Pengaruh Motivasi Dan Manajemen Pengetahuan Terhadap Kinerja UMKM Di Wilayah Kabupaten Bandung

(1)

DATA PRIBADI

Nama : Ridian Gusdiana

Tempat Tinggal : Jl. Gagaklumayung No. 68 Sukaregang

GARUT - JAWA BARAT 44151 Tempat / Tgl. Lahir : Garut / 20 April 1988

Telepon / Mobile Phone : 082216200077, 089670850717

E - mail : rgusdiana@gmail.com

Status / Jenis Kelamin : Belum Menikah / Laki-laki

Tinggi / Berat Badan : 168 cm / 50 kg

Golongan Darah : A

Agama : Islam

Nomer Induk KTP : 3205011204880004

Pendidikan Formal

2013 – 2016 : UNIKOM BANDUNG (S2) Magister Manajemen 2011 - 2013 : UNIKOM BANDUNG (S1) Sistem Informasi 2007 - 2010 : AMIK GARUT (D3) Teknik Informatika 2004 - 2007 : SMA CILEDUG Al Musaddadiyah, Garut 2001 - 2004 : SMPN 4, Garut

1995 - 2001 : SD Muhammadiyah II, Garut 1993 - 1995 : TK Siliwangi, Garut

CURRICULUM VITAE


(2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Tahun 2016 adalah tahun dimulainya perdagangan bebas di kawasan ASEAN yang populer dikenal dengan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Momen ini tidak perlu kita tanggapi secara berlebihan bahkan takut karena sebelum pasar MEA pun usaha mikro kecil menengah (UMKM) kita sudah

“terbiasa” diserang dengan persaingan ketat dan sengit dengan produk-produk impor. Karakteristik UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang tegar berusaha sendiri inilah yang membawa UMKM di Indonesia mampu bertahan dan tetap eksis bahkan lebih tegar dibandingkan usaha besar yang berjatuhan di saat krisis ekonomi tahun 1997/1998 lalu. Jenis usaha UMKM yang beragam dan berlokasi hingga ke desa-desa mendorong sektor UMKM mampu menyediakan lebih dari 95% dari total lapangan kerja di Indonesia, yang tidak bisa dilakukan oleh sektor lainnya (Marselina Djayasinga, 2016 : 1).

Kondisi perlambatan ekonomi dan penguatan dolar AS yang mencapai Rp 14.000, berimbas pada turunnya omzet atau pendapatan sektor UMKM di Indonesia. Sebanyak 56,7 juta UMKM yang ada di Indonesia mengalami penurunan omzet hingga 15% (Nur Muhammad Abdurahman, 2015 : 1).

Menurut Sri Winarni (2006) dalam Marselina Djayasinga (2016 : 1), terdapat enam permasalahan umum UMKM di Indonesia, yaitu (1) kurang atau


(3)

terbatasnya modal sehingga kuantitas produk UMKM terbatas akibat menghadapi kekurangan bahan baku, (2) kesulitan dalam pemasaran karena kurangnya jejaring, (3) persaingan usaha ketat,(4) kurang teknis produksi dan keahlian, (5) lemahnya keterampilan manajerial termasuk pengetahuan manajemen keuangan, dan (6) iklim usaha yang kurang kondusif termasuk perizinan dan aturan/perundangan.

Bani Saksono (2014:1) hingga akhir 2013 jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia tercatat sebanyak 57.895.721, atau naik 2,41% dari 56.534.592 pada 2012. Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan berharap, tahun ini, jumlahnya kembali membengkak hingga di atas 58 juta yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan jumlah yang kurang lebih diatas 58 juta UKM tersebar ke seluruh pelosok di Indonesia.

Setiap Provinsi terdapat UKM yang mampu bertahan menghadapi krisis ekonomi, salah satunya yaitu Provinsi Jawa Barat. Seperti yang dikatakan oleh

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuturkan Jawa Barat memiliki banyak

keunggulan jika dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia. Dalam sambutannya

setidaknya Mendagri menyebutkan "Jabar merupakan provinsi perjuangan, salah

satu yang tak terpisahkan dalam proses kemerdekaan. Selain itu Jabar merupakan

povinsi budaya yang sangat beragam, serta daerah tujuan wisata yang paling

banyak dengan kuliner yang lezat." (Isa, 2015 : 1).

Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari beberapa kota yaitu salah satunya

adalah Kota Bandung. Namun Kabupaten Bandung memiliki tujuan untuk


(4)

yang dilansir oleh website pemerintahan koperasi kabupaten bandung

(http://koperasi.bandungkab.go.id/). Sebagai upaya pencapaian tujuan sesuai

dengan Visi yang telah ditetapkan, Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung mempunyai Misi salah satunya yaitu meningkatkan kemampuan pemupukan modal sendiri dan memperkuat struktur permodalan koperasi dan UKM.

Terkait mengenai permasalahan diatas, fokus yang akan diteliti adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berada di daerah Kabupaten Bandung yang memiliki penyerapan tenaga kerja daerah sekitar dan potensi untuk dikembangkan.

Hal ini dapat dilihat dari Penelitian (Herman S. Soegoto. Dan Rahma Wahdiniwaty, 2014 : 40) jumlah UMKM yang berada di Kabupaten Bandung mengalami kenaikan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 1.1 berikut ini :

Table 1.1

Jumlah dan Asset UMKM

2012 2013 Perubahan %

Jumlah UMKM 7.894 8.432 538 6,81%

Asset RP. 2.573.872.918.150 Rp. 2.581.842.828.150 Rp. 7.969.910.000 0,30%

Omzet Rp. 3.085.195.158.000 Rp. 3.089.449.528.000 Rp. 4.254.370.000 0,13%

Tenaga Kerja 61.124 62.932 1.808 2,95% Sumber: DISKOPERINDAG Kabupaten Bandung.

Hal ini menunjukan bahwa penyerapan dan pertambahan tenaga kerja dan jumlah UMKM di Kabupaten Bandung masih belum sebanding dengan jumlah omzet yang hanya dalam angka 0,13% sedangkan tenaga kerja meningkat 2,95%,


(5)

dan jumlah UMKM bertambah sebanyak 6,81%. Hal ini menunjukan bahwa kinerja UMKM masih belum optimal atau masih belum sebanding dengan pertambahan jumlah UMKM dan tenaga kerja.

Berdasarkan dari penelitian (Herman S. Soegoto dan Rahma Wahdiniwaty, 2014 : 63) mayoritas jenjang pendidikan para pelaku UMKM di Kabupaten Bandung berpendidikan SMA.

Adapun presentase jenjang pendidikan pelaku usaha di Kabupaten Bandung seperti terlihat pada gambar berikut:

Sumber : Penelitian Tim Pasca Sarjana UNIKOM

Gambar 1.1

Chart Diagram Jenjang Pendidikan Pelaku Usaha

Dikarenakan adanya faktor desakan kebutuhan hidup, mayoritas pelaku usaha lebih memilih untuk berwirausaha dan tidak melanjutkan pendidikan


(6)

menuju jenjang S1 karena tidak memiliki biaya. Sedangkan untuk masyarakat yang memilik biaya, lebih memilih untuk melanjutkan sekolah dan menjadi pegawai di perusahaan lain. Adapun ilmu yang diperoleh para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya adalah dari pengalaman pribadi.

Dengana melihat tabel diatas dapat menggambarkan bahwa mayoritas pendidikan para pelaku UMKM yang masih rendah bisa menjadi salah satu faktor bahwa para pelaku usaha dalam hal manajemen pengetahuannya pun masih rendah.

Selain itu secara keseluruhan, mayoritas para pelaku usaha belum pernah melakukan usaha lain sebelum usaha saat ini, hal tersebut menggambarkan bahwa para pelaku UMKM di Kabupaten Bandung lebih fokus dalam menjalankan usaha mereka yang sudah berjalan dan tidak memiliki keinginan untuk berpindah usaha atau tidak memiliki keinginan untuk memulai usaha, beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain usaha yang turun-temurun dari keluarga sehingga para pelaku UMKM tidak memiliki motivasi untuk memulai usaha. Hal ini terlihat dari table hasil penelitian (Herman S. Soegoto dan Rahma Wahdiniwaty, 2014 : 67) presentase usaha sebelumnya para pelaku usaha di Kabupaten Bandung seperti terlihat pada gambar berikut:


(7)

Gambar 1.2

Chart Diagram Usaha Sebelumnya Para Pelaku Usaha

Hal tersebut menyatakan bahwa mayoritas para pelaku memulai usaha mereka karena tidak ada yang meneruskan usaha keluarga dan tidak ada pilihan lain untuk mencari pekerjaan.

Bertitik tolak dari hal tersebut, maka perlu kiranya diadakan suatu studi yang bertitik tolak dari masalah di atas. Dengan melihat motivasi dalam diri mereka dan manajemen pengetahuan mereka serta kinerja usaha atau perusahaan yang mereka tekuni. Dengan diketahui permasalahan diatas, maka diharapkan akan dapat diketahui seberapa besar pengaruh kegiatan manajemen pengetahuan dan motivasi terhadap kinerja perusahaan sehingga dengan demikian dapat dijadikan suatu dasar guna merumuskan kegiatan pengembangan selanjutnya.


