Pengelolaan sarang burung walet di Taman Nasional Betung Kerihun Propinsi Kalimantan Barat studi kasus di Desa Tanjung Lokang, Kecamatan Kedamin, Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat

1

PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DI
TAMAN NASIONAL BETUNG KERIHUN PROPINSI
KALIMANTAN BARAT
(Studi Kasus di Desa Tanjung Lokang, Kecamatan Kedamin, Kabupaten
Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat)

ADIWICAKSANA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

2

PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DI
TAMAN NASIONAL BETUNG KERIHUN PROPINSI
KALIMANTAN BARAT
(Studi Kasus di Desa Tanjung Lokang, Kecamatan Kedamin, Kabupaten

Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat)

Oleh:
ADIWICAKSANA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

3

Judul Skripsi

: PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DI

TAMAN NASIONAL BETUNG KERIHUN PROPINSI
KALIMANTAN BARAT (Studi Kasus di Desa Tanjung
Lokang, Kecamatan Kedamin, Kabupaten Kapuas Hulu,
Propinsi Kalimantan Barat)

Nama Mahasiswa

: ADIWICAKSANA

NRP

: E34101032

Departemen

: Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas

: Kehutanan


Menyetujui :

Dosen Pembimbing I,

Dosen Pembimbing II,

(Ir. Arzyana Sunkar, MSc.)
NIP : 132 133 692

(Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MScF)
NIP : 131 760 834

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS)
NIP. 131 430 799


Tanggal Lulus : 3 Maret 2006

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah
mencurahkan Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
masa studinya pada waktu yang tepat. Shallawat dan salam tak lupa penulis
ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi jalan hingga akhir
zaman. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Peneletitian mengenai “Pengelolaan Sarang Burung Walet Secara
Kolaboratif di Desa Tanjung Lokang Taman Nasional Betung Kerihun
Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat” yang disajikan dalam
skripsi ini memuat tentang pola pengelolaan sarang burung walet oleh masyarakat
Desa Tanjung Lokang sebagai pemilik saham sarang burung walet. Pengelolaan
dilakukan dengan memanen sarangnya setiap 45 hari sepanjang tahun. Dengan
pola pengelolaan yang diterapkan saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa lama

kelamaan populasi burung walet akan menurun dan produktivitas sarang akan
berkurang. Skripsi ini juga membahas mengenai keterlibatan Taman Nasional
Betung Kerihun selaku pengelola kawasan konservasi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Kapuas Hulu selaku penguasa daerah, dalam perannya untuk
berkolaborasi dengan masyarakat Desa Tanjung Lokang, agar pengelolaan sarang
burung walet yang dilakukan dapat lestari.
Penelitian ini merupakan bagian dari proyek “Trade off between
biodiversity values and forest exploitation” yang diselenggarakan oleh Tropenbos
International-Indonesia Programme (TBI-Indonesia) dan didanai sepenuhnya oleh
TBI-Indonesia.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna,
maka dari

itu penulis sangat

mengharapkan kritik

dan saran

menyempurnakan skripsi ini.

Bogor, Maret 2006

Penulis

untuk

ii

UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF
yang telah membimbing dan membina penulis selama penelitian serta
penulisan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr selaku dosen penguji dari
Departemen THH dan Ir. Muhdin, M.Sc selaku dosen penguji dari
Departemen MNH atas masukan saran dan perbaikan dalam proses
penyempurnaan skripsi ini.
3. Papa, Mama, Abang, Bunda, dan Opa atas doa dan kasih sayang yang
tiada henti diberikan kepada penulis.
4. Tropenbos International-Indonesia Programme yang telah mendanai

penelitian serta penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Dicky Simorangkir, Alfa Ratu Simorangkir, S.Hut, dan
Indrawan Suryadi, S.Hut, selaku wakil dari TBI-Indonesia atas bantuan
dan bimbingan selama berlangsungnya penelitian.
6. Bapak Ir. Agus S.B. Sutito, M.Sc selaku Kepala Balai Taman Nasional
Betung Kerihun, Bapak Drs. Parlindungan MM selaku Kepala Sub Bagian
Tata Usaha TNBK, Bapak Ramli Panggabean, S.Hut selaku Kepala Seksi
Konservasi II Kapuas TNBK atas fasilitas dan informasi yang telah
diberikan.
7. Bapak Antonius Vevri, S.si, Arrafi Nursyahdi, Guruh Nurcahyo, Bang Pai,
dan Bang Mustaruddin selaku pegawai TNBK atas bantuan yang diberikan
selama penulis melakukan penelitian.
8. Bang Hotten, Anussapati, Bang Agus, Pak Alay, Pak Mering, Pak Arifin
dan teman-teman di Desa Tanjung Lokang yang telah membantu penulis
selama penelitian di lapangan.
9. Bapak Noerdjito selaku peneliti burung pada Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia atas informasi mengenai burung walet yang diberikan.
10. Sahabat sejati KSH’38 atas suka, duka, canda, tawa serta tangis yang kita
lalui bersama selama ini.


iii

11. Teman-teman FAHUTAN’38 atas persaudaraan yang terjalin selama
penulis kuliah.
12. Awak pesawat RAFALE (Erick, Ambang, Wempy, Nanang, Dedet, Ucok,
Cahyo, Aji, dan Devis) atas kebersamaan, persaudaraan, pengalaman
berharga dan kekeluargaan yang terbangun bersama.
13. Teman-teman MALEA, ALMA, MEGA 2, KOMANDO, RINJANI, dan
ALASKA.
14. Bi Marni, Bi Cicih, Bu Evan, Bu Titin, Kang Acu, Kang Yatna, Bu Eti,
Bu Tuti dan seluruh staff KPAP serta dosen-dosen KSH yang telah
memberikan pelayanan, bimbingan dan pelajaran terbaik dalam proses
studi penulis.
15. Nur Maliki Arifiandy atas kesabaran, kasih sayang, perhatian dan
pengertian selama penulis menjalani kehidupan di kampus. You’re my
most precious jewel in the world.
16. My black Astrea Grand F6664B yang telah menemani kemanapun penulis
pergi tanpa mengenal lelah. Hope you get a better owner wherever you
are.
17. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2006

