Analisis Dampak Pengganda Analisis Peranan Aktivitas Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Perekonomian Jawa Barat: Aplikasi Model Input-Output.

12 Kelompok II Sektor IBL IFL 12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 0.87 1.14 13. Pengilangan Minyak Bumi 0.89 1.51 19. Gas Kota 0.99 1.18 22. Perdagangan Besar dan Eceran 0.82 1.65 26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 0.89 1.21 Kelompok III Sektor IBL IFL 1. Tanaman Bahan Makanan 1.10 0.77 2. Perkebunan 1.20 0.64 3. Peternakan 1.19 0.68 4. Kehutanan 1.10 0.64 5. Perikanan 1.15 0.65 10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 1.01 0.69 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan 1.03 0.75 17. Industri Pengolahan Lainnya 1.06 0.79 23. Hotel dan Restoran 1.01 0.85 Kelompok IV Sektor IBL IFL 6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.99 0.98 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 0.93 0.72 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 0.82 0.80 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 0.81 0.86 15. Industri Logam Dasar. 0.99 0.76 20. Air Bersih 0.93 0.64 25. Komunikasi 0.87 0.76 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 0.81 0.81 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0.99 0.68

5.2 Analisis Dampak Pengganda

Perilaku perusahaan-perusahaan dalam suatu sektorindustri tidak pernah lepas dari struktur industri dan pasar yang dihadapi oleh masing-masing perusahaan. Perilaku yang ditempuh oleh perusahaan, yang didasarkan pada struktur industri yang ada, akan beRp engaruh terhadap kinerja perusahaan dan industri yang bersangkutan. Untuk menganalisis perilaku sektor-sektor ekonomi di Jawa Barat, digunakan alat analisis efek pengganda output, pengganda pendapatan dan pengganda tenaga kerja dari tiap-tiap sektor-sektor ekonomi di Jawa Barat. Pengganda Output Pengganda output pada tabel input-output akan menguraikan mengenai dampak peningkatan output perekonomian sebagai akibat dari adanya peningkatan permintaan akhir di suatu sektor tertentu sebesar satu satuan dalam hal ini satu juta rupiah. Peningkatan 13 output perekonomian yang ditunjukkan pada dasarnya dapat didekomposisikan kedalam dua hal, yaitu dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung dari nilai pengganda output sektor j merupakan besaran peningkatan output sektor j sebagai akibat dari adanya peningkatan pada permintaan akhir di sektor j sebesar satu satuan. Sementara itu, dampak tidak langsung dari nilai pengganda output sektor j merupakan besaran peningkatan output seluruh sektor perekonominan, selain sektor j, sebagai akibat dari adanya peningkatan pada permintaan akhir di sektor j sebesar satu satuan. Besaran total pengganda output dari seluruh sektor dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel tersebut dapat ditunjukkan bahwa sektor-sektor yang berasal dari aktivitas primer mampu memberikan pengganda output yang besar. Sektor perkebunan, peternakan dan perikanan merupakan 3 sektor dari aktivitas sektor primer yang memiliki pengganda output paling besar, diikuti oleh sektor listrik dan industri makanan dan minuman. Sektor perkebunan memiliki nilai pengganda output sebesar 1,907 yang berarti setiap tambahan sebesar Rp 1 juta di sektor perkebunan, maka sektor perkebunan mampu menciptakan tambahan output pada perekonomian sebesar Rp 1,907 juta. Besaran nilai pengganda dari 4 sektor terbesar lainnya masing-masing sebesar 1,885; 1,818; 1,818 dan 1,785. Gambar 5.3 Pengganda Output Per Sektor di Jawa Barat Tahun 2010 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah Tiga sektor yang memiliki nilai pengganda output terkecil pada perekonomian Jawa Barat tahun 2010 adalah sektor perdagangan besar dan eceran, sektor usaha sewa bangunan dan jasa perusahaan, serta sektor industri barang mineral bukan logam. Besaran pengganda output yang dimiliki oleh ke tiga sektor tersebut masing-masing adalah sebesar 1,302, dan 1,287 serta 1,286. Jika dilihat dari