Pemeriksaan Histopatologi Studi Patomorfologi Kasus Urolithiasis Dan Sindrom Uremia Pada Kucing

menit, dibilas air mengalir dan akuades, dan dilanjutkan dengan proses dehidrasi dan ditutup dengan gelas penutup. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Histopatologi

Hasil pemeriksaan histopatologi organ-organ kucing kasus P 25611 mendukung adanya urolithiasis dan sindrom uremia. Hasil pemeriksaan histopatologi organ kucing keseluruhan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil pemeriksaan histopatologi berbagai organ kucing kasus P 25611 Sistem Organ Organ Perubahan Sirkulasi Jantung Degenerasi otot Respirasi Paru-paru Kongesti, hemoragi, emfisema, multifokal abses dengan infeksi hifa jamur Urinaria Ginjal Nefrolithiasis, nefritis interstitialis kronis Digesti Limforetikuler Hati Limpa Nekrosa sentrilobuler, kongesti Splenitis dan kongesti limpa Kelenjar endokrin Kelenjar Paratiroid Hiperplasia Ginjal Hasil pengamatan histopatologi organ ginjal ditemukan adanya perubahan pada parenkim maupun interstitiumnya yang diakibatkan oleh urolithiasis dan sindrom uremia. Pada glomerulus ditemukan atrofi glomerulus serta penebalan dan penipisan kapsula Bowman. Penipisan kapsula Bowman diakibatkan adanya retensi urin, sedangkan penebalan kapsula Bowman diakibatkan gagal ginjal kronis. Atrofi glomerulus ditandai dengan mengecilnya glomerular tuft dalam kapsula Bowman, sehingga ruang Bowman tampak meluas. Menurut Mu’nisa et al. 2013, kerusakan glomerulus yang parah dapat mengganggu sistem vaskular peritubular dan berpotensi mengalirkan zat racun ke tubuli. Sebaliknya, kerusakan yang parah pada tubuli akibat peningkatan tekanan intraglomerulus menyebabkan terjadinya atrofi glomerulus. Atrofi glomerulus disajikan pada Gambar 1. Perubahan histopatologi yang ditemukan pada tubulus ginjal kucing ini berupa dilatasi tubulus, degenerasi hialin, degenerasi hidropis, dan nekrosis Gambar 1. Pada tubulus yang dilatasi terlihat epitel kubus sebaris menjadi pipih karena tertekan oleh cairan. Dilatasi tubulus terjadi akibat urin hasil filtrasi glomerulus tidak bisa disalurkan ke pielum karena saluran tersumbat oleh batu ginjal. Hal ini mengakibatkan urin kembali dan menggenangi tubulus sehingga menyebabkan tubulus melebar. Pada beberapa tubulus ditemukan endapan mineral mineralisasi, yang merupakan calon urolith. Pada lumen tubulus kucing ini banyak dijumpai massa hialin sehingga tubulus didiagnosis mengalami degenerasi hialin Gambar 1. Hialin merupakan 6 massa homogen berwarna merah muda cerah dan tidak berstruktur dengan pewarnaan HE, yang merupakan perubahan dalam sel atau ruang ekstraseluler. Terjadinya degenerasi hialin menunjukkan butiran protein yang diserap ulang di bagian lumen tubulus ginjal. Benda hialin pada lumen tersebut sebenarnya adalah albumin, namun protein ini telah mengalami pembekuan di dalam lumen. Jika ditemukan benda hialin, biasanya jaringan epitel dari tubulus telah menjadi kecil karena atrofi. Biasanya bagian glomerulus ginjal tidak mengalami kelainan, hanya beberapa yang akan mengalami degenerasi hialin Sudiono et al. 2001. A B Gambar 1 Ginjal kucing urolithiasis. A. Degenerasi hialin anak panah, endapan mineral di lumen tubulus panah, dilatasi tubulus asterik, fibrosis dan infiltrasi sel radang bintang. B. Tubulus nekrotik panah dan atrofi glomerulus anak panah. Pewarnaan HE, bar 100 µm Epitel tubulus yang mengalami degenerasi dan nekrosa tampak terlepas dari membran basalnya Gambar 1. Beberapa