Sejarah Perkembangan Onan Nainggolan (1965 – 1998) Di Samosir

(1)

SEJARAH PERKEMBANGAN

ONAN

NAINGGOLAN

(1965 – 1998) DI SAMOSIR

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA : SHOJI. L. NAHOR

NIM

: 070706019

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

SEJARAH PERKEMBANGAN ONAN NAINGGOLAN (1965 – 1998) DI SAMOSIR

Yang diajukan oleh : Nama : Shoji. L. Nahor NIM : 070706019

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh : Pembimbing

Drs. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal : NIP. 196409221989031001

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M. Hum Tanggal: NIP. 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

SEJARAH PERKEMBANGAN ONAN NAINGGOLAN (1965 – 1998) DI SAMOSIR

Skripsi Sarjana Yang diajukan oleh:

NAMA : Shoji. L. Nahor NIM : 070706019

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh: Pembimbing

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP. 196409221989031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Lembar Persetujuan Ketua Departemen

Disetujui oleh:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN ILMU BUDAYA

Ketua Departemen

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP. 196409221989031001


(5)

Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia UJian Di terima oleh

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana

Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Pada :

Hari :

Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 19511013197603100

Panitia Ujian

No Nama Tanda tangan

1 Drs. Edi Sumarno, M.Hum ( ...) 2 Dra. Nurhabsyah, M.Si ( ...) 3 Drs. Samsul Tarigan ( ...) 4 Dra. Penina Simanjuntak, M.Si ( ...) 5 Dra. Farida Hanum Ritonga, M. SP ( ...)


(6)

Ucapan Terima Kasih

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah member Ikan karunia kesehatan, kesempatan, kekuatan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan tenaga, pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Amang (M. L.Nahor ) dan inang (N. Br.Parhusip) tersayang, yang telah merawat,membesarkan, mendidik, dan selalu menyayangi dan mendoakan penulis senantiasa dengan penuh cinta. Adik tercinta (Sarifa dan Tika) selalulah hormat pada orang tua, serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, beserta Pembantu Dekan I Dr. M. Husnan Lubis, M.A, Pembantu Dekan II Drs. Samsul Tarigan, dan Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Edi Sumarno, M. Hum sebagai Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan yang juga sebagai Dosen Pembimbing penulis yang telah sangat sabar dan tanpa


(7)

henti-hentinya memberikan wejangan dan nasehat bagi penulis walaupun penulis belum bisa menjadi anak didik yang baik.

4. Ibu Dra. Nurhabsyah selaku Sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan juga selaku dosen.

5. Ibu Dra. Junita Setiana Ginting M,Si sebagai Dosen Penasehat Akademik penulis yang telah sabar memperhatikan bahkan membantu penulis semasa perkuliahan.

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen penulis khususnya di Departemen Sejarah. Semoga ilmu yang diberikan dapat penulis amalkan, juga kepada Bang Ampera selaku Tata Usaha Departemen Sejarah(terimakasih atas arahannya )

7. Kepada Tulang dan Nantulang (Urat,Tangerang, Sibolga, Sunggal, Menteng dan Marindal) yang senantiasa memberikan dukungan spiritual kepada penulis yang senantiasa mendoakan penulis dalam setiap hal penulis jalani

8. Kepada lae Janu, Bang Poltak, Bang Dedi, Bang Tua, Bang Frans, Gonlis, Kakak Pelita, Kakak Romasi, Kakak Noren dan Appara Dody yang selalu menghibur penulis dan mengingatkan penulis supaya mengerjakan skripsinya.

9. Seluruh kawan-kawan Mahasiswa Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan serta abang-abang senior yang menjadi penasehat penulis yang senantiasa memberikan masukan positif demi terselesaikannya skripsi penulis, dan juga adik-adik junior satu pesan


(8)

penulis”kuatkan dulu internal stambuk setelah itu kemudian eksternal stambuk”.

10.Kepada semua pihak yang ikut serta membantu penulis dalam pengerjaan skripsiyang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah bersedia memberikan dukungan kepada penulis baik dukungan moral maupun dukungan spiritual yang sangat berguna bagi penulis

Dengan rasa suka cita penulis mohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberkati dalam melakukan pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari. Sekali lagi penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini

Medan, Oktober 2013

Penulis


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita. Hingga saat ini penulis masih diberikan rejeki yang berlimpah ruah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan dan meraih gelar program sarjana pada Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul, SEJARAH PERKEMBANGAN ONAN NAINGGOLAN ( 1965 – 1998 ) DI SAMOSIR.

Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis sendiri

Medan, Oktober 2013

Penulis

NIM: 070706019 ( Shoji. L. Nahor )


(10)

DAFTAR ISI Halaman Judul

Lembar Pengesahan ………. i

Ucapan Terimakasih ………. v

Kata Pengantar ……… vii

Daftar Isi ………... viii

Abstrak ……… x

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2 Rumusan Masalah ………. 5

1.3 Tujuan Dan Manfaat ………. 6

1.4 Tinjauan Pustaka ………... 7

1.5 Metode Penulisan ……….. 8

BAB II Onan Nainggolan Sebelum Tahun 1965 2.1 Wilayah Dan Geografis ………. 9

2.2 Kondisi Masyarakat ……… 12

2.3 Keadaan Onan Nainggolan Sebelum Tahun 1965...………. 17

BAB III Perkembangan Onan Nainggolan ( 1965 – 1998 ) 3.1 Kondisi Fisik ……… 24

3.2 Pengelolaan Onan Nainggolan ……… 29

3.3 Aktifitas Onan Nainggolan ……….. 30

3.4 Permasalahan Yang Dihadapi Di Onan Nainggolan ………... 32

BAB IV Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Onan Nainggolan 4.1 Transportasi ……… 36

4.1.1 Transportasi Darat ……… 36

4.1.2 Transportasi Air ……… 40

4.2 Infrastruktur ……… 46

4.2.1 Pelabuhan ……… 47

4.2.2 Jalan Raya ……… 49


(11)

4.2.4 Bangunan Pendukung ……… 54 BAB V Peranan Onan Nainggolan Terhadap Masyarakat Sekitar

5.1 Pemenuhan Kebutuhan Hidup ……… 56 5.2 Pusat Interaksi ……… 62 5.3 Pusat Informasi ……… 67 BAB VI Kesimpulan Dan Saran

6.1 Kesimpulan ……… 71

6.2 Saran ……… 75

Daftar Pustaka Daftar Informan Daftar Lampiran

Abstrak

Pasar tradisional merupakan sarana pertemuan masyarakat dalam melakukan aktifitas dagang dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Dengan adanya pasar tradisional, keberadaan masyarakat desa sangat terbantu bukan hanya dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup saja., melainkan dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan pasar tradisional tidak berdiri begitu saja, akan tetapi atas keinginan masyarakat yang bekerjasama dengan pemerintah dalam hal pembangunannya.

Onan Nainggolan adalah salah satu pasar tradisional yang keberadaannya masih bertahan hingga sekarang. Onan Nainggolan awalnya hanya sebuah lahan kosong yang selanjutnya dalam perkembangannya mengalami kemajuan baik dari perkembangan kondisi fisik pasar dan perkembangan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan Onan Nainggolan telah ikut serta mendorong pembangunan sarana dan prasarana pendukung seperti adanya perbaikan jalan dan pembangunan pelabuhan. Dapat dikatakan bahwa pesatnya perkembanganm Onan Nainggolan telah memberikan dampak yang begitu besar terhadap pembangunan dan peningkatan ekonomi masyarakat.

Dalam hal penulisan skripsi, penulis menggunakan metode penelitian yaitu, heuristik (tahap pengumpulan data/sumber), kritik sumber ( tahap penyeleksian sumber-sumber yang diperoleh), interpretasi (tahap penafsiran dan analisis sumber), dan historiografi (tahap penulisan)

Skripsi ini bersifat deskriptif naratif, dimana penulis mencoba mengungkapkan data maupun menceritakan keseluruhan secara mendetail mengenai SEJARAH PERKEMBANGAN ONAN NAINGGOLAN (1965-1998 )DI SAMOSIR.


(12)

4.2.4 Bangunan Pendukung ……… 54 BAB V Peranan Onan Nainggolan Terhadap Masyarakat Sekitar

5.1 Pemenuhan Kebutuhan Hidup ……… 56 5.2 Pusat Interaksi ……… 62 5.3 Pusat Informasi ……… 67 BAB VI Kesimpulan Dan Saran

6.1 Kesimpulan ……… 71

6.2 Saran ……… 75

Daftar Pustaka Daftar Informan Daftar Lampiran

Abstrak

Pasar tradisional merupakan sarana pertemuan masyarakat dalam melakukan aktifitas dagang dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Dengan adanya pasar tradisional, keberadaan masyarakat desa sangat terbantu bukan hanya dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup saja., melainkan dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan pasar tradisional tidak berdiri begitu saja, akan tetapi atas keinginan masyarakat yang bekerjasama dengan pemerintah dalam hal pembangunannya.

Onan Nainggolan adalah salah satu pasar tradisional yang keberadaannya masih bertahan hingga sekarang. Onan Nainggolan awalnya hanya sebuah lahan kosong yang selanjutnya dalam perkembangannya mengalami kemajuan baik dari perkembangan kondisi fisik pasar dan perkembangan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan Onan Nainggolan telah ikut serta mendorong pembangunan sarana dan prasarana pendukung seperti adanya perbaikan jalan dan pembangunan pelabuhan. Dapat dikatakan bahwa pesatnya perkembanganm Onan Nainggolan telah memberikan dampak yang begitu besar terhadap pembangunan dan peningkatan ekonomi masyarakat.

Dalam hal penulisan skripsi, penulis menggunakan metode penelitian yaitu, heuristik (tahap pengumpulan data/sumber), kritik sumber ( tahap penyeleksian sumber-sumber yang diperoleh), interpretasi (tahap penafsiran dan analisis sumber), dan historiografi (tahap penulisan)

Skripsi ini bersifat deskriptif naratif, dimana penulis mencoba mengungkapkan data maupun menceritakan keseluruhan secara mendetail mengenai SEJARAH PERKEMBANGAN ONAN NAINGGOLAN (1965-1998 )DI SAMOSIR.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan suatu wilayah tidak dapat dilepaskan dari peranan pasar karena tempat ini merupakan salah satu pusat konsentrasi yang turut memberikan sumbangan pembangunan suatu wilayah. Adanya pasar akan menguntungkan kehidupan masyarakat dalam segala sektor. Di samping itu, pasar juga memberikan kemudahan dan keperluan penduduk dalam memperoleh kebutuhannya.

Kabupaten Samosir terdiri dari 9 kecamatan, 6 kecamatan berada di Pulau Samosir di tengah Danau Toba dan 3 kecamatan berada di lingkar luar Danau Toba tepat pada punggung pegunungan Bukit Barisan, yakni Kecamatan Harian, Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan Onan Runggu, Kecamatan Palipi, Kecamatan Pangururan, Kecamatan Ronggur Ni Huta, Kecamatan Simanindo, dan Kecamatan Sitiotio.