karakteristiknya ketiga sektor yang memiliki pengganda output yang terkecil akan memiliki keterkaitan ke belakang yang juga lemah, dalam pengertian sektor-sektor tersebut tidak memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor-sektor lain yang memasok kebutuhan bahan baku untuk menghasilkan output sektor tersebut. Menganalisis tabel I-O dengan jumlah sektor yang berbeda menuntut adanya kehati-hatian dalam pembahasannya, karena jika kita bandingkan hasil pengganda output antara tabel I-O 29 sektor dengan pengganda output tabel I-O 9 sektor maka akan didapatkan beberapa 1.907 1.885 1.818 1.818 1.785 1.785 1.749 1.742 1.675 1.658 1.658 1.630 1.630 1.595 1.595 1.575 1.575 1.570 1.570 1.479 1.479 1.411 1.411 1.380 1.380 1.302 1.302 1.287 1.287 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 14 perbedaan dalam urutan sektor-sektor yang memiliki angka pengganda outputnya. Tabel di bawah ini menjelaskan bagaimana perbedaan dari pengganda output hasil perhitungan antara tabel I-O 9 sektor dibandingkan dengan tabel I-O 29 sektor. Berdasarkan tabel 5.2. tersebut terlihat bahwa, jika dilihat pada tabel I-O9 sektor maka sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki output multiplier terbesar dengan nilai 1,96 yang berarti untuk setiap peningkatan permintaan akhir di sektor bangunan sebesar 1 juta rupiah, maka sektor bangunan akan meningkatkan output perekonomian sebesar 1,96 juta rupiah, sedangkan sektor pertanian hanya memiliki nilai output multiplier sebesar 1,25 saja. Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan output multiplier dari tael IO 29 sektor terlihat bahwa yang memiliki nilai output multiplier terbesar tidak lain adalah sektor perkebunan dengan output multiplier sebesar 1,91 sedangkan sektor bangunan hanya memiliki nilai output multiplier sebesar 1,79 saja. Perbedaan nilai yang terjadi antara analisis tabel I-O 9 sektor dengan tabel I-O 29 sektor atau juga dengan analisis tabel I-O 86 sektor terjadi karena adanya perbedaan pada hubungan keterkaitan antar sektor di masing-masing jenis tabel I-O. Dengan melakukan agregasi membuat jumlah sektor dari tabel I-O menjadi lebih kecil pada dasarnya menyederhanakan pola hubungan yang terjadi, sehingga proses agregasi ini akan memberikan hasil yang berbeda ketika analisis pola keterkaitannya dilakukan berdasarkan tingkat sub sektor atau pada tingkatan komoditas. Tabel 5.2 Output Multiplier Tabel I-O 29 Sektor dan 9 Sektor Sektor 29 sektor Output Multiplier Sektor 9 Sektor Output Multiplier 1. Tanaman Bahan Makanan 1.75 1. Pertanian 1.25 2. Perkebunan 1.91 3. Peternakan 1.88 4. Kehutanan 1.74 5. Perikanan 1.82 6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 1.57 2. Pertambangan dan Penggalian 1.17 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 1.48 8. Industri Makanan dan Minuman 1.79 3. Industri Pengolahan 1.95 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 1.30 10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 1.59 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan 1.63 12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 1.38 13. Pengilangan Minyak Bumi 1.41 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 1.29 15. Industri Logam Dasar. 1.57 16. Industri Barang Jadi dari Logam 1.66 17. Industri Pengolahan Lainnya 1.68 18. Listrik 1.82 4. Listrik, Gas, dan Air Minum 1.85 19. Gas Kota 1.57 20. Air Bersih 1.48 21. Bangunan 1.79 5. Bangunan 1.96 22. Perdagangan Besar dan Eceran 1.30 6. Perdagangan, Hotel Restoran 1.36 23. Hotel dan Restoran 1.59 24. Pengangkutan 1.63 7. Pengangkutan Komunikasi 1.68 15 Sektor 29 sektor Output Multiplier Sektor 9 Sektor Output Multiplier 25. Komunikasi 1.38 26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 1.41 8. Bank Lembaga Keuangan Lain 1.37 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 1.29 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 1.57 9. Jasa-jasa 1.66 29. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan serta Jasa Lainnya. 