tubulus yang nekrotik dicirikan oleh inti yang piknotis dan struktur sitoplasma yang tidak telihat jelas. Inti yang piknotis berwarna lebih gelap, padat seperti limfosit, dan lebih mengambil warna hematoksilin Gambar 2. Epitel tubulus merupakan bagian yang sensitif terhadap bahan-bahan toksik. Bahan toksik dapat menimbulkan perubahan pada epitel tubulus berupa cloudy swelling, degenerasi hialin, degenerasi lemak, dan nekrosa Mu’nisa et al. 2013. Epitel tubuli yang nekrotik tampak berdilatasi dan hiperselular. Tubuli kemungkinan berisi sel nekrotik, debris dan hialin berbutir Carlton dan McGavin 1995. Nekrosa tubuli dapat disebabkan keadaan iskemia atau zat toksik yang masuk ke epitel tubuli. Respon sel epitel tubuli berupa degenerasi yang kemudian dilanjutkan dengan nekrosa dan deskuamasi epitel. Menurut Nelson dan Couto 2003, pembentukan urolith biasanya dipengaruhi oleh adanya nidus kristal embrio kristal, pH urin serta ada atau tidaknya faktor inhibitor kristal dalam urin. Pembentukan urolith meliputi fase awal pembentukan dan fase pertumbuhan. Fase awal dimulai dengan terbentuknya nidus kristal, yang sangat tergantung pada pusat nukleus atau matriks, dan supersaturasi urin oleh kristal kalkulogenik. Derajat supersaturasi urin dipengaruhi oleh banyaknya kristal yang dieksresikan oleh ginjal dan volume urin. Fase pertumbuhan nidus kristal tergantung pada kemampuannya untuk tetap 7 bertahan dalam lumen traktus urinarius, derajat dan durasi supersaturasi urin yang mengandung kristal, baik yang identik atau berbeda dengan kristal yang ada dalam nidus. Jika suatu kristal mempunyai sifat yang cocok dengan kristal lain, maka beberapa kristal bergabung dan tumbuh menjadi nidus atau kristal lain. Pada bagian interstitial ginjal ditemukan infiltrasi sel radang limfosit dan makrofag Gambar 1. Adanya sel radang menandakan reaksi tanggap kebal terhadap benda asing yang masuk. Selain itu banyak ditemukan hemoragi atau perdarahan yang disebabkan perlukaan jaringan karena endapan urolith. Selain degenerasi hialin, ditemukan juga degenerasi hidropis. Degenerasi hidropis terjadi karena adanya gangguan membran sel sehingga banyak cairan masuk ke dalam sitoplasma dan menimbulkan vakuola-vakuola kecil sampai besar. Akibatnya epitel menjadi tidak berbatas jelas. Pembengkakan sel epitel terjadi karena tidak dapat mengatur keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Degenerasi hidropis pada epitel tubulus menyebabkan inti terdesak ke tepi, karena sitoplasma sel mengandung air. Menurut Sudiono et al. 2001, sebenarnya bagian sel yang mengalami kerusakan adalah mitokondria. Sel yang mengalami degenerasi hidropis menjadi renggang dan mengandung vakuola berisi cairan Gambar 2. Gambar 2 Degenerasi hidropis anak panah pada epitel tubulus ginjal, dan tubulus ginjal yang nekrotik dengan inti piknotis panah. Pewarnaan HE, bar 50 µm Pada ginjal kucing ini banyak ditemukan jaringan ikat atau fibrosis Gambar 3. Pewarnaan Masson Trichrome MT, digunakan untuk melihat jaringan ikat tersebut Lumongga 2008. Jaringan ikat terlihat berwarna biru, parenkim berwarna merah dan sel darah merah berwarna kuning. Nukleus terwarnai biru gelap, otot berwarna merah, kalsium berwarna ungu, hialin biru muda, dan kolagen biru kehijauan. Banyaknya jaringan ikat di bagian interstisium menandakan peradangan bersifat kronis, karena parenkim ginjal yang nekrosa digantikan oleh jaringan ikat. Seperti diketahui jaringan ikat menyebabkan penurunan fungsi ginjal sehingga