(8)

Berdasarkan uraian di atas penyusun tertarik untuk melakukan penelitian pada UMKM di Kabupaten Bandung dengan judul : "Pengaruh Motivasi dan Manajemen Pengetahuan Terhadap Kinerja UMKM di Wilayah Kabupaten Bandung".

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mencoba mengidentifikasikan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1) MEA merupakan perdagangan bebas wilayah ASEAN yang menjadikan persaingan dalam wirausaha menjadi lebih sulit.

2) Mayoritas tingkat pendidikan para pelaku usaha yang masih rendah kemungkinan menjadi salah satu faktor manajemen pengetahuan mereka rendah.

3) Mayoritas usaha mereka yang turun temurun dari keluarga dapat menggambarkan bahwa motivasi dalam membuka usaha sendiri tergolong rendah.

4) Perbandingan bertambahnya jumlah UMKM dan tenaga kerja yang tidak sebanding dengan omzet menggambarkan kinerja UMKM yang kurang maksimal.

1.2.2 Rumusan Masalah

Dari pemaparan identifikasi masalah yang ada maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :


(9)

1. Bagaimana motivasi, manajemen pengetahuan dan kinerja UMKM di wilayah Kabupaten Bandung.

2. Seberapa besar hubungan antara motivasi dengan manajemen pengetahuan para pelaku UMKM di wilayah Kabupten Bandung.

3. Seberapa besar pengaruh motivasi dan manajemen pengetahuan terhadap kinerja UMKM di wilayah Kabupaten Bandung baik secara simultan maupun parsial.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh-pengaruh Motivasi dan Manajemen Pengetahuan terhadap Kinerja UMKM di wilayah Kabupaten Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui seberapa besar motivasi, manajemen pengetahuan, dan kinerja para pelaku UMKM di wilayah Kabupaten Bandung. 2. Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara motivasi dan

manajemen pengetahuan para pelaku UMKM di wilayah Kabupaten Bandung.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh motivasi dan manajemen pengetahuan terhadap kinerja UMKM di wilayah Kabupaten Bandung baik secara simultan maupun parsial.


(10)

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah dapat bermanfaat baik secara praktis maupun secara teoritis sebagai berikut :

1.4.1 Kagunaan Praktis

 Bagi Perusahaan

Penulisan ini diharapkan dapat memotivasi dan menambah wawasan mengenai manajemen pengetahuan para pemilik UMKM.

 Lain-lain

Diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi tambahan bagi pihak-pihak terkait dan bagi para pelaku UMKM yang lainnya.

 Kegunaan bagi mahasiswa

Dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dalam menambah wawasan mengenai pengaruh Motivasi dan Manajemen Pengetahuan terhadap Kinerja UMKM di wilayah Kabupaten Bandung.

1.4.2 Kegunaan Teoritis

 Pengembangan Ilmu Manajemen

Penelitian ini diharapakan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam memebrikan sumbangan informasi ilmu yang dapat memberikan kontribusi dalam memajukan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia.


(11)

Penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya mengenai pengaruh ilmu penegatahuan manajemen dan etika bisnis terhadao kinerja umkm di wilayah Kabupaten Bandung.

 Peneliti lain

Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat sebagai referensi bagi penulis lainnya khususnya yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai pengaruh manajemen pengetahuan dan etika bisnis terhadap produktivitas dan dampaknya kepada kinerja.

1.5 Lokasi Penelitian


(12)

11 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian UMKM

Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) :

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.


(13)

2.1.2 Kriteria UMKM

Berikut kriteria UMKM, menurut Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentangUsaha Mikro, Kecil dan Menengah:

Tabel 2.1 Kriteria UMKM

Asset Omzet

1 Usaha Mikro Maksimal 50 juta Max 300 Juta

2 Usaha Kecil > 50 Juta - 500 Juta > 300 Juta - 2,5 M 3 Usaha Menengah > 500 Juta -10 M > 2,5 M - 50 M

No Uraian Kriteria

Sumber : UU No 20 Tahun 2008

2.1.3 Motivasi

2.1.3.1 Pengertian Motivasi

Menurut Malayu S.P Hasibuan (2006:219) “bahwa motivasi adalah pemberian daya pengerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya

upayanya untuk mencapai kepuasan”.

Motivasi berasal dari kata “motif”. Menurut Sardiman (2007:73)

mengemukakan bahwa :

kata motif, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat- saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk menjadi tujuan sangat dirasakan/mendesak.

Menurut Moekijat dalam Malayu S.P. Hasibuan (2006: 218) bahwa “motif adalah suatu pengertian yang mengandung semua alat penggerak alasan-alasan


(14)

atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu”. Hal ini senada dengan Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 930), mengartikan motivasi sebagai, “dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan

tujuan tertentu”.

Sedangkan Sardiman (2007 : 73) mendefinisikan motivasi sebagai berikut: Motivasi juga dapat dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh didalam diri seseorang.

Berdasarkan pembahasan tentang berbagai pengertian motivasi, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja melingkupi beberapa komponen yaitu :

a. Kebutuhan, hal ini terjadi bila seseorang individu merasa tidak ada keseimbangan antara apa yang dimiliki dan yang diharapkan.

b. Dorongan, dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan perbuatan atau kegiatan tertentu.

c. Tujuan, tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh individu.

Seseorang yang memiliki tujuan tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan, maka ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan antusias dan penuh semangat, termasuk dalam pencapaian cita-cita yang dinginkan. Dengan demikian, antara minat dan motivasi mempunyai hubungan yang erat, karena motivasi merupakan dorongan atau penggerak bagi seseorang dalam pencapaian sesuatu yang diinginkan dan berhubungan langsung dengan sesuatu yang menjadi minatnya.


(15)

Sehingga dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga pendorong baik yang berasal dari dalam (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan tugas sebagai seorang pengusaha.

2.1.3.2 Fungsi Motivasi

Menurut Sardiman (2007: 85), fungsi motivasi ada tiga, yaitu :

 Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang akan dikerjakan.

 Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

 Menyelesaikan perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

2.1.3.3 Faktor-faktor Motivasi

Motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, karena motivasi itu melibatkan faktor-faktor individual dan faktor organisasional. Yang tergolong pada faktor-faktor yang sifatnya individual adalah kebutuhan-kebutuhan (Needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitudes), dan kemampuan-kemampuan (abilities). Sedangkan yang tergolong pada faktor-faktor yang berasal organisasi meliputi pembayaran atau gaji (pay), pengawasan


(16)

(supervision), pujian (praise) dan pekerjaan itu sendiri (job it self) (Faustino Cardoso Gomes, 2003:180).

2.1.3.4 Teori-teori Motivasi

Teori-teori motivasi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Teori Motivasi Kepuasan (Content Theory)

Teori ini merupakan teori yang didasarkan pada kebutuhan insan dan kepuasannya. Maka dapat dicari faktor-faktor pendorong dan penghambatnya. Pada teori kepuasan ini didukung juga oleh para pakar diantaranya :

a. Teori Hirarki Kebutuhan ( A. Maslow) b. Teori Tiga Motif Sosial (D. McClelland) c. Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg) d. Teori E-R-G ( Clayton Alderfer)

a. Teori Hirarki Kebutuhan ( A. Maslow)

Abraham Harold Maslow menyatakan bahwa manusia dimotivasi oleh berbagai kebutuhan dan keinginan ini muncul dalam urutan hirarki. Maslow mengidentifikasi dalam urutan yang semakin meningkat. Adapun kelima tingkatan tersebut adalah (Handoko, 1991: 255):

1) Kebutuhan Fisiologis ( Physiological Needs).

a) Teoritis : kebutuhan pangan, sandang, papan, bebas dari rasa sakit.

b) Terapan : ruang istirahat, air untuk minum, liburan, cuti, balas jasa.

2) Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan Kerja (Safety & Securtiy Needs).


(17)

a) Teoritis : perlindungan dan stabilitas.

b) Terapan : pengembangan karyawan, kondisi kerja yang aman, rencana - rencana senioritas, serikat kerja, tabungan, uang pesangon, jaminan pensiun, asuransi.

3) Kebutuhan Sosial (Social Needs).

a) Teorits : Cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima dalam kelompok, kekeluargaan dan sosialisasi.

b) Terapan : kelompok-kelompok kerja formal & informal, kegiatan-kegiatan yang disponsori perusahaan, acara peringatan.

4) Kebutuhan Penghargaan ( Esteem Needs).

a) Teoritis : Status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuan, reputasi dan prestasi, apresiasi, kehormatan diri dan penghargaan.

b) Terapan : kekuasaan, ego, promosi, jabatan, hadiah, status. 5) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-Actualization Needs).

a) Teoritis : Penggunaan potensi diri, pertumbuhan, pengembangan diri.

b) Terapan : Menyelesaikan penugasan-penugasan yang bersifat menantang, melakukan pekerjaan-pekerjaan kreatif, pengembangan ketrampilan.

b. Teori Tiga Motif Sosial (D. McClelland)

David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.


(18)

Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi. Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer.

1) Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)

Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.

n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.

2) Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)

Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.


(19)

McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.

n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.

3) Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)

Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.

McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.

c. Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)

Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.


(20)

Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins, 2001 : 170).

Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :

1) Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu. 2) Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang

bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.

3) Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :

1) Maintenance Factors

Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.

