9
B. Permasalahan
Penulis bermaksud untuk mengkajinya dalam konteks tertentu, yakni pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang badan
perwakilan desa dalam rangka pelaksanaan desa di Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis.
C. Pemecahan Masalah
Untuk melihat perubahan politik yang terjadi di desa dapat dilihat pada kejadian berikut ini. Pada pertegahan bulan Juli 2002,
datanglah rombongan dari Desa Teluk Lancar Kecamatan Bantan ke Kantor Camat Bantan. Rombongan tersebut ternyata adalah Kepala
Desa bersama dengan perangkat desa. Mereka sebelumnya telah meminta diberhentikan saja sebagai perangkat desa. Hal itu
disebabkan karena sudah tidak tahan lagi dengan sikap beberapa orang anggota Badan perwakilan Desa BPD yang menginginkan
mereka dinonaktifkan. Karena merasa terisnggung perangkat tersebut ingin meletak jabatannya selaku perangkat desa. Disini
badan perwakilan desa belum mengetahui tugas dan fungsinya secara jelas. Sebagaimana yang diatur didalam Perda Kabupaten
Bengkalis Nomor 18 tahun 2000. Permasalahan tersebut tidak hanya terjadi di Desa Teluk Lancar saja, di desa-desa yang lain juga
terdapat permasalahan antara pemerintah desa dengan Badan Perwakilan Desa.
Menurut analisa
penulis, pergesekan
ini terjadi
berkemungkinan besar
disebabkan miscommunication
atau kesalahan pahaman terhadap suatu permasalahan, sebagai contoh
kasus penonaktifkan Kepala Desa Telak Lancar oleh Badan Perwakilan Desa.
Sebagai suatu lembaga yang baru, tentulah organisasi badan perwakilan desa ini harus memulai langkah dari awal. Tindakan-
10 tindakan ang dilakukan lembaga ini terkadang membuat situasi di
desa semakin memanas. Melihat gejolak diatas, apakah sebenarnya yang telah
terjadi ? Era reforemasi yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, membawa perubahan ke segenap lapisan pemerintahan. Perubahan ini juga dialami oleh pemerintahan desa. Dengan
keluarnya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 ini maka Undang- Undang nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dinyatakan
tidak berlaku lagi. Organisasilembaga yang ada di Desa juga berubah,
Lembaga masyarakat Desa yang dulunya dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 , dirubah menjadi Badan
Perwakilan Desa. Apakah perubahan ini hanya kulitnya saja, hal ini tidaklah demikian. Angin reformasi juga menghembus di Desa ,
transparansi dan demokratisasi juga didengungkan di desa-desa. Namun suatu hal yang sering terjadi yaitu reformasi yang salah arah.
Sehingga muncul argumen-argumen, tindakan-tindakan yang sering keluar dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Kesadaran masyarakat desa akan arti pentingnya keterbukaan dan transparansi semakin kuat. Penyelengaraan pemerintah Desa
yang dulunya diatur menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1979, lebih menekankan penyeragaman dan pengawasan yang ketat serta
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, menurut
prakarsa sendiri. Saat ini dinamika, transparansi dan semangat reformasi yang menekan pada prinsip desentralisasi, demokratisasi,
pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman desa harus dilaksanakan oleh Pemerintah. Selama ini pemerintah desa
sering disebut one man show, memiliki partner yang selalu mengawasai pelaksanaan pemerintah di desa yaitu badan perwakilan
desa.
11 Badan perwakilan desa dibentuk berdasarkan Undang-
Undang nomor 22 tahun 1999, pada pasal 102 ayat 1 dinyatakan bahwa “ dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, kepala desa
bertanggung jawab kepada rakyat melalui badan perwakilan desa”. Selanjutnya hal ini diatur pada Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 64 tahun 1999 tentang Pedoman umum pengaturan mengenai desa. Untuk Kabupaten Bengkalis, dasar pembentukan
Badan Perwakilan Desa BPD adalah Peraturan Daerah Kabupaten Bengkalis Nomor
18 tahun 2000 tentang pedoman pembentukan Badan Perwakilan Desa, yang telah diundangkan pada tanggal 2
Januari 2001. Sampai saat ini belum satupun Badan Perwakilan Desa yang
dapat menghasilkan peraturan desa, hal ini perlu pembinaan yang teratur dan terarah dari pemerintah kabupaten maupun kecamatan.