1.66 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah Semua analisis, baik 9 sektor, 29 sektor, maupun 86 sektor; pada dasarnya valid, kegunaan dari berapa jumlah sektor yang dibutuhkan sangat tergantung dari tujuan analisis yang hendak dilakukan. Jika analisis ditunjukkan untuk kegiatan aktivitas ekonomi secara makro, maka analisis tabel I-O 9 sektor sudah dapat dilakukan untuk melihat keterkaitan hubungan antar sektor secara makro. Akant tetapis sebaliknya jika analisis ingin dilakukan hingga tingkatan komoditas, maka tabel I-O 86 sektor harus digunakan sebagai dasar analisisnya. Tabel di bawah ini menunjukkan besaran dampak langsung dan tidak langsung dari dampak output di masing-masing sektor perekonomian Provinsi Jawa Barat yang diurutkan berdasarkan nilai dampak tidak langsung yang terbesar. Berdasarkan tabel tersebut telihat bahwa besaran dampak langsung selalu lebih besar dibandingkan dengan dampak tidak langsungnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa perubahan permintaan akhir suatu sektor akan memberikan dampak kenaikan ouput yang lebih besar pada sektornya sendiri dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa perubahan dampak output yang terbesar tidak secara otomatis akan memberikan dampak langsung yang paling besar. Meskipun sektor perkebunan, peternakan dan perikanan memiliki dampak output terbesar dalam perekonomian akan tetapi dampak langsung sektor-sektor tersebut lebih kecil dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Bahkan nilai dampak langsung dari sektor perkebunan dan perikanan adalah sebesar satu, yang berarti setiap kenaikan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta di sektor perkebunan dan sektor perikanan, hanya akan meningkatkan output ke sektor- sektor tersebut dengan jumlah yang sama dengan perubahan permintaan akhirnya, yaitu sebesar Rp 1 juta. Akan tetapi sektor-sektor ini mampu mendorong pertumbuhan output ke sektor lainnya dalam jumlah yang lebih besar. Sebagai contoh Jika peningkatan output sektor perkebunan dan perikanan besarnya sama dengan dengan peningkatan jumlah permintaan akhirnya, maka kedua sektor tersebut mampu meningkatkan output kepada sektor-sektor lain sebesar masing-masing Rp 907 ribu dan Rp 818 ribu untuk setiap Rp 1 juta permintaan akhir di sektor perkebunan dan perikanan. Dengan kata lain kedua sektor tersebut memiliki dampak pada peningkatan output ke sektor-sektor lain yang menjadi pemasok input kedua sektor tersebut. Oleh karenanya kedua sektor tersebut dikatakan memiliki dampak keterkaitan ke belakang backward linkage yang besar. Tabel 5.3 Dampak Langsung dan Tidak Langsung dari Dampak Output No. Sektor Dampak Output Dampak Langsung Dampak Tdk Langsung 1 2. Perkebunan 1.907 1.000 0.907 2 3. Peternakan 1.885 1.001 0.884 16 No. Sektor Dampak Output Dampak Langsung Dampak Tdk Langsung 3 5. Perikanan 1.818 1.000 0.818 4 8. Industri Makanan dan Minuman 1.785 1.011 0.774 5 21. Bangunan 1.785 1.015 0.771 6 1. Tanaman Bahan Makanan 1.749 1.003 0.745 7 4. Kehutanan 1.742 1.001 0.742 8 17. Industri Pengolahan Lainnya 1.675 1.006 0.670 9 18. Listrik 1.818 1.159 0.659 10 29. Jasa Sosial dan Kemasy. serta Jasa Lainnya. 1.658 1.016 0.642 11 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan 1.630 1.003 0.627 12 10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 1.595 1.005 0.590 13 23. Hotel dan Restoran 1.595 1.006 0.589 14 15. Industri Logam Dasar. 