Penulis

4

RIWAYAT HIDUP

ADIWICAKSANA dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 September 1983.
Penulis merupakan anak bungsu dari 2 bersaudara keluarga Ismeth Inounu dan
Nurhasanah Hidajati. Penulis menempuh jalur pendidikan sejak tahun 1988 pada
TK Negeri Mexindo Bogor, dilanjutkan pada tahun 1989 di SDN Papandayan 1
Bogor. Tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 2 Bogor, dan pada
tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Bogor. Pada tahun 2001
penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
Pada tahun 2004, penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H) di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Ngawi,
dan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Banyumas Timur dan Banyumas
Barat. Pada tahun yang sama penulis mendapat kesempatan menjadi salah satu
delegasi IPB untuk mengikuti International Forestry Students Symposium (IFSS)
di Toronto, Kanada. Pada tahun 2005 penulis pernah menjadi Relawan Kita Peduli
Indosiar dalam membantu korban bencana tsunami di Meulaboh, Nangroe Aceh
Darussalam. Pada tahun yang sama penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang
Profesi di Taman Nasional Bali Barat. Selama menempuh pendidikan di IPB,
penulis aktif di beberapa organisasi kampus antara lain: Himpunan Mahasiswa
Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA), International Forestry Student
Association (IFSA)-LC IPB, dan UKM Uni Konservasi Fauna (UKF-IPB).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
penulis melakukan penyusunan skripsi dengan judul ”Pengelolaan Sarang
Burung Walet Secara Kolaboratif di Desa Tanjung Lokang Taman Nasional
Betung Kerihun Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat” di
bawah bimbingan Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi,
M.ScF


5

RINGKASAN
Adiwicaksana. Pengelolaan Sarang Burung Walet Taman Nasional Betung
Kerihun Propinsi Kalimantan Barat (Studi Kasus di Desa Tanjung Lokang,
Kecamatan Kedamin, Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat).
Di bawah bimbingan Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc dan Dr. Ir. Rinekso
Soekmadi M.Sc.F
Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) memiliki potensi yang dapat
dimanfaatkan yaitu sarang burung walet (Aerodramus sp.). Kegiatan pemanenan
sarang burung walet telah lama dilakukan oleh masyarakat Desa Tanjung Lokang
yang berada di dalam kawasan TNBK. Terjadinya kasus pencurian menyebabkan
masyarakat memanen sarang burung walet sebelum masa panen. Hal ini
menyebabkan menurunnya jumlah populasi burung walet karena burung walet
tidak bisa beregenerasi. Untuk mencegah hal lama Pemerintah Daerah (Pemda)
Kabupaten Kapuas Hulu mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 11/2000
tentang Pengelolaan, Pemanfaatan dan Pelestarian Sarang Burung Walet, dengan
tujuan mengatur masa panen serta menetapkan besar retribusi izin pengelolaan
dan pengusahaan sarang burung walet. Masyarakat yang mengelola sarang burung
walet merasa dirugikan karena mereka harus membayar retribusi, padahal
masyarakat telah mengelola sarang burung walet jauh sebelum Perda tersebut
dikeluarkan. Untuk mengatasi permasalahan antara masyarakat Desa Tanjung
Lokang dan pihak Pemda Kapuas Hulu, diupayakan adanya pengelolaan secara
kolaboratif yang difasilitasi oleh TNBK.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu panduan
wawancara dan peta kawasan TNBK. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alat tulis, kamera, dan tape recorder
Perolehan data berupa hasil pengamatan terhadap setiap stakeholder yaitu
masyarakat Desa Tanjung Lokang, Pemda Kabupaten Kapuas Hulu, dan Taman
Nasional Betung Kerihun, diklasifikasikan berdasarkan informasi-informasi yang
diinginkan seperti: (1) Identifikasi karakter stakeholder, (2) Kepentingan para
pihak dalam hubungannya dengan permasalahan yang harus dicari jalan
keluarnya, (3) Identifikasi konflik kepentingan antar pihak, (4) Hubungan para
pihak yang mungkin untuk dilibatkan dalam kerjasama, (5) Kapasitas stakeholder,
(6) Jenis partisipasi yang memungkinakan untuk dilaksanakan.
Kemudian dilakukan Content analysis dengan mengelompokkan
peraturan-peraturan tentang sarang burung walet yang ada ke dalam elemenelemen aspek kajian yang dapat dikaji dan dibandingkan.
Pengelolaan sarang burung walet dimulai sejak tahun 1989-1990 dengan
mendapatkan surat izin pengelolaan dari kepala desa. Untuk mengendalikan
pengelolaan maka dibentuk peraturan desa yang mengharuskan pemegang saham
membayar retribusi sebesar Rp. 25.000,-/kg dan biaya administrasi sebesar Rp.
25.000,- untuk pengembangan dan pembangunan desa. Hal ini menjadi kendala
ketika masyarakat enggan membayar uang retribusi karena peraturan tersebut
tidak terealisasi dalam pengembangan dan pembangunan desa.
Gua-gua yang terdapat sarang burung walet yang dikelola oleh masyarakat
berjumlah 27 gua dengan jumlah pemilik saham sebanyak 53 orang. Pengelolaan
gua sarang burung walet di Desa Tanjung Lokang dinamakan ’trip’ selama 45 hari

6

dari mulai awal penjagaan, pemanenan sampai pengangkutan. Dalam pelaksanaan
jadwal trip, para pemilik saham harus mengatur jadwal tripnya sesuai
kesepakatan. Penjagaan dilakukan oleh beberapa orang penjaga gua sekaligus
pemanen sarang. Biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik saham untuk
mengupah penjaga sekaligus pemanen yaitu sebesar Rp. 750.000,- sampai Rp.
1.000.000,- per orang dalam satu trip, ditambah uang perbekalan sebesar Rp.
500.000,-.
Sebanyak 68% pemegang saham sarang burung walet di Desa Tanjung
Lokang memiliki surat izin pengelolaan dari Kepala Desa. Pemegang saham yang
melakukan kegiatan pelestarian sebanyak 16%, yaitu dengan membiarkan anakan
burung walet terbang agar dapat beregenerasi. Pemegang saham yang ingin
melakukan kolaborasi sebanyak 44%, yaitu bekerjasama dalam hal penjagaan dan
pengaturan jadwal yang permanen. Pemegang saham yang mengetahui adanya
peraturan tentang pengelolaan sarang burung walet yaitu Perda, adalah sebanyak
44%.
Kendala dan permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan sarang burung
walet yaitu tumpang tindih jadwal serta pengaturan yang belum permanen,
penjualan saham kepada pihak lain, Perda dan kebijakan yang belum diterapkan
dengan maksimal, jumlah retribusi yang tidak sesuai, pungutan liar, perampokan,
dan pemanenan sepanjang tahun.
Stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan sarang burung walet di Desa
Tanjung Lokang adalah masyarakat pemegang saham, TNBK, dan Pemda Kapuas
Hulu, ketiga stakeholder tersebut sama-sama ingin melakukan kolaborasi namun
sampai saat ini belum ada bentuk kerjasama
Berdasarkan hasil Content Analysis tentang Perda Kabupaten Kapuas Hulu
No.11/2000 dan Kepmenhut No/100/Kpts-II/2003, kedua peraturan tersebut samasama memiliki tujuan pengelolaan yang lestari dan untuk kesejahteraan
masyarakat. Perbedaan yang terlihat pada kedua peraturan tersebut adalah aspek
kajian Kepemilikan Gua, Lokasi, Intensitas Pemanenan, Prosedur Pemanenan,
Pengamanan, Perpanjangan dan Pemindah Tanganan Izin, dan Pengawas.
Sedangkan aspek kajian yang perlu ditambah adalah kegiatan rehabilitasi,
mekanisme kontrol, sanksi berdasarkan bobot pelanggaran, dan biologi
perkembangan burung walet.
Peraturan tentang pengelolaan sarang burung walet yang ada belum
diterapkan secara maksimal, hal ini dapat terjadi karena belum maksimalnya
sosialisasi serta konsultasi publik pada saat penyusunan.
Upaya pengelolaan secara kolaboratif dapat dilakukan melalui tiga tahap
yaitu persiapan, negosiasi, dan implementasi. Untuk itu diperlukan (1) adanya
pertemuan antara seluruh stakeholder (2) pembahasan mengenai hak dan
kewajiban stakeholder dan (3) pembahasan mengenai peraturan yang berlaku
dalam pengelolaan sarang burung walet. Sebagai bentuk implementasi dapat
dilakukan kegiatan (1) pembagian keuntungan, (2) penjagaan, (3) pelestarian dan
pembinaan, dan (4) pembentukan koperasi