Kurangnya pembinaan dari pemerintah kabupaten dan pemerintah tingkat atas akan memperlambat peningkatan kinerja badan
perwakilan desa. Sebagai suatu organisasi yang baru tumbuh di desa, badan
perwakilan desa memulai semuanya dari nol. Perlu pembenahan dan pembinaan dari perintah tingkat atas seperti pemerintah kecamatan
dan kabupaten. Kalau diamati secara seksama yang dibina develop bukan hanya organisasinya akan tetapi juga termasuk orangnya
sikap, persepsi dan motivasinya . Jadi dapat dikatakan bahwa Badan Perwakilan Desa sebagai
sebuah lembaga yang baru didirikan di desa, berdasarkan Undang- Undang nomor 22 tahun 1999 tersebut, harus melalui proses
perencanaan jangka panjang dalam pembinaannya, sehingga nantinnya badan perwakilan desa ini diharapkan mencapai efektifitas
yang dibutuhkan oleh masyarakat desa khususnya dan pemerintah umumnya.
Selanjutnya sarana dan prasarana yang dimiliki badan perwakilan desa pun sangat terbatas sekali. Dengan bantuan uang
12 operasional sebesar Rp. 12.000.000,- pertahunnya. Tanpa uang gaji
dan penghasilan yang tetap anggota badan perwakilan desa dituntut untuk kerja dengan beban tugas yang berat.
Fasilitas kantorpun belum disediakan oleh pemerintah kabupaten ,kantor yang merupakan sarana mutlak bagi suatu
lembaga belum sepenuhnya terealisir, baru 2 desa yang memiliki kantor badan perwakilan desa sedangkan sisanya sebanyak 7 Desa,
kantor badan perwakilan desa kadang kadang berkantor dirumah Ketua Badan Perwakilan Desa.
D. KESIMPULAN
Bahwa dengan kejadian penonaktifan Kepala Desa Lek Lancar dan mogoknya seluruh aparat Pemerintah Desa Teluk Lancar
yang ingin meletakkan jabatannya dapat disipulkan anatara lain : 1. Bahwa konflik politik yang selama ini terjadi pada level
pemerintahan tingkat atas Kabupaten, Provinsi dan Pusat, sekarang sudah menjalar pada level Desa.
2. Badan Perwakilan Desa secara structural merupakan sutau kekauatan baru yang ada di desa dan bisa menjadi oposisi di desa.
3. Badan Perwakilan Desa merupakan sarana demokrasi yang ada di desa, maka dari saat ini pelaksanaan Pemerintahan Desa harus
transparan, Kepala Desa tidak bisa lagi sendirian bekerja “ One Man Show”.
4. Supaya pelajaran demokrasi di desa lebih terarah dan sesuai dengan jalurnya maka aparat pemerintahan Desa secepat mungkin harus
dibekali dan dilatih tentang manajemen Pemerintahan Desa. Sehingga nantinya di desa bukan lagi tempat untuk salaing
menjatuhkan antara BPD dan Kepala Desa, karena tentulah hal ini akan merugikan masyarakat desa.
5. Khusus anggota Badan Perwakilan Desa harus secepatnya diberdayakan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan sehingga
kinerja BPD menjadi meningkat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Muhammad, Makalah Prospek Badan Perwakilan Desa terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pekanbaru, 2003.
Heri, Z, dkk, Parlemen Desa, Universitas Riau, Pekanbaru, 2003. Lapera, Otonomi Pemberian Negara, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta,
2001. Widjaja, HAW, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli dan Utuh,
Raja Grafindo Persada, Jakarta,2003 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
14 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
H. Muhammad