Perilaku komunikasi aparat pemda kabupaten dalam pengarusutamaan gender di era otonomi daerah (kasus pada kabupaten lampung timur)

(1)

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN

DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER

DI ERA OTONOMI DAERAH

(Kasus pada Kabupaten Lampung Timur)

ABDUL KHALIQ

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentu k apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2006 Abdul Khaliq NRP P054030181


(3)

ABSTRAK

ABDUL KHALIQ. Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah: Kasus pada Kabupaten Lampung Timur. Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA dan MINTARTI.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. (2) Mengkaji hubungan antara karakteristik individu aparat Pemda dengan perilaku komunikasi mereka dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. (3) Mengkaji hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. Penelitian ini didesain sebagai penelitian survai deskriptif korelasional, dilaksanakan di Pemda Kabupaten Lampung Timur, pada bulan Oktober sampai November 2005. Populasi penelitian adalah seluruh pejabat struktural di lingkungan Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Responden penelitian berjumlah 68 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Penelitian menggunakan analisis Chi-Kuadrat (?²) dan analisis korelasi Rank Spearman (rs)

untuk melihat hubungan antar variabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik individu aparat Pemda kabupaten di era otonomi daerah yang berhubungan nyata dengan persepsi dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) di Pemda Kabupaten Lampung Timur adalah variabel jenis kelamin. Variabel golongan hanya berhubungan nyata dengan partisipasi dan tidak dengan persepsi mereka dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. Sedan g variabel usia, pendidikan, dan jabatan responden tidak berhubungan nyata dengan persepsi dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. (2) Perilaku komunikasi aparat Pemda kabupaten ternyata memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi dan partisipasi dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. Rendahnya akses aparat Pemda terhadap informasi PUG baik melalui media interpersonal maupun media massa, menyebabkan rendahnya tingkat persepsi aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur terhadap PUG (3) Jenis kelamin, jabatan dan golongan aparat Pemda kabupaten di era otonomi daerah ternyata berhubungan nyata dengan perilaku komunikasi aparat Pemda kabupaten dalam PUG, karena perbedaan persepsi perempuan dan laki-laki tentang PUG, perbedaan yang signifikan dari jumlah aparat laki-laki dan perempuan yang menduduki jabatan struktural dan terkait dengan fungsi dan kebijakan pemerintahan Kabupaten Lampung Timur tentang pelaksanaan PUG.

Sosialisasi tentang program pengarusutamaan gender di Pemda Kabupaten Lampung Timur perlu ditingkatkan baik melalui pelatihan maupun media massa lokal khususnya. Rendahnya persepsi pegawai Pemda Kabupaten Lampung Timur perlu diatasi dengan penyelenggaraan pelatihan khusus tentang PUG bagi Pejabat Struktural Kabupaten Lampung Timur. Penerbitan Surat Keputusan Bupati tentang PUG dalam Pembangunan Kabupaten Lampung Timur harus segera direalisasikan oleh Pemda sebagai dasar pelaksanaan program PUG di Kabupaten Lmpung Timur.


(4)

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN

DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER

DI ERA OTONOMI DAERAH

(Kasus pada Kabupaten Lampung Timur)

ABDUL KHALIQ

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul Penelitian : Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur)

Nama : Abdul Khaliq

NRP : P054030181

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Aida Vitayala S.Hubeis Ir. Mintarti. M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr.Ir. Sumardjo. MS Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(6)

PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Illahi Rabbi, Allah SWT, yang atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salahsatu syarat dalam menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam bidang Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selama penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada: 1. Dr. Ir. Aida Vitayala S.Hubeis dan Ir. Mintarti, M.Si, selaku pembimbing

yang telah banyak memberikan saran dan masukan sejak persiapan penelitian hingga tersusunnya tesis ini.

2. Ibu Dra. Winati Wigna, MDS selaku Penguji yang telah menguji serta menambah masukan demi perbaikan penulisan tesis ini.

3. Dr. Ir. Sumardjo, MS, dan Ir. Hadiyanto, MS selaku Ketua dan fungsional sekretaris program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dan seluruh staff pengajar yang telah membekali ilmu bagi penulis.

4. Bapak Usman Effendi. HM, S.E, Kepala Bagian Sosial Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur, yang membawahi Sub Bagian Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan selaku penanggungjawab terhadap kegiatan yang berhubungan dengan strategi Pengarusutaman Gender (PUG), atas informasi serta masukannya.

5. Ibu Azna Kepala Sub Bagian Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan Bagian Sosial, yang telah banyak membantu penulis dalam menggali informasi secara mendalam, menyampaikan secara terbuka kondisi sebenarnya dalam pelaksanaan PUG di Kabupaten Lampung Timur.

6. Bapak Jarot Suseno, SH atas nama Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Lampung Timur yang telah memberikan Izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Teman-teman di Sekolah Pascasarjana KMP angkatan 2003, khususnya Mas Bekti dan Kang Asep teman satu kosan atas dukungan dan motivasinya selama menjalani perkuliahan.


(7)

Bandar Lampung, atas izin dan rekomendasinya sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan pada program Pasca Sarjana IPB.

9. Bapak Ir. Tonih Usmana, M.Si Direktur Utama PT. PPA Consultants beserta rekan-rekan sekerja pada PPA Group, yang telah banyak membantu terutama pada saat proses penyelesaian studi, atas dukungan dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta atas doa-doanya, istri dan anak-anakku (Fathia, Efi, Alif dan Hani) terima kasih atas keceriaan dan pengertiannya. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Bogor, Juni 2006


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 6 Mei 1964. Penulis adalah putera ke dua dari tujuh bersaudara, pasangan ayah Zainal Fattah Abidin (Alm) dan ibunda Hj. Siti Fathimah.

Jenjang pendid ikan penulis dimulai dari SD Negeri Mataram Marga, Sukadana Lampung Tengah lulus tahun 1977, SMP Negeri Sukadana lulus tahun 1980 dan pada tahun 1983 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tanjungkarang. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Ju rusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unversitas Lampung (UNILA) dan lulus pada tahun 1988. Penulis tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2003 pada program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

Pengalaman kerja penulis dimulai pada tahun 1985 sebagai asisten dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Tenaga Konsultan Lapangan pada Pusat Pengembangan Agribisnis Jakarta (1991-2000). Dosen tetap Yayasan pada Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Surya Dharma Bandar Lampung sejak tahun 2000. Sejak tahun 2002 - sekarang menjadi staf Professional pada PT. PPA Consultants Jakarta.


(9)

Halaman

DAFTAR TABEL ………... xi

DAFTAR GAMBAR ……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ………... 1

Perumusan Masalah ………... 5

Tujuan Penelitian ………... 7

Kegunaan Penelitian ………... 7

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Aparat Pemda dan Perilaku Komunikasi ………... 8

Konsep Gender ……… 11

Kondisi Perempuan Indonesia ………. 13

Upaya Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan ……… 15

Sasaran dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2006 ... 17

Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming) ………... 19

Pengertian P ersepsi ……….…………. 24

Pengertian Partisipasi ……….. 26

Pengertian Otonomi Daerah ……… 27

KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL Kerangka Pikir ………... 30

Hipotesis ………. 34

Definisi Operasional ……… 34

METODE PENELITIAN Desain Penelitian ………. 38

Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 38

Populasi dan Sampel Penelitian ……….. 38

Data dan Instrumentasi .………... 39

Validitas dan Reliabilitas Instrumen ………….……….. 39

Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ……….. 41

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pelaksanaan Program Pengarusutamaan Gender (PUG) di Era Otonomi Daerah ... 43

Struktur Administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur ... Perencanaan Startegik Program Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur ... Pelaksanaan Program PUG di Kabupaten Lampung Timur ... Kondisi Sumberdaya Perempuan dalam Bidang Pendidikan ... Kondisi Sumberdaya Perempuan d i Sektor Publik/Pemerintahan ..

43 46 48 52 53


(10)

Usia ……….………... Jenis Kelamin ……….………… Pendidikan ……….………. Jabatan ……….………... Golongan ……….…………...

54 55 56 57 58 Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur

dalam Pengarusutamaan Gender (PUG) d i era otonomi daerah ….... 59 Persepsi dan Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam

Pengarusutamaan Gender (PUG) d i era otonomi daerah ..…...….... 61

Pengujian Hipotesis ……….……….. 64

Hipotesis 1 ……….…………..…... Hipotesis 2 ……….…………..…... Hipotesis 3 ……….…………..…...

64 67 68 Hubungan Antara Variabel Penelitian ... ……….…………... 69

Hubungan Karakteristik Individu dan Persepsi serta Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi Daerah ...

69 Hubungan usia dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda

Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan tingkat pendidikan formal dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan jabatan dan persepsi serta partisip asi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan golongan dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ...

71

72 72 73 Hubungan antara Karakteristik Individu dan Perilaku Komunikasi

Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi Daerah ... 74 Hubungan usia dan perilaku komunikasi aparat Pemda

Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan pendidikan formal dan perilaku komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan jabatan dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan golongan dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ...

