Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok tertentu. Penghargaan hak tersebut tercermin melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya terhadap kelompok-kelompok minoritas yang mencakup adanya jaminan bagi semua warga. Kesetaraan Hak Asasi Manusia menuntut adanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, sehingga menuntut perempuan untuk mampu bersaing dengan kaum laki-laki, namun faktor budaya dan agama merupakan salah satu penghambat bagi perempuan untuk tampil dan bersaing dalam forum publik. Peran politik sangat penting untuk mendorong kebijakan yang berkeadilan sosial, terutama yang berkaitan dengan kehidupan perempuan. Demokrasi tidak akan berdiri dengan sesungguhnya jika masih terdapat pengingkaran kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang berakibat tersingkirnya perempuan dari gelanggang politik. Kehidupan demokrasi yang sejati adalah kehidupan dimana semua warga mendapat kesempatan yang sama untuk bersuara dan di dengar. Partisipasi bila di kaitkan dengan politik, maka memiliki arti yaitu kegiatan seseorang atau sekelompok orang yang ikutserta secara aktif dalam kehidupan politik. Masalah peran dan posisi perempuan di wilayah publik, merupakan bagian dari hak-hak asasi yang setiap manusia berhak memilikinya, kaum perempuan justru banyak yang belum memahami adanya hak-hak mereka sebagai warga negara. Kaum perempuan di Indonesia masih banyak yang buta terhadap wacana politik, sehingga peran dan posisi mereka di wilayahnya dalam mengambil kebijakan masih sangat minim sehingga politik menjadi wilayah yang tabu bagi kaum perempuan. Gerakan untuk memperjuangkan kesetaraan gender khususnya untuk menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan ditandai dengan adanya, Convention on the Elimination of All Forms of Discriminations Against Women CEDAW yang kemudian diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 untuk menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan. Konvensi CEDAW mengandung prinsip-prinsip non diskriminatif, kesetaraan dan keadilan antara perempuan dan laki-laki, persamaan substantif, realisasi hak-hak perempuan yakni bahwa perempuan punya akses yang sama dan mendapat manfaat yang sama dari negara yaitu menjamin hak asasi perempuan. Kuatnya budaya patriakhi di dalam kehidupan kaum perempuan yang menyebabkan adanya bias gender dalam tatanan kehidupan masyarakat khususnya di dalam kancah politik dapat dilihat dari rendahnya keterwakilan perempuan di dalam dunia politik, hal ini merupakan akibat dari partisipasi perempuan dalam bidang politik di Indonesia masih jauh dari harapan dan keseimbangan, hal ini dapat dilihat dari terjadinya penurunan keterwakilan perempuan di dalam keanggotaan DPR dan MPR dari tahun 1992-2004 yang dapat di lihat melalui tabel sebagai berikut : Tabel 1 : Anggota DPR dan MPR Menurut Jenis Kelamin Periode Nama badan Perempuan Laki-laki Laki laki+perempuan Jumlah Jumla h Jumlah 1992-1997 DPR 60 12.5 434 87.85 494 100.00 MPR 0.00 0.00 0.00 1997-1999 DPR 56 11.20 444 88.80 500 100.00 MPR 62 12.40 438 87.60 500 100.00 1999-2004 DPR 44 8.80 456 91.20 500 100.00 MPR 19 9.74 176 90.26 195 100.00 2004-2009 DPR 53 10,73 446 89,27 499 100.00 Sumber: Sekjen MPR RI Indikator Sosial Wanita Indonesia 1999 dan 2004, BPS Terjadinya penurunan partisipasi perempuan dalam politik, sehingga pada tahun 2003 di tetapkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 pada pasal 65 yang memberi ruang bagi perempuan dengan menguatkan quota 30 untuk kaum perempuan berpartisipasi secara