Perbandingan Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Alum (Tawas) Dalam Mempertahankan Ph Pada Air Sungai Belawan Di Pdam Hamparan Perak
PERBANDINGAN
POLY ALUMINIUM CHLORIDE
(PAC) DAN
ALUM (TAWAS) DALAM MEMPERTAHANKAN pH PADA
AIR SUNGAI BELAWAN DI PDAM HAMPARAN PERAK
TUGAS AKHIR
OLEH :
THALITA PEBRIANA Br. SURBAKTI
NIM 122410021
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
(3)
PERBANDINGAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) dan ALUM (TAWAS) DALAM MEMPERTAHANKAN pH PADA AIR SUNGAI
BELAWAN DI PDAM HAMPARAN PERAK
ABSTRAK
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi makhluk hidup. Proses penjernihan air secara koagulasi dibutuhkan bahan kimia yang disebut dengan koagulan. Koagulan digunakan untuk membantu terjadinya proses koagulasi sehingga didapatkan endapan tersuspensi. Koagulan yang digunakan PDAM adalah Poly Aluminium Chloride (PAC). Penelitian ini dilakukan perbandingan antara koagulan PAC dan tawas untuk mengetahui koagulan yang paling baik digunakan untuk proses koagulasi. Jar test dilakukan dengan memasukkan air baku ke dalam 5 buah beaker gelas masing-masing sebanyak 1L. Lima buah beaker gelas tersebut, dibubuhkan Poly Aluminium Chloride (PAC) 1% dan tawas 1% dengan konsentrasi 19 ppm, 21 ppm, 25 ppm.
Alat jar test dioperasikan dengan pengadukan cepat pada kecepatan putaran 140 rpm selama 1 menit, dan dilanjutkan dengan pengadukan lambat pada kecepatan 50 rpm selama 10 menit dan didiamkan agar terjadi sedimentasi. Selanjutnya masing-masing dari beaker gelas diambil air jernihnya dan dilakukan pengujian terhadap parameter pH setelah jar test. Air baku sungai belawan setelah
jar test pada penambahan PAC optimum pada konsentrasi 19 ppm dengan pH 6,9, konsentrasi 21 ppm dengan pH 6,7, dan konsentrasi 25 ppm dengan pH 6,7. Pada penambahan tawas setelah di jar test didapat konsentrasi 19 ppm dengan pH 6,4, konsentrasi 21 ppm dengan pH 6,5, dan konsentrasi 25 ppm dengan pH 6,3. Sedangkan Konsentrasi rentangan pH yang ditetapkan di PDAM IPA Hamparan Perak 6,5 – 8,5. Dapat disimpulkan bahwa pemakaian PAC lebih baik dibandingkan dengan tawas, karena tawas cepat menurunkan pH sehingga tidak memenuhi syarat pH di PDAM IPA Hamparan Perak.
Penggunaan PAC di PDAM Hamparan Perak dikarenakan sungai Belawan yang melewati Hamparan perak sudah termasuk hilir (bawah), dan banyak melewati pabrik sehingga banyak sisa pembuangan dan tingkat kekeruhan sangat tinggi apalagi disaat musim hujan.
Kata Kunci : Jar test, pH, Koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC), Koagulan
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala kasih karunia dan penyertaan-NYA yang memberikan kesehatan dan
hikmat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja
Lapangan Dan Tugas akhir Praktek Kerja Lapangan ini.
Tugas Akhir ini di susun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara. Laporan ini disusun berdasarkan data-data
yang diperoleh dari hasil praktek kerja lapangan yang dilaksanakan penulis
selama 2 minggu yang berlangsung dari tanggal 02 Februari s/d 13 Februari 2015
di Laboratorium Instalasi Pengolahan Air PDAM TIRTANADI Hamparan Perak.
Dalam penyusunan Tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, nasehat serta petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
berbagai pihak atas bimbingannya dan bantuannya terutama kepada:
1. Bapak prof. Dr. Sumadio Hadisaputra, Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App. Sc., Apt. Selaku Ketua Program Studi
Diploma III Analis Famasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas
(5)
4. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan petunjuk dan saran dalam penyelesaikan laporan ini.