2) Motivation Factors

Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini


(21)

berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.

d. Teori E-R-G ( Clayton Alderfer)

Menurut Clayton Aldefer (Daft, 2002: 96) menjelaskan bahwa kebutuhan manusia dikelompokkan menjadi tiga dasar kebutuhan yaitu :

1) Kebutuhan untuk eksistensi/keberadaan (Existence Needs).

Kebutuhan ini mencakup semua bentuk kebutuhan fisik dan keamanan, seperti: bonus kerja, gaji tambahan, dan kebutuhan keamanan seperti asuransi kesehatan, jaminan masa depan..

2) Kebutuhan untuk hubungan (Relatedness Needs)

Kebutuhan ini mencakup semua kebutuhan yang melibatkan hubungan social dan hubungan anatar pribadi bermanfaat.

3) Kebutuhan untuk bertumbuh (Growth Needs)

Kebutuhan ini mencakup kebutuhan yang melibatkan orang-orang yang membuat usaha kreatif terhadap diri mereka sendiri dan lingkungan.

Manusia bekerja memenuhi kebutuhannya berdasarkan kontinum kekongkritannya. Semakin konkrit kebutuhan yang hendak dicapai, maka semakin mudah seorang karyawan untuk mencapainya. Kebutuhan yang konkrit menurut Alderfer adalah kebutuhan keberadaan yang paling mudah kemudian kebutuhan relasi atau hubungan dengan orang lain untuk dipenuhi dalam mencapai prestasi sebelum mencapai kebutuhan yang lebih kompleks yaitu pertumbuhan.


(22)

2. Teori Motivasi Proses (Process Theory)

Teori ini berusaha agar setiap pekerja giat sesuai dengan harapan organisasi perusahaan. Daya penggeraknya adalah harapan akan diperoleh si pekerja. Dalam hal ini teori motivasi proses yang dikenal seperti :

 Teori Harapan (Expectancy Theory), komponennya adalah: Harapan, Nilai (Value), dan Pertautan (Instrumentality).

 Teori Douglas McGregor (Teori Motivasi X dan Y).

a) Teori Harapan

Teori Harapan (expectancy theory) dari Victor Vroom (Robbins dan Judge, 1990 : 253). Teori harapan menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut. Dalam bentuk yang lebih praktis, teori harapan mengatakan bahwa karyawan-karyawan akan termotivasi untuk mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi ketika mereka yakin bahwa usaha tersebut akan menghasilkan penilaian kerja yang baik; penilaian yang baik akan menghasilkan penghargaan-penghargaan organisasional seperti bonus, kenaikan imbalan kerja, atau promosi; dan penghargaan-penghargaan tersebut akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi para karyawan.

Oleh karenanya, teori tersebut terfokus pada tiga hubungan :

1) Hubungan usaha-kinerja. Kemungkinan yang dirasakan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah usaha akan menghasilkan kinerja.


(23)

2) Hubungan kinerja-penghargaan. Tingkat sampai mana individu tersebut yakin bahwa bekerja pada tingkat tertentu akan menghasilkan pencapadian yang diinginkan.

3) Hubungan penghargaan-tujuan-tujuan pribadi. Tingkat sampai mana penghargaan-penghargaan organisasional memuaskan tujuan-tujuan pribadi atau kebutuhan-kebutuhan seorang individu dan daya tarik dari penghargaan-penghargaan potensdial bagi individu tersebut.

Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak pekerja tidak termotivasi dalam pekerjaan-pekerjaan mereka dan hanya melakukan usaha minimum untuk mencapai sesuatu. Ini sangat jelas ketika kita melihat ketiga hubungan teori tersebut secara lebih mendetail. Kita menghadirkannya dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh karyawan-karyawan dalam bentuk afirmatif bila motivasi mereka ingin dimaksimalkan.

Kunci untuk teori harapan adalah pemahaman tujuan-tujuan seorang individu dan hubungan antara usaha dan kinerja, antara kinerja dan penghargaan, dan akhirnya, antara penghargaan dan pemenuhan tujuan individual.

b) Douglas McGregor (teori motivasi X dan Y).

Douglas Mc Gregor sangat terkenal karena rumusannya tentang dua kelompok asumsi mengenai sifat manusia, yaitu Teori X dan Teori Y. Teori, dimana Teori X berasumsi bahwa para pekerja mempunyai sedikit saja ambisi untuk maju, tidak menyukai pekerjaan, ingin menghindari tanggung jawab, dan perlu diawasi dengan ketat agar dapat efektif dalam bekerja. Sedangkan Teori Y berasumsi bahwa para pekerja dapat berlatih mengarahkan diri, menerima dan


(24)

secara nyata mencari tanggung jawab, dan menganggap bekerja sebagai kegiatan alami. Mc Gregor yakin bahwa asumsi Teori Y lebih menekankan sifat pekerja sebenarnya dan harus menjadi pedoman bagi praktek manajemen (Robbins, 2001:95).

Dari berbagai teori motivasi diatas penulis dalam penelitian ini menggunakan teori David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya

Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi

McClelland. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi. Model karena teori motivasi ini bisa diterapkan serta lebih cocok untuk penelitian penulis yang merupakan respondennya terdiri dari para pengusaha.

2.1.4 Manajemen Pengetahuan

2.1.4.1 Pengertian Manajemen Pengetahuan

Fifi Surya dan Devie (2013:162) mengutip bahwa : Knowledge management (manajemen pengetahuan) adalah pengelolaan pengetahuan secara kolektif untuk membantu organisasi mengambil tindakan, bersaing secara lebih efektif dan mencapai tujuan mereka (Davenport, Delong, dan Beers; 1998). Knowledge management merupakan formalisasi dan akses ke pengalaman, pengetahuan dan keahlian yang menciptakan kemampuan baru yang memungkinkan kinerja yang unggul, mendorong inovasi dan meningkatkan nilai pelanggan (Khan, 2012).


(25)

Knowledge management (manajemen pengetahuan) sebagai sebuah proses yang membantu organisasi untuk menemukan, memilih, mengatur, menyebarkan, dan mentransfer informasi penting dan keahlian yang diperlukan untuk kegiatan (Zaied, 2012). Knowledge management sebagai pengelolaan dari pengetahuan perusahaan dan aset intelektual yang dapat meningkatkan rentang karakteristik kinerja organisasi dan nilai tambah dengan memungkinkan suatu perusahaan untuk bertindak lebih cerdas (Wiig, 1993 dalam Khan, 2012). Oleh karena itu, manajemen pengetahuan mengubah data dan atau informasi menjadi pengetahuan ditindaklanjuti dalam format yang ketika itu dibuat tersedia dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien di seluruh organisasi (Angus, Patel, dan Harty, 1998; Davenport, Delong, dan Beers, 1998).

2.1.4.2 Konsep Manajemen Pengetahuan

Natalia Kosasih dan Sri Budiani (2007:81) mengutip bahwa : Knowledge management menjadi guidance tentang pengelolaan intangible assets yang menjadi pilar perusahaan dalam menciptakan nilai (dari produk / jasa / solusi) yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggannya. Oleh karena itu, pemahaman mengenai nilai buku perusahaan harus disertai dengan pemahaman nilai intangible assets perusahaan.

Jenis penerapan knowledge management ada dua, yaitu : 1. Tacit Knowledge

Pada dasarnya tacit knowledge bersifat personal, dikembangkan melalui pengalaman yang sulit untuk diformulasikan dan dikomunikasikan (Carrillo et al., 2004). Berdasarkan pengertiannya, maka tacit knowledge dikategorikan sebagai


(26)

personal knowledge atau dengan kata lain pengetahuan yang diperoleh dari individu (perorangan).

Menurut Bahm (1995 : 199) penelitian pada sifat dasar pengetahuan seketika mempertemukan perbedaan antara knower dan known, atau seringkali diartikan dalam istilah subjek dan objek, atau ingredient subjective dan objective dalam pengalaman.

Pengalaman yang diperoleh tiap karyawan tentunya berbeda-beda berdasarkan situasi dan kondisi yang tidak dapat diprediksi. Definisi experience yang diambil dari kamus bahasa Inggris adalah the process of gaining knowledge or skill over a period of time through seeing and doing things rather than through studying. Yang artinya proses memperoleh pengetahuan atau kemampuan selama periode tertentu dengan melihat dan melakukan hal-hal daripada dengan belajar. 2. Explicit knowledge

Explicit knowledge bersifat formal dan sistematis yang mudah untuk dikomunikasikan dan dibagi (Carrillo et al., 2004). Penerapan explicit knowledge ini lebih mudah karena pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk tulisan atau pernyataan yang didokumentasikan, sehingga setiap karyawan dapat mempelajarinya secara independent. Explicit knowledge dalam penelitian ini adalah job procedure dan technology.

Job procedure adalah tanggung jawab atau tugas yang bersifat formal atau perintah resmi atau cara melakukan hal-hal. Berdasarkan pernyataan Anshori selaku pihak yang mencetuskan knowledge management, salah satu bentuk konkret dari explicit knowledge adalah Standard Operation Procedure. Standard


(27)

Operation Procedure atau prosedur pelaksanaan dasar dibuat untuk mempertahankan kualitas dan hasil kerja, dimana tugas-tugas akan semakin mudah dikerjakan dan tamu akan terbiasa dengan sistem pelayanan yang ada.

