Analisis Willingness To Pay Masyarakat Terhadap Mata Air Aek Arnga di Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT
TERHADAP MATA AIR AEK ARNGA DI DESA SIBANGGOR
TONGA, KECAMATAN PUNCAK SORIK MARAPI,
KABUPATEN MANDAILING NATAL
SKRIPSI
Oleh :
Siti Maryam Nasution 101201133 Manajemen Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian :
Analisis Willingness To Pay Masyarakat Terhadap Mata Air Aek Arnga di Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal.
Nama : Siti Maryan Nasution Nim :
101201133
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., M.P Nip. 1974081200003001
Mengetahui
Ketua Program Studi Kehutanan
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Nip. 19710416 200112 2 001
(3)
ABSTRACT
Siti Maryam Nasution (101 201 133). Analysis of Willingness to pay people to springs in the village of Aek Arnga Sibanggor Tonga, Puncak Sorik Marapi
District, Mandailing Natal Regency. Under the guidance of Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si and Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP.
Water is one of important element in human life. Water is also used for various purposes including for drinking, domestic use, and all other activities are directly related to human welfare. This research was aimed to explore the value of willingness to pay (WTP) society to the economic instruments of payment for environmental services, the factors that affect the willingness of respondents to make payment for environmental services and the factors that affect the value of such willingness. Respondent's willingness to pay for environmental services is influenced by several factors: the average income, the number of water users, and the amount of water needs.
WTP values of this research is the value that will be given by the respondents to the environmental services generated by springs Aek Arnga per liter per family. The mean WTP values of respondents is Rp. 119.30 / KK / liter / day while the total value of WTP is Rp. 15985.98 / liter / day. Number of environmental services Aek springs Arnga by society as much. 9,454,715.45 liters / year. While the potential value of the use of springs Aek Arnga obtained from multiplying the number of environmental services by the community with the average WTP values that are exploiting the potential value of Rp. 1,127,947,553.18 / year that can be done to restore the ecology of the forest area of 10.23 Ha.
Keywords: Water, payment for environmental services, willingness to pay, the potential value utilization of environmental services
(4)
ABSTRAK
Siti Maryam Nasution (101201133). Analisis Willingness to pay masyarakat terhadap mata air Aek Arnga di Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik
marapi, Kabupaten Mandailing Natal. Di bawah bimbingan Dr. Agus Purwoko, S.Hut.,M.Si dan Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut.,MP.
Air merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Air juga dipergunakan untuk berbagai kepentingan diantaranya untuk minum, keperluan rumah tangga, dan segala aktifitas lainnya yang langsung berhubungan dengan kesejahteraan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mencari nilai willingness to pay (WTP) masyarakat terhadap instrumen ekonomi yaitu pembayaran jasa lingkungan, faktor-faktor yang mempengaruhi kesedian responden untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kesediaan tersebut. Kesediaan responden untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu rata-rata pendapatan, jumlah pengguna air, dan jumlah kebutuhan air.
Nilai WTP dalam penelitian ini adalah nilai yang akan diberikan oleh responden terhadap jasa lingkungan yang dihasilkan oleh mata air Aek Arnga per liter per KK. Nilai rataan WTP responden adalah Rp. 119,30/KK/liter/hari sedangkan nilai total WTP adalah Rp. 15.985,98/liter/hari. Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan mata air Aek Arnga oleh masyarakat sebanyak. 9.454.715,45 liter/tahun. Sedangkan nilai potensial pemanfaatan mata air Aek Arnga didapatkan dari perkalian jumlah pemanfaatan jasa lingkungan oleh masyarakat dengan nilai
rataan WTP sehingga nilai potensial pemanfaatan adalah sebesar Rp. 1.127.947.553,18/tahun yang dapat dilakukan untuk pemulihan ekologi hutan
seluas 10,23 Ha.
Kata kunci: Air, pembayaran jasa lingkungan, willingness to pay, nilai potensial pemanfaatan jasa lingkungan
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini.
Penelitian Ini Berjudul Analisis Willingness To Pay Masyarakat Terhadap Mata Air Aek Arnga di Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal. Penelitian ini bertujuan Untuk menganalisis nilai kesediaan membayar jasa lingkungan hutan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kesediaan membayar jasa lingkungan hutan di desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si. selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut.,M.P selaku dosen pembimbing kedua saya serta kepada seluruh teman-teman yang telah mendukung dalam usulan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan usulan penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan baik itu dari struktur penulisan maupun penyampaiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat memperbaiki dalam penulisan usulan penelitian ini. Demikianlah penulis ucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April 2014
(6)
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah ... 4
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penilitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA MataAir Aek Arnga ... 7
Jasa Lingkungan ... 7
Fungsi Jasa Lingkungan ... 8
Nilai Ekonomi Jasa Lingkungan ... 9
Metode Penilaian Jasa Lingkungan ... 12
Contingen Valuation Method (CVM) ... 12
Kelebihan Contingen Valuation Method (CVM) ... 13
Kelemahan Contingen Valuation Method (CVM) ... 14
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu ... 16
Alat dan Bahan ... 16
Jenis dan Sumber Data ... 16
Penentuan Jumlah Responden ... 16
Prosedur Penelitian ... 17
Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 17
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Batas Wilayah ... 22
(7)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden ... 24
1. Tingkat Pendidikan Terakhir Responden ... 24
2. Tingkat Pendapatan Responden ... 25
3. Jarak Rumah ke Sumber air ... 25
4. Jumlah Pengguna Air ... 26
5. Jumlah Kebutuhan Air ... 26
6. Kualitas Air ... 27
7. Nilai Willingness to pay (WTP) yang Ditawarkan ... 27
Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Aek Arnga ... 28
1. Membangun Pasar Hipotesis (Setting-up the Hypotethical Market). 28 2. Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTP (Estimating Mean WTP/EWTP) ... 29
3. Memperkirakan Kurva WTP (Estimating Bid Curve) ... 29
4. WTP Agregat atau Total WTP (TWTP) ... 30
5. Evaluasi Pelaksanaan Contingen valuation method (CVM) ... 31
5.a. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Willingness To pay ... 32
Analisis Pembayaran Jasa Lingkungan Terhadap Biaya Pemulihan Ekologi Hutan ... 35
Kebijakan Pengelolaan Mata Air Aek Arnga Melalui Pembayaran Jasa Lingkungan ... 37
KESIMPULAN Kesimpulan ... 39
Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(8)
DAFTAR TABEL
Hal
1. Rancangan Prosedur Penelitian dan Analisis Data ... 17
2. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir ... 23
3. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Tingkat pendapatan ... 24
4. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Jarak rumah Ke Sumber Air ... 24
5. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Jumlah pengguna Air ... 25
6. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Jumlah Kebutuhan Air ... 25
7. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Kualitas Air ... 26
8. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Nilai WTP yang Ditawarkan ... 26
9. Distribusi WTP Responden Masyarakat Desa Sibanggor Tonga ... 27
10.Total WTP Responden Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Aek Arnga ... 29
11.Hasil Analisis Nilai WTP Responden Masyarakat Desa Sibanggor Tonga ... 30
12.Jumlah Pemanfaatan Jasa Lingkungan Mata Air Aek Arnga untuk Kebutuhan Rumah Tangga Masyarakat Desa Sibanggor Tonga ... 33
(9)
ABSTRACT
Siti Maryam Nasution (101 201 133). Analysis of Willingness to pay people to springs in the village of Aek Arnga Sibanggor Tonga, Puncak Sorik Marapi
District, Mandailing Natal Regency. Under the guidance of Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si and Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP.
Water is one of important element in human life. Water is also used for various purposes including for drinking, domestic use, and all other activities are directly related to human welfare. This research was aimed to explore the value of willingness to pay (WTP) society to the economic instruments of payment for environmental services, the factors that affect the willingness of respondents to make payment for environmental services and the factors that affect the value of such willingness. Respondent's willingness to pay for environmental services is influenced by several factors: the average income, the number of water users, and the amount of water needs.
WTP values of this research is the value that will be given by the respondents to the environmental services generated by springs Aek Arnga per liter per family. The mean WTP values of respondents is Rp. 119.30 / KK / liter / day while the total value of WTP is Rp. 15985.98 / liter / day. Number of environmental services Aek springs Arnga by society as much. 9,454,715.45 liters / year. While the potential value of the use of springs Aek Arnga obtained from multiplying the number of environmental services by the community with the average WTP values that are exploiting the potential value of Rp. 1,127,947,553.18 / year that can be done to restore the ecology of the forest area of 10.23 Ha.
Keywords: Water, payment for environmental services, willingness to pay, the potential value utilization of environmental services
(10)
ABSTRAK
Siti Maryam Nasution (101201133). Analisis Willingness to pay masyarakat terhadap mata air Aek Arnga di Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik
marapi, Kabupaten Mandailing Natal. Di bawah bimbingan Dr. Agus Purwoko, S.Hut.,M.Si dan Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut.,MP.
Air merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Air juga dipergunakan untuk berbagai kepentingan diantaranya untuk minum, keperluan rumah tangga, dan segala aktifitas lainnya yang langsung berhubungan dengan kesejahteraan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mencari nilai willingness to pay (WTP) masyarakat terhadap instrumen ekonomi yaitu pembayaran jasa lingkungan, faktor-faktor yang mempengaruhi kesedian responden untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kesediaan tersebut. Kesediaan responden untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu rata-rata pendapatan, jumlah pengguna air, dan jumlah kebutuhan air.