7

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................
i
DAFTAR ISI................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan ..............................................................................................
Manfaat .............................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan Masyarakat dengan Kawasan Lindung............................
Taman Nasional ................................................................................
Manajemen Kolaboratif ....................................................................
Analisis Stakeholder .........................................................................
Content Analysis ...............................................................................
Ekosistem Gua ..................................................................................
Burung Walet ....................................................................................
Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet ........................................
Sistem Pengelolaan Gua Walet Alam ...............................................
Peraturan yang Berkaitan dengan Pengelolaan Sarang
Burung Walet ....................................................................................

1
3
3
4
4
5
6
7
8
9
11
12
13

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................
Bahan dan Alat ..................................................................................
Metode Pengumpulan Data ...............................................................
Analisis Data .....................................................................................

14
14
14
17

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah dan Status Kawasan .............................................................
Kondisi Fisik .....................................................................................
Biologi dan Ekologi ..........................................................................
Sosial Ekonomi dan Kebudayaan .....................................................

19
19
21
24

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Pengelolaan Sarang Burung Walet di Desa Tanjung
Lokang ..............................................................................................
Karakteristik Pemegang Saham Sarang Burung Walet di
Desa Tanjung Lokang .......................................................................
Kendala dan Permasalahan Dalam Pengelolaan Sarang
Burung Walet di Desa Tanjung Lokang ...........................................
Stakeholder yang Terlibat dalam Pengelolaan Sarang Burung
Walet .................................................................................................
Kebijakan Pengelolaan Sarang Burung Walet ..................................

28
33
37
43
46

8

Aspek Kajian yang Perlu Ditambah ..................................................
Upaya Pengelolaan Kolaboratif Dalam Pengelolaan Sarang
Burung Walet ....................................................................................
Strategi Pengelolaan Kolaboratif ......................................................

48
58
60

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .......................................................................................
Saran .................................................................................................

64
64

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

66

LAMPIRAN.................................................................................................

69

9

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.

Kerangka Matriks Pengumpulan Data .................................
Data Gua dan Pemilik Saham Sarang Burung Walet
di Desa Tanjung Lokang .......................................................
Harga Sarang Burung Walet .................................................
Identifikasi Stakeholder dalam Pengelolaan Sarang
Burung Walet ........................................................................
Content Analysis Kepmenhut No.100/Kpts-II/2003
dan Perda No.11/2000 ...........................................................
Keuntungan dan Kerugian Sistem Pengelolaan
Konservasi.............................................................................

16
30
32
44
50
62

10

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.

Diagram Alir Metode Penelitian ...........................................
Diagram Jumlah Penduduk Desa Tanjung Lokang
Berdasarkan Usia ..................................................................
Ladang Masyarakat di Tepi Sungai.......................................
Hasil Pertanian Masyarakat Desa Tanjung Lokang di
Dalam Kawasan TNBK .......................................................
Pola Pengelolaan Sarang Burung Walet di Desa Tanjung
Lokang ..................................................................................
Jadwal Trip............................................................................
Pondok Penjaga Gua .............................................................
Daun Sarang Burung Walet ..................................................
Kaki Sarang Burung Walet ...................................................
Diagram Jumlah Pemegang Saham Sarang Burung
Walet Berdasarkan Usia ........................................................
Diagram Jumlah Pemegang Saham Sarang Burung
Walet Berdasarkan Tingkat Pendidikan................................
Diagram Karakteristik Pemegang Saham Sarang
Burung Walet di Desa Tanjung Lokang ...............................
Pola Pengelolaan Konservasi ................................................

15
25
25
26
31
32
32
33
33
34
34
35
56

11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.

Data Penduduk Kecamatan Kedamin Kabupaten
Kapuas Hulu..........................................................................
Data Pemegang Saham Gua Sarang Burung Walet ..............
Perda No.9 tahun 1999 ..........................................................
Perda No.11 thun 2000 .........................................................
Kepmenhut No.100/Kpts-II/2003 .........................................

70
71
73
86
96

12

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bentuk negara kepulauan Indonesia dengan potensi sumberdaya alam yang
tinggi memiliki fungsi penting untuk ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Salah
satu pulau besar dari gugusan kepulauan Indonesia tersebut adalah Pulau
Kalimantan. Kalimantan memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang
tinggi, serta susunan bentang alam dan struktur geologi yang unik. Sejarah
pembentukan daratan pulau ini pada masa lampau mendukung terbentuknya suatu
ekosistem karst.
Ekosistem karst dapat menyusun sebuah bentukan alami yang dinamakan
gua. Pembentukan yang berlangsung lama ini telah membentuk suatu tata ruang
dan arsitektur yang indah, serta menyimpan kekayaan yang tinggi dan unik
didalamnya. Salah satu fungsi ekologis gua adalah sebagai tempat hidup (habitat)
bagi fauna, dimana fauna-fauna gua mampu beradaptasi dengan kondisi yang
gelap dan berudara lembab. Salah satu fauna gua yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia adalah burung walet. Burung ini menghasilkan sarang dari air liurnya
yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan obat-obatan dan memiliki nilai
ekonomi yang sangat tinggi. Hal ini memicu pemanenan sarang tanpa
memperhatikan aspek kelestariannya.
Kegiatan pemanenan sarang burung walet telah dilakukan oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia yang tinggal disekitar gua-gua tempat walet
bersarang. Tidak sedikit dari gua-gua tersebut berada di dalam kawasan lindung
dan konservasi sehingga menimbulkan benturan dengan aturan-aturan hukum
yang berlaku dalam suatu kawasan yang dilindungi. Peran bersama antara
pengelola kawasan dan pihak terkait lainnya sangat diperlukan untuk
menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang ada, baik dari masyarakat maupun
pihak-pihak lain.
Bagian timur Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) yang terletak di
Propinsi Kalimantan Barat, merupakan kawasan karst yang digunakan sebagai
tempat walet bersarang. Di wilayah ini juga terdapat satu enclave dimana
masyarakatnya melakukan pengambilan sarang, yaitu Desa Tanjung Lokang,