Kecamatan Nainggolan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Samosir di sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Palipi, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Onan Runggu kemudian sebelah selatan berbatasan dengan pantai dan sebelah utara dengan desa Sirumahombar. Nainggolan terletak di daerah pinggiran pantai Danau Toba. Di sekitar daerah pantai, tepatnya di daerah pelabuhan akan ditemui pasar (onan) Nainggolan yang juga merupakan daerah pusat kota kecamatan Nainggolan.


(14)

Kata Onan berasal dari bahasa Batak Toba yang terdiri dari dua suku kata yaitu “on” dan “an” yang artinya ini dan itu. Secara umum dapat diartikan bahwa

Onan berarti proses memilih barang yang akan dibeli di pasar atau yang sering disebut masyarakat Batak Toba dengan sebutan Onan. Kata ini telah sejak lama dipergunakan oleh masyarakat Batak Toba jika mereka hendak membeli barang-barang keperluan mereka ke pasar (onan).

Pasar sebagai tempat pertemuan transaksi antara pedagang dan pembeli dalam satu produk mempunyai arti penting bagi pertumbuhan perekonomian penduduk lokal daerah, baik secara langsung maupun tidak.1

Kegiatan berdagang merupakan salah satu bentuk yang dilakukan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Kegiatan ini dilakukan di mana saja dan salah satunya dilakukan di pasar. Berbicara mengenai kegiatan ekonomi tidak terlepas dari faktor yang mendukung adanya kegiatan perdagangan. Kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar karena didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, misalnya: transportasi, produk yang diperdagangkan, dan terutama tempat berlangsungnya kegiatan, yaitu pasar. Bagi pedagang, pasar merupakan tempat bekerja untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pasar akan memungkinkan berkembangnya tingkat dan taraf ekonomi masyarakat karena mampu memberikan lowongan pekerjaan dalam upaya peningkatan taraf hidup. Pasar adalah salah satu tempat yang paling ramai, bahkan disebut sebagai pusat kota. Dalam hal ini pasar menjadi kebutuhan akan pertukaran perekonomian masyarakat.

1 Muhajir Utomo

, Dampak Pengembangan Ekonomi (Pasar) Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat, Jakarta: Pradnya Paramitha, 1996, hal. 77S


(15)

Kegiatan perdagangan awalnya dilakukan dengan sistem barter pada daerah yang terbuka (barang ditukar dengan barang). Pasar yang merupakan kegiatan jual beli itu biasanya :(1) terletak di tempat yang mudah didatangi dari berbagai arah;(2) berlangsung pada waktu tentu;(3) mengutamakan benda- benda keperluan untuk rumah tangga.

Keberadaan pasar ada pada masyarakat di mana saja, termasuk pada masyarakat Batak Toba. Biasanya masyarakat Batak Toba menyebut pasar dengan istilah Onan. Sebagai pusat aktivitas ekonomi di daerah-daerah, Onan terdapat di hampir setiap wilayah yang didiami sub etnik Batak Toba di Tapanuli. Salah satu

Onan tersebut adalah Onan Nainggolan yang terletak di Pulau Samosir. Onan ini terletak di Kecamatan Nainggolan yang merupakan salah satu kecamatan dari sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir2

Onan Nainggolan, dari informasi sementara yang didapat, diperkirakan telah ada sejak tahun 1936. Sebelum Onan Nainggolan ini ada, sarana pertemuan untuk masyarakat Nainggolan untuk melakukan pertukaran barang harus ke Desa Silaban Kecamatan Palipi dengan kuda beban dan berjalan kaki. Hal ini bisa dilihat dari kenyataan bahwa kapal mesin masuk ke daerah Samosir pada tahun 1933 oleh Pastoran pada masa zending Katolik di Desa Silaban Kecamatan Palipi.

.

3

2

http://www.iannnews.com/ensiklopedia.php?prov=4&kota=42

Kapal inilah yang digunakan juga oleh Pastoran membantu masyarakat untuk digunakan sebagai pengangkutan manusia dan barang-barang hasil bumi.

3 Johannes Adrianto Pakpahan

, Sejarah dan Peranan Kapal Motor Pribumi Bagi Perekonomian Masyarakat di Onan Runggu (1942-1965), Medan :2010,hal 2


(16)

Sebelum adanya Onan Nainggolan, pertukaran barang dilakukan masyarakat yang tinggal di sekitarnya saja. Pemikiran masyarakat sekitar mengalami perubahan di tahun 1965 seiring munculnya pelabuhan di Onan Runggu. Menyusul dibangunnya pelabuhan kapal motor di Nainggolan. Kemajuan pesat terjadi atas pasar tersebut, di mana pelaku pertukaran barang antara penjual dan pembeli tidak hanya masyarakat sekitar Nainggolan itu saja tetapi sudah ada dari Balige, Parapat, Muara, Pangururan, dan Tigaraja .

Komoditas yang dipertukarkan di Onan Nainggolan adalah hasil bumi, berupa bawang, cabe, beras, jagung, barang-barang kerajinan, alat dapur, pakaian, dan lain sebagainya. Onan Nainggolan melakukan aktifitas pada setiap hari Senin dari pagi sampai dengan sore (saat ini berbeda pada tahun di bawah 1965 hanya dari pagi sampai dengan siang saja). Dari uraian di atas dapat dikatakan transportasi mempengaruhi perkembangan pasar (onan) Nainggolan.

Uraian tersebut di atas membuat penulis tertarik untuk mendalami kehidupan masyarakat Nainggolan. Karena salah satu pendorong utama perkembangan ekonomi dan aspek lainnya adalah pasar. Ruang lingkup temporal yang diambil adalah 1965-1998. Tahun 1965 adalah awal perkembangan pasar dengan sentuhan pelabuhan kapal motor pertama yang turut mendobrak perputaran ekonomi dengan masuknya orang-orang dari Balige, Parapat, Muara, Pangururan dan Tigaraja untuk berdagang. Penelitian ini diakhiri hingga tahun 1998,karena saat itu terjadi perubahan struktur bangunan Onan Nainggolan, Di mana pasar lama mengalami kebakaran dan dilakukan pembangunan kembali.


(17)

Dalam melakukan sebuah penelitian, yang menjadi landasan dari penelitian adalah akar masalah yang ada dalam topik yang dibahas.Adapun permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini tertuang dalam beberapa pertanyaan sebagai beriku:

1. Bagaimana kondisi Onan Nainggolan sebelum tahun 1965?

2. Bagaimana perkembangan Onan Nainggolan pada tahun 1965-1998?

3. Apakah yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Onan

Nainggolan pada tahun 1965-1998?

4. Bagaimana peranan Onan Nainggolan terhadap masyarakat sepanjang tahun 1965-1998.?

1.3 Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kondisi Onan Nainggolan sebelum tahun 1965

2. Menguraikan sejarah perkembangan Onan Nainggolan dari tahun 1965-1998 3. Menganalisis faktot-faktor yang mempengaruhi perkembangan Onan

Nainggolan dari tahun 1965-1998

4. Menjelaskan peranan Onan Nainggolan terhadap masyarakat sekitarnya periode 1965-1998

Di samping tujuan di atas, penelitian ini diharapkan akan menghasilkan manfaat sebagai berikut :

1. Menambah pengetahuan sekaligus memotifasi peneliti dalam menghasilkan karya historiografi serta memberikan referensi literatur


(18)

yang berguna terhadap dunia akademi, terutama dalam sosial Ilmu Sejarah guna membuka ruang penulisan sejarah yang berikutnya. 2. Menjadi suatu diskusi yang berguna bagi pemerintah dan masyarakat

dalam menyelenggarakan proses pembangunan di bidang sosial ekonomi

3. Bagi masyarakat Samosir, khususnya masyarakat Nainggolan, semoga dapat meningkatkan pengetahuan sejarah tentang Onan pertama yang ada di daerah tersebut.

1.4 TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka sangatlah diperlukan dalam suatu penelitian, karena berfungsi sebagai sumber pendukung penelitian sehingga hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan tidak keluar dari rumusan masalah yang telah dibuat. Oleh sebab itulah, relevansi literatur yang digunakan menjadi sebuah tuntutan dalam sebuah penelitian.

Muhajir Utomo dalam bukunya “Dampak Pengembangan Ekonomi (Pasar) Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat”, membahas tentang pengertian pasar beserta dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Ia berasumsi bahwa pasar merupakan pusat perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan perekonomian dapat dilihat dari aktifitas penduduk dalam membudidayakan lingkungan yang ada untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(19)

Selain itu beliau juga berasumsi bahwa dengan berkembangnya transportasi telah membawa dampak yang sangat besar terhadap perkembangan pasar di suatu daerah.

T. Dibyo Harsono dalam bukunya yang berjudul Dampak Pembangunan Ekonomi (Pasar) Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Daerah Sumatera Utara, membahas tentang bagaimana peranan pasar tradisional terhadap perkembangan taraf prekonomian masyarakat di daerah. Beliau juga menyatakan bahwa pasar tradisional ikut serta dalam pembangunan perekonomian di daerah, serta membuka lowongan pekerjaan baru yang berdampak pada peningkatan taraf hidup sosial ekonomi masyarakat.

Johannes Adrianto Pakpahan dalam skripsinya yang berjudul “Sejarah dan Peranan Kapal Motor Pribumi Bagi Perekonomian Masyarakat di Onan Runggu (1942-1965)”, membahas tentang bagaimana pengaruh kapal motor terhadap perkembangan suatu wilayah, masuk dalam perkembangan Onan Nainggolan. Beliau juga menyebutkan kapal motor turut mengambil peran dalam proses jual-beli di Onan

Nainggolan. Dengan kata lain kapal motor sebagai sarana transportasi masyarakat berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan Onan Nainggolan.

1.5 METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan-tahapan itu menurut Kuntowijoyo ada empat, sebagai berikut:4

4


(20)

1. Heuristik, yaitu pengumpulan data atau sumber melalui studi kepustakaan

(library research), yaitu mengumpulkan sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan penelitian (pengumpulan buku, majalah, maupun dari surat kabar), pengamatan (observasi) lapangan, ataupun studi wawancara yang ditujukan kepada orang atau oknum yang berkaitan dan ada hubungannya dengan kajian masalah yang kita tuliskan yang mana bertujuan untuk menemukan sumber-sumber yang diperlukan baik sumber primer maupun sekunder. Heuristic juga merupakan suatu keterampilan dalam merawat catatan-catatan. Dalam hal ini, tidak ada batasan terhadap pengumpulan sumber selama sumber tersebut masih berkaitan dengan masalah yang kita teliti.

2. Kritik sumber, yaitu usaha yang dilakukan peneliti untuk menyeleksi sumber atau bahan yang dikumpulkan, sehingga akan dihasilkan suatu nilai kebenaran dan keaslian sumber. Dengan kata lain, sumber atau data-data akan objektif. Kritik sumber ini dibedakan menjadi 2, yaitu kritik internal, yang menelaah dan menyeleksi kebenaran isi atau fakta baik yang bersifat tulisan (buku, artikel, dan arsip) maupun lisan (wawancara). Kritik sumber yang kedua adalah kritik eksternal, yang dilakukan dengan pengujian untuk menentukan keaslian sumber baik dari buku, maupun hasil wawancara. Hal ini dilakukan demi menjaga keobjektifan sebuah data.

