Evaluasi Tarif Angkutan Umum Bus Kota Berdasarkan Analisis Willingness To Pay An Ability To Pay (Studi Kasus: Trans Metro Bandung Koridor 2)
EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM BUS KOTA BERDASARKAN ANALISIS WILLINGNESS TO PAY DAN ABILITY TO PAY
(Studi Kasus: Trans Metro Bandung Koridor 2)
TUGAS AKHIR
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Oleh : Eva Ayu Lestari
10611012
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM BUS KOTA BERDASARKAN ANALISIS WILLINGNESS TO PAYDAN ABILITY TO PAY
(Studi Kasus : Trans Metro Bandung Koridor 2)
TUGAS AKHIR
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Gelar Strata Satu ( 51) Pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
EVA AYU LESTARI
1.06.11.012
Telah disetujui dan disahkan di Bandung sebagai Tugas Akhir pada tanggal: 31 Agustus 2015
Menyetujui,
dan Kota Menyetujui,
4127.70.17 001
(3)
TEMBAR PER}IYATAAN BUKAI\I PLAGIAT
Bandung, 3l Agustus 2015 Perihal: Lembar Pernyataan Bukan Plagi4
Saya yang Mandatangan dibirwah ini:
Nama
: Eva Ayu LestariNIM
: 1.06.11.012Judul
TA
: Evaluasi Tarif Angkutan umum Bus Kota Berdasarkan Anatisis Willingness to Pay ilau.Ability to Pny(Studi Kasus: Trans Metro Bandung Koridor 2)Menyatakan bahwa saya tidak melalrukan tindakan meniiu, menyalin atau menjiplak Tugas Akhir/ Karya Ilmiah yang telah ada. Apabila saya terbukti mela}ukan kegiatan tersebuL maka saya siap menerima sanksi yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dan berlaku
di
Program Studi Perencaniian Wilayah dan Kota Univeritas Komputer Indonesia.Mengetahqi,
(4)
SURAT KETERANGAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
Bahwa yang bertandatangan dibawah
ini,
penulis dan pihak instansi tempat penelitian, menyetuj ui :"IJntuk memberikan kepada Universitas Komputer Indonesia Hak bebas Royalty
Noneklusif atas penelitian ini dan bersedia untuk dipublikasikan sesuai dengan keteatuan yang berlaku unfirk kepentingan riset dan pendidikan,,
Bandung,
3l
Agustus 2015Mengetahui, Pembimbing
Eva Avu Lesfari
1.06.11.012 Penulis
eht
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Evaluasi Tarif Angkutan Umum Bus Kota Berdasarkan Analisis Willingness to Pay dan Ability to Pay (Studi Kasus: Trans Metro Bandung Koridor 2)” dengan bak tanpa adanya halangan
yang berarti.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Strata I pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota di Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Bandung.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang selama penyusunan tugas akhir ini telah banyak memberi bantuan baik berupa moril dan materil maupun berupa saran, dan dorongan semangat kepada penulis. Secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Kedua Orang tua, Bapak Jaja Jasma, S.pd. dan Ibu Titi Naryati yang selalu
mendukung dengan sepenuh hati baik moril maupun materi, dan dengan doa-doanya yang selalu mengiringi sehingga dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.
2. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.
3. Bapak Prof. Dr. H.Denny Kurniadie, Ir., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia.
4. Ibu Rifiati Safariah, ST., MT. selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia
5. Ibu Ir. Romeiza Syafriharti, M.T, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bantuan pengarahan dan bimbingan selama pengerjaan tugas akhir ini.
6. Ibu Dr. Lia Warlina, Ir., M.Si. selaku Dosen Wali angkatan 2011 yang telah menjadi orang tua wali di kampus UNIKOM.
7. Bapak Tatang Suheri, ST., MT. dan seluruh dosen serta Ibu Vitri selaku sekretariat Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota atas ilmu yang
(6)
telah diajarkan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis melaksanakan perkuliahan.
8. Kakak dan keluarga (Yaya Cahlia, Yanti Susilawati, dan Surya Saputra), adik (Della Rahmah Dayanti) beserta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa dalam pengerjaan tugas akhir ini.
9. Catur Waluyo Jati yang telah memberikan bantuan, dukungan serta doa kepada penulis untuk kelancaran dalam penyusunan tugas akhir.
10. Riri Endah Lestari, Rudi Setia, Adnan Fauzi Rahmansyah, Luthfi Latif, Catur Waluyo Jati, yang telah membantu dalam penyebaran kuesioner. 11. Sahabat-sahabat PWK 2011 Riri, Widi, Deby, Nanda, Rudi Setia, Rudi
Guntara, Adnan, Lutfi, Esda, Heri, Rinaldy, Bibra, Erwin, dan Syahrul, dan Satria. Terima kasih atas pengalaman, kebersamaan dan persahabatan ini takkan lekang oleh waktu.
12. Semua pihak yang terlibat selama pengerjaan tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala bantuannya. Dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah mereka berikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Amin.
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis berusaha membuat dan menyelesaikannya dengan sebaik mungkin, namun kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya semata-mata karena keterbatasan penulis dalam kemampuan dan pengetahuan. Oleh karena itu saran dan kritik yang tentunya sangat bermanfaat dan sangat diharapkan demi kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata penulis berharap semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca dan pihak-pihak yang memerlukan pada umumnya.
Bandung, Agustus 2015 Eva Ayu Lestari NIM. 1.06.11.012
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.2 Tujuan dan Sasaran………. 4
1.4 Ruang Lingkup ... 4
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah ... 4
1.4.2 Ruang Lingkup Materi ... 6
1.5 Metode Penelitian ... 6
1.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 7
1.5.2 Metode Analisis ... 7
1.5.3 Metode Pengumpulan Sampel ... 8
1.5.4 Variabel Penelitian ... 8
1.5.5 Kebutuhan Data ... 10
1.6 Kerangka Pemikiran ... 11
1.7 Sistematika Penulisan……….... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Terminologi Evaluasi ... 13
2.2 Tipe dan Pelayanan Angkutan Umum ... 15
2.2.1 Angkutan Umum Massal ... 16
2.2.2 Pelayanan Angkutan Umum Massal ... 16
2.2.2.1 Aspek Keselamatan ... 17
2.2.2.2 Aspek Keamanan ... 17
2.2.2.3 Aspek Kenyamanan ... 18
2.2.2.4 Aspek Keterjangkauan ... 19
2.2.2.5 Aspek Keteraturan ... 19
2.3 Penetapan Tarif Angkutan ... 19
2.4 Willingness to Pay (WTP) dan Ability to Pay (ATP) ... 22
2.5 Penelitian Terdahulu ... 25
BAB III GAMBARAN UMUM... 32
3.1 Gambaran Umum TMB ... 32
3.1.1 Tujuan Pengoperasian TMB ... 32
3.1.2 Penyelenggaraan TMB ... 33
3.1.3 Pelayanan TMB ... 33
3.2 Pelayanan Trans Metro Bandung Koridor 2 ... 38
3.2.1 Rute TMB Koridor 2 ... 38
3.2.2 Jumlah Shelter ... 39
(8)
3.3 Profil Responden ... 41
3.3.1 Informasi Responden ... 41
3.3.1.1 Jenis Kelamin ... 41
3.3.1.2 Jenis Pekerjaan ... 43
3.3.1.3 Tingkat Usia ... 45
3.3.1.4 Penghasilan Perbulan ... 47
3.3.1.5 Alamat Responden ... 49
3.3.2 Perilaku Perjalanan ... 50
3.3.2.1 Frekuensi Menggunakan TMB ... 51
3.3.3 Persepsi Pelayanan TMB ... 53
3.3.3.1 Persepsi Mengenai Keamanan ... 53
3.3.3.2 Persepsi Mengenai Keselamatan ... 55
3.3.3.3 Persepsi Mengenai Kenyamanan ... 57
3.3.3.4 Persepsi Mengenai Kecepatan ... 59
3.3.3.5 Persepsi Mengenai Ketepatan ... 61
3.3.3.6 Persepsi Mengenai Keteraturan ... 64
3.3.4 Informasi Biaya Transportasi ... 66
3.3.4.1 Persepsi Mengenai Keamanan ... 66
3.3.4.2 Persepsi Mengenai Keselamatan ... 67
BAB IV EVALUASI TARIF TMB BERDASARKAN ANALISIS ABILITY TO PAY DAN WILLINGNESS TO PAY ... 69
4.1 Analisis Kemauan Membayar (Willingness to Pay) ... 69
4.1.1 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Berdasarkan Persepsi Terhadap Tarif ... 72
4.1.2 Korelasi Variabel Willingness To Pay dengan Persepsi Tarif... 73
4.1.3 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Jenis Kelamin ... 74
4.1.4 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Usia ... 75
4.1.5 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Penghasilan ... 76
4.1.6 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Frekuensi ... 78
4.1.7 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Keamanan ... 80
4.1.8 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Keselamatan ... 82
4.1.9 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Kenyamanan ... 83
4.1.10 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Ketepatan ... 85
4.1.11 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Kecepatan ... 86
4.1.12 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Keteraturan ... 88
(9)
4.2 Analisis Kemampuan Membayar (Ability to Pay) ... 92
4.2.1 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Berdasarkan Rekomendasi Tarif ... 93
4.2.2 Korelasi Variabel Ability to Pay dengan Rekomendasi Tarif ... 94
4.2.3 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Pengguna TMB berdasarkan Penghasilan ... 96
4.2.4 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Biaya Total Pengeluaran Untuk TransPortasi ... 98
4.2.5 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Pengguna TMB berdasarkan Biaya Total Pengeluaran Untuk TMB ... 100
4.2.6 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Pengguna TMB Berdasarkan Frekuensi Penggunaan ... 102
4.2.7 Sebaran Persepsi Tarif Berdasarkan Seluruh Variabel ... 103
4.3 Perbandingan Nilai ATP dan WTP... 106
BAB V KESIMPULAN ... 107
5.1 Kesimpulan ... 107
5.1.1 Kemauan Membayar (Willingness to Pay) Pengguna Trans Metro Bandung ... 107
5.1.2 Kemampuan Membayar (Ability to Pay) Pengguna Trans Metro Bandung ... 108
5.2 Rekomendasi... 110
5.3 Keterbatasan dan Studi Lanjutan ... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 111
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Ruang Lingkup Wilayah Studi ……….…. 5
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran ………... 11
Gambar 3.1 Pegangan Tangan didalam Trans Metro Bandung ……… 31
Gambar 3.2 Fasilitas Keamanan ……… 34
Gambar 3.3 Interior Trans Metro Bandung ………... 34
Gambar 3.4 Pendingin Ruangan ……… 35
Gambar 3.5 Penjaga Keamanan ………. 36
Gambar 3.6 Kursi Prioritas ………...………. 36
Gambar 3.7 Rute TMB Koridor 2 ……….. 38
Gambar 3.8 Jumlah Penumpang TMB koridor 2 tahun 2012-2014……...……… 40
