Peranan Kadar C3 dan C4 pada Penderita Diabetes Mellitus

TINJAUAN PUSTAKA

Peranan Kadar C3 dan C4 pada Penderita Diabetes Mellitus
Abdul Gani
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNSYIAH
RSUD. dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh

Abstrak: Sistem komplemen merupakan salah satu mediator utama reaksi radang, dan penting
perananya dalam pertahanan tubuh menghadapi infeksi. Aktivitas biologiknya adalah sebagai
anafilatoksin, ikut dalam netralisasi virus, khemotaksis lekosit dan opsonisasi, merangsang
granulositosis dan pembentukan antibody serta limfokin, mempertinggi sitotoksis sel K(killer
cell), inaktifasi endotoksin, dan pada akhirnya menyebabkan lisisnya mikroorganisme. Pada
penderita dengan defisiensi komponen komplemen dilaporkan lebih mudah terkena infeksi atau
penyakit “kolagen vaskuler”. Demikian pula pada defisiensi komponen komplemen ketiga (C3)
dan komponen ke empat (C4). Diduga terjadinya penyakit “kolagen vaskuler” juga didahului
dengan infeksi.
Kata kunci: C3 and C4, Diabetes Mellitus
Abstract: The complement system in one of the principal mediators of the inflammatory respon
and thereby, serves as an essential function in host defense against infection. The biologic activites
of the complement are virus neutralization, anaphylatoxin, chemotaxis of leucocytes,
opsonization, enhacing induction of antibody formation, stimulating lymphokine production,

enhancing killer cell citotoxicity, inducing granulocytosis, endotoxin inactivation and lysis of
microorganisms. Patients with complement deficiencies such as C3 and C4 were reported to have
had a high incidence of infections or “collagen vascular disease”. The reason of the occurrence of
the “collagen vascular disease” was not known, but it might have been originated by infections.
Keywords: C3 and C4, Diabetes Mellitus

PENDAHULUAN
Terdapat bukti bahwa komplemen (C)
ikut berperan dalam pertahanan tubuh
menghadapi infeksi. Defisiensi komponen
komplemen ketiga (C3) dilaporkan sebagai
yang bertanggung jawab atas bertambahnya
kepekaan terhadap infeksi. Diduga defisiensi
komponen komplemen (C4) juga memberi
pengaruh yang serupa. Adanya gangguan
fungsi yang berkaitan dengan aktivitas
komplemen seperti fagositosis (opsonisasi),
khemotaksis dan pembentukan anafilatoksin
diduga yang menjadi sebab turunnya
pertahanan tubuh. Diabetes Mellitus (DM)

yang terawat jelek (poorly controlled) akan
menurunkan efisiensi pertahanan tubuh.
194

Dengan perawata DM yang baik (well
controlled) ketahanan penderita terhadap
(1,2)
Adapun
infeksi
dapat
ditingkatkan.
keseluruhan sebab yang menjelaskan tinggi
insidens dan beratnya infeksi pada penderita
DM masih banyak belum terungkap. Terdapat
laporan bahwa fagositosis dan khemotaksis
lekosit dan aktivitas opsonisasi serum
(3)
penderita DM menurun. Dalam hal ini
terlihat adanya persamaan dengan gangguan
aktivitas komplemen. Dengan demikian,

mungkin sistem komplemen ikut terlibat atau
setidak-tidaknya merupakan salah satu faktor
yang ikut bertanggung jawab terhadap
gangguan
sistem
pertahanan
tubuh
(1,2,3)
tersebut.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 3 y September 2008

Abdul Gani

Peristilahan dalam Sistem Komplemen
Dari
komponen-komponen
sistem
komplemen, sebanyak 9 buah disingkat
dengan huruf C besar dan di belakangnya

diberi
angka
sesuai
dengan
urutan
ditemukannya, yakni C1,C2,C3,C4 dan
seterusnya sampai C9. Komponen pertama
(C1)
terdiri
dari
3
subkomponen,
C1q,C1r,C1s. Garis datar di atas angka
merupakan tanda komponen yang aktif,
ditandai dengan huruf kecil a, b, c atau d.
Huruf a menandai pecahan kecil yang
dibebaskan kecairan sekitarnya, sedangkan
huruf b menandai pecahan besar yang
berikatan dengan komponen aktif yang
memecahnya atau dengan suatu komplek