1.570 1.000 0.570 15 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 1.570 1.002 0.568 16 24. Pengangkutan 1.630 1.087 0.543 17 6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 1.575 1.061 0.513 18 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 1.479 1.000 0.479 19 20. Air Bersih 1.479 1.005 0.474 20 19. Gas Kota 1.575 1.134 0.441 21 13. Pengilangan Minyak Bumi 1.411 1.013 0.398 22 12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 1.380 1.005 0.375 23 25. Komunikasi 1.380 1.015 0.365 24 16. Industri Barang Jadi dari Logam 1.658 1.299 0.359 25 26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 1.411 1.105 0.306 26 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 1.302 1.005 0.297 27 22. Perdagangan Besar dan Eceran 1.302 1.016 0.286 28 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 1.287 1.006 0.281 29 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 1.287 1.007 0.280 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah Lima sektor yang memiliki dampak langsung terbesar dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat tahun 2010 adalah sektor industri barang jadi dari logam, sektor listrik, sektor gas kota, sektor bank dan lembaga keuangan lain, serta sektor pengangkutan. Sektor industri barang jadi dari logam memliki nilai dampak langsung sebesar 1,229 yang berarti untuk setiap Rp 1 juta kenaikan pada permintaan akhir di sektor tersebut maka nilai output yang dihasilkan oleh sektor industri barang jadi dari logam akan bertambah sebesar Rp 1,229 juta-atau terjadi kelebihan sebesar Rp 229 ribu untuk setiap Rp 1 juta peningkatan permintaan akhirnya. Begitu juga dengan keempat sektor lainnya, output sektor listrik akan meningkat lebih besar Rp 159 ribu untuk setiap Rp 1 juta peningkatan permintaan akhir di sektor listrik, sedangkan untuk sektor gas kota, sektor bank dan lembaga keuangan lainnya serta sektor pengangkutan besaran kelebihan output di bandingkan dengan permintaan akhirnya masing- masing sebesar Rp 134 ribu, Rp 105 ribu dan Rp 87 ribu untuk setiap Rp 1 juta peningkatan permintaan akhir di masing-masing sektor. Pengganda Pendapatan Pengganda output pada tabel input-output akan menguraikan mengenai dampak peningkatan pendapatan rumah tangga pada perekonomian sebagai akibat dari adanya peningkatan permintaan akhir di suatu sektor tertentu sebesar satu satuan dalam hal ini 17 satu juta rupiah melalui besarnya peningkatan output yang terjadi pada perekonomian. Seperti juga angka pengganda output, peningkatan pendapatan rumah tangga perekonomian yang ditunjukkan pada dasarnya dapat didekomposisikan kedalam dua hal, yaitu dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung dari nilai pengganda pendapatan sektor j merupakan besaran peningkatan pendapatan rumah tangga di sektor j sebagai akibat dari adanya peningkatan pada permintaan akhir di sektor j sebesar satu satuan dalam kasus ini sebesar Rp 1 juta. Sementara itu, dampak tidak langsung dari nilai pengganda pendapatan sektor j merupakan besaran peningkatan pendapatan rumah tangga di seluruh sektor perekonominan, selain sektor j, sebagai akibat dari adanya peningkatan pada permintaan akhir di sektor j sebesar satu satuan. Sektor perekonomian Jawa Barat yang memiliki pengganda pendapatan terbesar adalah sektor pemerintahan umum dan pertahanan. Tidak hanya di tahun 2010 sektor ini memiliki nilai pengganda pendapatan yang terbesar, di tahun 2003 juga sektor ini merupakan sektor dengan nilai pengganda terbesar. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa PNS dan TNI-Polri-pada berbagai tingkatan pemerintahan baik nasional, provinsi, maupun kabupatenkota-merupakan sektor penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Gambar 5.4 Pengganda Pendapatan Per Sektor di Jawa Barat Tahun 2010 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah Peningkatan konsumsi sektor pemerintah dalam bentuk peningkatan anggaran pemerintah sangat beRp eran dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga yang pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi dalam perekonomian. Untuk kasus di Jawa Barat tahun 2010, setiap peningkatan konsumsi permintaan akhir dari sektor jasa pemerintahan umum dan pertahanan sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di perekonomian Jawa Barat sebesar Rp 613 ribu, dengan rincian kenaikan pendapatan rumah tangga di sektor jasa pemerintahan umum dan pertahanan sebesar Rp 529 ribu, sedangkan sektor perekonomian lainnya sebesar Rp 84 ribu. Secara berurutan sektor-sektor yang memiliki nilai pengganda pendapatan terbesar dalam perekonomian Jawa Barat tahun 2010 ditunjukkan oleh gambar di atas. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa selain sektor pemerintahan umum dan pertahanan, sektor air bersih dengan nilai pengganda pendapatan sebear 0,373, sekror peternakan dengan nilai 0.613 0.373 0.372 0.367 0.340 0.294 0.289 0.278 0.277 0.276 0.260 0.254 0.253 0.242 0.240 0.227 0.220 0.213 0.205 0.187 0.183 0.175 0.162 0.158 0.157 0.153 0.153 0.151 0.139 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 18 pengganda pendapatan sebear 0,372, sektor perkebunan dengan nilai pengganda pendapatan sebear 0,367, dan sektor jasa sosial dan kemasyarakatan dengan nilai pengganda pendapatan sebear 0,340 merupakan 5 sektor perekonomian yang memiliki pengganda pendapatan terbesar di Provinsi Jawa Barat tahun 2010. Sedangkan sektor industri kimia, sektor industri TPT, sektor industri logam dasar, sektor pertambangan, minyak dan gas bumi, serta sektor listrik merupakan 5 sektor dengan nilai pengganda pendapatan paling kecil. Seperti juga pada output multiplier, nilai yang didapat dari analisis pengganda pendapatan juga mengalami perbedaan nilai antara tabel I-O 9 sektor dan tabel I-O 29 sektor. Meskipun sektor jasa-jasa perintahan umum pada tabel I-O 29 sektor memiliki angka pengganda pendapatan terbesar, sama dengan nilai pengganda pendapatan sektor jasa-jasa pada tabel I-O 9 sektor akan tetapi besaran nilai penggandanya sedikit berbeda. Jika pada tabel I-O 29 sektor angka pengganda pendapatan terbesar nya adalah sebesar 0,61 maka pada tabel I-O 9 sektor angka pengganda pendapatan terbesarnya hanya sebesar 0,52 atau setiap peningkatan permintaan akhir di sektor jasa-jasa sebesar 1 juta rupiah, maka sektor jasa-jasa dapat meningkatkan pendapatan seluruh rumah tangga dalam perekonomian Jawa Barat sebesar Rp 520 ribu. Tabel 5.4 Income Multiplier Tabel I-O 29 Sektor dan 9 Sektor Sektor 29 sektor Income Multiplier Sektor 9 Sektor Income Multiplier 1. Tanaman Bahan Makanan 0.24 1. Pertanian 0.21 2. Perkebunan 0.37 3. Peternakan 0.37 4. Kehutanan 0.29 5. Perikanan 0.25 6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.15 2. Pertambangan dan Penggalian 0.12 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 0.28 8. Industri Makanan dan Minuman 0.17 3. Industri Pengolahan 0.23 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 0.15 10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 0.19 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan 0.21 12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 0.16 13. Pengilangan Minyak Bumi 0.16 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 0.18 15. Industri Logam Dasar. 0.15 16. Industri Barang Jadi dari Logam 0.20 17. Industri Pengolahan Lainnya 0.25 18. Listrik 0.14 4. Listrik, Gas, dan Air Minum 0.17 19. Gas Kota 0.28 20. Air Bersih 0.37 21. Bangunan 0.23 5. Bangunan 0.25 22. Perdagangan Besar dan Eceran 0.26 6. Perdagangan, Hotel Restoran 0.27 23. Hotel dan Restoran 0.29 24. Pengangkutan 0.24 7. Pengangkutan 0.27 19 Sektor 29 sektor Income Multiplier Sektor 9 Sektor Income Multiplier Komunikasi 25. Komunikasi 0.22 26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 0.28 8. Bank Lembaga Keuangan Lain 0.24 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 0.16 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0.61 9. Jasa-jasa 0.52 29. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan serta Jasa Lainnya. 0.34 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah Perbedaan nilai angka pengganda pendapatan antara tabel I-O 29 sektor dengan tabel I-O 9 sektor tersebut disebabkan adanya agregasi. Pada kasus sektor jasa-jasa dimana pada tabe IO 29 sektor sektor jasa-jasa di disagregasi menjadi jasa pemerintahan dan jasa swasta. Jika dari perhitungan tabel I-O 29 sektor, aktivitas jasa swasta memiliki nilai pengganda pendapatan yang lebih rendah yaitu 0,34 sedangkan jasa pemerintahan memiliki nilai pengganda pendapatan sebesar 0,61. Oleh sebab itu, ketika dihitung nilai rata-rata tertimbangnya akan didapatkan angka sebesar 0,52 yang merupakan nilai pengganda pendapatan pada tabel I-O 9 sektor. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pengganda pada tabel I-O yang diagregasi yang memiliki sektor perekonomian lebih kecil, maka nilai pengganda yang didapatkan merupakan nilai rata-rata tertimbang dari nilai pengganda tabel I-O yang lebih besar. Tabel 5.5 Dampak Langsung dan Tidak Langsung dari Pengganda Pendapatan di Jawa Barat Tahun 2010 No. Sektor Pengganda Pendapatan Dampak Langsung Dampak Tdk Langsung 1 1. Tanaman Bahan Makanan 0.242 0.150 0.092 2 2. Perkebunan 0.367 0.259 0.108 3 3. Peternakan 0.372 0.253 0.119 4 4. Kehutanan 0.294 0.182 0.112 5 5. Perikanan 0.253 0.160 0.093 6 6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.151 0.075 0.076 7 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 0.276 0.216 0.060 8 8. Industri Makanan dan Minuman 0.175 0.065 0.110 9 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 0.153 0.109 0.044 10 10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 0.187 0.109 0.078 11 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan 0.213 0.109 0.103 12 12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 0.157 0.095 0.062 13 13. Pengilangan Minyak Bumi 0.162 0.089 0.072 14 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 0.183 0.138 0.045 15 15. Industri Logam Dasar. 0.153 0.068 0.085 16 16. Industri Barang Jadi dari Logam 0.205 0.147 0.057 17 17. Industri Pengolahan Lainnya 0.254 0.163 0.092 18 18. Listrik 0.139 0.053 0.086 19 19. Gas Kota 0.277 0.222 0.054 20 20. Air Bersih 0.373 0.315 0.058 21 21. Bangunan 0.227 0.118 0.109 22 22. Perdagangan Besar dan Eceran 0.260 0.219 0.041 23 23. Hotel dan Restoran 0.289 0.211 0.078 20 No. Sektor Pengganda Pendapatan Dampak Langsung Dampak Tdk Langsung 24 24. Pengangkutan 0.240 0.148 0.092 25 25. Komunikasi 0.220 0.160 0.060 26 26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 0.278 0.226 0.052 27 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 0.158 0.113 0.045 28 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0.613 0.529 0.084 29 29. Jasa Sosial dan Kemasy. serta Jasa Lainnya. 0.340 0.253 0.087 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah Jika nilai pengganda pendapatan didekomposisikan menjadi dampak langsung dan tidak langsung, maka dapat diketahui bahwa untuk seluruh sektor dalam perekonomian Jawa Barat, nilai dampak langsung dari pengganda pendapatan lebih besar dibandingkan dengan dampak tidak langsungnya. Berdarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk setiap Rp 1 juta peningkatan permintaan akhir dari seluruh sektor pada perekonomian Jawa Barat tahun 2010, maka sektor rumah tangga dari sektor yang bersangkutan akan memiliki tambahan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan penambahan pendapatan rumah tangga sektor-sektor lainnya. Kondisi ini agak berbeda dengan dekomposisi dari pengganda output, dimana pada pengganda output masih dapat ditemui beberapa sektor yang dampak langsungnya lebih kecil dibandingkan dengan dampak tidak langsungnya Pengganda Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat tahun 2010 tercatat sebanyak 16,99 juta orang atau hampir sekitar 40 dari total penduduk Jawa Barat. Sektor pertanian dan perdagangan merupakan sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat dengan persentase sebesar 43,79 dengan rincian di sektor pertanian sebesar 23,39 sedangkan di sektor perdagangan sebesar 20,39. Rincian sebaran tenaga kerja per sektor di Provinsi Jawa Barat tahun 2010 ditunjukkan seperti pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa sektor-sektor yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat pada tahun 2010 adalah sektor perdagangan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 3,46 juta atau 20,39 dari total tenaga kerja Jawa Barat, sektor pertanian tanaman pangan-dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 3,2 juta-merupakan