Teknologi merupakan salah satu elemen pokok yang terdapat pada knowledge management, dikenal sebagai media yang mempermudah penyebaran explicit knowledge. Salah satu teknologi paling mutakhir yang saat ini digunakan oleh banyak perusahaan untuk proses penyebaran knowledge adalah intranet, dimana hal ini didasarkan pada kebutuhan untuk mengakses knowledge dan melakukan kolaborasi, komunikasi serta sharing knowledge secara ”on line”. Intranet atau disebut juga internal internet merupakan salah satu bentuk teknologi yang diterapkan di suatu perusahaan. Intranet menawarkan kesempatan untuk menggunakan telekomunikasi yang maju yang telah dikembangkan dari internet. 2.1.4.3 Proses Manajemen Pengetahuan

Ada empat proses dalam knowledge management menurut Gold, Malhotra, dan Segars., (2001); Mills dan Smith (2010). Empat proses tersebut yaitu : akuisisi pengetahuan, konversi pengetahuan, aplikasi pengetahuan, dan perlindungan pengetahuan. Fifi Surya dan Devie (2013:163).

a) Akuisisi pengetahuan (knowledge acquisition)

Akuisisi pengetahuan adalah sebuah proses yang meliputi kegiatan pengumpulan, aksesibilitas, dan penerapan dari pengetahuan yang diperoleh (Zaied, Hussein, dan Hassan; 2012). Hal ini juga mengacu pada bagaimana pengetahuan diperoleh dari berbagai sumber eksternal dan internal (Zaied, 2012).


(28)

b) Konversi pengetahuan (knowledge conversion)

Pengetahuan yang ditangkap dari berbagai sumber (baik internal maupun eksternal untuk bisnis) perlu diubah menjadi pengetahuan organisasi untuk pemanfaatan efektif dalam bisnis (Lee dan Suh, 2003 dalam Mills dan Smith, 2011).

c) Aplikasi pengetahuan (knowledge application)

Melalui pemanfaatan pengetahuan dimana pengetahuan yang diperoleh dapat berubah dari kemampuan potensial menjadi kemampuan terealisasi dan dinamis yang mempengaruhi kinerja organisasi (Cohen dan Levinthal, 1990; Zahra dan George, 2002). Aplikasi pengetahuan adalah proses penggunaan aktual dari pengetahuan (Gold, Malhotra, dan Segars., 2001:191).

d) Perlindungan pengetahuan (knowledge protection)

Perlindungan pengetahuan adalah proses pengamanan asset pengetahuan dan menyimpannya dengan aman serta diakses hanya oleh petugas yang berwenang (Zaied, Hussein, dan Hassan; 2012). Melindungi pengetahuan dari penggunaan ilegal dan yang tidak tepat sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk membangun dan mempertahankan keunggulan kompetitif (Liebeskind, 1996).

2.1.4.4 Pengukuran Manajemen Pengetahuan

Menurut Kimiz Dalkir (2005:29), membangun pengetahuan merupakan kegiatan yang dimulai dari riset pasar hingga focus grup, survey, intelegent persaingan, dan aplikasi data mining. Bangunan pengetahuan terdiri dari lima kegiatan utama yang saling menunjang, yaitu : a) Menciptakan pengetahuan; b)


(29)

Menganalisa pengetahuan; c) Membangun kembali/mensintesis pengetahuan; d) Mengkodifikasi dan membuat model pengetahuan, serta e) Mengorganisasi pengetahuan. Masing-masing akan diuraikan sebagai berikut ini :

1. Penciptaan pengetahuan dapat terjadi melalui proyek-proyek riset dan pengembangan, inovasi oleh individu untuk memperbaiki cara mereka melakukan tugas-tugas mereka, eksperimen, penalaran dengan pengetahuan yang ada, dan mempekerjakan orang baru. Pengetahuan juga dapat bersumber dari hasil yang diimpor (misalnya, pengetahuan yang berasal dari para ahli dan prosedur manual, terlibat dalam usaha bersama untuk memperoleh teknologi, atau mentransfer orang anatara departemen). Akhirnya, pengetahuan dapat dibuat melalui pengataman atas dunia nyata (misalnya, membuat situs kunjungan, mengamati proses setelah pengenalan dari sebuah perubahan). 2. Analisis Pengetahuan terdiri dari : a) Intisari dapa yang bisa doperbolehkan

dari sumber atau bahan yang ada (misalnya, pengidentifikasian tema dan analisis transkip, mendengarkan penjelasan, dan memilih konsep untuk pertimbangan lebih lanjut), b) Mengabstrakkan intisari dari sumber atau bahan (mislanya, membentuk model atau teori); c) Mengidentifikasi pola intisari (mislanya, analisis trend), d) Menjelaskan hubunganan atara fragmen pengetahuan (misalnya, membandingkan dan menjelaskan, hubungan kausal/sebab akibat); e) Memverifikasi intisari bahan sesuai dengan arti dari sumber asli (misalnya, belum mengalami kerusakan dalam ringkasan, penyusunan, dan sebagainya.


(30)

3. Sintesis atau rekontruksi pengetahuan, terdiri dari bahan yang dapat dianalsisi secara luas, untuk mendapatkan prisnsip-prinsip yang lebih luas, menghasilkan hipotesis utnuk menjelaskan pengamatan, membangun kesesuaian antara pengetahuan baru dan yang sudah ada, dan memperbarui keseluruhan pengetahuan dengan memasukan pengetahuan baru.

4. Kodifikasi dan pemodelan pengetahuan melibatkan pemahaman tentang bagaimana kita mempresntasikan pengetahuan dalam pikiran kita, bagaimana kita kemudian mengumpulkan pengetahuan kedalam sebuah model yang koheren, bagaimana kita mendokumentasikan pengetahuan dalam petunjuk dan buku-buku, dan bagaimana kita menyalinnya untuk dapat dikirimkan ke tempat penyimpanan pengetahuan.

5. Akhirnya, pengetahuan digunakan untuk kebutuhan yang spesifik dan sesuai dengan sebuah kerangka kerja organisasi yang telah ada (seperti kategori dan standarisasi).

Dari pendapat diatas penulis menggunakan teori Kimiz Dalkir yang menyatakan bahwa bangunan pengetahuan terdiri dari lima kegiatan utama yang saling menunjang, yaitu mendapatkan pengetahuan yang kemudian menganalisa kelebihan dan kekurangan pengetahuan pengetahuan tersebut, lalu membangun kembali / mensintesis pengetahuan yang telah diperbaiki atau disempurnakan, kemudian mengkodifikasi dan membuatkan model pengetahuan dalam bentuk komunikasi atau pelatihan dan dalam bentuk yang dapat didokumentasikan, serta mengorganisasi pengetahuan untuk diterapkan dalam perusahaan sehingga perusahaan tersebut dapat menurukan serta mengembangkan pengetahuannya.


(31)

2.1.5 Kinerja

2.1.5.1 Pengertian Kinerja

Menurut Indra Bastian (2006 : 274) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program / kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Daftar apa yang ingin dicapai tertuang dalam perumusan penskemaan strategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum, kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.

Pendapat yang senada juga dijelaskan oleh Veithzal Rivai, et al. (2008:14) yang mengungkapkan bahwa : Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, disimpulkan dua hal sebagai berikut :  Pertama, kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil akhir dari keseluruhan

kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.

 Kedua, kinerja juga mencerminkan prestasi yang dicapai oleh suatu

organisasi.

2.1.5.2 Pengukuran Kinerja Perusahaan

Menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian


(32)

misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.

Balanced Scorecard

Sistem pengukuran yang komprehensif yang meliputi aspek keuangan dan aspek non keuangan telah dirancang oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton dengan sebutan Balanced Scorcard. Balanced Scorecard mendidik manajemen dan organisasi untuk memandang perusahaan secara keseluruhan dari empat persepektif : keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Balanced Scorecard, berikut ini dikemukakan pengertian Balanced Scorecard menurut beberapa ahli, di antaranya:

1) Robert S. Kaplan dan David P. Norton (1997:7) “Balanced Scorecard merupakan suatu metode penilaian yang mencakup empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif

pembelajaran dan pertumbuhan”.

2) Amin Widjaja Tunggal, (2002: 1) “Balanced Scorecard juga menunjukkan bagaimana perusahaan menyempurnakan prestasi

keuangannya.”

3) Teuku Mirza, (1997: 14) “Tujuan dan pengukuran dalam Balanced Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non-keuangan yang ada, melainkan merupakan hasil dari suatu proses atas bawah (top-down) berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha, misi dan strategi tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan


(33)

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dikatakan bahwa balanced scorecard merupakan suatu pengukuran kinerja dan sistem manajemen yang memandang perusahaan dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk memperbaiki keputusan strategis dalam mencapai tujuan perusahaan serta memberikan pemahaman kepada manajer terhadap performance bisnis.

