Syarat dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah pada

shadaqoh. Sehingga perangkat hukum di Pengadilan Agama perlu belajar lagi mengenai hukum ekonomi syariah sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan eksistensinya menangani sengketa tesebut. B. Syarat dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah pada Basyarnas dan Pengadilan Agama

1. Syarat dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah pada

Basyarnas Syarat dan prosedur berperkara di Basyarnas telah diatur dengan sistematis sejak masih didirikan BAMUI. Secara garis besar aturan tersebut dituangkan dalam peraturan prosedur Badan Arbitrase Muamalat Indonesia BAMUI yang diberlakukan sejak 21 Oktober 1993. Beberapa tambahan yang terjadi setelah itu yaitu melalui peraturan prosedur Basyarnas hanya bersifat tekhnis untuk menyempurnakan aturan yang telah ditetapkan sebelumnya, sepanjang aturan tersebut tidak bertentangan dengan UU No 30 tahun 1999. Setiap lembaga apa pun dalam menjalankan operasionalnya selalu disertai dengan kewenangan dan peraturan prosedur demikian juga Basyarnas sebagai lembaga arbitrase mempunyai kewenangan dan peraturan prosedur yang telah ditetapkan oleh lembaga itu sendiri sebagai hukum acaranya Munir Fuady, 2003: 62. Syarat penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui Basyarnas adalah sebagai berikut: a. Perjanjian arbitrase secara tertulis Pasal 1 Ayat 3 UU No 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Hal ini juga ada dalam Pasal 1 Peraturan Prosedur Basyarnas yang menyatakan bahwa para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaian sengketa kepada Basyarnas sesuai dengan peraturan prosedur. Dan Pasal 2 Peraturan Prosedur Basyarnas yang menyatakan kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa kepada Basyarnas dengan mencantumkan klausula arbitrase dalam perjanjian para pihak atau dalam perjanjian tersendiri yang dibuat dan disetujui oleh para pihak setelah sengketa timbul. Dengan demikian pihak yang bersengketa sepakat akan menyelesaikan persengketaan mereka dengan islah perdamaian tanpa ada suatu persengketaan berkenaan dengan perjanjian atas pemintaan para pihak tersebut, dan harus dibuat secara tertulis. b. Sengketa Bidang Perdagangan dan Hak yang Dikuasai Sepenuhnya oleh Pihak yang Bersengketa Pasal 5 Ayat 1 UU No 30 Tahun 1999 menerangkan bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dalam penjelasan Pasal 66 huruf b UU No 30 Tahun 1999 yang dimaksud dalam ruang lingkup perdagangan antara lain meliputi perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, hak kekayaan intelektual dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Pasal 1 huruf a Peraturan prosedur Basyarnas juga menyatakan bahwa yurisdiksi Basyarnas meliputi penyelesaian sengketa dibidang perdagangan, keuangan, jasa dan lain-lain yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Basyarnas tidak menerima sengketa mengenai hibah, wasiat, nafkah, perkawinan, status seseorang. Jenis-jenis sengketa tersebut dilarang karena menyangkut kepentingan umum dan bersifat privat. Badan peradilan yang menyelesaikanya pun sudah khusus yaitu yang beragama Islam diselesaiakan pada Peradilan Agama Amnawaty, 2009: 17. Prosedur administratif penyelesaian sengketa pada Basyarnas tercantum dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 26 Peraturan Prosedur Basyarnas, yaitu sebagai berikut: a. Pengajuan Permohonan Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Prosedur Basyarnas, Proses arbitrase dimulai dengan didaftarkannya surat permohonan untuk mengadakan arbitrase di Sekretariat Basyarnas. Dalam Pasal 4 Peraturan Prosedur Basyarnas, surat permohonannya tersebut harus memuat sekurang-kurangnya nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal atau tempat kedudukan kedua belah pihak, penunjukan klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku, perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa, tuntutan dan dasar tuntutan, uraian singkat tentang salinan naskah perjanjian yang memuat klausula arbitrasenya dan suatu surat kuasa khusus jika diajukan oleh kuasa hukum hal ini tercantum; b. Pemeriksaan Berkas oleh Basyarnas Pasal 5 Peraturan Prosedur Basyarnas, surat permohonan itu