imun, sebagai contoh C3a dan C3b. Dalam
hal ini C2 merupakan perkecualian, C2a
(1,2,4)
. Sistem
adalah pecahan yang besar
komplemen akan menjadi aktif lewat 2 jalur,
yakni jalur klasik dan jalur alternatif (jalur
properdin).
Dikenal 3 komponen lain yang terlibat
dalam aktifasi jalur alternatif, yakni faltor B, D
dan P (properdin), bila aktif ditulis B, D dan
P.
Selain itu terdapat 2 komponen yang
berfungsi sebagai inaktifator, yakni C1 Ina dan
C3 Ina (1,2,3).
Mekanisme Kerja Sistem Komplemen
Prinsip-prinsip berikut ini merupakan
dasar untuk memahami fungsi komplemen
(1,2,3).
1. Sistem komplemen termasuk salah satu

mediator reaksi radang. Sistem tersebut
merupakan interaksi dari komponenkomponen yang berwujud protein.
2. Komponen-komponen yang berinteraksi
secar runtut (cascade), aktifasi tiap
komponen berlangsung setelah aktifasi
komponen sebelumnya.
3. Interaksi pada jalur klasik berlangsung
dengan urutan “antigen antibodi – C
142356789”. Sedangkan untuk jalur
alternatif urutannya ialah “aktifator –
(antibodi) – sistem properdin – C356789”;
dalam hal ini peranan antibodi masih
dipertanyakan. Kedua jalur teresbut saling
berinteraksi; di samping itu juga
berinteraksi dengan sistem pembekuan
darah.
4. Interaksi 5 komponen pertama (C14235)
bersifat enzimatis, aktifasi berarti merubah

Peranan Kadar C3 dan C4...


komponen menjadi enzim. Pada mulanya
sebagai hasil interaksi dengan antibodi, C1
menjadi aktif. Selanjutnya C4, C2, C3, C5
dan begitu pula dengan B pada jalur
alternatif aktifasinya secara berurutan
dilakukan oleh komponen sebelumnya
yang telah aktif. Adapun antara C5b, C6,
C7, C8 dan C9 berinteraksi dengan saling
berikatan satu sama lain dalam bentuk
ikatan nonkovalen atau ikatan hidrofobi;
dengan demikian sifat molekul yang
terbentuk sebelumnya berubah.
Aktifasi Jalur Klasik dan Jalur Alternatif
Jalur klasik
SKEMA
1.
menguraikan
tahapan
komponen komplemen berinteraksi. Sebagai

standard in vitro untuk mempelajari interaksi
pada jalur klasik adalah eritrosit dan
(4,5)
. Aktifasi jalur klasik dimulai
antibodinya
(1)
dengan fiksasi C1q pada bagian Fc antibodi .
CRP (C-reactive protein) yang terikat
mikroorganisme juga dapat mengikat C1q
(4)
untuk memulai rangkaian reaksi aktifasi .
Reaksi terakhir ini sangat penting sebagai
pencetus reaksi radang pada saat antibody dari
antigen tersebut belum terbentuk. Aktifasi C4
dan C2 menghasilkan fragmen yang sifatnya
menyerupai kinin, menaikkan permeabilitas
(5)
venula post-kapiler, menyebabkan edema .
Fragmen C4b difiksasi membentuk kompleks
EAC14b

yang
berkemampuan
untuk
menempel ke berbagai sel, diantaranya ke
neutrofil, monosit dan eritrosit; fenomena ini
(2,3)
. Pemecahan
disebut “immune adherence”
C3 dilakukan oleh kompleks EAC142 (“C3
convertase” jalur klasik). Fragmen C3b yang
terfiksasi pada kompleks molekul tersebut
kemudian
menempel
pada
sel
yang
mempunyai reseptor C3b, seperti limfosit B,
eritrosit dan fagosit (neutrofil, monosit,
makrofag). Dengan cara seperti ini fagositosis
menjadi efesien. Oleh C3bIna fragmen C3b

diinaktifkan menjadi C3d yang tetap terikat
pada kompleks malekul, dan dilepaskan C3c
(3)
. Fragmen C3a dan C5a bersifat sebagai
anafilatoksin, mempengaruhi sel mast dan
basofil mengeluarkan mediator vasoaktif. Ada
pula fragmen C3 dan C5 yang merupakan
khemotaksis fagosit, dan masing-masing sifat
(2,3).
fisikokimiawinya menyerupai C3a dan C5a
Skema 1. Aktifasi komplemen pada jalur
klasik dan interaksinya, dengan jalur alternatif.
(Johnston
dkk.
1989).
E=
eritrosit.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 3 y September 2008