5. Bapak Ir. H. Zulham Ali Nasution selaku Kepala Instalasi Pengolahan Air
(IPA) Hamparan Perak yang telah menyediakan tempat kepada kami untuk
melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
6. Bapak M. Taufik, ST. Selaku Kepala Bagian Pengolahan yang telah banyak
membimbing kami selama melakukan Praktek Kerja Lapangan di PDAM
Hamparan Perak.
7. Bapak Rivai Edward Sebayang, ST. Selaku Pembimbing di laboratorium
PDAM Hamparan Perak.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah
memberikan dukungan material dan masukan dalam menyelesaikan Tugas Akhir
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun demi kesempurnaan Tugas akhir ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan maupun sebagai bahan perbandingan bagi yang memerlukannya.
Medan, Juni 2015
Thalita P Br.Surbakti
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
1.3 Manfaat ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Defenisi Air ... 4
2.2 Sumber Air ... 6
2.3 Penggolongan Air ... 7
2.3.1 Penggolongan Air Menurut Peraturan Presiden No. 20 / 1990 ... 7
2.3.2 Penggolongan Air Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/90 ... 8
2.4 Persyaratan Air Minum ... 8
2.5 Kualitas Fisik Air Minum ... 9
2.6 Proses Pengolahan Air ... 14
(7)
2.7 pH (Power Of Hydrogen) ... 19
2.8 Koagulan ... 20
2.9 PAC (Poly Aluminium Chloride) ... 22
2.10 Tawas (Alum) ... 23
2.11 Jar Test ... 24
2.11.1 Pengertian ... 24
2.11.2 Peralatan ... 25
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ... 27
3.1 Tempat Penelitian ... 27
3.2 Alat ... 27
3.3 Bahan ... 27
3.4 Sampel ... 27
3.5 Prosedur Percobaan ... 28
3.5.1 Jartest ... 28
3.5.2 Pengukuran pH ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
4.1 Hasil ... 30
4.2 Pembahasan ... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
5.1 Kesimpulan ... 34
5.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
(8)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Grafik perbandingan PAC dan Tawas dalam memper
tahankan pH ... 31
Lampiran 2. Gambar Sampel ... 37
Lampiran 3. Alat Dan Bahan ... 38
Lampiran 4. Bagan Alir Penelitian ... 41
Lampiran 5. Gambar Warna pH ... 44
Lampiran 6. PERMENKES 2010 Pengelolahan Kualitas Air ... 45
Lampiran 7. Sasaran mutu Instalasi Pengelola Air PDAM Tirtanadi Sumatera Utara ... 47
(9)
PERBANDINGAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) dan ALUM (TAWAS) DALAM MEMPERTAHANKAN pH PADA AIR SUNGAI
BELAWAN DI PDAM HAMPARAN PERAK
ABSTRAK
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi makhluk hidup. Proses penjernihan air secara koagulasi dibutuhkan bahan kimia yang disebut dengan koagulan. Koagulan digunakan untuk membantu terjadinya proses koagulasi sehingga didapatkan endapan tersuspensi. Koagulan yang digunakan PDAM adalah Poly Aluminium Chloride (PAC). Penelitian ini dilakukan perbandingan antara koagulan PAC dan tawas untuk mengetahui koagulan yang paling baik digunakan untuk proses koagulasi. Jar test dilakukan dengan memasukkan air baku ke dalam 5 buah beaker gelas masing-masing sebanyak 1L. Lima buah beaker gelas tersebut, dibubuhkan Poly Aluminium Chloride (PAC) 1% dan tawas 1% dengan konsentrasi 19 ppm, 21 ppm, 25 ppm.