75 75 76 76 Hubungan antara Perilaku Komunikasi dan Persepsi serta

Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi

Daerah …... 77 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 79 Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA


(11)

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN

DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER

DI ERA OTONOMI DAERAH

(Kasus pada Kabupaten Lampung Timur)

ABDUL KHALIQ

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentu k apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2006 Abdul Khaliq NRP P054030181


(13)

ABSTRAK

ABDUL KHALIQ. Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah: Kasus pada Kabupaten Lampung Timur. Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA dan MINTARTI.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. (2) Mengkaji hubungan antara karakteristik individu aparat Pemda dengan perilaku komunikasi mereka dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. (3) Mengkaji hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. Penelitian ini didesain sebagai penelitian survai deskriptif korelasional, dilaksanakan di Pemda Kabupaten Lampung Timur, pada bulan Oktober sampai November 2005. Populasi penelitian adalah seluruh pejabat struktural di lingkungan Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Responden penelitian berjumlah 68 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Penelitian menggunakan analisis Chi-Kuadrat (?²) dan analisis korelasi Rank Spearman (rs)

untuk melihat hubungan antar variabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik individu aparat Pemda kabupaten di era otonomi daerah yang berhubungan nyata dengan persepsi dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) di Pemda Kabupaten Lampung Timur adalah variabel jenis kelamin. Variabel golongan hanya berhubungan nyata dengan partisipasi dan tidak dengan persepsi mereka dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. Sedan g variabel usia, pendidikan, dan jabatan responden tidak berhubungan nyata dengan persepsi dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. (2) Perilaku komunikasi aparat Pemda kabupaten ternyata memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi dan partisipasi dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. Rendahnya akses aparat Pemda terhadap informasi PUG baik melalui media interpersonal maupun media massa, menyebabkan rendahnya tingkat persepsi aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur terhadap PUG (3) Jenis kelamin, jabatan dan golongan aparat Pemda kabupaten di era otonomi daerah ternyata berhubungan nyata dengan perilaku komunikasi aparat Pemda kabupaten dalam PUG, karena perbedaan persepsi perempuan dan laki-laki tentang PUG, perbedaan yang signifikan dari jumlah aparat laki-laki dan perempuan yang menduduki jabatan struktural dan terkait dengan fungsi dan kebijakan pemerintahan Kabupaten Lampung Timur tentang pelaksanaan PUG.

Sosialisasi tentang program pengarusutamaan gender di Pemda Kabupaten Lampung Timur perlu ditingkatkan baik melalui pelatihan maupun media massa lokal khususnya. Rendahnya persepsi pegawai Pemda Kabupaten Lampung Timur perlu diatasi dengan penyelenggaraan pelatihan khusus tentang PUG bagi Pejabat Struktural Kabupaten Lampung Timur. Penerbitan Surat Keputusan Bupati tentang PUG dalam Pembangunan Kabupaten Lampung Timur harus segera direalisasikan oleh Pemda sebagai dasar pelaksanaan program PUG di Kabupaten Lmpung Timur.


(14)

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN

DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER

DI ERA OTONOMI DAERAH

(Kasus pada Kabupaten Lampung Timur)

ABDUL KHALIQ

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

Judul Penelitian : Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur)

Nama : Abdul Khaliq

NRP : P054030181

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Aida Vitayala S.Hubeis Ir. Mintarti. M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr.Ir. Sumardjo. MS Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(16)

PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Illahi Rabbi, Allah SWT, yang atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salahsatu syarat dalam menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam bidang Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selama penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada: 1. Dr. Ir. Aida Vitayala S.Hubeis dan Ir. Mintarti, M.Si, selaku pembimbing

yang telah banyak memberikan saran dan masukan sejak persiapan penelitian hingga tersusunnya tesis ini.

2. Ibu Dra. Winati Wigna, MDS selaku Penguji yang telah menguji serta menambah masukan demi perbaikan penulisan tesis ini.

3. Dr. Ir. Sumardjo, MS, dan Ir. Hadiyanto, MS selaku Ketua dan fungsional sekretaris program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dan seluruh staff pengajar yang telah membekali ilmu bagi penulis.

4. Bapak Usman Effendi. HM, S.E, Kepala Bagian Sosial Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur, yang membawahi Sub Bagian Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan selaku penanggungjawab terhadap kegiatan yang berhubungan dengan strategi Pengarusutaman Gender (PUG), atas informasi serta masukannya.

5. Ibu Azna Kepala Sub Bagian Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan Bagian Sosial, yang telah banyak membantu penulis dalam menggali informasi secara mendalam, menyampaikan secara terbuka kondisi sebenarnya dalam pelaksanaan PUG di Kabupaten Lampung Timur.

6. Bapak Jarot Suseno, SH atas nama Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Lampung Timur yang telah memberikan Izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Teman-teman di Sekolah Pascasarjana KMP angkatan 2003, khususnya Mas Bekti dan Kang Asep teman satu kosan atas dukungan dan motivasinya selama menjalani perkuliahan.


(17)

Bandar Lampung, atas izin dan rekomendasinya sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan pada program Pasca Sarjana IPB.

9. Bapak Ir. Tonih Usmana, M.Si Direktur Utama PT. PPA Consultants beserta rekan-rekan sekerja pada PPA Group, yang telah banyak membantu terutama pada saat proses penyelesaian studi, atas dukungan dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta atas doa-doanya, istri dan anak-anakku (Fathia, Efi, Alif dan Hani) terima kasih atas keceriaan dan pengertiannya. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Bogor, Juni 2006


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 6 Mei 1964. Penulis adalah putera ke dua dari tujuh bersaudara, pasangan ayah Zainal Fattah Abidin (Alm) dan ibunda Hj. Siti Fathimah.

Jenjang pendid ikan penulis dimulai dari SD Negeri Mataram Marga, Sukadana Lampung Tengah lulus tahun 1977, SMP Negeri Sukadana lulus tahun 1980 dan pada tahun 1983 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tanjungkarang. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Ju rusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unversitas Lampung (UNILA) dan lulus pada tahun 1988. Penulis tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2003 pada program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

Pengalaman kerja penulis dimulai pada tahun 1985 sebagai asisten dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Tenaga Konsultan Lapangan pada Pusat Pengembangan Agribisnis Jakarta (1991-2000). Dosen tetap Yayasan pada Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Surya Dharma Bandar Lampung sejak tahun 2000. Sejak tahun 2002 - sekarang menjadi staf Professional pada PT. PPA Consultants Jakarta.


(19)

Halaman

DAFTAR TABEL ………... xi

DAFTAR GAMBAR ……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ………... 1

Perumusan Masalah ………... 5

Tujuan Penelitian ………... 7

Kegunaan Penelitian ………... 7

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Aparat Pemda dan Perilaku Komunikasi ………... 8

Konsep Gender ……… 11

Kondisi Perempuan Indonesia ………. 13

Upaya Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan ……… 15

Sasaran dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2006 ... 17

Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming) ………... 19

Pengertian P ersepsi ……….…………. 24

Pengertian Partisipasi ……….. 26

Pengertian Otonomi Daerah ……… 27

KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL Kerangka Pikir ………... 30

Hipotesis ………. 34

Definisi Operasional ……… 34

METODE PENELITIAN Desain Penelitian ………. 38

Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 38

Populasi dan Sampel Penelitian ……….. 38

Data dan Instrumentasi .………... 39

Validitas dan Reliabilitas Instrumen ………….……….. 39

Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ……….. 41

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pelaksanaan Program Pengarusutamaan Gender (PUG) di Era Otonomi Daerah ... 43

Struktur Administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur ... Perencanaan Startegik Program Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur ... Pelaksanaan Program PUG di Kabupaten Lampung Timur ... Kondisi Sumberdaya Perempuan dalam Bidang Pendidikan ... Kondisi Sumberdaya Perempuan d i Sektor Publik/Pemerintahan ..

43 46 48 52 53


(20)

Usia ……….………... Jenis Kelamin ……….………… Pendidikan ……….………. Jabatan ……….………... Golongan ……….…………...

54 55 56 57 58 Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur

dalam Pengarusutamaan Gender (PUG) d i era otonomi daerah ….... 59 Persepsi dan Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam

Pengarusutamaan Gender (PUG) d i era otonomi daerah ..…...….... 61

Pengujian Hipotesis ……….……….. 64

Hipotesis 1 ……….…………..…... Hipotesis 2 ……….…………..…... Hipotesis 3 ……….…………..…...

64 67 68 Hubungan Antara Variabel Penelitian ... ……….…………... 69

Hubungan Karakteristik Individu dan Persepsi serta Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi Daerah ...

69 Hubungan usia dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda

Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan tingkat pendidikan formal dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan jabatan dan persepsi serta partisip asi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan golongan dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ...

71

72 72 73 Hubungan antara Karakteristik Individu dan Perilaku Komunikasi

Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi Daerah ... 74 Hubungan usia dan perilaku komunikasi aparat Pemda

Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan pendidikan formal dan perilaku komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan jabatan dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ... Hubungan golongan dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ...

