Pengaruh Suhu Terhadap % Recovery Aluminium pada Pengolahan Campuran Aluminium Oksida yang Terakumulasi pada Permukaan Aluminium Cair (DROSS)

(1)

PENGARUH SUHU TERHADAP % RECOVERY ALUMINIUM PADA PENGOLAHAN CAMPURAN ALUMINIUM OKSIDA YANG TERAKUMULASI

PADA PERMUKAAN ALUMINIUM CAIR (DROSS)

KARYA ILMIAH

DWI RAAFIAH ULPA 062409006

PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

PENGARUH SUHU TERHADAP % RECOVERY ALUMINIUM PADA PENGOLAHAN CAMPURAN ALUMINIUM OKSIDA

YANG TERAKUMULASI PADA PERMUKAAN ALUMINIUM CAIR (DROSS)

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

DWI RAAFIAH ULPA 062409006

PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH SUHU TERHADAP % RECOVERY

ALUMINIUM PADA PENGOLAHAN CAMPURAN

ALUMINIUM OKSIDA YANG TERAKUMULASI PADA PERMUKAAN ALUMINIUM CAIR (DROSS)

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : DWI RAAFIAH ULPA

Nomor Induk Mahasiswa : 062409006

Program Studi : DIPLOMA III (D III) KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, 5 Juni 2009

Komisi Pembimbing:

Diketahui/Disetujui oleh: Pembimbing,

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS. Dr. Marpongahtun, M.Sc. NIP. 131 459 466 NIP. 131 796 151


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH SUHU TERHADAP % RECOVERY ALUMINIUM PADA PENGOLAHAN CAMPURAN ALUMINIUM OKSIDA

YANG TERAKUMULASI PADA PERMUKAAN ALUMINIUM CAIR (DROSS)

KARYA ILMIAH

Dengan kesadaran sepenuhnya saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dicantumkan sumber aslinya.

Medan, Juni 2009

DWI RAAFIAH ULPA 062409006


(5)

PENGHARGAAN

Puji Syukur yang tak terhingga penulis ucapkan dengan segala kerendahan hati dan diri kepada Allah SWT, Sang Khaliq yang senantiasa mencurahkan segala nikmat Iman, serta Shalawat dan Salam kepada Nabi Allah; Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis dapat menempuh fase – fase perjalanan transformasi hasil menjadi sebuah karya ilmiah. Karya ilmiah ini berjudul “PENGARUH SUHU TERHADAP % RECOVERY

ALUMINIUM PADA PENGOLAHAN CAMPURAN ALUMINIUM OKSIDA YANG

TERAKUMULASI PADA PERMUKAAN ALUMINIUM CAIR (DROSS)”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh ahli madya (A.Md.) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu sabar membimbing penulis, kepada ayahanda Suyono Sumidi dan ibunda Nelly Herawati Sirait. Kepada kakanda Siti Annisa Lestari, Adinda Tri As’ari Suyono, Tulang Edi, Atturang Ida, Tulang Syawal, Paklek Wardi, Adinda Ima, sepupu-sepupuku, dan semua keluarga yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan motivasinya. Kepada M. Fadli Azmi terima Kasih buat doa dan semangatnya. Tanpa kalian dan semua keluarga, penulis bukanlah apa - apa.

Kepada Dosen Pembimbing Ibu Dr. Marpongahtun M.Sc. yang telah membimbing penulis dengan kesabaran tinggi mulai tahap awal praktek kerja lapangan sampai tahap akhir selesainya penulisan karya ilmiah ini, kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.Sc. selaku ketua Departemen Kimia yang telah mensyahkan karya ilmiah ini, Bapak Tamrin, M.Sc. selaku Dosen Wali penulis, Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar M.Sc. M.Phill selaku ketua program studi Kimia Industri, terlebih untuk semua Bapak/ Ibu Staf Pengajar Departemen Kimia secara keseluruhan terima kasih. Kepada seluruh Karyawan PT Inalum (Pak Rai, Pak Ridwan, Pak Rahmad, Pak Mukayat, Pak Parno, Bang Fikri dan Bang Doni) yang telah menjalani hari – hari bersama penulis dalam menjalankan praktek kerja lapangan di PT Inalum. Penghargaan untuk persahabatan spesial kepada Dwina Putri, Arini, Imelda, dan Yudhis yang selalu melakukan pendewasaan berfikir, atas semua kebersamaan dan persahabatan yang telah terjalin akan tetap terjalin. Kepada Indri, Yudi, Apli, Eka, Siti, Achie, Rina, Wulan dan Dewi (mahasiswa ojt di PT Inalum) dan teman - teman stambuk 2006 atas semuanya penulis ucapkan terima kasih. Apresiasi besar kepada semua pihak yang telah, dan sedang terlibat secara langsung maupun tak langsung sehingga karya ilmiah ini selesai sebagaimana mestinya.

Penulis juga menyadari dengan kemampuan dan pemahaman terhadap pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Harapan kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya ilmiah ini khususnya serta kemajuan bidang ilmu pengetahuan umumnya. Semoga apa yang diusahakan penulis ini menjadi pengetahuan dan dapat bermanfaat bagi mitra ilmu pengetahuan lainnya.