akan diperiksa oleh Basyarnas, untuk menentukan apakah Basyarnas berwenang memeriksa dan memutuskan sengketa arbitrase yang dimohonkan tadi. Dalam hal perjanjian atau klausula arbitrase dianggap tidak cukup kuat dijadikan dasar kewenangan Basyarnas untuk memeriksa sengketa yang diajukan, maka Basyarnas akan menyatakan permohonan itu tidak dapat diterima yang dituangkan dalam sebuah penetapan yang dikeluarkan oleh Basyarnas sebelum pemeriksaan dimulai atau dapat pula dilakukan oleh arbiter tunggal atau arbiter majelis yang ditunjuk dalam hal pemeriksaan telah dimulai dan disampaikan kepada para pihak selambat- lambatnya 14 empat belas hari terhitung sejak tanggal pendaftaran permohonan. Dalam Pasal 6 Peraturan Prosedur Basyarnas, segala pemberitahuan dianggap telah diterima apabila telah disampaikan ke alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan; c. Penetapan Arbiter Tunggal atau Arbiter Majelis Pasal 8 Peraturan Prosedur Basyarnas, jika perjanjian atau klausula arbitrase dianggap telah mencukupi, maka Ketua Basyarnas segera menetapkan dan menunjuk arbiter tunggal atau majelis yang akan memeriksa dan memutus sengketa. Arbiter yang ditunjuk tersebut dapat dipilih dari arbiter atau menunjuk seorang ahli dalam bidang khusus yang diperlukan untuk menjadi arbiter, karena pemeriksaanya memerlukan suatu keahlian khusus. Dengan demikian susunan arbiter dapat pula dalam bentuk tunggal atau majelis. Arbiter yang ditunjuk memerintahkan untuk menyampaikan salinan surat permohonan kepada termohon disertai perintah untuk menanggapi permohonan tersebut dan memberikan jawabannya secara tertulis selambat-lambatnya dalam waktu 21 dua puluh satu hari terhitung sejak diterimanya salinan surat permohonan dan surat panggilan. Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon, atas perintah arbiter tunggal atau ketua arbiter majelis, salinan dari jawaban tersebut diserahkan kepada pemohon dan bersamaan dengan itu memerintahkan kepada para pihak untuk menghadap di muka sidang arbitrase pada tanggal yang ditetapkan, selambat- lambatnya dalam waktu 14 empat belas hari terhitung sejak tanggal dikeluarkannya perintah itu, dengan pemberitahuan bahwa mereka boleh mewakilkan kepada kuasa hukumnya masing-masing dengan surat kuasa khusus; d. Pemeriksaan dalam Persidangan Arbitrase Pasal 12 Peraturan Prosedur Basyarnas menyatakan bahwa seluruh pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup. Selama proses dan pada setiap tahap pemeriksaan berlangsung arbiter tunggal atau majelis harus memberi perlakuan dan kesempatan yang sama sepenuhnya terhadap para pihak equality before the law untuk membela dan mempertahankan kepentingan yang disengketakannya. Arbiter tunggal atau majelis, baik atas pendapat sendiri atau para pihak dapat melakukan pemeriksaan dengan mendengar keterangan saksi, termasuk saksi ahli dan pemeriksaan secara lisan di antara para pihak, setiap bukti atau dokumen yang disampaikan salah satu pihak kepada arbiter tunggal atau majelis salinannya harus disampaikan kepada pihak lawan. Namun, pemeriksaan dibolehkan secara lisan oral hearing. Tahap pemeriksaan dimulai dari jawab, menjawab replik-duplik, pembuktian dan putusan dilakukan berdasarkan kebijakan arbiter tunggal atau majelis Rahmat Rosyadi dan Ngatino, 2002: 64. Dan Pasal 13 Peraturan Prosedur Basyarnas menyatakan pemeriksaan persidangan arbitrase dilakukan di tempat kedudukan Basyarnas, kecuali ada persetujuan dari kedua belah pihak, pemeriksaan dapat dilakukan di tempat lain. Arbiter tunggal atau majelis dapat melakukan sidang ditempat untuk memeriksa saksi, barang, atau benda dokumen yang mempunyai hubungan dengan para pihak yang bersengketa. Putusan harus diambil dan dijatuhkan di tempat kedudukan Basyarnas; e. Perdamaian dan Pembuktian Pasal 14 sampai dengan Pasal 22 Peraturan Prosedur Basyarnas, dalam jawabannya, atau paling lambat pada sidang pertama pemeriksaan, termohon dapat mengajukan suatu tuntutan balasan reconventie. Terhadap bantahan yang diajukan termohon, pemohon dapat mengajukan jawaban replik yang dibarengi dengan tambahan tuntutan dan hal itu mempunyai hubungan yang sangat erat langsung dengan pokok yang disengketakan serta termasuk dalam yurisdiksi Basyarnas, baik tuntutan