75 75 76 76 Hubungan antara Perilaku Komunikasi dan Persepsi serta

Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi

Daerah …... 77 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 79 Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur, tahun 2004 ... 53 2 Jumlah kepala daerah menurut wilayah pemerintahan dan jenis

kelamin di Kabupaten Lampung Timur, tahun 2005 ... 53 3 Jumlah dan persentase pejabat yang menduduki jabatan struktural

menurut eselon dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur, 2005 ... 54 4 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah

Kabupaten Lampung Timur berdasar usia dan jenis kelamin, tahun 2005... 55 5 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah

Kabupaten Lampung Timur berdasar pendidikan dan jenis kelamin, 2005 ... 56 6 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah

Kabupaten Lampung Timur berdasarkan jabatan dan jenis kelamin, 2005 ... 57 7 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah

Kabupaten Lampung Timur berdasarkan golongan dan jenis kelamin, 2005 ... 58 8 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah Kabupaten

Lampung Timur berdasarkan perilaku komunikasi dan jenis kelamin, 2005 ... 59 9 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah

Kabupaten Lampung Timur berdasarkan persepsi tentang program PUG dan jenis kelamin, 2005 ... 62 10 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah

Kabupaten Lampung Timur berdasarkan partisipasi dalam kegiatan PUG dan jenis kelamin, 2005 ... 64 11 Uji chi square (χ2

) antara karakteristik jenis kelamin dengan perilaku komunikasi, persepsi dan partisipasi ... 65 12 Uji korelasi antara karakteristik individu dengan persepsi dan

partisipasi ... 66 13 Pedoman untuk memberikan interpretasi dengan koefisien korelasi .... 67 14 Hasil perhitungan perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi 67 15 Hasil perhitungan korelasi antara karakteristik individu dan perilaku


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Aliran Informasi Hasil Evaluasi PP Dan KPA .………... 31 2 Model Komunikasi dalam Pengarusutamaan Gender di Era

Otonomi Daerah Kabupaten Lampung Timur, Tahun 2005 .……... 32 3 Kerangka pikir hubungan antara karakteristik, perilaku komunikasi

serta persepsi dan partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam pengarusutamaan gender di era otonomi daerah ... 33


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner Penelitian Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah

(Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ... 84 2 Bagan Struktur Orgnisasi dan Tata Kerja Sekretariat Pemda

Kabupaten Lampung Timur ... 97 3 Susunan Personalia Tim Koordinasi dan Sekretariat Tim Koordinasi

Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur, 2003 ... 98

4 Susunan Keanggotaan Kelompok Kerja Tim Koordinasi

Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur 100

5 Karakteristik responden penelitian 102

6 Jawaban responden pada variabel perilaku komunikasi ... 104 7 Jawaban responden pada variabel persepsi ... 106 8 Jawaban responden pada variabel partisipasi ... 108 9 Uji Validitas ... ... 110 10 Perhitungan korelasi untuk input uji reliabilitas ... 118 11 Uji reliabilitas spearman brown ... 119 12 Distribusi variabel penelitian ... 120 13 Uji Chi Square ... ... 125 14 Uji korelasi rank spearman ... 127 15 Perhitungan t-hitung untuk korelasi rank spearman …... 132 16 Distribusi karakteristik responden ... 142 17 Surat Izin Penelitian/Survei/KKN ... 143


(24)

Latar Belakang

Pada Konferensi Wanita Sedunia keempat yang diselenggarakan di Beijing tahun 1995, istilah pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) tercantum di Beijing Platform of Action¸ yang berbunyi: Gender mainstreaming is a strategy for integrating gender concerns in the analysis formulation and monitoring policies, programs and projects. Semua negara-negara peserta termasuk Indonesia dan organisasi yang hadir pada konferensi itu, secara eksplisit menerima mandat untuk mengimplementasikan pengarusutamaan gender di negara dan tempat masing-masing (Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, BKKBN, UNFA, 2003).

Mengacu pada konsep gender yang diakomodasi PBB dan perjuangan perempuan internasional setelah Konferensi Beijing 1995, secara form al, pemerintah Indonesia sejak 1978 telah membentuk institusi Menteri Muda Peranan Perempuan sampai menjadi Menteri Negara Peningkatan Peranan Perempuan tahun 1998. Fokus lembaga tersebut pada peningkatan peranan perempuan dalam pembangunan (women role) seperti prinsip -prinsip WID yang membuat perjuangan perempuan menjadi dua arah, di domestik dan di publik atau sebatas terkait pada aspek peningkatan kualitas perempuan (Hubeis, 2004). Dalam era reformasi nomanklatur institusi ini berubah menjadi Menteri Neg ara Pemberdayaan Perempuan dengan titik berat pada pemberdayaan perempuan agar mampu berperan aktif dalam pembangunan yang merupakan aktualisasi dari konsep WAD.

Untuk menjadikan kepentingan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi dimensi integral dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian kebijakan-kebijakan dalam program pembangunan dan upaya-upaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, maka Pemerintah Indonesia melalui GBHN 1999 menyatakan bahwa pengarusutamaan gender (PUG ) merupakan kebijakan nasional yang harus diemban oleh lembaga yang mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Meskipun begitu usaha untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender ternyata masih mengalami hambatan dan masih sulit untuk dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat pada umumnya


(25)

dan khususnya oleh perempuan. Data Biro Pusat Statistik mengilustrasikan bahwa: (a) tingkat buta huruf perempuan usia 10 tahun ke atas berkisar 2-3 kali lipat di banding laki-laki, (b) dari setiap 25 pejabat eselon I & II di birokrasi pemerintah hanya satu perempuan, (c) mayoritas (sekitar 54 persen) guru SD adalah perempuan, tetapi yang menjadi kepala sekolah SD kurang dari 15 persen, (d) lebih dari 57 persen pemilih dalam Pemilu 1999 adalah perempuan, namun yang duduk di DPR dan DPRD rata-rata kurang dari sembilan persen. Bahkan di beberapa DPRD kabupaten/kota ada yang tidak memiliki wakil perempuan (Hubeis, 2004), meskipun dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2003 memberikan kuota 30 persen pada perempuan.

Menurut Andarus (2004), ada lima faktor yang menyebabkan kondisi ketimpangan antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang, yaitu: (1) pengaruh tata nilai sosial budaya yang masih menganut paham patriarkhi; (2) produk hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender; (3) kebijakan dan program pembangunan yang masih bias gender; (4) penafsiran terhadap aktualisasi ajaran agama yang kurang tepat; (5) kelemahan, kurang percaya diri, dan inkonsistensi serta tekad kaum perempuan dalam memperjuangkan nasib kaumnya.

Dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga/bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Pemerintah Indonesia melalui INPRES No. 9 tahun 2000, melakukan strategi pengarusutamaan gender (PUG) ke dalam seluruh proses Pembangunan Nasional yang terintegrasi ke dalam kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah. PUG bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan daerah yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Sampai saat ini para pembuat kebijakan dan kaum perempuan sendiri belum sensitif melihat pentingnya perubahan menuju kesetaraan dan keadilan


(26)

gender. Walaupun Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan telah merumuskan visinya yang berbunyi “Terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara” dalam pelaksanaannya di era otonomi daerah masih ditemukan berbagai kendala, seperti rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) pegawai negeri sipil khususnya SDM perempuan di tingkat kabupaten. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh 43,5 persen tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan yang lebih rendah dibanding 72,6 persen TPAK laki-laki (BPS, 2003).

Otonomi daerah pada hakikatnya berkeinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumberdaya di daerah guna pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan itu, PUG yang dicanangkan oleh pemerintah harus dapat menjadi strategi untuk pencapaian tujuan otonomi daerah tersebut. Pemberdayaan perempuan, promosi kesetaraan gender dan perlindungan anak merupakan satu kesatuan dalam proses pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas. Oleh sebab itu, PUG atau gender mainstreaming sebagai satu strategi, pada dasarnya merupakan rangkaian kebijakan pemerintah untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Kesetaraan gender yang dimaksud diartikan sebagai kondisi yan g mencerminkan kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan dan hak -haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan sosial dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Adapun keadilan gender adalah proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan (Subhan, 2002).

Sejalan dengan paradigma otonomi daerah dan sejalan pula dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG dalam Pembangunan Daerah, Pemerintah Daerah bersama DPRD baik pada tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota diharapkan dapat bersikap pro-aktif dan mengambil prakarsa agar kebijakan pembangunan daerah betul-betul mempertimb angkan laki-laki maupun perempuan untuk mendapatkan akses,


(27)

kontrol, partisipasi serta manfaat dari seluruh investasi pembangunan di masing -masing daerah.

Di Propinsi Lampung dasar hukum pelaksanaan PUG melalui Instruksi Gubernur Lampung No: INST/02/B.VIII/HK/2002 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah. Pedoman PUG dalam pembangunan daerah dilaksanakan dengan menggunakan analisis gender dan upaya komunikasi, informasi dan edukasi tentang PUG pada dinas/instansi/badan lembaga pemerintah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Di tingkat propinsi kegiatan pemberdayaan perempuan dikoordinasikan oleh Biro Bina Pemberdayaan Perempuan yang ditetapkan dalam Perda Nomor: 15 tahun 2000, tentang Struktur Organisasi Sekretariat Daerah Propinsi Lampung dimana dalam struktur tersebut dibentuk Biro Bina Pemberdayaan Perempuan (Esselon II). Demikian juga pada tingkat Kabupaten, telah dibentuk bagian/sub bagian pemberdayaan perempuan melalui Perda Kabupaten Kota masing-masing.

Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Lampung dalam setiap melakukan kegiatannya selalu berkoordinasi dengan Dinas/Instansi Pemerintah, organisasi perempuan, Lembaga Swadaya Masyarakat. Rapat koordinasi program/kegiatan Pemberdayaan Perempuan Propinsi Lampung dilaksanakan per Triwulan ( 3 bulan sekali) dengan melibatkan Dinas/Instansi tingkat propinsi dan Kabag/Kasubbag Pemberdayaan Perempuan Bappeda Kabupaten/Kota, organisasi perempuan dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Untuk melakukan Koordinasi telah dibentuk Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan (TKPP) Propinsi Lampung dengan SK Gubernur Nomor: G/039/B.VIII/HK/2002, dan melalui SK TKPP Propinsi Lampung Nomor 188/1836/08/2002 terbentuk Gender Focal Point

Pemberdayaan Perempuan di Propinsi Lampung, dengan personalia terdiri dari unsur: Biro Bina Pemberdayaan Perempuan; Kanwil BKKBN; Dinas Kesehatan; Kanwil Departemen Agama; BAPPEDA; BPS; PSW Unila dan PKBI.