(6)

ABSTRAK

Dross adalah kotoran yang mengapung di atas permukaan aluminium cair yang terbentuk

akibat proses penambahan fluks ke dalam aluminium cair. Suhu merupakan variabel yang sangat berpengaruh dalam pengolahan dross. Telah dilakukan pengamatan pada pengolahan dross dengan cara sentrifugasi yang melibatkan variasi suhu (772oC – 802oC). Alat yang digunakan dalam pengolahan dross adalah alat pengolahan dross. Hasil pengamatan menunjukkan pada suhu maksimum 802oC menghasilkan recovery

aluminium maksimum sebesar 48,4%.


(7)

INFLUENCE OF TEMPERATURE TOWARD % RECOVERY ALUMINIUM IN PROCESSING OF ALUMINIUM OXIDE WHICH ACCUMULATED

ON MOLTEN’S SURFACE (DROSS)

ABSTRACT

Dross was floating impurities in molten’s surface which was formed cause fluks treatment. Temperature was the effecting variable in dross processsing. The dross processing have been done observated with centrifuge method which involve varian of temperature (772,9oC – 802oC). The equipment which used at dross processing was Dross Processing Equipment. The observation indicated the maximum result at 802oC got the maximum recovery aluminium 48,4%.


(8)

DAFTAR ISI Halaman Judul... i Persetujuan... ii Pernyataan... iii Penghargaan... iv

Abstrak... v

Abstract ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Gambar ... x

Daftar Tabel ... xi

Daftar Lampiran... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 2

1.3. Pembatasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan... 3

1.5. Manfaat ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Aluminium ... 4

2.1.1. Sejarah Aluminium 2.1.1.1. Sejarah Penamaan Aluminium. ... 4

2.1.1.2. Sejarah Umum Mendapatkan Aluminium ... 5

2.1.2. Sifat-sifat Aluminium... 6

2.2. Produksi Aluminium ... 7

2.2.1. Proses Hall-Heroult... 7

2.2.2. Elektrolit ... 8

2.2.3. Alumina ... 9

2.2.4. Anoda ... 10

2.2.5. Katoda ... 10

2.2.6. Energi Listrik... 11

2.3.Dross... 11

2.3.1 Pengolahan Dross ... 14

BAB 3 BAHAN DAN METODE ... 16

3.1. Bahan – Bahan dan Alat – Alat Penelitian ... 16

3.1.1. Bahan – Bahan Penelitian ... 16

3.1.2. Alat – Alat Penelitian... 16

3.2. Prosedur... 16

3.3. Persamaan Garis Regresi Sederhana ... 17


(9)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

4.1. Hasil ... 18

4.1.1 Pengolahan Data dengan Menggunakan Persamaan Regresi Linier Sederhana ... 4.2. Pembahasan ... 20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 21

5.1. Kesimpulan... 21

5.2. Saran ... 21

Daftar Pustaka... 22


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1. Kurva Estimasi Regresi Linier pada pengaruh Suhu terhadap

% recovery aluminium... 19


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Komposisi Kimia Beberapa Jenis Fluks ... 14 Tabel 4.1. Data Pengolahan Dross bulan Februari 2009 PT Inalum ... 19


(12)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran I. Skema Proses Pengolahan Dross ... 23 Lampiran II.Alat Pengolahan Dross ... 24


(13)

ABSTRAK

Dross adalah kotoran yang mengapung di atas permukaan aluminium cair yang terbentuk

akibat proses penambahan fluks ke dalam aluminium cair. Suhu merupakan variabel yang sangat berpengaruh dalam pengolahan dross. Telah dilakukan pengamatan pada pengolahan dross dengan cara sentrifugasi yang melibatkan variasi suhu (772oC – 802oC). Alat yang digunakan dalam pengolahan dross adalah alat pengolahan dross. Hasil pengamatan menunjukkan pada suhu maksimum 802oC menghasilkan recovery


(14)

INFLUENCE OF TEMPERATURE TOWARD % RECOVERY ALUMINIUM IN PROCESSING OF ALUMINIUM OXIDE WHICH ACCUMULATED

ON MOLTEN’S SURFACE (DROSS)

ABSTRACT

Dross was floating impurities in molten’s surface which was formed cause fluks treatment. Temperature was the effecting variable in dross processsing. The dross processing have been done observated with centrifuge method which involve varian of temperature (772,9oC – 802oC). The equipment which used at dross processing was Dross Processing Equipment. The observation indicated the maximum result at 802oC got the maximum recovery aluminium 48,4%.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aluminium merupakan logam yang paling banyak ditemukan di kerak bumi (8.1%), tetapi tidak pernah ditemukan secara bebas di alam. Selain pada mineral yang telah disebut di atas, ia juga ditemukan di granit dan mineral-mineral lainnya (Mohsin, 2006).

Bahan dasar terpenting dalam pembuatan aluminium adalah bauksit. Bauksit banyak ditemukan di Perancis, Italia, negara-negara Balkan, Rusia dan Hongaria. Tetapi di Afrika, Amerika, Australia dan Asia juga terdapat banyak sumber bauksit. Bauksit mengandung alumina, besi, air, dan asam silikat. Cara memperoleh aluminium murni mencakup 4 tahap (Schonmetz, 1985), Penyiapan bauksit (pelumatan, penyucian, pengeringan, penggerusan); Penjernihan bauksit menjadi

aluminium oksida (Al2O3) murni melalui proses Bayer; Penyerapan zat asam (reduksi)

alumina menjadi aluminium mentah melalui proses elektrolisa dengan kriolit

(Na3AlF6); dan Peleburan alih wujud menjadi aluminium murni.