3. Interpretasi, yaitu suatu tahap peneliti dalam hal menafsirkan atau menganalisis suatu sumber yang ditemukan. Hal ini dilakukan untuk berupaya menghilangkan kesubjektifitasan data, walaupun sebenarnya hal ini tidak


(21)

dapat dihilangkan secara total. Interpretasi ini diharapkan dapat menjadi data sementara sebelum peneliti menuangkannya dalam bentuk tulisan.

4. Historiografi, yaitu tahapan akhir dari sebuah penelitian, dimana dalam hal ini dilakukan suatu penulisan akhir dari fakta-fakta yang dilakukan secara sistematis dan kronologis untuk menghasilkan suatu tulisan sejarah yang ilmiah dan objektif. Historiografi ini merupakan hasil dari pengumpulan sumber, kritik (baik intern maupun ekstern), serta hasil dari interpretasi.


(22)

BAB II

ONAN

NAINGGOLAN SEBELUM TAHUN 1965

2.1 Wilayah dan Geografis

Nainggolan adalah sebuah wilayah di Samosir yang mayoritas penghuninya juga bermarga Nainggolan. Wilayah ini termasuk kedalam daerah adminitistratif Kabupaten Samosir pada tahun 2004, dimana sebelum terjadi pemekaran wilayah, Nainggolan masih tergabung kedalam Kecamatan Onan Runggu5

Sebelah Utara : Kecamatan Simanindo

. Adapun yang menjadi batas – batas wilayah dari daerah ini adalah:

Sebelah Selatan : Danau Toba

Sebelah Barat : Desa Urat, Kecamatan Palipi Sebelah Timur : Danau Toba

Secara keseluruhan daerah ini termasuk dalam kawasan Pulau Samosir yang secara geografis terletak pada 20.24 LU - 20.25 LU dan 98 21’BT - 99 55’ BT. Batas administratif dari wilayah Kabupaten Samosir dikelilingi oleh tujuh kabupaten, dengan batas – batasnya yaitu:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan

5

Pemda Tk. II Tapanuli Utara Kantor Sensus dan Statistik Tarutung, Onan Runggu Dalam Angka, 1990, Tarutung, Hal. 3


(23)

Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat

Sejarah Kabupaten Samosir, diawali dari sejarah terbentuknya Kabupaten Tapanuli Utara selaku induk dari beberapa Kabupaten pemekaran di wilayah Tapanuli Utara.

Kabupaten Samosir adalah hasil pemekaran dari induknya Kabupaten Toba Samosir yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No .36 Thn 2003 tentang pembentukan kabupaten. Dengan waktu yang bersamaan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara, yang diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia dengan sembilan kecamatan, seratus sebelas desa serta enam kelurahan.

Dengan lahirnya Undang-Undang No.12 Tahun 1998 tentang pembentukan daerah tingkat II Toba Samosir , akhirnya Kabupaten daerah tingkat II Toba Samosir di resmikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia pada tanggal 9 Maret 1999 di Medan. Setelah selama 5 tahun masuk ke dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir maka untuk mengembangkan wilayah Samosir menjadi lebih baik maka pada tahun 2004 untuk seluruh Pulau Samosir dan wilayah di sekitarnya dilakukan pemekaran wilayah menjadi Kabupaten Samosir.

Nainggolan awalnya adalah sebuah desa yang sebelum Samosir di pisahkan dari Kabupaten Toba samosir merupakan satu kecamatan dengan Onan Runggu. Seiring dengan pemekaran otonomi maka daerah Nainggolan menjadi satu kecamatan yang utuh yang terpisah dari kecamatan Onan Runggu setelah pembentukan Kabupaten Samosir 7 Januari 2004. Kecamatan Nainggolan menjadi salah satu


(24)

kecamatan diantara sembilan kecamatan yang berada di Kabupaten Samosir sekarang ini berbatasan wilayah :

Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Palipi,

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Onan Runggu Sebelah Selatan berbatasan dengan pantai Danau Toba serta Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Rumah Hombar

Keberadaan Onan Nainggolan terletak di daerah pinggiran pantai Danau Toba yang dapat ditempuh melalui transportasi air yang menjadi salah satu pintu masuk jalur danau menuju Samosir keseluruhan serta melalui transportasi darat juga. Hal ini dapat dilihat dengan keberadaan pelabuhan kapal motor yang selalu dipadati oleh kedatangan para pelaku ekonomi dari luar Samosir setiap hari pekan di Onan

Nainggolan.

2.2 Kondisi Masyarakat

Berbicara mengenai kondisi masyarakat maka disini penulis akan menguraikan keadaan masyarakat nainggolan dengan :

a. Mata Pencaharian

Masyarakat Nainggolan pada dasarnya memiliki sumber mata pencaharian dari bertani, beternak, dan mengambil ikan dari danau Toba ( martoba ). Mereka bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Memenuhi kebutuhan hidup keluarga sudah menjadi tujuan paling utama dari setiap kepala keluarga, namun untuk keperluan barang mewah mereka tidak terlalu antusias memikirkannya. Seiring munculnya beragam kebutuhan hidup yang akan dipenuhi dan lebih berbeda dari biasanya maka tidak jarang mereka melakukan sistem barter yaitu menukarkan


(25)

barang ataupun benda yang mereka inginkan dengan barang yang mereka punya untuk saling melengkapi dan memenuhi barang kebutuhan tadi. Misalkan saja pisang dari petani di tukar dengan ikan hasil tangkapan orang pinggiran danau, jagung ditukar dengan beras ikan di tukar dengan beras dan lain lain. Kampung Nainggolan sangat luas cakupannya karena selain masyarakat yang tinggal di pinggiran Danau Toba masih ada juga penduduknya yang tersebar ke daerah pegunungan hingga akibatnya muncul stigma yang menyatakan orang yang tinggal di pinggiran Danau Toba akan lebih menyatakan dirinya orang pasar dan yang di bagian pegunungan menyatakan dirinya pardolok (orang yang tempat tinggal rumahnya jauh dari pinggiran Danau Toba), mereka ini hidup dari bertani tidak jarang anak sekolahan dari gunung akan tinggal di pinggiran Danau Toba dengan menyewa rumah orang lain. Pada masa itu yang menjadi bayaran sewa masih memakai beras. Mereka menyewa tempat karena jarak tempuh dari rumah ke sekolah sangat jauh dimana sekolah pada masa itu berada di pinggiran Danau Toba. Anak sekolah akan pulang ke gunung di saat liburan pada hari sabtu sore dan akan tiba di gunung malam hari. Hal ini membuat mereka tidak sempat membantu orang tua mereka padahal hari minggu besoknya mereka sudah harus kembali lagi ke penyewaan mereka di Pinggiran Danau Toba untuk melanjutkan pendidikan mereka di pagi hari. Masyarakat di Kampung Nainggolan beraktivitas selain petani nelayan dan beternak banyak juga menjadi pekerja harian mengerjakan ladang atau sawah orang. Tidak jarang juga di temui penggarap tanah orang dengan hasil di bagi tiga misalkan saja si penggarap mendapat hasil 90 kaleng padi dari tanah yang di garapnya ,maka untuk pemilik tanah 30 kaleng padi dan untuk si penggarap 60 kalengnya.


(26)

b. Kebudayaan Masyarakat Nainggolan

Masyarakat Nainggolan sangat berbudaya. Bagi mereka adat adalah nomor satu sehingga mereka ini sangat rajin menghadiri upacara yang berkaitan dengan adat. Diantaranya pesta adat dalam pernikahan suku Batak, Upacara adat bagi keluarga yang meninggal dunia dan lain lain. Di Masyarakat Nainggolan masih terkenal apabila seseorang keturunan dari Keluarga Raja Adat karena Raja Adat ini penting dalam pengambilan keputusan musyawarah yang berhubungan dengan adat yang akan menjadi tanggungjawabnya, adalagi sebutan lain Raja Bius, adalagi sebutan Raja Hampung ini akan menjadi sangat di hargai masyarakat karena mereka ini adalah tokoh yang dianggap penting dalam setiap upacara adat6

Banyaknya hal yang tidak memungkinkan di tengah masyarakat membuat mereka berpikir untuk mengubah beberapa pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan melakukan kegiatan dagang yang pada dasarnya mereka mungkin belum menyadari bahwa yang mereka lakukan adalah aktivitas perdagangan walaupun dengan sistem barter di tempat terbuka. Sebelum berdirinya Onan Naninggolan masyarakat melakukan aktifitas perdagangan ke desa Silaban. Barulah sesudah berdirinya Onan

Nainggolan itu mereka berdagang di lingkungannya sendiri walaupun dengan kondisi yang masih belum layak dikatakan sebuah Onan.

.

Masyarakat Nainggolan tidak jarang menikah dengan sesama satu marga yang tidak jauh. Pernikahan banyak yang terjadi antara perempuan kampung yang tidak

6

Raja Bius : adalah Jabatan seseorang dalam struktur masyarakat Batak yang dianggap sebagai orang yang paling mengerti akan hukum adat, sedangkan Raja Hampung : gelar bagi seseorang yang pertama sekali melakukan pembukaan hunian dalam masyarakat Batak Toba. Hasil wawancara dengan Bapak Ajumarar Parhusip tanggal 02 Agustus 2013.


(27)

jauh jaraknya dengan kampung laki-laki, seiring munculnya Onan Nainggolan dan itu semua membawa dampak yang besar terhadap mata pencaharian, pernikahan dan antusias akan barang-barang mewah.

c. Agama

Masyarakat Nainggolan adalah masyarakat dengan mayoritas penduduknya beragama Kristen, namun itu tidaklah dengan mudah membuat mereka menjadi lebih bertahan dan taat pada agama yang mereka anut. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya sekitar dua puluh persen masyarakat Nainggolan pada masa ini masih percaya akan mitos, masih seringnya terlihat upacara mamele, yaitu menganggap sebuah tempat yang dihuni oleh nenek moyang mereka sebagai tempat yang sakral dan keramat, bahkan mereka sering menyebutkan kata-kata Mulajadi Nabolon dalam upacara – upacara adat mereka.

Melakukan Upacara mangongkal holi (mengambil dan mengumpulkan tulang-tulang nenek moyang hingga membuat tulang tersebut ke satu peti) dan di semen dalam batu kubur yang cantik sudah menjadi tradisi dan untuk melakukan ini dan menghabiskan biaya besar, bagian masyarakat yang sudah melakukan ini akan dianggap masyur, kaya, dan terhormat.

d. Pendidikan

Masyarakat Nainggolan sebelum tahun 1965 kurang antusias akan dunia pendidikan. Hal ini bisa dipahami sebagai akibat dari persoalan pelik letak Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba. Dimana posisi geografis daerah ini membuat masyarakatnya sulit untuk berkembang karena jalur ke dalam dan ke luar dari daerah ini sangat susah pada masa itu. Dari faktor geografis tersebut terkadang


(28)

menimbulkan pemikiran bahwa setiap orang yang tinggal di daerah tersebut menjadi kurang berkembang sehingga dengan munculnya Onan di Desa Nainggolan ini membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi lebih baik dan secara tidak langsung membawa pengembangan terhadap wilayah yang mereka tempati. Pengaruh yang dibawa oleh para pedagang dari luar Pulau Samosir yang datang ke kampung Nainggolan tersebut diyakini membawa perubahan terhadap pola hidup, dan pergeseran mata pencaharian yang sebelumnya di dominasi oleh pertanian kini banyak juga yang berprofesi sebagai pedagang. Masyarakat Nainggolan ada juga yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil. Hal ini bisa dilihat dari jenjang pendidikan masyarakat yang rata – rata sudah menamatkan pendidikannya dari Sekolah lanjutan Atas bahkan ada juga yang mampu menembus bangku perkuliahan hingga tingkat sarjana.