195

Tinjauan Pustaka

A=antibodi, C-CRP= Kompleks C- reactive
protein.
Pengrasakan membran sel (membrane
attack) sebagai permulaan sitolisis dimulai
setelah C5b terikat pada C423. Selanjutnya
C6 tanpa terpecah berikatan dengan C5b,
berfungsi menstabilkan C5b. Pada tahap
berikutnya kompleks C5b6 terlepas dari C423
dan bereaksi dengan C7. Agar kemampuan
lisisnya tidak hilang, kompleks C5b67 harus
segera berikatan dengan membran sel;
kompleks C5b67 yang bebas bersifat
khemotaksis. Kemudian dengan terikatnya C8
dan C9 pada kompleks tersebut terjadilah
(2,3)
Suatu
mekanisme
kontrol
sitolisis .
mencegah aktifasi komplemen yang berlebihlebihan. C1 Ina menghambat kerja esterolisis
C1s--Æ memecah C4 dan C2. Dalam 55 detik
(6)
sebanyak 90% C1 telah terikat pada C1 Ina .
0
Pada suhu 37 C waktu paruh C2 hanya
sekitar 8 menit, hal ini menjadi pembatas
waktu efektif C42 dan C423. Aktivitas C3a
dan C5a akan terhenti setelah dipecah
anafilaktoksin inaktifator yang beredar di
dalam serum. C3b Ina memecah C3b, C4b,
dan mungkin juga C5b menjadi fragmen
(1,2,3,6)
.
inaktif
Jalur alternatif (properdin)
Permulaan aktifasi berupa interaksi
antigen (polisakharida atau liposakharida) atau

agregasi imunoglobulin dengan IF (initiating
(7)
faktor) yang belum diketahui ; mungkin pula
(8)
berupa interaksi antigen antibodi . Diduga
dalam aktifasi ini C1 atau C1s terlibat, namun
(6,7)
.
tanpa mengikut sertakan C4 dan C2
Sebagai hasil interaksi tersebut P dan D
menjadi P dan D. Selanjutnya D memecah B
menjadi Bb dan Ba; pemecahan ini
membutuhkan Mg ++ dan C3b atau CoVF.
Kompleks C3bBb atau CoVFBb yang
kemudian
terbentuk
merupakan
“C3
convertase”.
Dilaporkan
bahwa
enzim
proteolisis (plasmin, tripsin, pronase) juga
(5,6)
. Dengan terikatnya
berfungsi seperti D
properdin (P) pada kompleks C3bBb, kerja
C3b Ina dihambat dan kompleks tersebut
(7)
menjadi lebih stabil . Pada aktifasi sistem
properdin ini, C3b dapat diperoleh dari hasil
aktifasi jalur klasik, atau dari pemecahan C3
oleh trombin dan plasmin pada koagulasi
darah, protease lekosit, dan tripsin. Seperti
terlihat pada skema.2, C3b lewat alur
amplifikasi merangsang terbentuknya C3b
lebih banyak; pengaturan amplifikasi ini
(6)
dilakukan oleh C3b Ina .
Skema 2. Aktifasi komplemen pada
jalur alternatif (Johnston dkk. 1989).
Ab = antibodi; Ig = imunoglobulin; Ag =
antigen; IF = initiating faktor; CoVF = cobra
venom factor.

Sistem komplemen
Klasik

Alternatif

EA

C1

C-kinin

C4a

C-CRP
EAC1

C4

EAC146
Adherence

C1 Ina

C2
EAC142

Sistem
Properdin

C3

C3b Ina

C3b Ina

Amplifikasi C3b

C3a Anafilatoksin

Fagositosis
Immune adherence
Terikat sel B

EAC1423b

C5
EC549
Sitolisis

C8
C9

EC567

C6
C7

EAC1-5b

C5a

Anafilatoksin
Khemotoksis

C567 Khemotoksis

196

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 3 y September 2008

Abdul Gani

Peranan Kadar C3 dan C4...

Skema. 2.