Gambar 3.9 Perentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum-Cibeureum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014………... 42
Gambar 3.10 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum - Cibeureum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014……….. 43
Gambar 3.11 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2014………... 44
Gambar 3.12 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Jenis Pekerjaan tahun 2014………... 45
Gambar 3.13 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Tingkat Usia tahun 2014 ………... 46
Gambar 3.14 Persentase Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Tingkat Usia Tahun 2014 ………... 47
Gambar 3.15 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Tingkat Penghasilan Tahun 2014 ………... 48
Gambar 3.16 Persentase Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Tingkat Penghasilan Tahun 2014 ………... 49
Gambar 3.17 Persentase Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan StatusTahun 2014 ………... 51
Gambar 3.18 Persentase Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Status Tahun 2014 ………... 53
Gambar 3.19 Persentase Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Status Tahun 2014 ………... 54
Gambar 3.20 Persentase Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan jumlah anggota keluarga yang bekerja Tahun 2014 ………... 55
Gambar 3.21 Pengguna TMB Jalur Cicaheum- Cibeureum Berdasarkan Frekuensi Menggunakan TMB ………... 56
Gambar 3.22 Pengguna TMB Jalur Cibeureum- Cicaheum Berdasarkan Frekuensi Menggunakan TMB ………... 57
Gambar 3.23 Persepsi Pengguna Terhadap Keamanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………..……. 58
(11)
Gambar 3.24 Persepsi pengguna terhadap Keamanan TMB Koridor 2 (Cicaheum-
Cibeureum) ………..……….. 59
Gambar 3.25 Persepsi Pengguna Terhadap Keamanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ……… 60
Gambar 3.26 Persepsi pengguna terhadap Keselamatan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……….. 61
Gambar 3.27 Persepsi Pengguna Terhadap Kemanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………... 62
Gambar 3.28 Persepsi Pengguna Terhadap Kenyamanan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……….. 63
Gambar 3.29 Persepsi Pengguna Terhadap Kecepatan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ……… 64
Gambar 3.30 Persepsi Pengguna Terhadap Kecepatan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……….………. 65
Gambar 3.31 Persepsi Pengguna Terhadap Ketepatan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………... 66
Gambar 3.32 Persepsi Pengguna Terhadap Ketepatan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ………... 68
Gambar 4.1 Persepsi Tarif Pengguna TMB……… 72
Gambar 4.2 Rekomendasi Tarif Pengguna TMB ……….. 93
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel I-1 Variabel Penelitian ……… 9
Tabel I-2 Matriks Kebutuhan Data…...………. 10
Tabel II-1 Faktor Penentu ATP dan WTP………... 23
Tabel II-2 Penelitian Terdahulu ……….……… 25
Tabel III-1 Jumlah Shelter……… 39
Tabel III-2 Jumlah penumpang TMB koridor 2 tahun 2012-2014………... 40
Tabel III-3 Pengguna TMB Jalur Cicaheum-Cibeureum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014………... 41
Tabel III-4 Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014……….……… 42
Tabel III-5 Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2014………... 43
Tabel III-6 Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Jenis Pekerjaan tahun 2014………... 44
Tabel III-7 Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Tingkat Usia tahun 2014 ………... 45
Tabel III-8 Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Tingkat Usia Tahun 2014 ……….………... 46
Tabel III-9 Pengguna TMB Jalur Cicaheum – Cibeureum Berdasarkan Tingkat Penghasilan Tahun 2014 ……….…………... 47
Tabel III-10 Pengguna TMB Jalur Cibeureum – Cicaheum Berdasarkan Tingkat Penghasilan Tahun 2014 ………... 48
Tabel III-11 Pengguna TMB Berdasarkan Alamat Tempat Tinggal Tahun 2014……. 50
Tabel III-12 Pengguna TMB Jalur Cicaheum- Cibeureum Berdasarkan Frekuensi Menggunakan TMB ………... 51
Tabel III-13 Pengguna TMB Jalur Cibeureum- Cicaheum Berdasarkan Frekuensi Menggunakan TMB ………... 52
Tabel III-14 Persepsi pengguna terhadap Keamanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………... 54
Tabel III-15 Persepsi pengguna terhadap Keamanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ……….…... 55
Tabel III-16 Persepsi pengguna terhadap Kemanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………... 56
Tabel III-17 Persepsi pengguna terhadap keselamatan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ………..….……. 57
Tabel III-18 Persepsi pengguna terhadap Kemanan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………...…... 58
Tabel III-19 Persepsi pengguna terhadap kenyamanan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……… 59
Tabel III-20 Persepsi pengguna terhadap Kecepatan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………... 60
Tabel III-21 Persepsi pengguna terhadap kecepatan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……….………... 61
Tabel III-22 Persepsi pengguna terhadap Ketepatan TMB Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) ………...…... 62 Tabel III-23 Persepsi pengguna terhadap ketepatan TMB Koridor 2 (Cibeureum- 63
(13)
Cicaheum) ……...……….………. Tabel III-24 Persepsi pengguna terhadap Keteraturan TMB Koridor 2 (Cicaheum-
Cibeureum) ……….……….. 64
Tabel III-25 Persepsi pengguna terhadap keteraturan TMB Koridor 2 (Cibeureum-Cicaheum) ……….…………...…………. 65
Tabel III-25 Pengguna TMB Berdasarkan Total Biaya Transportasi Perminggu Termasuk Menggunakan TMB Tahun 2015………..………… 66
Tabel III-25 Pengguna TMB Berdasarkan Biaya Transportasi Menggunakan TMB Tahun 2015………... 67
Tabel IV-1 Persepsi Tarif Pengguna TMB………...………… 72
Tabel IV-2 Korelasi Variabel Willingness to Pay dengan Persepsi Tarif…………... 73
Tabel IV-3 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Gender ……… 74
Tabel IV-4 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Usia ……… 75
Tabel IV-5 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Penghasilan ………… 77
Tabel IV-6 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Frekuensi ……… 79
Tabel IV-7 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Keamanan …………... 80
Tabel IV-8 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Keselamatan ………... 82
Tabel IV-9 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Kenyamanan ………... 84
Tabel IV-10 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Ketepatan ……… 85
Tabel IV-11 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Kecepatan …………... 87
Tabel IV-12 Persentase Persepsi Pengguna TMB berdasarkan Keteraturan …………. 88
Tabel IV-13 Persepsi Tarif Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi……… 90
Tabel IV-14 Persepsi Tarif Berdasarkan Karakteristik Perilaku Perjalana……… 90
Tabel IV-15 Persepsi Tarif Berdasarkan Karakteristik Pelayanan TMB...……… 91
Tabel IV-16 Rekomendasi Tarif Pengguna TMB ………. 93
Tabel IV-17 Korelasi Variabel Ability to Pay dengan Rekomendasi Tarif ……… 94
Tabel IV-18 Persentase Rekomendasi Tarif TMB berdasarkan Penghasilan ………... 95
Tabel IV-19 Persentase Rekomendasi Tarif TMB berdasarkan Biaya Total Pengeluaran untuk Transportasi ……… 97
Tabel IV-20 Persentase Rekomendasi Tarif TMB berdasarkan Biaya untuk TMB …. 99 Tabel IV-21 Persentase Rekomendasi Tarif TMB berdasarkan Frekuensi Penggunaan ………... 101
Tabel IV-22 Persentase Rekomendasi Tarif Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi………. 103
Tabel IV-23 Persentase Rekomendasi Tarif Berdasarkan Karakteristik Perilaku Perjalanan………. 103
Tabel IV-24 Persentase Rekomendasi Tarif Berdasarkan Karakteristik Biaya Trasnportasi………. 104
(14)
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan dalam penelitian yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup yang terdiri dari ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini.
1.1. Latar Belakang
Transportasi darat khususnya angkutan umum perkotaan yang berada di kota-kota besar sangatlah penting keberadaannya dalam menjalankan salah satu fungsi utamanya yaitu sebagai pengangkut pergerakan masyarakat untuk mengerjakan aktifitas sehari-harinya dimana pelayanan yang diberikan diharapkan dilakukan secara cepat, aman, nyaman, murah dan efisien. Dengan kemudahan dan kelancaran pergerakan diharapkan fungsi keberadaan seseorang dan nilai kegunaan suatu barang dapat memaksimalkan baik dipandang dari segi tempat maupun segi waktu sehingga membantu dalam mempercepat pertumbuhan suatu kota.
Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan peningkatan aktifitas serta pergerakan penghuninya, perkembangan ruang kota menjadi salah satu faktor perkembangan transportasi dan menyebabkan perubahan sistem transportasi itu sendiri serta pelayanan terhadap pengguna jasa transportasi. Jasa transportasi terus berkembang dari masa kemasa seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, penyediaan fasilitas transportasi diperlukan untuk melayani aktifitas dan pergerakan penduduk tersebut. angkutan merupakan sarana untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya, setiap kota yang ada di Indonesia harus memiliki suatu sistem angkutan umum yang dapat bekerja secara efektif dan efisien.
Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia khususnya di Jawa Barat, yang dalam sistem transportasinya menggunakan angkutan umum sebagai salah satu sarana transportasi perkotaan, sehingga dengan adanya angkutan umum
(15)
penumpang sangatlah penting dan diperlukan suatu pengaturan agar dapat melayani penumpang secara maksimal.
Pada saat ini banyak masyarakat yang lebih memilih kendaraan pribadi khususnya sepeda motor dibandingkan dengan menggunakan angkutan umum dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti pergi bekerja. Pemilihan masyarakat terhadap sepeda motor sebagai angkutan saat berpergian karena dinilai biaya yang lebih murah dibandingkan dengan menggunakan angkutan umum. Padahal, semakin banyak masyarakat yang memilih sepeda motor ataupun kendaraan pribadi lainnya akan semakin banyak menimbulkan masalah kemacetan.