Aluminium cair sangat mudah mengalami oksidasi membentuk senyawa oksida dipermukaan aluminium cair dan aluminium cair sangat sulit dipisahkan dari oksida-oksida tersebut, hal ini disebabkan oksida-oksida tersebut memiliki berat jenis yang hampir sama dengan aluminium cair. Dilakukan pemberian fluks untuk memisahkan oksida-oksida tadi dari aluminium cair. Campuran inklusi oksida dan fluks yang terpisah dan mengapung sebagai kotoran di permukaan aluminium cair


(16)

yang terpisah dari aluminium cair tadi dapat diolah kembali untuk menghasilkan kembali aluminium cair yang terikat pada dross. Pada pengolahan dross ini

ditambahkan dross treatment flux sebanyak 0,11 Kg/Ton Al. Dross treatment flux

adalah campuran dari NaNO3, NaCl dan Na2SiF6 yang bertujuan untuk

mempertahankan atau menaikkan suhu dross sehingga aluminium cair yang terikut

didalam dross tetap cair. Dari pengolahan dross ini dihasilkan recovery aluminium

(aluminium cair yang terlepas dari dross sebagai hasil pengolahan dross dengan menggunakan alat pengolahan dross) (Irwana, 2000).

Berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik melakukan kajian tentang Pengaruh suhu terhadap % recovery aluminium pada pengolahan campuran aluminium oksida yang terakumulasi pada permukaan aluminium cair (Dross).

1.2. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dari karya ilmiah ini adalah bagaimana pengaruh

suhu (oC) terhadap % Recovery Aluminium yang dihasilkan pada pengolahan dross di

PT. Inalum.

1.3. Pembatasan Masalah

1. Dross yang diolah pada pengolahan dross didapatkan dari hasil proses skimming off (proses pemisahan dross dari permukaan aluminium cair)

2. Pengolahan dross dilakukan dengan menggunakan alat pengolahan dross (Dross

Processing Equipment ).


(17)

1.4. Tujuan

Tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh suhu terhadap % Recovery Aluminium yang dihasilkan pada pengolahan dross.

1.5. Manfaat

Dengan diperolehnya gambaran yang jelas mengenai pengaruh suhu terhadap % Recovery Aluminium yang dihasilkan pada pengolahan dross, maka diharapkan berguna bagi dunia industri, khususnya PT Inalum sebagai parameter yang sesuai dalam pengolahan dross.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aluminium

Aluminium merupakan salah satu bahan baku dalam bidang industri metalurgi. Aluminium diproduksi sebagai produk dengan kemurnian yang tinggi. Produksi aluminium meliputi pemanfaatan energi bebas yang terus menerus untuk membentuk

bauksit menjadi logam. Bauksit terdiri dari 40% sampai 60% Al2O3, dibentuk dari

beberapa fase alumina hidrous {Al(OH)3, AlOOH, dan Al2O3.H2O} bersama dengan

silikon, besi dan titanium.

Proses bayer mengekstrak alumina dengan cara menghancurkan bauksit dengan tekanan dan suhu yang tinggi dikuti dengan pengklarifikasian, pengendapan, pencucian dan akhirnya mengkalsinasi untuk menghasilkan alumina anhidrous murni (Thinstad, 1932).

2.1.1 Sejarah Aluminium

2.1.1.1 Sejarah Penamaan Aluminium

Bangsa Yunani dan Romawi kuno menggunakan aluminium (alum) sebagai cairan penutup pori-pori dan bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1761 de Morveau mengajukan nama alumine untuk basa alum, sedangkan Lavoisier (1787) mengidentifikasi bahwa aluminium adalah oksida logam yang belum ditemukan.


(19)

Wohler (1827) yang merupakan seorang ilmuwan, telah berhasil mengisolasi logam aluminium ini, walaupun aluminium tidak murni telah berhasil dipersiapkan oleh Oersted dua tahun sebelumnya. Davy (1807) memberikan proposal untuk menamakan logam ini aluminum (belum ditemukan saat itu), dan pada akhirnya setuju untuk menggantinya dengan aluminium. Nama yang terakhir ini sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan “ium”. Aluminium juga merupakan pengejaan yang dipakai di Amerika sampai tahun 1925 ketika American Chemical Society memutuskan untuk menggantikannya dengan aluminum. Untuk selanjutnya pengejaan yang terakhir yang digunakan di publikasi-publikasi mereka (Mohsin, 2006).

2.1.1.2 Sejarah Umum Mendapatkan Aluminium

Aluminium pertama sekali diperoleh dalam bentuk murni pada tahun 1825 oleh Oersted dengan jalan memanaskan natrium amalgama dan natrium aluminium klorida. Henari Saint Clavil Deauville memproduksi aluminium dari natrium aluminium klorida dengan pemanasan menggunakan logam natrium sebagai katalisator. Proses ini telah berlangsung kurang lebih 35 tahun.

Pada tahun 1886 Charles Hall dari United States of America (USA) menghasilkan aluminium dari proses elektrolisa alumina yang dipisahkan dari

campuran kriolit (Na3AlF6). Pada tahun yang sama Poult Heroult dari Perancis

mendapatkan hak paten dari negaranya untuk proses yang sama dengan Hall. Tahun 1983 kapasitas produksi aluminium dengan metode Hall-Heroult ini meningkat dan berkembang pesat. (Grjotheim, 1982)


(20)

2.1.2. Sifat-sifat Aluminium

Aluminium adalah logam putih, yang liat dan dapat ditempa. Bubuknya berwarna

abu-abu. Aluminium melebur pada suhu 659oC. Bila terkena udara, objek-objek

aluminium teroksidasi pada permukaannya, tetapi lapisan oksida ini melindungi objek dari oksida lebih lanjut (Vogel, 1937)

Alumunium adalah logam lunak dengan kekuatan tarik kira-kira 100 N/mm2.