Tabel 1. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Onan Runggu Tahun 1961

NO

Mata Pencaharian

Tahun

1961 1971 1991

1. Petani 5.664 Jiwa 8.725 Jiwa 9.387 Jiwa 2. Pedagang 4.774 Jiwa 7.658 Jiwa 17. 986 Jiwa 3. PNS/TNI 368 Jiwa 1.036 Jiwa 8.743 Jiwa 4. Buruh Tani 4.121 Jiwa 4.992 Jiwa 1.257 Jiwa 5. Nelayan 6.357 Jiwa 5.956 Jiwa 1.679 Jiwa


(29)

6. Total 21. 284 Jiwa 28. 367 Jiwa 39. 052 Jiwa

Sumber: Kantor Statistik Kab. Tapanuli Utara

2.3 Keadaan Onan Nainggolan Sebelum Tahun 1965

Secara historis Pasar Onan Nainggolan dulunya disebut Onan Pesanggrahan.

Onan Pesanggrahan ini dulunya hanya merupakan tanah kosong yang digunakan masyarakat sebagai tempat pesanggrahan atau tempat pertemuan raja-raja Batak (Raja Bius) dalam melakukan pertemuan penting, kecuali hari Senin karena difungsikan sebagai pasar (onan)7

Onan Pesanggrahan telah ada sejak tahun 1936 dan merupakan tanah milik marga Nainggolan Parhusip. Hal ini dibuktikan dengan adanya Tugu Nainggolan Parhusip di dekat lokasi pasar untuk menunjukkan kepada masyarakat banyak bahwa

Onan tersebut dibangun di atas tanah marga Nainggolan Parhusip.

. Onan Pesanggrahan terletak di dekat pelabuhan Nainggolan. Tanahnya tidak begitu luas jika dibandingkan dengan lahan kosong di sekitarnya. Hal ini dikarenakan masyarakat sekitar masih percaya bahwa tanah yang dijadikan sebagai Onan Pesanggrahan tersebut tidak angker jika dibandingkan dengan tanah kosong lain di sekitarnya.

Sebelum Onan Nainggolan berdiri tahun 1936 penduduk Nainggolan untuk melakukan pertukaran barang harus ke Desa Silaban Kecamatan Palipi dengan menggunakan transportasi kuda beban atau berjalan kaki. Hal ini bisa dilihat dari kenyataan bahwa kapal mesin masuk ke daerah Samosir pada tahun 1933 oleh

7 A. Deddy Lumban Siantar, Wawancara, di Kampung Nainggolan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(30)

Pastoran pada masa zending Katolik di Desa Silaban Kecamatan Palipi. Kapal inilah yang digunakan juga oleh Pastoran membantu masyarakat untuk digunakan sebagai pengangkutan manusia dan barang-barang hasil bumi dengan rute penyeberangan sekali atau dua kali seminggu terjadi penyeberangan

Kondisi ini menimbulkan kegelisahan dari beberapa mayarakat sampai mereka menyampaikan aspirasi terhadap Tuan Nagari dan Raja Bius serta Raja Adat supaya satu hati satu pemikiran melihat dan menyetujui sebuah lahan yang dianggap strategis sebagai tempat perkumpulan melakukan barter dan sebagai sarana pengumuman atau undangan dan fasilitas pertemuan8

Asal usul nama Onan Nainggolan yang disebut sampai sekarang ini, mempunyai latar belakang tersendiri. Menurut hasil wawancara dengan Deddy Lumban Siantar bahwa nama Onan Nainggolan ini diambil karena tanah yang dijadikan sebagai lahan perdagangan sekarang ini adalah tanah milik Marga Nainggolan Parhusip. Di samping itu, di daerah yang dijadikan areal dagang kebanyakan bermarga Nainggolan.

.

Dahulu areal ini merupakan tanah kosong yang biasanya digunakan oleh Raja-Raja Adat dalam melakukan pertemuan. Lama kelamaan daerah ini menjadi Onan

Nainggolan yang dijadikan sebagi tempat melakukan aktifitas dagang (masih bersifat barter) masyarakat. Hal ini terjadi atas permintaan masyarakat Nainggolan kepada Raja Adat yang didasari atas kegundahan masyarakat akan jauhnya jarak yang harus ditempuh masyarakat dalam melakukan aktifitas dagang pada masa itu.

8 Wawancara dengan Ajumarar Parhusip di Kampung Sitonggor, Kecamatan Nainggolan,


(31)

Pada tahun 1936 pedagang masih menjajakan barang dagangannya dalam jumlah yang masih relatif sedikit. Jumlah pedagangnya pun masih sedikit, serta jarak berjualannya juga masih berjauhan antara pedagang yang satu dengan pedagang lainnya. Para pedagang pada masa itu belum ditentukan tempat berjualannya karena belum memiliki aturan yang benar-benar mengikat di antara para pedagang tersebut. Aturan yang berlaku hanya peraturan yang bersifat lisan saja, yang tidak saling merugikan di antara para pedagang9

Para pedagang biasanya menggunakan lahan yang kosong di sekitar Onan

Pesanggrahan sebagai tempat menjajakan barang dagangannya. Dengan kata lain, lapak/lahan mereka tidak menetap. Siapa cepat dia dapat, istilah tersebut menggambarkan pola hidup pedagang pada masa itu. Siapa yang pertama tiba di areal dagang dialah yang akan menempati areal tersebut hanya untuk hari itu saja. Pada hari selanjutnya, areal dagangnya bisa saja berganti ke tempat lain hanya karena terlambat atau telah ditempati oleh pedagang lain. Atau dengan kata lain, tidak ada peraturan sewa lahan untuk berdagang pada masa itu.

.

Jenis barang dagangan yang diperdagangkan berupa kebutuhan hidup sehari-hari, seperti sayur-mayur, padi, ubi, ikan, pakaian, attirha (ubi yang direbus dengan daun) dan kebutuhan hidup lainnya. Pada saat itu para pedagang di pasar belum mengenal adanya uang, sehingga proses jual beli dengan uang belum ada pada masa itu. Sistem yang dikenal pada masa itu adalah sistem barter, di mana barang ditukar dengan barang. Cara menghitung sistem barter pada masa itu tidak didasarkan pada

9 Wawancara dengan Op. Dorlan Nainggolan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir,


(32)

nilai kegunaan dan manfaat barang melainkan berdasarkan kebutuhan masyarakat pada masa itu10

Sebagai contoh si A memiliki 5 tumba beras. Beliau membutuhkan 2 ekor ikan mas sebagai lauk di rumah. Kemudian beliau akan mencari orang yang membutuhkan beras di Onan yang kebetulan membawa ikan mas dan bersedia menukarkannya dengan beras yang dimilikinya. Kebetulan si B memiliki 2 ekor ikan mas yang ingin menukarkan ikan dengan beras. Mereka akan membawa barang dagangannya ke Onan Pesanggrahan. Ketika si A dan si B bertemu maka akan terjadi barter (pertukaran) barang dagangan yang didasarkan atas kebutuhan masing-masing.

.

Pengunjung Onan Pesanggrahan tahun 1936 hanyalah warga dari sekitar daerah Nainggolan. Hal ini disebabkan karena pada masa itu hanya ada satu di daerah Nainggolan. Di sisi lain belum ada angkutan yang memadai untuk masyarakat melakukan aktifitas dagang ke daerah lain. Hal inilah yang menyebabkan pengunjung dan pedagang masih relatif sedikit jumlahnya.

Sekitar tahun 1945 Onan Pesanggrahan tidak lagi digunakan oleh raja-raja Bius dalam melakukan aktivitas rapat atau pertemuan lagi melainkan telah sepenuhnya menjadi pasar. Kemudian satu tahun setelahnya yakni tahun 1946 Onan

Pesanggrahan diganti namaya dengan Onan Nainggolan dan pada tahun itu juga disahkanlah Onan Nainggolan. Dalam upacara pengesahannya dilakukan ritual adat Batak dengan melakukan upacara selama 3 hari 3 malam dengan tujuan agar Onan

10 Wawancara dengan Op. Dorlan Nainggolan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir,


(33)

Nainggolan tersebut terhindar dari hal-hal mistik dan dapat digunakan semaksimal mungkin oleh masyarakat sekitar sebagai tempat mencari nafkah11

Mengingat kecenderungan jumlah penduduk yang semakin bertambah, karena manusia selalu berusaha merubah lingkungannya untuk memperoleh kebutuhan hidupnya, sehingga tidak jarang mereka selalu merusak lingkungan alam sebagai tempat tinggalnya.

.

12

Seiring dengan kemajuan pada waktu itu, tanah kosong berubah secara perlahan. Sebagian pedagang mulai membuat undung-undung yaitu tenda yang dibangun dengan empat buah bambu sebagai tiang penyangga. Kondisi pedagang masa itu sangat memprihatinkan. Pada saat hujan turun misalnya, pedagang yang menjajakan barang dagangannya langsung di atas tanah yang beralaskan tikar akan sangat merugi dikarenakan kondisi Onan akan menjadi sangat becek. Oleh karena itu pada tahun 1962 petugas pasar membangun undung-undung kepada para pedagang Dengan demikian, dulunya jumlah penduduk yang berada di sekitar pasar masih sangat jarang telah berubah menjadi daerah yang cukup padat. Hal ini disebabkan karena pada umumnya mereka yang datang banyak yang menggantungkan mata pencahariannya di pasar tersebut. Hal ini terbukti dengan adanya bangunan rumah di dekat pasar yang memanfaatkan badan pasar sehingga menyebabkan luas pasar semakin menyempit. Untuk menghindari penyempitan tersebut, masyarakat membuat kawat duri di pinggiran pasar yang berguna untuk membuat batasan antara rumah warga dengan pasar.

11

Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 1 Agustus 2013.

12 Zoer, aini, Djamuel Irwin, Ekosistem Komunitas dan Lingkungan, Jakarta, Bumi Aksara,


(34)

dengan catatan pedagang memberikan uang iuran kepada petugas pasar sebagai sewa lahan dan undung-undung. Selain undung-undung ada pula sebagian bangunan yang dibuat dari papan yang telah dibuat atapnya akan tetapi masih sebagian kecil. Uang iuran yang diberikan pada masa itu tidak dipatok jumlahnya, tergantung kerelaan pedagang untuk memberikan iuran mereka. Jika hasil dagangan berlebih, tidak jarang para pedagang memberikan iuran berlebih. Sebaliknya jika pedagang tidak mendapatka penghasilan yang cukup, mereka tidak memberikan iuran kepada petugas pasar. Uang hasil iuran tersebut selanjutnya akan diberikan sebahagian kepada punguan Marga Parhusip sebagai sewa lahannya dan sebagian lagi akan diserahkan kepada pemerintah dinas pasar setempat13

Pada tahun 1948 masyarakat telah mulai meninggalkan sistem barter dan mulai menggunakan uang sebagai alat pembayaran yang sah. Setiap barang telah ditentukan dengan harga yang diatur oleh pihak pedagang sehingga di pasar terjadi persaingan dalam menentukan harga barang. Istilah yang digunakan pada masa itu adalah sasukku (sasukku = 50sen).