Sebagai salah satu solusi dalam pemecahan masalah kemacetan tersebut pemerintah kota berupaya memperbaiki sarana angkutan umum massal. Khususnya di Kota Bandung, pemerintah menerapkan sarana angkutan umum masal tersebut dengan nama Trans Metro Bandung (TMB). Berbeda dengan Trans Jakarta (TJ), TMB ini tidak mempunyai lajur khusus. TMB koridor 1(rute Cibiru-Cibeureum) mulai beroperasi pada tahun 2008 dan pada tanggal 6 november tahun 2012 dioperasikan TMB koridor 2 (Cicaheum-Cibeureum) dengan melibatkan PERUM DAMRI.
Pada tahun 2013 jumlah penduduk Kota Bandung mencapai 2.483.977 jiwa. Sementara Pengguna Trans Metro Bandung dari tahun 2010-2014 semakin meningkat. Bahkan peningkatannya hampir mencapai 100%.
Agar masyarakat lebih memilih angkutan umum massal dibandingkan dengan sepeda motor maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh angkutan umum massal diantaranya aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan (Menteri Perhubungan, 2012). Sedangkan untuk pemilihan moda transportasi antara zona A ke zona B didasarkan pada perbandingan antara berbagai karakteristik operasional moda transportasi yang tersedia misalnya waktu tempuh, tarif, waktu tunggu, dan lain-lain (Tamin, 2000).
Berdasarkan Keputusan Walikota Bandung pada saat ini Trans Metro Bandung menetapkan tarif normal sebesar Rp 1.500 untuk tarif pelajar dan Rp 3.000 untuk tarif umum . Bagi sebagian orang tarif merupakan faktor utama dalam pemilihan moda untuk melakukan perjalanan. Tarif tersebut haruslah sebanding
(16)
dengan pelayanan yang diberikan oleh suatu moda angkutan umum massal, pelayanan tersebut diantaranya keamanan, keselamatan, kenyamanan, keteraturan serta kesetaraan. dengan begitu akan banyak yang lebih memilih sarana angkutan umum massal Tetapi, apakah masyarakat menilai bahwa ada kesetaraan antara tarif yang ditawarkan oleh TMB tersebut sebanding dengan pelayan yang diberikan.
Semejak pertama kali didakannya TMB ini yaitu pada tahun 2008, tarif tidak ada perubahan, sedangkan harga BBM sudah beberapa kali naik dalam kurun waktu 7 tahun ini. Sehingga dibutuhkan peningkatan kinerja pada Trans Metro Bandung ini dalam melayani masyarakat.
Pentingnya peran angkutan umum masal di sebuah kota besar seperti Bandung memerlukan adanya peningkatan pelayanan yang dapat diharapkan meningkatkan pengguna TMB. Oleh karena itu penelitian ini mengevaluasi tarif yang telah ada agar menemukan tarif ideal yang baik dipandang dari sisi TMB sebagai operator, dan juga baik bila dipandang dari sisi pengguna jasa TMB sebagar user. Besarnya tarif yang baik masih dibawah tingkat kemauan membayar (WTP) dari masyarakat yang erat hubungannya dengan penilaian seberapa penting Trans Metro Bandung bagi mereka tanpa melupakan ukuran kemampuan membayar atau daya beli (ATP) dari masyarakat.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan sebelumnya maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebgai berikut:
1. Apakah tarif Trans Metro Bandung yang berlaku sesuai dengan Willingness to Pay (WTP) pengguna berdasarkan persepsi tentang pelayanan Trans Metro Bandung?
2. Bagaimana Ability to Pay (ATP) pengguna sehubungan dengan tarif Trans Metro Bandung saat ini?
1.3. Tujuan Dan Sasaran
Untuk mengevaluasi tarif angkutan umum bus kota dengan menggunakan analisis Willingness to Pay dan Ability to Pay pada pengguna Trans Metro Bandung. Adapun sasaran dalam penelitian untuk mencapai tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
(17)
1. Mendeskripsikan tarif Trans Metro Bandung yang berlaku sesuai dengan Willingness to Pay (WTP) pengguna berdasarkan persepsi tentang pelayanan Trans Metro Bandung
2. Mendeskripsikan Ability to Pay (ATP) pengguna sehubungan dengan tarif Trans metro Bandung saat ini
1.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitan ini terbagi menjadi dua yaitu ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah. Ruang lingkup materi akan menguraikan hal-hal yang menjadi pokok pembahasan penelitian. Sedangkan ruang lingkup wilayah akan mendeskripsikan wilayah yang menjadi lokasi penelitian. Adapun ruang lingkup materi dan wilayah adalah sebagai berikut:
14.1 Ruang Lingkup Wilayah
Berdasarkan jumlah penumpang yang telah diperoleh dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 dketahui bahwa jumlah penumpang koridor 2 lebih banyak daripada jumlah penumpang di koridor 1. Pada tahun 2014 diketahui jumlah penumpang di koridor 2 sebanyak 356.744 penumpang sedangkan di koridor 1 hanya sebanyak 280.265 penumpang. oleh karena itu, dalam penelitian ini jalur TMB pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP dijadikan sebagai lokasi penelitian.
Wilayah studi yang menjadi cakupan studi dalam penelitian dibatasi pada kawasan / rute yang dilewati trans metro Bandung yaitu: Koridor 2 (Cicaheum- Cibeureum) yang meliputi Jl. A. Yani – Jl. Jakarta – Jl. Asia Afrika – Jl. Jend. Sudirman – Jl. Elang Raya (Cibeureum) – Jl. Rajawali – Jl. Kebon Jati – Jl. Stasiun Timur – Jl. Perintis Kemerdekaan – Jl. Veteran.
(18)
Gambar 1.1
(19)
1.4.2 Ruang Lingkup Materi
Pembahasan studi dalam penelitian ini adalah perolehan besar nilai Abillity to Pay dan Willingness to Pay masyarakat pengguna Trans Metro Bandung. Adapun materi yang akan dibahas untuk pencapaian tujuan penelitian ini meliputi: 1. Untuk mengidentifikasi kesetaraan antara tarif dan pelayanan Trans Metro Bandung maka dilakukan perhitungan nilai Ability to Pay dan Willingness to Pay. Perhitungan nilai ATP dilakukan untuk mengukur kemampuan masyarakat untuk membayar pelayanan yang diterimanya pendekatannya didasarkan atas alokasi pengeluaran untuk transportasi dan pendapatan yang diterimanya. Sedangkan perhitungan WTP dilakukan untuk mengukur adalah kemauan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang telah diterimanya, pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan atas presepsi pengguna terhadap tarif dan jasa pelayanan angkutan umum tersebut.
2. Untuk mengidentifikasi ketersediaan dan kemampuan masyarakat untuk membayar tarif Trans Metro Bandung dengan menggunakan analisis Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP). Maka dilakukan identifikasi mengenai karakteristik pengguna Trans Metro Bandung. Salah satu karakteristik dari pengguna Trans Metro Bandung yang diidentfikasi untuk melakukan perhitungan ATP dan WTP yaitu sosial-ekonominya, seperti pendapatan rata-rata perbulan, pengeluaran rata-rata untuk Trans Metro Bandung perbulan, frekuensi menggunakan Trans Metro Bandung perbulan serta presepsi pengguna terhadap tarif dan jasa pelayanan Trans Metro Bandung. Pelayanan tersebut diantaranya adalah dari segi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keteraturan dan kesetaraan.
1.5. Metodologi Penelitian
Sebagai langkah mencapai tujuan penelitian, metodologi penelitian akan dijelaskan kepada dua bagian, yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis. Metode-metode tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
(20)
1.5.1. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendukung penelitian ini akan dilakukan dua metode pengumpulan data, yaitu survey data primer dan survey data sekunder.
1. Survey data sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mendapatkan data yang diperoleh dari pihak lain yang bersangkutan seperti dinas-dinas terkait atau penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini diperlukan data yang menunjukan jumlah trayek Trans Metro Bandung, rute Trans Metro Bandung, serta jumlah pengguna Trans Metro Bandung yang didapatkan dari Dinas Perhubungan Kota Bandung.
2. Survey data Primer
Sample dalam studi ini merupakan pengguana dari Trans Metro Bandung yang membayar penuh untuk setiap perjalanan. Responden yang dipilih adalah pengguna Trans Metro Bandung yang membayar langsung tiket Trans Metro Bandung. Asumsi pengambilan responden yang diambil adalah responden yang memiliki pekerjaan dan merupakan kepala keluarga ataupun yang dikiranya mereka tahu pengeluaran yang di anggarkan untuk transportasi umum dalam suatu keluarga.
1.5.2. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan utama ada dua, yaitu analisis deskriptif dan analisi korelasi yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Analisis Statistik Deksriptif
Analisis statistik deskriptif adalah salah satu metode yang berusaha menggambarkan atau menjelaskan objek sesuai dengan apa adanya. Pada analisis ini akan menjelaskan bagaimana keadaan pengguna TMB berdasarkan pada variabel-variabel yang berkaitan dengan ATP dan WTP.
2. Analisis Korelasi
Analisis korelasi adalah metode statistik yang digunakan untuk mengukur besarnya hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Menggunakan analsis korelasi dalam penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antar variabel dengan variabel terikat mengenai ATP dan WTP.
(21)
1.5.3.Metode Penentuan Sampel
Untuk memperoleh data melelui penyebatan kuesioner, perlu dilakukan sampling terhadap calon responden. Hal ini dilakukan karena jumlah populasi yang besar dan keterbatasan waktu serta biaya yang ada, sehingga sampling menjadi elemen yang sangat penting.
Untuk penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus slovin, dimana yang menjadi sasaran yaitu pengguna TMB koridor II Cicaheum – Cibeureum PP.
Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus slovin yaitu:
Maka jumlah sampel yang diperlukan untuk menyebarkan kuesioner dihitung dengan rumus slovin dengan tingkat eror (e) 10%, dan N menggunakan jumlah pengguna TMB berdasarkan pada tahun 2014, yaitu:
n =
n=
=99,9 Sampel, dibulatkan menjadi 100 Sampel.