Aluminum mempunyai massa jenis rendah yaitu 2,7x103 kg/m3, oleh sebab itu

aluminium merupakan bahan penting dalam bangunan kapal udara, bangunan kapal laut, teknik mobil dan bangunan karoseri. Untuk meningkatkan kekuatan tariknya aluminium pada umumnya harus dipadukan dengan logam lain (Aluminium Alloy).

Aluminium tahan korosi berkat lapisan kuat oksida-aluminium, oleh sebab itu aluminium digunakan untuk penutup baja dan logam lain. Aluminium juga tahan terhadap bahan-bahan kimia, sehingga digunakan dalam teknik kimia. Sama halnya dengan tembaga, aluminium juga mempunyai daya hantar panas yang baik dan sekaligus mempunyai refleksi panas yang besar sehingga aluminium digunakan sebagai bahan isolasi.

Aluminium juga mempunyai daya hantar listrik yang baik, sehingga banyak digunakan sebagai bahan penghantar listrik. Aluminium juga sukar dituang, karena aluminium cair yang kental dan mempunyai penyusutan yang besar. Aluminium mempunyai daya oksidasi yang besar sehingga logam ini sukar dilas (Beumer, 1994).


(21)

2.2. Produksi Aluminium

Aluminium merupakan logam yang sangat reaktif. Dibandingkan dengan kebanyakan logam lainnya, sangat sulit untuk mengambil aluminium dari bijih, seperti bauksit

karena energi yang diperlukan untuk mengurangi aluminium oksida (Al2O3) cukup

besar.

Aluminium oksida memiliki titik lebur sekitar 2000°C. Oleh karena itu, harus diambil melalui proses elektrolisa. Dalam proses elektrolisa aluminium, aluminium oksida ditaburkan dalam larutan kriolit. Operasional suhu pengurangan sel adalah

sekitar 950-980°C. Kriolit ditemukan sebagai mineral di Greenland, namun dalam

industri penggunaannya telah diganti dengan bahan sintetis. Kriolit adalah senyawa

kimia yang terdiri dari aluminium, sodium, dan kalsium fluoride (Na3Alf6)

(www.wikipedia.com).

2.2.1. Proses Hall-Heroult

Produksi industri aluminium dihasilkan dari pot reduksi alumina dengan proses Hall-Heroult. Proses Hall-Heroult dinamakan dari nama penemunya. Proses ini pada tahun 1886 secara bebas dikembangkan dan dipatenkan sebagai proses elektrolisis alumina

(Al2O3). Alumina dilarutkan pada larutan elektrolit yang umumnya terdiri dari larutan

kriolit (Na3AlF6). Larutan elektrolit dimodifikasikan dengan penambahan Aluminium

Floride (AlF3), Kalsium Floride (CaF2) dan dengan zat tambahan lainnya. Proses

Hall-Heroult adalah metode yang hanya digunakan untuk memproduksi aluminium pada industri peleburan aluminium saat ini. Pada pot reduksi alumina modern terdapat


(22)

masing–masing anoda karbon prebaked yang dicelupkan dalam larutan elektrolit, dan ion–ion oksida dari campuran alumina ditukar secara elektrolisa pada anoda sebagai produk sampingan. Reaksi aluminium oksida dengan anoda karbon membentuk gas CO2.

2.2.2. Elektrolit

Kriolit adalah elektrolit yang banyak dipilih karena kriolit memiliki kapasitas yang khas yaitu sebagai pelarut alumina. Elektrolit tidak dikonsumsi selama proses elektrolisis, tetapi sebagian hilang selama proses penguapan, hidrolisa, dan dengan perembesan elektrolit ke barisan katoda. Suhu elektrolit selama pot operasi normal

adalah sekitar 955 – 965oC.

Pada umumnya pergantian elektrolit kimia, seluruhnya adalah sejarah proses Hall-Heroult. Dimana elektrolit ini memiliki tujuan untuk melindungi pot operasi. Agar elektrolit menjadi lebih baik perlu ditambahkan zat tambahan untuk meningkatkan fisikokimia dari elektrolit, seperti sedikit kelarutan dari logam, konduktivitas listrik yang tinggi, densitas yang rendah dan tekanan penguapan yang rendah. Semua zat tambahan pada elektrolit ini berfungsi untuk mereduksi titik lebur dari elektrolit dan semua suhu pot operasi (Thinstad, 1932).

Kelarutan alumina di dalam kriolit dipengaruhi oleh titik lebur kriolit. Pada

suhu ± 960oC alumina larut dalam lelehan larutan kriolit murni sebanyak 11% dari

beratnya. Kelarutan alumina juga dapat dipengaruhi oleh zat tambahan dalam kriolit (Grjotheim, 1982).


(23)

2.2.3. Alumina

Alumina merupakan bahan baku utama dalam proses elektrolisa aluminium. Alumina

berupa bubuk berwarna putih dengan berat molekul 102 dan titik lebur 2050oC. Dalam

pembuatannya, alumina dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu penggilingan bauksit sampai tingkat kehalusan tertentu, melarutkan alumina dengan NaOH dengan konsentrasi 34% - 45%, pemisahan zat pengotor dengan penyaringan, dan proses selanjutnya Natrium aluminium dilarutkan dengan air (Burkin, 1987).