filtrasi tidak berjalan maksimal. A B Gambar 3 Ginjal urolithiasis. A. Bagian interstitium meluas karena fibrosis warna biru, pewarnaan MT; B. Deposit mineral mengandung kalsium di lumen tubulus warna coklat, Von Kossa. Bar 100 µm Untuk meyakinkan massa yang terbentuk di lumen tubulus adalah mineral yang mengandung kalsium, maka dilakukan pewarnaan Von Kossa. Pada sediaan yang telah diwarnai, terlihat deposit kalsium berwarna coklat gelap sampai hitam Gambar 3, sedangkan untuk nukleus dan jaringan yang lain berwarna merah dan rose. Paru-paru Pada pengamatan histopatologi paru-paru ditemukan lesio berupa emfisema, kongesti, hemoragi dan edema. Keadaan ini disebabkan adanya gangguan di ginjal dan sindrom uremia. Selain itu ditemukan pula multifokal abses yang diakibatkan oleh infeksi jamur. Emfisema disebabkan robeknya dinding alveol sehingga beberapa alveol bersatu Gambar 4. Emfisema terjadi karena adanya peradangan pada alveol. Menurut Jubb et al. 1993, emfisema dapat timbul karena faktor genetik, peradangan, atrofi septa alveolar yang berkaitan dengan iskemia, faktor mekanik hingga terjadi perluasan dan ruptur ruang udara, atau penyebab yang tidak diketahui. Alveolar paru mengalami atelektasis, yaitu kempesnya alveol. Pada kasus ini, terjadi atelektasis dapatan atau kolaps alveolar yang diakibatkan oleh obstruksi aliran udara Jubb et al. 1993. Paru-paru juga mengalami pembendungan atau kongesti, yang diakibatkan oleh adanya gagal jantung karena menurunnya laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal. Menurut Zachary dan McGavin 2012, kongesti sering diakibatkan oleh gagal jantung. Gagal jantung menyebabkan stagnasi darah di pembuluh darah paru-paru yang berlanjut menjadi kongesti disertai eritrosit keluar ke ruang alveolar. Oleh karena itu kongesti yang berat menyebabkan hemoragi pada paru-paru. Hemoragi paru-paru dapat diakibatkan oleh berbagai sebab. Menurut Jubb et al. 1993, hemoragi pada paru-paru dan pleura sering terjadi karena hemoragi diatheses, septikemia, disseminated intravascular coagulation DIC dan kongesti yang hebat. Selain itu juga dapat disebabkan oleh infark, ruptur aneurisma, dan trauma. A B Gambar 4 A. Edema paru-paru, dengan cairan berwarna pink dalam alveol panah, dan emfisema bintang; B. Multifokal abses pada paru- paru yang didominasi oleh sel radang neutrofil panah, perdarahan dan hifa jamur. Pewarnaan HE, bar 100µm A dan bar 50 µm B Paru-paru juga mengalami peradangan berupa multifokal abses Gambar 4. Abses tersebut didominasi oleh sel radang neutrofil, makrofag, sel debris dan banyak dijumpai perdarahan. Di dalam abses tersebut ditemukan banyak hifa jamur. Infeksi jamur pada kasus ini diduga merupakan infeksi sekunder. Tahap peradangan pada paru-paru ini masih bersifat akut karena ditemukan banyak perdarahan dan tidak ditemukan sel raksasa giant cell. Menurut Carlton dan McGavin 1995, jamur yang mungkin menginfeksi kucing ini diantaranya Blastomyces dermatitidis, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum, dan Mycobacterium bovis. Gambar 5 Abses di paru-paru karena infeksi jamur. Tampak hifa jamur memenuhi alveol. Pewarnaan PAS, bar 50 µm Hati Hasil pemeriksaan histopatologi hati menunjukkan adanya lesio yang diakibatkan urolithiasis dan sindrom uremia yaitu nekrosa sentrilobular, degenerasi lemak, dan kongesti. Nekrosa terjadi pada hepatosit-hepatosit yang berada di sekitar vena sentralis. Nekrosa tipe ini disebabkan oleh adanya kongesti yang berlangsung