13

dimana masyarakatnya telah melakukan kegiatan pengambilan sarang burung
walet sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai taman nasional.
Upaya masyarakat Desa Tanjung Lokang untuk dapat terus mengambil
sarang burung walet sekaligus menjaga kelestarian burung walet mengalami
kendala ketika terjadi banyak kasus pencurian sebelum masa panen. Hal tersebut
membuat para pengumpul sarang walet mengambil sarang burung walet sebelum
masa panen atau sebelum anakan burung menetas. Kondisi seperti ini akan
menimbulkan banyak kerugian tidak hanya bagi masyarakat Desa Tanjung
Lokang itu sendiri, tapi juga kelestarian burung walet.
Pada saat yang bersamaan, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten
Kapuas Hulu mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 11/2000 tentang
Pengelolaan, Pemanfaatan dan Pelestarian Sarang Burung Walet. Namun hal
tersebut membuat masyarakat justru merasa dirugikan karena harus memiliki izin
pengambilan sarang burung walet, padahal sejak dulu masyarakat telah mengelola
sarang burung walet sebelum perda tersebut ditetapkan. Dikeluarkannya Perda
No.11/2000 telah memicu konflik antara masyarakat dengan pemerintah daerah
dalam pengelolaan sarang burung walet. Pemerintah yang dianggap mempunyai
otoritas dalam mengelola sumberdaya alam menggambarkan ketidak seimbangan
kekuatan.
Paradigma baru dalam pengelolaan kawasan konservasi menuntut
masyarakat untuk dilibatkan dalam kegiatan pengelolaan kawasan. Kepentingankepentingan masyarakat juga harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan
maupun tindakan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang ada di dalam
kawasan konservasi tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan antara masyarakat Desa
Tanjung Lokang dan pihak Pemda Kapuas Hulu, diperlukan adanya pengelolaan
secara kolaboratif yang difasilitasi oleh TNBK, sehingga seluruh pihak yang
terlibat dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dapat merasakan manfaat
dari adanya kawasan TNBK.

14

Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan alternatif solusi yang mampu
mengakomodasikan kepentingan masyarakat dan pihak lain yang terlibat, berupa
collaborative management dalam pengelolaan, perlindungan, dan pemanfaatan
sarang burung walet dalam kawasan Taman Nasional Betung Kerihun. Adapun
tujuan khusus yang ingin dicapai adalah:
1. Mengetahui pola pengelolaan sarang burung walet oleh masyarakat Desa
Tanjung Lokang.
2. Mengetahui kendala dan permasalahan yang ada dalam pengelolaan sarang
burung walet.
3. Mengidentifikasi stakeholder yang berperan dalam pengelolaan sarang burung
walet.
4. Mengidentifikasi peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan
sarang burung walet.
5. Menganalisis kebijakan tentang pengelolaan, pemanfaatan, dan pelestarian
sarang burung walet.

Manfaat
Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan atau
bahan pertimbangan bagi pihak pengelola taman nasional dalam merumuskan
kebijakan pengelolaan TNBK yang mengarah pada collaborative management

15

TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan Masyarakat dengan Kawasan Lindung
Pendayagunaan sumberdaya alam oleh manusia akan menimbulkan
perubahan-perubahan ekosistem sehingga mempengaruhi pula sumberdayasumberdaya lain beserta lingkungannya. Pengaruh tersebut dapat bersifat
langsung maupun tidak langsung (Soerianegara, 1977). Untuk masyarakat desa
terutama yang bermukim disekitar hutan, hubungan langsung seperti itu masih
berlaku. Pada kondisi seperti ini masyarakat leluasa masuk hutan untuk mencari
keperluan sehari-hari tanpa ada batasan. Bila segala kebutuhan dasar masyarakat
bisa didapat dari sekitar hutan kawasan konservasi, mereka tidak akan memasuki
kawasan konservasi, dan akan ikut melindungi dan memeliharanya (Nasendi,
1986)
Penetapan suatu kawasan yang telah didiami oleh masyarakat lokal
menjadi kawasan yang dilindungi, harus memberikan otorita kepada masyarakat
setempat untuk mengatur kegiatan kelompoknya sendiri. Beberapa hal pokok
yang harus diperhatikan dalam penetapan kawasan dilindungi yang berkaitan
dengan masyarakat setempat yaitu :
1. Dalam menetapkan kawasan yang dilindungi, hindari pemindahan pemukiman
penduduk asli ke tempat lain.
2. Kawasan yang dilindungi harus cukup luas untuk menampung dwi-fungsi,
cagar untuk alam dan cagar bagi penduduk setempat.
3. Perencanaan

kawasan

yang

dilindungi

harus

dapat

mengantisipasi

pertambahan penduduk dan perubahan budaya.
4. Pegawai penjaga taman nasional harus diambil dari penduduk setempat
(Brownrigg dalam MacKinnon et al., 1990)

Taman Nasional
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi (UU No. 5 tahun 1990). Sedangkan menurut Wiratno et al. (2004), taman

16

nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang luas, baik di darat
maupun di laut, yang didalamnya terdapat satu atau lebih ekosistem alam yang
utuh tidak terganggu, di dalamnya terdapat jenis-jenis tumbuhan atau satwa
beserta habitatnya, juga tempat-tempat yang secara geomorfologis bernilai untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya, rekreasi dan pariwisata,
panorama alam yang menonjol, dimana masyarakat diperbolehkan masuk ke
dalam kawasan untuk berbagai kepentingan tersebut.
Menurut

Bratamihardja

(1979),

sistem taman

nasional

memiliki

keunggulan dibandingkan dengan sistem kawasan konservasi lain, diantaranya
adalah:
1. Taman nasional dibentuk untuk kepentingan masyarakat karena harus
bermanfaat bagi masyarakat dan didukung oleh masyarakat.
2. Konsep pelestarian didasarkan atas perlindungan ekosistem sehingga
mampu menjamin eksistensi unsur-unsur pembentuknya.
3. Taman nasional dapat dimasuki oleh pengunjung sehingga pendidikan
cinta

alam,

kegiatan

rekreasi

dan

fungsi-fungsi

lainnya

dapat

dikembangkan secara efektif.