Material mentah alumina atau stok material dari proses elektrolisa aluminium dikonsumsi berdasarkan kesetimbangan rasio yang diprediksikan pada persamaan berikut:

2 Al2O3 + 3C 4Al + 3CO2...(2.1)

Jadi, 1,89 kg alumina untuk memproduksi 1 kg aluminium dan secara teori akan bereaksi dengan 0,33 kg karbon memproduksi 1,22 kg karbon dioksida.

Pada penambahan alumina untuk menjadi bahan baku utama dalam pembuatan aluminium. Alumina juga berperan sebagai bahan isolasi panas pada lapisan atas dari elektrolit sebagai pembentukan pembekuan kerak diatas elektrolit pada pot reduksi aluminium. Dengan demikian kehilangan panas pada pot reduksi dapat diperkecil. Permukaan dari anoda juga tertutupi dengan alumina atau butiran alumina maupun pecahan elektrolit padat, sehingga pembakaran udara dari anoda karbon dapat diperkecil.


(24)

Peranan dari alumina yang lain adalah untuk mereduksi emisi floride dari pot reduksi, dengan pembersihan gas anoda dengan menggunakan metode pembuangan kering. Bubuk alumina digunakan untuk menyerap gas hidrogen floride. Metode pembersihan gas ini ramah lingkungan. Penghasilan alumina kedua adalah digunakan sebagai material utama dari pot reduksi.

2.2.4 Anoda

Ada 2 desain utama dari anoda yaitu anoda prebaked dan anoda soderberg. Anoda prebaked terbuat dari campuran petroleum agregat kokas, dan coal tar pitch kemudian dicetak menjadi blok-blok anoda dan dipanggang pada dapur pemanggangan anoda

pada temperatur 1100oC.

Anoda soderberg juga terbuat dari campuran yang sama dari petroleum kokas dan coal tar pitch, tetapi berbeda dalam komposisi dari pitchnya saja (Thinstad, 1932). Di anoda (elektroda positif ), oksigen yang dibentuk adalah:

2 O 2 -→ O 2 + 4 e -- ... (2.2)

kemudian dioksidasi oleh oksigen, melepaskan karbon dioksida.

O 2 + C → CO2... (2.3)

Anoda akan berkurang dalam pot sehingga harus diganti secara berkala, karena anoda dikonsumsi dalam proses.


(25)

2.2.5. Katoda

Berbeda dengan anoda, yang katoda tidak dioksidasi karena tidak ada oksigen hadir, karena karbon dari katoda dilindungi oleh aluminium cair di dalam pot. Setelah lima sampai sepuluh tahun, atau tergantung pada pemakaian katoda dalam elektrolisa, pot harus dibangun dengan memakai katoda. Reaksi pada katoda (elektroda negatif) adalah

Al 3 + + 3e -→ Al... (2.4)

Disini ion aluminium ditambahkan elektron.

2.2.6. Energi Listrik

Elektrolisa aluminium dengan proses Hall-Heroult membutuhkan banyak energi. Spesifik di seluruh dunia, rata-rata konsumsi energi sekitar 15 ± 0,5 kilowat-jam per kilogram yang dihasilkan dari aluminium (52 MJ - 56 MJ / kg). Pabrik peleburan yang paling modern menggunakan energi listrik mencapai sekitar 12,8 kWh / kg (46,1 MJ / kg).

Tenaga listrik yang digunakan sekitar 20% sampai 40% dari biaya produksi

aluminium, tergantung pada lokasi dari pabrik peleburan. Pabrik peleburan cenderung terletak di mana tenaga listrik baik dan murah. Seperti Afrika Selatan, Ghana, Pulau Selatan Selandia Baru, Australia, Cina, Timur Tengah, Rusia, Kanada, dan Islandia (www.wikipedia.com).


(26)

2.3. Dross

Peleburan aluminium dengan sedikit pembentukan aluminium dross terjadi ketika pengisian aluminium ke dalam furnace terlindung dari pembakaran produk dan peleburan dengan cepat. Dross adalah bentuk dari aluminium oksida dan oksida-oksida lain yang terakumulasi pada permukaan aluminium cair. Pemisahan secara lengkap dari dross adalah dimana aluminium akan diuapkan dengan luas yang berbeda pada gravitasi spesifik dari aluminium dan dross.

Beberapa oksida mengapung pada permukaan aluminium cair (dross) dan yang lainnya tenggelam membentuk endapan atau lumpur. Perlakuan pada pembersihan alumnium yang terdiri dross adalah dengan proses penambahan fluks.

Proses penambahan fluks pada aluminium cair sebagian besar dilakukan karena 2 alasan yaitu:

1. Untuk memudahkan proses pemisahan yang efektif dari aluminium cair dan dross 2. Untuk menghilangkan hidrogen yang larut dan menghilangkan dross dari

permukaan aluminium cair (Heine, 1955).

Jenis fluks yang biasa digunakan di PT Inalum adalah De-Inclusion flux dengan komposisi senyawa yang ada didalamnya, yaitu :

NaCl : 45 %,

KCl : 30%,

Na2SiF6 : 10 %,

NaF : 15 %.


