Jasa Simpan Pinjam & Gerakan di Luar Rukun Sholat
Jasa Simpan Pinjam & Gerakan di Luar Rukun Sholat
Pertanyaan dari:
Etty Hidayati, Komplek Perguruan Muhammadiyah Waringinsari Sukoharjo, Lampung
(disidangkan pada hari Jum’at, 21 Jumadilawal 1433 H / 13 April 2012 M)
Pertanyaan:
Yth. Pengasuh Tanya Jawab Agama
Assalamu ‘alaikum w. w.
1. Kami punya kelompok usaha bersama yang melayani simpan pinjam. Anggota punya
kewajiban membayar uang wajib tiap bulan. Untuk anggota yang pinjam punya
kewajiban membayar pokok angsuran dan jasa selama 10 bulan, sebagaimana yang telah
disepakati bersama dalam rapat. Bila dalam jangka waktu 10 bulan ada anggota yang
belum bisa membayar pokok angsuran tetapi hanya membayar jasa, apakah itu termasuk
riba karena jangka waktu pengembalian jadi lebih panjang?
2. Gerakan yang dilakukan pada waktu sholat yang tidak termasuk rukun sholat apakah
dapat membatalkan sholat, misalnya garuk-garuk lebih dari 3 kali?
Wassalamu ‘alaikum w. w.
Jawaban:
Wa ‘alaikumus-salam w. w.
Terimakasih atas pertanyaan yang saudara tujukan kepada kami. Pertanyaan pertama
berhubungan dengan masalah muamalah sedangkan pertanyaan kedua berhubungan dengan
masalah ibadah. Kami akan menjawab pertanyaan tersebut dengan perincian masing-masing.
1. Pertanyaan yang hampir sama dengan permasalahan ini pernah ditanyakan sebelumnya dan telah
dijawab dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid III hlm. 235 dan dalam rubrik Tanya Jawab
Agama Majalah Suara Muhammadiyah No. 5 tahun 2006 serta telah dijelaskan pula dalam
Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII 1989 di Malang, Jawa Timur.
Riba (menurut Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII 1989 di Malang) adalah
tambahan atau kelebihan tanpa imbalan jasa atau barang yang diharuskan bagi salah satu dari dua
orang yang mengadakan akad. Adapun hukum riba adalah haram berdasarkan firman Allah
sebagai berikut:
ِ َال
ِ
َ
ْ
وم الَ ِذي يَتَ َخبَطُهُ الشَْيطَا ُن ِم َن
ق
ي
ا
م
ك
َ
إ
ن
و
وم
ق
ي
َ
ا
ب
ر
ال
ن
و
ل
ك
أ
ي
ين
ذ
َ
ُ
َ
ُ
َ
َ
ُ
ُ
ِ
ُ َ َ
ُ َ َ
َ َ
ِالْمس َذل
ِ ك بِأَنَهم قَالُوا إََِا الْب يع
… ل اهُ الْبَ ْيع وحَرَم الِربا
َح
أ
و
ا
ب
الر
ل
ث
م
ِ
ْ
َ
َ ََ َ
َ َ َ ُ ُ َْ
ُْ َ ِ َ
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …”
[QS. al-Baqarah (2): 275]
Pada dasarnya, usaha simpan pinjam (dalam fiqih disebut al-qardh) adalah bentuk
muamalah dengan akad tabarru’at, yaitu transaksi yang bertujuan untuk kepentingan sosial dan
tidak mensyaratkan tambahan apapun dengan prinsip tolong-menolong, sebagaimana firman
Allah:
ِ والْع ْدو
…ان
ُ
َ
ِْ…وتَعاونُوا َعلَى ال
ِ
ِ
ْ
ْا
ى
ل
ع
ا
و
ن
او
ع
ت
َ
و
ى
و
ق
الت
و
ِ
َ
ْ
ْ
َ
َ
ْ
ِ
ُ
َ
َ
َ
َ
َ َ َ َ
ََ َ
Artinya: “… dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian
tolong menolong dalam (berbuat) dosa dan permusuhan …” [QS. al-Maidah (5): 2]
Situasi yang terjadi pada perkumpulan saudara termasuk dalam kategori koperasi simpan
pinjam. Prinsip dari koperasi simpan pinjam adalah tolong menolong, kerjasama, dan
peningkatan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, tambahan pembayaran pada koperasi
simpan pinjam adalah suatu tambahan yang diberikan oleh si peminjam kepada koperasi dengan
dasar kesepakatan dan keikhlasan. Apabila sistem yang sudah disepakati adalah mengembalikan
pinjaman dalam jangka waktu 10 bulan dengan rincian tiap bulan membayar pokok angsuran dan
jasa, maka diperbolehkan. Jika ada anggota yang meminjam dan belum dapat melunasi angsuran
dalam jangka waktu 10 bulan, maka ia tidak perlu dibebani dengan membayar jasa tiap bulannya
karena akan memberatkan dan keluar dari prinsip ta’awun (tolong-menolong).