Manajemen Kolaboratif
Manajemen kolaboratif adalah sebuah bentuk manajemenen yang
mengakomodasi kepentingan-kepentingan stakeholder secara adil sesuai dengan
peran yang dimainkan, memandang harkat setiap stakeholder sebagai entitas yang
sederajat sesuai dengan tata nilai yang berlaku, sehingga seluruh stakeholder yang
ada memiliki posisi yang setara dalam proses pengambilan keputusan dan dapat
mencapai tujuan bersama (Margitawaty, 2004; Tadjudin, 2000). Sedangkan
menurut Borrini-Feyerabend (2000), manajemen kolaboratif adalah situasi dimana
dua atau lebih pelaku sosial bernegosiasi, mendefinisikan dan menjamin
pembagian fungsi pengelolaan, peran dan tanggung jawab secara adil atas daerah
kekuasaan atau sumberdaya alam yang diberikan
Menurut Tadjudin (2000), manajemen kolaboratif dapat meningkatkan
taraf hidup masyarakat serta dapat mencapai kesepakatan bersama. Manajemen
kolaboratif memandang masyarakat sebagai subjek dalam pengelolaan hutan,

17

sama dengan pihak terkait lainnya. Dalam proses kolaborasi, aspek-aspek yang
menjadi

objek

pertukaran

adalah

keselarasan

pemikiran,

keseimbangan

kekuasaan, dan pengambilan keputusan.
Menurut Tadjudin (2000), tujuan manajemen kolaboratif adalah:
1. Menyediakan instrumen untuk mengenali stakeholder yang terkait dengan
pengelolaan sumberdaya hutan secara profesional
2. Meningkatkan potensi kerjasama antar stakeholder secara egaliter dengan
memperhatikan prinsip sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan prinsip
kelestarian lingkungan
3. Menciptakan

mekanisme

pemberdayaan

masyarakat

agar

dapat

mengaktualisasikan pengetahuan dan kearifan lokalnya secara baik dan
menyumbangkannya dalam wahana manajemen pengelolaan sumberdaya
hutan
4. Menciptakan mekanisme pembelajaran yang dialogik untuk memperoleh
rumusan tentang bentuk dan pola pendayagunaan sumberdaya hutan yang
produktif dan lestari
5. Memperbaiki tindakan-tindakan perlindungan hutan melalui mekanisme
internalisasi hal-hal eksternal yang mengancam kelestarian sumberdaya hutan
yang bersangkutan
6. Menyediakan sistem manajemen yang membuka kesempatan selebar-lebarnya
bagi tindakan perbaikan dalam setiap tahapan manajerialnya.

Analisis Stakeholder
Hobley dalam Tadjudin (2000) mengatakan, stakeholder adalah orang atau
organisasi

yang

terlibat

dalam

suatu

kegiatan

atau

program-program

pembangunan serta orang-orang atau organisasi yang terkena pengaruh (dampak)
kegiatan yang bersangkutan. Kemudian Lopez (2001) berpendapat, stakeholder
dapat didefinisikan sebagai sekelompok atau seseorang yang dapat mempengaruhi
atau dipengaruhi oleh hasil yang didapatkan dari tujuan proyek pembangunan.
Pengelolaan stakeholder harus menitikberatkan kepada hasil yang didapatkan
dalam tujuan proyek pembangunan.

18

Menurut Social Development Department (1995), stakeholder adalah
seseorang, kelompok, atau institusi yang memiliki ketertarikan dalam sebuah
proyek atau program. Stakeholder utama adalah mereka yang sangat berpengaruh
baik secara positif (menguntungkan) maupun negatif (tidak membantu).
Stakeholder sekunder adalah mereka yang memiliki pengaruh sedang dalam
proses penyelesaian proyek.
Menurut Allen dan Kilvington (2001) dan Social Development
Department (1995), analisis stakeholder adalah suatu identifikasi pihak-pihak
utama, pelaku proyek, analisis kepentingan, dan bagaimana kepentingan tersebut
berpengaruh terhadap suatu program serta pengaruh yang ditimbulkan atas
kepentingan tersebut terhadap resiko dan keberlangsungan suatu proyek. Analisis
stakeholder merupakan suatu tahap yang diperlukan untuk membangun hubungan
yang diperlukan untuk kesuksesan suatu program atau kebijakan dan memberikan
kontribusi terhadap pola pengelolaan melalui kerangka pemikiran yang logis, dan
dengan membantu mengidentifikasi pola partisipasi stakeholder yang tepat.
Analisis

stakeholder

juga

dapat

membantu

inisiator

program

untuk

memperkirakan lingkungan sosial dimana mereka akan bekerja sehingga dapat
menyusun sekumpulan langkah yang diperlukan untuk kesuksesan program atau
kebijakan yang akan dijalankan.
Analisis

stakeholder

merupakan

suatu

ringkasan

yang

mampu

menggambarkan para pihak yang mempengaruhi dan terkena dampak pada suatu
sistem pengelolaan (Harding, 2002).

Content Analysis
Kripendorff dalam Mayring (2000) menjelaskan bahwa content analysis
sebagai penggunaan metode yang valid dan dapat ditiru untuk membuat rujukan
secara spesifik dari tulisan kepada pernyataan lain dari sumber yang sama.
Selanjutnya Kripendorff (1980) menyebutkan bahwa content analysis mampu
menjelaskan pembacaan secara sistematik dari sebuah tulisan, gambar, dan
simbol, dan tidak harus berdasarkan perspektif dari seorang penulis atau ahli.

19

Ekosistem Gua
Gua menurut definisi Union Internationale de Speleologie (UIS) dalam
Kartiwa (1997) adalah ruangan di bawah tanah yang dapat dimasuki orang.
Pengertian gua juga mencakup ruangan-ruangan yang lebih kecil, misalnya
rekahan-rekahan, celah-celah yang biasa terdapat dalam batu gamping (Ko dalam
Kartiwa, 1997)
Gua menunjang kehidupan binatang yang melimpah dan komunitas fauna
yang khas. Binatang-binatang gua dapat dibedakan dalam tiga golongan:


Troglobit, atau jenis-jenis obligat gua, yang hanya dapat mempertahankan
hidupnya di dalam lingkungan gua;



Troglofil, jenis-jenis yang hidup dan berkembang biak di dalam gua,
tetapi juga ditemukan di habitat mikro di luar gua, yang gelap dan lembab
seperti di dalam gua;