.

14

Pedagang biasanya menentukan harga barang dengan kebutuhan mereka untuk membeli barang lain yang mereka butuhkan dalam tingkat kewajaran harga yang berlaku di pasar. Dalam hal ini pemerintah tidak ikut ambil bagian dalam menentukan harga barang di pasar.

13

Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 1 Agustus 2013.

14 Wawancara dengan Op.Dorlan Nainggolan (71 tahun) tanggal 1 Agustus 2013 di desa


(35)

BAB III

PERKEMBANGAN

ONAN

NAINGGOLAN (1965-1998)

3.1

Kondisi Fisik

Pada tahun 1965, di Samosir, terlebih di Onan Nainggolan terjadi perombakan secara besar-besaran. Onan Nainggolan yang dulunya hanya berupa undung-undung

telah dirombak dan secara keseluruhan menjadi bangunan papan yang atapnya telah dibuat dengan menggunakan ijuk sebagai pelindung dari hujan dan terik matahari sebagai tempat berjualan para pedagang. Akan tetapi bentuk fisik bangunannya masih tergolong sederhana, luas lapak masing-masing tidak merata. Ada beberapa yang luasnya 4x6 meter, dan ada pula yang luasnya hanya 2x3 meter. Pada tahun itu hanya ada 57 bangunan sebagai tempat berjualan para pedagang. Selanjutnya setelah semua pembangunan selesai diadakan lagi upacara adat untuk meresmikan pasar tradisional tersebut karena sudah menjadi adat dan kebiasaan masyarakat sekitar15

Walaupun telah dibangun lebih baik, ternyata jumlah pedagang setiap tahunnya terus bertambah. Hal ini menyebabkan Onan Nainggolan tidak dapat lagi menampung banyaknya para pedagang, sehingga banyak di antaranya yang berjualan di luar pasar dengan memanfaatkan badan jalan sebagai tempat berjualannya. Kebanyakan dari mereka berasal dari wilayah Nainggolan itu sendiri, dan hanya sebagian saja yang berasal dari luar Nainggolan.

.

15 Wawancara dengan A. Deddy lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(36)

Para pedagang yang berasal dari luar Nainggolan biasanya menggunakan kuda beban sebagai alat transportasi mereka untuk mengangkut barang dagangannya, saat itu belum ada angkutan kendaraan bermotor. Mereka yang datang berasal dari Onan

Runggu, Dolok, Palipi, Mogang dan Sitinjak.

Barang dagangan yang diperjual belikan pada masa itu tidak jauh berbeda dengan tahun 1946, akan tetapi berubah secara kuantitas. Barang dagangan yang sebelumnya dijual hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari saja telah berubah menjadi motif untuk mencari keuntungan lebih yang mampu digunakan untuk hari berikutnya. Harga barang dagangan yang dijual pada masa itu pun bervariasi tergantung kepada harga di pasaran. Setelah itu akan terjadi tawar menawar antara pedagang dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga16

Kondisi seperti ini berlangsung cukup lama, hingga dimulainya kedatangan pedagang dari luar Pulau Samosir (Muara, Balige, Sibandang, Parapat, dll) pada tahun 1985. Pada tahun 1994 dibangunlah bangunan baru yang lebih mewah. Pasar yang dulunya hanya terbuat dari papan dirubah menjadi pasar dengan bangunan yang lebih bagus. Bangunannya berubah menjadi bangunan beton dengan ukuran merata yaitu 4x5m keseluruhannya. Sementara itu, menunggu pembangunannya selesai, lokasi Onan Nainggolan untuk sementara waktu dipindahkan ke tanah lapang yang masih berada di sekitar wilayah Nainggolan itu juga

.

17

16

Wawancara dengan Op. Parpandua di Kampung Nainggolan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 2 Agustus 2013.

.

17 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(37)

Awalnya pemindahan tersebut mendapatkan perlawanan dari masyarakat setempat. Bentuk perlawanan mereka ditunjukkan dengan cara berjualan bukan di

Onan Nainggolan melainkan di sepanjang jalan dari Pelabuhan Nainggolan hingga ke jalan besar Nainggolan (berjarak sekitar 500M dari Pelabuhan ke jalan besar Nainggolan menuju simpang tiga dan simpang empat juga tanah lapang). Hal ini sangat mengganggu aktifitas lalu lintas., atas himbauan pemerintah setempat, yang juga masih merupakan Raja Bius, maka warga setempat mau pindah ke tanah lapang sebagai tempat berjualan untuk sementara waktu18

Pada tahun 1995 pembangunan Onan Nainggolan yang baru dengan bangunan beton telah rampung. Pedagang pun dipindahkan kembali dari tanah lapang ke Onan

Nainggolan yang baru. Masyarakat pun menerima dengan bangga hasil pembangunan pasar yang baru. Akan tetapi pada tahun 1995 terjadi perubahan yang sangat jauh berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pasar dibagi atas beberapa kelas yaitu:

.

1. Kelas I

Pada lokasi ini dikhususkan kepada para pedagang yang menjual pakaian, barang pecah belah dan alat dapur seperti keramik, piring, gelas, kaca, ember, dan lain-lain, jenis ikan dan daging serta aksesoris. Dalam hal ini pada kelas pertama ini mereka dikenakan biaya retribusi yang lebih besar

18 Wawancara dengan A. Karmila Parhusip di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir,


(38)

yakni 3000 rupiah per hari sebagai sewa lahan. Dengan kata lain mereka harus membayar sewa lahan sesuai dengan tarif yang sudah ditetapkan oleh pemerintah setempat. Letaknya berada langsung di depan pintu masuk ke

Onan Nainggolan dari pelabuhan.

2. Kelas II

Pada lokasi ini dikhususkan kepada para pedagang yang menjual sayur-sayuran, buah-buahan, dan bahan pangan seperti beras, gula, minyak, dan lain-lain. Dalam hal ini, pada kelas kedua para pedagang dikenakan biaya retribusi sebesar 2000 rupiah per harinya sebagai sewa lahan. Letaknya berada tepat di belakang kelas pertama.

3. Kelas III

Pada lokasi ini dikhususkan kepada para pedagang yang menjual makanan tradisional seperti pecal, mie sop, the manis, attirha dan lain sebaginya. Dalam hal ini, pada kelas ketiga para pedagang dikenakan biaya 1000 rupiah per harinya sebagai sewa lahan. Letaknya lebih ke belakang pasar, tepatnya di belakang kelas kedua19.

Sebenarnya, hal ini bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih, di mana pada satu lokasi terdapat berbagai jenis barang dagangan dan juga menjaga kenyamanan bagi setiap pembeli yang berbelanja di pasar tersebut. Retribusi yang dikenakan per

19 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(39)

orang dan per hari pekan pun tidak lagi diberikan kepada Marga Parhusip, melainkan sepenuhnya diserahkan kepada Dinas Pasar Kecamatan Onan Runggu. Dalam hal pengutipan retribusi pun tidak ada lagi pengecualian kepada Marga Parhusip. Dengan kata lain, semua pedagang memiliki kewajiban yang sama dalam hal membayar retribusi termasuk dari keluarga Parhusip sekali pun20

Permasalahan baru muncul pada tahun 1998, di mana Onan Nainggolan yang telah dirancang dan dibangun sedemikian rupa demi kesejahteraan masyarakat mengalami kebakaran. Kebakaran terjadi pada malam hari sehingga tidak ada dari kalangan pedagang yang mengalami kerugian. Kerugian dari kebakaran pasar hanya pada bangunan dan tidak ada korban jiwa sama sekali. Dampak dari kebakaran Onan

Nainggolan terhadap para pedagang adalah dengan dipindahkan lagi areal perdagangan ke tanah lapang menunggu pembangunan Onan Nainggolan yang baru.

.

3.2 Pengelolaan Onan Nainggolan

Pasar tradisional merupakan pusat aktifitas sebagian besar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mulai dari kebutuhan sandang, pangan, papan, maupun kebutuhan sosial lainnya. Keberadaan pasar tradisional terus mengalami perkembangan dan semakin banyak pula masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan pasar tradisional tersebut.

. Dalam hal pengelolaan, Onan Nainggolan lebih bersifat pelayanan kepada masyarakat yang dikelola oleh pemerintah daerah setempat. Onan Nainggolan

20 Wawancara dengan A. Jumses, di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 1


(40)

dipegang oleh Petugas Peraturan Pasar (PERPAS). Tugas pokok dari PERPAS adalah menyiapkan bahan perencanaan dan program kerja, pelayanan administrasi dan teknis pembinaan dan bimbingan, evaluasi dan pelaporan bidang pengelolaan pasar yang meliputi pendapatan serta sarana kebersihan, keamanan, dan ketertiban.

Petugas PERPAS Onan Nainggolan mengelola segala kegiatan yang berhubungan dengan aktifitas di pasar. Pengelolaannya meliputi pembangunan bangunan fisik pasar, pelayanan kebersihan dengan menyediakan tong sampah yang bekerjasama dengan dinas kebersihan, pemungutan pajak sewa bangunan, dan pelaksana keamanan dan ketertiban di area pasar. Pajak atau sewa bangunan selanjutnya akan dilaporkan kepada pihak Kecamatan yang mengurusi masalah keuangan dan pendapatan kecamatan.

Pada dasarnya sistem pengelolaan Onan Nainggolan bukan hanya dikendalikan oleh petugas pasar (PERPAS) melainkan adanya peran serta masyarakat pedagang yang banyak menggantungkan hidupnya di Onan Nainggolan. Para pedagang yang mengelola Onan Nainggolan adalah para pedagang yang berjualan menetap di mana telah memiliki lapak/tempat berjualan yang tidak berpindah dan telah menandatangani kontrak atas sewa areal dagang. Para pedagang yang menyewa dengan sistem kontrak mulai ada sejak tahun 1997 dimana setiap tempat berdagang yang mereka sewa dikenakan biaya pajak yang berbeda tergantung kepada kelasnya masing-masing.

Sistem pengelolaan Onan Nainggolan adalah sistem yang bersifat kekeluargaan, di mana pemerintah menetapkan harga sewa di samping berdasarkan kelas juga didasarkan pada tingkat kemakmuran ekonomi masyarakat. Dalam


(41)

menetapkan harga sewa biasanya pihak pemerintah akan melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan masyarakat setempat sehingga pajak sewa yang dikenakan kepada masyarakat tidak terlalu besar dan masyarakat pun akan tepat waktu dalam pembayaran karena semua aturan yang menyangkut sewa didasarkan pada kesepakatan antara pemerintah setempat dengan masyarakat sekitar.