Alat jar test dioperasikan dengan pengadukan cepat pada kecepatan putaran 140 rpm selama 1 menit, dan dilanjutkan dengan pengadukan lambat pada kecepatan 50 rpm selama 10 menit dan didiamkan agar terjadi sedimentasi. Selanjutnya masing-masing dari beaker gelas diambil air jernihnya dan dilakukan pengujian terhadap parameter pH setelah jar test. Air baku sungai belawan setelah
jar test pada penambahan PAC optimum pada konsentrasi 19 ppm dengan pH 6,9, konsentrasi 21 ppm dengan pH 6,7, dan konsentrasi 25 ppm dengan pH 6,7. Pada penambahan tawas setelah di jar test didapat konsentrasi 19 ppm dengan pH 6,4, konsentrasi 21 ppm dengan pH 6,5, dan konsentrasi 25 ppm dengan pH 6,3. Sedangkan Konsentrasi rentangan pH yang ditetapkan di PDAM IPA Hamparan Perak 6,5 – 8,5. Dapat disimpulkan bahwa pemakaian PAC lebih baik dibandingkan dengan tawas, karena tawas cepat menurunkan pH sehingga tidak memenuhi syarat pH di PDAM IPA Hamparan Perak.
Penggunaan PAC di PDAM Hamparan Perak dikarenakan sungai Belawan yang melewati Hamparan perak sudah termasuk hilir (bawah), dan banyak melewati pabrik sehingga banyak sisa pembuangan dan tingkat kekeruhan sangat tinggi apalagi disaat musim hujan.
Kata Kunci : Jar test, pH, Koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC), Koagulan
(10)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup
orang banyak, bahkan oleh semua mahluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air
harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta
mahluk hidup lain, begitu juga aspek penghematan dan pelestarian sumber daya
air harus ditanamkan pada segenap pengguna air (Effendi, 2003).
Saat ini masalah utama yang terkait di sumber daya air terutama kuantitas
karena tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Sementara itu,
kualitas air untuk keperluan domestik semakin menurun. Kegiatan industri,
domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara
lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan
gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua mahluk hidup yang bergantung
pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan
sumber daya air secara seksama (Effendi, 2003).
Sumber–sumber air semakin dicemari oleh limbah industri yang tidak
diolah ketika dibuang ke alam atau tercemar karena penggunaannya yang
melebihi kapasitasnya untuk dapat diperbaharui. Kalau tidak ada perubahan yang
radikal terkait dengan pemanfaatan air, mungkin saja suatu ketika air tidak lagi
dapat digunakan tanpa pengolahan khusus, yang biayanya melewati jangkauan
(11)
Banyak orang memang memahami masalah–masalah pencemaran dan
lingkungan yang biasanya merupakan akibat aktivitas industri, tetapi tetap saja
tidak menyadari implikasi penting yang terjadi. Sebagian penduduk bumi berada
di negara – negara berkembang dan rusak harus mendapatkan sumber air yang
layak, apalagi jika kegiatan untuk bisa berkembang dan berindustrialisasi. Oleh
karena itu pemerintah di Negara Berkembang harus memusatkan diri terutama
pada air dan sanitasi (Sanim, 2011).
Air juga merupakan sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, karena air salah satu media, dari berbagai macam penularan, terutama
penyakit perut. Seperti yang telah kita ketahui bahwa penyakit perut adalah
penyakit yang paling banyak terjadi di Indonesia seperti diare (Sutrisno, 1996).
Melalui penyediaan air bersih baik dari segi kualitas maupun kuantitas di
suatu daerah, maka penyebaran penyakit menular seperti penyakit perut
diharapkan bisa ditekan seminimal mungkin. Penurunan penyakit perut ini
didasarkan pertimbangan bahwa air merupakan salah satu mata rantai penularan
penyakit perut. Agar seseorang tetap sehat sangat dipengaruhi oleh adanya kontak
(12)
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui pH air baku di PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.
b. Mengetahui pH air baku setelah penambahan koagulan Poly Aluminium
Chloride (PAC) dan tawas dengan dosis yang berbeda.
c. Membandingkan koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan tawas
dalam mempertahankan pH.