Terkait dengan perbedaan antara bunga koperasi dan riba, marilah kita lihat Keputusan
Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII 1989 di Malang mengenai unsur-unsur keduanya
sebagai berikut :
a. Unsur-unsur riba Bank
1) Dilakukan antar perorangan yang menentukan syarat keuntungan secara sepihak.
2) Bersifat penghisapan yang menimbulkan kesengsaraan baik perorangan maupun masyarakat.
b. Unsur-unsur tambahan pada koperasi simpan-pinjam
1) Dilakukan antar lembaga dengan anggotanya yang bersifat tolong-menolong.
2) Tambahan itu ditujukan untuk kesejahteraan bersama dan masyarakat sesuai dengan ketentuan
musyawarah anggota.
Melalui ketentuan di atas, dapat saudara ketahui bahwa keharaman bunga bank tidak dapat
disamakan dengan bunga koperasi karena unsur-unsur dan tujuan yang terdapat pada keduanya
berbeda.
2. Pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan kedua saudara juga telah difatwakan dan
dimuat dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 6 halaman 44 s.d. 46. Oleh karena itu kami akan
memaparkan secara singkat hasil fatwa tersebut dan menambah beberapa hal yang belum
dijelaskan dalam fatwa tersebut.
Berlandaskan pada surat al-Mu’minun (23) ayat 1-3 maka dijelaskan bahwa ciri orang
mukmin adalah khusyuk dalam shalatnya sehingga apabila seseorang sering melakukan gerakan
yang tidak berkaitan dengan shalat maka hendaknya dihindarkan karena dapat mengurangi
kesempurnaan shalat.
Shalat dalam kitab Fiqh Sunnah karya as-Sayyid Sabiq memiliki pengertian:
ِ ِْ ِ م ْفتَتَحةٌ بِتَ ْكب،ص ََةُ ِع بادةٌ تَتَض َمن أَقْ و ااَ وأَفْ ع ااَ ََْصوصةا
،اه تَ َعاى
َ ال
ْ
َ َ َ ُ َ ََ
َ ُ َ ُْ
ِ
َسلِْي ِم
ْ َُْتَتَ َمةٌ بالت
Artinya: “Shalat adalah ibadah yang mencakup ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan
khusus, yang dimulai dengan takbir kepada Allah Ta’ala (takbiratul ihram –red) dan diakhiri
dengan salam”.
Adapun mengenai tata cara shalat dapat dilihat dalam Himpunan Putusan Majelis Tarjih (HPT)
Kitab Shalat.