Gender Focal Point bertugas yaitu: untuk membantu Biro Bina Pemberdayaan Perempuan untuk mensosialisasikan PUG pada beberapa sektor, minimal pada sektor dimana Focal Point bekerja, memberikan masukan dan saran pada Biro Pemberdayaan Perempuan dan sektor-sektor berbagai upaya pembangunan pemberdayaan perempuan yang dapat dan perlu dilakukan untuk


(28)

mencapai kesetaraan dan keadilan gender, membuat kesepakatan dalam pengembangan metode dan teknik-teknik PUG dalam pembangunan daerah, meningkatkan pemahaman diantara mitra sejajar tentang upaya pemberdayaan perempuan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.

Dengan menyelenggarakan PUG di era otonomi daerah, maka dapat diidentifikasi apakah laki-laki dan perempuan telah memperoleh akses yang sama kepada sumberdaya pembangunan, berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan termasuk proses pengambilan keputusan, memiliki kontrol yan g sama atas sumberdaya pembangunan, dan memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan. Dengan demikian, melalui strategi PUG tersebut dapat dikembangkan kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan yang

responsive gender, sehingga dapat mengurangi kesenjangan gender dan mengantar pada pencapaian kesetaraan dan keadilan gender khususnya ditingkat aparat Pemda Kabubapaten.

Perumusan Masalah

Pemahaman tentang gender di semua lapisan masyarakat masih kurang tepat, secara umum gender masih diartikan sebagai perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Pemahaman bahwa gender adalah suatu kerangka budaya tentang peran sosial dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan masih sangat kecil dan terbatas pada kalangan tertentu saja. Akibatn ya terjadi kesenjangan peran sosial dan tanggungjawab yang mengakibatkan diskriminasi terhadap perempuan. Rendahnya partisipasi, akses, dan kontrol serta manfaat pembangunan yang dinikmati perempuan menimbulkan kesenjangan gender. Kesenjangan gender terjad i di berbagai bidang pembangunan, salah satunya ditandai oleh masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan untuk bekerja dan berusaha termasuk sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini antara lain ditunjukkan oleh lebih rendahnya kualitas dan jumlah PNS wanita di Pemda Kabupaten Lampung Timur yang hanya 3902 jiwa (41,5 persen) yang sebagian besar bekerja sebagai staf, sedangkan laki-laki 5497 jiwa (58,5 persen) yang sebagian besar menduduki posisi jabatan yang tinggi mulai dari Eselon IV-a sampai dengan II-a dari 9399 jumlah pegawai di Pemda Lampung Timur.


(29)

Keadaan ini menyebabkan perempuan yang jumlahnya tidak berbeda jauh dengan laki-laki tidak mampu secara maksimal memberikan sumbangan yang positif terhadap pembangunan, hal ini dapat dibuktikan dari isi Rencana Strategis Kabupaten Lampung Timur yang masih belum mencerminkan upaya strategis pengarusutamaan gender. Terlihat pada matrik Renstra Lampung Timur dari 48 Program hanya satu program yang mencerminkan upaya PUG yaitu program memperkuat kelembagaan sosial dengan bentuk kegiatan mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan (pemuda, wanita, LSM dll).

Aparat Pemda Kabupaten dalam era otonomi daerah merupakan kunci keberhasilan dalam melaksanakan program pembangunan di daerah, khususnya dalam mendiseminasikan konsep gender. Dalam penyebarluasan konsep gender Bupati/Walikota melalui Inpres nomor 9 Tahun 2000, diinstruksikan oleh Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan PUG guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Oleh karena itu kualitas SDM aparat Pemda sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan PUG di daerah, termasuk perilaku komunikasi aparat dalam era Otda.

Perilaku komunikasi aparat pemerintah kabupaten mempunyai peranan penting dalam melaksanakan PUG yang merupakan strategi untuk pencapaian tujuan otonomi daerah. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi aktivitas mereka dalam PUG, diantaranya adalah karakteristik individu. Perilaku komunikasi dan karakteristik individu aparat menentukan tingkat partisipasi dalam terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender sebagai indikator keberhasilan aparat Pemda dalam PUG ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dengan laik-laki, memiliki akses, kesempatan berbartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Peran aktif dan tindakan -tindakan proaktif yang tercermin dalam perilaku komunikasi aparat Pemda sangat menunjang upaya mewujudkan PUG.


(30)

Berdasarkan uraian tersebut, masalah penelitian ini disusun sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah?.

2. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku komunikasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah?

3. Bagaimana hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah?

Tujuan Penelitian

Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah.

2. Mengkaji hubungan antara karakteristik individu aparat Pemda dengan perilaku komunikasi mereka dalam PUG di era Otonomi Daerah.

3. Mengkaji hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan berguna bagi berbagai pihak, diantaranya adalah sebagai masukan bagi pemerintah pusat khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Pemda Kabupaten Lampung Timur, serta untuk kepentingan penelitian lanjutan beru pa hasil analisis pengukuran pengaruh karakteristik dan perilaku komunikasi terhadap upaya mewujudkan PUGdi era Otonomi Daerah.


(31)

Karakteristik Aparat Pemda dan Perilaku Komunikasi

Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa peubah -peubah yang penting dalam mengkaji suatu komunitas antara lain adalah peubah personal, karena karakteristik yang dimiliki oleh seseorang berbeda antarorang, dan kadang -kadang perbedaan tersebut sangat bervariasi. Dalam hubungannya dengan perilaku komunikasi, terdapat beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi yang penting antara lain umur, pendidikan, dan pendapatan (Bettinghaus, 1973). Rogers (1983) mengungkapkan beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi yang banyak digunakan dalam penyerapan suatu program baru, antara lain: umur, pendidikan, kemampuan baca tulis, status sosial (pendapatan, kesehatan, dan lain -lain), mobilitas ke atas, orientasi ekonomi, dan sikap terhadap hibah.

Hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan pemerintah daerah dibahas oleh Biryanto (2003) bahwa proses komunikasi aparat pemerintah daerah (PNS) dipengaruhi oleh karakteristik individu PNS yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan PNS dalam berkomunikasi. Faktor-faktor individu yang mempunyai pengaruh besar terhadap keefektifan komunikasi adalah usia, jenis kelamin, pendidikan formal, diklat, jabatan, dan masa kerja.

Selanjutnya hasil penelitian Halim (1999) dalam Biryanto (2003) menyebutkan efektifitas komunikasi dengan atasan, bawahan, sesama level jabatan, dan pegawai lain yang berbeda unit kerja dipengaruhi oleh pola dasar karir pegawai, yaitu usia, pangkat/golongan, masa kerja, pendidikan, dan pengembangan. Perilaku komunikasi pegawai tidak terlepas dari karakteristik pegawai itu sendiri, di samping pengaruh organisasi dan lingkungan. Hal itu menunjukkan bahwa perilaku komunikasi merupakan peubah yang berhubungan dengan persepsi dan sikap terhadap penerimaan informasi.

Prilaku komunikasi adalah segala aktifitas yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh informasi dari berbagai sumber dan untuk menyebarluaskan informasi kepada pihak manapun yang memerlukannya. Dharma (1982) berpendapat bahwa perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi oleh keinginan memperoleh tujuan tertentu. Satuan perilaku adalah aktivitas, dimana semua


(32)

perilaku merupakan rangkaian aktivitas. Sementara itu, Siagian (1982) mengungkapkan pendapat lain bahwa dalam suatu organisasi, perilaku seseorang dibentuk oleh watak, temperamen, ciri-ciri, pembawaan, cita-cita, keinginan dan harapan orang tersebut. Perilaku tadi pada mulanya berorientasi pada diri sendiri kemudian berkembang menjadi perilaku organisasi.

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi secara lisan dan bukan lisan sehingga orang-orang yang berperan sebagai pengirim dan penerima informasi tersebut akan memperoleh makna yang sama. Secara umum, terdapat dua model komunikasi yaitu model linear dan model konvergen. Model komunikasi linear sebagaimana dijelaskan oleh Laswell (1948) adalah “siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dan dengan efek apa”. Sementara model komunikasi konvergen menurut Kincaid dan Schramm (1975) adalah suatu proses pemberian makna dari informasi yang dipertukarkan oleh dua individu atau lebih menuju suatu titik kesepahaman yaitu saling pengertian.

Perilaku komunikasi adalah aktivitas seseorang dalam membuka diri dan mencari informasi melalui saluran komunikasi yang tersedia. Aktivitas tersebut meliputi komunikasi interpersonal, dan keterdedahan pada media massa. Komunikasi interpersonaladalah proses penyampaian pesan secara langsung dari komunikator kepada komunikan yang biasa disebut dengan tatap muka atau face-to-face communication (Rogers dan Shoemaker, 1971). Komunikasi interpersonal efektif dilakukan untuk menyampaikan pesan -pesan yang bersifat persuasif karena komunikator dapat melihat secara langsung tanggapan dari komunikan berupa kata-kata maupun isyarat gerak-gerik tubuh dan mimik wajah sehingga komunikator dapat segera mengambil langkah -langkah lebih lanjut dalam merespon pesan-pesan yang disampaikan agar komunikasi berjalan efektif.

