0.2633
0.222
0.328
0.002*
0.949

Keterangan : TT= Tinggi Tanaman, JA= Jumlah Anakan, UB= Umur Bunga, SP= Sudut Perbungaan, UP= Umur Panen, PM= Panjang Malai, JS= Jumlah
Spikelet/Malai, JF= Jumlah Floret/ Malai, JFH= Jumlah Floret Hampa/ Malai, JB= Jumlah Biji, BB= Bobot Biji, tanda bintang (*) menyatakan bahwa
berbeda nyata pada uji DMRT pada α= 0.05

Lampiran 4 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan reproduktif tanaman gandum di lokasi penelitian Cisarua
CISARUA
Sumber Keragaman
Blok
Putresin
Putresin * Blok
Verietas
Varietas * Putresin
Galat terkoreksi

db
2
2
4
2
4
12

TT

JA

UB

SP

0.131
0.965
0.198
0.000*
0.508

0.044
0.424
0.076
0.780
0.821

0.493
0.431
0.548
0.000*
0.564

0.162
0.001
0.461
0.000*
0.000*

UP

0.301
0.327
0.001
0.000*
0.274

Nilai P pada α = 0.05
PM
JS

0.299
0.322
0.881
0.029
0.209

0.793
0.803
0.708
0.002*
0.941

JF

JFH

JB

BB

0.667
0.602
0.297
0.000*
0.119

0.674
0.836
0.213
0.002*
0.186

0.515
0.412
0.243
0.140
0.062

0.198
0.276
0.392
0.312
0.625

Keterangan : TT= Tinggi Tanaman, JA= Jumlah Anakan, UB= Umur Bunga, SP= Sudut Perbungaan, UP= Umur Panen, PM= Panjang Malai, JS= Jumlah
Spikelet/Malai, JF= Jumlah Floret/ Malai,JFH= Jumlah Floret Hampa/ Malai, JB= Jumlah Biji, BB= Bobot Biji, tanda bintang (*) menyatakan bahwa
berbeda nyata pada uji DMRT pada α= 0.05

18

19
19
Lampiran 5 Waktu pengisian biji dan jumlah biji per spikelet dari ketiga genotipe
Gandum sensitif suhu tinggi di Cipanas dan Cisarua
Genotipe

Munal
S-03
Dewata
Munal
S-03
Dewata

Waktu pengisian biji
(hari)
Cipanas
23
34
28
Cisarua
48
42
35

Jumlah biji per spikelet

2
2
1
1
1
2

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang tidak diikuti oleh huruf, tidak berbeda
nyata pada uji F, sedangkan angka pada kolom yang sama yang diikiuti oleh huruf
yang sama, tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada 

20
2

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 21 September 1991 dari
Ayah Yusuf dan Ibu Ratu Ainul Madriah, S.Pd. Penulis adalah puteri pertama dari
dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Cilegon dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalu jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada kegiatan Himpunan
profesi Mahasiswa Biologi HIMABIO periode 2011-2012 dan 2012-2013. Selain
organisasi, penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan di Fakultas maupun
Departemen, diantaranya anggota Publikasi Dokumentasi dan Dekorasi (PDD)
tahun 2010, sekertaris penginapan Pesta Sains Nasional (PSN) FMIPA tahun 2010,
anggota medis Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2011, ketua divisi
penginapan pemilihan ketua koordinator Jawa 1 Ikatan Himpunan Mahasiswa
Biologi Indonesia (IKAHIMBI) tahun 2011, anggota Pertandingan dan
Penginapan Kejuaraan Tenis Meja Nasional Bogor City seri_5 IPB tahun 2011,
anggota Komisi Disiplin Masa Perkenalan Departemen Biologi tahun 2011.
Penulis telah melaksanakan Studi Lapangan di Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW) pada tahun 2011 yang berjudul “ Keragaman Cacing Tanah di HPGW”,
selain itu penulis telah melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2012 dengan
judul “ Pengawasan Mutu Mikrobiologi Gula Rafinasi di PT Jawamanis Rafinasi
Ciwandan-Cilegon”. Penulis pernah mengikuti Magang di Balai Besar Karantina
Pertanian (BBKP) Bandara Soekarno Hatta pada tahun 2012.