3.3

Aktifitas

Onan

Nainggolan

Barang-barang dagangan yang diperjual belikan pada masa itu tidak jauh berbeda dengan tahun 1946, akan tetapi berubah secara kuantitas. Barang dagangan yang sebelumnya dijual hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari selanjutnya berubah menjadi motif untuk mencari keuntungan lebih yang mampu digunakan untuk hari berikutnya. Harga barang dagangan yang dijual pada masa itu pun bervariasi tergantung pada jenis barang dan harga di pasaran. Setelah itu akan terjadi tawar menawar antara pedagang dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga.

Dalam hal retribusi, para pedagang dikenakan biaya retribusi dua sukku (1 rupiah) atas sewa lahan mereka. Uang retribusi tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Dinas Pasar Kabupaten Tapanuli Utara dan tidak ada lagi pemberian kepada Marga Parhusip karena pada tahun 1965 tanah tersebut telah resmi dihibahkan oleh Raja Parhusip kepada pemerintah setempat untuk renovasi pasar dengan catatan setiap Marga Parhusip yang berjualan di Onan Nainggolan tidak dikenakan pungutan biaya. Hal ini dikarenakan sistem adat Batak Toba secara turun temurun yang


(42)

menghargai adat dan selalu peduli terhadap keturunannya walaupun moyang mereka telah meninggal21

Pungutan/retribusi yang dikutip dari para pedagang digunakan untuk penataan kota supaya tercipta daerah yang indah, tertib, dan bersih. Masalah sampah yang dimunculkan para pedagang merupakan suatu kendala bagi pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam mewujudkan daerah yang bersih dan indah. Maka untuk itu, diperlukan penanganan yang lebih serius dari seluruh pihak yang berkompeten karena apabila tidak ditangani secara serius maka akan menjadi permasalahan yang lebih kompleks. Melihat kenyataan yang berkembang, maka pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah menyediakan gerobak-gerobak dan tong-tong sampah.Di samping itu juga telah menyiapkan tenaga-tenaga kerja kebersihan yang bertugas memelihara kebersihan kota, menyapu jalan/pasar, dan petugas pengangkutan gerobak sampah. Jumlah dari petugas kebersihan dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini merupakan bukti nyata dari upaya pemerintah dalam penanggulangan sampah dan juga demi kesejahteraan para pedagang dan kenyamanan para pembeli

.

22

3.4 Permasalahan yang Dihadapi di Onan Nainggolan .

Para pedagang tersebut apabila sudah selesai berjualan akan meninggalkan sampah yang berserakan sehingga dapat menimbulkan situasi yang tidak nyaman di sekitar pasar dan selokan/parit. Keadaan ini berlangsung setiap hari sehingga sampah

21

Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 1 Agustus 2013.

22 Wawancara dengan A. Karmila Parhusip di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir,


(43)

ataupun kotoran tersebut jadi menumpuk di areal pasar tersebut. Apabila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut maka dapat mengakibatkan aroma yang tidak sedap dan berbau busuk serta dapat menimbulkan sumber penyakit. Keadaan ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi kebersihan dan keindahan pasar yang disebabkan oleh sampah-sampah yang berserakan dan tata ruang semakin semrawut serta sering kali dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas.

Keadaan payung-payung yang dipasang oleh para pedagang dari luar Pulau Samosir pada saat berjualan juga dapat menimbulkan pemandangan yang kurang sedap dipandang oleh mata. Parit-parit yang tersumbat oleh karena sampah-sampah pedagang kaki lima akan menggenang di sepanjang jalan terutama saat hujan turun. Keadaan ini lambat laun akan mempercepat kerusakan pada badan jalan sementara itu pasar menjadi becek dan berlumpur23

Dampak lainnya yang disebabkan oleh para pedagang kaki lima adalah kemacetan lalu lintas. Hal ini terjadi karena pedagang kaki lima tidak menghiraukan tempat-tempat yang dilarang untuk berjualan. Sering kali para pedagang membuat lokasi berdagang di sepanjang jalan, bahkan terkadang sampai menempati setengah badan jalan. Hal ini juga dapat menggangu kelancaran lalu lintas meskipun petugas sering melakukan penertiban dan penggusuran terhadap para pedagang kaki lima, akan tetapi hasilnya tidak pernah mengalami perubahan24

23

Wawancara dengan Op. Dorlan di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 2 Agustus 2013.

.

24 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(44)

Keadaan pedagang di Onan Nainggolan menjadi suatu dilema bagi pemerintah dalam mewujudkan Samosir yang bersih, tertib, dan aman. Pada tahun 1990 Jumlah pedagang terus bertambah karena tempat penampungan untuk berjualan belum memadai. Inilah hal utama yang masih menjadi kendala bagi pemerintah dalam mengatur tata kota administratifnya, khususnya di daerah Kecamatan Onan

Runggu25

Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah berusaha menjadikan Samosir menjadi kota yang indah, tertib, dan bersih. Hal ini sangat berpengaruh dengan Onan

Nainggolan, karena pasar ini sangat strategis dilalui oleh masyarakat dari berbagai arah atau tempat. Hal ini didukung juga oleh dekatnya lokasi pasar dengan Pelabuhan Nainggolan. Pemerintah berusaha dalam mengatasi masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat dalam era keterbukaan dimana memerlukan penanggulangan yang terpadu, yaitu menciptakan kerjasama yang baik dari berbagai pihak dengan memperhatikan aspek dan kepentingan dari berbagai pihak serta tidak mengindahkan nilai kebenaran dan kemanusiaan.

.

Kehadiran pedagang di Onan Nainggolan dari segala bentuk dan kegiatannya tidak pernah luput dari permasalahannya. Pedagang di Onan memberikan masalah yang kompleks terutama masalah sampah, lingkungan kumuh, kemacetan, dan ketertiban lalu lintas yang merupakan ulah dari pedagang tersebut. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengadakan operasi pasar untuk menertibkan para pedagang dengan mengadakan razia atau penggusuran yang bertujuan untuk menertibkan dan

25 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(45)

menata pedagang agar berjualan di tempat yang telah ditentukan, kemudian menyediakan tempat penampungan bagi para pedagang dengan cara menambah bangunan pasar dan membuka kawat duri pembatas dan dibangun dengan bangunan pasar baru sebagai tambahan bangunan berdagang bagi pedagang dalam menjalankan aktifitasnya. Melalui pasar yang baru ini juga, diharapkan agar para pedagang tidak lagi berjualan di sepanjang jalan maupun badan jalan.


(46)

BAB III

PERKEMBANGAN

ONAN

NAINGGOLAN (1965-1998)

3.1

Kondisi Fisik

Pada tahun 1965, di Samosir, terlebih di Onan Nainggolan terjadi perombakan secara besar-besaran. Onan Nainggolan yang dulunya hanya berupa undung-undung

telah dirombak dan secara keseluruhan menjadi bangunan papan yang atapnya telah dibuat dengan menggunakan ijuk sebagai pelindung dari hujan dan terik matahari sebagai tempat berjualan para pedagang. Akan tetapi bentuk fisik bangunannya masih tergolong sederhana, luas lapak masing-masing tidak merata. Ada beberapa yang luasnya 4x6 meter, dan ada pula yang luasnya hanya 2x3 meter. Pada tahun itu hanya ada 57 bangunan sebagai tempat berjualan para pedagang. Selanjutnya setelah semua pembangunan selesai diadakan lagi upacara adat untuk meresmikan pasar tradisional tersebut karena sudah menjadi adat dan kebiasaan masyarakat sekitar15

Walaupun telah dibangun lebih baik, ternyata jumlah pedagang setiap tahunnya terus bertambah. Hal ini menyebabkan Onan Nainggolan tidak dapat lagi menampung banyaknya para pedagang, sehingga banyak di antaranya yang berjualan di luar pasar dengan memanfaatkan badan jalan sebagai tempat berjualannya. Kebanyakan dari mereka berasal dari wilayah Nainggolan itu sendiri, dan hanya sebagian saja yang berasal dari luar Nainggolan.

.

15 Wawancara dengan A. Deddy lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(47)

Para pedagang yang berasal dari luar Nainggolan biasanya menggunakan kuda beban sebagai alat transportasi mereka untuk mengangkut barang dagangannya, saat itu belum ada angkutan kendaraan bermotor. Mereka yang datang berasal dari Onan

Runggu, Dolok, Palipi, Mogang dan Sitinjak.

Barang dagangan yang diperjual belikan pada masa itu tidak jauh berbeda dengan tahun 1946, akan tetapi berubah secara kuantitas. Barang dagangan yang sebelumnya dijual hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari saja telah berubah menjadi motif untuk mencari keuntungan lebih yang mampu digunakan untuk hari berikutnya. Harga barang dagangan yang dijual pada masa itu pun bervariasi tergantung kepada harga di pasaran. Setelah itu akan terjadi tawar menawar antara pedagang dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga16

Kondisi seperti ini berlangsung cukup lama, hingga dimulainya kedatangan pedagang dari luar Pulau Samosir (Muara, Balige, Sibandang, Parapat, dll) pada tahun 1985. Pada tahun 1994 dibangunlah bangunan baru yang lebih mewah. Pasar yang dulunya hanya terbuat dari papan dirubah menjadi pasar dengan bangunan yang lebih bagus. Bangunannya berubah menjadi bangunan beton dengan ukuran merata yaitu 4x5m keseluruhannya. Sementara itu, menunggu pembangunannya selesai, lokasi Onan Nainggolan untuk sementara waktu dipindahkan ke tanah lapang yang masih berada di sekitar wilayah Nainggolan itu juga

.

17

16

Wawancara dengan Op. Parpandua di Kampung Nainggolan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 2 Agustus 2013.

.

17 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(48)

Awalnya pemindahan tersebut mendapatkan perlawanan dari masyarakat setempat. Bentuk perlawanan mereka ditunjukkan dengan cara berjualan bukan di

Onan Nainggolan melainkan di sepanjang jalan dari Pelabuhan Nainggolan hingga ke jalan besar Nainggolan (berjarak sekitar 500M dari Pelabuhan ke jalan besar Nainggolan menuju simpang tiga dan simpang empat juga tanah lapang). Hal ini sangat mengganggu aktifitas lalu lintas., atas himbauan pemerintah setempat, yang juga masih merupakan Raja Bius, maka warga setempat mau pindah ke tanah lapang sebagai tempat berjualan untuk sementara waktu18

Pada tahun 1995 pembangunan Onan Nainggolan yang baru dengan bangunan beton telah rampung. Pedagang pun dipindahkan kembali dari tanah lapang ke Onan

Nainggolan yang baru. Masyarakat pun menerima dengan bangga hasil pembangunan pasar yang baru. Akan tetapi pada tahun 1995 terjadi perubahan yang sangat jauh berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pasar dibagi atas beberapa kelas yaitu:

.

1. Kelas I

Pada lokasi ini dikhususkan kepada para pedagang yang menjual pakaian, barang pecah belah dan alat dapur seperti keramik, piring, gelas, kaca, ember, dan lain-lain, jenis ikan dan daging serta aksesoris. Dalam hal ini pada kelas pertama ini mereka dikenakan biaya retribusi yang lebih besar

18 Wawancara dengan A. Karmila Parhusip di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir,


(49)

yakni 3000 rupiah per hari sebagai sewa lahan. Dengan kata lain mereka harus membayar sewa lahan sesuai dengan tarif yang sudah ditetapkan oleh pemerintah setempat. Letaknya berada langsung di depan pintu masuk ke

Onan Nainggolan dari pelabuhan.

