Analisis Keterkaitan Antar Sektor

8 - Analisis perubahan struktur perekonomian Jawa Barat, yang dilakukan melalui ukuran 3 dimensi yang akan menggambarkan adanya perubahan pada lanskap perekonomian yang ada di Jawa Barat. Sebagai pembanding analisis perubahan struktur digunakan tabel I-O Jawa Barata tahun 2003, yang merupakan tabel I-O yang juga sudah dibuat oleh BPS pada periode sebelumnya. Agar analisis yang dilakukan dapat dengan mudah dimengerti, maka beberapa teknik presentasi ditampilkan pada bab ini, seperti dalam bentuk grafik, atau dalam bentuk gambar yang berisi ranking dari nilai-nilai pengganda yang dianalisis. 5 Hasil dan Pembahasan

5.1 Analisis Keterkaitan Antar Sektor

Keterkaitan antar sektor, baik Forward maupun backward lingkage merupakan 2 hal penting yang sering digunakan pada saat kita hendak mencari dan menganalisis sektor-sektor unggulan leading sector dalam perekonomian suatu wilayah. Dengan mempelajari keterkaitan kedepan atau kebelakang kita dapat menyadari seberapa kuat hubungan antara suatu sektor dengan sektor lainnya. baik dari sisi penyediaan input terhadap sector-sektor lainnya forward linkage maupun dari sisi kebutuhan input yang berasal dari sektor-sektor yang lain backward lingkage. Gambar di bawah ini menunjukkan besaran nilai backward dan forward linkage dari masing- masing sektor yang ada pada perekonomian Jawa Barat tahun 2010. Berdasarkan kedua gambar tersebut terlihat bahwa sektor perkebunan, peternakan dan perikanan memiliki merupakan 3 sektor yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang yang paling tinggi dengan nilai keterkaitan ke belakang masing-masing sebesar 1,91 untuk sektor perkebunan, 1,88 untuk sektor peternakan dan 1,82 untuk sektor perikanan. Untuk setiap peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta maka sektor perkebunan akan meningkatkan output perekonomian sebesar Rp 1,9 juta. Sedangkan 3 sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang paling rendah adalah sektor perdagangan dengan nilai BL sebesar 1,3, sektor usaha sewa bangunan dan jasa perusahaan dengan nilai BL sebesar 1,29 dan sektor industri barang mineral bukan logam dengan nilai BL sebesar 1,29. 9 Gambar 5.1 Keterkaitan Ke Belakang Sektor-Sektor Ekonomi di Jawa Barat Tahun 2010 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah Sedangkan sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke depan paling besar pada perekonomian Jawa Barat tahun 2010 adalah sektor industri barang jadi dari logam dengan nilai FL sebesar 3,78. Dengan demikian maka untuk setiap kenaikan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta di sektor ini akan mendorong adanya peningkatan output perekonomian sebesar Rp 3,78 juta melalui pasokan input produksi sekor industri barang jadi dari logam ke sektor-sektor lainnya dalam perekonomian. Sektor kedua dan ke tiga terbesar dari perekonomian Jawa Barat yang memiliki nilai keterkaitan ke depan terbesar adalah sektor pengangkutan dengan nilai FL sebesar 2,61 dan sektor perdagangan dengan nilai FL sebesar 2,61. Sementara itu, 3 sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang terkecil adalah kehutanan dan sektor air bersih nilai BL sebesar 1,02 dan sektor kehutan dengan nilai FL sebesar 1,01. Gambar 5.2 Keterkaitan Ke Depan Per Sektor di Jawa Barat Tahun 2010 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah Jika suatu sektor memiliki nilai forward dan backward linkage yang besar berarti keterkaitan sektor tersebut dengan sektor-sektor lainnya semakin erat. Oleh sebab itu kebijakan yang 1.91 1.88 1.82 1.82 1.79 1.79 1.75 1.74 1.68 1.66 1.66 1.63 1.63 1.59 1.59 1.57 1.57 1.57 1.57 1.48 1.48 1.41 1.41 1.38 1.38 1.30 1.30 1.29 1.29 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.78 2.61 2.61 2.39 2.22 2.17 1.91 1.86 1.80 1.64 1.60 1.55 1.37 1.35 1.28 1.27 1.26 1.23 1.20 1.20 1.18 1.15 1.09 1.08 1.07 1.03 1.02 1.02 1.01 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 10 ditujukan untuk mempengaruhi besaran output perekonomian tidak perlu dari setiap sektor yang ada pada perekonomian, akan tetapi cukup dari sektor-sektor yang memiliki forward dan backward linkage yang saja, sehingga pemerintah dapat menghemat biaya pembangunan. Untuk mempermudah analisis, menurut Rasmusen analisis forward dan backward linkage dapat ditunjukkan oleh index of forward linkageIFL yang biasa disebut sebagai indices of the sensitivity of dispersion atau indeks derajat kepekaan dan index of backward linkageIBL yang biasa disebut sebagai indices of the power of dispersion atau indeks daya penyebaran. Kedua indeks tersebut merupakan bentuk normalisasi dari keterkaitan kedepan dan kebelakang-yaitu setelah dinormalisasi dengan rata-rata nilai intensitas global. IFL merupakan nilai yang menunjukkan efek relatif dari peningkatan output suatu sektor terhadap dorongan peningkatan output sektor yang lainnya melalui pendistribusian output sektor tersebut untuk menjadi input sektor lain. Sedangkan IBL merupakan nilai yang menunjukkan efek relatif kenaikan output suatu sektor yang akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada output sektor yang lain melalui kebutuhan tambahan input sektor tersebut yang berasal dari output sektor-sektor lain. Jika nilai IFL atau IBL dari suatu sektor lebih besar dari 1 maka