Trogloksen, atau jenis-jenis yang secara teratur memasuki gua unuk
berlindung, tetapi biasanya mencari makan diluar gua. Burung walet gua
dan kelelawar termasuk dalam golongan ini dan menempati pusat jaringjaring kehidupan gua (MacKinnon et al., 2000)
Pemasok makanan utama bagi fauna gua adalah burung-burung walet dan

kelelawar, yang mencari makan di hutan sekeliling gua tetapi bertengger dan
bersarang di dalam gua. Binatang-binatang lain dalam komunitas gua secara
langsung atau tidak langsung bergantung pada kelelawar dan walet yang
menggunakan gua sebagai tempat berlindung (MacKinnon et al., 2000)
Secara fisik, gua merupakan cover bagi burung walet. Menurut Marzuki et
al. dalam Kartiwa (1997), gua mempunyai tiga bagian penting yaitu:
1. Area untuk berputar-putar (roving area)
2. Ruangan untuk berputar-putar (roving room)
3. Ruangan untuk beristirahat (resting room)
Roving area adalah bagian dari cover burung walet, yang berupa lapangan
tempat berputar-putarnya burung walet sebelum memasuki gua. Roving area
berada di depan mulut gua dengan ukuran minimal 3m x 3m. Roving room adalah
ruangan tempat burung walet berputar-putar sebelum keluar gua yang terletak di

20

dekat mulut gua. Resting room adalah tempat burung walet beristirahat,
membangun sarang dan berkembang biak.
Profil dinding gua menentukan lokasi sarang di dalam gua. Profil dinding
gua yang disukai adalah yang memiliki tonjolan-tonjolan pendek yang
menggantung. Pada dinding gua yang basah, sarang yang terbentuk kurang kuat,
lembek, dan lekas berubah warna dari putih menjadi kecoklatan (Soeparmo dalam
Kartiwa, 1997)
Menurut Francis dalam Kartiwa (1997), ukuran gua dapat mempengaruhi
kelembaban dan kecepatan keringnya sarang sehingga akan berpengaruh terhadap
sarang yang dihasilkan. Gua yang kecil (small cave) mempunyai variasi
lingkungan internal yang rendah dengan kelembaban tinggi dan suhu relatif tetap
sehingga sarang yang dihasilkan tidak mudah kering. Gua yang besar atau lebar
(large cave) memiliki fluktuasi lingkungan internal tinggi dengan temperatur
tinggi dan kelembaban relatif rendah, sehingga sarang yang dihasilkan cepat
kering.

Burung Walet
Walet merupakan pemakan serangga di udara, dan sambil terbang
menangkap semua mangsanya. Mereka merupakan penerbang yang efisien dan
terbang terus-menerus bila berada di luar gua, sering mencari makan dalam jarak
yang cukup jauh. Misalnya kebanyakan walet yang bertengger di Pulau
Mantanini, Sabah, terbang ke daratan utama (Kalimantan) untuk mencari makan,
menempuh jarak sejauh 20 km sekali terbang (Francis dalam MacKinnon et al.,
2000)
Seperti kelelawar, kebanyakan walet gua mampu melakukan ekholokasi.
Kemampuan berekholokasi memungkinkan burung walet untuk bersarang
didalam serambi gua yang gelap, yang melindungi mereka dari cuaca luar dan
relatif aman dari pemangsa. Karena mereka dapat mengarungi jalan masuk gua
serta serambi-serambinya dalam kegelapan penuh, mereka mampu mencari makan
dalam jarak yang jauh dan sering kembali ke gua beberapa jam setelah matahari
terbenam. Karena sistem ekholokasinya sangat efisien, burung walet dapat
ditemukan sejauh 4 km di dalam Gua Mulu, Serawak, Malaysia. Dari semua jenis

21

walet Borneo penghuni gua, hanya walet perut putih (Collocalia esculenta) yang
tidak dapat berekholokasi. Oleh karena itu burung walet ini biasanya bersarang di
jalan masuk gua atau di ruangan dengan penerangan yang relatif baik, sehingga
dikebanyakan gua tempat-tempat berkembang biaknya tidak tumpang tindih
dengan tempat berkembang biak jenis walet lain (Francis dalam MacKinnon et
al., 2000)
Burung walet membuat sarang dari ludah yang dihasilkan sebagai benangbenang halus oleh kelenjar ludah yang terdapat di bawah lidah, kelenjar ini
membesar selama musim pembangunan sarang, dan semua jenis pasti
menggunakan sejumlah air ludahnya yang lengket untuk pembuatan sarang.
Burung walet sarang lumut mempunyai ludah yang paling lunak dan memerlukan
semacam penopang yang menonjol untuk menyangga sarangnya. Baik walet
sarang hitam maupun walet perut putih mempunyai pengikat sarang yang yang
sangat kuat, dan sering membuat sarangnya pada langit-langit gua atau di bawah
suatu bagian yang menjorok, sering dengan beberapa sarang yang berlekatan satu
sama lain (MacKinnon et al., 2000)
Sarang burung yang dapat dimakan hanya dihasilkan oleh dua jenis di
antara burung-burung walet gua, yaitu burung walet sarang hitam Aerodramus
maximus dan walet putih Aerodramus fuciphagus. Sarang burung hanya dipanen
pada waktu-waktu tertentu dalam musim perkembangbiakan, sekali pada awal
musim karena burung akan membangun kembali sarangnya, kemudian sekali lagi
pada akhir musim, bila sebagian besar walet muda telah meninggalkan sarang.
Meskipun demikian, biasanya tetap terjadi kerugian yang cukup besar karena telur
pecah dan anak-anak burung mati (MacKinnon et al., 2000)
Di beberapa tempat, sarang dapat dicapai dengan galah dari tanah. Di
tempat lain dibangun jaring-jaring tangga bambu yang tinggi supaya pemanen
dapat mencapai tempet-tempat tertinggi. Di dalam Gua Besar di Niah, Sarawak,
para pemanen memanjat galah-galah tegak lurus dari bambu yang disambungsambung sampai ketinggian yang mengerikan yaitu 50 m atau lebih. Sarang
dilepaskan dengan menggunakan pisau yang dipasang pada galah yang panjang,
dan pemanen juga membawa obor yang menyala untuk menerangi pekerjaan yang
sangat berbahaya ini (Francis dalam MacKinnon et al., 2000)

22

Sarang-sarang burung walet sarang hitam merupakan sarang burung yang
lazim dikumpulkan. Di dalam sarang hitam ini terdapat bulu-bulu di dalam ludah
dan harus dibersihkan dengan hati-hati sebelum sarang burung itu dimasak. Selain
itu, terdapat sarang yang lebih mahal dan lebih jarang yaitu yang terbuat dari
ludah murni (MacKinnon et al., 2000)
Melalui cara pengumpulan yang bijaksana, hasil yang berharga ini
seharusnya dapat dipanen secara berkelanjutan. Namun di gua-gua yang dipantau
dari dekat, seperti Gua Gomantang dan Gua Nipah, populasi burung walet
tampaknya mengalami penurunan. Dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk dan pencapaian gua yang lebih mudah serta perubahan tataguna lahan,
maka tekanan pada sumberdaya yang berharga ini akan meningkat, sehingga
strategi pengelolaan yang bijaksana perlu dikembangkan antara lain dengan
memperhitungkan biologi perkembangbiakan dan keperluan makanan bagi
burung-burung tersebut (MacKinnon et al., 2000)

Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet
Pemanenan sarang walet biasanya dibagi ke dalam 3 tahap yaitu tahap
persiapan,

pelaksanaan

dan

pengumpulan

serta

penimbangan

sarang.