1.3 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk :
a. Mahasiswa, dapat mengetahui pH air baku di PDAM Tirtanadi Hamparan
Perak.
b. Mahasiswa, dapat mengetahui pH air baku setelah penambahan koagulan
Poly Aluminium Chloride (PAC) dan tawas dengan dosis yang berbeda.
c. Mahasiswa, dapat membandingkan koagulan Poly Aluminium Chloride
(PAC) dan tawas dalam mempertahankan pH.
(13)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Air
Air merupakan suatu senyawa kimia sangat sederhana yang terdiri dari dua
atom hidrogen (H) berikatan dengan satu atom oksigen (O). Secara simbolik air
dinyatakan sebagai H2O. Air serta bahan–bahan dan energi yang dikandung di
dalamnya merupakan lingkungan bagi jasad-jasad air. Pengaruhnya terhadap
kehidupan biota air, yaitu dengan sifat fisikanya sebagai medium tempat hidup
tumbuhan dan hewan. Sifat kimianya sebagai pembawa zat hara yang diperlukan
bagi pembentukan bahan organik oleh tumbuhan (Andi, 2007).
Sifat–sifat fisik inilah yang memisahkan lingkungan air dari lingkungan
udara. Berat jenis, kekentalan, dan tegangan permukaan adalah faktor yang paling
banyak mempengaruhi kehidupan biota air. Berat jenis air murni adalah 775 kali
lebih besar daripada udara (00 C, 760 mn Hg). Demikian pula pengaruhnya
terhadap daya apung suatu benda. Ini merupakan suatu penghematan energi yang
cukup besar untuk menahan beratnya sendiri dan memungkinkan reduksi dan
jaringan–jaringan penunjang (Andi, 2007).
Berat jenis air danau atau air sungai pada tempat dan waktu yang berlainan
tidak akan sama besar. Walaupun perbedaan ini umumnya kecil, tetapi
pengaruhnya penting terhadap mahluk hidup di dalam air (Andi, 2007).
Air mempunyai sifat khusus di antara zat–zat cair, karena molekul–
(14)
dan sifat tersebut bergantung pada suhu. Pada suhu rendah molekul air tersusun
dalam bidang empat, yaitu suatu molekul berada di tengah–tengah dan empat
molekul di sudut suatu bidang empat. Struktur seperti ini terdapat dalam bentuk
es. Dalam bentuk cair bidang empat ini rusak dan menyatu, dengan bertambahnya
suhu sedikit demi sedikit berubah ke dalam bentuk yang lain sampai akhirnya
pada bentuk bola yang mempunyai susunan yang rapat (Andi, 2007).
Sifat anomali air sangat penting bagi kehidupan. Perairan tawar hanya
membeku pada permukaannya, sedangkan suhu di bagian dalamnya umumnya
hanya sedikit dibawah 40 C pada musim dingin. Pembekuan ini merupakan
barrier (penghalang) bagi penyebaran banyak jasad (Andi, 2007).
Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan
untuk diminum. Sedangkan KEPMENKES RI No.17/MENKES/VII/2002,
mengartikan air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Standar kualitas air minum yang digunakan diatur oleh Pemerintah melalui
PERMENKES No.416/MENKES/PER/IX/1990 antara lain :
a. tidak berbau dan tidak berasa
b. kekeruhan tidak lebih dari skala 5 NTU
c. pH antara 6,5-8,5
d. besi sebagai Fe 0,3 mg / lt
e. mangan sebagai Mn 0,1 mg / lt
f. zat organik sebagai KMnO4 10 mg / lt
(15)
Demi pemenuhan kebutuhan air bersih, maka dicari sumber-sumber air
untuk diolah. Salah satunya sumber air alami misalnya air permukaan (sungai).
Sebelum air permukaan dijadikan sumber pengolahan air bersih, terlebih dulu
diperiksa secara fisika dan kimia untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air
tersebut. Selanjutnya metode pengolahan ditentukan dan direncanakan instalasi
pengolahan air (Rivai, 2007).