Terkait dengan pertanyaan saudara mengenai banyak gerak di dalam shalat, hal itu sesuai
dengan
sabda
Rasulullah
saw
sebagai
berikut:
ِ َ ي ر ِضي اه عْه أَ َن رس
صلَى اهُ َعلَْي ِه َو َسلَ َم
َ ول اه
َ َْع ْن أَِِ قَتَ َاد َة اأَن
ُ َ ُ َ ُ َ َ ِ صا ِر
ِ ِ
ِ ِ َ َكا َن يصلِي وهو ح ِامل أُمامةَ بِْت زي
صلَى اهُ َعلَْي ِه
َ ب بْت َر ُسول اه
َ َْ َ َ َ ٌ َ َ ُ َ َ ُ
ِ اص ب ِن الَربِي ِع ب ِن عب
ِ
َوإِ َذا قَ َام,ض َع َها
و
د
ج
س
ا
ذ
إ
ف
,
س
َ
د
َ
َ
َ
َ
ْ
ََ ََ
َْ ْ
ْ ِ َو َسلَ َم َوِأَِِ الْ َع
] [روا البخاري.ََلَ َها
َ
Artinya: “Diriwayatkan dari Abi Qatadah Al-Anshariy ra: Sesungguhnya Rasulullah saw itu
shalat sedangkan beliau membawa Umamah binti Zainab binti Rasulullah saw, dan dalam hadis
milik Abi Al-‘Ash bin Ar-Rabi’ bin Abdi Syams (terdapat tambahan): Maka apabila beliau sujud,
beliau meletakkannya dan apabila berdiri maka beliau membawanya (lagi).” [HR. al-Bukhari]
Menurut para ulama’, kategori banyak dan sedikit gerakan yang dilakukan tergantung pada
kebiasaan. Jika perbuatan itu adalah perbuatan yang diperlukan seperti mengangkat sorban,
membetulkan pakaian yang terlepas, menggendong anak kecil dan lain-lain, maka tidak
tergolong hal-hal yang membatalkan sholat.
Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang
membatalkan shalat adalah sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan seseorang lalai dan
merusak shalatnya, tanpa adanya kebutuhan yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut.
Adapun garuk-garuk lebih dari tiga kali jika memang dibutuhkan maka hal itu tidak
membatalkan shalat. Berbeda dengan sengaja melakukan banyak gerak yang tidak dibutuhkan,
maka hal itu dimakruhkan karena akan mengurangi kesempurnaan shalat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
(PUTM PUTRI: Iva Fauziyah, Mu’arrafah Saifullah, Rizqi Nurjannah)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: [email protected] dan [email protected]
Pertanyaan dari:
Etty Hidayati, Komplek Perguruan Muhammadiyah Waringinsari Sukoharjo, Lampung
(disidangkan pada hari Jum’at, 21 Jumadilawal 1433 H / 13 April 2012 M)
Pertanyaan:
Yth. Pengasuh Tanya Jawab Agama
Assalamu ‘alaikum w. w.
1. Kami punya kelompok usaha bersama yang melayani simpan pinjam. Anggota punya
kewajiban membayar uang wajib tiap bulan. Untuk anggota yang pinjam punya
kewajiban membayar pokok angsuran dan jasa selama 10 bulan, sebagaimana yang telah
disepakati bersama dalam rapat. Bila dalam jangka waktu 10 bulan ada anggota yang
belum bisa membayar pokok angsuran tetapi hanya membayar jasa, apakah itu termasuk
riba karena jangka waktu pengembalian jadi lebih panjang?
2. Gerakan yang dilakukan pada waktu sholat yang tidak termasuk rukun sholat apakah
dapat membatalkan sholat, misalnya garuk-garuk lebih dari 3 kali?
Wassalamu ‘alaikum w. w.
Jawaban:
Wa ‘alaikumus-salam w. w.
Terimakasih atas pertanyaan yang saudara tujukan kepada kami. Pertanyaan pertama
berhubungan dengan masalah muamalah sedangkan pertanyaan kedua berhubungan dengan
masalah ibadah. Kami akan menjawab pertanyaan tersebut dengan perincian masing-masing.
1. Pertanyaan yang hampir sama dengan permasalahan ini pernah ditanyakan sebelumnya dan telah
dijawab dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid III hlm. 235 dan dalam rubrik Tanya Jawab
Agama Majalah Suara Muhammadiyah No. 5 tahun 2006 serta telah dijelaskan pula dalam
Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII 1989 di Malang, Jawa Timur.