Perlengkapan yang digunakan antara lain lilin yang terbuat dari sarang lebah
(bee’s wax), lampu parafin, jala atau matras untuk menadah sarang yang jatuh, tali
dan rotan untuk memanjat, serta kantung atau karung. Alat untuk mengunduh
sarang berupa galah terbuat dari bambu/kayu yang panjangnya disesuaikan
dengan kebutuhan dan dibagian ujungnya dipasangi alat berupa lempengan besi
yang diikat dengan rotan (Solihin et al., 1999a)
Waktu yang diperlukan dalam pemanenan sarang tergantung pada kondisi
tempat peletakan sarang dan jumlah sarang yang akan dipanen. Pemanenan sarang
walet dilaksanakan pada siang hari, pada saat walet mencari makan dengan tujuan
agar kegiatan pemanenan tidak terlalu mengganggu terutama pada malam harinya
saat walet beristirahat. Sarang yang sudah jatuh, selanjutnya dipungut oleh pekerja
yang bertugas mengumpulkan sarang. Untuk pengumpulan sarang putih biasanya
dibawah orang yang menjulok dipasangi matras yang dipegang oleh 4 orang

23

dengan tujuan agar sarang tidak terkotori oleh kotoran walet (Solihin et al.,
1999a)

Sistem Pengelolaan Gua Walet Alam
Pengelolaan gua walet di Desa Suwaran, Kabupaten Berau, Kalimantan
Timur dibagi kedalam 3 jenis yakni hak milik, paktar atau lelang, dan konservasi
(Solihin et al., 1999b). Pengelolaan secara hak milik dilakukan oleh masyarakat
yang pertama kali menemukan gua tempat walet bersarang. Pengelolaan cara ini
dinilai lebih bijaksana terhadap lingkungan karena didasarkan pada kaidah-kaidah
pengelolaan yang diturunkan oleh nenek moyangnya yang didorong oleh rasa
memiliki, sehingga populasi walet di alam tidak terlalu terganggu keberadaannya.
Mengingat sarang burung walet merupakan komoditas yang sangat
menguntungkan, maka Pemda mengambl alih hak pengelolaan walet dan
dijadikan sebagai salah satu sumber PAD. Pengelolaan cara ini memberikan
kesempatan kepada masyarakat umum untuk mengelola karena Pemda melelang
hak pengelolaannya. Sistem lelang membuat pengelola memanen sarang walet
sebanyak-banyaknya dalam periode hak pengelolaan, sehingga populasi walet
menurun karena walet tidak diberikan waktu untuk beregenerasi.
Pengelolaan dengan sistem lelang diterapkan di Gua Karangbolong, Gua
Pasir, dan Gua Karangduwur, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen
(Kedaulatan-rakyat.com, 2005). Pengelolaan dilakukan dengan memberikan
kontrak kepada masyarakat yang memenangkan hak kelola, dengan membayar
sejumlah uang kontrak selama satu tahun. Pengelola yang memenangkan hak
lelang berhak untuk mengelola sarang burung walet selama satu tahun dan
berkewajiban melakukan pelestarian.
Dampak dari sistem lelang terhadap populasi walet sangat besar, sehingga
pemerintah pusat, dalam hal ini Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam (PHPA) Departemen Kehutanan mengganti dengan pola
pengelolaan secara konservasi melalui cara pemanenan yang lestari. Keputusan ini
ditetapkan melalui SK Dirjen PHPA No. 25/Kpts/DJ-VI/1997 tertanggal 3 Maret
1997 yang dikuatkan dengan SK Dirjen PHPA No. 73/Kpts/DJ-VI/1998

24

tertanggal 8 Mei 1998 tentang Pengelolaan Sarang Walet secara Konservasi (Bina
Kawasan Suaka Alam dan Konservasi Flora Fauna dalam Solihin et al., 1999b)
Menurut James (2003), pengelolaan sarang burung walet yang dilakukan
di Gua Niah, Malaysia, mengalami penurunan produksi sebesar 96 persen sejak
tahun 1935 sampai 2002. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan yang dilakukan
tidak memperhatikan aspek kelestarian serta belum adanya peraturan perundangan
yang

mengatur

kegiatan

pengelolaan

sarang

burung

walet.

Untuk

menanggulanginya, pemerintah negara bagian Serawak melarang pemanenan
sarang burung walet dari tahun 1989 sampai 1996. Selanjutnya pemerintah
mengeluarkan peraturan pengelolaan sarang burung walet dengan ketentuan tidak
memanen sarang burung walet selama 4 bulan penuh. Setelah masa pembiakan
selama 4 bulan tesebut, pengelolaan dapat dilanjutkan.

Peraturan yang Berkaitan dengan Pengelolaan Sarang Burung Walet
Dalam kegiatan pengelolan sarang burung walet, terdapat beberapa
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah baik daerah maupun pusat
untuk mengatur kegiatan pengelolaan sarang burung walet agar kegiatan
pengelolaannya mendapatkan hasil yang lestari dan berkelanjutan.

Perda No. 11/2000 tentang Pedoman dan Pengusahaan Sarang Burung
Walet
Peraturan daerah ini dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Kapuas Hulu yang daerahnya terdapat banyak kegiatan pengumpulan
sarang burung walet. Perda ini mengatur kegiatan pengelolaan sarang
burung walet yang dikelola oleh masyarakat dan mengatur besarnya pajak
retribusi yang harus dibayar kepada Pemerintah Daerah.

25

Kepmen No.100/2003 tentang Pedoman Pemanfaatan Sarang Burung
Walet
Keputusan Menteri Kehutanan ini dikeluarkan untuk memberikan
pedoman kepada pengelola sarang burung walet tentang tata cara
pelaksanaan pengelolaan sarang burung walet. Dalam Kepmen ini juga
dibahas mengenai keterlibatan kepala daerah serta kepala balai Taman
Nasional setempat yang wilayahnya terdapat sarang burung walet yang
dikelola oleh masyarakat.