Aspek-aspek Pengukuran Balanced Scorecard

Robert S. Kaplan dan David P. Norton (1997:7) mengemukakan dalam pengukuran kinerja berdasarkan balanced scorecard terdapat 4 aspek yang penting yang meliputi perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Penjelasannya adalah sebagai berikut : 1. Perspektif Keuangan

Menurut Kaplan dan Norton (1996) balanced scorecard tetap mempertahankan ukuran finansial sebagai suatu ringkasan penting kinerja manajerial dan bisnis. Laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal / ekuitas, serta laporan arus kas tetap memegang peranan penting dimana informasi yang disediakan bersifat kuantitatif sehingga dapat selalu mengingatkan manajer untuk mengadakan tindakan perbaikan di sektor-sektor yang penting. 2. Perspektif Pelanggan

Pelanggan cenderung akan berpindah dan mencari produsen atau supplier lain jika kepuasannya tidak terpenuhi. Oleh karena itu kinerja yang baik dari perspektif ini sangat perlu di tingkatkan. Jika kinerjanya buruk, bukan tidak mungkin, perusahaan akan kehilangan pelanggan dimasa depan walaupun


(34)

kinerja keuangan saat ini terlihat baik. Produk dan jasa yang bernilai tinggi bagi pelanggan harus diciptakan untuk mencapai kinerja jangka panjang yang baik. Ada dua kelompok pengukuran pelanggan yang dimiliki oleh perspektif ini yaitu customer core measurement dan customer value propositions.

a. Customer Core Measurement.

Kelompok pengukuran ini terdiri dari komponen-komponen ukuran yaitu market share, customer retention, customer acquisition, customer satisfaction dan customer profitability.

 Market share (pangsa pasar). Pengukuran ini menggambarkan proporsi bisnis yang dikuasai perusahaan di pasar tertentu baik dalam bentuk jumlah pelanggan, jumlah penjualan maupun volume unit penjualan dan lain sebagainya.

 Customer Retention (retensi pelanggan). Pengukuran ini mencerminkan sampai dimana perusahaan dapat membina hubungan yang baik dan sejauh mana perusahaan mampu mempertahankan pelanggan. Loyalitas perusahaan juga diperhitungkan dalam pengukuran ini.

 Customer Acquistion (akuisisi pelanggan). Pengukuran ini menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menarik dan memenangkan pelanggan baru di segmen pasar yang ada. Hal ini dapat ditunjukkan oleh pengukuran terhadap banyaknya jumlah pelanggan baru atau jumlah penjualan kepada pelanggan baru.

 Customer Satisfaction (kepuasan pelanggan). Pengukuran ini menilai tingkat kepuasan pelanggan atas kriteria kinerja tertentu di dalam value proposition. Kepuasan pelanggan yang diukur ini memberikan umpan balik mengenai seberapa baik perusahaan menjalankan bisnisnya.

 Customer Profitability (profitabilities pelanggan). Pengukuran ini menghitung laba bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah dikurangi dengan berbagai pengeluaran yang dibutuhkan untuk mendukung


(35)

pelanggan tersebut. Hal ini dapat memberikan yang baik bagi manajer mengenai efektifitas strategi segmen pasar perusahaan.

b. Customer Value Propositon.

Customer value proposition merupakan faktor pendorong bagi terciptanya loyalitas dan kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa perusahaan. Tiga hal dalam CVP yaitu waktu, mutu dan kualitas merupakan faktor pendorong dari kepuasan pelanggan. Customer value proposition memiliki tiga atribut yaitu : product / service attributes, customer relationship dan image and reputation.

1) Product / Service attributes (atribut produk/ jasa). Fungsionalitas produk jasa, harga, serta kualitas tercakup dalam atribut ini. Tiap pelanggan memiliki preferensi yang berbeda terhadap produk atau jasa yang diinginkannya. Contoh preferensi pelanggan terhadap produk/ jasa misalnya harga yang rendah, produk yang unik, produk yang bermutu tinggi, pengiriman yang tepat waktu dan sebagainya.

2) Customer Relationship (Hubungan pelanggan). Menyangkut penyampaian produk / jasa kepada pelanggan yang meliputi dimensi waktu tanggap dan penyerahan serta perasaan pelanggan setelah membeli produk/ jasa tersebut yang responsif dengan ketepatan waktu merupakan faktor penting bagi kepuasan pelanggan.

3) Image and reputation (citra dan reputasi). Image dan reputasi perusahaan dapat dibangun melalui iklan atas produk / jasa yang ditawarkan serta menyediakan mutu yang baik atas produk / jasa tersebut. Image and reputation menggambarkan faktor-faktor tak terwujud yang menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan.


(36)

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Perspektif ini memiliki tujuan dan ukuran yang diterjemahkan dari strategi dan ditujukan untuk memenuhi harapan para pemegang saham serta pelanggan. Tujuan dan ukuran ini umumnya dikembangkan setelah tujuan dan ukuran dalam perspektif keuangan dan pelanggan dirumuskan. Dalam hal ini manajemen mengidentifikasi proses bisnis internal yang kritis yang bisa diandalkan oleh perusahaan.

Seberapa baik perusahaan telah menjalankan bisnisnya serta apakah produk dan jasa yang ditawarkan telah sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dilihat dari scorecard yang dibuat, dalam perspektif ini. Oleh karena itu, pendesainan perspektif ini penting dilakukan oleh mereka yang mengetahui secara mendalam atas misi perusahaan dan bukan dari konsultan dari luar. Perusahaan menciptakan nilai pada pelanggan melalui rangkaian proses tertentu, yang terbagi atas proses inovasi, operasi, dan layanan purna jual.

1) Proses Inovasi

Proses ini terbagi atas dua bagian penting mengenai pemahaman tentang kebutuhan pelanggan dan penciptaan produk / jasa yang dibutuhkan tersebut. Pertama, penelitian tentang pasar yang meliputi ukuran pasar, preferensi pelanggan yaitu segala hal yang berhubungan dengan produk jasa dan jasa yang dibutuhkan pelanggan diidentifikasi oleh para manajer. Hal ini umumnya dilakukan melalui survei. Setelah itu barulah dilakukan penciptaan produk / jasa yang sesuai dengan hasil riset tersebut. Proses ini biasanya dilakukan oleh bagian R & D (Riset and Development) dalam perusahaan.


(37)

2) Proses Operasi

Proses ini merupakan proses dalam membuat produk/ jasa yang kemudian disampaikan oleh pelanggan. Proses yang dimulai dari penerimaan pesanan pelanggan, pembuatan produk dan melaksanakan jasa serta diakhiri dengan penyampaian produk/ jasa tersebut, menekankan pada efisiensi dan ketepatan waktu kegiatan operasi yang sempurna dan pengurangan biaya dalam menghasilkan produk/ jasa merupakan tujuan yang penting dalam proses ini. Pengukuran kinerja produk/ jasa merupakan tujuan yang penting dalam proses ini. Pengukuran kinerja dalam proses ini meliputi pengukuran dalam hal waktu, mutu dan biaya.

 Waktu Mulai dari saat melakukan pesanan sampai dengan produk/jasa diterima, pelanggan sangat mengharapkan tenggang waktu (lead times) yang singkat. Alat ukur yang umum digunakan oleh banyak perusahaan, dalam hal ini, disebut Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE). Waktu pemeriksaan, pemindahan, menunggu dan waktu penyimpanan sebenarnya merupakan waktu yang tidak memiliki nilai tambah jika rasio MCE semakin mendekati I, maka waktu selain waktu pengolahan telah berkurang sehingga waktu tanggap terhadap pesanan pelanggan akan meningkat. Rasio ini dapat juga digunakan oleh perusahaan jasa walaupun mungkin dalam komponen yang berbeda, karena tiap pelanggan umumnya tidak memiliki toleransi yang lama terhadap tenggang waktu yang cukup panjang.

 Mutu Program peningkatan mutu yang umum dilakukan setiap perusahaan sangat memerlukan suatu pengukuran seperti persentase produk cacat, reworks, jumlah pengembalian barang dan seterusnya. Selain itu, untuk meningkatkan mutu, pengukuran juga harus dilaksanakan disetiap tahapan sebelum suatu produk berhasil dibuat atau suatu jasa selesai dilaksanakan.

 Biaya Biaya memegang peranan penting dalam setiap segmen dalam perusahaan termasuk dalam hal proses operasi. Penekanan biaya tanpa harus menurunkan kualitas produk atau jasa, sangat penting dilakukan oleh para manajer sesuai dengan strategi dan tujuan perusahaan.


(38)

3) Proses Layanan Purna Jual

Pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan produk / jasa dilakukan dalam proses ini. Layanan ini dapat berupa aktivitas perbaikan dan penggantian produk yang rusak, penanganan garansi serta proses penagihan dan pembayaran pelanggan.

Kinerja dalam proses ini dapat dinilai dengan ukuran waktu, biaya dan kualitas. Dalam hal waktu, misalnya perusahaan dapat mengukur lamanya siklus penanganan keluhan pelanggan. Dalam hal biaya, perusahaan dapat mengukur penggunaan sumber daya yang digunakan dalam layanan purna jual sedangkan dalam hal kualitas, persentase jumlah produk yang dikembalikan dan banyaknya jumlah keluhan pelanggan, dapat menjadi ukuran yang tepat. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Pengetahuan, kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh manajer dan karyawan merupakan intangible resource / assets perusahaan. Harta perusahaan ini tidak bisa dinilai dengan uang, tetapi merupakan faktor pendorong yang penting dalam mencapai kinerja keuangan yang mengagumkan, kinerja dalam proses bisnis internal yang baik serta kinerja yang memuaskan dalam perspektif pelanggan perusahaan. Dengan kata lain tujuan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur (para pekerja, sistem dan prosedur) sebagai pendorong yang memungkinkan tujuan dan kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif sebelumnya dapat tercapai.