Jumlah yang didapatkan dari perhitungan sampel menggunakan rumus slovin dengan minimal sampel adalah sebanyak 100. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada penumpang TMB sebanyak 150. Tetapi jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 135 responden, karena data yang dapat diambil hanya berdasarkan responden yang bekerja dan untuk lebih memperkuat data yang djadikan sampel.
1.5.4.Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam memperoleh informasi yang berkaitan dengan studi penelitian ini, yang terbagi kepada variabel sosial
n =
N
(22)
ekonomi, perilaku perjalanan, serta persepsi pelayanan dari Trans Metro Bandung. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel I-1 Variabel Penelitian
No Sasaran Variabel Teknik Pengumpulan
Data
Teknik Analisis
1 Mendeskripsikan tarif Trans Metro Bandung yang berlaku sesuai dengan
Willingness to Pay (WTP) pengguna
berdasarkan persepsi tentang pelayanan Trans Metro Bandung
Sosial Ekonomi: - Jenis Kelamin - Usia - Pendapatan Perilaku Perjalanan: - Frekuensi menggunakan TMB
Pelayanan TMB: - Keamanan - Kenyamanan - Keselamatan - Kecepatan - Ketepatan - Keteraturan - Persepsi tarif
Kuesioner Analsis Deskriptif , Korelasi
2 Mendeskripsikan
Ability to Pay
(ATP) pengguna sehubungan dengan tarif Trans metro Bandung saat ini Sosial Ekonomi: - Penghasilan Perilaku Perjalanan: -Frekuensi Perjalanan Biaya Transportasi: - Alokasi total biaya transportasi - Alokasi biaya
untuk TMB - rekomendasi tarif
Kuesioner Analsis Deskriptif , Korelasi
(23)
1.5.5.Metode Pengumpulan Data
Kebutuhan data dalam penelitian ini berdasarkan sasaran yang ada akan dipaparkan dalam tabel berikut.
Tabel I-2
Matriks Kebutuhan data
Sasaran Primer Sekunder
Observasi Kuesioner
Mengevaluasi tarif Trans Metro Bandung yang berlaku sesuai dengan WTP pengguna
√ √ Dinas
Perhubungan Kota Bandung:
- Jumlah
Pengguna TMB - Jumlah Shelter
TMB - Jumlah Bus Studi literatur: - Variabel
penentu ATP dan WTP Menghitung ATP
pengguna sehubungan dengan tarif Trans Metro Bandung saat ini
√ √
Penelitian ini menggunakan dua jenis metode pengumpulan data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengguna TMB sebagai objek penelitian ini, sedangkan data sekunder merupakan data yang diambil dari sumber kedua/ bukan sumber aslinya.
Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi lapangan dan kuesioner yang disebarkan kepada pengguna dari TMB. Sedangkan metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari studi literatur terkait berupa studi terdahulu mengenai Ability to Pay dan Willingness to Pay atau studi pustaka serta dokumen – dokumen terkait transportasi dan dokumen mengenai angkutan bus Trans Metro Bandung berupa hardcopy maupun softcopy.
(24)
1.6 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikran bertujuan untuk merumuskan/ menggambarkan jalannya penrlitian yang akan digambarkan pada gambar berikut:
Gambar 1.2
KERANGKA PEMIKIRAN Tarif merupakan faktor utama dalam pemilihan moda Tarif haruslah sebanding dengan pelayanan
- Jenis Kelamin - Usia
- Pendapatan
- Frekuensi menggunakan TMB - Keamanan
- Kenyamanan - Keselamatan - Kecepatan - Ketepatan - Persepsi Tarif
Ability to pay pengguna jasa TMB Willingnes to pay pengguna jasa TMB Karakterstik pengguna TMB
-Frekuensi Perjalanan
- Alokasi total biaya transportasi - Alokasi biaya untuk TMB - Rekomendasi tarif
- Penghasilan
Hasil evaluasi tarif TMB Evaluasi tarif TMB
(25)
1.7 Sistematika Penulisan
Untuk memberkan gambaran menyeluruh mengenai isi laporan ini, maka pada sub bab ini menjelaskan tentang sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan dalam penelitian yang terdari dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup yang terdiri dari ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ni akan dibahas mengenai Angkutan umum, angkutan umum massal, pelayanan angkutan umum misal tarif angkutan, analisis Willingness to Pay (WTP) dan Ability to Pay (ATP).
BAB III GAMBARAN UMUM
Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai gambaran umum yang meliputi: Gambaran umum pelayanan TMB yang terdiri dari tujuan pengoperasian, pelayanan TMB, dan standar pelayanan minimal TMB, serta pelayanan koridor 2
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai Willingness to Pay (WTP) dan Ability to Pay (ATP) Pengguna Trans Metro Bandung (TMB) di koridor 2 Cicaheum-Cibeureum.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menjelaskan secara keseluruhan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian pada bab sebelumnya mengenai evaluasi tarif trans metro bandung menggunakan ATP dan WTP dengan studi kasus trans metro bandung. Selain itu pada bab ini menjelaskan mengenai rekomendasi, kelemahan studi, serta studi lanjutan.
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai angkutan umum, angkutan umum massal, pelayanan angkutan umum massal tarif angkutan, analisis Willingness to Pay (WTP) dan Ability to Pay (ATP). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini.
2.1 Terminologi Evaluasi
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebaga kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi & dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai sesuatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yg diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan (Dunn, 1999).
Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program ke depannya agar jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat kedepan daripada melhat kesalahan-kesalahan dimasa lalu, dan ditunjukan pada upaya peningkatan kesempatan dem keberhasilan program. Dengan demikian misi dari evaluasi itu adalah perbaikan atau penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program.
Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Menurut Dunn fungsi evaluasi, yaitu:
1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan, tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai,
2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mengidentifikasikan dan mengoprasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik
(27)
dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analisis dapat menguji alternatif sumber nilai (kelompok kepentingan, pegawai negeri, kelompok-kelompok klien), maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal, sosial, dan substantif),
3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan, sebagai contoh dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target perlu didefinisi ulang. Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.
Terdapat tiga pendekatan besar dalam evaluasi kebijakan menurut Dunn (1999), yakni evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi keputusan teoritis. Selanjutnya masing-masing pendekatan akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Evaluasi Semu
Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan, tanpa mempersoalkan lebih jauh tentang nilai dan manfaat dari hasil kebijakan tersebut bagi individu, kelompok sasaran, dan masyarakat dalam skala luas. Analisis yang menggunakan pendekatan ini mengasumsikan bahwa nilai atau manfaat dari suatu hasil kebijakan akan terbukti dengan sendirinya serta akan diukur dan dirasakan secara langsung, baik oleh individu, kelompok, maupun masyarakat.
2. Evaluasi Formal
Evaluasi formal (formal evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghimpun informasi yang valid mengenai hasil kebijakan dengan tetap melakukan evaluasi atas hasil tersebut berdasarkan tujuan kebijakan yang telah ditetapkan dan diumumkan secara
(28)
formal oleh pembuat kebijakan dan tenaga administratif kebijakan. Pendekatan ini memiliki asumsi bahwa tujuan dan target yang telah ditetapkan dan diumumkan secara formal merupakan ukuran yang paling tepat untuk mengevaluasi manfaat atau nilai suatu kebijakan.
Evaluasi formal terdiri dari evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi yang bersifat sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur pencapaian target atau tujuan segera setelah selesainya suatu kebijakan yang ditetapkan dalam jangka waktu tertentu yang biasanya bersifat pendek dan menengah. Sedangkan evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang relatif panjang untuk memantau pencapaian target dan tujuan suatu kebijakan.
3. Evaluasi Teoritis
Evaluasi keputusan teoritis (decision-theoretic evaluation) adalah kegiatan evaluasi yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk mengumpulkan informasi yang valid dan akuntabel tentang hasil kebijakan, yang dinilai secara eksplisit oleh para pelaku kebijakan. Evaluasi jenis ini bertujuan untuk menghubungkan antara hasil kebijakan dengan nilai-nilai dari para pelaku kebijakan tersebut.
Perbedaan mendasar evaluasi ini dengan dua pendekatan sebelumnya adalah bahwa evaluasi ini berusaha untuk menemukan dan mengeksplisitkan tujuan dan target dari pelaku kebijakan, baik yang nyata maupun tersembunyi. Dengan demikian, individu maupun lembaga pelaksana kebijakan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi dilibatkan di dalam mengukur pencapaian tujuan dan target suatu kebijakan.
2.2 Tipe dan Pelayanan Angkutan Umum
Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki atau mengirimkan barang dari tempat asalnya ke tempat tujuannya. Prosesnya dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan berupa kendaraan. Sementara angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang menggunakan
(29)
kendaraan umum yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air, dan angkutan udara. (Warpani,2002).
Angkutan umum menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang angkutan jalan, kendaraan umum adalah perpindahan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.
Dari segi kelompok konsumen terdapat dua kelompok konsumen jasa angkutan yaitu paksawan (captive riders) yang tidak memilki akses dalam menggunakan kendaraan pribadi dan pilihan (choice riders) yang mampu memiliki kendaraan sendiri atau memilih moda yang akan digunakan (Warpani,2002).
2.2.1 Angkutan Umum Massal
Pada dasarnya sarana angkutan umum massal diadakan yaitu untuk mengurangi beban lalulintas dalam system transportasi, tetapi pada dasarnya tidak berjalan sesuai yang diharapkan, ternyata ada satu dampak yang ditimbulkan dengan adanya sarana angkutan umum massal yaitu kemacetan. Namun hal itu dapat terjadi karena pengelolaan system yang kurang baik sehingga terjadi demikian (Tamin, 2000).
Angkutan umum massal di Indonesia pada umumnya dilayani dengan bus sedang dan kecil, sedangkan bus besar hanya melayani angkutan kota di beberapa kota besar. Selebihnya, bus besar melayani angkutan antar kota antar provinsi.
2.2.2 Pelayanan Angkutan Umum Massal
Pengelolaan Angkutan Massal Trans Metro Bandung mengacu kepada Standar Pelayanan Minimum Pengoperasian TMB sesuai Keputusan Walikota Bandung Nomor 704 tahun 204 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pengoperasian Angutan Umum Massal Bus Trans Metro Bandung. Serta, PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan raya, yang disebutkan bahwa terdapat beberapa variabel yaitu aspek keselamatan, aspek kenyamanan, aspek keamanan, aspek keterjangkauan dan aspek keteraturan.