Nilai WTP dalam penelitian ini adalah nilai yang akan diberikan oleh responden terhadap jasa lingkungan yang dihasilkan oleh mata air Aek Arnga per liter per KK. Nilai rataan WTP responden adalah Rp. 119,30/KK/liter/hari sedangkan nilai total WTP adalah Rp. 15.985,98/liter/hari. Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan mata air Aek Arnga oleh masyarakat sebanyak. 9.454.715,45 liter/tahun. Sedangkan nilai potensial pemanfaatan mata air Aek Arnga didapatkan dari perkalian jumlah pemanfaatan jasa lingkungan oleh masyarakat dengan nilai
rataan WTP sehingga nilai potensial pemanfaatan adalah sebesar Rp. 1.127.947.553,18/tahun yang dapat dilakukan untuk pemulihan ekologi hutan
seluas 10,23 Ha.
Kata kunci: Air, pembayaran jasa lingkungan, willingness to pay, nilai potensial pemanfaatan jasa lingkungan
(11)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan sebagai sumberdaya alam (resources) mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai penghasil kayu dan sebagai penghasil kenyamanan seperti penghasil oxigen, penyerap CO2, pengatur tata air, pencegah erosi, serta ruang hidup untuk flora dan fauna. Tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu menahan air hujan sehingga air meresap perlahan-lahan ke dalam tanah. Banyak kota yang menggantungkan diri terhadap persediaan air dari hutan dengan sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun (Sianturi, 2001).
Berdasarkan bentuk/wujudnya, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: manfaat tangible dan manfaat intangible. Manfaat tangible antara lain: kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain. Sementara manfaat intangible
antara lain: pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, dan lain-lain (Arifudin, 1990).
Mata air Aek Arnga ini berada di sekitar pegunungan Sorik Marapi yang mengalir menuju pedesaan Sibanggor Tonga. Mata air ini digunakan masyarakat sebagai pasokan air minum, kebutuhan rumah tangga dan juga aliran mata air ini digunakan pada lokasi pemandian umum masyarakat. Mata air ini merupakan salah satu mata air dari beberapa mata air yang paling banyak digunakan untuk kebutuhan masyarakat karena kualitas mata air yang masih terjaga kebersihan dan kesehatannya (Dinas Kecamatan Puncak Sorik Marapi).
Mata air Aek Arnga juga berada pada kawasan DAS Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) yaitu pada Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal. Dari berbagai mata air yang ada di
(12)
kawasan TNBG, mata Air Aek Arnga merupakan salah satu mata air yang sangat bersih dan jernih karena juga merupakan mata air yang berada di sekitar hutan dan pegunungan (Dinas Kecamatan Puncak Sorik Marapi).
Analisis WTP telah banyak digunakan untuk melakukan penilaian terhadap jasa lingkungan dari hutan dan perbaikan kualitas lingkungan di daerah aliran sungai. Dalam analisis WTP ini dilakukan pembentukan pasar hipotetik yaitu kualitas lingkungan dari kawasan Puncak yang lebih baik dari kondisi pada saat ini, melalui upaya pencegahan konversi hutan, penghijauan dan pengembangan hutan rakyat. Kesediaan membayar masyarakat untuk membayar perbaikan lingkungan ini menggambarkan manfaat ekonomi dari keberadaan hutan (Merryna, 2009).
Air merupakan salah satu unsur yang penting di dalam kehidupan. Air juga dipergunakan untuk beberapa kepentingan diantaranya untuk minum, masak, mencuci, dan segala aktifitas lain yang langsung berhubungan dengan kesejahteraan manusia. Peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan air bersih. Air bersih yang tersedia di alam semakin buruk kondisinya sehingga air menjadi tidak tersedia dengan baik secara kuantitatif dan kualitatif. Suatu saat nanti, air akan menjadi barang yang mahal karena pengelolaan untuk mendapatkan air yang baik secara kuantitatif dan kualitatif memerlukan biaya yang sangat tinggi (Merryna, 2009).
Menurut Fauzi (2006), air saat ini merupakan barang publik yang dapat dinikmati oleh siapapun. Air juga merupakan barang ultra essential bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa air, manusia tidak akan mungkin bisa bertahan hidup. Bahkan dalam ilmu ekonomi dikenal istilah water-diamond
(13)
paradox atau paradoks air dan berlian, dimana air yang begitu esential dinilai begitu murah sementara berlian yang sebatas perhiasan dinilai begitu mahal. Rumusan Masalah
Permasalahan ketersediaan air yang baik secara kualitatif dan kuantitatif saat ini merupakan problematika yang sering terjadi. Problematika ini tidak hanya terjadi pada masyarakat perkotaan namun juga pada masyarakat pedesaan yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Keterbatasan pendanaan sering kali menjadi kendala dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut dengan baik sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti sumber daya alam tersebut mengalami degradasi yang akan merugikan berbagai pihak.
1. Berapakah besarnya WTP responden terhadap pembayaran jasa lingkungan Mata Air Aek Arnga?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTP responden terhadap pembayaran jasa lingkungan?
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis nilai kesediaan pembayaran jasa lingkungan oleh responden untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP responden terhadap pembayaran jasa lingkungan.
(14)
Manfaat
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai:
1. Penelitian ini diharapkan menjadi pelengkap khasanah keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan bagi akademisi dan peneliti
2. Sebagai bahan acuan dalam penerapan kebijakan pengelolaan mata air Aek Arnga di Kecamatan Puncak Sorik Marapi
3. Bahan ilmu pengetahuan untuk masayarakat setempat mengenai ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan khususnya mengenai pembayaran jasa lingkungan.
(15)
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Fauzi (2006), sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Sumber daya itu sendiri memiliki dua aspek yakni aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan dan aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumber daya dan bagaimana teknologi digunakan. Dapat juga dikatakan bahwa sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Barang dan jasa yang dihasilkan tersebut seperti ikan, kayu, air bahkan pencemaran sekalipun dapat dihitung nilai ekonominya karena diasumsikan bahwa pasar itu eksis (market based), sehingga transaksi barang dan jasa tersebut dapat dilakukan.
Sumber daya alam adalah semua yang terdapat di alam (kekayaan alam) yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Sumber daya alam terbagi dua yaitu sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non hayati. Sumber daya alam hayati disebut juga sumber daya alam biotik yaitu semua yang terdapat di alam (kekayaan alam) berupa makhluk hidup. Sedangkan sumber daya alam non hayati atau sumber daya alam abiotik adalah semua kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia berupa benda mati (Ramathan, 1997).
Air merupakan kebutuhan utama bagi setiap insan di permukaan bumi baik manusia, hewan, maupun tumbuh tumbuhan. Setiap kegiatan mereka tidak lepas dari kebutuhan akan air, bahkan segala sesuatu yang hidup berasal dari air. Tubuh manusia itu sendiri, lebih dari 70% tersusun dari air, sehingga ketergantungannya akan air sangat tinggi. Manusia membutuhkan air yang cukup untuk memenuhi
(16)
kebutuhan pertanian, industri, maupun kebutuhan domestik, termasuk air bersih. Hal ini berarti bahwa pertambahan jumlah penduduk yang terus menerus terjadi, membutuhkan usaha yang sadar dan sengaja agar sumber daya air dapat tersedia secara berkelanjutan (Cholil, 1998).
Sumber daya alam selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung juga dapat menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang memberikan manfaat dalam bentuk lain, misalnya manfaat amenity seperti keindahan, ketenangan dan sebagainya. Manfaat tersebut sering kita sebut sebagai manfaat fungsi ekologis yang sering tidak terkuantifikasikan dalam perhitungan menyeluruh terhadap nilai dari sumber daya. Nilai tersebut tidak saja nilai pasar barang yang dihasilkan dari suatu sumber daya melainkan
juga nilai jasa lingkungan yang ditimbulkan oleh sumber daya tersebut (Fauzi, 2006).
Secara umum, willingness to pay (WTP) atau kemauan/keinginan untuk membayar didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang atau jasa. Zhao & Kling (2005) menyatakan bahwa WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. Sedangkan Horowith & McConnell (2001) menekankan pengertian WTP pada berapa kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang. WTP itu sebenarnya adalah harga pada tingkat konsumen yang merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya (Simonson & Drolet, 2003). Disisi lain, WTP ditujukan untuk mengetahui daya beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen. Dinauli (1999) diacu dalam Nababan dan Simanjuntak (2008)
(17)
Untuk memahami konsep WTP konsumen terhadap suatu barang atau jasa harus dimulai dari konsep utilitas, yaitu manfaat atau kepuasan karena mengkonsumsi barang atau jasa pada waktu tertentu. Setiap individu ataupun rumah tangga selalu berusaha untuk memaksimumkan utilitasnya dengan pendapatan tertentu, dan ini akan menentukan jumlah permintaan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Permintaan diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang mau atau ingin dibeli atau dibayar (willingness to buy or willingness to pay) oleh konsumen pada harga tertentu dan waktu tertentu (Perloff, 2004). Utilitas yang akan didapat oleh seorang konsumen memiliki kaitan dengan harga yang dibayarkan yang dapat diukur dengan WTP. Sejumlah uang yang ingin dibayarkan oleh konsumen akan menunjukkan indikator utilitas yang diperoleh dari barang tersebut (PSE-KB UGM (2002) diacu dalam Nababan dan Simanjuntak (2008)
Secara teoritik, Hokby & Sodergvist (2001) dan Anstine (2001) mengemukakan bahwa metode WTP dibuat untuk menunjukkan pilihan-pilihan antara kombinasi harga dan kuantitas yang berbeda, dimana utilitasnya dapat dimaksimumkan oleh seorang individu atau konsumen. Dengan menggunakan fungsi permitaan Marshallian, mereka mengemukakan hubungan antara utilitas dan WTP.
Jasa Lingkungan
Jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible) yang meliputi antara lain jasa wisata alam/rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi,kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan,
(18)
keunikan, keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2006).