Seseorang untuk meyakinkan informasi yang diperolehnya, akan melakukan kontak interpersonal dengan tokoh maupun dengan agen pembaharu. Pada tahap ini akan memerlukan pendapat dan nasehat dari orang yang dipercayai atau diseganinya. Sastropoetro (1988) mengemukakan bahwa kepemimpinan tokoh masyarakat sekitarnya atau orang yang memiliki kompetensi teknis dapat memberikan fungsi legitimasi terhadap keputusan yang akan dibuatnya. Hal tersebut selaras dengan Havelock at.all (1971) yang berpendapat bahwa tokoh


(33)

masyarakat memiliki peranan di dalamnya sebagai pendorong dan legitimato r (pengukuhan) dari tahap adopsi proses difusi sosial.

Meningkatnya pengaruh pada seseorang untuk mengadopsi atau menolak inovasi, merupakan suatu hasil aktifitasnya dalam jaringan komunikasi dengan individu lain yang dianggap dekat dan akrab serta memilik i pengaruh terhadap dirinya. Individu lain yang dianggap memiliki pengaruh dalam sistem jaringan komunikasi tersebut adalah tokoh masyarakat, namun demikian hal ini tergantung sebagian pada norma-norma yang berlaku, apakah mendukung atau menolak perubahan (Roger, 1983).

Seseorang akan lebih cepat mengadopsi inovasi, apabila ia lebih banyak melakukan kontak komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu dan tokoh masyarakat (Roger dan Shoemaker,1983). Di sisi lain Kincaid dan Schramm (1984), berpendapat bahwa proses mengetahui (kognitif), memahami (afektif) sampai dengan perilaku (konatif) pada diri seseorang sangat dipengaruhi oleh hubungan interpersonal.

Keterdedahan pada media massa adalah aktivitas komunikasi seseorang dalam memperoleh informasi melalui media massa, baik media cetak (surat kabar, buku, brosur) maupun media elektronik (TV, radio, internet). Berbeda dari komunikasi interpersonal, komunikasi massa kurang memanfaatkan tanggapan dari komunikan. Komunikasi ini memanfaatkan kekuatan media massa dalam hal cakupan khalayak yang luas, serentak, dan pesan yang relatif seragam (Rogers & Shoemaker, 1971). Soekartawi (1988) menyebutkan bahwa sumber informasi sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi, sumber yang dimaksud dapat berasal dari media massa maupun media interpersonal, petugas penyuluh, aparat desa dan lain sebagainya.

Masing -masing media mempunyai kelebihan dan kelemahan. Media komunikasi massa dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat serta memberikan efek kognitif yang meliputi peningkatan kesadaran untuk belajar dan menambah pengetahuan. Media komunikasi personal dapat menimbulkan efek perubahan perilaku.

Media massa memiliki peranan memberikan informasi untuk memperluas cakrawala, memusatkan perhatian, menumbuhkan aspirasi dan sebagainya


(34)

(Schramm, 1984), tetapi tergantung pada keterdedahan khalayaknya di media massa. Menurut Jahi (1988) keterdedahan pada media massa akan memberikan kontribusi terhadap perbedaan perilaku.

Sejalan dengan hal tersebut, perubahan perilaku khalayak tidak saja dipengaruhi oleh keterdedahannya pada satu saluran media massa, tetapi juga memerlukan lebih dari satu saluran komunikasi massa lainnya seperti tv, radio, film, dan bahan -bahan cetakan (Kincaid dan Schramm, 1984).

Konsep Gender

Konsep gender berbeda dari konsep jenis kelamin (sex). Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis, sementara gender adalah pembedaan antara perempuan dan laki-laki secara sosial budaya. Perbedaan atribut sosial budaya yang diberikan kepada perempuan dan laki-laki mengakibatkan timpangnya relasi kekuasaan di antara keduanya. Kata gender

bukanlah merupakan istilah yang baru, kata ini telah dipakai oleh para ahli bahasa untuk menggambarkan kata benda yang merujuk pada jenis kelamin laki-laki (male) dan perempuan (female) (Raharjo, 1997). Lebih lanjut Raharjo menjelaskan bahwa para antropolog dan ahli ilmu sosial menggunakan istilah gender untuk menggambarkan ciri-ciri atau karakter pria dan perempuan yang terbentuk karena faktor budaya, dan bukan ciri-ciri yang diakibatkan oleh perbedaan fisik biologis. Dalam penelitian ini istilah wanita tidak dibedakan dari istilah perempuan dan pria dari istilah laki-laki kecuali dinyatakan secara khusus berbeda yaitu merujuk pada fungsi-fungsi biologis. Gender, dengan demikian adalah konstruksi sosial budaya yang membedakan wanita dari pria.

Definisi-definisi lain yang merujuk pada pengertian yang kurang lebih sama dikemukakan oleh berbagai ahli berikut.

“…..process by which individuals who are born into biological categories of male or female become the sosial categories of women and men through the acquisition of lokally defined attributes of masculinity and feminity” (Naila Kabeer,1992) (“….proses melalui mana orang yang dilahirkan dalam kategori biologis sebagai perempuan dan laki-laki berubah menjadi kategori sosial perempuan dan pria melalui proses pembentukan ciri-ciri maskulinitas dan feminitas berdasar istilah setempat/lokal”).


(35)

“….people are born female or male, but learn to be girls and boys who grow into women and men. They are taugh what the appropriate behavior and attitudes, roles and activities are for them, and how they should relate to other people. This learned behavior is what makes up gender identity, and determined gender roles”. (Suzanne Williams, Janet Seed and Adelina Mwau, 1994) (“….orang dilahirkan dalam kategori anak laki-laki dan anak perempuan, kemudian tumbuh menjadi perempuan dan pria. Mereka diajari tentang sikap dan tingkah laku yang sesuai untuk masing-masing, dan bagaimana mereka harus berhubungan dengan orang lain. Perilaku yang dipelajari dari keluarga dan masyarakat inilah yang kemudian menentukan identitas gender dan peran gender…”).

Kategori jenis kelamin dan sifat-sifat biologis perempuan dan laki-laki (seperti perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui, sedang laki-laki memiliki sperma dan dapat membuahi) dibawa orang sejak ia dilahirkan. Sedangkan kategori gender (seperti perempuan itu lembut, keibuan, emosional, sopan, pemelihara rumahtangga, sedangkan laki-laki itu gagah, cerdas, tegas, kasar, obyektif, kepala rumah tangga) diperoleh lewat proses sosialisasi dalam keluarga dan masyarakat. Keluarga dan masyarakatlah yang menyebabkan perempuan dan pria memiliki sifat-sifat gender seperti harapan keluarga dan masyarakat, seperti disebutkan di muka. Kategori biologis tidak dapat dipertukarkan (kecuali dalam beberapa kasus dimana orang berganti jenis kelamin meski fungsi menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui sampai sekarang tetap belum dapat dipertukarkan) sementara kategori gender dapat dipertukarkan.

Status gender ditentukan secara sosio -kultural. Hanya karena seseorang dilahirkan menjadi perempuan atau laki-laki, dia kemudian diberi peran dan tugas yang berbeda. Karena itu, berbeda dengan ciri-ciri biologis, peran gender berbeda dari satu konteks budaya ke budaya lainnya. Umur, ras, dan kondisi ekonomi adalah variabel-variabel yang mempengaruhi hubungan dan peran gender. Gender itu dipelajari dan berubah dari waktu ke waktu. Gender merujuk pada hubungan kekuasaan antara perempuan dan pria, yang pada umumnya menguntungkan pria. Hubungan kekuasaan yang tidak imbang telah menyebabkan subordinasi status perempuan. Subordinasi status perempuan kemudian dipelihara dan dilanggengkan melalui pembagian gender yang tidak adil atas akses dan kontrol sumberdaya (Raharjo, 1997).


(36)

Fadhil (2002) menyebutkan bahwa gender adalah pembagian peran dan tanggungjawab keluarga dan masyarakat, sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman. Selanjutnya dijelaskan bahwa gender bukanlah kodrat dan ketentuan Tuhan. Oleh karena itu, gender berkaitan dengan keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Hubeis (2004) menjelaskan bahwa pemahaman gender dalam konteks Gender and Development (GAD) adalah “pencapaian kesetaraan dan kesederajatan atau kesederajatan dan keadilan, dalam tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara”. Selanjutnya disebutkan bahwa secara teoritis, pembicaraan tentang gender berarti kita bicara tentang relasi sosial antara lelaki dan perempuan, wujud relasi sosial ini berbeda antar-negara, antar-wilayah, antar-suku, dan perseorangan sebagai hasil pembelajaran sosial. Dengan kata lain gender adalah pembedaan peran dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki sebagai hasil konstruksi sosial budaya masyarakat.

Kondisi Perempuan Indonesia

Secara keseluruhan indeks kualitas hidup manusia digambarkan melalui Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index (HDI) yang berada pada peringkat ke-96 pada tahun 1995 yang kemudian menurun ke peringkat 109 pada tahun 1998 dari 174 negara. Tahun 1999 berada pada peringkat 102 dari 162 negara dan tahun 2002, 110 dari 173 negara. Berdasarkan Human Development Report 2003, HDI Indonesia menempati urutan ke-112 dari 175 negara, dibandingkan Negara-negara ASEAN lainnya seperti HDI Malaysia, Thailand, Philippina yang menempati urutan 59, 70 dan 77.