(30)
Aturan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait untuk mengelola angkutan umum massal. Aturan tersebut dibuat untuk menyerempakkan seluruh angkutan umum massal di Indonesia.
2.2.2.1. Aspek Keselamatan
Aspek keselamatan ini meliputi; fasilitas kemanan, fasilitas kesehatan, dan alat bantu pegangan tangan.
A. Fasilitas Keamanan
Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan raya tersebut disebutkan untuk fasilitas keamanan harus berupa suatu alat untuk melindungi kemanan pengguna yang terdiri dari palu pemecah kaca, tabung pemadam kebakaran, tombol pintu otomatis.
B. Fasiltas Kesehatan
Menurut standar pelayanan minimal tersebut disebutkan untuk fasilitas kesehatan harus berupa satu kotak alat kesehatan dimana di letakan di setiap bus/armada. Kotak obat beisi obat-obatan yang tidak kadaluarsa dan mendukung pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) meliputi cairan yodium, cairan alkohol, kapas steril, plester, pembalut luka/ perban, dan gunting kecil.
C. Fasilitas Alat Bantu Pegangan Tangan
Untuk alat bantu pegangan tangan harus berupa alat untuk pegangan waktu berdiri dimana dilihat dari jumlah yang berfungsi, kondisi dan 100% harus berfungsi sesuai standar teknis.
2.2.2.2Aspek Keamanan
Aspek keamanan ini meliputi; lampu penerangan, petugas keamanan, aduan pelayanan, identitas kendaraan, identitas pengemudi, dan kaca film.
A. Petugas Keamanan
Untuk standar petugas kemanan menurut peraturan tersebut 42 bahwa harus ada orang yang bertugas untuk keamanan didalam bus disebutkan bahwa jumlah petugas kemanan yang harus ada di dalam bus sebanyak 1 orang.
B. Aduan Pelayanan
Untuk aduan pelayanan harus berupa stiker dimana didalam nya memuat call centre dan jumlah stiker tersebut minimal dua stiker.
(31)
C. Identitas Kendaraan
Berdasarkan peraturan PM. Nomor 10 untuk identitas kendaraan yang harus ada yaitu nomor seri kendaraan serta nama trayek yang di tempelkan di depan atau di belakang minimal satu jumlahnya.
D. Identitas Pengemudi
Berdasarkan peraturan PM. Nomor 10 untuk tanda pengenal pengemudi berupa papan/kartu identitas pengemudi yang diletakan di depan.
2.2.2.3Aspek Kenyamanan
Aspek kenyamanan ini meliputi; lampu penerangan, kapasitas penumpang, fasilitas kebersihan, dan pengatur suhu ruangan.
A. Lampu Penerangan
Untuk standar lampu penerangan di hitung jumlah yang berfungsi dan minimal 95% sudah sesuai dengan standar teknis.
B. Kapastas Penumpang
Jumlah penumpang sesuai kapasitas angkut dan maksimal 100% sesuai kapasitas angkut. Kapasitas penumpang yang dianjurkan adalah 55 orang dengan 30 orang duduk dan 25 penumpang berdiri.
C. Fasilitas Kebersihan
Menurut Standar minimal pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan raya disebutkan fasilitas kebersihan harus berupa alat tempat sampah minimal terdapat dua buah dimana posisinya harus di depan dan di belakang. Sedangkan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pengoperasian Angutan Umum Massal Bus Trans Metro Bandung setiap kendaraan harus dlengkapi dengan tempat sampah yang tertutup.
D. Pengatur Suhu Ruangan
Untuk standar pengatur suhu bus yaitu berupa AC (Air Conditioner) dan jumlah minimal harus ada sebanyak 2 buah yang di letakan di depan di belakang. Dengan maksimum 250 (dua puluh lima derajat) celcius yang diukur diruangan penumpang belakang/ kurs belakang.
(32)
2.2.2.4 Aspek Keterjangkauan
Aspek keterjangkauan ini meliputi; integrasi moda lain dan biaya/tarif.
A. Integrasi Moda Lain
Standar tersebut untuk integrasi moda lain harus tersedia memberikan akses kemudahan untuk memperoleh trayek angkutan umum lainnya.
B. Biaya/ Tarif
Menurut Peraturan Mentri No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan raya tersebut disebutkan tarif/biaya harus sesuai dengan SK penetapan tarif oleh pemerintah setempat. Untuk tariff TMB sekali jalan Rp.3.000 untuk umum dan Rp. 1500 untuk pelajar.
2.2.2.5Aspek Keteraturan
Aspek kesetaraan yang diambil dalam penelitian ini meliputi; waktu tunggu bus, kecepatan bus, lama waktu berhenti tiap halte, dan informasi kedatangan bus.
A. Waktu Tunggu
Berdasarkan PM No. 10 Tentang Standar minimal pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan raya disebutkan bahwa untuk waktu tunggu bus pada waktu puncak minimal 7 menit dan waktu non pucak selama 15 menit.
B. Kecepatan Bus
Berdasarkan standar pelayanan untuk kecepatan bus pada waktu puncak maksimal perjalanan 30 Km/Jam dan non puncak maksimal 50 Km/Jam.
C. Lama Waktu berhenti setiap halte
Berdasarkan standar tersebut untuk waktu berhenti di halte waktu puncak 45 detik dan waktu non pucak maksimal 60 detik.
D. Informasi Kedatangan Bus
Untuk kondisi informasi kedatangan bus berdasarkan standar pelayanan harus berupa bentuk, tempat dan kondisi. Dalam bentuk bisa berbentuk visual harus ditempatkan di sisi yang strategis, kondisinya harus berfungsi dengan baik dan sesuai kondisi teknis.
2.3 Penetapan Tarif Angkutan
Tarif Angkutan Umum adalah biaya atau harga riil yang harus dibayarkan oleh pengguna jasa angkutan umum sebagai imbalan fasilitas kepada operator atas
(33)
penyediaan fasilitas dimana besaran biaya tersebut ditetapkan oleh pemerintah (Suhartono et al. 2003).
Tarif bagi penyedia jasa transportasi (operator) adalah harga dari jasa yang diberikan. Sedangkan bagi pengguna, besarnya tarif, merupakan biaya yang harus dibayarkan untuk jasa yang telah dipakainya. Penentuan tarif ini harus berdasarkan sistem pembentukannya yang diatur oleh pemerintah.
Menurut Purnomo dan Jatisulistio ada 2 hal yang dipertimbangkan dalam menangani kebijaksanaan tarif. Hal pertama tingkatan tarif merupakan besarnya tarif yang dikenakan yang mempunyai rentang dari tarif bebas / gratis sampai pada tingkatan tarif yang dikenakan akan menghasilkan keuntungan pada pelayanan. Kedua mempertimbangkan struktur tarif yang merupakan cara bagaimana tarif tersebut dibayarkan. Beberapa pilihan yang umum adalah :
1. Tarif Seragam (Flat Fare)
Tarif ini dikenakan kepada penumpang yang besarnya sama rata terhadap semua penumpang dalam trayek yang bersangkutan tanpa membedakan jarak yang dilewati, jauh atau dekat membayar sama. Tarif ini memudahkan kondektur dalam pengumpulannya, namun merugikan penumpang yang melakukan perjalanan jarak pendek.
Dalam sistem tarif datar tarif ditarik berdasarkan jauhnya jarak yang dapat dicover. Tarif datar menawarkan berbagai jenis keuntungan khususnya dalam hubungan antara pengumpulan ongkos dalam kendaraan. Hal ini memperbolehkan transaksi tunai terutama sangat penting kepada kendaraan besar.
Semakin besar perbedaan antara panjang jarak perjalanan rata-rata dan frekuensi terbanyak, akan semakin besar dampak yang merugikan pada penumpang jarak dekat, sedangkan penumpang jarak jauh menikmati biaya perjalanan yang menguntungkan secara sesuai.
Pada kenyataannnya, tarif datar pada saat ini jarang diterapkan, bentuk klasik dan lebih banyak dalam kombinasi/perpaduan dengan sistem tarif lainnya. Sebagai contoh, terdapat beberapa varian tarif datar, seperti tarif datar– berhubungan dengan rute atau khususnya, tarif datar dengan tarif dekat terdahulu.
(34)
Tarif berhubungan dengan rute dapat digunakan bila struktur panjang perjalanan dari daerah tangkapan tidak memenuhi penggunaan secara general namun memperbolehkan penggunaannya pada beberapa kasus rute yang spesifik. 2. Tarif Berdasarkan Jarak (Distance-Based fare)
Dalam struktur ini, sejumlah tarif dibedakan secara mendasar oleh jarak yang ditempuh. Perbedaan ini dibuat berdasarkan tarif kilometer, tahapan, dan zona.
a. Tarif Kilometer
Penetapan tarif kilometer sangat tergantung pada jarak kilometer yang ditempuh, sehingga penetapan besarnya tarif dilakukan dengan pengkalian ongkos tetap pada tiap kilometer dengan panjang perjalanan yang ditempuh oleh setiap penumpang dengan biasanya ditetapkan jarak minimumnya (tarif minimum). Hal ini menyulitkan dalam pengumpulan ongkos karena seagian besar peumpang melakukan perjalanan relatif pendek sehingga memerlukan waktu lama dalam pengumpulan.
b. Tarif Bertahap
Struktur tarif ini dihitung berdasarkan jarak yang ditempuh oleh penumpang. Tahapan disini adalah suatu penggal rute yang jaraknya antara satu atau lebih tempat perhentian digunakan sebagai dasar perhitungan tarif sehingga rute trayeknya dibagi dalam segmen – segmen rute yang kasar mempunyai panjang yang sama dan jarak antara kedua titik tahapan pada umumnya berkisar antara dua sampai tiga kilometer dan masing – masing titik perubahan harus mudah dikenali serta cukup spesifik.
c. Tarif Zona
Struktur tarif ini merupakan bentuk penyederhanaan dari tarif bertahap dengan membagi daerah pelayanan trayek ke dalam zona –zona. Di pusat kota biasanya sebagai zona terdalam dan dikelilingi oleh zona –zona di luarnya yang tersusun membentuk ring – ring yang semakin keluar semakin besar, jika terdapat rute trayek yang melintang dan melingkar maka panjang rute harus dibatasi dengan membagi zona –zona kedalam sektor –sektor. Pemberlakuan tarif ini dapat merugikan penumpang yang melaukan perjalanan jarak pendek yang melalui dua zona yang berdekatan.