(39)

Tolok ukur yang digunakan dalam perspektif ini adalah : employee capabilities, information systems capabilities, serta motivation, empoverment, and aligment. Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga tolok ukur tersebut :

1. Employee Capabilities (kapabilitas pekerja)

Ada tiga tolok ukur utama yang berhubungan dengan tujuan pekerja didalam perusahaan. Pengukuran tersebut terdiri dari kepuasan pekerja, retensi pekerja, serta produktivitas pekerja dimana hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kompetensi staff, insfrastruktur teknologi dan iklim untuk bertindak.

a. Kepuasan Pekerja

Mengukur kepuasan pekerja sangat penting dilakukan oleh perusahaan. Meningkatnya produktivitas, daya tanggap, mutu dan pelayanan pelanggan yang baik dapat melalui kontribusi pekerja yang terpuaskan oleh perusahaan. Survei, wawancara pekerja, atau pengamatan langsung pada saat bekerja merupakan cara untuk mengukur pekerja.

b. Retensi Pekerja

Dalam hal ini perusahaan harus menciptakan loyalitas bagi para pekerjaanya. Persentase keluarnya pekerja yang memegang jabatan kunci merupakan tolok ukur umum untuk retensi pekerjaan.

c. Produktivitas Pekerja

Produktivitas pekerja merupakan suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Dalam hal ini, keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja diperbandingkan dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut. income per employee dapat menjadi salah satu tolok ukur yang digunakan.


(40)

2. Information System Capabilities (Kapabilitas sistem informasi)

Lingkungan bisnis yang kompetitif dewasa ini menuntut perusahaan untuk menyediakan system informasi yang memadai. Tingkatkan manajemen dan pekerja membutuhkan informasi baik yang berhubungan dengan finansial, proses internal, distribusi informasi, pelanggan dan sebagainya. Pemenuhan akan kebutuhan ini akan sangat mendukung tercapainya tujuan perusahaan. 3. Motivation, Empowerment and Aligment (motivasi, pemberdayaan dan keselarasan).

Tiap pekerja memiliki tujuan masing-msing dalam bekerja sedangkan organisasi juga memiliki tujuan tertentu. Masalahnya adalah bagaimana perusahaan dapat menyelaraskan tujuan pribadi pekerja dengan tujuan perusahaan (good congruance).

Keunggulan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja

Hasil evaluasi pengukuran kinerja berdasarkan balanced scorecard yang mencakup keempat perspektifnya baik keuangan maupun non-keuangan ternyata mampu menimbulkan rencana strategis yang bisa dirumuskan, ditetapkan dan dicapai di masa yang akan datang dalam usaha memperbaiki atau meningkatkan kinerja perusahaan. Keunggulan balanced scorecard ini menurut Mulyadi [2001], tertuang dalam empat karakteristik yaitu : komprehensif, koheren, seimbang dan terukur.

1. Komprehensif

Berbeda dengan pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan atas perspektif keuangan saja atau yang dikenal dengan pengukuran kinerja secara tradisional,


(41)

balanced scorecard mencakup perspektif yang diperluas kepada perspektif non-keuangan yaitu perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Hal ini bukan semata-mata untuk memperbanyak sasaran strategi yang harus ditetapkan, tetapi lebih dari itu yakni untuk menghasilkan manfaat sebagai berikut :

 Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang.

Kinerja keuangan yang baik (berlipat ganda) merupakan usaha nyata yang dihasilkan oleh penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses usaha serta pekerja yang produktif dan berkomitmen yang kesemuannya secara komprehensif terdapat dalam balanced scorecard.

 Menumpukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang

kompleks. Strategi-strategi yang ditetapkan ke dalam tiap perspektif memperluas lingkup bisnis perusahaan dalam mencapai misi dan visi perusahaan. Kekomprehensifan atas sasaran strategis ini adalah respon yang tepat bagi perusahaan dalam menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks.

2. Koheren

Sasaran strategis yang ada di setiap perspektif balanced scorecard memiliki hubungan sebab akibat (causal relationship) baik secara langsung maupun tidak langsung yang kesemuanya bermuara pada sasaran strategi yang ada di perspektif keuangan.


(42)

Kekoherenan antara strategi dan sasarannya di berbagai perspektif akan mampu memperbaiki kinerja keuangan yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang berada atau yang akan memasuki iklim bisnis yang turbulen.

3. Seimbang

Keunggulan lain dari balanced scorecard adalah adanya keseimbangan antara sasaran strategis yang di perpektifnya. Gambar di bawah ini memperlihatkan garis keseimbangan antara sasaran-sasaran strategis yang ada di dalam perspektif balanced scorecard.

4. Terukur

Semua strategi yang ditetapkan di tiap perspektif balanced scorecard memiliki tolok ukur masing-masing. Sasaran strategis yang ada di perspektif non-keuangan merupakan hal yang tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan balanced scorecard sasarna-sasaran strategis pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ditentukan ukurannya sehingga dapat dikelola dan dievaluasi hasilnya serta kontribusinya terhadap kinerja perspektif keuangan.

Dalam hal ini penulis menggunakan alat ukur untuk kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard yang di kemukakan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton (1997:7). Erwina (2015:30) Balanced Scorecard merupakan pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja UKM, dengan mengukur kinerja dari beberapa perspektif yaitu perspektif keuangan, erspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Dalam pengukuran kinerja berdasarkan balanced scorecard terdapat


(43)

4 aspek yang penting yang meliputi perspektif keuangan yang dapat diukur oleh segala hal pembukuan dan arus khas perusahaan, perspektif pelanggan yang dapat dilihat dari bertambahnya pelanggan, proses bisnis internal dapat dilihat dari biaya suatu proses produksi serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang dapat dilihat dari jumlah karyawan yang masuk dan keluar dalam perusahaan tersebut. Oleh karena itu penulis mengacu pada teori ini karena teori ini dapat mengukur suatu kinerja perusahaan dari berbagai aspek.

2.1.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Judul, Nama dan

Tahun Penelitian Hasil Penelitian Persamaan

Perbedaan Penelitian Terdahulu

Rencana Penelitian

1. PENGARUH

KNOWLEDGE MANAGEME NT TERHADAP MOTIVASI DAN DAMPAKNY A TERHADAP KINERJA KARYAWAN Bayu Ugrowibowo

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa : 1) Knowledge management berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, 2) Knowledge management berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi, 3) Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, 4) Knowledge management berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan dengan

Variable yang di teliti :

-Knowledge Management -Motivasi -Kinerja

-Tempat PT. Angkasa Pura I (Persero),

-Karyawan PT. Angkasa Pura I (Persero), -Tempat penelitian UMKM Kabupaten Bandung -Populasi Pelaku usaha / pemilik UMKM


(44)

motivasi sebagai variabel mediasi. 2. Analisa Pengaruh

Knowledge Management Terhadap Keunggulan Bersaing dan Kinerja Perusahaan.

Fifi Surya Dewi Kusuma dan Devie, 2013

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa KM

memiliki pengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan.

Variable yang di teliti : -Knowledge Management -Kinerja Perusahaan -Tempat Surabaya -Populasi Perusahaan di Surabaya -Tempat penelitian UMKM Kabupaten Bandung -Populasi Pelaku usaha / pemilik UMKM 3. KEPEMIMPINAN,

BUDAYA

ORGANISASI, DAN MOTIVASI

PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA

PT. BANK

TABUNGAN NEGARA (PERSERO) CABANG MANADO

Enrico Maramis, 2013

Hasil uji menunjukan kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi secara simultan

berpengaruh signifikan. Secara parsial

kepemimpinan, budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan motivasi tidak berpengaruh signifikanterhadap kinerja karyawan. Untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan maka pimpinan harus mampu mengontrol perilaku kerja karyawan, menciptakan budaya organisasi yang kondusif dan motivasi dengan memberikan penghargaan bagi pegawai yang berprestasi dan memberikan hukuman kepada pegawai yang Variable yang di teliti :

-Motivasi -Kinerja

-Tempat penelitian PT. BANK TABUNGA N NEGARA (PERSERO) CABANG MANADO -Populasi Karyawan PT. BANK TABUNGA N NEGARA (PERSERO) CABANG MANADO -Tempat penelitian UMKM Kabupaten Bandung -Populasi Pelaku usaha / pemilik UMKM


(45)

melakukan pelanggaran dengan tujuan agar pegawai dapat melaksanakan pekerjannya.

2.2 Kerangka Pemikiran

AEC 2015 (ASEAN Economic Community) atau dikenal dengan MEA Masyarakat Ekonomi Asean akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM. Pemberlakuan AEC 2015 bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi, dan secara ekonomi terintegrasi dengan regulasi efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi, dan modal serta difasilitasinya kebebasan pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja. (www.setneg.go.id)

Berbagai macam upaya pemerintah telah di lakukan untuk menopang para UMKM agar tetap berkembang. Karena dapat dikatakan bahwa UMKM memegang peranan sangat penting di Indonesia terutama dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi, penopang kegiatan ekonomi local dan pencipta pasar baru. Sumbangannya yang cukup besar dalam menjaga neraca pembayaran dalam menghasilkan ekspor, serta menciptakan lapangan kerja terbesar sehingga dipandang sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional.