Polisakharida
Lipopolisakharida
(Ab)

Ig
(C1)

Jalur klasik
Plasmin
Thrombin
Tripsin
Proteasi lekosit

P
P
C3

C3

(P) C3b

C5-9
C5a

Ag(Ab)C36Bb (P)
Fagositosis
Immune adherence
Terikat sel B

Aktivitas komplemen menghadapi infeksi
Tabel 1 di bawah ini merupakan
ringkasan aktivitas komplemen menghadapi
(2,4)
infeksi
. Terdapat bukti-bukti bahwa
aktivitas C1 dan C4 menetralkan infektifitas
(5,6,7)
. Dalam netralisasi tersebut
virus
diperlukan fiksasi oleh C5, C6 dan terutama
C3b. Fiksasi ini sangat bermanfaat selagi kadar
anti bodi masih rendah, yaitu pada permulaan
(7,8,9)
infeksi
Tabel 1.
Aktivitas
infeksi(2,3).

komplemen

Komponen/fragmen
C14, C1423
C3a, C5a
Fragmen C3 dan C5, C567
C3b

C3b, C3d
Pecahan C3
C5
C1-6
C1-9

dalam

menghadapi

Aktivitas
- Netralisasi virus
- Anafilaktoksin
- Khemotaksis PMN,
monosit, eosinofil
- Opsonisasi
- Mempertinggi
sitotoksisitas sel K
- Merangsang produksi
limfokin
- Induksi pembentukan
antibodi
- Induksi granulositosis
- Opsonisasi jamur
- Inaktifasi endotoksin
- Lisisnya virus, sel yang
terinfeksi
- Virus, sel tumor,
mikoplasma, protozoa,
Spirokhate, bakteri

Sel mast dan basofil yang berikatan
dengan C3a dan C5a akan mengeluarkan
mediator vasoaktif dan terjadilah vasodilatasi
dan keradangan. Fragmen yang berasal dari C3
dan C5 juga memudahkan influks netrofil,
(3)
monosit dan eosinofil . Diduga C3b

Bb
Ba

C3b Ina
AgC5-9
Sitolisis

IF (?)
D
D

B
C3b
Mg++
CoVF
B

C3b
C3a

menggiatkan fagositosis (opsonisasi) dengan
mempengaruhi ikatan antara antibodi dengan
(6)
reseptor Fc fagosit , kemudian opsonisasi
menjadi inaktif setelah C3b terpecah menjadi
(7)
C3b
juga
diperlukan
untuk
C3d .
mempertinggi daya sitolisis sel K (killer cell),
bekerja pada ikatan antara”antibody-coated
(6)
target cell” dengan reseptor Fc sel K . Dalam
kegiatannya, limfosit B dan T ditunjang sistem
komplemen C3 menginduksi pembentukan
(8)
; C3b merangsang produksi
antibodi
(6)
limfokin . C4 berperan pada fase pengenalan
benda asing, terbukti dengan penambahan
antibodi terhadap C4 replikasi limfosit setelah
(6,7,8)
. Fragmen C3
dicampur sel asing
dilaporkan dapat menginduksi granulositosis.
Aktivitas C3 terutama yang lewat jalur
alternatif, menghasilkan faktor-faktor yang
dapat meninggikan kapasitas fagositosis
(5)
makrofag . C5 diperlukan dalam proses
fagositosis fungi dan fagositosis lanjutan dari
(6)
“C3-coated bacteria” . Aktifasi komplemen
sampai C6 menetralkan efek letal endotoksin
(6,7)
. Sebagai hasil akhir aktifasi komplemen
ialah lisisnya virus, sel yang terinfeksi virus, sel
tumor, mikoplasma, protozoa, spirokheta dan
(1,2,3,6)
.
beberapa strain bakteri
Kelainan Sistem Komplemen
1. Jalur klasik
Kelainan sistem komplemen dibagi
menjadi defisiensi komponen komplemen
(6)
kengenital dan defisiensi dapatan . Defisiensi
kongenital dari semua komponen telah
(2,3,6)
.
dilaporkan, terkecuali defisiensi C9
Penderita-penderita tersebut lebih mudah
terkena infeksi atau penyakit “kolagen