konvensi, rekonvensi maupun addional claim akan diperiksa dan diputus oleh arbiter atau majelis terlebih dulu akan mengusahakan tercapainya perdamaian. Apabila usaha tersebut berhasil, maka Arbiter Tunggal akan membuat akta perdamaian dan mewajibkan kedua belah pihak untuk memenuhi dan mentaati perdamaian tersebut masing-masing. Sebaliknya, apabila perdamaian tidak berhasil, maka arbiter tunggal atau majelis akan meneruskan pemeriksaan sengketa yang dimohon. Dalam hal yang diteruskan para pihak dipersilakan untuk memberikan argumentasi dan pendirian masing-masing serta mengajukan bukti-bukti yang dianggap perlu untuk mengatakannya. Seluruh pemeriksaan dilakukan secara tertutup sesuai dengan saran arbitrase yang tertutup Rahmat Rosyadi dan Ngatino, 2002: 64; f. Penutupan Pemeriksaan Pasal 23 Peraturan Prosedur Basyarnas, Arbiter tunggal atau majelis akan menutup pemeriksaan sengketa arbitrase dan menetapkan suatu hari sidang untuk mengucapkan putusan yang diambil, bila menganggap pemeriksaan telah cukup, dengan tidak menutup kemungkinan dapat membuka sekali lagi pemeriksaan to open sebelum putusan dijatuhkan bila dianggap perlu Rahmat Rosyadi dan Ngatino, 2002: 64-65; g. Pengambilan Keputusan Pasal 24 Peraturan Prosedur Basyarnas, Putusan diambil dan diputuskan dalam suatu sidang yang dihadiri kedua belah pihak dan dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat. Bila para pihak telah dipanggil secara patut, tetapi jika tidak ada yang hadir, maka putusan tetap diucapkan. Seluruh proses pemeriksaan sampai diucapkannya putusan oleh arbiter tunggal atau majelis akan diselesaikan selambat-lambatnya sebelum jangka waktu 6 enam bulan, terhitung sejak dipanggilnya pertama kali para pihak untuk menghadiri sidang pertama pemeriksaan. Pasal 25 Peraturan Prosedur Basyarnas, Arbiter tunggal atau majelis harus memutus berdasar kepatutan dan keahlian sesuai dengan ketentuaan hukum yang berlaku bagi perjanjiaan yang menimbulkan sengketa dan disepakati para pihak. Tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat Bismillaahirrahmaanirrahiim diikuti dengan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; h. Pendaftaran Putusan Arbitrase ke Pengadilan Agama Pasal 26 Peraturan Prosedur Basyarnas, putusan arbitrase tersebut bersifat final dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa, dan para pihak wajib menaati serta memenuhi secara suka rela seperti yang disebut di atas. Apabila putusan tidak dipenuhi secara suka rela, maka putusan, dijalankan menurut perintah ketua Pengadilan Agama, hal ini disesuaikan dengan SEMA No 8 Tahun 2008 tentang eksekusi putusan Basyarnas. Menurut Rahmat Rosyadi dan Ngatino 2002: 65-66, walaupun putusan arbiter itu bersifat final, namun Peraturan Prosedur Basyarnas memberikan kemungkinan kepada salah satu pihak untuk mengajukan secara tertulis permintaan pembatalan putusan arbitrase Pasal 28 Peraturan Prosedur Basyarnas tersebut yang disampaikan kepada sekretaris Basyarnas dan tembusan kepada pihak lawan sebagai pemberitahuan. Pengajuan pembatalan putusan paling lambat dalam waktu 60 enam puluh hari dari tanggal putusan diterima, kecuali mengenai alasan penyelewengan dan hal itu berlaku paling lama dalam waktu 3 tiga tahun sejak putusan dijatuhkan. Permintaan pembatalan putusan hanya dapat dilakukan berdasarkan salah satu alasan sesuai dengan Pasal 70 UU No 30 Tahun 1999, yaitu sebagai berikut: a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. Penjelasan Pasal 70 UU No 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah didaftarkan di Pengadilan. Alasan-alasan permohonan pembatalan yang disebut dalam pasal ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan. Berdasarkan uraian di atas bahwa Peraturan Prosedur Basyarnas merupakan aturan secara sistematis dalam berperkara di Basyarnas sepanjang aturan tersebut tidak bertentangan dengan UU No 30 tahun 1999. Setiap lembaga apa pun dalam menjalankan operasionalnya selalu disertai dengan kewenangan dan peraturan prosedur demikian juga Basyarnas sebagai lembaga arbitrase mempunyai kewenangan dan peraturan prosedur yang telah ditetapkan oleh lembaga itu sendiri sebagai hukum acaranya.

2. Syarat dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah pada