2.2 Sumber Air
Sumber – sumber air dapat dibagi dalam beberapa hal yaitu :
a. air Laut
b. air Atmosfer
c. air permukaan
d. air tanah
i. Air Laut, terasa asin karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl
dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat
untuk air minum (Sutrisno, 1996).
ii. Air Atmosfer, dalam keadaan murni sangat bersih, tetapi sering terjadi
pengotoran yang disebabkan oleh industri/debu, asap kendaraan. Untuk
menjadikan air hujan sebagai sumber air minum, ketika menampungnya
tempatkan jaring dan kawat atau kain kasa di permukaan bak atau drum untuk
menampung air, lalu taburkan batu koral di atas jaringnya sebagai penyaring
hujan sebelum ditampung (Sutrisno, 1996).
Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa–pipa
(16)
juga mempunyai kadar mineral yang rendah, sehingga akan boros terhadap
pemakaian sabun karena dapat menghasilkan busa yang banyak (sutrisno, 1996).
iii. Air Permukaan, adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama mengalir,
misalnya oleh lumpur, batang kayu, daun, kotoran industri kota dan
sebagainya. Beberapa pengotoran ini, untuk masing–masing air permukaan
akan berbeda–beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan
tersebut. Jenis pengotoran yang umum adalah kotoran fisik, kimia, dan
bakteriologi (Sutrisno, 1996).
iv. Air Tanah, adalah air yang berada di bawah tanah dalam zona jenuh, tekanan
hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer (Sutrisno, 1996).
Air tanah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu air tanah tidak tertekan
(bebas) dan air tanah tertekan. Air tanah bebas air bersumber di akifer yang hanya
sebagian terisi air, terletak pada suatu dasar yang kedap air, dan mempunyai
permukaan bebas. Air tanah tertekan adalah air dari akifer yang sepenuhnya jenuh
air, bagian atas dan bawah dibatasi oleh lapisan yang kedap air (Effendi, 2003).
2.3 Penggolongan Air
2.3.1 Penggolongan air menurut Peraturan Presiden No.20/1990 :
Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum tanpa pengolahan
terlebih dahulu.
Golongan B : Air yang digunakan sebagai air baku air minum.
Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
(17)
Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat
dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan pembangkit
tenaga listrik (Rivai, 2007).
2.3.2 Penggolongan air menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/90 :
a. Air adalah air minum, air bersih, air kolam renang dan air pemandian umum.
b. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum.
c. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak.
d. Air kolam renang adalah air didalam kolam renang yang digunakan untuk
olahraga renang dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan.
e. Air pemandian umum adalah air yang digunakan pada tempat pemandian bagi
umum (tidak temasuk pemandian untuk pengobatan tradisional dan kolam
renang) yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan (Rivai, 2007).
2.4 Persyaratan Air Minum
Untuk menjamin bahwa suatu sistem penyediaan air minum adalah aman,
higenis, dan baik serta dapat diminum tanpa kemungkinan dapat menginfeksi para
pemakai air maka haruslah terpenuhi suatu persyaratan kualitasnya (Joko, 2010).
Air minum selain harus bebas dari zat yang berbahaya bagi kesehatan, juga
tidak boleh menarik rasa dan bau. Dalam perencanaan/pelaksanaan fasilitas
(18)
kemungkinan pengotoran dan kontaminasi. Berdasarkan SK Menkes RI No.
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat–syarat dan pengawasan kualitas air
minum pada lampiran I persyaratan kualitas air minum adalah sebagai berikut :
a. Persyaratan Fisika
Air tidak boleh bewarna, tidak boleh berasa, tidak boleh berbau, suhu air
hendaknya di bawah sela udara (sejuk± 25ºC), air harus jernih (Sutrisno, 1996).
b. Persyaratan Bakteriologis
Parameter persyaratan bakteriologis adalah jumlah maksimum E. Coli atau
Fecal Coli dan total bakteri coliform per 100 ml sampel. Persyaratan tersebut
harus dipenuhi oleh air minum, air yang masuk system distribusi, dan air pada
sistem distribusi.
c. Persyaratan Kimiawi
Air minum tidak boleh mengandung racun, zat–zat mineral atau zat–zat
kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan (Joko, 2010).