Jasa lingkungan yang ada saat ini suatu saat nanti akan mengalami penurunan kualitas. Salah satu instrumen ekonomi yang dapat mengatasi penurunan kualitas lingkungan dalam penelitian ini adalah pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran jasa lingkungan adalah suatu transaksi sukarela yang menggambarkan suatu jasa lingkungan yang perlu dilestarikan dengan cara memberikan nilai oleh penerima manfaat kepada penerima manfaat jasa lingkungan (Wunder, 2005).
Fungsi Jasa Lingkungan
Menurut Wunder (2005), suatu ekosistem menyediakan suatu jasa lingkungan yang memiliki empat fungsi penting yaitu :
1. Jasa penyediaan (provising services), jasa penyediaan yang dimaksud disini adalah penyediaan sumber daya alam berupa sumber bahan makanan, obatobatan alamiah, sumber daya genetik, kayu bakar, serat, air, mineral dan lain-lain.
2. Jasa pengaturan (regulating services), jasa pengaturan yang dimaksud disini adalah jasa lingkungan memiliki fungsi menjaga kualitas udara, pengeturan iklim, pengaturan air, pengontrol erosi, pengaturan untuk menjernihkan air, pengaturan pengelolaan sampah, pengaturan untuk mengontrol penyakit, pengaturan untuk mengurangi resiko yang menghambat perbaikan kualitas lingkungan dan lain-lain.
3. Jasa kultural (cultural services), jasa cultural yang dimaksud disini adalah jasa lingkungan sebagai identitas dan keragamana budaya, nilai-nilai religious
(19)
dan spiritual, pengetahuan, inspirasi, nilai estetika, hubungan sosial, rekreasi, dan lain-lain.
4. Jasa pendukung (supporting services), jasa pendukung yang dimaksud disini adalah jasa lingkungan sebagai produksi utama yang memproduksi oksigen.
Produk jasa lingkungan hutan atau kawasan konservasi umumnya dibagi dalam 4 (empat) kategori berupa (Wunder, 2005) :
1) Penyerap dan penyimpangan karbon (carbon sequestration and storage) 2) Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection)
3) Perlindungan daerah aliran sungai (watershed protection) 4) Keindahan bentang alam (landscape beauty)
Terkait dengan pemanfaatan air, hutan memberikan jasa lingkungan manfaat berupa memperbaiki kualitas air dengan mengurangi sedimentasi dan erosi, mengatur aliran dan supply air melalui kemampuan penyerapan, mengisi air bawah tanah dan menyimpannya, mencegah dan mengurangi bencana akibat air seperti banjir, menahan air hujan pada sistem pengakaran selama musim hujan dan secara perlahan melepaskan air selama musim kemarau.
Nilai Ekonomi Jasa Lingkungan
Menurut Nahib (2006) Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Sumberdaya alam (baik renewable dan non renewable) merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumberdaya tersebut akan berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi (Fauzi, 2004).
Menurut Sudarna (2007), produk jasa yang dapat dihasilkan dari ekosistem hutan seperti air, keindahan dan kapasitas asimilasi lingkungan mempunyai
(20)
manfaat yang besar sebagai penunjang kehidupan yang mampu mendukung dan menggerakkan sektor ekonomi lainnya. Di sisi lain produk jasa itu sendiri dapat dinilai hingga memperoleh nilai ekonomi. Nilai suatu sumberdaya alam terbagi menjadi nilai manfaat (use values) dan nilai tak termanfaatkan (non use values). Nilai manfaat sumberdaya alam (misal hutan) terdiri dari manfaat langsung (direct use value) seperti kayu, manfaat tidak langsung (indirect use value) seperti jasa lingkungan dan manfaat pilihan (option use value).
Penentuan nilai ekonomi lingkungan merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang semakin langka. Valuasi ekonomi bermanfaat untuk mengilustrasikan hubungan timbal balik antara ekonomi dan lingkungan yang diperlukan untuk melakukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik, dan menggambarkan keuntungan atau kerugian yang berkaitan dengan berbagai pilihan kebijakan dan program pengelolaan sumberdaya alam sekaligus bermanfaat dalam menciptakan keadilan dalam distribusi manfaat sumberdaya alam. Maka valuasi ekonomi dengan menggunakan nilai uang akan dapat menunjukkan nilai indikasi penerimaan dan kehilangan manfaat atau kesejahteraan akibat kerusakan lingkungan (Tampubolon, 2008).
Penggunaan metode analisis biaya dan manfaat (cost-benefit analysis) yang konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan dalam menentukan nilai sumber daya karena konsep biaya dan manfaat sering tidak memasukkan manfaat ekologis di dalam analisisnya (Fauzi, 2006). Oleh karena itu lahirlah pemikiran konsep valuasi ekonomi, khususnya valuasi non-pasar (nonmarket valuation).
(21)
Willingness to Pay atau kesediaan untuk membayar adalah kesediaan individu untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian terhadap sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan (Hanley dan Spash, 1993).
Mekanisme pasar dapat dibedakan menjadi tiga kategori besar: kesepakatan yang diatur sendiri (self-organized private agreements), skema pembayaran publik (public payment schemes) dan skema pasar terbuka (open trading schemes). Dalam setiap kategori ditemukan beragam mekanisme pasar menurut tingkat keterlibatan publik di dalamnya. Transaksi-transaksi yang termasuk di dalam kesepakatan biasanya bersifat tertutup, antar pihak-pihak yang memperoleh manfaat dan yang menjadi penyedia jasa lingkungan. Karena jasa DAS seringkali dianggap "barang publik", maka skema pembayaran publik merupakan mekanisme finansial yang paling sering dimanfaatkan untuk melindungi jasa DAS. Skema pasar terbuka merupakan skema yang paling jarang diterapkan dibandingkan dengan kedua mekanisme lainnya dan cenderung lebih banyak diterapkan di negara-negara yang sudah maju. Pemerintah mendefinisikan dan menentukan batas-batas komoditas jasa yang dapat diperjual belikan. Lalu dibuat regulasi yang dapat menciptakan munculnya permintaan. Dalam hal ini, diperlukan kerangka regulasi yang kuat. Di sisi lain, setiap sistem perdagangan kredit yang berbasis pasar mempersyaratkan kerangka transparansi, penghitungan yang akurat, dan sistem verifikasi (Purwanto, 2003).
Dengan adanya peningkatan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya air secara terpadu maka diharapkan PJL yang sebelumnya baru diterapkan pada taraf perusahaan maka akan dapat diterapkan pula pada taraf
(22)
masyarakat pedesaan. Sebelum adanya realisasi dari pelaksanaan PJL pada taraf masyarakat sebaiknya terlebih dahulu dilakukan penetapan pihak penyedia jasa lingkungan beserta lokasi penyedia jasa lingkungan kemudian pembentukan kelembagaan serta aturan-aturan yang mengatur mekanisme PJL (Merryna,2009). Metode Penilaian Nilai Jasa Lingkungan
Metode penilaian ekonomi terhadap barang lingkungan sampai saat ini telah berkembang sekitar 15 jenis metode menurut Yakin (1997). Diantaranya adalah the Dose-Response Method (DRM), Hedonic Price Method (HPM), Travel Cost Method (TCM), dan the Averting Behaviour Method (ABM). Namun, yang paling populer saat ini adalah Contingent Valuation Method (CVM) dan superior karena bisa mengukur dengan baik nilai penggunaan (use values) dan nilai dari non pengguna (non use values).
Contingent Valuation Method (CVM)
Menurut Fauzi (2006), metode CVM ini sangat tergantung pada hipotesis yang akan dibangun. Misalnya, seberapa besar biaya yang harus ditanggung, bagaimana pembayarannya, dan sebagainya. Metode CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu teknis eksperimental melalui simulasi dan teknik survei. Metode CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif sumber daya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaaan. Metode CVM pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar dari masyarakat terhadap perbaikan lingkungan dan keinginan menerima kompensasi dari kerusakan lingkungan.
Contingent Valuation Method (CVM) adalah metode teknik survei untuk menanyakan kepada penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan
(23)
terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan (Yakin, 1997). CVM menggunakan pendekatan secara langsung yang pada
dasarnya menanyakan kepada masyarakat berapa besarnya Willingness to Pay (WTP) untuk manfaat tambahan dan/atau berapa besarnya Willingness to Accept (WTA) sebagai kompensasi dari kerusakan barang lingkungan. Dalam penelitian ini, pendekatanyang digunakan adalah pendekatan WTP.
Tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai atau penawaran yang mendekati dari barang-barang lingkungan jika pasar dari barang-barang tersebut benar-benar ada. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuisioner dan responden) harus sebisa mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik komoditas yang ditanyakan dalam kuisioner. Responden juga harus mengenal alat hipotetik yang digunakan untuk pembayaran.
Kelebihan Contingent Valuation Method (CVM)
Penggunaan CVM dalam memperkirakan nilai ekonomi suatu lingkungan memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
1. Dapat diaplikasikan pada semua kondisi dan memiliki dua hal penting yaitu seringkali menjadi satu-satunya teknik untuk mengestimasi manfaat dan dapat diaplikasikan pada berbagai konteks kebijakan lingkungan.
2. Dapat digunakan dalam berbagai macam penilaian barang-barang lingkungan di sekitar masyarakat.
3. Dibandingkan dengan teknik penilaian lingkungan lainnya, CVM memiliki kemampuan untuk mengestimasi nilai non-pengguna. Dengan CVM, seseorang mungkin dapat mengukur utilitas dari penggunaan barang lingkungan bahkan jika tidak digunakan secara langsung.
(24)
4. Meskipun teknik dalam CVM membutuhkan analisis yang kompeten, namun hasil dari penelitian menggunakan metode ini tidak sulit untuk dianalisis dan dijabarkan.