(27)

Adapun fungsi dari masing-masing komponen fluks adalah :

1. NaCl dan KCl berfungsi untuk menghilangkan gas-gas yang terlarut dalam

molten, khususnya H2

Reaksi :

NaCl Na+ + Cl-... (2.5) KCl K+ + Cl-... (2.6)

Didalam dapur terdapat gas H2 yang terionasi. Ion-ion tersebut beraksi :

H+ + Cl- HCl……….. (2.7)

2. Na2SiF6 berfungsi untuk melepaskan aluminium cair yang terjebak dalam

gumpalan dross. Reaksi :

Na2SiF6 2NaF + SiF6……… (2.8)

3SiF6 4AlF3 + 3Si……….. (2.9)

AlF3 larut dalam cairan aluminium.

NaF berfungsi untuk mengikat inklusi Al2O3 dalam aluminium cair membentuk

dross. Reaksi :

2AlO3 + 4NaF 3NaAlO2 + NaAl F4……… (2.10) 

Al2O3 + 6NaF 2AlF3 + 3Na2O………... (2.11)

(Anonim,1982).

Aluminium cair mudah teroksidasi membentuk senyawa oksida (Al2O3)


(28)

dipisahkan. Pada temperatur 960oC – 970oC aluminium cair yang dibawa dari pot reduksi ke pabrik pencetakan sempat kontak langsung dengan udara luar. Uap air di udara akan bereaksi dengan aluminium cair untuk membentuk gas hidrogen. Gas hidrogen dan kotoran di dalam aluminium cair akan mengakibatkan cacat seperti penampakan menjadi kusam, adanya lubang-lubang pada permukaan ingot (aluminium batangan) dan lain-lain.

Untuk mengurangi kandungan cemaran oksida dan gas H2 di dalam aluminium

cair maka dilakukan penambahan fluks. Jenis fluks dibedakan menurut bentuk atau keadaannya pada temperatur kamar seperti:

1. Fluks padat terdiri atas bubuk, butiran dan tablet

2. Fluks cair seperti CCl4 dan PCl5

3. Fluks gas seperti Cl2, N2, CCl2, dan F2

Beberapa tipe fluks bubuk (powder fluxs) ditunjukan pada tabel 2.1. sebagai berikut:

Tabel 2.1 Komposisi kimia beberapa jenis fluks

Tipe

NaCl (%)

Na2SiF6

(%)

NaF (%)

Na3AlF3

(%)

Na2CO3

(%)

KCl (%)

K2SiF6

(%)

K2SO2

(%)

A 45 - - 40 15 - - -

B 50 5 10 - - 35 - -

C 40 - 20 - - 40 - -

D - - - - - 50 30 20

Komponen utama fluks berupa klorida dan florida akan bereaksi dengan oksida yang berguna memperbaiki berbagai sifat produk aluminium (PT. Inalum, 1996).


(29)

2.3.1. Pengolahan Dross

Pada industri yang meliputi peleburan aluminium, dross biasanya terbentuk pada permukaan aluminium cair pada hubungan dengan atmosfer dapur. Dross terdiri antara 30-60% aluminium cair yang tersebar di lapisan oksida (Chansaksoong, 2006). Tujuan dari proses pengolahan dross ini adalah untuk memperoleh kembali aluminium cair yang terperangkap di dalam dross. Dross diolah dengan menggunakan mesin

pengolahan dross (Dross Processing Equipment) untuk dilakukan pengadukan.

Karena gaya sentrifugal, aluminium cair yang terperangkap di dalam dross akan terlempar ke dinding bejana, lalu mengikuti kemiringan dinding dan aluminium cair keluar melalui lubang dasar bejana. Proses pengadukan yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi menyebabkan aluminium cair hasil pengolahan dross jatuh ke posisi pinggir dari bejana.

Pada proses pengolahan dross dilakukan penambahan fluks sekitar 0,11kg/T

Aluminium. Komposisi dari fluks ini adalah 34% NaCl, 12% Na2SiF6 dan 54%

NaNO3. Fluks ini akan bereaksi secara eksotermis mengakibatkan peningkatan suhu

sehingga aluminium masih tetap cair. Reaksi yang menghasilkan panas dapat dilihat sebagai berikut :

Na2SiF6 2 NaF + SiF4... (2.12)

3 SiF4 + 4 Al 4 AlF3 + 3 Si………..(2.13)

3 NaF + Al AlF3 + 3 Na……… (2.14)


(30)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Alat - alat

1. Dross Processing Equipment

2. Cawan penampung

3. Forklift

4. Timbangan

5. Sekop

6. Dross scraper (alat penarik dross)

3.1.2. Bahan - bahan

1. Dross

2. Dross Treatment Flux

3. Kao woll

3.2. Prosedur

1. Dross dikeluarkan dari dalam dapur dengan menggunakan forklift yang telah dipasang dengan dross scraper, kemudian dimasukkan ke dalam cawan penampung yang sebelumnya cawan tadi telah disumbat dengan kao woll

2. Dilihat suhu dapur pada saat proses pengeluaran dross ( skimming off )

3. Dicatat suhunya


(31)

4. Ditambahkan dross treatment flux secara berlapis dan merata sebanyak 0,11 kg/T Al dengan menggunakan sekop

5. Cawan berisi dross tadi dibawa dengan menggunakan forklift menuju

timbangan

6. Dicatat berat dross

7. Setelah ditimbang, dross dibawa ke Dross Processing Equipment

8. Dross diputar dengan kedua impeler Dross Processing Equipment selama 4

menit

9. Kemudian impeler dalam dari Dross Processing Equipment menojok lubang

cawan yang sebelumnya telah disumbat dengan Kao woll

10.Aluminium cair terjatuh ke bawah dan ditampung dengan cawan penampung

yang lainnya. Aluminium ini disebut dengan recovery aluminium.