Riba (menurut Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII 1989 di Malang) adalah
tambahan atau kelebihan tanpa imbalan jasa atau barang yang diharuskan bagi salah satu dari dua
orang yang mengadakan akad. Adapun hukum riba adalah haram berdasarkan firman Allah
sebagai berikut:
ِ َال
ِ
َ
ْ
وم الَ ِذي يَتَ َخبَطُهُ الشَْيطَا ُن ِم َن
ق
ي
ا
م
ك
َ
إ
ن
و
وم
ق
ي
َ
ا
ب
ر
ال
ن
و
ل
ك
أ
ي
ين
ذ
َ
ُ
َ
ُ
َ
َ
ُ
ُ
ِ
ُ َ َ
ُ َ َ
َ َ
ِالْمس َذل
ِ ك بِأَنَهم قَالُوا إََِا الْب يع
… ل اهُ الْبَ ْيع وحَرَم الِربا
َح
أ
و
ا
ب
الر
ل
ث
م
ِ
ْ
َ
َ ََ َ
َ َ َ ُ ُ َْ
ُْ َ ِ َ
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …”
[QS. al-Baqarah (2): 275]
Pada dasarnya, usaha simpan pinjam (dalam fiqih disebut al-qardh) adalah bentuk
muamalah dengan akad tabarru’at, yaitu transaksi yang bertujuan untuk kepentingan sosial dan
tidak mensyaratkan tambahan apapun dengan prinsip tolong-menolong, sebagaimana firman
Allah:
ِ والْع ْدو
…ان
ُ
َ
ِْ…وتَعاونُوا َعلَى ال
ِ
ِ
ْ
ْا
ى
ل
ع
ا
و
ن
او
ع
ت
َ
و
ى
و
ق
الت
و
ِ
َ
ْ
ْ
َ
َ
ْ
ِ
ُ
َ
َ
َ
َ
َ َ َ َ
ََ َ
Artinya: “… dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian
tolong menolong dalam (berbuat) dosa dan permusuhan …” [QS. al-Maidah (5): 2]
Situasi yang terjadi pada perkumpulan saudara termasuk dalam kategori koperasi simpan
pinjam. Prinsip dari koperasi simpan pinjam adalah tolong menolong, kerjasama, dan
peningkatan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, tambahan pembayaran pada koperasi
simpan pinjam adalah suatu tambahan yang diberikan oleh si peminjam kepada koperasi dengan
dasar kesepakatan dan keikhlasan. Apabila sistem yang sudah disepakati adalah mengembalikan
pinjaman dalam jangka waktu 10 bulan dengan rincian tiap bulan membayar pokok angsuran dan
jasa, maka diperbolehkan. Jika ada anggota yang meminjam dan belum dapat melunasi angsuran
dalam jangka waktu 10 bulan, maka ia tidak perlu dibebani dengan membayar jasa tiap bulannya
karena akan memberatkan dan keluar dari prinsip ta’awun (tolong-menolong).
Terkait dengan perbedaan antara bunga koperasi dan riba, marilah kita lihat Keputusan
Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII 1989 di Malang mengenai unsur-unsur keduanya
sebagai berikut :
a. Unsur-unsur riba Bank
1) Dilakukan antar perorangan yang menentukan syarat keuntungan secara sepihak.
2) Bersifat penghisapan yang menimbulkan kesengsaraan baik perorangan maupun masyarakat.
b. Unsur-unsur tambahan pada koperasi simpan-pinjam
1) Dilakukan antar lembaga dengan anggotanya yang bersifat tolong-menolong.
2) Tambahan itu ditujukan untuk kesejahteraan bersama dan masyarakat sesuai dengan ketentuan
musyawarah anggota.
Melalui ketentuan di atas, dapat saudara ketahui bahwa keharaman bunga bank tidak dapat
disamakan dengan bunga koperasi karena unsur-unsur dan tujuan yang terdapat pada keduanya
berbeda.
2. Pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan kedua saudara juga telah difatwakan dan
dimuat dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 6 halaman 44 s.d. 46. Oleh karena itu kami akan
memaparkan secara singkat hasil fatwa tersebut dan menambah beberapa hal yang belum
dijelaskan dalam fatwa tersebut.