Kelemahan Contingent Valuation Method (CVM)
Teknik CVM memiliki kelemahan yaitu munculnya berbagai bias dalam pengumpulan data. Bias dalam CVM menurut Hanley dan Spash (1993) terdiri dari :
1. Bias Strategi (Strategic Bias)
Adanya responden yang memberikan suatu nilai WTP yang relatif kecil karena alasan bahwa ada responden lain yang akan membayar upaya peningkatan kualitas lingkungan dengan harga yang lebih tinggi kemungkinan dapat terjadi. Alternatif untuk mengurangi bias strategi ini adalah melalui penjelasan bahwa semua orang akan membayar nilai tawaran rata-rata atau penekanan sifat hipotetis dari perlakuan. Hal ini akan mendorong responden untuk memberikan nilai WTP yang benar.
Mitchell dan Carson (1989) diacu dalam Hanley dan Spash (1993) menyarankan empat langkah untuk meminimalkan bias strategi yaitu :
a) Menghilangkan seluruh pencilan (outliner)
b) Penekanan bahwa pembayaran oleh responden adalah dapat dijamin c) Menyembunyikan nilai tawaran responden lain
d) Membuat perubahan lingkungan bergantung pada nilai tawaran
Sedangkan Hoehn dan Randall (1987) diacu dalam Hanley dan Spash (1993) menyarankan bahwa bias strategi dapat dihilangkan dengan menggunakan format referendum terhadap nilai WTP yang terlalu tinggi.
(25)
2. Bias Rancangan (Design Bias)
Rancangan studi CVM mencakup cara informasi yang disajikan, instruksi yang diberikan, format pertanyaan, dan jumlah serta tipe informasi yang disajikan kepada responden.
3. Bias yang Berhubungan dengan Kondisi Kejiwaan Responden (Mental Account Bias)
Bias ini terkait dengan langkah proses pembuatan keputusan seorang individu dalam memutuskan seberapa besar pendapatan, kekayaan, dan waktunya yang dapat dihabiskan untuk benda lingkungan tertentu dalam periode waktu tertentu.
4. Kesalahan Pasar Hipotetik (Hypotetical Market Error)
Kesalahan pasar hipotetik terjadi jika fakta yang ditanyakan kepada responden di dalam pasar hipotetik membuat tanggapan responden berbeda dengan konsep yang diinginkan peneliti sehingga nilai WTP yang dihasilkan menjadi berbeda dengan nilai yang sesungguhnya. Hal ini dikarenakan studi CVM tidak berhadapan dengan perdagangan aktual, melainkan suatu perdagangan atau pasar yang murni hipotetik yang didapatkan dari pertemuan antara kondisi psikologi dan sosiologi prilaku. Terjadinya bias pasar hipotetik bergantung pada : a) Bagaimana pertanyaan disampaikan ketika melaksanakan survei.
b) Seberapa realitistik responden merasakan pasar hipotetik akan terjadi. c) Bagaimana format WTP yang digunakan.
Solusi untuk menghilangkan bias ini salah satunya yaitu desain dari alat survei sedemikian rupa sehingga maksimisasi realitas dari situasi yang akan diuji dan melakukan pengulangan kembali untuk kekonsistenan dari responden.
(26)
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di pedesaan sekitar Mata air Aek Arnga yaitu Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik marapi, Kabupaten Mandailing Natal. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) karena lokasi tersebut terletak dimana mata air mengalir melewati Desa Sibanggor Tonga. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kalkulator dan perangkat Komputer. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner, Microsoft Excel 2007, dan Software Statistic Peckage for Social Science (SPSS) versi 17.0
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah brupa hasil wawancara langsung dengan responden melalui kuisioner. Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data yang diperoleh dari berbagai instansi pemerintahan di lokasi penelitian dan instansi-instansi yang terkait dengan pengelolaan upaya konservasi mata air Aek Arnga.
Penentuan Jumlah Responden
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik convenience sampling yaitu pengambilan responden yang mudah ditemui dan mempunyai kemampuan sebagai responden (Nazir, 1988) dengan pertimbangan
(27)
secara sengaja rumah tangga mana yang menggunakan jasa lingkungan mata air Aek Arnga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Responden diambil sebanyak 30 KK dari 134 KK Desa Sibanggor Tonga.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dengan rancangan tujuan, metode pengambilan sampel dan metode analisis data dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Rancangan Prosedur Penelitian dan Analisis data No Tujuan
Metode Pengambilan
Sampel
Metode Analisis
1 Nilai WTP responden terhadap PJL
Convenience
Analisis CVM
2
Faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai WTP terhadap PJL
Analisis regresi berganda
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan perangkat komputer yaitu menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17.0.
Analisis Nilai WTP Responden terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Tahap-tahap dalam melakukan penelitian untuk menentukan WTP dengan menggunakan CVM dalam penelitian ini meliputi (Hanley dan Spash, 1993) :
1. Membuat Pasar Hipotetik (Setting Up the Hypotetical Market)
Pasar hipotetik dibentuk atas dasar menurunnya kualitas suatu lingkungan jasa air sebagai pemasok kebutuhan rumah tangga masyarakat Desa Sibanggor Tonga. Selain itu, tidak adanya anggaran dari pemerintah daerah untuk pengelolaan mata air Aek Arnga yang kualitas dan kuantitasnya semakin menurun. Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan salah satu instrumen ekonomi yaitu pembayaran jasa lingkungan sebagai bentuk upaya konservasi.
(28)
2. Menghitung Dugaan Nilai Rata-Rata WTP (Calculating Average WTP)
Willingness to pay (WTPi) dapat diduga dengan melakukan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Dugaan rataan WTP dibagi dengan rumus :
EWTP = ∑ 1 ………....… Persamaan (1) Dimana:
EWTP = Dugaan rataan WTP Wi = Nilai WTP ke-i
Pfi = Frekuensi Relatif n = Jumlah responden
i = Responden ke-i yang bersedia melakukan pembayaran jasa lingkungan 3. Menjumlahkan Data (Agregating Data/TWTP)
Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah WTP maka dapat di duga nilai WTP dari rumah tangga dengan menggunakan rumus :
TWTP WTPi P ………...………Persamaan( 2) dimana :
TWTP = Total WTP
WTPi = WTP individu sampel ke-i
ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP N = Jumlah sampel
(29)
i = Responden ke-i yang bersedia membayar pembayaran jasa lingkungan 4. Analisis Fungsi Willingness to Pay (WTP)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WTP responden. Model yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Persamaan regresi besarnya nilai WTP dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
WTPi = + KAi + BJAi + JKAi + JRSAi + TPi +
RPDTi + …...Persamaan (3)
WTPi = Nilai WTP Responden (Rp/liter) = Konstanta
,…, = Koefisien regresi
KA = Penilaian kualitas air (bernilai 5 jika “sangat jernih”, bernilai 4 jika
jernih”, bernilai 3 jika “biasa”, bernilai 2 jika “kotor”, bernilai 1 jika
sangat kotor)
JPA = Jumlah pengguna air (orang)
JKA = Jumlah kebutuhan air (liter/hari/KK) JRSA = Jarak rumah ke mata air (m)
TP = Tingkat pendidikan (tahun)
RPDPT = Rata-rata pendapatan rumah tangga (Rp/bulan) i = Responden ke-i (i = 1, 2,…., n)
= Galad
Variabel yang diduga mempengaruhi secara positif adalah penilaian kualitas air, jumlah pengguna air, jumlah kebutuhan air, jarak rumah ke sumber air, tingkat pendidikan responden, dan rata-rata pendapatan. Interpretasi penilaian
(30)
kualitas air adalah semakin baik penilaian kualitas air oleh responden maka akan mempengaruhi peluang kesediaan responden dalam membayar pembayar jasa lingkungan. Interpretasi jumlah pengguna air dalam rumah tangga adalah semakin banyak pengguna maka diduga akan mempengaruhi peluang responden dalam kesediaannya membayar pembayaran jasa lingkungan.
Interpretasi jumlah kebutuhan air adalah jika jumlah kebutuhan air untuk rumah tangga semakin besar maka mempengaruhi peluang kesediaan responden untuk membayar pembayaran jasa lingkungan sebagai upaya konservasi. Interpretasi jarak rumah ke sumber air adalah semakin dekat rumah responden dengan sumber air maka akan mempengaruhi peluang kesediaan responden untuk
melakukan pembayaran jasa lingkungan. Interpretasi tingkat pendidikan responden adalah semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka akan mempengaruhi peluang kesediaan responden untuk membayar pembayaran jasa lingkungan. Interpretasi rata-rata pendapatan adalah semakin tinggi tingkat pendapatan responden maka akan mempengaruhi responden untuk melakukan pembayaaran jasa lingkungan.
5. Uji Statistik t
Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing variabelnya (Xi) mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat setempat (Yi) sebagai
variabel tidak bebas prosedur pengujiannya (Ramanathan, 1997) adalah sebagai berikut :
(31)
t hit(n-k) =
Jika thit (n-k) < tabel, maka H0 diterima, artinya variabel (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Yi)
Jika thit (n-k) > tabel, maka H0 ditolak, artinya variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Yi).
(32)
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis dan Batas Wilayah
Mata air Aek Arnga merupakan bagian dari DAS Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) yang secara administratif berlokasi Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, kabupaten Mandailing Natal (Madina). Secara geografis lokasi ini terletak pada 99o 42’ 39,4” BT dan 00o 42’ 39,4” LS. Kawasan Sibanggor Tonga merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 909 mdpl (meter di atas permukaan laut) dan merupakan daerah vulkanis aktif dengan jenis tanah yang rawan erosi dan longsor, serta curah hujan tinggi.
