nilotica DAN PATIN JAMBAL P. djambal YANG DIBUDIDAYAKAN DI KOLONG TUA PASCA TAMBANG TIMAH niloticus

12 Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran. KOLONG KARAKTERISTIK KELAYAKAN KOLONG UNTUK BUDIDAYA IKAN KOLONG TUA - Kualitas AirKadar Pb - Kualitas SedimenKadar Pb KOLONG MUDA - Kualitas AirKadar Pb - Kualitas SedimenKadar Pb KOLONG TUA PERMASALAHAN : 1. Masih mengandung logam berat terutama Pb di sedimen diatas baku mutu 2. Pb merupakan logam berat non esensial yang hampir selalu ditemukan di sedimen kolong tua 3. Image masyarakat logam berat dalam pemanfaatan kolong sebagai lahan budidaya perikanan UJI BUDIDAYA IKAN NILA DAN PATIN Manajemen budidaya Analisis keterhubungan Pb di organ ikan terhadap GR,SR,FCR. Analisis kelayakan usaha ANALISIS BIOAKUMULASI TIMBAL Pb PADA IKAN NILA MERAH

O. nilotica DAN PATIN JAMBAL P. djambal YANG DIBUDIDAYAKAN DI KOLONG TUA PASCA TAMBANG TIMAH

BANGKA BELITUNG Menjawab pertanyaan tentang keamanan pangan 13 TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Morfologi Ikan Nila Merah

O. niloticus

Menurut Saanin 1984 secara sistematika ikan nila merah O. niloticus adalah : dunia : Animalia filum : Chordata kelas : Pisces ordo : Perchomorphi famili : Perchoiaea genus : Oreochormis spesies : Oreochormis niloticus Ikan nila merah mempunyai ciri-ciri morfologi : bentuk bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor caundal fin ditemukan garis lurus vertikal. Sedangkan garis lurus memanjang ditemukan pada sirip punggung. Ikan nila merah dapat hidup diperairan tawar dan mereka menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung badannya. Ikan nila merah termasuk omnivora. Makanannya berupa hewan-hewan seperti protozoa dan zooplankton serta ganggang, algae yang tersedia di kolam. Persyaratan kualitas air budidaya ikan nila merah dalam KJA suhu 25-30 C, DO ≥ 3 mgl, pH 6-8,5, kecerahan 20-30 cm dan CO 2 5 mgl Zonneveld et al. 1991. Ikan Patin Jambal P. djambal Menurut Saanin 1984, sistematika ikan patin jambal P. djambal diklasifikasikan sebagai berikut: dunia : Animalia filum : Chordata kelas : Pisces ordo : Ostariophysi famili : Pangasidae genus : Pangasius spesies : Pangasius djambal 14 Ciri morfologi ikan patin jambal : memiliki warna tubuh putih keperak- perakan dan punggung kebiru-biruan, bentuk tubuh memanjang, kepala relatif kecil. Ujung kepala terdapat mulut yang dilengkapi dua pasang sungut pendek. Pada sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sirip ekor membentuk cagak dan bentuknya simetris. Patin jambal tidak mempunyai sisik, sirip dubur relatif panjang yang terletak di atas lubang dubur terdiri dari 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada terdiri dari 12- 13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal dengan patil. Di bagian permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran kecil. Habitat asli ikan ini adalah sungai dan danau air tawar. Pada habitat aslinya ikan Patin jambal bersifat karnivora, namun ketika dipelihara di kolam ikan Patin jambal dapat mengkonsumsi kacang-kacangan dan tumbuhan Zonneveld et al. 1991. Persyaratan kualitas air budidaya ikan patin jambal dalam KJA suhu 27-32 C, DO ≥ 3 mgl, pH 6,5-8,5, kecerahan 30 cm dan CO 2 5 mgl Zonneveld et al. 1991. Logam Berat Timbal Pb Pb adalah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu-batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Manahan 1997, 95 dari Pb bersifat anorganik dan umumnya dalam bentuk garam anorganik dan kurang larut dalam air. Selebihnya berbentuk Pb organik. Pb organik ditemukan dalam bentuk senyawa Tetraethyllead TEL dan Tetramethyllead TML. Jenis senyawa ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut organik, misalnya dalam lipid Miettinen 1977. Waktu keberadaan Pb dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arus angin, dan curah hujan. Pb tidak mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel. Karena Pb merupakan sebuah unsur sehingga tidak akan mengalami degradasi penguraian dan tidak dapat dihancurkan. Pemanfaatannya bagi manusia adalah sebagai bahan pembuat baterai, membuat amunisi, produk logam logam lembaran, solder, dan pipa, perlengkapan medis penangkal radiasi dan alat bedah, cat, keramik, peralatan 15 kegiatan ilmiahpraktek papan sirkuit CB untuk computer untuk campuran minyak bahan-bakar untuk meningkatkan nilai oktan. Pb adalah logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi beasosiasi dengan mineral lainnya. Logam ini bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami. Pb memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif. Gambar 2 Rumus molekul logam berat Timbal Pb. Kata latin Pb adalah Plumbum, bahasa Inggrisnya Lead. mempunyai berat atom 207,21, berat jenis 11,34, bersifat lunak dan berwarna biru atau silver abu- abu dengan kilau logam, nomer atom 82 mempunyai titik leleh 327,4 C dan titik didih 1620 C Gambar 2. Pb termasuk logam berat “trace metals” karena mempunyai berat jenis lebih dari lima kali berat jenis air. Bentuk kimia senyawa Pb yang masuk ke tubuh melalui makanan akan mengendap pada jaringan tubuh, dan sisanya akan terbuang bersama bahan sisa metabolisme Miettinen 1977. Mekanisme Pemasukan Pb dan Risikonya Terhadap Ikan Ikan patin jambal dan nila merah termasuk ikan yang bergerak lambat, sehingga akumulasi logam beratnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan yang mempunyai pergerakan lebih cepat. Pemeliharan dengan system karamba jaring apung mengkondisikan ikan pada ruang gerak yang sangat terbatas, sehingga peluang untuk terjadinya akumulasi logam berat ke dalam tubuh ikan budidaya akan semakin besar. Pengambilan logam berat oleh makhluk hidup air melalui tiga proses utama, yaitu 1 dari air melalui permukaan pernapasan misalnya insang; 2 16 penyerapan dari air ke dalam permukaan tubuh; dan 3 dari makanan, partikel atau atau air yang dicerna melalui sistem pencernaan. Mekanisme masuknya logam berat kedalam tubuh dan organ ikan dapat dilihat pada ilustrasi di lampiran 1. Proses pengambilan logam oleh makhluk hidup perairan autotrofik Fitoplankton menurut Bryan 1976b adalah melalui mekanisme pertukaran ion yang dengan cepat terserap pada permukaan sel, dari tempat mereka berdifusi ke dalam membran sel, terakhir diserap dan diikat oleh protein tempat pertukaran ion di dalam sel. Pada ikan, proses masuknya logam berat ke dalam tubuh juga dapat bersumber dari air dan makanan. Proses masuknya logam berat ke ikan menurut Bryan 1976b melalui mekanisme penyerapan pada permukaan tubuh, yang kemudian diikat oleh ligan organik dan disimpan dalam protein. Pada ikan, penyerapan melalui makanan lebih sering terjadi. Perjalanan logam sampai ke tubuh manusia menurut Klaassen et al. 1986 dan Marganof 2003 dapat dilihat di lampiran 2. Insang ikan, selain sebagai alat pernafasan juga berfungsi sebagai alat pengatur tekanan air, antara air di lingkungan sekitar terhadap air di dalam tubuh osmoregulasi. Enzim yang sangat berperan dalam insang ikan adalah enzim karbonik anhidrase dan transportasi ATP ase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi sebagai penghidrolisis CO 2 menjadi asam karbonat. Apabila ikatan Zn ini digantikan logam lain, maka fungsi enzim karbonik anhidrase akan menurun. Secara morfologi struktur insang ikan juga akan berubah, seperti terjadinya penebalan sel epitel insang dan insang kehilangan fungsi sebagai pengambil oksigen dari air hipoksia dan mengganggu pergerakan renang ikan. Kerusakan jaringan oleh logam terdapat pada beberapa lokasi baik tempat masuknya logam insang maupun tempat penimbunanya hati. Akibat yang ditimbulkan dari toksisitas Pb dapat berupa kerusakan fisik erosi, degenerasi, nekrosis dan dapat berupa gangguan fisiologik gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolisme. Pb dalam jaringan dan cairan tubuh identik dengan jumlah Pb yang dikeluarkan. Ekskresi Pb melalui bilus dan urin. 17 Menurut Darmono 2008, semua spesies hewan muda mamalia lebih rentan keracunan Pb dibandingkan hewan tua. Palar 1994 melaporkan bahwa, Pb dapat menembus plasenta sehingga terjadi transportasi dari induk ke fetus, dan untuk ikan belum diketahui secara pasti. Simkiss dan Mason 1984 diacu dalam Darmono 2008, mendefinisikan logam dalam jaringan organisme akuatik dibagi menjadi dua tipe utama. Pertama, logam tipe kelas A seperti : Na, Ka, Ca dan Mg yang bersifat elektrostatik dan pada larutan garam berbentuk ion hidrofilik. Kedua, logam tipe kelas B seperti : Cu, Zn, Pb dan Ni yang merupakan komponen kovalen dan jaringan berbentuk ion bebas. Tipe logam yang paling toksik bagi lingkungan adalah kelas B, seperti Cd, Pb dan Hg. Logam kelas B seperti Pb bila masuk ke dalam sel hewan akuatik pada umumnya selalu proporsional dengan tingkat konsentrasi logam berat dalam lingkungannya, sehingga Pb dapat terikat dengan adanya ketersediaan ligan dalam sel. Darmono 2008 menjabarkan bahwa respon sel terhadap masuknya logam berat bergantung pada sel-sel sebagai berikut : a. Sel yang mengandung ligan berlebihan dan sesuai untuk ikatan logam yang masuk, logam dapat terikat sepenuhnya dan tidak menimbulkan gangguan metabolisme. b. Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi dapat mensintesis ligan kembali bila diperlukan sehingga masih dapat mengikat logam yang masuk dan tidak menimbulkan gangguan metabolisme. c. Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi dapat mensintesis ligan lagi dengan jalan mengusir logam yang telah terikat untuk keluar sel. d. Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi dalam proses pengikatannya terjadi kompetisi antara logam itu sendiri. Dilihat dari sifatnya, Pb yang masuk tipe kelas logam berat B sangat mudah dan cepat melakukan penetrasi dalam tubuh organisme air. Nilai ambang batas Pb dalam daging ikan menurut Alaerts dan Santika 1987 adalah 2 mgkg. Jumlah Pb yang terakumulasi dalam jaringan tubuh hewan air yang masih aman dikonsumsi oleh manusia yaitu 2 mgkg Ditjen POM No. 03725BSKVII1989 dan WHO 1992. Batas baku mutu kandungan Pb dalam air menurut SK. Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 sebesar 0,030 mgl 18 dan sebesar 5 mgkg untuk sedimen. Pb adalah logam berat konvensional yang sering menyebabkan keracunan. Air sebagai wadah budidaya perikanan yang terkontaminasi oleh Pb dapat menyebabkan keracunan kronis. Kasus keracunan Pb pada ikan atau pada manusia pengkonsumsi ikan tercemar dapat terjadi terutama pada ikan yang ditangkap atau dibudidayakan di daerah tercemar. Keracunan Pb pada ikan menimbulkan gejala khas sebagai berikut: 1. Gastrointeritis. Hal ini karena terjadi reaksi dari mukosa saluran pencernaan bila kontak dengan garam Pb dan terjadi pembengkaan. Gerak kontraksi rumen dan usus terhenti sehingga terjadi diare. 2. Anemia. Dalam darah, Pb berikatan dengan sel darah merah sehingga sel darah mudah pecah. Terjadi gangguan terhadap sintesis Hb dan ditemukannya basofilik stipling pada sel darah, inilah ciri terjadinya keracunan Pb. 3. Encephalopati, yaitu kerusakan yang terjadi pada sel endotel dari kapiler, insang, hati dan ginjal. Risiko Pb Pada Organ Tubuh Manusia Risiko Pb pada organ tubuh manusia menurut Manahan 1997, adalah logam toksik yang bersifat kumulatif sehingga mekanisme toksisitasnya dibedakan menurut organ yang dipengaruhi yaitu : Risiko Pb pada sistem hemopoietik. Pb mempengaruhi sistem darah dengan cara: a. memperlambat pematangan normal sel darah merah eritrosit dalam sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya anemia. b. mempengaruhi kelangsungan hidup sel darah merah. Eritrosit yang diberi perlakuan dengan Pb, memperlihatkan peningkatan tekanan osmosis dan kelemahan pergerakan. Selain itu juga memperlihatkan penghambatan Na- K-ATP ase yang meningkatkan kehilangan kalium intraseluler. Hal ini membuktikan bahwa kejadian anemi karena keracunan Pb disertai dengan penyusutan waktu hidup eritrosit. c. menghambat biosintesis hemoglobin dengan cara menghambat aktivitas enzim delta-ALAD dan enzim ferroketalase. 19 Proses kehidupan organisme merupakan rangkain proses fisiologis, maka dibutuhkan enzim-enzim untuk kelancaran rangkaian-rangkaian reaksi yang dibentuknya. Enzim adalah katalisator protein zat yang mempercepat reaksi biokimia dalam sistem biologis. Pada umumnya semua reaksi biokimia dikatalisasi oleh enzim. Sifat enzim yang paling bermakna adalah kesanggupannya untuk mengkatalisis suatu reaksi spesifik, dan pada hakekatnya tidak mengkatalisis reaksi lain. Keberadaan suatu zat racun dapat mempengaruhi aktifitas enzim fisiologis tubuh. Logam berat mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan enzim. Ikatan itu dapat terjadi karena logam berat mempunyai kemampuan untuk menggantikan gugus logam yang berfungsi sebagai ko-faktor enzim. Enzim-enzim tertentu memiliki gugus sulfihidril -SH sebagai pusat aktifnya. Enzim-enzim yang mempunyai gugus sulfihidril ini merupakan kelompok enzim yang paling mudah terhalang daya kerjanya. Keadaan ini disebabkan gugus sulfihidril dengan mudah berikatan dengan ion-ion logam berat. Akibat dari ikatan yang dibentuk antara gugus sulfihidril dengan ion logam berat, daya kerja yang dimiliki oleh enzim menjadi sangat berkurang atau sama sekali tidak bekerja. Pb mengganggu sistem sintesis Hb dengan cara menghambat konversi delta aminolevulinik acid dehidrase delta ALAD menjadi forfobilinogen dan menghambat korporasi dari Fe ke protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan cara menghambat enzim delta ALAD dan feroketalase yang akhirnya meningkatkan ekskresi koproporfirin dalam urin dan delta ALA serta mensintesis Hb. Kompensasi penurunan sintesis Hb karena terhambat Pb adalah peningkatan produksi erithrofoesis. Sel darah merah muda retikulosit dan sel stipel kemudian dibebaskan. Ditemukannya sel stipel basofil basophilic stippling merupakan gejala dari adanya gangguan metabolik dari pembentukan Hb. Hal ini terjadi karena adanya tanda-tanda keracunan Pb. Sel darah merah gagal untuk menjadi dewasa dan sel tersebut menyisakan organel yang biasanya menghilang pada proses kedewasaan sel, akhirnya poliribosoma ireguler pada agregat RNA membentuk sel stipel Darmono 2008. 20 Risiko Pb pada sistem saraf. Wahyu Widowati et al. 2008 menuliskan bahwa, sistem saraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun. Risiko dari keracunan Pb dapat menimbulkan kerusakan pada otak. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak sebagai akibat dari keracunan Pb adalah epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar dan delirium, yaitu sejenis penyakit gula. Sistem saraf yang kena pengaruh Pb dengan konsentrasi dalam darah diatas 80 μg 100 ml, dapat terjadi ensefalopati. Hal ini dapat dilihat melalui gejala seperti gangguan mental yang parah, kebutaan dan epilepsi dengan atrofi kortikal, atau dapat secara tidak langsung berkurangnya persepsi sensorik sehingga menyebabkan kurangnya kemampuan belajar, penurunan intelegensia IQ, atau mengalami gangguan perilaku seperti sifat agresif, destruktif atau jahat. Kerusakan saraf motorik menyebabkan kelumpuhan saraf lanjutan dikenal dengan lead palsy. Keracunan kandungan Pb dapat merusak saraf mata pada anak-anak dan berakhir pada kebutaan. Centers for disease Control CDC menyatakan bahwa kandungan Pb dalam darah 70 μg 100 ml merupakan batas darurat medis akut pada pasien anak. Selain itu, dapat menurunkan IQ pada anak kecil manusia jika terdapat 10-20 µ grl dalam darah. Risiko Pb pada sistem ginjal. Senyawa Pb yang terlarut dalam darah dibawa ke seluruh sistem tubuh. Sirkulasi darah masuk ke glomerolus merupakan bagian dari ginjal. Glomerolus merupakan tempat proses pemisahan akhir dari semua bahan yang dibawa darah. Pb yang terlarut dalam darah akan berpindah ke sistem urinaria ginjal sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada ginjal. Kerusakan terjadi karena terbentuknya intranuclear inclusion bodies disertai dengan gejala aminociduria, yaitu terjadinya kelebihan asam amino dalam urine. Nefropatis kerusakan nefron pada ginjal dapat di deteksi dari ketidak seimbangnya fungsi renal dan sering diikuti hipertensi Darmono 2008. Risiko Pb pada sistem gastrointestinal Gejala awal muncul pada konsentrasi Pb dalam darah sekitar 80 μg 100 ml. Gejala-gejala tersebut meliputi kurangnya nafsu makan, gangguan 21 pencernaaan, gangguan epigastrik setelah makan, sembelit dan diare. Jika kadar Pb dalam darah melebihi 100 μg 100 ml, maka kecenderungan untuk munculnya gejala lebih parah lagi, yaitu bagian perut kolik terus menerus dan sembelit yang lebih parah. Jika gejala ini tidak segera ditangani, maka akan muncul kolik yang lebih spesifik. Konsentrasi Pb dalam darah diatas 150 μg 100 ml penderita menderita nyeri dan melakukan reaksi kaki ditarik-tarik kearah perut secara terus menerus dan menggeretakkan gigi, diikuti keluarnya keringat pada kening. Jika tidak dilakukan penanganan lebih lanjut, maka kolik dapat terjadi selama beberapa hari, bahkan hingga satu minggu Wahyu Widowati et al. 2008. Risiko Pb pada sistem kardiovaskuler. Tahap akut keracuan Pb khususnya pada pasien yang menderita kolik, tekanan darah akan naik. Jika terjadi hal demikian, maka pasien tersebut akan mengalami hipotonia. Kemungkinan kerusakan miokardial harus diperhatikan. Dalam penelitian ditemukan jenis kelainan perubahan elektrokardiografis pada 70 dari total pasien yang ditangani. Temuan utama dari penelitian adalah takhikardia, atrial disritmia, gelombang T dan atau sudut QRS-T yang melebar secara tidak normal Wahyu Widowati et al. 2008. Risiko Pb pada sistem reproduksi dan endokrin. Efek reproduktif meliputi berkurangnya tingkat kesuburan bagi wanita maupun pria yang terkontaminasi Pb, logam tersebut juga dapat melewati plasenta sehingga dapat menyebabkan kelainan pada janin. Dapat menimbulkan berat badan lahir rendah dan prematur. Pb juga dapat menyebabkan kelainan pada fungsi tiroid dengan mencegah masuknya iodine Wahyu Widowati et al. 2008. Risiko karsinogenik. Wikipedia 2006 menyatakan bahwa Pb anorganik dan senyawanya termasuk dalam grup 2B, kemungkinan menyebabkan kanker pada manusia. Tahap awal proses terjadinya kanker adanya kerusakan DNA yang menyebabkan peningkatan lesi genetik herediter yang menetap atau disebut mutasi. Pb diperkirakan mempunyai sifat toksik pada gen sehingga dapat mempengaruhi terjadinya kerusakan DNA mutasi gen dalam kultur sel mamalia. Patogenesis 22 kanker otak akibat terpapar Pb adalah sebagai berikut : Pb masuk kedalam darah melalui makanan dan akan tersimpan dalam organ tubuh yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, proliferensi sel yang membentuk nodul selanjutnya berkembang menjadi tumor ganas Wahyu Widowati et al. 2008; Darmono, 2008. Perilaku Pb Dalam Perairan Kemungkinan terlepasnya logam berat dari sedimen ke air dan berakhir terakumulasi di dalam ikan sangatlah besar. Bryan 1976a mengemukakan bahwa dalam keadaan yang sesuai, beberapa logam yang berikatan dengan sedimen dan partikel yang mengendap akan kembali kedalam air diikuti remobilisasi dan difusi keatas. Forstner 1979b menyimpulkan bahwa proses pelepasan logam berat dari sedimen ke air menjadi lima proses, yakni : 1. Kepekatan garam yang tinggi. Pada kepekatan yang tinggi, kation alkali dan alkalin dapat bersaing untuk tempat penyerapan pada partikel padat, dengan cara mengganti ion-ion logam runutan yang telah diserap 2. Perubahan keadaan redoks. Penurunan potensial oksigen dalam sedimen dapat terjadi karena keadaan seperti eutrofikasi lanjutan. Hal ini mengakibatkan suatu perubahan dalam bentuk kimiawi logam dan dengan demikian perubahan dalam kelarutan air. Dalam keadaan reduksi, logam runutan dalam air interstisi terdapat berbagai a senyawa sulfida untuk Cd, Hg dan Pb ; b senyawa organic untuk Fe dan Ni ; c senyawa klorida untuk Mn ; dan d senyawa hidroksida untuk Cr. Dengan terbentuknya keadaan oksidasi kelarutan ion-ion logam dipengaruhui oleh perubahan yang tiba-tiba dari dari logam sulfide menjadi hidroksida karbonat, oksihidroksida, oksida atau silikat. 3. Perubahan pH. Reduksi pH mengarah pada penguraian karbonat dan hidroksida, begitu pula untuk meningkatkan desorpsi kation logam disebabkan persaingan dengan ion-ion hidrogen. 