memnghasilkan suatu keputusan sekolah yang efektif dan menyeluruh. Proses yang dilakukan dapat melalui: 1 merumuskan
tujuan umum bersama, 2 menemntukan sejumlah tindakan yang akan diambil, dan 3 menciptakan perilaku kelompok yang sesuai
dengan kepentingan atau misi organisasi sekolah. Kepala sekolah kemungkinan akan memilih model proses pengambilan keputusan
yang sederhana, cepat, autokratik dengan mengesampingkan partisipasi luas para anggota dalam memberikan pertimbangan
alternatif. Namun proses tersebut tidak akan efektif, karena kurang mampu menghasilkan solusi yang efektif dan hanya akan
menimbulkan kekecewaan para anggota. Sebaliknya, model democratic, sang pemimpin berusaha melibatkan semua komponen
organisasi, stakeholder dalam mempertimbangkan berbagai alternatif solusi, informasi, dan mengambil keputusan bersama secara
musyawarah. Meskipun ini membutuhkan waktu lama dan kopmpleks, namun keputusan-keputusan yang dihasilkan diyakini mampu
meningkatkan efektivitas organisasi dan diterima oleh semua pihak atau kekuatan organisasi yang ada. Dalam situasi normal,
seyogyanya para kepala sekolah perlu memilih model demokratis dalam proses pengambilan keputusan di sekolah yang mereka
pimpin.
G. Model Pengambilan Keputusan Kelompok
Suatu model pengambilan keputusan menyajikan suatu proses yang dapat dijkadikan pimpinan sebagai pedoman dalam kegiatan
pengambilan keputusan. Terdapat sejumlah rambu-rambu atau pertanyaan yahng harus dijawab oleh para pengambil keputusan,
yang dapat membantu menentukan tingkat efektivitas proses yang
86
diterapkan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi: 1 apakah proses yang dilakukan sudah memmenuhi kriteria yang ditentukan?
2 apakah proses pengambilan keputusan sudah mempertimbangkan berbagai alternatif? dan 3 apakah sudah didasarkan pada informasi
yang akurat? Ketiga pertanyaan di atas dapat dipandang sebagai starting point
pimpinan organisasi sekolah dalam mengidentifikasi, mendiagnosis, dann membuat keputusan-keputusan kelompok dan individual. Model-
model itu dapat membantu pimpinan untuk menghindari adanya penolakan atau disagreement pada saat keputusan-keputusan telah
dibuat. Suatu model yang duiterapkan juga dapayt membantu seorang kepala sekolah melibatkan secara efektif segenap anggota
organisasi yang dipimpinnya di dalam forum-forum pengambilan keputusan, dan berguna bagi penyusunan program rencana atau
program peningkatan kualitas pembelajaran siswa. Model pengambilan keputusan yang pernah dikembnangkan oleh
Vrodiom dan Yetton, 1973 dan Vroom dan Jago, 1988 dalam Reinhartz and Beach 2004 dibangun atas landasan teori bahwa para
pemimpin membuat keputusan secara mandiri atau berkonsultasi dan mel;ibatkan para anggota kelompok seperti halnya komite sekolah.
Walaupun demikian, pada akhirnya seorang kepala sekolah akan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang
diberikan oleh segenap komponen organisasi dan odata yang tersedia.Morgan dan Bowers dalam Reinhartz and Beach 2004 telah
mengidentifikasi ada 4 empat komponen model pengambilan keputusan, yakni: 1 assessment, 2 metacognition, 3 shared
mental model, dan 4 resource management. Komponen pertama, assessment
melibatkan aktivitas identifikasi masalah dan
87
pengumpulan data. Komponen kedua, metacognition memberikan peluang kepada para pengambil keputusan untuk memperbaiki atau
memperdalam masalah yang telah dirumuskan. Komponen ketiga, shared mental model merupakan penciptaan pemahaman bersama
akan suatu masalah yang dihadapi. Yang terakhir, resource managemen di mana para anggota membuat keputusant dengan
menggunakan segenap, pengalaman, ketrampilan, dan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah yang dihadapi bersama di
dalam organisasi. Disamping model-model pengambilan keputusan tersebut, para
kepala sekolah boleh menggunakan sartu dari tiga pendekatan, yaitu cognitive, affective, dan evaluative dalam membuat keputusan-
keputusan. Apabila menggunakan pendekatan cognitive, maka kepala sekolah dan kelompok memanfaatkann data yang akurat misalnya
dalam menentukan posisi ketenagaan di sekolah, seperti siapa yang dapat diusulkan sebagai calon Wakil Kepala Sekolah Urusan
Kurikulum. Data itu mungkin meliputi pengalaman calon, kesehatan, kompetensi, dan lain-lain. Kemudian data tersebut dianalisis secara
objektif sebagai bahan pengambilan keputusan final tentang calon yangh akan dipilih. Di samping menggunakan data, kepala sekolah
juga dapat memanfaatkan aspek emosional calon yang akan dinilai, hal ini berarti kepala sekolah sebagai pengambil keputusan
menggunakan pendekatan affective. Adapun yang ketiga, evaluative, pada pendekatan ini para pengambil keputusan biasanya sepenuhnya
bergantug pada kriteria yang sudajh ada dalam menentukan pilihan alternatif atau keputusan yang diambil. Kriteria yang digunakan bisa
bersumber dari pedoman yang sudah baku di sekolah atau ditenmtuklan oleh departemen, bahkan mungkin dapat pula
88
ditetapkan bersama oleh para anggota dalam rangka mengambil keputusan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
H. Kemampuan Berkomunikasi dalam Organisasi Sekolah