Mata Air Aek Arnga ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Panyabungan Selatan
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tambangan Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Batang Natal
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lembah Sorik Marapi. (Dinas Kecamatan Puncak Sorik Marapi)
Aksesibilitas Lokasi
Lokasi mata air ini dapat dijangkau dengan berjalan kaki, karena lokasi mata air yang berada pada kawasan hutan dan kelilingi oleh persawahan masyarakat. Perjalanan menuju sumber mata air memerlukan waktu kurang lebih 15 menit dari kawasan pemukiman Desa Sibanggor Tonga.
Kependudukan dan Sosial Ekonomi Mayarakat
Berdasarkan data yang diperoleh, Kecamatan Puncak Sorik Marapi memiliki jumlah penduduk sebesar 7.955 Jiwa dan Desa Sibanggor Tonga jumlah
(33)
747,27 Ha. Penduduk pada kecamatan ini mayoritas bersuku Batak Mandailing dan seluruhnya beragama Islam. Sarana prasarana yang tersedia pada desa ini adalah mesjid, puskesmas pembantu, sekolah dasar (SD Negeri Sibanggor Tonga).
Penduduk desa ini sebagaian besar menggantungkan kehidupan dan mata pencahariannya pada sektor:
1. Pertanian, perkebunan, dan peternakan, yaitu pertanian berupa padi, palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Perkebunan berupa karet dan coklat. Serta peternakan berupa ayam, itik, dan domba.
2. PNS dan Pegawai wasta
3. Jasa dan Perdagangan Hasil Bumi, Pedagang makanan dan minuman. (Dinas Kecamatan Puncak Sorik Marapi)
(34)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah penduduk asli yang bermukim di Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik Marapi yang merupakan bagian terpenting dari penelitian karena dari responden dapat diketahui karakteristik/parameter objek penelitian secara lebih baik. Jumlah keseluruhan responden yang menjadi objek penelitian adalah 30 orang. Parameter dari penelitian ini dapat digolongkan ke dalam beberapa aspek diantaranya adalah: tingkat pendidikan , tingkat pendapatan, jarak responden ke mata air, jumlah pengguna air, jumlah kebutuhan air, kualitas air, dan nilai Willingness to Pay (WTP) yang ditawarkan responden.
1. Tingkat Pendidikan Terakhir
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Desa Sibanggor Tonga diperoleh bahwa, tingkat pendidikan terakhir responden didominasi oleh Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini dikarenakan rata-rata responden yang diwawancarai adalah pada waktu dahulunya mengalami putus sekolah karena kekurangan biaya hidup.
Tabel 2. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
No Tingkat Pendidikan Jumlah (KK) Persentase (%)
1 Tidak Sekolah 0 0
2 SD 7 23,33
3 SMP 12 40
4 SMU/SMK 10 33,33
5 Perguruan Tunggi 1 3,33
(35)
2. Tingkat Pendapatan
Bedasarkan hasil wawancara, dapat dilihat pada table 3 bahwa tingkat pendapatan responden yang paling dominan adalah antara Rp. 800.000 – 1.600.000 yaitu sebesar 46,66 % dan pendapatan yang paling jarang adalah antara Rp.2.400.000 – 3.200.000. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan responden yang mayoritas sebagai petani dan pedagang yang penghasilannya tidak tetap.
Tabel 3. Rekapitulasi Data Responden berdasarkan Tingkat Pendapatan
No Tingkat Pendapatan (Rupiah) Jumlah (KK) Persentase (%)
1 ≥ 800.000 9 30
2 < 800.000 – 1.600.000 14 46,66 3 < 1.600.000 – 2.400.000 2 6,66 4 < 2.400.000 – 3.200.000 1 3,33 5 < 3.200.000 – 4000.000 4 13,33
JUMLAH 30 100
3. Jarak Rumah Ke Sumber Air
Jarak ke mata air ini merupakan jarak yang ditempuh oleh responden menuju sumber air untuk mendapatkan air sebagai keperluan rumah tangga. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Jarak Rumah ke Sumber Air
No Jarak (meter) Jumlah (KK) Persentase (%)
1 1 – 60 25 83,33
2 61 – 120 2 6,67
3 121 – 180 0 0
4 181 – 240 2 6,67
5 241 – 300 1 3,33
(36)
4. Jumlah Pengguna Air
Jumlah pengguna air merupakan jumlah anggota keluarga dari masing-masing responden yang diwawancarai yang turut memanfaatkan mata air. Rekapitulasi datanya dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Rekapitula Data Responden Berdasarkan Jumlah Pengguna Air
No. Jumlah Pengguna Air (orang) Jumlah (KK) Persentase (%)
1 1 - 2 5 16,66
2 3 – 4 12 40
3 5 - 6 8 26,66
4 7 – 8 4 13,33
5 9 - 10 1 3,33
JUMLAH 30 100
5. Jumlah Kebutuhan Air
Jumlah kebutuhan air setiap rumah tangga berbeda-beda, hal ini diakibatkan jumlah pengguna air yang berbeda dan penggunaan masing-masing orang yang tidak sama. Rekapitulasi datanya dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Jumlah Kebutuhan Air
No. Jumlah Kebutuhan Air/KK/Hari
(L) Jumlah (KK) Persentase (%)
1 1 - 100 0 0
2 101 – 200 11 36,66
3 201 – 300 6 20
4 301 – 400 9 30
5 401 - 500 4 13,33
(37)
6. Kualitas Air
Kualitas air ini dapat dinilai oleh responden sendiri , memberikan penilaian mata air sesuai dengan yang sebenarnya berdasarkan criteria yang telah ditentukan pada kuisioner. Rekapitulasi datanya dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Penilaian Kualitas Air
No Penilaian Kualitas Air Jumlah (KK) Persentase (%)
1 Sangat Jernih 4 13,33
2 Jernih 26 86,66
3 Biasa 0 0
4 Kotor 0 0
5 Sangat Kotor 0 0
JUMLAH 30 100
7. Nilai Willingness to Pay (WTP) yang Ditawarkan
Nilai WTP adalah nilai rupiah yang ditawarkan oleh masing-masing responden sebagai biaya konservasi mata air yang telah dimanfaatkan bersama oleh masyarakat. Rekapitulasi datanya dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Rekapitulasi Data Responden Berdasarkan Nilai WTP yang ditawarkan
No Nilai yang ditawarkan (Rp/L) Jumlah (KK) Persentase ((%)
1 26,32 3 10
2 52,63 8 26,6
3 78,95 1 3,33
4 105,26 1 3,33
5 131,58 8 26,66
6 157,89 2 6,66
7 184,21 4 13,33
8 263,16 3 10
(38)
Analisis Willingness to Pay Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Aek Arnga
Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis WTP responden terhadap pembayaran jasa lingkungan yang akan diterapkan di mata air Aek Arnga. Hasil pelaksanaan CVM adalah sebagai berikut :
1. Membangun Pasar Hipotetik (Setting-up the Hypothetical Market)
Pasar hipotetik yang telah dibangun pada saat penelitian adalah situasi hipotetik yang digambarkan berdasarkan keadaan lingkungan mata air Aek Arnga masa sekarang dan perkiraan di masa mendatang, yaitu memberikan gambaran lingkungan mata air yang sekarang masih terjaga dengan baik apabila suatu saat mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh berbagai hal antara lain pertumbuhan penduduk, tinggi-rendahnya curah hujan akan mempengaruhi jumlah ketersediaan air, kegiatan manusia yang turut mengganggu kualitas dan kuantitas air seperti halnya juga lama atau pendeknya musim kemarau akan memberikan dampak buruk terhadap masyarakat, misalnya berkurangnya pasokan air minum, tidak ada air bersih untuk keperluan rumah tangga, dan rusaknya sistem irigasi persawahan. Untuk semua dampak tersebut akan memerlukan penanggulangan yang cukup serius.
Memberikan berbagai penjelasan tentang usaha konservasi mata air yang akan membawa perubahan-perubahan yang positif terhadap lingkungan mata air dan lingkungan masyarakat sehingga responden akan memperoleh gambaran yang jelas tentang situasi hipotetik yang dibangun mengenai upaya perbaikan kualitas dan kuantitas mata air Aek Arnga. Dengan alasan-alasan tersebut, upaya yang dilakukan untuk mata air yang mengalami penurunan kualitas dan kuantitas
(39)
adalah suatu instrumen ekonomi berupa pembayaran jasa lingkungan untuk menanggulangi penurunan tersebut.
2. Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTP (Estimating Mean WTP/EWTP) Dugaan nilai WTP (EWTP) responden dihitung berdasarkan data distribusi WTP responden dan dengan menggunakan rumus persamaan (1). Data distribusi WTP responden dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Distribusi WTP Responden Masyarakat Desa Sibanggor Tonga No Kelas WTP
(Rp/KK/Liter/Hari)
Frekuensi Responden
Frekuensi Relatif (Pfi)
Jumlah (Rp/liter/hari) 1 26,32 3 0,10 2,63 2 52,62 8 0,27 14,03 3 78,95 1 0,03 2,63 4 105,26 1 0,03 3,51 5 131,58 8 0,27 35,09 6 157,89 2 0,07 10,53 7 184,21 4 0,13 24,56 8 263,16 3 0,10 26,32
Total 30 1,00 119,30
Kelas WTP responden diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai terkecil sampai nilai terbesar WTP yang ditawarkan responden. Dengan
demikian dapat diperoleh nilai rata-rata WTP (EWTP) sebesar Rp. 119,30/KK/liter/hari
3. Memperkirakan Kurva WTP (Estimating Bid Curve)
Kurva WTP responden berdasarkan nilai WTP responden terhadap jumlah responden yang memilih nilai WTP tersebut. Gambar 1 dapat menjelaskan kurva permintaan WTP terhadap pembayaran jasa lingkungan.