4. Kehadiran zat-zat pembentuk kompleks. Meningkatnya penggunaan zat-zat pembentuk kompleks yang alamiah dan buatan, dengan logam runutan 23 dapat membentuk kompleks logam yang stabil dan dapat larut yang diserap ke dalam partikel padat lain. 5. Transformasi biokimiawi. Hal ini dapat mengarah pada perpindahan logam dari sedimen ke dalam fase cair atau pengambilannya oleh makhluk hidup air dan kemudian dilepaskan melalui hasil dekomposisi. Bryan 1976a menambahkan, perbandingan antara pengambilan logam dari sumber makanan dengan penyerapan langsung melalui larutan, merupakan kepentingan dasar bagi makhluk hidup heterotrofik. Kejadiannya sangat terbatas, tetapi makanan dan pertikulat merupakan sumber akumulasi penting dan utama yang terjadi pada ikan. Prosi 1979 berkesimpulan bahwa, faktor penentu yang berhubungan dengan pengambilan dan akumulasi logam berat oleh mahkluk hidup perairan, adalah sebagai berikut : 1. Ketersediaan logam secara biologi hewan pada tingkat trofik yang lebih tinggi, pada umumnya lebih ditentukan oleh perpindahan dari air dibandingkan dari makanan. 2. Makhluk hidup yang makan dengan cara menyaring, atau ikan penyaring diketahui mengakumulasi logam di dalam jaringannya dengan tingkat kandungan yang tinggi, tetapi memindahkan hanya sebagian kecil saja pada makhluk predator. 3. Sedimen dan detritus biasanya mengandung kepekatan logam tertinggi di dalam sistem yang tercemar dan hewan pemangsa sedimen dan detritus cendrung untuk mengakumulasi logam dalam kepekatan yang lebih tinggi dibandingkan hewan pada tingkat trofik yang lebih tinggi. 4. Jangka waktu hidup hewan pada tingkat trofik yang lebih tinggi biasanya lebih besar dari pada makhluk hidup pada tingkat yang lebih rendah. Dengan demikian, penambahan yang berhubungan dengan umur dapat merupakan faktor yang nyata yang mempengaruhi tingkat penambahan logam pada tingkat trofik yang lebih tinggi. 5. Terjadi suatu pemilihan atas dasar kesukaan terhadap pengambilan dan pengeluaran berbagai logam berat dalam bentuk yang berbeda 24 Menurut Forstner 1979b, terdapat tiga proses mikrobial utama yang mempengaruhi pengangkutan logam dari sedimen ke air di lingkungan, yaitu : 1. Degradasi bahan-bahan organik menjadi senyawa yang berbobot molekulnya lebih rendah, yang lebih mampu membentuk senyawa dengan ion-ion logam. 2. Perubahan sifat lingkungan dan bentuk kimiawi logam oleh kegiatan metabolik, contoh : potensial oksidasi-reduksi dan keadaan pH. Perubahan senyawa anorganik menjadi bentuk organologam dengan cara proses oksidatif dan reduktif. Kriteria Kolong Menurut Cynthia Henny 2007, kolong umumnya dalam dan tanpa zona littotal yang dikelilingi oleh dinding batuan yang terjalcuram, tidak memiliki aliran masuk dan keluar. Batuan buangan, batuan dinding dan dasar kolong bekas penambangan sangat mempengaruhi geokimia air. Espana et al. 2008; Blodau 2006; Brahmana et al. 2004, menerangkan bahwa kolong bekas galian penambangan timah selalu dikaitkan dengan masalah kualitas air, seperti rendahnya pH, konsentrasi logam dan kandungan padatan tersuspensi dan padatan terlarut tinggi. Tipe kolong sangat dipengaruhi oleh mineral pembentuknya. Meskipun dalam waktu lama proses alamiah biologiskimia dapat mengubahnya. Dua macam tipe mineral penyusun kolong di Bangka yakni pyrite dan kaolin. Cynthia Henny 2007 juga mengkelompokkan kolong menjadi dua, yakni kolong muda dan kolong tua. Kolong muda memiliki ciri kandungan logam Fe, sulfat dan kandungan logam lain yang cukup tinggi, proses pemulihan secara alami lambat 20 tahun, jenis sedimen kolong mineral kaolin kaya akan aluminum dan silika umumnya kisaran pH 4 dan jenis sedimen kolong mineral pirit kaya akan besi dan sulfat umumnya pH berkisar 2. Kolong tua non aktifitas tambang, cirinya adalah proses pemulihan kualitas air secara alami telah terjadi, umunya berusia 20 tahun dan telah terbentuknya sistem ekosistem, kandungan logam masih tinggi tetapi lebih rendah dari kolong muda tipe Pirit, jenis sedimen mineral kaolin umumnya kisaran pH 6 dengan kandungan logam rendah dan sudah 25 dimanfaatkan dan jenis sedimen mineral pirit umumnya kisaran pH 4 dan masih terdapat kandungan beberapa logam dan belum banyak dimanfaatkan. Hasil penelitian Brahmana et al. 2004; Blodau 2006; Espana et al. 2008 dan Cynthia Henny 2009, untuk kolong muda usia 0-20 th kandungan Pb di airnya berkisar 0,13-0,422 mgl dan disedimennya berkisar 32,5-90 mgl. Sedangkan untuk kolong tua usia 20 th kandungan Pb di airnya berkisar 0,01- 0,031 mgl dan disedimennya berkisar 24,5-66,5 mgl. Diversitas fitoplankton pada kolong tua cukup tinggi yang menandakan bahwa kolong cukup subur. Namun demikian, kolong umumnya mengandung logam lebih tinggi di bandingkan perairan umum, fitoplankton mengandung logam yang tinggi. Dominansi fitoplankton dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan diantaranya faktor fisika, kimia dan hidrologi Darmono 1995b. Kelimpahan dari fitoplankton yang rendah berhubungan dengan kondisi nutrien dan polutan yang terdapat pada kolom air. Fitoplankton di perairan merupakan produsen primer yang memegang peranan penting dalam kesinambungan rantai makanan untuk konsumen tingkat kedua dan ketiga crustacea dan ikan. Nilai beberapa kualitas air seperti konsentrasi nutrien mempengaruhi variasi jenis dan kelimpahan fitoplankton. Nilai TSI Trophic Status Index berdasarkan perhitungan TSI Carlson dilihat dari kandungan TP, khlorofil-a dan kedalaman secchi, menunjukkan bahwa kondisi status trophik kolong berkisar dari mesotrophik, eutrophik ringan, eutrophik sedang sampai dengan hypereutrophik Mason 1993. Kolong Grasi tergolong kolong tua usia kolong 30 dengan titik koordinat S01 52.464’;E106 07.005’, terletak di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Telah tersuksesi tumbuhan air dan sistem ekosistem telah terbentuk. Lokasi ini merupakan lokasi yang direncanakan untuk pengembangan perikanan budidaya air tawar terpadu oleh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan hasil penelitian Cynthia Henny dan Evi Susanti 2009 di kolong Grasi, jenis fitoplankton yang ditemukan yaitu Chlorophyceae Staurastrum, Cosmarium, Scenedesmus, Dinophyceae Trachellomonas, Bacillariophyceae Urosolenia longiseta dan Euglonophyceace. Persentase kelimpahan 91,4 di bulan Mei dan 62,0 di bulan 26 Oktober untuk jenis Chlorophyceae. 1,4 di bulan Mei dan 18,8 di bulan Oktober untuk jenis Dinophyceae. 0,2 di bulan Mei dan 0,0 di bulan Oktober untuk jenis Bacillariophyceae. Sedangkan untuk jenis Euglonophyceace dibulan Mei persentase kelimpahan sebesar 0,0 dan di bulan Oktober sebesar 12,5. Kolong Grasi memiliki indeks diversitas H sebesar 0,8370 dan indeks dominansi C sebesar 0,2281. Nilai TSI kolong Grasi sebesar 68 dengan status eutrophik sedang. Kualitas Air Suhu berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung seperti terhadap aktifitas enzim, tingkat metabolisme, proses fisiologis maupun kadar oksigen. Tingkat penyerapan racun dapat lebih tinggi dengan adanya kenaikan suhu Macek et al., diacu dalam Arianti 2002. Suhu juga berperan dalam penyebaran organisme dalam perairan. Kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta kenaikan daya toksik polutan yang ada dalam perairan. Suhu berpengaruh langsung terhadap organisme perairan tertentu dalam proses fotosintesis dan siklus reproduksi Sverdrup et al 1961. Peningkatan suhu juga dapat meningkatkan aktivitas enzim, difusi molekul-molekul kecil, fungsi membran dan kecepatan sistesa protein Houlihan et al. 1993. Temperatur air kolong di pulau Bangka berkisar antara 29 – 32 C Cynthia Henny Evi Susanti 1999. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk Jeffries dan Mills 1996. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat didalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut misalnya lumpur dan pasir halus maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain Jeffries Mills 1996. Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga akan semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Kekeruhan pada perairan tergenang lentik, lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat 27 mengakibatkan terganggunya system osmoregulasi, misalnya pernapasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghalangi penetrasi cahaya kedalam air. Kedalaman secchi di kolong-kolong Bangka berkisar dari 0,2 – 1,3 m Cynthia Henny Evi Susanti 1999. Tingkat keasaman pH adalah suatu ukuran untuk menyatakan besarnya konsentrasi ion hydrogen H + di dalam air Tebbut 1992, diacu dalam Effendi 2003. Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Nilai pH suatu perairan sangat ditentukan oleh CO 2 dan substansi asam. Phytoplankton dan tanaman air mengambil CO 2 selama proses fotosintesis, sehingga pH perairan meningkat di siang hari dan kembali turun pada malam hari Boyd Licthkoppler 1982; Zonneveld et al. 1991. Larutan yang bersifat asam pH rendah lebih bersifat korosif. Dalam keadaan tidak ada oksigen akan dihasilkan hydrogen sulfide H 2 S, ammonia NH 3 dan metana CH 4 . Senyawa- senyawa yang dihasilkan tersebut bersifat asam dan berpotensi menurunkan pH air. Rendahnya pH juga dapat menyebabkan meningkatnya efek toksik logam berat, ammonia dan sianida Beveridge 1987. Boyd dan Licthkoppler 1982 menyatakan kisaran pH pada budidaya ikan adalah sebagai berikut : pH 4-11 adalah titik mati asam dan basa, pH antara 4-6 dan antara 9-10, ikan dapat hidup tapi pertumbuhannya lambat, sedangkan ph 6,5 dan 9 merupakan kisaran optimum bagi kehidupan ikan. Untuk tumbuh maksimal pH harus tetap ideal dengan fluktuasi yang kecil Stickney 1993. Jika dalam suatu perairan terdapat bahan organik yang tinggi, maka hasil dekomposisi bahan organik tersebut diantaranya karbondioksida Moss 1993. Di dalam air karbondioksida ini akan membentuk asam karbonat. Bila 1 dari karbondioksida bereaksi dengan air, akan membentuk asam karbonat Cole 1988. Pada pembentukan asam karbonat tersebut akan dihasilkan ion hydrogen yang mengakibatkan pH perairan menurun. Kisaran pH kolong tua pasca penambangan timah di pulau Bangka sebesar 5,5 – 8 Subardja et al. 2004; Brahmana et al. 2004. Oksigen terlarut merupakan parameter kimia paling kritis di dalam budidaya ikan. Oksigen dalam air terutama berasal dari udara yang masuk melalui proses difusi dan hasil sampingan fotosintesis tumbuhan akuatik terutama fitoplankton Mayunar et al. 1995. Menurut Boyd 1996 bahwa pemuatan dan 28 pelepasan hemoglobin dengan oksigen diatur oleh