kulit benih, juga dipengaruhi oleh kadar air dalam benih. Imbibisi terjadi karena potensial air di dalam benih lebih rendah dari sekitarnya, sehingga air akan
bergerak masuk ke dalam benih Beneach dan Sanchez 2004. Pada bagian kulit benih yang tipis dan mikrofil terdapat kadar peresapan
yang paling tinggi. Kulit benih dapat menyebabkan dormansi dengan cara kulit biji yang keras dapat impermeabel terhadap air, impermeabel terhadap gas atau
dapat menghambat embrio secara mekanis.
2.4 Perendaman Air kelapa
Penelitian menggunakan air kelapa sebagai penambah hormon pertumbuhan sudah banyak dilakukan. Djamhuri 2011 melaporkan bahwa
kandungan hormon sitokinin kinetin dan zeatin dan auksin IAA pada air kelapa diduga yang menyebabkan meningkatnya semua parameter pertumbuhan stek
pucuk meranti tembaga dan peningkatannya tidak berbeda nyata dengan stek pucuk yang diberi 100 ppm IBA dan 100 ppm NAA.
Winarni 2009 melaporkan penggunaan air kelapa untuk mematahkan dormansi benih Kayu Afrika, terbukti dapat meningkatkan daya berkecambah,
kecepatan tumbuh dan nilai perkecambahan benih Kayu Afrika. Prawira 1999 menjelaskan bahwa perlakuan air kelapa 30 memberikan pengaruh signifikan
pada tolok ukur daya kecambah yaitu 30,88 dibanding kontrol konsentrasi air kelapa 0 yaitu 25,79 pada perkecambahan benih gmelina. Pada air kelapa
terdapat zat-zat aktif yang diperlukan untuk perkembangan embrio, diantaranya sitokinin endogen. Sitokinin merupakan zat pengatur tanaman yang membantu
pembelahan sel-sel dan bisa berperan sebagai pengganti fungsi giberelin Wattimena 1988.
2.5 Perkecambahan Benih
Perkecambahan adalah tanaman yang bergantung pada sumber makanan dari induknya sampai tanaman tersebut mampu berdiri sendiri dalam mengambil
hara Schmidt 2000. Perkecambahan didefinisikan sebagai munculnya kecambah sampai pada tahap pertumbuhan struktur yang penting dan dapat berkembang
lebih lanjut menjadi tanaman di bawah kondisi yang memadai di tanah ISTA 1996 dalam Schmidt 2000. Struktur penting tanaman itu berupa sistem
perakaran, tunas pertumbuhan, kotiledon dan tunas pucuk. Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih vigor dan kemampuan berkecambah, perlakuan
awal pematahan dormansi, dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media, cahaya dan bebas dari hama dan penyakit. Perkecambahan dimulai dari
pengambilan air, penyerapan, diikuti dengan proses metabolisme dalam benih yang menyebabkan pembesaran embrio dan tumbuh menjadi anakan.
Proses metabolisme benih yang pertama dilakukan untuk berkecambah yaitu benih memindahkan cadangan makanan yang disimpan seperti protein dan
tepung, dan enzim metabolik menjadi aktif. Proses pemanjangan dan mitosis sel pertama kali menghasilkan penonjolan akar kemudian timbul epikotil, hipokotil
dan kotiledon. Bagian anakan terbagi menjadi hipokotil dan epikotil. Pemanjangan hipokotil mempunyai dua bentuk. Pertama, hipokotil tidak
membesar atau hanya sedikit membesar sehingga kotiledon tetap berada di bawah tanah selama perkecambahan dan tidak melakukan fotosintesis. Tipe pertama
disebut sebagai tipe perkecambahan hypogeal. Kedua adalah tipe epygeal, dimana hipokotil memanjang diatas tanah dan membentuk lingkaran. Ketika hipokotil
tumbuh lurus, benih terangkat. Menurut Sutopo 2010, daya berkecambah benih memberikan informasi
kepada pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan lapangan yang serba optimum. Pengujian
daya kecambah dimaksud untuk mengetahui mutu fisiologi benih yang digambarkan oleh pertumbuhan bagian-bagian struktur benih. Untuk mengetahui
viabilitas potensial benih menggunakan tolok ukur daya kecambah sedangkan tolok ukur kecepatan tumbuh dan nilai perkecambahan mencerminkan vigor
benih.
2.6 Pertumbuhan