(40)
Gambar 1. Kurva Penawaran WTP terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Berdasarkan dugaan kurva penawaran WTP dapat dihitung surplus konsumen yang akan diperoleh masyarakat. Surplus konsumen adalah surplus atau kelebihan yang diterima responden karena nilai WTP yang diinginkan lebih tinggi daripada nilai WTP rata-ratanya. Perhitungan surplus konsumen dapat didasarkan pada rumus :
SK = ∑(WTPi - P) dimana WTPi>P
Keterangan:
SK = Surplus Konsumen WTPi = WTP responden ke-i P = WTP rata-rata
Sehingga surplus konsumen responden terhadap pembayaran jasa lingkungan mata air Aek Arnga adalah sebesar Rp. 25.73/KK/liter.
4. WTP Agregat atau Total WTP (TWTP) 263.16
184.21 157.89
131.58 105.26
78.95 52.62
26.32 0.00
50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00
1 5 9 13 17 21 25 30
WTP
Rp/liter
Jumlah Responden
(41)
Nilai total (TWTP) responden dihitung berdasarkan data distribusi WTP responden dengan rumus persamaan (2), dari kelas WTP dikalikan dengan frekuensi relatif (ni / N) kemudian dikalikan dengan populasi dari tiap kelas WTP. Hasil perkalian tersebut kemudian dijumlahkan sehingga didapatkan total WTP (Rp/liter) oleh responden. Hasil perhitungan TWTP dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Total WTP Responden Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa
Lingkungan Mata Air Aek Arnga No Kelas WTP
(Rp/KK/Liter)
Frekuensi
Responden Populasi
Jumlah Total (Rp/liter)
1 26,32 3 13,40 352,16 2 52,62 8 35,73 1880,65 3 78,95 1 4,46 352,64 4 105,26 1 4,46 470,16 5 131,58 8 35,73 4701,79 6 157,89 2 8,93 1410,48 7 184,21 4 17,86 3291,22 8 263,16 3 13,40 3526,34
Total 30 134 15.985,98
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTP dari populasi adalah sebesar Rp. 15.985,98/liter/hari
5. Evaluasi Pelaksanaan Contingen valuation Method (CVM)
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda yang diperoleh cukup baik karena dihasilkan nilai R2 sama dengan 52,9 %. Hal ini sesuiai sengan pernyataan Kurniawan (2008) yaitu semakin besar nilai R2 maka semakin baik model regresi yang diperoleh. Penelitian ini merupakan penelitian tentang lingkungan yang berhubungan dengan prilaku manusia sehingga nilai R2 tidak harus selalu besar. Oleh karena itu, hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian ini masih dapat diyakini kebenaran dan keandalannya. Selain itu nilai koefisien korelasi R adalah 0,727 yang menunjukkan bahwa korelasi dalam persamaan regresi tersebut kuat.
(42)
Hal ini sesuai dengan pernyataan Colton dalam Yasril dan Kasjono (2009) bahwa korelasi kuat dengan R = 0,51 – 0,57.
5.a.Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Willingness to Pay Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP maka telah ditetapkan 6 variabel independen yang berpotensi mempengaruhi variabel dependen yaitu penilaian terhadap : Tingkat Pendidikan (TP), Rata-rata Pendapatan (RPDT), Jarak Responden ke Sumber Air (JRSA), Jumlah Pengguna Air (JPA), Jumlah Kebutuhan Air (JKA), dan Kualitas Air (KA). Sehingga dalam pengujian selanjutnya akan didapatkan variabel yang diduga akan mempengaruhi atau tidak mempengaruhi nilai WTP. Hasil analisis nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Analisis Nilai WTP Responden Masyarakat Desa Sibanggor Tonga
Variabel Koefisien sig VIF Keterangan Constant -211,946 0,109 (-) (-) TP 11,789 0,391 1,332 Tidak berpengaruh nyata RPDT 0,00000288 0.014 1,544 Berpengaruh nyata JRSA -0,117 0,486 1,391 Tidak berpengaruh nyata JPA -88,463 0,026 56,519 Berpengaruh nyata JKA 1,746 0,022 57,874 Berpengaruh nyata KA 45,969 0,120 1,021 Tidak berpengaruh nyata
R2 52,9%
F-Statistik 4,303 0,005 Ket: Taraf kepercayaan 95%
Model yang dihasilkan dalam penelitian ini cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh R2 sebesar 52,9 %, yang berarti 52,9 % keragaman WTP responden dapat diterangkan oleh keragaman variabel-variabel penjelas yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya 47,1 % diterangkan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai Fhitung sebesar 4.303 dengan nilai Sig sebesar 0,005. Hal ini menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model
(43)
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden terhadap pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan pada taraf 95%.
Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah :
WTPi = - 211,946 + 45,969 KA – 88,463 JPA + 1,746 JKA - 0,117 JRSA + 11,789 TP + 0,00000288 RPDT
Pada hasil regresi yang telah dilakukan terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pada taraf kepercayaan 95 % yaitu rata-rata pendapatan (RPDT), jumlah kebutuhan air (JKA), dan jumlah pengguna air
(JPA) . Variabel yang tidak berpengaruh nyata dengan taraf kepercayaan 95 % adalah tingkat pendidikan (TP), kualitas air (KA), dan jarak rumah ke
sumber air (JRSA). Pernyataan berpengaruh atau tidaknya suatu variabel diperoleh dari nilai sig yaitu apabila sig < 0,05 maka variavel akan berpengaruh nyata dan begitu juga sebaliknya untuk variable yang tidak berpengaruh nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Algifari (2000) bahwa dalam kasus ekonomi dan bisnis seringkali dijumpai perubahan suatu variabel disebabkan oleh beberapa variabel lain.
Variabel rata-rata pendapatan rumah tangga (RPDT) memiliki nilai Sig sebesar 0,014 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf nyata α (5 persen). Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti bahwa dengan pendapatan responden yang tergolong rendah, tetapi responden tetap berkeinginan memberi nilai WTP yang tinggi seperti halnya responden yang rata-rata pendapatannya tinggi, hal ini disebabkan masyarakat pada Desa Sibanggor Tonga nilai ekonomi yang tergolong rendah sudah bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga responden mau memberikan sisa
(44)
pendapatannya untuk sebagai upaya konservasi mata air Aek Arnga dalam bentuk pembayaran jasa lingkungan.
Variabel jumlah kebutuhan air memiliki Sig sebesar 0,022 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α (5 persen). Nilai koefisien yang bertanda positif (+) berarti bahwa semakin besar jumlah kebutuhan air yang responden peroleh dari mata air Aek Arnga maka responden akan memberikan nilai WTP yang semakin tinggi, hal ini disebabkan bahwa semakin besar jumlah air yang dimanfaatkan responden dari mata air Aek Arnga maka responden semakin menyadari bahwa di masa yang akan datang akan terjadi penurunan kuantitas dari mata air Aek Arnga sehingga diperlukan suatu upaya konservasi untuk mencegah penurunan tersebut. Menurut Afifah (2013) bahwa masyarakat mempunyai kewajiban untuk melakukan konservasi terhadap sumber air, agar sumber air sebagai jasa lingkungan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam upaya konservasi adalah dana.
Variabel penilaian terhadap Jumlah Pengguna Air memiliki nilai Sig sebesar 0,026 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf α (5 persen). Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti bahwa banyaknya jumlah keluarga yang menggunakan air dalam rumah tangga tidak seimbang dengan nilai WTP responden yang ditawarkan untuk biaya upaya konservasi dalam mencegah penurunan kualitas air di masa mendatang, yaitu responden memberikan penawaran WTP yang rendah dengan jumlah pemakai yang banyak.
Variabel-variabel yang tidak mempengaruhi nilai WTP merupakan variabel yang sifatnya kurang mempengaruhi keinginan responden dalam
(45)
melakukan pembayaran jasa lingkungan hutan. Dari hasil wawancara dengan responden tentang kualitas air, tingkat pendidikan dan jarak rumah ke mata air tidak menjadi masalah besar bagi masyarakat. Hal yang selalu masyarakat pertimbangkan dalam pembayararan jasa lingkungan adalah melihat dari pendapatan, jumlah pengguna air dan jumlah kebutuhan air mereka. Masyarakat merasa perlu membayar jasa lingkungan hidup berupa mata air tersebut berdasarkan pendapatan karena hidup keluarga responden sangat berantung pada mata air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cholil (1998) yang menyatakan bahwa tubuh manusia itu sendiri, lebih dari 70% tersusun dari air, sehingga ketergantungannya akan air sangat tinggi. Manusia membutuhkan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pertanian, industri, maupun kebutuhan domestik, termasuk air bersih. Hal ini berarti bahwa pertambahan jumlah penduduk yang terus menerus terjadi, membutuhkan usaha yang sadar dan sengaja agar sumber daya air dapat tersedia secara berkelanjutan.
Analisis Pembayaran Jasa Lingkungan Terhadap Biaya Pemulihan Ekologi Hutan
Nilai potensial pemanfaatan jasa lingkungan merupakan total jumlah pemakaian jasa lingkungan oleh masyarakat. Sebagai pengguna air, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat mempunyai tanggung jawab dalam melakukan kewajibannya untuk menjaga kelestarian hutan. Tanggung jawab ini dapat kompensasi agar kebutuhan sumber air terpenuhi. Dan sebagai pengguna merasa yakin bahwa dana yang dihimpun untuk pengelolaan sumber daya air digunakan dengan sebaik-baiknya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas jasa air.