(35)
2.4 Willingness to Pay (WTP) dan Ability to Pay (ATP)
Willingness to Pay (WTP) adalah kemauan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang telah diterimanya, pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan atas presepsi pengguna terhadap tarif dan jasa pelayanan angkutan umum tersebut (Tamin, et al. 1999).
Faktor yang mempengaruhi antara lain :
- Persepsi pengguna terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh pengusaha - Utilitas pengguna terhadap angkutan umum tersebut.
Sedangkan menurut Saweda dan Wikarma (2012). Dalam permasalahan transportasi WTP dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
- Produk yang ditawarkan/disediakan oleh operator jasa pelayanan transportasi. - Kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan.
- Utilitas pengguna terhadap angkutan tersebut. - Perilaku pengguna.
Nilai WTP didapat dengan merata-ratakan persepsi tarif yang dipilih oleh setiap jenis pekerjaan:
WTPjenis pekerjaan=
WTPseluruh kategori pekerjaan =
Ability to Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal (Tamin, et al. 1999). Beberapa faktor yang mempengaruhi ATP antara lain:
a) Besar penghasilan
b) Presentase biaya untuk transportasi dari penghasilan
c) Persentase alokasi biaya untuk angkutan umum dari alokasi biaya untuk transportasi
d) Intensitas perjalanan Rumusnya sebagai berikut:
ATP =
(36)
Pelaksanaan dalam menentukan tarif sering terjadi benturan antara besarnya ATP dan WTP. Kondisi tersebut diantaranya adalah:
a. ATP lebih besar daripada WTP
Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar daripada keinginan membayar jasa tersebut. ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders.
b. ATP lebih kecil daripada WTP
Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi sebelumnya dimana keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar daripada kemampuan membayarnya hal ini mungkin terjadi pada pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa angkutan sangat tinggi sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut relatif lebih dipengaruhin oleh utilitas. Pada kondisi ini pengguna disebut captive riders. c. ATP sama dengan WTP
Kondisi ini menunjukan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar jasa tersebut adalah sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut.
B
iay
a
Per
J
ar
ak
s
atu
an
Prosentase responden yang mempunyai ATP dan WTP tertentu ATP
(37)
Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan WTP dan ATP adalah seperti yang disajikan pada tabel berikut:
Tabel II-1 Faktor penentu ATP dan WTP
Faktor Penentu Variabel
Ukuran rumah tangga Jumlah anggota keluarga
Penghasilkan keluarga Rata-rata penghasilkan yang diterima keluarga perbulan
Kebutuhan Transportasi Jumlah perjalanan yang dilakukan per hari
Total biaya transportasi Rata-rata presentase penghasilan untuk biaya transportasi
Panjang perjalanan Rata-rata panjang perjalanan harian Sumber: Wicaksono, Riyanto, Kusumastuti (2006)
Rekomendasi kebijakan penentuan tarif angkutan umum berdasarkan analisis perbandingan ATP dan WTP dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip berikut ini, yaitu:
- Karena WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, bila nilai WTP masih dibawah ATP, maka masih memungkinkan kenaikan nilai tarif dengan perbaikan tingkat pelayanan angkutan umum.
- Karena ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, maka besaran tarif angkutan umum yang diberlakukan tidak boleh melebih nilai ATP kelompok sasaran.
- Intervensi/ campur tangan pemerintahan dalam bentuk subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi dimana besaran tarif angkutan umum yang berlaku lebih besar dari ATP. Hingga didapat besaran tarif angkutan umum maksimum sama dengan nilai ATP.
Penentuan/ Penyesuaian tarif dianjurkan sebagai berikut: - Tidak melebihi ATP
- Berada antara nilai ATP dan WTP, bila akan dilakukan penyesuaian tarif pelayanan
(38)
- Bila tarif yang diajukan berada dibawah perhitungan tarif, namun berada diatas nilai ATP maka selisih tersebut dapat dianggap sebagai beban yang harus ditanggung oleh pemerintah,
- Bila perhitungkan tarif, pada suatu jenis kendaraan berada jauh dibawah ATP dan WTP maka terdapat keleluasaan dalma perhitungan/ pengajuan nilai tarif baru, yang selanjutnya dapat dijadikan peluang penerapan subsidi silang terhadap jenis kendaraan lain yang kondisi perhitungan tarifnya diatas ATP.
2.5 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang analisis Willingness to Pay (WTP) dan Ability to Pay (ATP) baik dilakukan didalam maupun diluar negeri. Berikut merupakan penelitan ATP dan WTP yang dilakukan didalam maupun di luar negeri.
(39)
Tabel II-2 Penelitian Terdahulu
No Judul Artikel, Penulis, Judul Jurnal
Isu, Permasalahan, Tujuan
Lokasi Data (Primer/ Sekunder, agregat/
Disagregat)
Metode Variabel Output
1 Judul Artikel: Analisa Tarif Jalan Tol Berdasarkan Pendekatan Willingness to Pay (Wtp) Dan Ability to Pay (Atp) ( Studi Kasus : Rencana Jalan Tol Medan - Binjai) Penulis:
Indra Ferdinan Panjaitan, 2013
Nama Jurnal:
Jurnal Teknik Sipil USU, Vol. 2 No.3, 2013
Masalah:
Penetapan tarif tol awal berorientasi kepada analisa finansial
Sehingga keberadaan tarif terkadang tidak sesuai dengan keinginan atau kemampuan (WTP, ATP) dari pada masyarakat . Tujuan:
Untuk mengetahui dan
menganalisa karakteristik calon pengguna Jalan Tol Medan-Binjai di sekitar Tanjung Mulia.
Untuk mengetahui
besarnya nilai keinginan membayar jalan tol (WTP).
Untuk mengetahui
besarnya nilai
kemampuan membayar jalan tol (ATP).
Rencana Jalan Tol Medan - Binjai Data Primer: Melakukan survey terhadap pengguna tol Medan-Binjai Data Sekunder: Mencari data mengenai
penetapan tarif awal Jalan Tol Medan-Binjai oleh pemerintah. Metetode yang digunakan adalah persamaan regresi Gender Usia Penghasilan bulanan Frekuensi penggunaan jalan tol
Biaya transportasi responden
Alasan
menggunakan jalan tol
• Persamaan regresi
linier yang mempengaruhi pembentukan tarif WTP dalam penelitian ini yaitu : Y = 17,326-0,873X1 - 0,140X2 + 0,146X3 - 0,312X4. , dengan X1 = Gender, X2 = Usia, X3 = Pendapatan, X4 = Frekuensi.
• Besarnya nilai WTP =
Rp. 606,92/ km
• kemampuan membayar
(ATP) = Rp.753,52/ km
• sementara berdasarkan
data sekunder diketahui penetapan tarif awal Jalan Tol Medan-Binjai oleh pemerintah adalah sebesar Rp.600/km.
2 Judul Artikel:
Analisis Keterjangkauan Daya Beli Pengguna Jasa
Masalah:
Penetapan besarnya tarif angkutan umum seringkali
Kota Binjai
Data Primer:
- Survey
pendapatan RT
• Pola perjalanan
• Pendapatan
(40)
Angkutan Umum dalam Membayar Tarif Penulis: Suhartono, Sumarsono, Mudjiastuti Handayani Nama Jurnal:
PILAR volume 12, nomor 2, september 2003 : halaman 73-88
menimbulkan konflik kepentingan antara user dan operator.
Permasalahan akan muncul apabla user memiliki ATP dan WTP yang lebih rendah dari besarnya tarif ngktan kota yg ditetapkan pemerintah. Sehingga kondisi tersebut merugikan bagi masayarakat.
Tujuan:
Untuk menganalisis keterjangkauan daya beli masyarakat dalam membayar tarif angkutan umum yang titik beratkan kepada analisis ATP dan WTP serta kombinasi dari keduanya atau dengan parameter lainnya dengan mengambil studi kasus masyarakat pengguna jasa angkutan kota di kabupaten kudus - Survey wawancara persepsi pengguna angkutan kota - Survey karakteristik pengguna angkutan kota Data Sekunder: -Data hasil survey wawancara rumah tangga
a. pola perjalanan b. Bangkitan perjalanan c. pemilihan moda - Data tarif angkutan kota -BOK
• Biaya untuk
angkutan Kota
• Jumlah Perjalanan
Angkutan Kota • Persepsi dan
karakteristik user
penumpang-per perjalanan.
• Rata-rata ATP ini lebih rendah 6,60% dari rata-rata tarif angkutan kota yang berlaku saat ini yaitu sebesar Rp.985,-
• rata-rata WTP
masyarakat sebesar
Rp.803,- per
penumpang-per
perjalanan. Rata-rata
WTP ini lebih rendah 22,66% dari rata-rata
tarif angkutan kota
yang berlaku saat ini sebesar Rp.985,-
3. Judul Artikel:
Evaluasi Penerapan Tarif Angkutan Umum Kereta Api
(Studi Kasus Kereta Api Madiun Jaya Ekspres) Penulis:
Maya Fricilia, Slamet Jauhari Legowo
Masalah:
Kereta Madiun Jaya Ekspress merupakan sebuah realisasi program pemerintah untuk meningkatan pelayanan masyarakat terhadap transportasi rute Madiun-Yogyakarta dan Kereta Api Madiun Jaya Ekspres Data Primer: Karakterstik dan daya beli penympang Data Sekunder: Harga Komponen BOK metode deskriptif kuantitatif • Gender
• Tingkat Pendidikan
• Jenis Pekerjaan
• Tujuan Perjalanan
• Alasan Penggunaan
• Pendapatan
• Persepsi
• Tarif yang berlaku
belum memenuhi
BOKA rute terjadi
pada rute
Madiun-Yogyakarta dan rute
Madiun –Sragen atau
Yogyakarta – Solo
Sebaliknya pada tarif rute Madiun-Solo atau
(41)
Nama Jurnal:
E-Jurnal Matriks Teknik Sipil/ Juni 2013/46
memberlakukan sistem tarif berdasarkan jarak. Dalam menentukan tarif jasa angkutan, harus memperhatikan biaya operasional kereta (BOKA) dan daya beli masyarakat (A-WTP).