tegangan oksigen. Karena hemoglobin melepaskan oksigen ke dalam jaringan tubuh. Kelarutan oksigen di perairan dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas dan salinitas Boyd Licthkoppler 1982. Sumber oksigen dalam perairan berasal dari proses fotosintesis phytoplankton dan difusi dari udara, sedangkan penyebab utama berkurangnya kelarutan oksigen dalam perairan adalah karena aktivitas respirasi plankton, respirasi ikan, respirasi organisme dasar perairan serta difusi ke udara. Oksigen merupakan komponen utama dalam daya dukung lingkungan. Swingle 1969 diacu dalam Boyd 1996 menerangkan pengaruh kadar oksigen terlarut terhadap kelangsungan hidup ikan : jika kadar oksigen terlarut 0,3 mgl maka hanya sedikit jenis ikan yang dapat bertahan pada masa pemaparan singkat, jika kadar oksigen terlarut 0,3-1,0 mgl maka pemaparan lama dapat menyebabkan kematian ikan, jika kadar oksigen terlarut 1,0-5,0 maka ikan dapat bertahan hidup tetapi pertumbuhannya terganggu dan jika kadar oksigen terlarut 5,0 maka kondisi ini merupakan kondisi ideal dimana hampir semua organism akuatik menyukai kondisi ini. Kandungan DO di kolong-kolong pulau Bangka sekitar 0,3 – 8,74 mgl Cynthia Henny Evi Susanti 1999. Karbondioksida CO 2 yang terdapat di perairan berasal dari berbagai sumber, yaitu : 1 Difusi dari atmosfer, 2 Air hujan, 3 Air yang melewati tanah organik dan 4 Respirasi tumbuhan Cole 1988. Pada dasarnya keberadaan CO 2 di perairan terdapat dalam bentuk gas karbondioksida bebas CO 2 , ion bikarbonat HCO 3 - , ion karbonat CO 3 2- dan asam karbonat H 2 CO 3 . Proporsi dari keempat bentuk karbon berkaitan dengan nilai pH. Pada pH air yang rendah pH = 4 CO 2 terdapat dalam bentuk terlarut dan asam karbonat, pada pH antara 7 sampai 10 semuanya membentuk ion HCO 3 - dan pada pH 11 karbon berbentuk CO 3 2- Cole 1988. Boyd 1996 menjelaskan bahwa, perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas 5 mgl. Kadar karbondioksida bebas sebesar 10 mgl masih dapat ditorerir oleh mikroorganisme akuatik asalkan disertai dengan kadar oksigen yang cukup. Karbon organik total TOM terdiri atas bahan organik terlarut dan partikulat dengan perbandingan 10:1. TOM dapat dapat menggambarkan tingkat 29 pencemaran. Pada perairan alami, nilai TOM berkisar antara 1-30 mgl McNeely et al. 1979. Perairan alami yang telah menerima limbah baik domestik maupun industry atau perairan pada daerah berawa-rawa dapat lebih dari10-100 mgl. Pertumbuhan Effendie 1979 mendefinisikan pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik panjang atau berat dalam waktu tertentu. Proses pertumbuhan pada ikan mulanya berlangsung lambat, kemudian cepat dan akhirnya lambat kembali. Pertumbuhan yang demikian disebut autocatalytic. Dengan demikian ikan yang lebih muda akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan tua. Ikan tua tetap mengalami pertumbuhan walaupun berlangsung secara lambat. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi genetik, seks, umur, daya tahan terhadap penyakit dan parasit. Faktor eksternal meliputi kompetisi pada populasi, makanan, tingkatan trofik, energi matahari dan keadaan fisika-kimia lingkungan. Effendie 1979, menerangkan bahwa Survival Rate atau SR adalah tingkat kelangsungan hidup. Nilai SR digunakan untuk menentukan peluang hidup ikan dalam waktu tertentu. Feed Convertion Ratio atau FCR merupakan perangkat ukur yang digunakan untuk menghitung rasio pakan. Definisi lain untuk FCR adalah berapa banyak pakan kg yang diberikan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan. FCR diukur untuk melihat tingkat efisiensi pemberian dan penggunaan pakan dalam kegiatan budidaya ikan. Fitoplankton Fitoplankton adalah makhluk hidup yang berupa tumbuhan renik yang melayang-layang di dalam kolom air, tidak mampu bergerak secara aktif melawan arus air Odum 1993. Secara ekologis fitoplankton merupakan dasar dari rantai makanan, sehingga keberadaannya akan menentukan keberadaan seluruh biota air Nybakken 1988. Perkembangan fitoplankton sangat ditentukan oleh faktor fisika kimia lingkungan perairan, seperti intensitas cahaya matahari, suhu dan nutrient. Wetzel 1983 menyatakan bahwa, danau eutrofik memiliki keanekaragaman yang menurun dan struktur komunitas fitoplankton di dominansi oleh kelas Chlorophyceae, Cyanophyceae, Euglenophyceae dan Bacillariophyceae. Hal ini 30 terjadi pada danau-danau beriklim tropis dan beriklim sedang. Kuantitas dan kualitas fitoplankton dalam kolom air selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya. Davis 1955 mengemukakan bahwa disetiap perairan terdapat perkembangan komunitas yang dinamis, sehingga suatu species dapat lebih dominan dari pada spesies yang lainnya pada interval waktu yang relatif pendek sepanjang tahun, spesies yang dominan pada satu bulan tertentu bias menjadi spesies yang langka pada bulan berikutnya dan digantikan dengan dengan spesies lain yang lebih dominan. Menurut Effendie 1979, metode Frekuensi Kejadian dilakukan dengan cara mencatat jumlah ikan yang ususnya kosong dan mencatat keberadaan organisme pada masing-masing ikan yang ususnya berisi. Indeks Preponderance adalah evaluasi ragam jenis makanan ikan. Indeks Preponderance digunakan untuk mengevaluasi kebiasaan makan ikan dan analisis tingkat kepenuhan komposisi pakan alami dalam lambung atau usus ikan. Nilai Indeks Preponderance Ii berkisar antara 0-100. Dikuatkan lagi oleh Haryadi 1983, jika nilai Ii lebih besar dari 25 maka pakan tersebut merupakan pakan utama, jika nilai Ii antara 4-25 maka pakan tersebut merupakan pakan pelengkap dan apabila Ii bernilai kurang dari 4 maka pakan tersebut merupakan pakan tambahan. Glukosa Darah Mekanisme terjadinya perubahan kadar glukosa darah selama stress dimulai dari diterimanya informasi penyebab faktor stress oleh organ reseptor. Selanjutnya informasi tersebut disampaikan ke otak bagian hipotalamus melalui sistem syaraf. Kemudian hipotalamus memerintahkan sel kromafin untuk mensekresikan hormon katekolamin melalui serabut syaraf simpatik.Adanya katekolamin ini akan mengaktivasi enzim-enzim yang terlibat dalam katabolisme simpanan glikogen, sehingga kadar glukosa darah mengalami peningkatan. Pada saat yang bersamaan hipotalamus otak mensekresikan CRF corticoid releasing factor yang meregulasi kelenjer pituitari untuk mensekresikan ACTH adreno corticotropic hormone. Hormon tersebut akan direspon oleh sel interenal dengan mensekresikan kortisol Soewondo 1996. 31 Saat ikan stress kadar glukosa terus naik untuk mengatasi homeostasis akibat stress terhadap perubahan fisiologis. Hiperglisemia akan berakibat buruk bagi ikan. Ini berawal dari naiknya kadar kartisol dalam darah akibat stress yang akan memobilisasi glukosa dari cadangan yang disimpan oleh tubuh ke dalam darah, sehingga glukosa dalam darah mengalami kenaikan. Naiknya kadar glukosa darah tersebut dibutuhkan untuk proses memperbaiki homeostasis selama stress, namun kebutuhan energi dari glukosa tersebut akan dapat terpenuhi apabila glukosa dalam darah dapat segera masuk ke dalam sel, dan ini sangat bergantung pada kinerja insulin. Naiknya kadar kortisol akan mengurangi kerja insulin di dalam darah. Saat stress dengan berkurangnya insulin maka kadar glukosa darah terus meningkat karena keterbatasan insulin yang memobilisasi glukosa darah ke dalam sel semakin lambat. Dengan tingginya kadar glukosa di dalam darah tersebut maka sinyal dari pusat syaraf menandakan bahwa ikan merasa kenyang, dan ikan tidak mau makan Affandi Usman 2002; Soewondo 1996. Analisa spektrofotometrik serapan atom AAS Analisa Pb dilakukan dengan menggunakan spektrofotometrik serapan atom AAS yaitu dengan menggunakan prinsip berdasarkan Hukum Lambert Beert yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Persamaan garis antara konsentrasi logam berat dengan absorbansi adalah persamaan linier dengan koefisien arah positif: Y = a + bX. Dengan memasukkan nilai absorbansi larutan contoh ke persamaan garis larutan standar maka kadar logam berat contoh dapat diketahui. Larutan contoh yang mengandung ion logam dilewatkan melalui nyala udara-asetilen bersuhu 2000 C sehingga terjadi penguapan dan sebagian tereduksi menjadi atom. Lampu katoda yang sangat kuat mengeluarkan energi pada panjang gelombang tertentu dan akan diserap oleh atom-atom logam berat yang sedang di analisis. Jumlah energi cahaya yang diserap atom logam berat pada panjang gelombang tertentu ini sebanding dengan jumlah zat yang diuapkan pada saat dilewatkan melalui nyala api udara-asetilen. Setiap unsur logam berat membutuhkan lampu katoda yang berbeda. Keseluruhan prosedur ini sangat sensitif dan selektif karena setiap unsur membutuhkan panjang gelombang yang sangat pasti Tinsley 1979. 32 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kolong tua pasca penambangan bijih timah oleh PT. Timah Tbk. Kolong yang dipilih sebagai tempat penelitian ini yakni kolong Grasi dengan titik koordinat S01 52.464’; E106 07.005’, Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kolong Grasi telah berusia lebih dari 30 tahun. Luas kolong Grasi berkisar 2 hektar, kedalaman 9-10 meter dengan letak kolong di tengah kota dan dekat dengan jalan raya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 hingga bulan Februari 2012. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 Lokasi penelitian. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan. Parameter yang langsung diukur di lapangan meliputi panjang total dan bobot total ikan, pH air menggunakan kertas indikator pH, suhu air mengunakan Sungsang Sembilang Sungai Lumpur Laut Cina Selatan lokasi 33 thermometer, kecerahan diukur dengan cakram Secchi dan kandungan oksigen terlarut diukur dengan DO meter YSI. Pengukuran kandungan Pb pada air, sedimen dan organ ikan dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji glukosa darah dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Pengukuran nilai TOM dan CO 2 dilakukan di laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan, Institut Pertanian Bogor dan identifikasi isi usus dilakukan di laboratorium MIPA Universitas Bangka Belitung. Pengambilan data dilakukan disetiap bulan selama penelitian. Data sekunder diperoleh dari jurnal-jurnal dan data-data penelitian terdahulu yang relevan. Metode Penelitian Rancangan Penelitian Penelitian ini dimulai dengan preparasi sampel sampling, dari pengukuran sampel air satu kali diawal penelitian sebagai media dan pengukuran Pb pada sedimen kolong satu kali tempat ikan akan dipelihara. Dilakukan juga pengukuran kualitas air parameter fisika : Suhu, pH, kecerahan. Kimia : DO, CO 2 secara langsung dilapangan maupun di laboratorium parameter kimia : TOM dan Pb dilakukan untuk mendapatkan data awal. Selanjutnya, pengukuran parameter fisika-kimia dilakukan setiap bulan di perairan kolong tempat ikan akan dipelihara. Pengukuran awal dilakukan saat penebaran di bulan Oktober bulan ke-0, pengukuran dilanjutkan berurutan pada bulan ke- I November, II Desember, ke- III Januari dan bulan ke- IV Februari. Pengukuran kandungan Pb dalam sedimen dan air juga dilakukan sebanyak satu kali diawal penelitian. Selanjutnya tahapan dan proses penelitian yang secara sistematis terbagi atas dua tahapan penelitian. Pertama, penelitian pendahuluan, yaitu proses analisis Pb di air dan sedimen di kolong muda dan kolong tua. Mencakupi metode analisis Pb di sedimen dan di air. Kedua, penelitian utama, yaitu proses budidaya pembesaran ikan nila merah dan patin jambal di kolong tua dengan sistem KJA Karamba Jaring Apung mencakupi prosedur pengambilan sampel ikan uji, 34 analisis Pb di organ daging, insang, hati dan ginjal ikan uji dan analisis kelayakan budidaya. Penelitian Pendahuluan Metode Analisis Pb Dalam Air Kolong Contoh air kolong Grasi diambil di delapan stasiun. Penentuan stasiun secara acak disekitar KJA yang akan ditempatkan. Setiap stasiun diambil tiga titik berdasarkan stratifikasi kedalaman. Titik pertama 0,5 m di bawah permukaan air kolong, titik kedua 4,5 m dari permukaan air kolong dan titik ketiga 0,5 m dari dasar kolong Kedalaman kolong 9 meter. Air dari setiap titik pengambilan di campur berdasarkan stasiun yang selanjutnya disaring dengan kertas saring 0,45 µm. Pengambilan contoh air kolong menggunakan Water Sampler, kemudian contoh disimpan pada botol 500 ml yang sudah bebas logam dan dibekukan. pH diatur kisarannya 3,5-4 dengan menambahkan 1 ml dengan HNO3 pekat dan selanjutnya bawa ke laboratorium untuk pengukuran Pb. Pengukuran Pb pada air di laboratorium dengan menambahkan 5 ml campuran penahan buffer asetat kedalam air sampel. Selanjutnya air sampel secara berurutan ditambahkan 5 ml amonium pirolidin ditiokarbonat apdc lalu dikocok sekitar 5 menit, 10 ml pelarut organik metil iso butil keton mibk lalu dikocok sekitar 3 menit dan dibiarkan ke dua fasa terpisah. Setelah terpisah air sampel dilakukan penampungan fasa air, Fasa air ini digunakan untuk pembuatan larutan blanko laboratorium dan standar. Selanjutnya penambahan 10 ml air suling ganda-bebas ion dddw, dan dilakukan pengocokan selama 5 detik lalu air diendapkan hingga kedua fasa terpisah. Setelah terjadi dua fase, fasa airnya dibuang. Langkah terakhir adalah penambahan sebanyak 1 ml HNO3 pekat lalu dikocok sebentar dan dibiarkan selama 15 menit yang selanjutnya ditambahkan 9 ml air suling ganda bebas ion dan dikocok kembali sekitar 2 menit. Air sampel yang telah ditambahlan air suling siap diukur dengan AAS. 35 Metode Analisis Pb dalam sedimen kolong Sedimen diambil dari dasar kolong Grasi menggunakan Ekman Grab. Titik pengambilan sama dengan stasiun pengambilan sampel air dan berjumlah delapan stasiun. Pengukuran kandungan Pb dalam sedimen adalah dengan memasukkan masing-masing contoh sedimen ke dalam beaker Teflon secara merata agar mengalami proses pengeringan sempurna. Dilanjutkan dengan peringkan contoh sedimen dalam oven pada suhu 105 C selama 24 jam. Contoh sedimen yang telah kering kemudian ditumbuk sampai halus. Setiap contoh sedimen ditimbang sebanyak kurang lebih 4 gram dengan alat timbang digital. Contoh sedimen yang telah ditimbang dimasukkan kedalam beaker Teflon yang tertutup. Selanjutnya ditambahkan 5 ml larutan aqua regia dan dipanaskan pada suhu 130 C. Setelah semua sedimen larut, pemanasan diteruskan hingga larutan hampir kering dan selanjutnya didinginkan pada suhu ruang dan dipindahkan ke sentrifus polietilen. Selanjutnya ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai 30 ml dan dibiarkan mengendap, kemudian tampung fasa airnya. Fasa air yang terbentuk siap diukur dengan AAS, menggunakan nyala udara-asetilen. Semua analisa parameter mengikuti prosedur Standard Method APHA 2005 Penelitian Utama Metode Budidaya Pembesaran Proses budidaya pembesaran ikan di karamba jaring apung berukuran 3 x 3 x 3 meter dengan ukuran mata jaring 2,25 cm, kedalaman 2 m. Keramba jaring apung berjumlah 2 buah, satu digunakan sebagai media perlakuan dan karamba lainnya digunakan sebagai stok ikan. Bobot benih awal tebar 4,9 grekor untuk ikan patin jambal dan 6,8 grekor untuk ikan nila merah sebanyak 600 ekor masing-masing 300 ekor untuk nila merah dan 300 ekor untuk patin di keramba jaring apung perlakuan. Jumlah, jenis dan bobot ikan yang sama juga di tebar di karamba stok. Pemberian pakan buatan pellet ikan dilakukan setiap hari secara at satiation. Selanjutnya ikan dipelihara selama empat bulan. Selama masa pemeliharaan ikan selalu dikontrol pemberian pakannya, kesehatannya, keamanan sarananya seperti jaring jangan sampai robek. 36 Metode Pengambilan Sampel Ikan Uji Pengukuran dan sampling dilakukan setiap bulan 30 hari dari masa pemeliharaan pembesaran ikan selama empat bulan. Sampel ikan nila merah dan patin yang akan diperiksa diambil dari keramba pemeliharaan perlakuan dengan metode sampling purfosif, yaitu sampel diambil secara acak random dari populasinya dan dianggap sebagai sampel yang representatif dan homogen, ciri dan sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Untuk menghitung laju pertumbuhan, tiap jenis ikan diambil sebagai sampel sebanyak 30 ekor dari KJA, dilakukan pengukuran panjang total, bobot tubuh, lalu dirata-ratakan. Untuk sampel pengukuran logam berat dalam organ, ikan sebanyak 30 ekor yang telah diambil secara acak dari KJA perlakuan dipisahkan berdasarkan jenis ikan, selanjutnya diambil organ insang, hati, ginjal, daging dan darah untuk masing- masing ikan. Selanjutnya setiap organ yang sama digabung menjadi satu dan dipisahkan sesuai jenis ikannya. Organ basah yang telah dipisahkan tersebut lalu dihaluskan dengan blender untuk daging dan dibekukan untuk selanjutnya dilakukan pengujian kandungan Pb di laboratorium. Tata cara pengukuran dan sampling mengacu pada SNI 01-6495.1-2000. Metode Analisis Pb di Organ Ikan Uji Organ yang diukur kandungan Pb adalah organ insang, hati, ginjal dan daging. Di laboratorium, setiap sampel organ ikan uji dimasukkan ke dalam beaker gelas dan siap untuk ditimbang menggunakan neraca analitik. Organ yang dibutuhkan untuk dapat digunakan dalam analisis AAS sebesar 1 5 gram. Kemudian dilakukan pengabuan kering . S esudah penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan kering, residu dilarutkan dalam asam encer. Memindahkan larutan abu ke dalam labu takar. Selanjutnya menambahkan 5-6 ml HCN 6 N ke dalam cawanpinggan berisi abu, kemudian dengan ginjal-ginjal panaskan di atas hot plate pemanas dengan pemanasan rendah sampai kering. Penamabahan 15 ml HCN 3N dan selanjutnya cawan dipanaskan di atas pemanas sampai mulai mendidih. Setelah mendidih, larutan didinginkan dan disaring dengan menggunakan kertas saring millipore 0,45 mm. Filtrat dimasukkan ke 37 dalam labu ukur 10 ml. Lakukan pencucian cawan dengan air sedikitnya 3 kali lalu saring air cucian dan air dimasukkan ke dalam labu takar. Setelah setiap organ menjadi larutan di dalam labu ukur 10 ml, maka langkah selanjutnya dilakukan pengukuran kandungan logam berat Timbal Pb menggunakan alat atomic absorption spectrometry AAS tipe AA 300 P buatan Varian Techtron, Australia. Alat AAS di kaliberasi sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut yang selanjutnya pengukuran larutan standar logam dan blanko dan pengukuran larutan sampel. Selama pengukuran standar logam diperiksa secara periodik untuk memastikan nilai standar konstan. Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya digunakan rumus : K sebenarnya = KAAS x Vol. Penetapan Berat Kering Analisis Ekonomis Kelayakan Budidaya Pengamatan pertumbuhan ikan nila merah dan patin jambal dipastikan dengan mengukur bobot tubuh ikan menggunakan timbangan digital merk Osuka AJ 1000, tingkat ketelitian 0,01. Berat awal Wo, diukur sebelum benih ikan ditebar. Untuk memperoleh data yang akurat pengukuran bobot ikan dilakukan setiap bulan. Berat akhir Wt, diukur setelah benih ikan dipelihara selama 30 tiga puluh hari setelah pengukuran berat awal Wo. Pertumbuhan ikan, kelangsungan hidup dan konversi pakan dihitung menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut Effendie 1979 : 1. Pertumbuhan mutlak W W = Wt – Wo Keterangan : W = Pertambahan berat mutlak g Wo = Berat hewan uji pada awal penelitian g Wt = Berat hewan uji pada akhir penelitian g 38 2. Survival Rate SR : SR = NtNo x 100 Keterangan : SR = Daya tahan hidup ikan Nt = Jumlah akhir panen No = Jumlah awal penebaran 3. Rumus Food Conversi Ratio FCR : FCR = Pakan ∆ W Keterangan : FCR = Rasio Penggunaan Pakan Σpakan = Jumlah pakan yang dihabiskan selama masa pemeliharaan ∆W = Rata-rata penambahan bobot tubuh ikan di akhir pemeliharaan Metode Pengukuran Komposisi Isi Usus Ikan Uji Pengamatan isi usus bertujuan untuk melihat komposisi isi usus ikan. Identifikasi jumlah dan jenis plankton di dalam usus ikan dilakukan dengan beberapa langkah. Langkah pertama adalah mengambil 30 usus dari 30 ekor ikan yang selanjutnya diawetkan dengan formalin 40. Langkah berikutnya adalah mengukur panjang setiap usus, lalu membersihkan sampel usus ikan dari formalin. Usus satu per satu dikerik dan dilakukan pemisahan isi usus dengan daging usus dan kemudian isi usus diencerkan sekitar 10 cc atau 1 botol film dengan aquadest. Langkah selanjutnya adalah mengambil satu tetes isi usus yang sudah diencerkan dengan pipet tetes kemudian diamati dibawah mikroskop. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan lima lapang pandang. Langkah terakhir, ialah mengidentifikasi jenis dan mencatat jumlah organisme makanan yang ada dari setiap lapang pandang dengan buku identifikasi alga Prescott 1970. Remahan 39 pakan buatan dan mikroorganisme yang ditemukan dicatat dan dihitung sesuai rumus Metode Frekuensi Kejadian dan Indeks Preponderance Effendie 1979. Model rumus Frekuensi Kejadian dan Indeks Preponderance yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Model rumus Frekuensi Kejadian : Keterangan : n = jumlah individu jenis ke-i yang ditemukan pada contoh N = jumlah total dugaan individu jenis ke-i dari ikan ke-i Vd = volume pengenceran Vi = volume tetes yang diamati 1 tetes = 0,05 ml 2. Model rumus Indeks Preponderance : Ii = Vi x Oi Vi x Oi + 100 Keterangan : Ii = indeks preponderance Vi = persentase volume makanan jenis ke-i Oi = persentasi frekuensi kejadian makanan ke-i Metode Uji Gula Darah Uji glukosa darah ikan untuk melihat tingkatan stres ikan. Melalui cara ini dapat diketahui tingkat stres yang diakibatkan dari adanya penetrasi Pb ke dalam tubuh ikan. Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan jarum suntik steril pada bagian vena caudalis ikan uji. Jarum suntik tersebut sebelum 40 digunakan terlebih dahulu dibasahi dengan Na-Sitrat 3,8 yang berfungsi sebagai anti koagulan. Sampel darah diambil sebanyak 10µml dan dimasukkan kedalam tabung effendorf yang sudah di basahi Na-Sitrat 3,8. Selanjutnya di sentrifius dengan kecepatan 120 rpm selama 10 menit. Proses selanjutnya ialah memindahkan larutan plasma yang terbentuk dari tabung effendorf ke dalam mikro pipet effendorf 10 -100 μL dengan jarum suntik. Untuk pengukuran glukosa darah dilakukan uji glukosa darah di laboratorium OAC-I 1999. Metode Uji Kadar Lemak Daging Sampel seberat 2 gram W1 dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya W2 dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 °C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan W3 OAC-I 1999. Kadar lemak ditentukan dengan rumus : Kadar lemak = W3 −W2 W1 × 100 Keterangan : W1 = Berat sampel gram W2 = Berat labu lemak tanpa lemak gram W3 = Berat labu lemak dengan lemak gram Metode Analisis Keterhubungan Untuk melihat keterhubungan antara kandungan Pb di sedimen kolong terhadap kandungan Pb di dalam organ ikan yang dipelihara dikolong, dalam penelitian ini digunakan perangkat analisis t-test Walpole 1995. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Perairan Kolong Grasi Secara Fisika dan Kimia Kondisi fisika dan kimia perairan kolong Grasi Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, diukur setiap kali sampling. Sampling diambil pada bulan Oktober-Desember 2011 hingga Januari- Februari 2012. Parameter fisika yang diukur adalah suhu, kecerahan dan parameter kimia yang diukur adalah oksigen O 2 terlarut, derajat keasaman pH air, karbondioksida CO 2 terlarut dalam air dan total organik mattler TOM perairan. Suhu terukur di tiap bulan pengambilan sampling yaitu 29,4 C di bulan Oktober, 29,1 C di bulan November, 25,3 C di bulan Desember, 24,1 C di bulan Januari dan 27,1 C di bulan Februari. Rata-rata suhu dari hasil pengukuran langsung dilapangan sebesar 27 C. Kecerahan terukur selama penelitian di kolong Grasi yakni 90 cm di bulan Oktober dan November, 60 cm di bulan Desember, 30 cm di bulan Januari dan 70 cm di bulan Februari. Rata-rata kecerahan air kolong Grasi yang terukur selama penelitian menunjukkan nilai 68 cm. Untuk derajat keasaman air pH terukur dibulan Oktober sebesar 6, di bulan November sebesar 6,5, di bulan Desember pH air terukur 6 , Januari dan Februari pH air terukur masing-masing sebesar 5 dan 6, sehingga rata-rata pH air kolong Grasi yang terukur selama penelitian sebesar 6,1 Tabel 4. Kandungan oksigen O 2 terlarut dalam air kolong Grasi yang terukur selama penelitian di bulan Oktober 2011 hingga Februari 2012 rata-rata sebesar 7,8 mgl. Kandungan 7,2 mgl di bulan Oktober, 8 mgl dibulan November dan di bulan Desember. Sebesar 7,8 mgl di bulan Januari dan selanjutnya terukur sebesar 8 mgl di bulan Februari. Kandungan karbondioksida CO 2 terlarut terukur sebesar 2,10 mgl di bulan Oktober. Selanjutnya secara berurutan 1,82 mgl, 3,06 mgl, 4,09 mgl dan 3,44 mgl untuk bulan November, Desember, Januari dan Februari. Rata-rata kandungan karbondioksida CO 2 terlarut sebesar 2,90 mgl. Total organik mattler TOM di perairan kolong Grasi Kecamatan Sungailiat didapat angka rata-rata 7,87 mgl selama penelitian. Kisaran kandungan TOM secara berurutan 5,77 mgl, 4,18 mgl, 9,06 mgl, 12,91 mgl dan 7,40 mgl 42 untuk bulan Oktober, November, Desember, Januari dan Februari. Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran kualitas air di bulan Oktober-Desember 2011 hingga bulan Januari-Februari 2012 di kolong Grasi Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tabel 4 Hasil pengukuran kualitas air di bulan Oktober-Desember 2011 hingga bulan Januari-Februari 2012 di kolong Grasi Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Bulan Parameter Kualitas Air Rasio hari Hujan : Terang Suhu C Kec. cm pH DO mgl CO 2 mgl TOM mgl Oktober 2011 29,4 90 6 7,2 2,10 5,77 0 : 30 November 2011 29,1 90 6,5 8 1,82 4,18 0 : 30 Desember 2011 25,3 60 6 8 3,06 9,06 13 : 17 Januari 2012 24,1 30 5 7,8 4,09 12,91 22 : 8 Februari 2012 27,1 70 6 8 3,44 7,40 9 : 21 Rata-ratabulan 27±2,3 68±24,8 6,1±0,5 7,8±0,3 2,90±0,9 7,87±3,3 Standar Budidaya untuk Nila Merah SNI 2009 25-30 20-30 6-8,5 ≥ 3 5 - Standar Budidaya untuk Patin Jambal SNI 2009 27-32 30 6,5-8,5 ≥ 3 5 - Keterangan : Kec = Kecerahan air kolong DO = Dissolved Oxygen Oksigen terlarut TOM = Total Organik Matter Rasio hujan terang selama tiga puluh hari setiap bulan dari bulan Oktober 2011 hingga Februari 2012 di kolong Grasi tempat penelitian dilaksanakan, tercatat tidak terjadi hujan dari bulan Oktober hingga November 2011. Hujan mulai terjadi di bulan Desember 2011 dengan intensitas ringan, rasio hujan : terang sebanyak 13 : 17. Hujan lebih sering turun dengan intensitas lebat, terjadi di bulan Januari 2012 dengan rasio hujan : terang sebesar 22 : 8. Penurunan intensitas hujan di bulan Februari 2012 mengalami penurunan dengan rasio hujan : terang sebesar 9 : 21. Rata-rata hasil pengukuran kualitas air parameter fi s ika dan kimia di Kolong Grasi, menunjukkan kondisi yang ideal untuk kegiatan budidaya ikan nila merah dan patin jambal. Kondisi penurunan beberapa parameter seperti suhu, kecerahan dan peningkatan kadar TOM terjadi di bulan Januari 2012 dan tidak terjadi di bulan- 43 bulan sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada bulan Januari 2012 intensitas turunnya hujan lebih sering terjadi dan lebih lebat dimana di bulan ini tercatat 22 hari turun hujan dan delapan hari tercatat cuaca terang. Perbedaan rasio cuaca ini diikuti perubahan parameter kualitas air terukur selama penelitian. Effendi 2003 dan Barus 2002 menjelaskan bahwa, turunnya suhu udara akan diikuti dengan turunnya suhu air. Penurunan suhu air ini menyebabkan menurunya kandungan CO 2 terlarut sebaliknya meningkatkan kadar DO dalam air. Kondisi di kolong Grasi justru terjadi sebaliknya. Penurunan suhu di bulan Januari 2012 meyebabkan peningkatan CO 2 terlarut dan cendrung menurunkan DO dalam air. Hal ini disebabkan oleh melimpahnya bahan organik tersuspensi dan terlarut yang diikuti meningkatnya jumlah fitoplankton dalam air yang ditunjukkan dari turunnya nilai kecerahan air dan meningkatnya nilai TOM kolong Grasi. Proses melimpahnya substrat organik di air merupakan makanan bagi bakteri aerob, peningkatan jumlah bakteri tersebut menyebabkan proses pelepasan CO 2 kedalam air lebih banyak dan proses pengambilan DO dari air lebih banyak pula. Perubahan kualitas air secara fisika, kimia dan biologi menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah akumulasi Pb di organ ikan uji. Jumlah Akumulasi Logam Berat Timbal Pb Hasil budidaya pembesaran yang dilakukan selama empat bulan di kolong Grasi untuk ikan patin jambal dan nila merah menunjukkan terjadi akumulasi Pb di organ ikan. Tabel 5 menunjukkan peningkatan dan penurunan kadar Pb terukur di dalam organ ikan patin jambal selama pemeliharan empat bulan. Tabel 5 Kandungan Pb terukur pada organ ikan p atin jambal Organ Kandungan Pb Pada Bulan ke- MetodeStandar Oktober µgg November µgg Desember µgg Januari µgg Februari µgg Insang 0,030 0,030 0,030 55,23 1,50 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Ginjal 0,030 0,030 0,032 0,030 0,917 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Hati 0,030 0,030 0,030 15,39 0,030 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Daging 0,030 0,030 0,177 40,56 0,188 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Formatted: Font: Bold 44 Gambar 4 menunjukkan trend atau pola akumulasi Pb ke dalam masing- masing organ patin jambal. Pada ikan nila merah terjadi akumulasi Pb di setiap organ. Tabel 6 menunjukkan peningkatan dan penurunan kadar Pb terukur di dalam organ ikan nila merah selama pemeliharaan empat bulan di kolong Grasi. Gambar 4 Trend akumulasi Pb pada organ ikan patin jambal. Tabel 6 Kandungan Pb terukur pada organ ikan nila merah Organ Kandungan Pb Pada Bulan ke- MetodeStandar Oktober µgg November µgg Desember µgg Januari µgg Februari µgg Insang 0,030 0,030 2,77 8,41 4,34 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Ginjal 0,030 0,030 0,030 93,98 0,842 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Hati 0,030 0,085 0,030 62,14 0,030 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Daging 0,030 0,030 0,030 0,030 0,188 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Gambar 5 menunjukkan trend atau pola akumulasi Pb ke dalam masing- masing organ ikan nila merah selama pemeliharaan. Gambar 5 Trend akumulasi Pb pada setiap organ ikan nila merah. 