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 3 y September 2008

197

Tinjauan Pustaka

vaskuler”. Defisiensi komplemen kongenital
yang dihubungkan dengan infeksi ialah
(9)
(6)
(8)
(9)
defisiensi C3 , C5 , C6 , C8 . Beberapa
kali septikhemi dialami 2 penderita defisiensi
C2, namun sebagian besar dari penderita ini
tanpa problem infeksi (2). Keseluruhan
keadaan
klinik
defisiensi
komplemen
(2,3)
kongenital ini dapat dilihat pada Tabel 2 .
Tabel 2.
Defisiensi komplemen kongenital: kelainan pada
jalur klasik (2,3)
Defisiensi
komponen
C1q
C1r
C1Ina
C4
C2

C3
C5
Disfungsi C5
C6
C7
C8

Keadaan klinik
- SCID (severe combined
immunodeficiency disease);
hipogamaglobulinemi
- glomerulonefritis kronis; sindroma
SLE
- angioedema; SLE
- sindroma SLE
- sindroma SLE; glomerulonefritis
membrano-proliferasi; purpura
Tenoch-Schonlein; dermatomiositis;
infeksi (jarang)
- Infeksi piogenik; penurunan respon
netrofil
- Infeksi piogenik; SLE
- piodermi; septihemi; penyakit
Leiner
- infeksi gonokokus, meningokokus
- fenomena Raynaud, sklerodaktili
- gonokoksemi sindroma SLE

Karena aktifasi C3 dapat lewat jalur
klasik ataupun jalur alternatif, maka bila salah
satu jalur terganggu dapat dikompensasi jalur
yang lain. Sebagai akibat defisiensi C3,
fragmen khemotaksis dari C3 dan C5 tidak
terbentuk dan dengan demikian fagositosis
(10)
. Hal ini menjelaskan
menjadi inefisien
terjadinya infeksi piogenik pada penderita
defisiensi C3. Dua dari tiga penderita
(6)
defisiensi C3 yang dilaporkan , respon
netrofilnya menurun.
Keterangan tentang hubungan defesiensi
komplemen
dengan
tingginya
insidens
penyakit “kolagen vaskuler” masih belum jelas.
Diduga infeksi sebagai proses pertama dan
karena penghalauan kompleks imun terganggu
(2)
maka timbullah penyakit tersebut .
2. Jalur alternatif.
Penderita infeksi piogenik berat yang
mulai pertama dilaporkan sebagai penderita
(6,10)
, ternyata kelainan dasarnya
defisiensi C3
adalah hiperkatabolisme C3 akibat defisiensi
(2,3,6)
C3bIna
. Pemberian infus plasma atau

198

(2,3,4,11)

. Bentuk
C3bIna memulihkan kadar C3
lain defisiensi C3 karena hiperkatabolisme
ditemukan pada penderita lipodistrofi partial
dengan nefritis membranoproliferasi (ginjal),
(6,11)
dan penderita dengan infeksi piogenik .
Diduga C3 dipecah oleh “C3 nefritic
factor”/C3NeF(ginjal). Gangguan aktifasi jalur
alternatif yang disertai infeksi juga ditemukan
(6)
pada penderita “sickle cell disease” dan panca
(9)
splenektomi
Sistem Komplemen pada Diabetes Mellitus
Pada penelitian yang telah dilakukan,
mendapatkan bahwa aktivitas hemolitik total
dari komplemen serum penderita diabetes
mellitus pada berbagai tingkat regulasi tidak
(8,9,12)
. Hal ini tidak berarti bahwa
berkurang
kadar tiap-tiap komponen komplemen tidak
(12)
berkurang . Pada penderita diabetes mellitus
tipe 1 mendapatkan bahwa kadar C3 untuk
yang mengindap diabetes mellitus kurang dari
satu tahun cenderung menurun dan
meningkat pada penderita yang telah sakit 1–3
tahun dan lebih 5 tahun. Kadar C4 menurun
pada penderita yang mengidap kurang dari 1
tahun dan cenderung turun pada penderita
yang telah mengidap antara 1–3 tahun. Pola
tersebut dihubungkan dengan ICA (islet cell
antibody) yang bersifat mengikat komplemen.
Berbeda dengan diabetes mellitus tipe 11, tipe
(3,11,12)
.
1 ini diduga sebagai penyakit otoimun
Dalam hal ini “complement-fixing ICA”)
dianggap yang bertanggung jawab terhadap
(3,9,11,12)
. Triolo G dkk (1991)
kerusakan sel beta
melaporkan bahwa tingginya prevalensi ICA
pada diabetes mellitus tipe 1 ada
hubungannya dengan lama mengidap sakit;
60% untuk yang mengidap kurang dari 1
tahun; 20% untuk yang 2 – 5 tahun dan hanya
5% untuk yang lebih dari 5 tahun.
KESIMPULAN
Pada
penderita
diabetes
mellitus
dilaporka terdapat penurunan fungsi lekosit
seperti khemotaksis, kemampuan menempel
(adherence)
pada
endotel,
fagositosis,
bakterisida intraseluler, penurunan aktivitas
opsonisasi serum dan imunitas “Cell
mediated”. Dalam aktivitas khemotaksis,
fagositosis dan opsonisasi tersebut diperlukan
keterlibatan sistem komplemen. Defisiensi
komponen komplemen dapat mengakibatkan
gangguan pada aktivitas tersebut. Namun