2. Kelas II

Pada lokasi ini dikhususkan kepada para pedagang yang menjual sayur-sayuran, buah-buahan, dan bahan pangan seperti beras, gula, minyak, dan lain-lain. Dalam hal ini, pada kelas kedua para pedagang dikenakan biaya retribusi sebesar 2000 rupiah per harinya sebagai sewa lahan. Letaknya berada tepat di belakang kelas pertama.

3. Kelas III

Pada lokasi ini dikhususkan kepada para pedagang yang menjual makanan tradisional seperti pecal, mie sop, the manis, attirha dan lain sebaginya. Dalam hal ini, pada kelas ketiga para pedagang dikenakan biaya 1000 rupiah per harinya sebagai sewa lahan. Letaknya lebih ke belakang pasar, tepatnya di belakang kelas kedua19.

Sebenarnya, hal ini bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih, di mana pada satu lokasi terdapat berbagai jenis barang dagangan dan juga menjaga kenyamanan bagi setiap pembeli yang berbelanja di pasar tersebut. Retribusi yang dikenakan per

19 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(50)

orang dan per hari pekan pun tidak lagi diberikan kepada Marga Parhusip, melainkan sepenuhnya diserahkan kepada Dinas Pasar Kecamatan Onan Runggu. Dalam hal pengutipan retribusi pun tidak ada lagi pengecualian kepada Marga Parhusip. Dengan kata lain, semua pedagang memiliki kewajiban yang sama dalam hal membayar retribusi termasuk dari keluarga Parhusip sekali pun20

Permasalahan baru muncul pada tahun 1998, di mana Onan Nainggolan yang telah dirancang dan dibangun sedemikian rupa demi kesejahteraan masyarakat mengalami kebakaran. Kebakaran terjadi pada malam hari sehingga tidak ada dari kalangan pedagang yang mengalami kerugian. Kerugian dari kebakaran pasar hanya pada bangunan dan tidak ada korban jiwa sama sekali. Dampak dari kebakaran Onan

Nainggolan terhadap para pedagang adalah dengan dipindahkan lagi areal perdagangan ke tanah lapang menunggu pembangunan Onan Nainggolan yang baru.

.

3.2 Pengelolaan Onan Nainggolan

Pasar tradisional merupakan pusat aktifitas sebagian besar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mulai dari kebutuhan sandang, pangan, papan, maupun kebutuhan sosial lainnya. Keberadaan pasar tradisional terus mengalami perkembangan dan semakin banyak pula masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan pasar tradisional tersebut.

. Dalam hal pengelolaan, Onan Nainggolan lebih bersifat pelayanan kepada masyarakat yang dikelola oleh pemerintah daerah setempat. Onan Nainggolan

20 Wawancara dengan A. Jumses, di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 1


(51)

dipegang oleh Petugas Peraturan Pasar (PERPAS). Tugas pokok dari PERPAS adalah menyiapkan bahan perencanaan dan program kerja, pelayanan administrasi dan teknis pembinaan dan bimbingan, evaluasi dan pelaporan bidang pengelolaan pasar yang meliputi pendapatan serta sarana kebersihan, keamanan, dan ketertiban.

Petugas PERPAS Onan Nainggolan mengelola segala kegiatan yang berhubungan dengan aktifitas di pasar. Pengelolaannya meliputi pembangunan bangunan fisik pasar, pelayanan kebersihan dengan menyediakan tong sampah yang bekerjasama dengan dinas kebersihan, pemungutan pajak sewa bangunan, dan pelaksana keamanan dan ketertiban di area pasar. Pajak atau sewa bangunan selanjutnya akan dilaporkan kepada pihak Kecamatan yang mengurusi masalah keuangan dan pendapatan kecamatan.

Pada dasarnya sistem pengelolaan Onan Nainggolan bukan hanya dikendalikan oleh petugas pasar (PERPAS) melainkan adanya peran serta masyarakat pedagang yang banyak menggantungkan hidupnya di Onan Nainggolan. Para pedagang yang mengelola Onan Nainggolan adalah para pedagang yang berjualan menetap di mana telah memiliki lapak/tempat berjualan yang tidak berpindah dan telah menandatangani kontrak atas sewa areal dagang. Para pedagang yang menyewa dengan sistem kontrak mulai ada sejak tahun 1997 dimana setiap tempat berdagang yang mereka sewa dikenakan biaya pajak yang berbeda tergantung kepada kelasnya masing-masing.

Sistem pengelolaan Onan Nainggolan adalah sistem yang bersifat kekeluargaan, di mana pemerintah menetapkan harga sewa di samping berdasarkan kelas juga didasarkan pada tingkat kemakmuran ekonomi masyarakat. Dalam


(52)

menetapkan harga sewa biasanya pihak pemerintah akan melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan masyarakat setempat sehingga pajak sewa yang dikenakan kepada masyarakat tidak terlalu besar dan masyarakat pun akan tepat waktu dalam pembayaran karena semua aturan yang menyangkut sewa didasarkan pada kesepakatan antara pemerintah setempat dengan masyarakat sekitar.

3.3

Aktifitas

Onan

Nainggolan

Barang-barang dagangan yang diperjual belikan pada masa itu tidak jauh berbeda dengan tahun 1946, akan tetapi berubah secara kuantitas. Barang dagangan yang sebelumnya dijual hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari selanjutnya berubah menjadi motif untuk mencari keuntungan lebih yang mampu digunakan untuk hari berikutnya. Harga barang dagangan yang dijual pada masa itu pun bervariasi tergantung pada jenis barang dan harga di pasaran. Setelah itu akan terjadi tawar menawar antara pedagang dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga.

Dalam hal retribusi, para pedagang dikenakan biaya retribusi dua sukku (1 rupiah) atas sewa lahan mereka. Uang retribusi tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Dinas Pasar Kabupaten Tapanuli Utara dan tidak ada lagi pemberian kepada Marga Parhusip karena pada tahun 1965 tanah tersebut telah resmi dihibahkan oleh Raja Parhusip kepada pemerintah setempat untuk renovasi pasar dengan catatan setiap Marga Parhusip yang berjualan di Onan Nainggolan tidak dikenakan pungutan biaya. Hal ini dikarenakan sistem adat Batak Toba secara turun temurun yang


(53)

menghargai adat dan selalu peduli terhadap keturunannya walaupun moyang mereka telah meninggal21

Pungutan/retribusi yang dikutip dari para pedagang digunakan untuk penataan kota supaya tercipta daerah yang indah, tertib, dan bersih. Masalah sampah yang dimunculkan para pedagang merupakan suatu kendala bagi pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam mewujudkan daerah yang bersih dan indah. Maka untuk itu, diperlukan penanganan yang lebih serius dari seluruh pihak yang berkompeten karena apabila tidak ditangani secara serius maka akan menjadi permasalahan yang lebih kompleks. Melihat kenyataan yang berkembang, maka pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah menyediakan gerobak-gerobak dan tong-tong sampah.Di samping itu juga telah menyiapkan tenaga-tenaga kerja kebersihan yang bertugas memelihara kebersihan kota, menyapu jalan/pasar, dan petugas pengangkutan gerobak sampah. Jumlah dari petugas kebersihan dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini merupakan bukti nyata dari upaya pemerintah dalam penanggulangan sampah dan juga demi kesejahteraan para pedagang dan kenyamanan para pembeli

.

22

3.4 Permasalahan yang Dihadapi di Onan Nainggolan .

Para pedagang tersebut apabila sudah selesai berjualan akan meninggalkan sampah yang berserakan sehingga dapat menimbulkan situasi yang tidak nyaman di sekitar pasar dan selokan/parit. Keadaan ini berlangsung setiap hari sehingga sampah

21

Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 1 Agustus 2013.

22 Wawancara dengan A. Karmila Parhusip di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir,


(54)

ataupun kotoran tersebut jadi menumpuk di areal pasar tersebut. Apabila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut maka dapat mengakibatkan aroma yang tidak sedap dan berbau busuk serta dapat menimbulkan sumber penyakit. Keadaan ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi kebersihan dan keindahan pasar yang disebabkan oleh sampah-sampah yang berserakan dan tata ruang semakin semrawut serta sering kali dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas.

Keadaan payung-payung yang dipasang oleh para pedagang dari luar Pulau Samosir pada saat berjualan juga dapat menimbulkan pemandangan yang kurang sedap dipandang oleh mata. Parit-parit yang tersumbat oleh karena sampah-sampah pedagang kaki lima akan menggenang di sepanjang jalan terutama saat hujan turun. Keadaan ini lambat laun akan mempercepat kerusakan pada badan jalan sementara itu pasar menjadi becek dan berlumpur23

Dampak lainnya yang disebabkan oleh para pedagang kaki lima adalah kemacetan lalu lintas. Hal ini terjadi karena pedagang kaki lima tidak menghiraukan tempat-tempat yang dilarang untuk berjualan. Sering kali para pedagang membuat lokasi berdagang di sepanjang jalan, bahkan terkadang sampai menempati setengah badan jalan. Hal ini juga dapat menggangu kelancaran lalu lintas meskipun petugas sering melakukan penertiban dan penggusuran terhadap para pedagang kaki lima, akan tetapi hasilnya tidak pernah mengalami perubahan24

23

Wawancara dengan Op. Dorlan di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 2 Agustus 2013.

.

24 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(55)

Keadaan pedagang di Onan Nainggolan menjadi suatu dilema bagi pemerintah dalam mewujudkan Samosir yang bersih, tertib, dan aman. Pada tahun 1990 Jumlah pedagang terus bertambah karena tempat penampungan untuk berjualan belum memadai. Inilah hal utama yang masih menjadi kendala bagi pemerintah dalam mengatur tata kota administratifnya, khususnya di daerah Kecamatan Onan

Runggu25

Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah berusaha menjadikan Samosir menjadi kota yang indah, tertib, dan bersih. Hal ini sangat berpengaruh dengan Onan

Nainggolan, karena pasar ini sangat strategis dilalui oleh masyarakat dari berbagai arah atau tempat. Hal ini didukung juga oleh dekatnya lokasi pasar dengan Pelabuhan Nainggolan. Pemerintah berusaha dalam mengatasi masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat dalam era keterbukaan dimana memerlukan penanggulangan yang terpadu, yaitu menciptakan kerjasama yang baik dari berbagai pihak dengan memperhatikan aspek dan kepentingan dari berbagai pihak serta tidak mengindahkan nilai kebenaran dan kemanusiaan.

.

Kehadiran pedagang di Onan Nainggolan dari segala bentuk dan kegiatannya tidak pernah luput dari permasalahannya. Pedagang di Onan memberikan masalah yang kompleks terutama masalah sampah, lingkungan kumuh, kemacetan, dan ketertiban lalu lintas yang merupakan ulah dari pedagang tersebut. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengadakan operasi pasar untuk menertibkan para pedagang dengan mengadakan razia atau penggusuran yang bertujuan untuk menertibkan dan

25 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(56)

menata pedagang agar berjualan di tempat yang telah ditentukan, kemudian menyediakan tempat penampungan bagi para pedagang dengan cara menambah bangunan pasar dan membuka kawat duri pembatas dan dibangun dengan bangunan pasar baru sebagai tambahan bangunan berdagang bagi pedagang dalam menjalankan aktifitasnya. Melalui pasar yang baru ini juga, diharapkan agar para pedagang tidak lagi berjualan di sepanjang jalan maupun badan jalan.