sektor perekonomian yang menyerap tenaga kerja kedua terbesar dengan persentase sebesar 18,92 dari total tenaga kerja Jawa Barat. Sektor jasa sosial dan kemasyarakatan dan sektor hoterl dan restoran merupakan dua sektor lainnya yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat. Sebanyak masing-masing 10,11 atau sebanyak 1,72 juta orang, dan 10,07 atau sebanyak 1,71 juta orang terserap di kedua sektor tersebut. Sedangkan dari sektor industri, TPT merupakan sektor industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Sebanyak 8,5 penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat mampu diserap oleh sektor industri TPT, dengan jumlah tenaga krja sebanyak 1,45 juta orang. Tabel 5.6 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja di Jawa Barat Tahun 2010 Sektor TK Persen 1. Tanaman Bahan Makanan 3,215,584 18.92 2. Perkebunan 246,283 1.45 3. Peternakan 358,900 2.11 4. Kehutanan 45,841 0.27 5. Perikanan 109,160 0.64 21 Sektor TK Persen 6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 16,202 0.10 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 90,406 0.53 8. Industri Makanan dan Minuman 88,151 0.52 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 1,447,188 8.51 10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 561,419 3.30 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan 159,158 0.94 12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 430,297 2.53 13. Pengilangan Minyak Bumi 13,243 0.08 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 183,009 1.08 15. Industri Logam Dasar. 26,165 0.15 16. Industri Barang Jadi dari Logam 404,799 2.38 17. Industri Pengolahan Lainnya 95,702 0.56 18. Listrik 36,461 0.21 19. Gas Kota 7,721 0.05 20. Air Bersih 15,059 0.09 21. Bangunan 1,007,226 5.93 22. Perdagangan Besar dan Eceran 3,466,355 20.39 23. Hotel dan Restoran 1,710,814 10.07 24. Pengangkutan 113,711 0.67 25. Komunikasi 145,812 0.86 26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 185,790 1.09 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 150,692 0.89 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 946,522 5.57 29. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan serta Jasa Lainnya. 1,719,048 10.11 Total Tenaga Kerja 16,996,718 100.00 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah Dengan mengetahui jumlah tenaga kerja dan juga hubungan ekonomi yang ada pada tabel input-output, maka dapat dihitung pengganda tenaga kerja untuk masing-masing sektor perekonomian. Pengganda tenaga kerja pada tabel input-output merupakan suatu analisis yang melihat potensi penyerapan tenaga kerja pada perekonomian sebagai akibat dari adanya peningkatan permintaan akhir di suatu sektor tertentu sebesar satu juta rupiah. Dengan mengetahui pengganda tenaga kerja maka akan dapat diidentifikasi sektor-sektor mana saja dalam perekonomian mampu meyerap tenaga kerja paling besar, sehingga jika Pemerintah Daerah Jawa Barat sudah memiliki rencana penyerapan tenaga kerja sebanyak 2 juta orang selama 5 tahun, sejak tahun 2013 maka dapat di ketahui sektor-sektor mana saja yang harus didorong peningkatan outputnya agar mampu meningkatkan kesempatan kerja di Jawa Barat. Gambar di bawah ini menunjukkan besarnya pengganda tenaga kerja untuk masing-masing sektor yang ada di Jawa Barat tahun 2010, diurutkan berdasarkan nilai pengganda tenaga kerja yang terbesar. Berdasarkan gambar tersebut tersebut terlihat bahwa sektor industri furnitur, kayu, bambu, dan rotan merupakan sektor yang memiliki angka pengganda tenaga kerja terbesar. Nilai pengganda tenaga kerja yang diciptakan oleh sektor tersebut adalah sebesar 0,069 yang berarti setiap terjadi kenaikan permintaan permintaan akhir di sektor industri furniture, kayu, bambu dan rotan sebesar Rp 1 milyar maka akan terjadi peningkatan kesempatan kerja sebanyak 69 orang pada perekonomian Jawa Barat. Sektor kedua yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat adalah sektor hotel dan restoran. Sektor ini mampu memberikan