11.Recovery aluminium dibiarkan sampai membeku lalu ditimbang ke timbangan

12.Dicatat recovery aluminium yang diperoleh

3.3. Persamaan Garis Regresi Sederhana

Persamaan umumnya adalah: Y = a + bX. Dengan Y adalah % recovery aluminium dan X adalah suhu. Koefisien a adalah slope dan b adalah intercept yang merupakan titik potong antara regresi dengan sumbu Y pada koordinat cartesius.

Persamaan matematis untuk mencari nilai a dan b adalah:

 



2

2

X X n Y X XY n a      

  ...(3.1)

 

2 2 2 ) ( ) )( ( X X n XY X Y X b        


(32)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Data % recovery aluminium pada berbagai suhu yang dihaslkan pada pengolahan

dross di PT Inalum.

Tabel. 4.1 Data Pengolahan Dross bulan Februari 2009 PT. Inalum

Tanggal Recovery Aluminium

Suhu (

o

C) ∑ Dross

(kg) Kg %

1 774,0 2080 509,2 24,5

2 792,6 1980 427,5 21,6

3 770,8 960 215,0 22,4

4 778,0 540 150,0 27,8

5 777,4 990 160,0 16,2

6 787,3 1050 256,7 24,4

7 802,0 160 77,5 48,4

8 774,2 1020 224,2 22,0

9 773,6 970 205,0 21,1

10 790,0 180 65,0 36,1

11 784,0 956 380,0 39,7

12 782,1 2920 810,0 27,7

13 786,9 1260 256,7 20,4

14 792,9 1280 458,0 35,8

15 780,5 1940 485,0 25,0

16 775,1 2275 608,0 26,7

17 774,6 3240 735,0 22,7

18 772,9 1226 279,2 22,8

19 787,0 880 216,7 24,6

20 762,0 200 43,3 21,7

21 782,8 790 121,7 15,4

22 780,0 180 30,0 16,7

23 780,0 170 33,3 19,6

24 788,7 1820 325,0 17,9

25 777,3 760 180,8 23,8

26 788,0 1620 220,0 13,6

27 776,8 1720 670,0 39,0

28 770,8 740 275,0 37,2


(33)

4.1.1. Pengolahan Data dengan menggunakan Persamaan Regresi Linioer Sederhana

Analisis regresi linear sederhana dipergunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh antara satu buah variabel bebas (suhu) terhadap satu buah variabel terikat (% recovery aluminium). 15,4 24,4 35,8 48,4 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54

782,8 787,3 792,9 802

Suhu (oC)

% R eco ver y A lu m in iu m

Gambar 4.1 Kurva Estimasi Regresi Linier pada pengaruh Suhu terhadap % Recovery Aluminium

Dari grafik diatas terlihat hanya ada empat titik linier, dengan menggunakan persamaan 3.1 dan 3.2 maka didapat suatu garis regresi linier sederhana yaitu:

Y= -0,00015X + 31,11

Dengan X = Suhu


(34)

4.2. Pembahasan

Hasil pengamatan pada gambar 4.1. diperoleh perbandingan suhu terhadap recovery aluminium adalah (782.8oC, 15.4%); (787.3oC, 24.4%); (792.9oC, 35.8%); dan

(802oC, 48.4%).

Dari hasil diatas dapat diramalkan bahwa perolehan recovery aluminium sangat dipengaruhi oleh variasi suhu yang digunakan. Sesuai dengan persamaan regresi linier sederhana yang diperoleh dapat dikatakan bahwa semakin besar suhu yang digunakan semakin tinggi % recovery aluminium yang diperoleh, dan sebaliknya kondisi suhu yang rendah akan menghasilkan % recovery aluminium yang rendah pula.

Suhu sangat berpengaruh terhadap recovery aluminium pada pengolahan dross. Dimana kondisi suhu yang tinggi akan mempermudah dalam proses pengolahan dross. Penambahan dross tretment fluks dapat mengakibatkan suhu pada dross menjadi tinggi. Ini disebabkan karena zat- zat kimia yang terkandung dalam dross treatment flux dapat menghasilkan panas. Panas yang dihasilkan dari dross treatment flux ini mengakibatkan aluminium cair yang terjebak di dalam dross masih dalam

keadaan cair. Apabila dross pada suhu yang relatif rendah (<700oC) maka aluminium

pada dross akan membeku sehingga cukup sulit dalam memisahkan aluminium cair pada dross (PT.Inalum, 1996).

Partikel hanya dapat bereaksi ketika mereka bertumbukan. Jika memanaskan suatu benda, maka partikel-partikelnya akan bergerak lebih cepat sehingga frekwensi tumbukan akan semakin besar. Hal ini mempercepat laju dari reaksi. Dalam hal ini reaksi berjalan secara endoterm ( membutuhkan panas kedalam sistem dari


(35)

lingkungannya) maka dengan kenaikan suhu akan menggeser kearah produk, sehingga konversi % recovery aluminium akan semakin tinggi (Clark, 2009).

Proses pengolahan dross ini bertujuan untuk menghasilkan kembali aluminium

cair yang terikut pada dross. Dimana jumlah aluminium yang terkandung dalam dross ini banyaknya sekitar 30 – 60% (Chansakoong, 2006). Dengan diperolehnya kembali aluminium yang hilang karena proses skimming off pada proses pembersihan aluminium cair, maka dapat mengurangi kerugian biaya produksi pencetakan aluminium cair.