berarti efek relatif peningkatan output sektor yang bersangkutan lebih besar dibandingkan dengan rata-ratanya, sehingga sektor tersebut dianggap memiliki keterkaitan ke depan atau keterkaitan ke belakang yang besar. Jika suatu sektor memiliki nilai IBL dan IFL lebih besar dari 1, maka sektor tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah sektor kunci sektor unggulan dari sebuah perekonomian, sedangkan jika hanya memiliki nilai IBL yang lebih besar dari 1 maka sektor tersebut termasuk kedalam sektor yang memiliki intensitas keterkaitan ke belakang yang besar, dan sebaliknya jika hanya memiliki nilai IFL yang lebih besar dari 1 maka sektor tersebut disebut termasuk kedalam sektor yang memiliki intensitas keterkaitan ke belakang yang besar. Tabel di bawah ini menunjukkan besaran nilai IBL dan IFL dari masing-masing sektor perekonomian di Jawa Barat. Dari tabel tersebut terlihat bahwa ada beberapa sektor dalam perekonomian Jawa Barat yang dapat dikategorikan sebagai sektor kunci unggulan, diantaranya adalah sektor industri makanan dan minuman, sektor industri barang jadi dari logam, sektor listrik, sektor bangunan dan sektor pengangkutan, serta sektor jasa sosial dan kemasyarakatan. Tabel 5.1 Indeks Keterkaitan Kebelakang dan Indeks Keterkaitan Kedepan Per Sektor di Jawa Barat Tahun 2010 Sektor IBL IFL 1. Tanaman Bahan Makanan 1.103992 0.774118 2. Perkebunan 1.203870 0.637540 3. Peternakan 1.189857 0.676150 4. Kehutanan 1.099886 0.643188 5. Perikanan 1.147814 0.649036 6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.994077 0.979716 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 0.933685 0.724764 8. Industri Makanan dan Minuman 1.127069 1.036099 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 0.821999 0.801575 10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 1.006812 0.691017 11 Sektor IBL IFL 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan 1.028777 0.745690 12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 0.871091 1.138469 13. Pengilangan Minyak Bumi 0.890639 1.507844 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 0.812432 0.863767 15. Industri Logam Dasar. 0.991156 0.760662 16. Industri Barang Jadi dari Logam 1.046856 2.386219 17. Industri Pengolahan Lainnya 1.057579 0.793079 18. Listrik 1.147814 1.366909 19. Gas Kota 0.994077 1.176206 20. Air Bersih 0.933685 0.641790 21. Bangunan 1.127069 1.007869 22. Perdagangan Besar dan Eceran 0.821999 1.645275 23. Hotel dan Restoran 1.006812 0.853162 24. Pengangkutan 1.028777 1.646656 25. Komunikasi 0.871091 0.756926 26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 0.890639 1.206852 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 0.812432 0.805723 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0.991156 0.683539 29. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan serta Jasa Lainnya. 1.046856 1.400159 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah Dari tabel 5.1 di atas, ringkasan dari indikator keterkaitan tersebut dapat dikelompokkan kedalam 4 kelompok sebagai berikut: - Kelompok I adalah sektor-sektor yang mempunyai indeks keterkaitan ke belakang dan indeks keterkaitan ke depan yang relatif tinggi di atas rata-rata. - Kelompok II adalah sektor-sektor yang mempunyai indeks keterkaitan ke belakang rendah di bawah rata-rata tetapi memiliki indeks keterkaitan ke depan yang tinggi di atas rata-rata. - Kelompok III adalah sektor-sektor yang mempunyai indeks keterkaitan ke belakang tinggi dan indeks keterkaitan ke depan rendah - Kelompok IV adalah sektor-sektor yang mempunyai indeks keterkaitan ke belakang dan indeks keterkaitan ke depan rendah di bawah rata-rata. Berdasarkan hasil perhitungan indeks keterkaitan ke belakang dan indeks keterkaitan ke depan secara lengkap kelompok sektor-sektor ekonomi Jawa Barat untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut: Kelompok I Sektor IBL IFL 8. Industri Makanan dan Minuman 1.13 1.04 16. Industri Barang Jadi dari Logam 1.05 2.39 18. Listrik 1.15 1.37 21. Bangunan 1.13 1.01 24. Pengangkutan 1.03 1.65 29. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan serta Jasa Lainnya. 1.05 1.40 12 Kelompok II Sektor IBL IFL 12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 0.87 1.14 13. Pengilangan Minyak Bumi 0.89 1.51 19. Gas Kota 0.99 1.18 22. Perdagangan Besar dan Eceran 0.82 1.65 26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 0.89 1.21 Kelompok III Sektor IBL IFL 1. Tanaman Bahan Makanan 1.10 0.77 2. Perkebunan 1.20 0.64 3. Peternakan 1.19 0.68 4. Kehutanan 1.10 0.64 5. Perikanan 1.15 0.65 10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 1.01 0.69 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan 1.03 0.75 17. Industri Pengolahan Lainnya 1.06 0.79 23. Hotel dan Restoran 1.01 0.85 Kelompok IV Sektor IBL IFL 6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.99 0.98 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 0.93 0.72 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 0.82 0.80 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 0.81 0.86 15. Industri Logam Dasar. 0.99 0.76 20. Air Bersih 0.93 0.64 25. Komunikasi 0.87 0.76 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 0.81 0.81 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0.99 0.68

5.2 Analisis Dampak Pengganda