Sedangkan Gender related Development Index (GDI) berada pada peringkat ke-88 pada tahun 1995, kemudian menurun ke peringkat 90 (1998) dan peringkat 92 (1999 dari 146 negara). Kemudian pada tahun 2002 pada peringkat 91 dari 144 negara GDI inipun masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN seperti Malaysia, Thailand, Philippina yang masing-masing berada pada peringkat 54, 60, 63. (BPS&UNDFW, 2000).


(37)

Berdasarkan hasil Survey Penduduk (BPS, 2000) diketahu i jumlah penduduk Indonesia sebesar 206.264.595 orang. Jumlah laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan, (50,1 persen diantaranya laki-laki dan 49,9 persen perempuan).

Menurut Laporan Jurnal Perempuan (2004), Indeks pembangunan manusia skala internasional dan nasional dilihat dari tiga aspek yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Kondisi dan posisi perempuan meliputi 3 (tiga) aspek tersebut di atas sebagai berikut:

(1) Pendidikan

Di bidang pendidikan, kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki. Kondisi ini antara lain disebabkan adanya pandangan dalam masyarakat yang mengutamakan dan mendahulukan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan daripada perempuan.

Ketertinggalan perempuan dalam bidang pendidikan tercermin dari peresentase perempuan buta huruf (14,54 persen tahun 2001) lebih besar dibandingkan laki-laki (6,87 persen), dengan kecenderungan meningkat selama tahun 1999-2000. Tetapi pada tahun 2002 terjadi penurunan angka buta huruf yang cukup signifikan. Namun angka buta huruf perempuan tetap lebih besar dari laki-laki, khususnya perempuan kepala rumah tangga. Angka buta huruf perempuan pada kelompok 10 tahun ke atas secara nasional (2002) sebesar 9,29 persen dengan komposisi laki-laki 5,85 persen dan perempuan 12,69 persen (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999 -2002). Menurut Statistik Kesejahteraan Rakyat 2003. Angka buta huruf perempuan 12,28 persen sedangkan laki-laki 5,84 persen.

(2). Kesehatan

Menurut Gender Statistics and indicators 2000 (BPS), kemajuan di bidang kesehatan ditunjukkan dengan menurunnya angka kematian bayi (dari 49 bayi per 1000 kelahiran pada tahun 1998 menjadi 36 tahun 2000, (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999-2001). Menurunnya angka kematian anak serta meningkatnya angka harapan hidup dari 64,8 tahun (1998) menjadi 67,9 tahun (2000). Berdasarkan estimasi parameter demografi 1998 yang dikeluarkan BPS, angka harapan hidup pada periode 1998-2000 cenderung meningkat. Usia harapan


(38)

hidup (life expectancy rate) perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, yaitu 69,7 tahun berbanding 65,9 tahun (Sumber: BPS, Estimasi Parameter Demografi, 1998).

Di bidang kesehatan, selama periode 1998-2000 ada penurunan angka kematian bayi, Infant Mortality Rate (IMR), namun angka kematian bayi laki-laki lebih tinggi dibandingkan angka kematian bayi perempuan. Laki-laki 41, perempuan 31 (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999 -2001).

Sejalan dengan semakin meningkatnya kondisi kesehatan masyarakat, angka kematian anak, Child Mortality Rate (CMR) periode ini juga menunjukkan penurunan, namun demikian angka kematian anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan kematian anak perempuan, laki-laki 9,8 sedangkan perempuan 7,9. (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999 -2001). Di bidang kesehatan dan status gizi perempuan masih merupakan masalah utama, yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI) 390/100.000 (SDKI 1994), 337/100.000 (SDKI 1997), dan menurun 307/100.000 (SDKI 2002).

(3). Ekonomi

Di bidang ekonomi, secara umum partisipasi perempuan masih rendah, kemampuan perempuan memperoleh peluang kerja dan berusaha masih rendah, demikian juga dengan akses terhadap sumber daya ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu 45 persen (2002) sedangkan laki-laki 75,34 persen, (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999-2002). Ditahun 2003 TPAK laki-laki lebih besar dibanding TPAK perempuan yakni 76,12 persen berbanding 44,81 persen (BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2003).

Upaya Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan

Upaya peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak dilakukan secara lintasbidang dan lintasprogram. Pencapaian pembangunan pemberdayaan perempuan hingga tahun 2004 dari berbagai bidang pembangunan adalah sebagai berikut. Di bidang pendidikan, keberhasilan ditandai oleh menurunnya persentase penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah dan penduduk


(39)

perempuan yang buta huruf (masing-masing 11,56 persen dan 12,28 persen pada tahun 2003). Di bidang kesehatan, angka kematian ibu melahirkan berhasil diturunkan meskipun masih yang tertinggi di ASEAN, yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002–2003). Prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil, juga dapat diturunkan meskipun angkanya masih tinggi (45 persen pada tahun 2003). Selanjutnya, partisipasi perempuan yag diukur melalui tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) juga menunjukkan peningkatan (sekitar 45 persen pada tahun 2003). Guna meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan ekonomi, juga telah dilakukan beberapa kegiatan afirmasi, seperti pengintegrasian kepentingan perempuan ke dalam beberapa program pembangunan, seperti: Program Pemberdayaan Keluarga (PPK), Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PPMP), dan Program Kelompok Usaha Bersama (KUB). Di samping itu, juga telah dibentuk unit kerja yang khusus menangani kredit kepada usaha mikro, kec il, dan menengah (UMKM) perempuan, pemetaan potensi usaha perempuan pengusaha, dan pemberian pendampingan dan fasilitasi manajemen keuangan dengan pihak perbankan. Dalam pembangunan politik, hasil yang dicapai adalah telah disahkannya UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, yang mengamanatkan keterwakilan 30 persen perempuan di lembaga legislatif (DPR dan DPD). Meskipun hasil yang dicapai belum sesuai dengan amanat UU tersebut, namun keterlibatan perempuan dalam pembangunan politik menunjukkan peningkatan, terutama di daerah perdesaan. Di bidang hukum, hingga tahun 2004 telah dihasilkan lima usulan naskah akademis dalam upaya penyempurnaan produk-produk hukum yang bias gender dan atau diskriminatif terhadap perempuan, serta belum peduli anak. Telah pula disusun tiga usulan naskah RUU dan RPP yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan anak.

Keberhasilan dari berbagai bidang pembangunan, khususnya pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan selanjutnya turut menurunkan kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang ditandai oleh meningkatnya angka Indeks Pembangunan Gender (IPG) atau Gender -related Development Index (GDI) dan Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measurement, GEM). Berdasarkan Human Development


(40)

Report 2004, angka GDI sebesar 59,2 dan angka GEM sebesar 54,6. Angka-angka tersebut masih terendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.

Meskipun banyak hasil pembangunan yang telah dicapai hingga tahun 2005, beberapa permasalahan masih akan dihadapi pada tahun 2006. Permasalahan tersebut, antara lain adalah masih rendahnya nilai indeks pembangunan gender (Gender-Related Development Index, GDI), yang berarti ketidaksetaraan gender di berbagai bidang pembangunan masih merupakan masalah yang dih adapi di masa mendatang; masih banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan, dan tidak peduli anak; masih rendahnya tingkat kesejahteraan dan perlindungan anak, serta kebutuhan tumbuh kembang anak belu m menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; dan masih rendahnya peran masyarakat dalam mendukung upaya pemberdayaan perempuan dan peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak, termasuk kapasitas kelembagaan di tingkat nas ional dan daerah. Masalah lain yang belum teratasi adalah masalah perdagangan perempuan dan anak, serta kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak.

Sementara itu, tantangan yang dihadapi sejalan dengan era desentralisasi, yaitu timbulnya masalah kelembagaan dan jaringan di daerah (propinsi dan kabupaten/kota), terutama yang menangani masalah-masalah pemberdayaan perempuan dan anak. Program -program pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak merupakan program lintasbidang dan lintasprogram, sehin gga diperlukan koordinasi mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi. Di samping itu, terbatasnya data pembangunan yang terpilah menurut jenis kelamin, mengakibatkan kesulitan dalam menemukenali masalah-masalah gender yang ada.

Sasaran dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2006

Sasaran pembangunan yang hendak dicapai pada tahun 2006 dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak adalah: (1) terumuskannya kebijakan aksi afirmasi peningkatan kualitas hidup perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, politik, dan ekonomi di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota; (2) terlaksananya berbagai upaya perlindungan perempuan; (3) tersusunnya


(41)

kebijakan dalam rangka pemenuhan hak-hak anak; (4) tersusunnya materi dan terlaksananya komunikasi informasi dan edukasi (KIE) tentang peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan (KPP) serta kualitas hidup dan perlindungan anak (KPA) di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota; (5) menguatnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender (PUG) dan anak (PUA) di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota; (6) tersedianya data dan statistik gender dan anak; (7) tersusunnya kebijakan dan program pembangunan daerah yang responsif gender dan yang peduli anak di tingkat propinsi dan kabupaten/kota; dan (8) terintegrasinya masalah dan upaya peningkatan kualitas anak dan perempuan ke dalam kebijakan nasional, propinsi dan kabupaten/kota.

Dengan memperhatikan permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2006, serta mengupayakan pencapain sasaran pembangunan tersebut di atas, maka arah kebijakan yang akan dilakukan pada tahun 2006 adalah: (1) meningkatkan kualitas hidup perempuan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, serta peran perempuan di bidang politik; (2) meningkatkan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak di tingkat propinsi dan kabupaten/kota; (3) menyempurnakan perangkat hukum yang melindungi setiap individu dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi, termasuk kekerasan dalam rumah tangga; (4) meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan hukum; (5) memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak dalam perencanaan pembangunan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota; dan (6) melanjutkan penyusunan data dan statistik gender di tingkat propinsi dan kabupaten/kota.

Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming)

Menurut Corner dalam Fadhil (2002) istilah pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) masuk ke dalam khasanah pembangunan di Indonesia hanya baru belakangan ini. Selanjutnya dikatakan bahwa kurang lebih satu setengah dasawarsa yang lalu yaitu pada waktu Konferensi Perempuan Sedunia di Nairobi tahun 1985, istilah itu masuk ke dalam diskusi-diskusi yang membicarakan “Perempuan dan Pembangunan (WAD)”, meskipun demikian


(42)

penggunaannya tidak sampai meluas. Satu dasawarsa kemudian pada bulan Juni 1994, diadopsi oleh Konferensi Tingkat Menteri Asia Fasific Kedua Mengenai Perempuan Dalam Pembangunan, istilah pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) muncul dalam Program Aksi, dalam kata-kata yang menekankan ’Mainstreaming Gender concern in public policies and programes’. Satu tahun kemudian, di Konferensi Perempuan Sedunia yang diselenggarakan di Beijing 1995, istilah gender mainstreaming muncul lagi di Beijing Platform of Action.

Kali ini semua negara peserta (termasuk Indonesia) dan agen -agen pembangunan yang hadir pada konferensi itu, secara eksplisit menerima mandat untuk mengimplementasikan pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) di negara masing-masing.

Sebagai Negara Peserta Kongres Wanita Sedunia ke-empat yang diselenggarakan di Beijing Tahun 1995, secara eksplisit Indonesia menerima mandat untuk mengimplementasikan gender ke dalam pembangunan, berarti menjadikan kepentingan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi dimensi integral dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian kebijakan-kebijakan dalam program pembangunan dan upaya-upaya untuk mencapai Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), maka pemerintah Indonesia melalui GBHN 1999 menyatakan bahwa pengarusutamaan gender merupakan kebijakan nasional yang harus diemban oleh lembaga yang mampu mewujudkan Kes etaraan dan Keadilan Gender (KKG).

Pengarusutamaan gender adalah salah satu strategi pembangunan nasional guna meningkatkan kualitas hidup perempuan dan laki-laki dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, artinya semua kebijakan dan program memperhatikan secara konsisten dan sistematis terhadap perbedaan -perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat dan mengupayakan untuk menghilangkan hambatan -hambatan struktural dalam mencapai kesetaraan dan keadilan gender (Sahala, 2001). Dalam suatu program biasanya terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Roudabought mengemukakan bahwa pengembangan program mencakup lima tahap kegiatan, yaitu (1) identifikasi masalah, (2) penentuan tujuan, (3) pengembangan rencana kerja, (4) pelaksanaan rencana kerja, (5) penetapan kemajuan. Model ini membagi program


(43)

ke dalam dua bagian kegiatan utama, yaitu kegiatan penentuan program yang mencakup tahap identifikasi masalah dan penetapan tujuan, dan kegiatan pelaksanaan program yang mencakup pengembangan rencana kerja, pelaksanaan rencana kerja, dan penetapan kemajuan (Mugniensyah dalam Riza, 2001).

Kegiatan yang dilakukan dalam PUG yaitu: (1) meningkatkan kesadaran dan kepekaan gender dan mendorong terwujudnya perilaku yang berkesetaraan dan berkeadilan gender untuk seluruh aparat pada jajaran sektor bidang PUG; (2) menyelenggarakan advokasi yang berhubungan dengan PUG dalam program semua bidang PUG kepada pejabat sektor bidang PUG di pusat dan daerah; (3) menyelenggarakan pelatihan pelatih untuk penyebarluasan PUG pada sektor bidang PUG di pusat dan daerah; (4) menyelenggarakan pelatihan PUG pada sektor bidang PUG di pusat dan daerah. Kegiatan -kegiatan tersebut adalah turunan dari program-program dalam 12 bidang PUG yaitu: (1) bidang pendidikan dan pelatihan; (2) bidang kesehatan; (3) bidang Keluarga Berencana; (4) bidang ekonomi dan ketenagakerjaan; (5) bidang politik; (6) bidang hukum; (7) bidang kesejahteraan sosial; (8) bidang agama; (9) bidang hankam; (10) bidang lingkungan hidup; (11) bidang informasi dan komunikasi; dan (12) bidang kelembagaan (RIPNAS PP, 2000-2004).

Dalam rangka memberikan arah bagi penyusunan program dan indikator keberhasilan pemberdayaan perempuan, maka dirumuskan sejumlah Kebijakan dan Program Pemberdayaan Perempuan1 sebagai berikut: (1) pengembangan kelompok-kelompok masyarakat yang sadar gender dan peduli terhadap hak-hak anak; (2) peningkatan kondisi dan posisi perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi/pekerjaan dan pengambilan keputusan; (3) penyelenggaraan perlindungan hak-hak anak dan kesempatan partisipasi anak; (4) penegakan supremasi hukum untuk perlindungan hak -hak perempuan dan anak; (5) penumbuhan dan pembinaan terhadap lembaga/organisasi sosial peduli perempuan dan anak; (6) pengembangan dan peningkatan kerjasama nasional, regional dan internasional di bidang kesetaraan gender dan perlindungan anak.

1


(44)

Program pokok pembangunan pemberdayaan perempuan 2005-2009 mencakup bidang-bidang: (1) kelembagaan dan pembudayaan norma kesetaraan gender, yaitu: (a) melakukan sosialisasi, advokasi dan fasilitasi (KIE) kesetaraan gender dan perlindungan anak; (b) membangun/membina kelompok masyarakat sadar gender dan peduli hak-hak anak, (2) peningkatan peran serta masyarakat, yaitu: (a) memberdayakan LSM, dunia usaha/swasta, organisasi profesi dan organisasi sosial yang peduli gender dan anak; (b) membina kemampuan dan kemadirian lembaga/organisasi sosial yang peduli perempuan dan anak, (3) harmonisasi peraturan perundang-undangan, yaitu: (a) melakukan kajian, mengusulkan dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesetaraan gender dan perlindungan anak; (b) melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam upaya menegakkan hukum untuk menlindungi hak -hak perempuan dan anak, (4) pendidikan dan pelatihan, yaitu: (a) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tenaga (pengelola dan pelaksana) untuk mewujudkan kesetaraan gender dan anak (untuk semua segmen); (b) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perempuan dalam proses pengambilan keputusan (dalam rangka affirmative action), (5) penelitian dan pengembangan, yaitu: (a) pengkajian dan pengembangan tentang kebijakan dan program kesetaraan gender perlindungan anak; (b) membina kerjasama dengan berbagai lembaga penelitian dan pengkajian tentang kesetaraan gender dan perlindungan anak, (6) pembinaan kerjasama, yaitu: (a) membangun dan memantapkan komitmen kerjasama di bidang kesetaraan gender dan perlindungan anak ditingkat daerah dan nasional; (b) membina jejaring kerjasama yang saling menguntungkan ditingkat regional dan internasional di bidang kesetaraan gender dan perlindungan anak, (7) pengawasan, pengadilan dan evaluasi, yaitu: (a) mengembangkan indikator, prosedur dan mekanisme dalam pengumpulan dan pengolahan serta penyebarluasan data dan info rmasi kesetaraan gender dan perlindungan anak; (b) melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kesetaraan gender dan perlindungan anak

Perencanaan adalah suatu upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi, untuk mencapai tujuan yang


(45)

telah ditetapkan, melalui pemilihan alternatif tindakan yang rasional2. Jika mengacu pada teori Raudabought di atas, maka perencanaan program disebut dengan istilah penetapan program yang terdiri dari kegiatan identifikasi masalah dan penentuan tujuan.

Sedangkan yang dimaksud dengan perencanaan program yang responsif gender adalah perencanaan yang dilakukan oleh seluruh lembaga pemerintah, organisasi profesi, organisasi masyarakat yang disusun dengan mempertimbangkan perb edaan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunan sampai pelaksanaannya. Hal ini berarti perencanaan tersebut mempertimbangkan empat aspek yakni partisipasi, akses, manfaat dan kontrol yang dilakukan setara antara perempuan dan laki-laki.

Oleh karena itu, proses identifikasi masalah harus mengikutsertakan keterlibatan perempuan agar mereka dapat mengungkapkan masalah yang dialaminya yang tentunya berbeda dengan permasalahan yang dihadapi laki-laki. Mengenai tujuan program, Casley (1991), menyebutkan ada dua tujuan program, yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek secara khusus menentukan apa yang akan dicapai oleh program, sedangkan tujuan jangka panjang ditentukan dalam konteks yang lebih luas yang dilakukan melalui pencapaian tujuan -tujuan jangka pendek. Selain itu, Casley (1991) juga mengemukakan bahwa tujuan program dapat dikelompokkan dalam empat kategori hierarki, yakni masukan (Input), keluartan (Output), efek (effect) dan dampak (impact). Dalam kerangka kerja logis, keempat hirarki tujuan program tersebut serupa dengan istilah masukan, keluaran, tujuan dan sasaran.