(46)
Nilai potensial pemanfaatan jasa lingkungan dari mata air Aek Arnga
didapatkan dari perkalian jumlah pemanfaatan jasa lingkungan dengan nilai rata-rata WTP dari masyarakat Desa Sibanggor Tonga. Jumlah pemanfaatan jasa
lingkungan mata air Aek Arnga dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Pemanfaatan Jasa Lingkungan Mata Air Aek Arnga untuk Kebutuhan Rumah Tangga Masyarakat Desa Sibanggor Tonga
No Banyaknya pemanfaatan (Liter/hari) Frekuensi (Responde n) Frekuensi Relatif Total (liter/hari )
1 19 0 0 0
2 38 0 0 0
3 57 0 0 0
4 76 0 0 0
5 95 0 0 0
6 114 4 13.33 1520.00
7 133 1 3.33 443.33
8 152 0 0 0
9 171 0 0 0
10 190 6 20.00 3800.00
11 209 0 0 0
12 228 6 20 4560.00
13 247 0 0 0
14 266 0 0 0
15 285 0 0 0
16 304 5 16.67 5066.67
17 323 2 6.67 2153.33
18 342 1 3.33 1140.00
19 361 0 0 0
20 380 1 3.33 1266.67
21 399 0 0 0
22 418 0 0 0
23 437 3 10.00 4370.00
24 456 0 0 0
25 475 1 3.33 1583.33
Total 30 100 25903.33
Nilai potensial lingkungan adalah total pemanfaatan jasa lingkungan (25903,33 liter/hari) dikalikan dengan rata-rata WTP (Rp. 119,30 /liter ) maka
(47)
Rp. 3.090.267,27/hari atau Rp. 1.127.947.553,18/tahun dari total pemanfaatan jasa lingkungan mata air Aek Arnga sebesar 25.903,33 liter/hari atau 9.454.715,45 liter/tahun.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Sumber Daya Alam
(2009) biaya pemulihan ekologi hutan per hektar per tahun adalah sebesar Rp. 110.275.000 sehingga dengan nilai poensial tersebut dapat dilakukan untuk
pemulihan ekologi hutan seluas 10,23 Ha. Hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai potensial pemanfaatan yang tergolong besar dapat memenuhi biaya pemulihan ekologi hutan dan hal ini dapat mengurangi tingkat degradasi lingkungan.
Kebijakan Pengelolaan Mata Air Aek Arnga melalui Pembayaran Jasa Lingkungan
Sampai saat ini pengelolaan jasa lingkungan yang dihasilkan oleh mata air Aek Arnga belum pernah ada. Padahal pengelolaan tersebut sangat diperlukan, mata air ini merupakan pemasok air utama kebutuhan rumah tangga . Selain itu pemanfaatan mata air Aek Arnga juga sebagai air untuk keperluan irigasi persawahan yang membentang disepanjang daerah aliran mata air yang akan memberikan dampak positif dan dampak negatif terhadap kualitas dan kuantitas mata air Aek Arnga.
Berdasarkan keterangan responden, pada bagian pemandian masyarakat terdapat berbagai timbunan sampah yang ditinggalkan masyarakat sewaktu melakukakn kegiatan pada pemandian yang nantinya dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air di mata air Aek Arnga. Sehingga diperlukan suatu pengelolaan lingkungan oleh berbagai pihak terkait. Dengan adanya pengelolaan
(48)
yang terpadu maka dampak yang dapat diharapkan adalah meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan jasa lingkungan (PJL).
Dengan adanya peningkatan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya air secara terpadu maka diharapkan PJL dapat diterapkan oleh masyarakat pedesaan. Menurut pernyataan Merryna (2009) yaitu sebelum adanya realisasi dari pelaksanaan PJL pada taraf masyarakat sebaiknya terlebih dahulu dilakukan penetapan pihak penyedia jasa lingkungan beserta lokasi penyedia jasa lingkungan kemudian pembentukan kelembagaan serta aturan-aturan yang mengatur mekanisme PJL.
Lokasi penyedia jasa lingkungan bisa ditetapkan dimana saja, termasuk pada dearah Kecamatan Puncak Sorik Marapi karena daerah ini merupakan lokasi strategis dengan hutan yang masih terbilang bagus dan jasan lingkungan yang melimpah. Di derah ini dapat ditentukan prosedur-prosedur pembayaran jasa lingkungan dengan membuat berbagai pihak pemerintah maupun masyarakat yang akan menangani pembayaran jasa lingkungan mata air Aek Arnga.
(49)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Nilai rataan WTP responden adalah Rp.119,30/KK/liter/hari, untuk setiap kepala keluarga (KK) yang membayar pembayaran jasa lingkungan sebagai
upaya konservasi mata air Aek Arnga dan total nilai WTP adalah Rp. 15.985,12/liter. Nilai potensial pemanfaatan jasa lingkungan mata air Aek
Arnga adalah Rp. 1.127.947.553,18/tahun. Total biaya pemanfaatan jasa lingkungan mata air Aek Arnga sebesar 9.454.715,45 liter/tahun.
2. Faktor yang mempengaruhi nilai Willingness to pay (WTP) adalah Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga (RPDT), Jumlah Kebutuhan Air (JKA), dan Jumlah Pengguna Air (JPA).
3. Interpretasi variabel-variabel tersebut adalah : a) Interpretasi variabel rata-rata pendapatan rumah tangga adalah dengan pendapatan responden yang tergolong rendah, tetapi responden tetap berkeinginan memberi nilai WTP yang tinggi, b) Interpretasi variabel jumlah kebutuhan air adalah semakin besar jumlah kebutuhan air yang responden peroleh dari mata air Aek Arnga
maka responden akan memberikan nilai WTP yang semakin tinggi, c) Interpretasi variabel Jumlah pengguna air adalah banyaknya jumlah
anggota keluarga yang menggunakan air dalam rumah tangga tidak seimbang dengan nilai WTP responden yang ditawarkan.
(50)
Saran
1. Diperlukan suatu pendekatan terhadap masyarakat mengenai Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) yang akan dilakukan dan penyebaran informasi mengenai dampak positif dan negatif dari diberlakukannya kebijakan PJL. 2. Diperlukan kebijakan dari pemerintah setempat untuk membuat suatu
mekanisme pembayaran jasa lingkungan kepada masyarakat agar masyarakat lebih mudah untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan
3. Diharapkan kepada masyarakat dengan pendapatan dan penggunaan air terbesar dapat memberikan kesediaan membayar yang lebih tinggi sehingga biaya konservasi mata air aek arnga akan terselenggara dengan baik.
(51)
DAPTAR PUSTAKA
Adirianto, B. 2012. Potensi Nilai Ekonomi Total Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Afifah, KN. 2013. Analisis Willingness to pay Jasa Lingkungan Air untuk Konservasi di Taman Wisata Alam Kerandangan Kabupaten Lombok Barat Provinsi NTB. Program Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegiro. Semarang.
Algifari. 2000. Analisis Regresi: Teori, kasus, dan solusi. BPFE. Yogyakarta Arifudin. 1990. Studi Permintaan Terhadap Manfaat Rekreasi di Kawasan
Pelestarian Alam Cibodas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jurusan Manajemen hutan, Fakultas Kehutanan IPS. Bogor.
Cholil, M. 1998. Analisis Penurunan Muka Air tanah di Kotamadya Surakarta. Forum Geografi, 12(23). di Provinsi Banten. Pemerintah Provinsi Banten. Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
Dinas Kehutanan dam Perkebunan. 2006. Kajian Pembayaran Jasa Lingkungan.
Dinauli, H., 2001, Analisis Ability To Pay dan Willingness To Pay Tarif Angkutan Kota (Studi Kasus : Kotamadya Medan), Master Theses, ITB Central Library, Bandung, http://www.lib.itb.ac.id/ [17 Juli 2006]. Dryden Press.
Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environmental. Edward Elgar Publishing England.
Hokby, S., and Tore Soderqvist, 2001, “Elasticities of Demand and Willingness To Pay for Environtmental Services in Sweden”, 11th Annual Conference of the European Association of Environtmental and Resource Economists, Southampton, UK, http://papers.ssrn.com/, pp.1-37 [14 Juli 2006].
Horowitz, J. K., and K. E. McConnell, 2001, “Willingness To Accept, Willingness To Pay and The Income Effect”, Department of Agricultural and Resource Economics, University of Maryland, pp. 1-22, http://papers.ssrn. com/paper/id=261107/ [14 Juli 2006].
(52)
Kurniawan,D. 2008. Regresi Linear. R Development Core Team (2008). R: A language and environment for statistical computing. R Foundation for Statistical Computing, Vienna, Austria. ISBN 3-900051-07-0, URL http://www.R-project.org [14 Agustus 2014]
Lembaga Sumber Daya Alam. 2009. Kerugian Negara Berdasarkan Kerusakan Lingkungan. Dalam laporan Lembaga Sumberdaya Alam. www.elsdainstitut.or.id/modul/audit/kehutanan/kerusakan.lingkungan.pdf. diakses pada tanggal [18 Desember 2011]
Merryna, A. 2009. Analisis Willingness to Pay Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan
Manajemen. IPB. http://analisis willingness to pay.com. [7 Desember 2013].
Mitchell, B dan Carson. 1989. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press
Nababan, T.S dan Juara S. 2008. Aplikasi Willingness to Pay Sebagai Proksi Terhadap Variabel Harga: Suatu Model Empirik dalam Estimasi Permintaan Energi Listrik Rumah Tangga. Visi (2008) 16 443 – 457 [14 Januari 2014].
Nahib, Irmadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Tidak Pulih Berbasis Ekonomi Sumberdaya. Ilmiah Geomatika 12(1): 37-45
Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Perloff, J. M., 2004, Microeconomics, Third Edition, Pearson Education Inc., Pearson Addison Wesley, New York, USA.
PSE-KP UGM (Pusat Studi Ekonomi-Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada), 2002, Analisis Tarif Listrik Regional di Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta (Laporan Akhir), Kerjasama PSE-KP UGM & PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Distribusi Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Purwanto dkk. 2003. Praktek pengelolaan sumber daya lahan dan Hutan masyarakat tradisional kampung naga (land and forest management practice in kampong naga Traditional community). Pengelolaan DAS Dinamika Komunitas Vegetasi 9(3): 1-12
Ramathan, R. 1997. Introductory Economics with Applications. Philadelpia. The Research. Center for International Forestry Research.