Tujuan:
untuk mengetahui tarif
yang telah diterapkan oleh
pemerintah dapat
memenuhi BOKA madiun
jaya ekspres dan
mengetahui tarif yang telah ditetapkan sesuai dengan
daya beli penumpang
madiun jaya ekspres.
Yogyakarta - Sragen
sudah sangat
memenuhi BOKA rute.
• Tarif yang berlaku
belum memenuhi daya beli penumpang rute Madiun – Yogyakarta.
Pada rute Madiun –
Solo atau Yogyakarta – Sragen terjadi kondisi Tarif > WTP > ATP
sehingga tarif yang
berlaku juga belum
memenuhi daya beli
penumpang. kondisi
ATP > Tarif > WTP
terjadi pada rute
Madiun – Sragen atau
Yogyakarta – Solo
sehingga tarif yang
berlaku sudah
memenuhi daya beli penumpang.
4. Judul Artikel: Analisis Kemampuan Membayar Tarif Angkutan Kota
(Studi Kasus Pengguna Jasa Angkutan Kota Pada Empat Kecamatan Di Kota Semarang)
Penulis:
Wicaksono, Bambang
Masalah:
kebijaksanaan penetapan tarif angkutan umum di Kota Semarang cenderung mengalami peningkatan, yang paling berpengaruh adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). penetapan tarif yang ada oleh Pemerintah
Pengguna Jasa Angkutan Kota Pada Empat Kecamatan Di Kota Semarang Data Primer: Survey wawancara Pengguna Angkutan Kota (persepsi, karakteristik pengguna) Data Sekunder: - BOK
- Gambaran Umum
Metode analisis ATP, WTP, dan berdasarkan BOK
• Anggota Keluarga
• Penghasilan
Keluarga
• Frekuensi
Perjalanan
• Biaya Transportasi
• Panjang Perjalanan
rata-rata tarif angkutan kota yang berlaku saat ini
sebesar Rp. 851,50
berada di bawah ATP
rata-rata tarif angkutan kota sebesar Rp. 884,78 per perjalanan dan berada
di atas WTP tarif
(42)
Riyanto, Dianita Ratna Kusumastuti
Nama Jurnal:
Pilar Volume 15, Nomor 1, April 2006 : Halaman 31 - 35
Daerah sebagai regulator dipandang masyarakat berpihak kepada operator sebaliknya bagi operator, kenaikan tarif tersebut belum layak mengingat kenaikan harga suku cadang dan harga bahan bakar yang cukup tinggi. Tujuan:
menentukan kemampuan membayar berdasarkan persepsi pengguna angkutan umum
(willingness to pay / WTP dan ability to pay / ATP)
Empat Kecamatan di Kota Semarang
Rp. 684,46 per
perjalanan. Dengan
demikian tar if yang telah
ditetapkan oleh
Pemerintah Kota
Semarang masih
terjangkau oleh daya beli
masyarakat meskipun
prosentase yang mampu membayar kurang dari 50 %.
5. Judul Artikel:
Analisis Tarif Bus Rapid
Transit (Brt) Trans
Sarbagita Berdasarkan Bok, Atp Dan Wtp
Penulis:
I Wayan Suweda Dan Kadek Arisena Wikarma Namal Jurnal:
Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 16, No. 1, Januari 2012
Masalah:
penetapan tarif resmi Bus Rapid Transit (BRT) SARBAGITA oleh pemerintah merupakan sesuatu yang berpengaruh langsung terhadap daya guna masyarakat. Jika penetapan tarif terlalu tinggi dibandingkan dengan kemampuan masyarakat, otomatis konsumen tidak akan mau beralih moda
transportasi dari kendaraan pribadi menjadi
moda transportasi umum. Tujuan: Bus Rapid Transit (Brt) Trans Sarbagita, Denpasar Data Primer: Survey wawancara Pengguna Angkutan Kota (persepsi, karakteristik pengguna) Data Sekunder: Survey data Primer dinas perhubungan Kota Denpasar
- Komponen BOK
- Pengembangan
Trans Sarbagita
- Trayek Sarbagita
Metode Skenario Load Factor
• Alokasi Biaya
Transportasi
• Perpindahan moda
• Jumlah Perjalanan
• Persepi pengguna
• Tarif
• berdasarkan Biaya
Operasional Kendaraan
(BOK) bus dapat
ditetapkan tarif sebesar
Rp. 2.500,- per
penumpang,
berdasarkan Ability to Pay (ATP) sebesar Rp. 1.800,- per penumpang sedangkan berdasarkan
Willingness to Pay
(WTP) sebesar Rp.
2.500,-
• penetapan tarif resmi saat ini yaitu sebesar
(43)
Menganalisis tarif Bus Rapid Transit (BRT)
Sarbagita yang telah
diberlakukan secara resmi, berdasarkan Biaya Operasi
Kendaraan (BOK)
Penyedia Jasa dan Ability To Pay (ATP), Willingness To Pay (WTP) masyarakat pengguna (Users).
Rp. 3.500,- per
penumpang merupakan penetapan tarif yang
relatif masih tinggi
dibandingkan Biaya
Operasi Kendaraan
(BOK) dengan load
factor 80%. Dipihak
lain, tarif untuk
penumpang umum
tersebut masih diluar jangkauan ATP dan
WTP masyarakat
pemakai (users). 6. Judul Artikel:
Exploring The Willingness and Ability to pay For Paratransit In Bandung, Indonesia
Penulis:
Tri Basuki Joewono Nama Jurnal: Journal Of Public Transportation, Vol. 12, No. 2, 2009
Masalah:
Motivasi dasar untuk penelitian ini adalah pertanyaan tentang bagaimana pengguna memandang tarif berdasarkan mereka W / ATP. Dengan demikian, penelitian ini
mengeksplorasi keinginan dan kemampuan untuk membayar dari pengguna paratransit
Tujuan:
Penelitian ini
mengeksplorasi keinginan
dan kemampuan untuk
Paratransit di Bandung Data Primer: Data dikumpulkan melalui kuesioner kepada pengguna paratransit mengambil KebonKelapa-Ledeng
•Probit ordinal model regresi •regresi
logistik binomial
• data sosial demografis
• perilaku perjalanan • kualitas pelayanan • rekomendasi tarif
• kondisi keuangan
• ada kesenjangan antara
nilai kemauan dan kemampuan untuk membayar, dan orang-orang membuat penilaian berbeda mengenai persepsi terkait.
• Perbedaan karakteristik pengguna juga
mempengaruhi keputusan mereka untuk menerima kenaikan tarif dan untuk menentukan jumlah yang dapat
(44)
membayar dari pengguna paratransit
diterima dari kenaikan tersebut.
Judul Artikel:
Evaluasi Tarif Angkutan Umum Dan Analisis Ability
to Pay (ATP) Dan
Willingness to Pay (WTP) Di Dki Jakarta
Penulis:
Ofyar Z. Tamin, Haermein
Rahman, Aine
Kusumawati, Arie Sarif Munandar, Bagus Hario Seriadji
Nama Jurnal:
Vol. 1 No.2 Desember 1999
Masalah:
Masyarakat pengguna angkutan umum berpendapat bahwa tarif yang berlaku sekarang lebih memihak pada operator atau pengusaha angkutan tanpa melihat pada daya beli masyarakat pengguna itu sendiri. Dilain pihak, adanya kenaikan harga-harga di beberapa sektor yang drasakan juga oleh sektor transportasi angkutan umum
Tujuan:
untuk mengetahu apakah tarif yang berlaku pada saat ini telah sesuai atau masih berada dibawah/diatas tarif yng semestinya berlaku.
Angkutan Umum di DKI Jakartaa Data Primer: Survey wawancara Pengguna Angkutan Kota (persepsi, karakteristik pengguna) Data Sekunder:
• Data jumlah
penumpang dan karateristik tryek angkutan umum
• Data biaya opetas
kendaraan
•metode dari Departemen perhubungan •metode dari
DLLAJ •metode FSTPT • penghasilan • kebutuhan transportasi • biaya transportasi • frekuensi
perjalanan • pengeluara total • jenis kegiatan • biaya transportasi • persepsi
• nilai tarif yang diterapkan adalah lebh besar daripada nilai ATP rata-rata
(45)
BAB III Gambaran Umum
Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai gambaran umum yang meliputi: Gambaran umum pelayanan Trans Metro Bandung yang terdiri dari tujuan pengoperasian, pelayanan TMB, dan standar pelayanan minimal TMB. Serta Pelayanan Koridor 2 dan Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini.
3.1. Gambaran Pelayanan Trans Metro Bandung
Trans Metro Bandung (TMB) adalah sebuah upaya Pemerintah Kota Bandung untuk meningkatkan pelayanan publik, khususnya pada sektor transportasi darat di kawasan perkotaan Bandung dengan berbasis bus mengganti sistem setoran menjadi sistem pembelian pelayanan bus terjadwal. Berhenti di halte-halte khusus, aman, nyaman, andal, terjangkau dan ramah bagi lingkungan. Berbeda dengan Trans Jakarta (TJ), TMB ini tidak mempunyai lajur khusus. TMB koridor 1(rute Cibiru-Cibeureum) mulai beroperasi pada tahun 2008 sejauh 16 km, terdapat 16 halte di jalur TMB, bus koridor I ini hanya melewati Jalan By Pass Soekarno-Hatta. Pada tanggal 6 november tahun 2012 dioperasikan TMB koridor 2 (Cicaheum-Cibeureum) dengan melibatkan PERUM DAMRI.
3.1.1. Tujuan Pengoperasian Trans Metro Bandung
Trans Metro Bandung bermaksud untuk mereformasikan sistem angkutan umum perkotaan melalui menegemen pengelolaan maupun penyediaan sarana angkutan masal sesuai dengan keinginan masyarakat yang aman, nyaman, murah, mudah dan tepat waktu yang dapat melayani penumpang perkotaan dan penumpang luar kota Bandung. Adapun maksud dan tujuan dari penyelenggaraan Bus Trans Metro Bandung adalah sebagai berikut:
Maksud penyelenggaraan Trans Metro Bandung:
a) Reformasi sistem angkutan umum perkotaan melalui manajemen pengelolaan maupun penyediaan sarana angkutan umum massal sesuai dengan keinginan masyarakat yaitu aman, nyaman, mudah, tepat waktu dan murah.
b) Pengoperasian TMB melayani penumpang perkotaan (Central Busines District/CBD Kota Bandung) dan penumpang luar Kota Bandung (Out Cordon/Bandung Raya). (Dinas Perhubungan Kota Bandung).