aktif dalam kancah politik, namun kaum perempuan tetap saja mengalami diskriminasi yang di akibatkan rendahnya kecerdasan dan tingkat pendidikan kaum perempuan. Setiap partai politik hendaknya mampu memberikan pendidikan politik, mencerdaskan, memajukan kaum perempuan terutama konstituennya. Apabila kaum perempuan masih relatif terbelakang dengan kaum pria, maka kaum perempuan harus diproses supaya siap untuk di lingkungan elit partai. Pada gambaran di atas tentang rendahnya kualitas keterwakilaan perempuan di berbagai lembaga politik formal, khususnya di kader parpol menegaskan bahwa kaum perempuan masih diterbelakangkan dalam kepartisipasiannya dalam politik. Problem ketidakadilan sosial dan politik yang dialami oleh kaum perempuan di Indonesia mendapat angin segar kembali dengan di sahkannya UU Pemilu 2009 dan UU Parpol tentang kewajiban partai-partai untuk mengusung quota 30 bagi kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam politik. Peranan perempuan dalam partisipasi politik tidak hanya berpartisipasi secara langsung ke dalam dunia politik, tetapi partisipasi juga dapat berbentuk ikutserta dalam menggunakan hak pilihnya untuk menentukan pemimpin negara. Terbukanya sistem demokrasi secara luas di Indonesia memberikan kesempatan yang baik bagi perkembangan perpolitikan bangsa. Salah satu indikator berjalannya suatu sistem politik secara demokratis dan untuk mengukur tingkat partisipasi perempuan dalam bidang politik adalah adanya keterlibatan perempuan untuk turut berpartisipasi di dalam pemilu. Keterlibatan perempuan menjadi suatu syarat mutlak bagi sebuah bangsa untuk membangun negara dengan konsep demokrasi. Keterlibatan warga negara dapat dimaknai sebagai keterlibatan yang menyeluruh tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan. Menurut Miriam Budihardjo 1992:5-6, partisipasi politik perempuan, terbagi ke dalam tiga bentuk yakni sebagai pengamat, partisipan, aktivis, dan apolitis. Partisipasi politik sebagai pengamat di tunjukan dalam bentuk memberikan suara, partisipasi politik perempuan sebagai partisipan yaitu dengan ikutserta dalam diskusi informal, partisipasi politik perempuan sebagai aktivis yaitu menjadi anggota penyelenggara pemilu dan sebagai pengurus partai politik, apolitis adalah tidak ikut dalam pemilihan umum dan bersifat acuh tak acuh terhadap dunia politik. Partisipasi politik perempuan dalam pemilihan kepala negara ataupun daerah baik di kabupatenkota maupun provinsi ternyata partisipasi politik perempuan masih sangat minim, hal ini dilihat dari hasil prariset di sebuah salah satu Pekon di Kabupaten Lampung Barat dan dapat dilihat dalam lembar tabel. 6 Tabel 2 : Rekapitulasi Data Pemilihan Presiden Tahun 2004 Rekapitulasi data pemilihan Presiden 2004 Putaran I dan Putaran II No Uraian Pemilihan Presiden Putaran Pertama Pemilihan Presiden Putaran Kedua 1 Jumlah Pemilih yang menggunakan hak pilih berdasarkan daftar salinan pemilih tetap untuk TPS Lampung Lampung Barat Lampung Lampung Barat Laki-laki 1.915.991 106.724 1.854. 