45 Jumlah logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh hewan air yang masih aman dikonsumsi oleh manusia yaitu 2 mgkg Ditjen POM No. 03725BSKVII1989 dan WHO 1992. Kandungan Pb pada ikan p atin jambal mulai ditemukan di bulan kedua pemeliharaan, yakni bulan Desember 2011 pada organ ginjal dan daging masing-masing terukur sebesar 0.032 µ gg dan 0,177 µ gg. Di bulan ketiga Januari 2012 , Pb ditemukan hampir di semua organ ikan p atin jambal dan masih batas aman untuk konsumsi, yaitu organ insang sebesar 55,23 µ gg, hati sebesar 15,39 µ gg, daging sebesar 40,56 µ gg. Kandungan Pb tertinggi ditemukan di organ insang pada bulan ketiga pemeliharaan, yakni sebesar 55,23 µ gg. Meskipun demikian, kandungan Pb di organ daging ikan patin jambal adalah yang tertinggi dibandingkan dengan organ-organ yang lain. Hal ini dikarenakan bobot organ daging lebih besar, jika dibandingkan bobot organ lainnya Rendemen daging = 45 g100 g. Jika dikonversikan dengan bobot tubuh total dibulan Januari 2012 sebesar 195,4 g, maka organ daging patin mengandung 3,57 mgkg. Nilai ini diatas batas aman konsumsi yang hanya memperbolehkan 2 mgkg. Peningkatan kadar Pb diatas baku mutu aman pangan hanya terjadi dibulan Januari 2012, seiring dengan menurunnya kualitas air dan rasio hujan meningkat dalam 30 hari. Penurunan kandungan Pb dalam organ daging terjadi secara signifikan seirinmg dengan membaiknya kualitas air dan beralihnya musim hujan ke musim panas Pada ikan nila merah, Pb telah ditemukan di organ hati di bulan ke dua pemeliharaan, yakni November 2011 sebanyak 0,085 µgg. Selanjutnya sebanyak 2,77 µgg ditemukan di organ insang di bulan Desember 2011. Pada bulan Januari 2012, Pb terukur disemua organ ikan nila merah, kecuali di organ daging. Organ insang terukur Pb sebanyak 8,41 µgg, organ hati sebanyak 62,14 µgg dan pada organ ginjal terukur sebanyak 93,98 µgg di bulan Januari 2012. Penurunan kadar Pb terjadi di bulan Februari 2012, dimana pada organ insang terukur sebanyak 4,34 µgg, organ ginjal sebanyak 0,842 µgg. Pada organ hati di bulan Februari 2012 tidak ditemukan lagi kandungan Pb. Sebaliknya terjadi peningkatan pada organ daging nila merah, di organ ini terukur sebanyak 0,188 µgg. Secara keseluruhan akumulasi yang terjadi di organ ikan nila merah yang dipelihara di 46 kolong usia tua pasca tambang timah masih dibawah batas aman untuk dikonsumsi. Perbedaan jumlah akumulasi di setiap organ berhubungan erat dengan morfologi dan fungsi fisiologis setiap organ seperti insang, hati, daging dan ginjal. Insang ikan selain sebagai tempat pertukaran gas juga merupakan tempat ekskresi Affandi Usman 2002. Insang merupakan organ ikan yang langsung bersentuhan dengan air, sehingga organ insang adalah yang pertama untuk terpapar secara langsung pencemar Pb, baik Pb yang terionisasi dengan air maupun yang berikatan dengan partikel. Morfologi insang ikan nila merah yang lebih rapat dari insang ikan patin jambal menyebabkan perbedaan dalam kemampuan menangkap organisme dan partikel yang ada di air sehingga sebagai penyebab perbedaan kandungan Pb terukur pada insang kedua ikan uji. Selain itu perbedaan pola hidup berdasarkan stratifikasi kedalaman, seperti ikan nila merah cenderung dipermukaan perairan dan ikan patin jambal cenderung didasar perairan KJA menyebabkan potensi paparan insang ikan patin jambal dengan air yang tercemar Pb lebih besar. Pb yang telah diabsorbsi akan masuk ke dalam darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi Pb yang tertinggi dalam organ detoksikasi hati dan ekskresi ginjal, dalam kedua organ tersebut logam berikatan dengan berbagai jenis protein baik enzim maupun protein lain yang disebut metalothionin. Hati berperan penting dalam nutrisi dan pertahanan tubuh sebagai respon dari toksikan yang berasal dari luar tubuh. Selain itu, hati juga merupakan tempat penyimpanan lemak dan karbohidrat Hutton 1982, sehingga Pb mudah terikat didalam hati. Ginjal berfungsi untuk filtrasi penyaring dan mengekskresi bahan yang tidak dibutuhkan Affandi Usman 2002. Seberapapun besar Pb yang masuk kedalam darah akan disaring oleh ginjal untuk diekskresikan keluar tubuh. Sehingga keberadaan Pb ditemukan terakumulasi di dalam ginjal ikan uji. Darmono 2008, Pb dapat terikat dengan adanya ketersedian ligan dalam sel. Lemak merupakan ligan yang cocok untuk logam berat. Salah satu fungsi organ daging pada ikan adalah tempat penyimpanan lemak. Darah yang telah tercemar Pb, akan beredar sesuai siklusnya. Darah yang mengandung Pb akan 47 masuk kedalam sel-sel daging melalui pembuluh-pembuluh kapiler, selanjutnya karena sifat logam yang mudah terikat dengan lemak, maka Pb akan cepat terikat ke dalam lemak daging. Pb yang telah terikat akan sulit terlepas, sehingga kecil kemungkinan untuk kembali masuk kedalam aliran darah. Kondisi ini merupakan penyebab kecilnya akumulasi yang terukur didalam organ hati dan ginjal ikan patin jambal di bulan Januari 2012, walaupun di bulan yang sama jumlah akumulasi di organ daging terukur sangat tinggi. Kondisi ini juga terjadi sebaliknya pada ikan nila merah, dimana pada organ daging tidak terukur tetapi pada organ hati dan ginjal jumlah akumulasi relatif tinggi. Hal ini pula merupakan penyebab berbedanya jumlah akumulasi Pb yang terukur antara daging ikan nila merah dengan daging ikan patin jambal. Dimana kandungan lemak pada daging nila merah lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak pada daging ikan patin jambal yang dipelihara dikolong Grasi lampiran 3. Analisis Perbedaan Parameter Fisika-Kimia Terukur dan Rasio Isi Usus Terhadap Akumulasi Pb di Setiap Organ Ikan Uji P erbedaan akumulasi Pb di setiap organ pengamatan antara ikan n ila merah dan p atin j ambal serta keterhubungannya terhadap perbedaan parameter fisika-kimia air kolong Grasi, ditunjukkan pada Gamba r 6. Berdasarkan hasil p engamatan terhadap semua organ ikan uji , ditemukan akumulasi tertinggi Pb terjadi di bulan Januari 2012 bulan ke-3 pemeliharaan. Meskipun demikian, akumulasi yang terukur masih dalam batas aman untuk di konsumsi oleh manusia. Kandungan diatas baku mutu hanya ditemukan pada organ daging ikan patin jambal di bulan Januari 2012. Penurunan suhu dan pH air, perbedaan cuaca dan peningkatan kecerahan air kolong, serta peningkatan rasio plankton dibandingkan pakan buatan yang ditemukan dalam usus ikan uji di bulan Januari 2012, berdampak pada peningkatan jumlah akumulasi Pb dibeberapa organ ikan uji. Bulan Januari 2012, Pb ditemukan terakumulasi sebanyak 8,4 µgg di o rgan insang ikan n ila merah dan 55,23 µgg di organ insang ikan p atin jambal. Penurunan suhu dan pH air kolong juga berdampak pada peningkatan akumulasi Pb di o rgan daging ikan p atin jambal , yakni sebesar 40,56 µgg sedangkan di organ ikan n ila merah 48 akumulasi tidak ter ukur . Pb terukur di o rgan hati ikan n ila merah sebanyak 62,14 µgg, sedangkan di organ hati ikan p atin jambal sebesar 15,39 µgg . Kandungan Pb juga ditemukan di ginjal ikan n ila merah, yakni sebesar 93,98 µgg sedangkan pada ikan p atin j ambal kandungan Pb di bulan Januari 2012 bulan ke-3 tidak ditemukan. Bulan Oktober November Desember Januari Februari Suhu C 29,4 29,1 25,3 24,1 27,1 pH 6 6,5 6 5 6 Kecerahan cm 90 90 60 30 70 Rasio Hujan:Terang hari 0 : 30 0 : 30 13 : 17 22 : 8 9 : 21 Rasio isi usus Pellet : Plankton Patin - 76,50 : 12.65 71,87 : 28,11 36,48 : 64,48 47,54 : 52,44 Rasio isi usus Pellet : Plankton Nila - 83,82 : 16,15 42,15 : 57,76 18 : 81,06 21,10 : 78,87 G ambar 6 Akumulasi Pb di setiap organ pengamatan ikan n ila merah dan p atin j ambal serta keterhubungannya terhadap perbedaan parameter fisika- kimia terukur dan rasio isi usus. 49 Kondisi perubahan cuaca yang ekstrim dari musim panas ke musim hujan di bulan Januari 2012 , dikuti juga penurunan tingkat kecerahan. Fenomena ini mengindikasikan peningkatan kadar TOM dan jumlah plankton di air kolong Grasi . Kondisi ini menunjukkan meningkatnya hamburan partikulat substrat dan meningkatnya jumlah plankton dalam perairan kolong Grasi. Pada saat yang sama terjadi penurunan pH perairan menjadi lebih asam. Bryan 1976a dan Forstner 1979b mengemukakan bahwa penurunan nilai pH air menyebabkan kelarutan logam berat dalam air meningkat dan dalam keadaan yang sesuai seperti menurunnya pH air menjadi asam, beberapa logam yang berikatan dengan sedimen dan partikulat yang mengendap akan kembali ke dalam air diikuti remobilisasi dan difusi ke atas. Pada saat Pb terlepas kedalam air, maka peluang Pb mencemari plankton sebagai pakan alami ikan uji semakin besar. Proses pengambilan logam dalam makhluk hidup perairan autotrofik Fitoplankton menurut Bryan 1976b adalah melalui mekanisme pertukaran ion yang dengan cepat terserap pada permukaan sel, dari tempat mereka berdifusi ke dalam membran sel, terakhir diserap dan diikat oleh protein tempat pertukaran ion di dalam sel. Peningkatan jumlah plankton dalam air akan memperbesar peluang termakannya plankton yang telah tercemar Pb oleh ikan uji. Fenomena ditemukannya lebih banyak plankton daripada pakan buatan di dalam usus ikan nila merah dan patin jambal di bulan Januari 2012, yaitu rasio pakan buatan : plankton untuk ikan patin sebesar 36,48 : 64,48 dan untuk ikan nila merah sebesar 18 : 81,06, menyebabkan di bulan tersebut Januari 2012 terjadi peningkatan jumlah Pb di setiap organ ikan uji. Sehingga masuknya Pb kedalam organ ikan nila merah dan patin jambal yang dibudidayakan dikolong pasca penambangan timah Bangka Belitung ialah melalui rantai makanan. Hasil penelitian ini menguatkan pernyataan Bryan 1979, makanan dan partikulat merupakan sumber akumulasi logam berat penting yang terjadi pada ikan. Naik turunnya suhu di dalam suatu perairan mempengaruhi kelarutan beberapa jenis gas dalam air serta aktivitas biologis-fisiologis biota di dalam ekosistem air Barus 2002. Meningkatnya suhu dari bulan Januari 2012 ke bulan Februari 2012 menyebabkan meningkatnya laju aktivitas biologis-fisiologis ikan 50 uji. Peningkatan laju aktivitas biologis-fisiologis yang disertai dengan membaiknya kualitas perairan kolong Grasi dapat menyebabkan proses depurasi pembersihan organ tubuh ikan terhadap pencemar Pb berjalan cepat. Terlihat dari menurunnya kandungan Pb pada ikan uji di bulan keempat pemeliharaan Februari 2012 seiring dengan meningkatnya nilai kecerahan, suhu dan pH perairan di bulan tersebut. Dampak A kumulasi Pb Terhadap Penambahan Bobot Tubuh Penambahan bobot tubuh ikan n ila merah dan ikan patin jambal selama pemeliharaan empat bulan di kolong Grasi Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 A menunjukkan penambahan bobot tubuh ikan nila merah mengalami peningkatan dari bulan pertama pemeliharaan sampai dengan bulan keempat pemeliharaan. Berat awal ikan Nila merah yakni dibulan Oktober 2011 rata-rata 6,8 g ± 0,3852. Diakhir pemeliharan yakni di bulan Februari 2012 bobot tubuh rata-rata 188,7 g ± 7,2057. Gambar 7 B menunjukkan penambahan bobot tubuh ikan patin jambal pada bulan pertama pemeliharaan hingga bulan ketiga Januari 2012 mengalami peningkatan. Penambahan bobot tubuh hampir terhenti di bulan ketiga pemeliharaan hingga bulan keempat pemeliharaan Februari 2012. Rata-rata berat awal ikan Patin jambal dibulan Oktober 2011 sebesar 4,9 g ± 0,5172. Bulan Februari 2012 bobot tubuh rata-rata 201,2 g ± 17,7050. A B Gambar 7 Penambahan bobot tubuh ikan nila merah dan ikan patin jambal. 