(46)
Tujuan penyelenggaraan Trans Metro Bandung: a) Perbaikan sistem angkutan umum perkotaan,
b) Perbaikan manajemen pengelolaan angkutan umum perkotaan,
c) Perbaikan pola operasi angkutan umum perkotaan (misalnya berhenti pada halte yang telah ditentukan, standarisasi armada bus)
d) Penghubung simpul transportasi (Terminal Bus, stasiun KA, serta bandara) dan pusat kegiatan masyarakat dan
e) Penghubung seluruh wilayah perkotaan
3.1.2. Penyelenggaraan Trans Metro Bandung
Penyelenggaraan Trans Metro Bandung diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum perkotaan di kawasan Kota Bandung. Pengoperasian Trans Metro Bandung ini dibentuk oleh DISHUB Kota Bandung. Dengan menggunakan bus bantuan dari Departemen Perhubungan berupa bus sedang AC sebanyak 10 unit, Trans Metro Bandung (TMB) efektif beroperasi bulan september 2009 dengan DAMRI sebagai operator TMB. Pada awalnya TMB hanya melayani Koridor 1 (Cibiru-Cibeureum) dengan 9 unit bus darin total 10 armada, dan di bangun shelter permanen kerjasama antara pemerinta Kota Bandung dan phak swasta. TMB ini menjadi proyek patungan antara pemerintah Kota Bandung dengan Perum DAMRI Bandung dalam memberikan layanan transportasi massal dengan murah, fasilitas dan kenyamanan yang terjamin serta tepat waktu ke tujuan.
3.1.3. Pelayanan Trans Metro Bandung
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 10 Tentang Standar Minimal Pelayanan Angkutan Massal Berbasi Jalan. dalam peraturan tersebut terdapat variabel dari setiap aspek yang harus mengikuti peraturannya. Diantaranya adalah adalah aspek keselamatan, aspek kenyamanan, aspek keamanan, aspek keterjangkauan dan aspek keteraturan.
A. Aspek Keselamatan
Berdasarkan hasil observasi, fasilitas keselamatan yang terdapat di semua armada TMB hanya ada palu pemecah kaca dan pintu darurat. Sedangkan untuk
(47)
alat bantu pegangan tangan di dalam TMB sendiri terdapat sebanyak 30 buah, yang terdiri dari 15 buah di sebelah kanan dan 15 buah di sebelah kiri yang semuanya berfungsi dengan baik .
Gambar 3.1
Pegangan Tangan di dalam Trans Metro Bandung
Sedangkan dilihat dari fasilitas keamanannya di dalam TMB ini hanya terdapat palu untuk memecahkan kaca dan pintu emergency. Dan belum terdapat alat pemadam kebakaran.
Gambar 3.2 Fasilitas Keamanan
Untuk fasilitas kesehatan, di dalam TMB tidak ditemukan kotak obat yang berupa pertolongan pertama pada kecelakaan.
(48)
B. Aspek Kenyamanan
Kapasitas penumpang setiap armada TMB idealnya adalah 55 orang, yaitu 30 penumpang menggunakan kursi, serta 25 penumpang berdiri. Di dalam bus TMB tidak terdapat fasilitas kebersihan seperti tempat sampah sehingga penumpang membuang sampah sembarangan didalam bus.
Gambar 3.3
Interior Trans Metro Bandung
Untuk TMB sendiri sudah terdapat AC di semua armada TMB dan jumlahnya hampir disetiap sisi lebih dari standar yang diterapkan. Artinya sudah memenuhi standar pelayanan teknis.
Gambar 3.4 Pendingin ruangan
(49)
C. Aspek Keamanan
Petugas keamanan yang juga berperan sebagai kondektur/ pemungut ongkos dari penumpang yang berada di dalam TMB ada sebanyak 1 orang. Berdasarkan aturan PM nomor 10 kondisi tersebut ditidakbolehkan seharusnya petugas kemanan berjaga/berdiri di samping pintu keluar tepatnya di tengah-tengah bus.
Gambar 3.5 Penjaga Keamanan
D. Aspek Kesetaraan
Aspek kesetaraan dapat dilihat dari bagaimana angkutan umum tersebut dapat menampung berbagai jenis usia, ataupun keadaan seseorang. Salah satu fasilitas yang mendukung kesetaraan didalam bus kota adalah kursi prioritas yang disediakan. Kursi prioritas yaitu tempat duduk yang diperuntukan bagi penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak dan wanita hamil. Didalam bus TMB sendiri, terdapat 10 kursi masing-masing 5 kursi di depan dan tengah.
(1)
112 Purnomo et al. Evaluasi Kinerja Amarda Baru Perum DAMRI UBK Semarang
Trayek Banyumanik- Johar.
Suhartono et al. 2003. Analisis Keterjangkauan Daya Beli Pengguna Jasa Angkutan Umum Dalam Membayar Tarif (Studi Kasus : Pengguna Jasa Angkutan Kota di Kabupaten Kudus)
Suweda dan Wikarma. 2012. Analisis Tarif Bus Rapid Transit (Brt) Trans Sarbagita Berdasarkan BOK, ATP Dan WTP. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil UNUD Vol. 16, No. 1, Januari 2012
Tamin et al. 1999. Evaluasi Tarif Angkutan Umum dan Analisis ‘Ability to Pay’ (ATP) dan ‘Willingness to Pay’ (WTP) di DKI-Jakarta. Bandung
Tamin, OZ. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Wartapani, SP. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Walikota Bandung. 2006. Peraturan Walikota Bandung Nomor 815 Tahun 2006 Tentang Penetapan Pola Transportasi Makro di Kota Bandung. Bandung. Walikota Bandung. 2008. Peraturan Walikota Bandung Nomor 704 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pengoperasian Angkutan Umum Massal Bus Trans Metro Bandung. Bandung.
Walikota Bandung. 2008. Keputusan Walikota Bandung Nomor 551.2/ Kep. 694-DISHUB/2008 Tentang Tarif Angkutan Umum Massal Bus Trans Metro Bandung. Bandung.
Walikota Bandung. 2012. Keputusan Walikota Bandung Nomor 551/ Kep. 764-DISHUB/2012 Tentang Pengoperasian Trans Metro Bandung pada Koridor 2 Cicaheum-Cibeureum di Kota Bandung. Bandung.
(2)
113 Wicaksono, Riyanto, Kusumastuti. 2006. Analisis Tarif Angkutan Kota Studi Kasus Pengguna Jasa Angkutan Kota pada Empat Kecamatan di Kota Semarang. PILAR Vol. 15 Nomor 1, April 2006
Yuniarti, Taty. 2009. Analisis Tarif Angkutan Umum Berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan, Ability To Pay dan Willingness To Pay. Skripsi Teknik Sipil UNS, 2009.
Yunianita, Primasurya. 2000. Studi Penentuan Tarif Bus Damri Berdasarkan Kemauan Membayar (Willingness To Pay) Penumpang di Kota Bandung
(3)
1 CURRICULUM VITAE
DATA PRIBADI
Nama : Eva Ayu Lestari
Tempat Tanggal Lahir : Kuningan, 23 Juni 1994 Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Dusun 1 RT 02/ RW 01 Desa Walaharcageur Kec. Luragung, Kab. Kuningan
Nomor Telepone : +62896 5741 0794
Email : Evaalestari23@yahoo.com
PENDIDIKAN FORMAL
KETERANGAN TAHUN
SD Negeri 2 Walaharcageur 2000-2006
SMP ITUS JALAKSANA 2006-2009
SMA Negeri 2 Kuningan 2009-2011
S1 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Komputer Indonesia
2011-2015
(4)
2 PENDIDIKAN NON FORMAL
KETERANGAN TAHUN
Kursus ArcGIS 2013
No KETERANGAN TAHUN
1. Studio Proses: Identifikasi Penyebab Urban Shrinkage di Kecamatan Sumur Bandung dan Kecamatan Andir
2012 2. Studio Kota: Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pusat
Pemerintahan Kabupaten di Kawasan Perkotan Parigi
2013 3. Studio Wilayah: Arahan Pengembangan Wilayah
Fungsional Jawa Barat Bagian Timur (Studi kasus: Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Majalengka)
2014
4. Analisis Kebutuhan Infrastruktur Untuk Pengembangan Kawasan Pemerintahan Kabupaten Pangandaran Berbasis One Roof Service
2014
5. Asisten Tenaga Ahli Evaluasi Manfaat Penataan Bangunan dan Lingkungan Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2014
2014
PENGALAMAN ORGANISASI
PENGALAMAN KERJA
KETERANGAN TAHUN
Himpunan Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia
2012-2014
KETERANGAN TAHUN
Kerja Praktek Evaluasi Manfaat Penataan Bangunan dan Lingkungan Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2014
2014 PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN
(5)
3
No KETERANGAN TAHUN
1. Kuliah Umum Geologi oleh Jurusan Teknik Sipil UNIKOM
2012 2. Kuliah Umum “Sistem Kepelabuhan Untuk
Pengembangan Wilayah”
2012 3. Kuliah Umum “ Analisis dan Pemanfaatann Data Satelit
untuk Perencanaan Wilayah dan Kota” 2012
4. Peserta pada Talkshow Kreatif Menulis, Rejeki Tak Akan Habis
2012 5. Seminar Asean Community 2015 “Peluang dan
Tantangan Bagi Indonesia” 2013
6. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat “Pelatihan Pemanfaatan Data Spasial dalam Mendukung
Pengembangan Wilayah dan Pelestarian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan”
2014
7. Peserta Workshop Fun With Android dengan tema
“Mengenal dan Membuat Aplikasi Android” 2015 8. Peserta pada Planner Entrepreneurship Seminar 2015
No KETERANGAN TAHUN
1. Penghargaan Rektor UNIKOM Beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik)
2013
2. Penghargaan Rektor UNIKOM ( Lolos Seleksi PKM – AI
DIKTI)
2014 3. Lolos Seleksi PKM – AI oleh Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi
2014
KEAHLIAN KOMPUTER - Microsoft Office (Microsoft Word, Microsoft Excel, Microsoft Power
Point) - SPSS
- Expert Choice - Autocad
PENGHARGAAN YANG PERNAH DIRAIH PENGALAMAN SEMINAR
(6)
4 - Arcgis