Perencanaan yang responsif gender harus dilakukan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan nasional yang lebih mantap, berkesinambungan, dan mencapai tingkat kemungkinan keberhasilan yang tinggi, dengan mempertimbangkan dan memasukkan perbedaan -perbedaan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan. Dalam rangka menyelenggarakan perencanaan yang responsif gender, perlu diperhatikan perilaku komunikasi aparat pemda dalam

2


(46)

pengarusutamaan gender dengan melakukan analisis gender pada semua kebijakan, program dan kegiatan pembangunan.

Tahapan program yang kedua adalah tahap pelaksanaan. Pelaksanaan pembangunan yang responsif gender merupakan tahap pelaksanaan dari kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang responsif gender yang telah direncanakan dalam tahap perencanaan program. Pelaksanaan keb ijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang responsif gender tersebut perlu didukung oleh ketersediaan anggaran (budget).

Karakteristik anggaran responsif gender3 adalah sebagai berikut: (1) anggaran responsif gender bukan merupakan anggaran yang terpis ah bagi laki-laki ataupun perempuan; (2) fokus pada kesetaraan gender dan pengarusutamaan gender dalam semua aspek penganggaran baik ditingkat nasional maupun di tingkat lokal; (3) meningkatkan keterlibatan aktif dan partisipasi stakeholder

perempuan; (4) monitoring dan evaluasi belanja dan penerimaan pemerintah dilakukan dengan responsif gender; (5) meningkatkan efektifitas penggunaan sumber-sumber untuk mencapai kesetaraan gender dan pengembangan sumberdaya manusia; (6) menekankan pada reprioritas daripada meningkatkan keseluruhan belanja pemerintah; (7) melakukan reorientasi dari program-program dalam sektor-sektor daripada menambah angka pada sektor-sektor khusus.

Kegiatan pemantauan dan evaluasi merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dalam suatu penyelenggaraan program. Kegiatan ini dilakukan setelah proses perencanaan dan pelaksanaan program diselenggarakan. Evaluasi3 adalah salah satu komponen yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai kelayakan serta pencapaian sasaran dan tujuan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang responsif gender baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan.

Menurut Casley (1991), evaluasi adalah suatu penilaian berkala terhadap relevansi, prestasi, efisiensi dan dampak proyek dalam konteks tujuan yang telah disepakati. Evaluasi diantaranya mencoba untuk membandingkan hasil-hasil nyata yang dicapai dengan target yang telah ditentukan dan mengidentifikasi alasan -alasan terjadinya kekurangan dan kelebihan. Selain itu, juga mencoba

3


(47)

untuk menilai efisiensi tata cara pelaksanaan program dan menentukan pengaruh serta dampak program.

Proses evaluasi memfokus pada tiga hal, yakni prestasi, keluaran, efek dan dampak. Adapun prestasi didefinisikan Casley (1991) meliputi suatu tinjauan umum terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi terhadap prestasi biasanya meliputi persiapan program, kekhususan program, waktu dimulai dan pelaksanaan program, masukan yang disediakan, respon pemanfaat, dan sebagainya.

Jenis evaluasi yang disebutkan Casley (1991) terdiri dari evaluasi pertengahan, evaluasi akhir, dan pasca evaluasi. Evaluasi pertengahan difokuskan pada prestasi proyek. Pada tahap ini belum dapat dilakukan penilaian terhadap efek dan dampak program. Evaluasi akhir dilakukan setelah program berakhir dan dapat menilai keluaran dan efek. Adapun pasca evaluasi dilakukan setelah beberapa tahun program berakhir. Seringkali disebut evaluasi dampak, karena pasca evaluasi dapat menilai dampak dari suatu program yang tidak terlihat pada saat evaluasi akhir dilakukan.

Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2002). Secara mudah, persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Orang dapat mengenal dan sadar mengenai apa yang terjadi diluar diri kita. Apa yang terjadi sebenarnya ialah bahwa seseorang menciptakan bayangan–bayangan internal tentang objek–objek fisik dan sosial serta peristiwa– peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan pengembangan ini, yang pada dasarnya mencangkup kegiatan–kegiatan internal yaitu melalui system syaraf ke otak, serta mengubahnya lagi kedalam pengalaman –pengalaman bermakna. Efek (dalam hal ini persepsi) yang diharapkan oleh sumber akan berbeda–beda didalam


(1)

Dosis = 50 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 100 -138.5 77.47 -1.788 0.3942 150 245.5 77.47 3.169 0.1068

Dosis = 100 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 150 384.0 77.47 4.957 0.0260

General Linear Model: Estradiol Hari ke 80 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 80, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 23138 23138 7713 1.22 0.410 Error 4 25186 25186 6296

Total 7 48324

S = 79.3505 R-Sq = 47.88% R -Sq(adj) = 8.79%

General Linear Model: Estradiol Hari ke 90 versus D osis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 90, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 19725 19725 6575 0.82 0.548 Error 4 32222 32222 8055

Total 7 51947

S = 89.7517 R-Sq = 37.97% R -Sq(adj) = 0.00%

General Linear Model: Estradiol Hari ke 100 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 100 , using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 5545 5545 1848 0.21 0.883 Error 4 34715 34715 8679

Total 7 40260


(2)

General Linear Model: Estradiol Hari ke 110 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 110, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 19237 19237 6412 0.78 0.564 Error 4 32935 32935 8234

Total 7 52172

S = 90.7395 R-Sq = 36.87% R -Sq(adj) = 0.00%

General Linear Model: Estradiol Hari ke 120 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 120, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 40626 40626 13542 0.84 0.538 Error 4 64418 64418 16105

Total 7 105044


(3)

Lampiran 11. Model linear hubungan dosis implantasi dengan diameter telur

General Linear Model: Diameter Telur Hari ke 60 versus Dosis_T

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Diameter Telur Hari ke 60, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis_T 3 6.6293 6.6293 2.2098 31.74 0.000 Error 358 24.9270 24.9270 0.0696

Total 361 31.5563

S = 0.263872 R-Sq = 21.01% R-Sq(adj) = 20.35%

Least Squares Means for Diameter Telur Hari ke 60

Dosis Mean SE Mean 0 0.8305 0.02781 50 0.5037 0.02781 100 0.8121 0.02781 150 0.6251 0.02751 Tukey Simultaneous Tests

Response Variable Diameter Telur Hari ke 60 All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis_T Dosis = 0 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 50 -0.3268 0.03934 -8.309 0.0000 100 -0.0184 0.03934 -0.467 0.9662 150 -0.2054 0.03912 -5.251 0.0000

Dosis = 50 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 100 0.3084 0.03934 7.841 0.0000 150 0.1214 0.03912 3.103 0.0103

Dosis = 100 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 150 -0.1871 0.03912 -4.781 0.0000


(4)

General Linear Model: Diameter Telur Hari ke 120 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Diameter Telur Hari ke 120, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 5.4742 5.4742 1.8247 16.10 0.000 Error 353 40.0035 40.0035 0.1133

Total 356 45.4776

S = 0.336637 R-Sq = 12.04% R-Sq(adj) = 11.29%

Least Squares Means for Diameter Telur Hari ke 120

Dosis Mean SE Mean 0 0.3561 0.03589 50 0.4440 0.03529 100 0.5742 0.03568 150 0.6820 0.03568

Tukey Simultaneous Tests

Response Variable Diameter Telur Hari ke 120 All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T- Value P- Value 50 0.08782 0.05033 1.745 0.3004 100 0.21802 0.05061 4.308 0.0001 150 0.32589 0.05061 6.440 0.0000

Dosis = 50 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T- Value P- Value 100 0.1302 0.05019 2.594 0.0467 150 0.2381 0.05019 4.744 0.0000

Dosis = 100 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T- Value P- Value 150 0.1079 0.05046 2.137 0.1413


(5)

Regression Analysis: Diam_60 versus Dosis

The regression equation is

Diam_60 = 0.736 - 0.00058 Dosis

Predictor Coef SE Coef T P Constant 0.7360 0.1559 4.72 0.042 Dosis -0.000580 0.001667 -0.35 0.761

S = 0.186373 R-Sq = 5.7% R- Sq(adj) = 0.0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.00420 0.00420 0.12 0.761 Residual Error 2 0.06947 0.03474

Total 3 0.07368

Regression Analysis: Diam_120 versus Dosis

The regression equation is

Diam_120 = 0.349 + 0.00218 Dosis

Predictor Coef SE Coef T P Constant 0.34900 0.01283 27.21 0.001 Dosis 0.0021800 0.0001371 15.90 0.004

S = 0.0153297 R-Sq = 99.2% R-Sq(adj) = 98.8% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.059405 0.059405 252.79 0.004 Residual Error 2 0.000470 0.000235


(6)

Lampiran 12. Anova dan analisis regresi hubungan IGS dengan dosis implantasi

Regression Analysis: GSI_60 versus Dosis

The regression equation is

GSI_60 = 1.16 - 0.00096 Dosis

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.1570 0.3116 3.71 0.065 Dosis -0.000960 0.003331 -0.29 0.800

S = 0.372411 R-Sq = 4.0% R- Sq(adj) = 0.0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.0115 0.0115 0.08 0.800 Residual Error 2 0.2774 0.1387

Total 3 0.2889

Regression Analysis: GSI_120 versus Dosis

The regression equation is

GSI_120 = 0.616 + 0.00592 Dosis

Predictor Coef SE Coef T P Constant 0.6160 0.1262 4.88 0.040 Dosis 0.005920 0.001349 4.39 0.048

S = 0.150864 R-Sq = 90.6% R -Sq(adj) = 85.9%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.43808 0.43808 19.25 0.048 Residual Error 2 0.04552 0.02276