51 Akumulasi Pb yang terjadi disetiap organ ikan nila merah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penambahan bobot tubuh selama empat bulan pemeliharaan. Hampir tidak terukurnya jumlah akumulasi Pb dari bulan pertama ke bulan kedua pemeliharaan pada setiap organ ikan nila merah, diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan. Hal ini terjadi karena tubuh ikan nila merah masih tumbuh dengan baik tanpa terganggu bahan pencemar. Akumlasi Pb yang mulai terukur pada bulan kedua hingga bulan ketiga pemeliharaan, yakni organ insang, hati dan ginjal, tidak mengakibatkan penurunan penambahan bobot tubuh ikan nila merah. Kondisi yang sama terus terjadi di bulan ketiga pemeliharaan hingga ke bulan empat pemeliharaan. Hal ini menjelaskan bahwa, peningkatan akumulasi Pb di beberapa organ tidak menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila merah. Hal ini dikarenakan rendahnya akumulasi di setiap organ ikan nila merah selama pemeliharaan dan akumulasi yang terjadi masih dalam ambang batas toleransi ikan nila merah, sehingga energi dari pakan dapat digunakan secara optimal untuk pertumbuhan. Penambahan bobot tubuh ikan patin jambal selama empat bulan pemeliharaan, didapatkan bahwa akumulasi Pb yang terjadi disetiap organ pengamatan memberikan pengaruh yang signifikan di bulan ketiga pemeliharaan Januari 2012 hingga bulan keempat pemeliharaan Februari 2012. Dimana dibulan tersebut, penambahan bobot tubuh hampir tidak terjadi. Kondisi sebalikya terjadi di di bulan pertama hingga ketiga pemeliharaan, dimana penambahan bobot tubuh tetap terjadi tanpa terganggu Pb. Hal ini terjadi karena di bulan pertama hingga bulan ketiga pemeliharaan akumulasi Pb masih sangat kecil. Sedangkan di bulan ketiga pemeliharaan akumulasi Pb mengalami peningkatan disemua organ, terutama organ daging yang sudah melebihi ambang batas aman untuk konsumsi manusia. Selain itu, peningkatan akumulasi di bulan ketiga pemeliharaan juga diikuti peningkatan akumulasi pada organ insang, daging dan hati. Hal ini menjelaskan bahwa, peningkatan akumulasi Pb di beberapa organ tersebut, menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan patin jambal. 52 Gambar 8 menunjukkan perbandingan pertumbuhan normal penambahan bobot tubuh ikan nila merah dan patin jambal setiap bulan pemeliharaan selama empat bulan di tempat budidaya terkontrol, terhadap pertumbuhan ikan nila merah dan patin jambal yang dipelihara di kolong tua. A B B C D Gambar 8 A Grafik pertumbuhan ikan nila merah normal B Grafik pertumbuhan ikan patin jambal normal C Grafik pertumbuhan ikan nila merah yang dibudidayakan di kolong tua D Grafik pertumbuhan ikan patin jambal yang dipelihara di kolong tua. Perbedaan terjadi di pertumbuhan ikan patin di bulan Januari ke bulan Februari pemeliharaan. Pada pertumbuhan normal patin jambal 8 B, bulan ketiga dan keempat pemeliharaan bobot tubuh masih terus bertambah, sedangkan pada ikan patin jambal yang dipelihara di kolong tua pertumbuhan di masa tersebut mulai melambat 8 D. Hal ini berhubungan dengan semakin meningkatnya kandungan Pb di organ ikan patin. Terkait dengan fungsi organ insang yang juga sebagai alat pengeluaran, organ daging dan hati sebagai tempat penyimpanan. 53 Melambatnya penambahan bobot tubuh juga terjadi di bulan keempat pemeliharaan seiring dengan meningkatnya akumulasi Pb pada organ ginjal. Ginjal berfungsi untuk filtrasi dan mengeksresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan oleh tubuh, seperti bahan logam berat yang toksik. Hal tersebut menyebabkan ginjal sering mengalami kerusakan oleh daya toksik logam. Secara morfologi Pb akan merusak tubulus dan proksimal ginjal. Endapan Pb terjadi di lumen tubulus sehingga menyebabkan epitel sel mati dan lumen tubulus membengkak. Dengan rusaknya sel ginjal ini, maka peranan filtrasi ginjal akan terganggu. Asam amino yang masih berguna tidak tersaring dalam ginjal dan terbuang bersama urin, yang akhirnya juga ikan akan kekkurangan nutrisi dalam tubuhnya dan pertumbuhan menjadi terhambat Darmono 2008. Keberadaan Pb pada organ ikan uji menyebabkan kerusakan jaringan pada lokasi baik tempat masuknya logam insang maupun tempat penimbunanya hati. Akibat yang ditimbulkan dari toksisitas logam dapat berupa kerusakan fisik erosi, degenerasi, nekrosis dan dapat berupa gangguan fisiologik gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolisme. Kerusakan ini menyebabkan tidak berfungsinya secara normal organ-organ ikan uji. Menurut Darmono 2008, Pb yang terakumulasi di insang ikan akan menyebabkan penebalan pada sel insang sehingga menyebabkan insang kesulitan mengambil oksigen di air dan ikan menjadi hipoksia kekurangan oksigen dalam tubuhnya. Ini ditunjukkan dengan berkurangnya kemampaun renang ikan. Rusaknya fillamen insang insang nekrosis menyebabkancelah lamella insang melebar rusak sehingga menyebabkan volume sel darah merah berkurang dari lamella dan fungsi filtrasi insang ikan menurun. Secara enzimatis, pengaruh toksisitas Pb pada insang ikan terjadi di enzim karbonik anhidrase dan transport ATP ase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO 2 menjadi asam karbonat. Apabila ikan Zn itu dig anti dengan logam lain, fungsi enzim karbonik anhidrase tersebut akan menurun. Dengan digantinya kedudukan Zn di enzim karbonik anhidrase oleh Pb, maka enzim insang yang berperan sebagai proses respirasi tidak berfungsi. Keadaaan ini akan menyebabkan ikan mengalami keterlambatan tumbuh bahkan dapat menyebabkan kematian. 54 Fungsi hati yang sebagai penghasil enzim pencernaan akan mendapat pengaruh toksik Pb yang masuk, sehingga secara keseluruhan juga akan berdampak penambahan bobot tubuh. Secara morfologis sel-sel hati akan mengalami kerusakan dan secara enzimatis akan menurunkan kinerja enzim aspartat amino transferase. Penurunan enzim pencernaan ini akan menyebabkan terhambatnya deposit vitamin B12 di hati. Jika vitamin B12 yang berperan dalam pemacu proses pertumbuhan ikan tidak diproduksi secara normal, maka akan tentun akan mengganggu proses pertumbuhan. Selanjutnya, Pb di hati juga akan menghambat pembentukan garam-garam empedu. Garam empedu yang berfungsi untuk melarutkan dan membawa lemak dari usus beserta vitamin yang larut dalam lemak A,D,E,K, jika gagal terbentuk atau terbentuk dalam jumlah sedikit maka lemak dan vitamin yang larut dalam lemak tidak terangkut secara maksimal dari usus, yang akhirnya berdampak pada terganggunya proses metabolisme tubuh ikan dan terhambatnya pertumbuhan. Terukurnya Pb di dalam organ daging, ginjal dan hati ikan patin jambal, mengindikasikan keberadaan Pb di dalam darah ikan. Keberadaan Pb di dalam darah menghambat fungsi hemoglobin darah dalam mengikat oksigen, Pb mengganggu sistem sintesis Hb dengan cara menghambat konversi delta aminolevulinik acid delta ALAD menjadi forfobilinogen dan menghambat korporasi dari Fe ke protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan cara menghambat enzim delta aminolevulinik asid dehidratase delta ALAD dan feroketalase yang akhirnya meningkatkan ekskresi koproporfirin dalam urin dan delta ALA serta mensintesis Hb. Kompensasi penurunan sintesis Hb karena terhambat Pb adalah peningkatan produksi erithrofoesis. Sel darah merah muda retikulosit dan sel stipel kemudian dibebaskan. Ditemukannya sel stipel basofil basophilic stippling merupakan gejala dari adanya gangguan metabolik dari pembentukan Hb. Hal ini terjadi karena adanya tanda-tanda keracunan Pb. Sel darah merah gagal untuk menjadi dewasa dan sel tersebut menyisakan organel yang biasanya menghilang pada proses kedewasaan sel. Akibatnya ikan akan mengalami anemia. Kurangnya Hb darah juga akan menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam darah, diikuti dengan berkurangnya fungsi darah, sehingga peran darah sebagai penyerap dan penghantar sari makanan dan oksigen untuk 55 metabolisme atau pertumbuhan sel menjadi terhambat, yang selanjutnya juga akan menurunkan laju penambahan bobot tubuh secara keseluruhan. Uji t-Test Uji t-Test dilakukan untuk melihat pengaruh antara kandungan Pb yakni sebesar 16,50 mgkg di sedimen kolong Grasi Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terhadap akumulasi Pb yang terjadi di setiap organ ikan Uji. Hasil t-Test menyatakan bahwa semua akumulasi logam berat Pb yang terjadi di organ ikan uji tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap kadar logam berat Pb di sedimen kolong Grasi. Karena hasil T-hitung setiap organ lebih kecil dari T-tabel, maka dapat disimpulkan tidak terjadi pengaruh yang nyata antara sedimen kolong grasi terhadap organ ikan uji. Tabel 7. Tabel 7 Hasil hitung t-Test Ikan Nila Merah Ikan Patin Jambal Organ Organ Insang Ginjal Hati Daging Insang Ginjal Hati Daging t-hitung t-hitung 1,9970437 1,2712113 1,0035224 1,949 1,0358978 1,172022 1,0097656 1,0131233 t-tabel t-tabel 2.7764451 05 2.7764451 05 2.7764451 05 2.7764 2.7764451 05 2.7764451 05 2.7764451 05 2.7764451 05 Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Dari tabel diatas dapat didefinisikan bahwa, kandungan Pb pada sedimen kolong Grasi sebesar 16,50 mgkg Oktober 2011 tidak memberikan pengaruh terhadap akumulasi yang terjadi di setiap organ insang, ginjal, hati dan daging ikan nila merah dan ikan patin jambal yang dibudidayakan selama empat bulan di kolong tersebut. Hasil ini menyatakan bahwa, akumulasi Pb yang terjadi di setiap organ ikan nila merah dan patin jambal bersumber dari makanan. Untuk memperkuat pernyataan tersebut, maka dilakukan uji komposisi usus ikan. 56 Analisis Sumber Akumulasi Pb Berdasarkan Komposisi Isi Usus Ikan Uji Ikan Nila Merah

O. niloticus