Sianturi, A. 2001. Analisis Penerimaan Sumberdaya Hutan. Sosial Ekonomi 2(1): 1-14
(53)
Simonson, I., and Aimee Drolet, 2003, “Anchoring Effects on Consumers’ Willingness To Pay and Willingness To Accept”, Research Paper Series No. 1787, Stanford Graduate School of Business, http://papers.ssrn.com/, pp.1-38 [14 Juli 2006].
Tampubolon, R. 2008. Studi Jasa Lingkungan Di Kawasan Danau Toba. ITTO. Japan. http://www.forda-mof.org. [ 4 April 2014].
Wang, H., and Dale Whittington, 2006, “Willingness To Pay for Air Quality Improvement in Sofia, Bulgaria”, Development Research Group, World Bank, http://papers.ssrn.com/, pp.1-27 [14 Juli 2006].
Wunder, Sven. 2005. Payment for Enviromental Services : Some Nuts and Bolts. Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijaksanaan
Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta : CV. Akademika Presindo.
Yasril dan HS Kasjono. 2009. Analisis Multivariat untuk Penelitian Kesehatan. Mitra Cendikia Press. Jogjakarta.
Zhao, J., and Catherine L. Kling, 2004, “Willingness To Pay, Compensating Variation, and the Cost of Commitment”, Economic Inquiry, Vol. 42, No. 3, July 2004, pp. 503-517.
(1)
yang terpadu maka dampak yang dapat diharapkan adalah meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan jasa lingkungan (PJL).
Dengan adanya peningkatan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya air secara terpadu maka diharapkan PJL dapat diterapkan oleh masyarakat pedesaan. Menurut pernyataan Merryna (2009) yaitu sebelum adanya realisasi dari pelaksanaan PJL pada taraf masyarakat sebaiknya terlebih dahulu dilakukan penetapan pihak penyedia jasa lingkungan beserta lokasi penyedia jasa lingkungan kemudian pembentukan kelembagaan serta aturan-aturan yang mengatur mekanisme PJL.
Lokasi penyedia jasa lingkungan bisa ditetapkan dimana saja, termasuk pada dearah Kecamatan Puncak Sorik Marapi karena daerah ini merupakan lokasi strategis dengan hutan yang masih terbilang bagus dan jasan lingkungan yang melimpah. Di derah ini dapat ditentukan prosedur-prosedur pembayaran jasa lingkungan dengan membuat berbagai pihak pemerintah maupun masyarakat yang akan menangani pembayaran jasa lingkungan mata air Aek Arnga.
(2)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Nilai rataan WTP responden adalah Rp.119,30/KK/liter/hari, untuk setiap kepala keluarga (KK) yang membayar pembayaran jasa lingkungan sebagai
upaya konservasi mata air Aek Arnga dan total nilai WTP adalah Rp. 15.985,12/liter. Nilai potensial pemanfaatan jasa lingkungan mata air Aek
Arnga adalah Rp. 1.127.947.553,18/tahun. Total biaya pemanfaatan jasa lingkungan mata air Aek Arnga sebesar 9.454.715,45 liter/tahun.
2. Faktor yang mempengaruhi nilai Willingness to pay (WTP) adalah Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga (RPDT), Jumlah Kebutuhan Air (JKA), dan Jumlah Pengguna Air (JPA).
3. Interpretasi variabel-variabel tersebut adalah : a) Interpretasi variabel rata-rata pendapatan rumah tangga adalah dengan pendapatan responden yang tergolong rendah, tetapi responden tetap berkeinginan memberi nilai WTP yang tinggi, b) Interpretasi variabel jumlah kebutuhan air adalah semakin besar jumlah kebutuhan air yang responden peroleh dari mata air Aek Arnga
maka responden akan memberikan nilai WTP yang semakin tinggi, c) Interpretasi variabel Jumlah pengguna air adalah banyaknya jumlah
anggota keluarga yang menggunakan air dalam rumah tangga tidak seimbang dengan nilai WTP responden yang ditawarkan.
(3)
Saran
1. Diperlukan suatu pendekatan terhadap masyarakat mengenai Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) yang akan dilakukan dan penyebaran informasi mengenai dampak positif dan negatif dari diberlakukannya kebijakan PJL. 2. Diperlukan kebijakan dari pemerintah setempat untuk membuat suatu
mekanisme pembayaran jasa lingkungan kepada masyarakat agar masyarakat lebih mudah untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan
3. Diharapkan kepada masyarakat dengan pendapatan dan penggunaan air terbesar dapat memberikan kesediaan membayar yang lebih tinggi sehingga biaya konservasi mata air aek arnga akan terselenggara dengan baik.
(4)
DAPTAR PUSTAKA
Adirianto, B. 2012. Potensi Nilai Ekonomi Total Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Afifah, KN. 2013. Analisis Willingness to pay Jasa Lingkungan Air untuk Konservasi di Taman Wisata Alam Kerandangan Kabupaten Lombok Barat Provinsi NTB. Program Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegiro. Semarang.
Algifari. 2000. Analisis Regresi: Teori, kasus, dan solusi. BPFE. Yogyakarta Arifudin. 1990. Studi Permintaan Terhadap Manfaat Rekreasi di Kawasan
Pelestarian Alam Cibodas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jurusan Manajemen hutan, Fakultas Kehutanan IPS. Bogor.
Cholil, M. 1998. Analisis Penurunan Muka Air tanah di Kotamadya Surakarta. Forum Geografi, 12(23). di Provinsi Banten. Pemerintah Provinsi Banten. Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
Dinas Kehutanan dam Perkebunan. 2006. Kajian Pembayaran Jasa Lingkungan. Dinauli, H., 2001, Analisis Ability To Pay dan Willingness To Pay Tarif Angkutan
Kota (Studi Kasus : Kotamadya Medan), Master Theses, ITB Central
Library, Bandung, http://www.lib.itb.ac.id/ [17 Juli 2006]. Dryden Press.
Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environmental. Edward Elgar Publishing England.
Hokby, S., and Tore Soderqvist, 2001, “Elasticities of Demand and Willingness To Pay for Environtmental Services in Sweden”, 11th Annual Conference of the European Association of Environtmental and Resource Economists, Southampton, UK, http://papers.ssrn.com/, pp.1-37 [14 Juli 2006].
Horowitz, J. K., and K. E. McConnell, 2001, “Willingness To Accept, Willingness To Pay and The Income Effect”, Department of Agricultural and Resource Economics, University of Maryland, pp. 1-22, http://papers.ssrn. com/paper/id=261107/ [14 Juli 2006].
(5)
Kurniawan,D. 2008. Regresi Linear. R Development Core Team (2008). R: A language and environment for statistical computing. R Foundation for Statistical Computing, Vienna, Austria. ISBN 3-900051-07-0, URL http://www.R-project.org [14 Agustus 2014]
Lembaga Sumber Daya Alam. 2009. Kerugian Negara Berdasarkan Kerusakan Lingkungan. Dalam laporan Lembaga Sumberdaya Alam. www.elsdainstitut.or.id/modul/audit/kehutanan/kerusakan.lingkungan.pdf. diakses pada tanggal [18 Desember 2011]
Merryna, A. 2009. Analisis Willingness to Pay Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan
Manajemen. IPB. http://analisis willingness to pay.com. [7 Desember 2013].
Mitchell, B dan Carson. 1989. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press
Nababan, T.S dan Juara S. 2008. Aplikasi Willingness to Pay Sebagai Proksi Terhadap Variabel Harga: Suatu Model Empirik dalam Estimasi Permintaan Energi Listrik Rumah Tangga. Visi (2008) 16 443 – 457 [14 Januari 2014].
Nahib, Irmadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Tidak Pulih Berbasis Ekonomi Sumberdaya. Ilmiah Geomatika 12(1): 37-45
Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Perloff, J. M., 2004, Microeconomics, Third Edition, Pearson Education Inc., Pearson Addison Wesley, New York, USA.
PSE-KP UGM (Pusat Studi Ekonomi-Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada), 2002, Analisis Tarif Listrik Regional di Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta (Laporan Akhir), Kerjasama PSE-KP UGM & PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Distribusi Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Purwanto dkk. 2003. Praktek pengelolaan sumber daya lahan dan Hutan masyarakat tradisional kampung naga (land and forest management practice in kampong naga Traditional community). Pengelolaan DAS Dinamika Komunitas Vegetasi 9(3): 1-12
Ramathan, R. 1997. Introductory Economics with Applications. Philadelpia. The Research. Center for International Forestry Research.
(6)
Simonson, I., and Aimee Drolet, 2003, “Anchoring Effects on Consumers’ Willingness To Pay and Willingness To Accept”, Research Paper Series No. 1787, Stanford Graduate School of Business, http://papers.ssrn.com/, pp.1-38 [14 Juli 2006].
Tampubolon, R. 2008. Studi Jasa Lingkungan Di Kawasan Danau Toba. ITTO. Japan. http://www.forda-mof.org. [ 4 April 2014].
Wang, H., and Dale Whittington, 2006, “Willingness To Pay for Air Quality Improvement in Sofia, Bulgaria”, Development Research Group, World Bank, http://papers.ssrn.com/, pp.1-27 [14 Juli 2006].
Wunder, Sven. 2005. Payment for Enviromental Services : Some Nuts and Bolts. Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijaksanaan
Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta : CV. Akademika Presindo.
Yasril dan HS Kasjono. 2009. Analisis Multivariat untuk Penelitian Kesehatan. Mitra Cendikia Press. Jogjakarta.
Zhao, J., and Catherine L. Kling, 2004, “Willingness To Pay, Compensating Variation, and the Cost of Commitment”, Economic Inquiry, Vol. 42, No. 3, July 2004, pp. 503-517.