tambahan kesempatan kerja bagi perekonomian sebanyak 55 22 orang tenaga kerja untuk setiap peningkatan permintaan akhir di sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 milyar. Gambar 5.5 Pengganda Tenaga Kerja Sektor-Sektor Ekonomi di Jawa Barat Tahun 2010 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah Biasanya sektor-sektor yang berada dalam kelompok sektor pertanian selalu memiliki pengganda tenaga kerja yang paling besar dalam perekonomian. Akan tetapi untuk tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat, dari kelompok pertanian, sektor kehutanan dan sektor pertanian tanaman pangan merupakan dua sektor yang memiliki pengganda tenaga kerja terbesar. Sektor kehutanan berada di urutan ke 3, sektor yang memiliki pengganda tenaga kerja terbesar di Jawa Barat, sedangkan sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor ke 5 terbesar yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat. Sektor kehutanan dan sektor pertanian tanaman pangan masing-masing memiliki nilai pengganda tenaga kerja sebesar 0,051 dan 0,043. Jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 milyar di kedua sektor tersebut, maka sektor kehutanan akan mampu menciptakan tenaga kerja dalam perekonomian sebanyak 51 orang, sedangkan sektor pertanian tanaman pangan akan dapat menciptakan kesempatan kerja sebanyak 43 orang. Selain kedua sektor tersebut, sektor perkebunan juga termasuk kelompok di aktivitas pertanian yang memiliki kesempatan kerja cukup besar yaitu sebesar 0,04 yang berarti akan tercipta kesempatan kerja sebanyak 40 orang untuk setiap peningkatan permintaan akhir di sektor perkebunan sebesar Rp 1 milyar. Sektor pertanian baru terlihat menjadi sektor yang memiliki pengganda tenaga kerja yang terbesar ketika kita menganalisis tabel I-O 9 sektor. Berdasarkan gambar 4.9. terlihat bahwa secara makro regional, sektor pertanian memiliki nilai pengganda tenaga kerja sebesar 0,036 yang berarti setiap penambahan permintaan akhir sektor pertanian sebesar Rp 1 milyar, maka sektor pertanian akan meningkatkan kesempatan kerja dalam perekonomian sebanyak 36 orang. Sedangkan urutan kedua sektor yang memiliki nilai pengganda tenaga kerja terbesar adalah sektor jasa-jasa dengan nilai pengganda tenaga kerja sebesar 0,03. Sektor indsutri pengolahan hanya memiliki nilai pengganda tenaga kerja sebesar 0,014 berada di urutan ke-7 dari 9 sektor perekonomian, meskipun pada tabel I-O 29 sektor sektor industri kayu, bambu, rotan dan furnitur memiliki niai pengganda tenaga kerja terbesar akan tetapi secara aggregat sektor ini hanya memiliki pengganda tenaga kerja yang relatif kecil. Untuk setiap peningkatan permintaan akhir sektor industri pengolahan sebesar 0.069 0.055 0.051 0.043 0.043 0.040 0.032 0.024 0.021 0.021 0.020 0.019 0.019 0.018 0.018 0.017 0.016 0.016 0.016 0.013 0.012 0.010 0.010 0.009 0.006 0.006 0.005 0.005 0.004 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 1 . Industr i K ay u, 2 3 . Ho te l dan Re sto ran 4 . K e hutan an 2 9 . J as a S o sial dan 1 . Tan am an B ah an 2 . Pe rke bunan 7 . Pe rtam ban gan Tap a 3 . Pe te rnak an 2 2 . Pe rdag an gan B e sar 2 8 . Pe m e rintah an 2 1 . B an gunan 1 1 . Industr i K e rtas dan 2 5 . K o m unikas i 1 7 . Industr i 2 . A ir Be rs ih 2 6 . B an k dan Le m bag a 2 7 . Usah a S e w a 1 4 . Industr i B ar an g 5 . Pe rikan an 1 5 . Industr i Lo gam 9 . Industr i Te ksM l, 2 4 . Pe ngan gkutan 1 2 . Industr i K im ia, 8 . Industr i Mak an an 1 3 . Pe ngilan gan 1 6 . Industr i B ar an g 1 8 . Listr ik 1 9 . G as K o ta 23 Rp 1 milyar sektor ini hanya akan menyerap tenaga kerja pada perekonomian sebesar 14 orang saja. Sektor listrik, gas dan air minum merupakan sektor yang paling sedikit menyerap tenaga kerja, setiap peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 milyar di sektor listrik, gas dan air minum, sektor ini hanya akan mendorong peningkatan tenaga kerja hanya sebesar 7 orang saja.

5.3 Perubahan Struktur Perekonomian Jawa Barat 2003-2010