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 3 y September 2008

Abdul Gani

secara keseluruhan, apa yang menjadi sebab
lebih rentannya penderita diabetes mellitus
pada infeksi masih belum jelas. Adapun untuk
mendapatkan daya tahan tubuh yang optimal,
regulasi gula darah sangat penting.

Peranan Kadar C3 dan C4...

6.

Johnston RB, Newman SL, Struth AG.
An abnormality of the alternate pathway
of complement activation in sickle cell
disease Am, J Med 1989;288:303-308

7.

Peake PW, Kriketos AD, Camphell LV,
Charlesworth JA. Response of the
alternative complement pathway to an
oral fat load in first degree relatives of
subjects with type ll diabetes. Int J Obes
Relat Metab Disord Apr.27,.2004[Epub
ahead of print].

8.

Muscari A, Massarelli G, Bastagli L,
Poggiopollini G, Tomassetti V, Drago G,
Martignani C, Pacilli P, Boni P, Puddu P.
Relationship of serum C3 to fasting
insulin, risk factors and previous
ischaemic events in middle aged men.
Eur Heart J 2000;231:1081-1090.

9.

Weyer C, Tataranni PA, Pratley RE.
Insulin action and insulinemia are closely
related to the fasting complement C3,
but not acylation stimulating protein
concentration. Diabetes Care 2000;
23:779-785.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmed AEE, Peter JB. Clinical utility of
complement assessment. Clin Diagn Lab
Immun 1995;2:509-17
2.

Coupes BM, Ken SP, Brenchly PEC,
Short CD, Mallick NP. The temporal
relationship between urinary C5b-9 and
C3dg ang clinical parameters in human
membranous nephropathy. Nephrol Dial
Transplant 1993;8:397-401.

3.

Triolo G, Giardina E, Casiglia D,
Scarantino G, Bompiani GD. Detection
of the terminal fluid-phase complement
complex SC5b-9, in the plasma of
patients with insulin-dependent (type.1)
diabetes mellitus: Relation to increased
urinary excretion and plasma von
Wilebrand factor, Clin Exp Immunol
1991;84:53-8.

4.

Gabrielsson BG, Johansson JM, Lonn M,
Jernas M, Olbers T, Peltonen M, Larsson
I, Lonn L, Sjostrom L, Carlsson B,
Carlsson LM. High expression of
complement components in omental
adipose tissue in obese men. Obes Res
2003;11:699-708.

5.

Muscari A, Bozzoli C, Puddu GM,
Sangiorgi Z, Dormi A, Rovinetti C,
Descovich GC, Puddu P. Association of
serum C3 levels with the risk of
myocardial infarction. Am J Med
1995;98:357-364.

10. Van Harmelen V, Reynisdottir S,
Cianflone K, Degerman E, Hoffstedt J,
Nilsell K, Sniderman A, Arner P.
Mechanisms involved in the regulation of
free fatty acid release from isolated
human fat cells by acylation-stimulating
protein and insulin. J Biol Chem
1999;274: 18243-18251.
11. Ford ES. Leukocyte count, erythrocyte
sedimentation
rate,
and
diabetes
incidence in a national sample of US
adults. Am J Epidemiol 2002; 155:57-64.
12. Pickup JC, Crook MA. Is type ll diabetes
mellitus a disease of the innate immune
system? Diabetologia 1998;41:1241-1248

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 3 y September 2008

199