2.5 Kualitas Fisik Air Minum
Standar persyaratan fisis air minum ada lima yaitu suhu, warna, bau, rasa,
dan kekeruhan. Dalam tinjauan berikut ini akan diperoleh pengertian lebih jauh
tentang unsur–unsur tersebut, khususnya dalam hubungannya dengan
dicantumkannya unsur – unsur tersebut dalam standar persyaratan kualitas
a. Suhu
Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air
tersebut dan dapat mempengaruhi pula reaksi kimia dalam pengelolaan, terutama
(19)
50ºF - 60ºF atau 10ºC - 15ºC, tetapi iklim setempat, kedalaman pipa–pipa saluran
air, dan jenis dari sumber–sumber air akan mempengaruhi temperatur ini. Di
samping itu, temperatur air juga mempengaruhi secara langsung toksisitas banyak
bahan kimia pencemar, pertumbuhan mikroorganisme dan virus.
Secara umum, kelarutan bahan–bahan padat dalam air akan meningkat,
meskipun ada beberapa pengecualian. Pengaruh temperatur pada kelarutan
terutama tergantung pada efek panas secara keseluruhan pada larutan
tersebut.Kalau panas larutan itu adalah endothermis, maka larutan meningkat
dengan meningkatnya temperatur. Kalau panas dari larutan exothermis, kelarutan
akan menurun dengan naiknya temperatur, dan apabila perubahan panasnya kecil,
kelarutan sangat kecil dipengaruhi oleh perubahan temperature (Sutrisno, 1996).
Tidak semua standar persyaratan kualitas air minum mencantumkan suhu
sebagai salah satu unsur standar. Meskipun demikian, uraian tersebut di atas dapat
memberikan gambaran alasan mengapa suhu dimasukkan sebagai salah satu unsur
standar persyaratan, yakni dapat disimpulkan untuk :
a. Menjaga penerimaan masyarakat terhadap air minum yang dibutuhkannya.
b. Menjaga derajat toksisitas dan kelarutan bahan–bahan polutan yang
mungkin terdapat dalam air, serendah mungkin.
c. Menjaga adanya temperatur air yang sedapat mungkin tidak menguntungkan
bagi pertumbuhan mikroorganisme dan virus dalam air.
Penyimpangan terhadap standar suhu ini, yakni apabila suhu air minum
lebih tinggi dari suhu udara, jelas akan mengakibatkan tidak tercapainya maksud-
(20)
meningkatkan toksisitas dan kelarutan bahan–bahan polutan, dan dapat
menimbulkan suhu bagi kehidupan mikroorganisme dan virus tertentu.
b. Warna
Banyak air permukaan khususnya yang berasal dari daerah rawa–rawa
sering kali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk
keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri, tanpa dilakukannya
pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut.
Bahan–bahan yang menimbulkan warna tersebut dihasilkan dari kontak
antara air dengan reruntuhan organis seperti daun, duri pohon jarum dan kayu,
yang semuanya dalam berbagai tingkat–tingkat pembusukan.
Air yang mengandung bahan–bahan pewarna ilmiah yang berasal dari
rawa dan hutan, dianggap tidak mempunyai sifat–sifat yang membahayakan atau
toksis. Meskipun demikian, adanya bahan–bahan tersebut memberikan warna
kuning – kecoklatan pada air, yang menjadikan air tersebut tidak disukai oleh
sebagian konsumen.
Standar yang ditetapkan oleh U.S, Public Health Service untuk intensitas
warna dalam air minum adalah 20 unit dengan skala Pt-Co. Standar ini lebih
rendah dari standar yang ditetapkan oleh standar Internasional dari WHO maupun
standar nasional dari Indonesia yang besarnya 5 – 50 unit.