kronis, diantaranya diakibatkan oleh gagal jantung. Adanya kongesti mengakibatkan sinusoid meluas dilatasi, sehingga menyebabkan hepatosit tergencet yang akhirnya atrofi. Kongesti yang berlangsung lama menyebabkan hepatosit kekurangan oksigen sehingga menyebabkan degenerasi lemak hati Gambar 6. Degenerasi lemak dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu bahan toksik, kekurangan oksigen, atau kelebihan konsumsi lemak Carvalho et al. 2005. Degenerasi lemak yang terjadi pada hati dapat disebabkan oleh akumulasi bahan toksik ureum dan kekurangan oksigen. Perdarahan dan kongesti hati menimbulkan akumulasi pigmen hemosiderin. Menurut Macfarlane et al. 2000, ada dua pigmen yang berasal dari runtuhan sel darah merah yaitu hemosiderin dan bilirubin. Gambar 6 Nekrosa sentrilobular hati dengan sinusoid meluas insert, degenerasi lemak hepatosit anak panah dan akumulasi pigmen hemosiderin panah. Pewarnaan HE, bar 50 µm dan bar 100 µm gambar insert Otot Jantung Lesio yang dialami jantung akibat urolithiasis dan sindrom uremia adalah degenerasi otot-ototnya. Otot jantung terlihat berwarna lebih merah dibanding yang normal pada pewarnaan HE Gambar 7. Menurut Pasaribu 2001, degenerasi otot jantung disebabkan otot tersebut tidak mendapatkan aliran darah yang cukup akibat vasokonstriksi. Vasokonstriksi terjadi akibat aktivitas sistem rennin-angiotensin pada gangguan ginjal kronis. Gambar 7 Degenerasi otot jantung dengan ciri sitoplasma lebih merah dan inti piknotis panah. Pewarnaan HE, bar 50 µm Limpa Limpa kucing ini mengalami peradangan atau splenitis, yang ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang limfosit dan makrofag. Selain itu, struktur pulpa merah dan pulpa putih sudah tidak terlihat jelas, deplesi folikel limfoid dan kongesti Gambar 8. Kongesti limpa sebagai akibat dari adanya gagal jantung. Limpa merupakan organ pertahanan tubuh yang menghasilkan komponen sistem kekebalan. Kerusakan limpa menyebabkan sistem pertahanan tubuh berkurang atau hewan mengalami imunosupresi. Menurut Sakas 2002, imunosupresi adalah kondisi sistem imun yang tertekan oleh suatu agen infeksius maupun non infeksius. Kondisi ini terjadi akibat berbagai faktor yaitu manajemen kandang, stres, malnutrisi, penyakit yang sudah ada sebelumnya, dan terapi antibiotik atau kortikosteroid yang berkepanjangan. Pada kasus ini kucing mengalami keadaan imunosupresi. 12 Gambar 8 Limpa mengalami splenitis, kongesti bintang, infiltrasi limfosit panah dan makrofag anak panah. Pewarnaan HE, bar 50 µm Otot Rangka Pada pleura parietalis yang melekat di m. intercostalis ditemukan mineralisasi Gambar 9. Mineralisasi terlihat sebagai deposit kalsium berwarna ungu dengan pewarnaan HE. Adanya mineralisasi pada jaringan lunak merupakan salah satu ciri dari hewan mengalami uremia. Pengendapan mineral disebabkan oleh perubahan pada mekanisme kalsium-fosfor. Gambar 9 Mineralisasi di pleura parietalis. Akumulasi kalsium terlihat sebagai deposit berwarna ungu dengan pewarnaan HE, bar 50 µm. Kelenjar Paratiroid Uremia berdampak pada kelenjar paratiroid sehingga menyebabkan hiperplasia kelenjar tersebut. Kondisi ini mengikuti kejadian berkurangnya kalsium plasma gangguan metabolisme kalsium-fosfor pada kondisi gagal ginjal kronis. Akibatnya kelenjar paratiroid melepaskan hormon parathormon, agar tulang melepaskan kalsiumnya untuk memenuhi kekurangan kalsium plasma. Gambar 10 Kelenjar paratiroid yang mengalami hiperplasia. Pewarnaan HE, bar 100 µm

B. Patogenesis Penyakit