(57)

BAB IV

Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

Onan

Nainggolan

4.1 Transportasi

Transportasi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Demikian juga halnya dengan masyarakat Samosir, transportasi sudah dapat dikatakan lumayan lancar dimana telah adanya sarana transportasi berupa jalan yang beraspal, dan pelabuhan yang memadai sehingga untuk mencapai pasar tersebut para pendatang yang datang dari luar daerah tidak mengalami kesulitan lagi karena. Sarana yang sudah memadai memudahkan para pedagang untuk mengadakan transaksi jual beli secara langsung.

4.1.1 Transportasi Darat

Transportasi yang baik dan lancar akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan suatu daerah. Begitu juga dengan Onan Nainggolan, juga mendapatkan dampak dari perkembangan transportasi.

Kemajuan dalam bidang transportasi sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan Onan Nainggolan. Pada tahun 1965, masyarakat yang ingin melakukan kegiatan dagang tergolong sedikit. Hal ini dikarenakan kondisi transportasi masyarakat pada saat itu yang belum memadai. Masyarakat yang berdagang pun hanya berasal dari daerah Samosir sendiri seperti Onan Runggu, Sitinjak, dan Harian yang berjarak hanya sekitar 5-10Km dari Onan Nainggolan. Mereka yang datang biasanya menggunakan kuda beban sebagai alat transportasi


(58)

untuk mengangkut barang dagangan mereka. Selain itu, masih ada dari sekelompok masyarakat yang menggunakan pedati sebagai alat transportasi jika bepergian atau mau menuju Onan. Mereka yang menggunakan pedati dan kuda beban tersebut biasanya berasal dari kalangan pedagang yang memiliki jumlah barang dagangan yang relatif lebih banyak, sedangkan bagi kalangan pedagang yang memiliki jumlah dagangan yang sedikit biasanya mereka hanya berjalan kaki sambil memikul barang dagangan yang akan dijualnya26

Selain itu, kondisi jalan tanah dan berbatu menjadi penyebab lamanya waktu yang ditempuh para pedagang, khususnya pedagang yang berjalan kaki ke Onan

Nainggolan. Belum lagi jika hujan turun, maka jalanan yang dilalui para pedagang akan menjadi becek dan sangat licin sehingga terkadang para pedagang seringkali harus singgah di suatu tempat teduh menunggu hujan reda dan jalanan tidak licin. Hal ini tentu saja membuat dagangan mereka terkadang harus busuk dan layu sehingga tidak laku dijual di pasar. Situasi ini cukup merugikan masyarakat dan memicu lambatnya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang banyak menggantungkan hidupnya di Onan Nainggolan.

.

Pada tahun 1972 yang karena didasari rasa ingin membangun daerah, muncullah ide dari masyarakat dan raja-raja Bius untuk memperbaiki jalan tanah yang menghubungkan daerah masing-masing menuju Onan Nainggolan. Masyarakat beserta para raja bius mulai mengusulkan pembangunan jalan kepada pemerintah setempat. Kemudian pada tahun 1974 jalan aspal mulai dibangun, walaupun hanya

26 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten


(59)

seadanya saja namun sudah memudahkan para pedagang untuk mencapai Onan

Nainggolan27

Pada tahun 1977, pembangunan sarana transportasi jalan mulai dibangun sedemikian rupa. Jalan mulai diratakan dan pembangunan jalan aspal pun mulai dilakukan. Lalu pada tahun 1980 pembangunan jalan aspal telah rampung dibangun. Pembangunan jalan aspal tersebut meliputi daerah Onan Runggu, Pangururan, Palipi, Urat, dan Sirait. Jalan tersebut dibangun untuk menghubungkan beberapa desa di daerah Samosir dan menghubungkan antara Samosir dengan daerah lain seperti Sidikalang. Akan tetapi pembanguna yang dilakukan pun belum merata. Pembangunan jalan belum sampai ke daerah pelosok kampung. Pembangunan yang dilakukan hanya terbatas pada akses jalan besar yang mengikuti alur pinggiran danau.

.

28

Melihat kenyataan bahwa telah adanya prasarana jalan yang bagus, masyarakat mulai berpikir akses termudah mencapai Onan Nainggolan. Salah satunya dengan menggunakan jasa transportasi angkutan. Angkutan yang digunakan pada masa itu untuk mengangkut pedagang dan barang dagangannya hanya terbatas pada angkutan mobil jenis pick up. Para pedagang yang memanfaatkan mobil angkutan ini biasanya adalah kalangan pedagang dengan barang dagangan yang jumlahnya cukup banyak. Sementara bagi mereka yang tidak terlalu banyak barang dagangannya biasanya hanya menggunakan angkutan pribadi seperti sepeda motor.

27

Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 1 Agustus 2013.

28 wawancara dengan Roy Gultom, Kepala Perpustakaan Paroki St. Paulus Onan Runggu,


(60)

Keberadaan angkutan pada masa itu masih langka. Baru pada tahun 1990-an keberadaan angkutan mengalami perkembangan yang begitu signifikan. Pada tahun-tahun tersebut telah ada angkutan umum, pick up, truck, dan lainnya yang bertujuan untuk akses menuju Onan Nainggolan. Hal ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap kemajuan dan perkembangan Onan Nainggolan itu sendiri. Dengan adanya transportasi yang menghubungkan Onan dengan daerah lain, maka semakin banyak pula masyarakat pedagang yang melakukan aktifitas dagang di Onan

Nainggolan. Salah satu contohnya adalah Bapak Anto Siburian yang berasal dari Sidikalang. Beliau adalah seorang pedagang yang ada di Onan Nainggolan sejak tahun 1987. Menurut penuturan beliau, peran angkuatan sangat membantu dalam proses perdagangannya.

“Bayangkan saja jika tak ada transportasi untuk mencapai Nainggolan. Mungkin saya tidak akan sampai kemari dari kampung asal saya. Dan kalau pun saya memberanikan diri hanya bermodalkan kuda beban, mungkin tunggu 1 tahun lagi baru tiba di Nainggolan. Otomatis barang dagangan yang ingin saya jual akan habis saya makan sendiri selama di perjalanan. Itu pun bakalan kurang.”29

Dengan kata lain, dapat dijelaskan bahwa kemunculan transportasi sangat berpengaruh terhadap kegiatan perdagangan di Onan Nainggolan. Akses jalan yang lebih mudah dan waktu tempuh yang lebih singkat setelah berkembangnya transportasi telah memberikan dampak yang begitu besar pula terhadap kemajuan dan perkembangan Onan Nainggolan. Masyarakat sangat diuntungkan dengan peningkatan taraf hidup dan kesejahteraannya, dan Onan Nainggolan semakin berkembang seiring berkembangnya transportasi.

29 Penuturan Bapak Anto Siburian pedagang di pasar Onan Nainggolan pada wawancara


(61)

Dengan demikian peranan transportasi semakin vital sejalan dengan tingkat kemajuan ekonomi dan kemakmuran daerah. Hal ini bersangkut paut dengan transportasi yang menyinggung langsung kebutuhan pribadi warga setempat serta berkaitan langsung dengan kehidupan ekonomi masyarakat. Sebaliknya, dampak dari kelumpuhan yang diakibatkan keterbatasan bidang transportasi pasti tidak hanya merugikan dan menimbulkan derita bagi warga tetapi seluruh system ekonomi yang berkembang di daerah pun akan ikut mengalami kekacauan.

4.1.2 Transportasi Air

Dalam pergerakan sektor ekonomi dalam satu wilayah dibutuhkan beberapa sarana pendukung di antaranya sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sarana transportasi, baik yang bersifat tradisional dan bersifat modern yang ditambah dengan prasarana pendukung seperti jalur-jalur transportasi. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Samosir yang rata-rata bertani dan nelayan, perahu (solu) merupakan kebutuhan yang tidak dapat dilepaskan dari masyarakat ini. Hal ini disebabkan perahu merupakan satu-satunya alat transportasi.30

Peranan perahu (solu) ini sangat vital sebagai penunjang perekonomian masyarakat setempat. Fungsi utama dari solu ini adalh mengangkut hasil pertanian masyarakat baik masuk maupun keluar dari Samosir, seperti; pisang, bawang, kacang tanah, cabai, dan hewan ternak seperti, babi, ayam, dan kerbau ke pekan yakni, Balige, Ajibata, dan Tiga Raja. Begitu juga sebaliknya, masyarakat dari luar Samosir juga memanfaatkan perahu besar (solu bolon) untuk mengangkut barang komoditi

30


(62)

mereka ke Onan Nainggolan. Perahu ini rutin berangkat 3 kali dalam 1 minggu membawa pedagang dan masyarakat yang akan berbelanja ke pasar (onan)31

Jarak yang jauh dan membutuhkan waktu berhari-hari untuk sampai ke Onan

Nainggolan dan menuju luar pulau Samosir menyebabkan perputaran ekonomi di Samosir dan sekitarnya sangat lambat. Kehidupan ekonomi masyarakat Samosir sebelum adanya kapal motor sangat jauh dari sejahtera.

.

Kesulitan dalam bidang transportasi, khususnya transportasi air menjadi hal penting dalam perkembangan peradaban kelompok masyarakat di Samosir. Perahu (solu) yang menjadi satu-satunya alat transportasi air pada waktu itu dirasa masyarakat masih kurang sehingga diperlukan sebuah pembaharuan agar kehidupan mereka menjadi lebih baik.

Perkembangan transportasi air diawali dari masuknya zending Katolik ke Samosir yang menggunakan kapal motor sebagai sarana dalam mengabarkan injil dan penyebaran agama Katolik di Samosir. (1933)32 Beliau menggunakan kapal motor karena dianggap menjadi salah satu penarik bagi masyarakat karena dalam misinya beliau sering dimintai tolong oleh masyarakat untuk ikut menyeberang ke kampong lain atau membawa barang-barang hasil bumi dengan kapal motornya.33

31

Wawancara dengan Op. Parpandua di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 4 Agustus 2013.

Hal ini menyebabkan kedekatan hubungan antara zending katolik dengan masyarakat Samosir.

32 Ibid hal 2 33


(1)

Sumber: Koleksi Pribadi Op. Parpandua


(2)

Sumber : Koleksi Pribadi Op. Parpandua

Gambar 4: Kondisi Fisik Onan Nainggolan Sesudah Tahun 1998


(3)

Sumber: Foto Penelitian Lapangan Tahun 2013


(4)

Sumber: Foto Hasil Penelitian Lapangan 2013

Gambar 6 : Tugu Marga Nainggolan Parhusip Simbol yang menandakan bahwa Onan Nainggolan berada di tanah milik marga Nainggolan


(5)

Sumber: Foto Hasil Penelitian Lapangan 2013

Gambar 7 : Kapal Motor Yang digunakan sebagai sarana pendukung utama dalam aktifitas perdagangan antar wilayah.


(6)

Sumber : Foto Hasil Penelitian Lapangan 2013