(46)

Sektor UMKM identik dengan rakyat kecil yang memiliki potensi besar untuk mengikis kemiskinan dan pengangguran.

Selain upaya pemerintahan telah dilakukan untuk menopang perkembangan UMKM namun motivasi dalam diri para pelaku usaha harus di tingkatkan. Dalam hal ini penulis mengacu pada motivasi David McClelland

(Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation

Theory atau teori motivasi prestasi McClelland. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu :

1. Kebutuhan akan prestasi (n-ACH) 2. Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)

3. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)

Faktor penting lainya yang harus dimiliki oleh para pelaku usaha adalah pengetahuan mereka. Penulis mengacu kepada teori Kimiz Dalkir (2005:29), membangun pengetahuan merupakan kegiatan yang dimulai dari riset pasar hingga focus grup, survey, intelegent persaingan, dan aplikasi data mining. Bangunan pengetahuan terdiri dari lima kegiatan utama yang saling menunjang, yaitu : a) Mendapatkan pengetahuan; b) Menganalisa pengetahuan; c) Membangun kembali/mensintesis pengetahuan; d) Mengkodifikasi dan membuta model pengetahuan, serta e) Mengorganisasi pengetahuan.

Kinerja dapat menjadi suatu gambaran dimana UMKM dapat dinyatakan sebagai usaha yang berkembang apabila kinerja mereka terus meningkat. Penulis menggunakan alat ukur untuk kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard yang di kemukakan oleh Kaplan dan Norton. Dalam pengukuran kinerja


(47)

berdasarkan balanced scorecard terdapat 4 aspek yang penting yang meliputi perspektif keuangan, perspektif pelanggan, proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

2.2.1 Keterkaitan Antar Variable

2.2.1.1 Keterkaitan Motivasi dengan Manajemen Pengetahuan

Dalam penelitian Haryanto Adi Nugroho, Dewi Nurdiana (2008 : 6) Makintinggi intelegensi dan tingkat pendidikan seseorang akan semakin aktif dalam berbagai kegiatan posyandu dan secara sadar pula dalam melakukan perbuatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Dan sebaliknya makin rendah intelegensi dan tingkat pendidikan seseorang akan kurang aktif pula dalam kegiatan posyandu (Chalik, 1994). Hal ini membuktiikan bahwa makin baik pengetahuan seseorang dapat menimbulkan motivasi yang baik.

Dalam penelitian Linda dan Iskandar Muda (2013 : 133) Pengaruh pengetahuan akuntansi dan motivasi terhadap minat menyatakan adanya hubungan positif yang signifikan antara variabel pengetahuan akuntansi, motivasi kualitas, dan motivasi ekonomi terhadap minat.

2.2.1.2 Keterkaitan Motivasi dengan Kinerja

Dalam penelitian Ivonne A. S. Sajangbati (2013 : 667) kinerja antara lain ditentukan oleh motivasi yang dilakukan, hubungan antara motivasi, disiplin dan kepuasan terhadap kinerja karyawan sangat kuat. Pemberian motivasi merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada


(48)

pencapaian tujuan, motivasi yang tepat akan mendorong terciptanya disiplin, dan kepuasan yang baik bagi kinerja.

Dalam penelititan Enrico Maramis (2013 : 955) hasil uji menunjukan kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi secara simultan berpengaruh signifikan. Secara parsial kepemimpinan, budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan motivasi tidak berpengaruh signifikanterhadap kinerja karyawan. Untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan maka pimpinan harus mampu mengontrol perilaku kerja karyawan, menciptakan budaya organisasi yang kondusif dan motivasi dengan memberikan penghargaan bagi pegawai yang berprestasi dan memberikan hukuman kepada pegawai yang melakukan pelanggaran dengan tujuan agar pegawai dapat melaksanakan pekerjannya.

2.2.1.3 Keterkaitan Manajemen Pengetahuan dengan Kinerja

Dalam penelitian Fifi Surya Dewi Kusuma dan Devie (2013:161) menyatakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) memiliki pengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan.

Dalam penelitian A. Artifasari (2014 : 108) hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh knowledge management (KM) terhadap kinerja petugas pada instalasi rawat inap dan rawat jalan di RSUD Tenriawaru Bone. Terdapat pengaruh yang signifikan dan dominan antara personal knowledge terhadap kinerja petugas.


(49)

Gambar 2.1

Paradigma Penelitian Motivasi, Manajemen Pengetahuan dan Kinerja

Motivasi :

•Motivasi untuk berprestasi (n-ACH)

•Motivasi untuk berkuasa (n-pow)

•Motivasi untuk berafiliasi / bersahabat

(n-affil)

David McClelland (Robbins, 2001 : 173)

Manajemen Pengetahuan : -Mendapatkan pengetahuan. -Menganalisa pengetahuan.

-Membangun kembali/mensintesis pengetahuan.

-Mengkodifikasi dan membuat model pengetahuan.

-Mengorganisasi pengetahuan. Kimiz Dalkir (2005:29)

Kinerja Perusahaan :  Perspektif Keuangan  Perspektif Pelanggan

 Perspektif Proses Bisnis Internal  Perspektif Pembelajaran dan

Pertumbuhan

Kaplan & Norton (Ferdinandus, 2005:54)


(50)

2.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara untuk kemudian diuji kebenarannya. Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1) Motivasi, Manajemen Pengetahuan dan Kinerja UMKM di Kabupaten Bandung masih rendah.

2) Terdapat hubungan antara Motivasi dengan Manajemen Pengetahuan para pelaku UMKM di Kabupaten Bandung.

3) Motivasi dan Manajemen Pengetahuan berpengaruh terhadap Kinerja UMKM di Kabupaten Bandung baik secara simultan maupun parsial.


(51)

50

Pengertian dari objek penelitian menurut Sugiyono (2011:32) adalah sebagi berikut :

“Objek penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variable tertentu yang ditetapkan untuk

dipelajari dan ditarik kesimpulan”.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi objek atau perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.

Objek dalam penelitian ini adalah motivasi, manajemen pengetahuan, dan kinerja perusahaan studi kasus pada UMKM yang berada di wilayah Kabupaten Bandung.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian menurut sugiyono (2011:12) adalah sebagai berikut : Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian merupakan suatu teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan, atau mencatat data, baik berupa data primer maupun data sekunder yang dapat


(52)

digunakan untuk keperluan menyusun karya ilmiah dan kemudian menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan didapat kebenaran atas data yang diperoleh.

Sugiyono (2006:11), penelitian deskriptif merupakan “penelitian yang

bertujuan untuk memberikan gambaran dari variabel penelitian, sedangkan

penelitian verifikatif bertujuan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian”.

Penelitian ini, dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh motivasi, manajemen pengetahuan, dan kinerja perusahaan pada UMKM di wilayah Kabupaten Bandung. Dalam pelaksanaan penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif dan verifikatif, yaitu suatu metode yang berusaha memberikan gambaran deskripsi mengenai data atau kejadian berdasarkan fakta-fakta yang tampak pada situasi yang diselidiki peneliti. Penelitian survey yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan, adapun bentuk penelitian verifikatif digunakan untuk menguji hipotesis yang menggunakan perhitungan statistik.

3.2.1 Operasional Variabel

Menurut Sugiyono (2010:38), menjelaskan bahwa :

“Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Operasional variable diperlukan untuk menentukan jenis, indicator, serta skala dari variable-variabel yang terkait dalam penelitian. Variable-variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah :


(53)

1. Variable Independent (Variabel X)

Variable independent atau variable bebas yaitu variable yang mempengaruhi variable lainnya dan merupakan variable yang menjadi sebab perubahan timbulnya variable dependent(terikat).

Dalam penelitian ini yang menjadi variable independen atau variable bebas adalah

“Motivasi (X1) dan Manajemen Pengetahuan (X2)”. 2. Variable Dependent (Variabel Y)

Variable Dependent atau variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya varibel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen atau variabel terikat (Y) pada penelitian adalah

“Kinerja Perusahaan”.

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal, secara jelas mengenai ketiga variabel tersebut dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 3.1 Operasional Variabel

Variabel Konsep Indikator Ukuran Skala No

Kuesioner Motivasi

(X1)

McClelland

mengemukakan bahwa

individu mempunyai

cadangan energi

potensial, bagaimana

energi ini dilepaskan

dan dikembangkan

tergantung pada

kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.

David McClelland dalam (Robbins, 2001 : 173)

Motivasi untuk berprestasi (n-ACH) : -Intensitas mendapatkan penghargaan untuk perusahaan anda -Memberikan imbalan pekerja -Tingkat mendap atkan penghar gaan -Tingkat memberi kan bonus


(54)

-Mencapai tujuan pribadi

Motivasi untuk berkuasa (n-pow) : - Mempunyai

kekuasaan di daerah

- Mempunyai keinginan perusahaan terbesar di daerah

Motivasi untuk berafiliasi / bersahabat (n-affil) :

-Mempunyai banyak relasi

-Mempunyai relasi bisnis sama

kerja -Tingkat

pencapai an tujuan

-Tingkat kekuasa an perusaha an

-Tingkat keingina n

-Tingkat jumlah relasi

-Tingkat jumlah relasi bisnis

4 – 5


(55)

-Mempunyai relasi beda bisnis yang sama -Tingkat jumlah relasi beda bisnis Manajemen Pengetahuan (X2)

Fifi Surya dan Devie (2013:162) mengutip bahwa : Knowledge management

(manajemen

pengetahuan) adalah pengelolaan

pengetahuan secara

kolektif untuk

membantu organisasi mengambil tindakan, bersaing secara lebih efektif dan mencapai

tujuan mereka

(Davenport, Delong, dan Beers; 1998).