Berlandaskan pada surat al-Mu’minun (23) ayat 1-3 maka dijelaskan bahwa ciri orang
mukmin adalah khusyuk dalam shalatnya sehingga apabila seseorang sering melakukan gerakan
yang tidak berkaitan dengan shalat maka hendaknya dihindarkan karena dapat mengurangi
kesempurnaan shalat.
Shalat dalam kitab Fiqh Sunnah karya as-Sayyid Sabiq memiliki pengertian:
ِ ِْ ِ م ْفتَتَحةٌ بِتَ ْكب،ص ََةُ ِع بادةٌ تَتَض َمن أَقْ و ااَ وأَفْ ع ااَ ََْصوصةا
،اه تَ َعاى
َ ال
ْ
َ َ َ ُ َ ََ
َ ُ َ ُْ
ِ
َسلِْي ِم
ْ َُْتَتَ َمةٌ بالت
Artinya: “Shalat adalah ibadah yang mencakup ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan
khusus, yang dimulai dengan takbir kepada Allah Ta’ala (takbiratul ihram –red) dan diakhiri
dengan salam”.
Adapun mengenai tata cara shalat dapat dilihat dalam Himpunan Putusan Majelis Tarjih (HPT)
Kitab Shalat.
Terkait dengan pertanyaan saudara mengenai banyak gerak di dalam shalat, hal itu sesuai
dengan
sabda
Rasulullah
saw
sebagai
berikut:
ِ َ ي ر ِضي اه عْه أَ َن رس
صلَى اهُ َعلَْي ِه َو َسلَ َم
َ ول اه
َ َْع ْن أَِِ قَتَ َاد َة اأَن
ُ َ ُ َ ُ َ َ ِ صا ِر
ِ ِ
ِ ِ َ َكا َن يصلِي وهو ح ِامل أُمامةَ بِْت زي
صلَى اهُ َعلَْي ِه
َ ب بْت َر ُسول اه
َ َْ َ َ َ ٌ َ َ ُ َ َ ُ
ِ اص ب ِن الَربِي ِع ب ِن عب
ِ
َوإِ َذا قَ َام,ض َع َها
و
د
ج
س
ا
ذ
إ
ف
,
س
َ
د
َ
َ
َ
َ
ْ
ََ ََ
َْ ْ
ْ ِ َو َسلَ َم َوِأَِِ الْ َع
] [روا البخاري.ََلَ َها
َ
Artinya: “Diriwayatkan dari Abi Qatadah Al-Anshariy ra: Sesungguhnya Rasulullah saw itu
shalat sedangkan beliau membawa Umamah binti Zainab binti Rasulullah saw, dan dalam hadis
milik Abi Al-‘Ash bin Ar-Rabi’ bin Abdi Syams (terdapat tambahan): Maka apabila beliau sujud,
beliau meletakkannya dan apabila berdiri maka beliau membawanya (lagi).” [HR. al-Bukhari]
Menurut para ulama’, kategori banyak dan sedikit gerakan yang dilakukan tergantung pada
kebiasaan. Jika perbuatan itu adalah perbuatan yang diperlukan seperti mengangkat sorban,
membetulkan pakaian yang terlepas, menggendong anak kecil dan lain-lain, maka tidak
tergolong hal-hal yang membatalkan sholat.
Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang
membatalkan shalat adalah sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan seseorang lalai dan
merusak shalatnya, tanpa adanya kebutuhan yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut.
Adapun garuk-garuk lebih dari tiga kali jika memang dibutuhkan maka hal itu tidak
membatalkan shalat. Berbeda dengan sengaja melakukan banyak gerak yang tidak dibutuhkan,
maka hal itu dimakruhkan karena akan mengurangi kesempurnaan shalat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
(PUTM PUTRI: Iva Fauziyah, Mu’arrafah Saifullah, Rizqi Nurjannah)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: [email protected] dan [email protected]