26

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kantor Balai Taman Nasional Betung Kerihun
(Balai TNBK), Kompleks Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, dan Desa
Tanjung Lokang, Taman Nasional Betung Kerihun. Penelitian dilakukan selama
bulan Oktober 2005.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Panduan wawancara
2. Peta kawasan TNBK
Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Alat tulis
2. Kamera
3. Tape recorder

Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode:
1. Metode pengamatan (observation), yaitu dengan mengamati secara langsung
gua sarang walet yang berada di dalam kawasan TNBK dan mengamati
pengelolaan berupa pemanenan sarang dan penjagaan gua.
2. Metode wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu wawancara kepada
informan yaitu pihak Pemda, TNBK, dan masyarakat pengelola sarang walet
secara mendalam secara berulang untuk memahami jawaban dari pertanyaan
yang diajukan secara luwes, terbuka, tidak baku dan informal.
3. Studi pustaka. Studi ini dilakukan untuk menunjang keabsahan dan
pendalaman data untuk menganalisis data yang akan dilakukan.

27

Penggambaran mengenai metode penelitian dapat dilihat pada diagram alir
metode penelitian (Gambar 1).

Pengumpulan Data :
Wawancara, Observasi, Studi Pustaka

Pengelompokan Data
- penyederhanaan data
- penggolongan data

Analisis Stakeholder
- Identifikasi Stakeholder
- Kepentingan Stakeholder
- Konflik Kepentingan
- Hubungan Antar Stakeholder
- Kapasitas Stakeholder
- Jenis Partisipasi
(Allen & Kilvington, 2001)

Content Analysis
- Identifikasi Muatan Kebijakan
- Identifikasi Ketimpangan Kebijakan

Penyajian Data
- Naratif
- Bagan
- Deskriptif
- Tabel

PENARIKAN KESIMPULAN

Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian

28

Data yang dikumpulkan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kerangka Matriks Pengumpulan Data
Parameter

Kebijakan
Pengelolaan
Sarang Walet

Kondisi Umum
Lokasi Penelitian

Pemilikan

Variabel
Kompleks
Penerapan
Kebijakan
Keterlibatan
Pembuatan
Kebijakan
Peraturan dan
Kebijakan
tentang Sarang
Burung Walet

Variabel
sederhana
Sosialisasi,
Verifikasi

Wawancara

-

TNBK, Pemda,
Masyarakat

Wawancara

-

TNBK, Pemda,
dan sumber
lainnya

Studi Pustaka

-

Keadaan sosial
dan ekonomi
masyarakat

-

Sejarah

Status
Verifikasi
Konflik

Kendala dan
Upaya
Penanganan

Pengelolaan
Sarang Walet

Upaya
Pelestarian
Pembinaan
Pengamanan
Pemanenan

Pasca
Panen/Pengolahan

Pemasaran

Perlakuan
Proses
Produk
Kualitas dan
Kuantitas
Harga
Tataniaga
Keuntungan

Gua

Letak dalam
kawasan

Teknik

TNBK, Pemda,
Masyarakat

Luas

Cara
mendapatkan
Legalitas
Kepemilikan

Sumber

Pencurian
Penurunan
Populasi Burung
Walet
Teknik
Pemanenan,
Pembinaan
Penyuluhan
-

TNBK, Pemda
dan sumber
lainnya
TNBK, Pemda,
Masyarakat dan
sumber lainnya
TNBK, Pemda,
Masyarakat
TNBK, Pemda,
Masyarakat
TNBK, Pemda,
Masyarakat
TNBK, Pemda,
Masyarakat
TNBK, Pemda,
Masyarakat

Wawancara dan
studi pustaka
Wawancara dan
studi pustaka
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara

Masyarakat

Wawancara

TNBK, Pemda,
Masyarakat

Wawancara

TNBK, Pemda,
Masyarakat
TNBK, Pemda,
Masyarakat

Wawancara
Wawancara

Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat

Pengamatan
langsung
Wawancara
Wawancara
Wawancara

-

Masyarakat

Wawancara

-

Masyarakat
TNBK, Pemda,
Masyarakat
TNBK, Pemda,
Masyarakat

Wawancara

Teknik
Pemanenan
-

Pembagian
Keuntungan
Jarak dari desa
Tanjung
Lokang, jarak
antar gua

Masyarakat

-

Wawancara
Wawancara
Pengamatan
langsung

29

Analisis Data

Analisis Deskriptif Kualitatif
Perolehan data berupa catatan-catatan dari hasil pengamatan langsung
(observasi) di lapangan, wawancara mendalam dengan responden yang
berkompeten dan studi pustaka/literatur akan dianalisis berdasarkan tiga jalur
analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang
dan terus-menerus.
Reduksi data dilakukan dengan menyederhanakan data yang diperoleh dari
lapangan dengan meringkas dan menggolongkannya. Kegiatan ini dilakuka

Dokumen yang terkait

PENGARUH PROMOSI JABATAN TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGRI SIPIL (Studi Pada Pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat)

1 22 2

Perencanaan Penggunaan Lahan Untuk Penembangan Pertanian Studi Kasus di Wilayah Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat

0 4 100

Penilaian Potensi Wilayah untuk Perencanaan Pengembangan Pertanian (Studi Kasus di Kabupaten Sanggau, Propinsi Kalimantan Barat)

0 22 105

PengaruhpenebanganTerhadap Suksesi Hutan Alam Mangrove Di Propinsi Kalimantan Barat (Studi Kasus Di Uph Pt Inhutani Ii, Kabupaten Pontiaoak., Kalimantan Barat)

0 9 118

Penyebaran dan Karakteristik Tempat Tumbuh Pohon Tembesu (Fragraea fragrans Roxb.) (Studi Kasus di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kapuas Hulu Kalimantan Barat).

0 13 240

Peranan Perempuan Dalam Pengelolaan Tembawang Di Desa Sungai Mawang, Kecamatan Puring Kencana, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat

2 51 105

PENUTUP PENGARUH KUALITAS LAYANAN KOPERASI CREDIT UNION TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN STUDI KASUS : KECAMATAN PUTUSSIBAU KABUPATEN KAPUAS HULU PROPINSI KALIMANTAN BARAT, TAHUN 2012.

0 2 27

PERANCANGAN JEMBATAN BAJA SUI. DAK KABUPATEN SINTANG PROPINSI KALIMANTAN BARAT PERANCANGAN JEMBATAN BAJA SUI. DAK KABUPATEN SINTANG PROPINSI KALIMANTAN BARAT.

0 5 22

MODEL KEPEMIMPINAN CAMAT UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PEGAWAI DI KECAMATAN KAPUAS BARAT KABUPATEN KAPUAS PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

0 0 5

GEREJA DAN MANDAT SOSIAL POLITIK. (Kesenjangan pendidikan refleksi 500 tahun reformasi gereja dalam konteks di Kalimantan Barat)

0 12 15