Menciptaka n pengetahua n : - Mencoba mencari cara kerja baru

- Menyediak

an buku

terkait perusahaan

Membangu

n kembali pengetahua n :

- memberika n informasi cara kerja lewat komunikasi

- memberika n informasi cara kerja lewat buku -Tingkat mencari cara kerja baru -Tingkat penyedi aan buku -Tingkat informas i lewat komunik asi

-Tingkat informas i lewat buku

Ordinal 1 – 2


(56)

Menganalis a

pengetahua n :

-Membandin gkan cara kerja baru dan lama

-Mencari cara kerja yang lebih baik

Mengkodifi kasi dan membuat model pengetahua n :

-Menyimpan pengetahua n

-Menyediak an tempat untuk menyimpan ilmu

-Tingkat memban dingkan cara kerja

-Tingkat mencari cara kerja yang baik

-Tingkat menyim pan pengeta huan -Tingkat

penyedi aan tempat

5 – 6


(57)

-Menyimpan

ilmu ke

dalam buku atau video Mengorgan isasi pengetahua n : -Memberika n standar kerja -Tingkat menyim pan ilmu dalam buku dan video -Tingkat memberi kan standar kerja 10 Kinerja Perusahaan (Y)

Kinerja perusahaan menggambarkan

sejauh mana

organisasi ini mampu memenuhi kebutuhan

para pemangku

kepentingan dan

kebutuhannya sendiri untuk bertahan hidup (Griffin, 2003 dalam Al-alak dan Tarabieh, 2011). Perspektif keuangan : -Membuat laporan keuangan perbulan -Membuat pembukuan kegiatan perusahaan -Membuat laporan arus khas perusahaan -Tingkat membua t laporan keuanga n perbulan -Tingkat Membua t pembuk uan kegiatan perusaha an -Tingkat Membua t laporan arus


(58)

-Membuat laporan laba rugi perusahaan Perspektif pelanggan : -Mempriorit askan pelanggan -Volume penjualan bertambah perbulan -Menjaga hubungan dengan pelanggan -Bertambah jumlah pelanggan -Memberika n hadiah kepada khas -Tingkat Membua t laporan laba rugi -Tingkat mempri oritaska n pelangg an -Tingkat pertamb ahan penjuala n perbulan -Tingkat menjaga hubunga n dengan pelangg an -Tingkat pertamb ahan pelangg an -Tingkat memberi kan


(59)

pelanggan

-Terdapat profit dari penjualan langsung

-Produk selalu tepat waktu sesuai perjanjian

-Melakukan promo untuk menarik pelanggan

perspektif proses bisnis internal :

- Meneliti keinginan pelangga

- Meneliti penciptaan produk baru

hadiah kepada pelangg an

-Tingkat profit penjuala n langsun g

-Tingkat ketepata n waktu

-Tingkat promosi

-Tingkat meneliti keingina n pelangg an

-Tingkat meneliti pencipta

Ordinal


(60)

- Menerima produk cacat

Perspektif pembelajar

an dan

pertumbuha n : -Menyediak an infrastruktu r pekerja. -survei ketika karyawan bekerja -Tingkat pekerja keluar dengan jabatan inti -Meningkat produksi dengan menambah an produk baru -Tingkat menerim a produk cacat -Tingkat penyedi aan infrastru ktur pekerja -Tingkat survei ketika karyawa n bekerja -Tingkat pekerja keluar dengan jabatan inti -Tingkat produksi dengan menamb


(1)

114

DAFTAR PUSTAKA

A.M., Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Amin Widjaja Tunggal , Imam Sjahputra Tunggal. 2002. Memahami Konsep Corporate Governance. Havarindo : Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Azwar S, 2010. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Bahm, Archie J, 1995, Epistemology; Theory Of Knowledge, Albuquerque.

Bastian, Indra, 2006, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta. Daft, Richard L. 2002. Manajemen Edisi Kelima Jilid Satu. Jakarta : Erlangga.

Dalkir, Kimiz. 2005. Knowledge Management In Theory And Practice. Elsevier Butterworth–Heinemann.

Davenport, Thomas H, De Long, David W, Beers, Michael C. 1997. Building Succesfull Knowledge Management Projects. Center for Business Innovation Working Paper.

Ghozali, I.2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Gold, A.H., A. Malhotra and A.H. Segars. 2001. Knowledge Management: An Organizational Capabilities Perspective. Journal Management Information Systems, 18, pp. 185-214.


(2)

115

Gomes, Faustino Cardoso, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Handoko, T. Hani. 1991. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.

Harun Al Rasyid. 1993. Metoda sampling dan Penskalaan, Jurusan Statistika Universitas Padjadajaran.

Hasibuan, Malayu S. P, 2006, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Edisi Revisi, Bumi Aksara : Jakarta.

Junaidi, S., 2002. Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen, Karakteristik Kategori Produk, dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.

Kaplan, R. S. and D. P. Norton. 1996. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action Boston: Harvard Business School Press.

Khan, Shahzas. et al. (2012). "Determinants of Customer satisfaction in Fast Food Industry". International journal of Management Strategy. 3, 1-15

Kusnendi. 2008. Model-model Persamaan Struktural. Bandung : Alfabeta

Malayu. S. P Hasibuan, 1990, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, CV Haji Masagung.

Mulyadi. 2001 Akuntansi Manajemen: Konsep, manfaat dan rekayasa. (Edisi kedua). Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.


(3)

116

Rivai Veithzal, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan : dari Teori dan Praktik, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Robbins dan Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi Duabelas, Penerbit Salemba Empat: Jakarta.

Robbins SP, dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, jakarta : Salemba Empat

Robbins, S.P and Tomoty A. Judge, 1996. Organizational Behaviour, Seventh Edition, Prentice Hall Inc. New Jersey.

Robbins, S.P. (2001). Psikologi Organisasi, (Edisi ke-8). Jakarta: Prenhallindo. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito

Sugiono, 2010, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Cetakan Kesebelas, CV. Alfabeta : Bandung.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. Alfabeta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Teuku, Mirza. 1997. “EVA sebagai Alat Penilai” Usahawan No.04,th XXVI 68 , Jakarta. Ulber, S. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT Refika Aditama

Uma Sekaran, 2006, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 2, Jakarta: Salemba Empat.

Umi, Narimawati., Sri Dewi, Anggadini., Linna, Ismawati. (2011), Penulisan Karya Ilmiah, Edisi Pertama, Genesis. Pondok Gede, Bekasi.


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul

“PENGARUH MOTIVASI DAN MANAJEMEN PENGETAHUAN

TERHADAP KINERJA UMKM DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG”.

Tesis ini di maksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh ujian sidang Pasca Sarjana pada program studi Magister Manajemen di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak kekurangan bahkan jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan, pengalaman dan pengetahuan penulis, baik dalam hal penyajian maupun dalam penggunaan tata bahasa. Tetapi penulis berupaya menyusun sebaik mungkin dengan harapan tesis ini bermanfaat bagi semua pihak. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan dimasa yang akan dating.

Selama penyususnan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa petunjuk, bimbingan, pengarahan, maupun bantuan moril dan materi. Kedua orang tuaku yang selalu memberikan doa dengan penuh ketulusan dan kasih saying, keikhlasan, kesabaran serta pengorbanan yang tiada henti mendorong dan selalu member semangat penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh


(5)

iv

karena itu, dalam kesempatan ini dengan segenap ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Dr. Ir. Herman S. Soegoto, M.B.A selaku Dekan Program Pasca Sarjana Universitas Komputer Indonesia.

3. Dr. Ir. Deden A. Wahab Sya’roni, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Universitas Komputer Indonesia.

4. Dr. Rahma Wahdiniwaty, Dra., M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membingbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat berharga demi selesainya penyusunan tesis ini.

5. Seluruh Staf Dosen Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Komputer Indonesia yang tidak bias disebutkan satu persatu atas bimbingannya.

6. Seluruh Staf Karyawan Administrasi Program Pasca Sarjana Universitas Komputer Indonesia.

7. Seluruh keluarga tercinta atas doa dan dukungan yang telah diberikan selama penyusunan tesis ini.

8. Rekan-rekan MM 7 atas kerjasama dan saling berbagi ilmu selama perkuliahan.


(6)

v

9. Terima kasih untuk Arif Thardina, S. H., Muhammad Fadilah, S. E., Nurul Rahmi Diarti Dinar, S. Ikom., dan Supardiansyah, S. Kom., yang telah banyak memberikan dukungan serta bantuannya.

Semoga Allah SWT membalas jasa semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.

Terima Kasih.

Wassalamua’alikum Wr. Wb.

Bandung, Januari 2016 Penulis

RIDIAN GUSDIANA 61.101.13.009