Dengan meningkatkan suhu pada pengolahan dross maka hasil recovery aluminium dapat diperbesar, sesuai dengan hasil yang diperoleh dari analisa garis regresi linier sederhana.


(36)

22 BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa menunjukkan bahwa:

1. Pada kondisi suhu maksimum 802oC menghasilkan recovery aluminium

maksimum sebesar 48.4%.

2. Berdasarkan persamaan regresi linier sederhana, dapat disimpulkan bahwa

semakin besar suhu (802oC) yang digunakan maka semakin tinggi recovery

aluminium (48.4%) yang diperoleh.

5.2. Saran

Perlu dilakukan kajian lebih lanjut dengan peningkatan suhu pada pengolahan dross untuk memperoleh recovery aluminium maksimum, yang memungkinkan aluminium cair yang terikut dalam dross dapat diperkecil.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1982. Petunjuk Operasi Pencetakan Ingot. Seksi Pencetakan (SCA) PT Inalum. Kuala Tanjung..

Beumer, B.J.M. 1994. Ilmu Bahan Logam. Jilid I. Terjemahan B.S. Anwir. Jakarta, Indonesia: Bhratara.

Burkin, A.R. 1987. Production of Aluminium and Alumina. New York: John Willey and Sons.

Chansaksoong, S. 2006. Extraction of Aluminium from Its Dross by Fusion with Sodium

Hydroxide. Bangkok: Chulangkongkorn University.

Clark, J. 2009. Teori Tumbukan. www.chem-is.try.org. Diakses tanggal 29 Mei 2009. Grjotheim, K.C. 1982. Aluminium Electrolysis Fundamental of The Hall Heroult, Second

Edition. Jerman: Aluminium Verlag.

Heine, R.W. 1955. Principles of Metal Casting. Second Edition. America: Mc. Grow Hill.

Irwana, N. 2000. Proses Penurunan Kandungan Aluminium dalam Dross di PT Inalum. Karya Ilmiah. D3 Kimia Industri, Departemen Kimia: Universitas Sumatera Utara.

Mohsin, Y. Aluminium. www.chem-is-try.org. Diakses tanggal 20 Maret 2009.

Schonmetz, A. 1985. Pengetahuan Bahan dalam Pengerjaan Logam. Terjemahan Eddy D. Hardjapamekas. Bandung, Indonesia : Angkasa

PT Inalum. 1996. Pelatihan di Pabrik Peleburan PT Inalum. Asahan, Indonesia : PT Inalum.

Thinstad, J. 1932. Aluminium Electrolysis Fundamental of The Hall-Heroult Process. Third Edition. USA: Aluminium Verlag Marketing and Communication.

Vogel, A.I. 1937. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi Kelima. London


(38)

LAMPIRAN

Lampiran I

Skema Proses Pengolahan Dross


(39)

(40)

Lampiran II

Alat Pengolahan Dross


(41)

(1)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa menunjukkan bahwa:

1. Pada kondisi suhu maksimum 802oC menghasilkan recovery aluminium

maksimumsebesar 48.4%.

2. Berdasarkan persamaan regresi linier sederhana, dapat disimpulkan bahwa semakin besar suhu (802oC) yang digunakan maka semakin tinggi recovery aluminium (48.4%) yang diperoleh.

5.2. Saran

Perlu dilakukan kajian lebih lanjut dengan peningkatan suhu pada pengolahan dross

untuk memperoleh recovery aluminium maksimum, yang memungkinkan aluminium cair yang terikut dalam dross dapat diperkecil.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1982. Petunjuk Operasi Pencetakan Ingot. Seksi Pencetakan (SCA) PT Inalum. Kuala Tanjung..

Beumer, B.J.M. 1994. Ilmu Bahan Logam. Jilid I. Terjemahan B.S. Anwir. Jakarta, Indonesia: Bhratara.

Burkin, A.R. 1987. Production of Aluminium and Alumina. New York: John Willey and Sons.

Chansaksoong, S. 2006. Extraction of Aluminium from Its Dross by Fusion with Sodium Hydroxide. Bangkok: Chulangkongkorn University.

Clark, J. 2009. Teori Tumbukan. www.chem-is.try.org. Diakses tanggal 29 Mei 2009. Grjotheim, K.C. 1982. Aluminium Electrolysis Fundamental of The Hall Heroult, Second

Edition. Jerman: Aluminium Verlag.

Heine, R.W. 1955. Principles of Metal Casting. Second Edition. America: Mc. Grow Hill.

Irwana, N. 2000. Proses Penurunan Kandungan Aluminium dalam Dross di PT Inalum. Karya Ilmiah. D3 Kimia Industri, Departemen Kimia: Universitas Sumatera Utara.

Mohsin, Y. Aluminium. www.chem-is-try.org. Diakses tanggal 20 Maret 2009.

Schonmetz, A. 1985. Pengetahuan Bahan dalam Pengerjaan Logam. Terjemahan Eddy D. Hardjapamekas. Bandung, Indonesia : Angkasa

PT Inalum. 1996. Pelatihan di Pabrik Peleburan PT Inalum. Asahan, Indonesia : PT Inalum.

Thinstad, J. 1932. Aluminium Electrolysis Fundamental of The Hall-Heroult Process. Third Edition. USA: Aluminium Verlag Marketing and Communication.

Vogel, A.I. 1937. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi Kelima. London


(3)

LAMPIRAN

Lampiran I


(4)

(5)

Lampiran II


(6)