102.826 Perempuan 1.784.222 87270 1.731.631 84.050 Jumlah 3.700.213 139.994 3.586.201 186.876 2 Jumlah Pemilih yang tidak menggunakan hak pilih Laki-laki 492.661 31.172 540.467 34.693 Perempuan 466.375 28.952 497.841 31.587 Jumlah 959.036 60.124 1.038.308 66.280 Sumber : Pra riset Tanggal 7 Desember 2009, Pukul 11.00 Wib- Pukul 12.00 Wib di Kantor KPU Pusat Provinsi Lampung Rekapitulasi Data Hasil Pemilihan Presiden Putaran I dan II 7 Tabel 3 : Rekapitulasi Data Pemilihan Kepala Daerah Tingkat Provinsi Lampung Tahun 2008 Rekapitulasi data Pemilihan Kepala Daerah Tingkat Provinsi tahun 2008 No Uraian Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2008 1 Jumlah Pemilih yang menggunakan hak pilih berdasarkan daftar salinan pemilih tetap untuk TPS Lampung Lampung Barat Laki-laki 1.837.079 101.672 Perempuan 1.755.220 82.949 Jumlah 3.592.299 184.621 2 Jumlah Pemilih yang tidak menggunakan hak pilih Laki-laki 944.770 55.873 Perempuan 840.739 49.279 Jumlah 1.785509 105.152 Sumber : Pra riset Tanggal 7 Desember 2009, Pukul 11.00 Wib- Pukul 12.00 Wib di Kantor KPU Pusat Provinsi Lampung Rekapitulasi Data Hasil Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Lampung Pada tahun 2004 perolehan suara dalam rekapitulasi lebih banyak yang berperan dalam partisipasi pemberian suara pada pemilihan presiden seperti yang terjadi di Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Barat khususnya Pekon Kampung Jawa yang dapat dilihat dalam tabel rekapitulasi jumlah pemilih dan suara serta tabel rekapitulasi partisipasi perempuan dalam memberikan hak suara di pemilu presiden tahun 2009, dengan tabel sebagai berikut : Tabel 4 : Rekapitulasi Jumlah Pemilih Pemilu Presiden Tahun 2009 Jumlah Pemilih Pemilu Presiden Tahun 2009 No Uraian Provinsi Lampung Lampung Barat Pekon Kampung Jawa 1. Jumlah Pemilih Dalam Daftar Pemilih Tetap Laki-laki 2.829.203 163.030 748 Perempuan 2.667.633 139.144 619 Jumlah 5.496.836 302.144 1.367 2. Jumlah Pemilih dalam DPT yang Menggunakan Hak Pilih Laki-laki 2.122.127 124.612 462 Perempuan 2.005.866 103.385 478 Jumlah 4.127.993 227.997 940 Sumber : Rekapitulasi Pemilih dan Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 dan Pra riset Tanggal 7 Desember 2009 Pukul 11.00-12.00 di kantor KPU Provinsi Lampung. Berdasarkan data hasil perolehan suara menurut DPT yang ada di Provinsi Lampung bahwa partisipasi politik masyarakat dalam memberikan hak pilih masih tergolong minim khususnya partisipasi perempuan dalam memberikan hak pilih. Tabel 5. Rekapitulasi Perhitungan Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Panitia Pemilihan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat No Pekon Jumlah DPT Perempuan Jumlah Yang Tidak Menggunakan Hak Pilih Perempuan 1 B. Kencana 586 81 13 2 W. Suluh 507 90 17 3 W. Napal 328 90 27 4 Pdg. Halu 236 52 22 5 Lintik 596 137 22 6 Pemerihan 228 50 21 7 Walur 180 21 11 8 W.Redak 304 80 26 9 Seray 525 140 26 10 Kampung Jawa 619 182 29 11 Rawas 452 86 19 12 Ps Krui 300 25 8 13 S.K.Negara 362 104 28 14 Pahmung 401 99 24 15 Pj. Bulan 111 13 11 16 B. Waras 149 29 19 17 Pr. Ilir 538 153 28 18 B.Agung 143 25 17 19 U. Ilir 963 180 18 20 Gn.Kemala 1.027 181 17 Sumber : Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara Pemilihan Umum PresidenTingkat Panitia Pemilihan Kecamatan Tahun 2009 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Dina Melisa yang berusia 20 Tahun yang berlatar belakang pendidikan SMP, dan Ibu Maryamah yang berusia 47 Tahun yang berjenjang pendidikan SD adalah salah satu kaum perempuan yang tidak berpartisipasi memberikan hak pilihnya pada pemilu 2009. Hasil wawancara dengan narasumber tersebut bahwa tidak menggunakan hak pilih karena kurang dukungan kepala keluarga serta tidak memahami betapa pentingnya menggunakan hak pilih. Prariset: 22 September 2009 pukul 11.00-13.00 pada Kantor Peratin Pekon Kampung Jawa Kabupaten Lampung Barat. Uraian di atas menjadi latar belakang untuk mengkaji faktor hambatan perempuan di Pekon Kampung Jawa berpartisipasi politik dalam pemilihan Presiden 2009.

B. Rumusan Masalah