Hal yang dapat disimpulkan dari tinjauan tentang unsur warna sebagai satu
standar persyaratan kualitas air minum adalah bahwa :
i. air yang bewarna dalam tingkatan tertentu akan mengurangi segi estetika,
(21)
ii. dengan ditetapkannya standar warna sebagai salah satu persyaratan
kualitas, diharapkan bahwa semua air minum yang akan diberikan kepada
masyarakat akan dapat langsung diterima oleh masyarakat.
c. Bau dan Rasa
Seperti halnya pada unsur warna, adanya bau dan rasa pada air minum
akan menurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebur. Bau dan rasa
biasanya terjadi bersama–sama dan biasanya disebakan oleh bahan–bahan organik
yang membusuk, tipe–tipe tertentu organisme mikroskopik, serta persenyawaan
kimia seperti fenol. Bahan–bahan yang menyebabkan bau dan rasa dapat
meningkat, bila dilakukan khlorinasi. Karena pengukuran rasa dan bau itu
tergantung pada reaksi individual, maka hasil yang dilaporkan adalah tidak
mutlak. Intensitas bau dilaporkan sebagai berbanding terbalik dengan rasio
pencemaran bau sampai pada keadaan yang nyata tidak berbau.
Standar persyaratan air minum yang menyangkut bau dan rasa ini baik
yang ditetapkan oleh WHO maupun U.S. Public terdapat bau dan rasa yang tidak
diinginkan. Efek kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh adanya bau dan rasa
dalam air ini adalah :
i. Serupa dengan unsur warna, dengan air minum yang berbau dan berasa ini,
masyarakat akan mencari sumber–sumber air lain yang kemungkinan besar
bahkan tidak “safe”.
ii. Ketidaksempurnaan usaha menghilangkan bau dan rasa pada cara
(22)
yang terolah secara tidak sempurna itu masih mengandung bahan–bahan
kimia yang bersifat toksis.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa efek yang dapat ditimbulkan
adalah merupakan efek yang terjadi secara tidak langsung.
d. Kekeruhan
Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung banyak partikel
bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan
kotor. Bahan–bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel–partikel kecil
yang tersuspensi lainnya. Nilai numerik yang menunjukkan kekeruhan didasarkan
pada ikut campurnya bahan–bahan tersuspensi pada jalannya sinar melalui
sampel.
Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang membahayakan, tetapi ia
menjadi tidak disenangi karena rupanya. Untuk membuat air memuaskan dan
penggunaan rumah tangga, usaha penghilangan bahan–bahan yang menyebabkan
kekeruhan seperti lumpur, kotoran adalah penting.
Kebanyakan bangunan pengolahan air yang modern menghasilkan air
dengan kekeruhan 1 ppm atau kurang. Kekeruhan pada air juga merupakan satu
hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat
bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam
usaha penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi.
Berdasarkan tinjauan tentang standar kualitas fisis ini, secara umum dapat
(23)
a. penyimpangan terhadap standar yang telah ditetapkan akan mengurangi
penerimaan masyarakat terhadap air tersebut, yang selanjutnya dapat
mendorong masyarakat untuk mencari sumber air lain yang kemungkinan
tidak aman.
b. terdapatnya suhu, intensitas bau, rasa, dan kekeruhan yang melebihi standar
yang ditetapkan, dapat menimbulkan kekhawatiran terkandungnya bahan–
bahan kimia yang dapat mengakibatkan efek toksis terhadap manusia.
2.6 Proses Pengolahan Air
Pengolahan air adalah usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat–
sifat suatu zat. Hal ini penting bagi air minum, karena dengan adanya pengolahan
ini, maka didapatkan air minum yang memenuhi standar yang telah ditentukan
(Widiatmoko, 1994).
Dalam proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dengan dua cara,
yakni :
a. Pengolahan Lengkap, yaitu air akan mengalami pengolahan lengkap, baik
fisika, kimiawi, dan bakteriologi. Pada pengolahan cara ini biasanya dilakukan
terhadap air sungai yang kotor/keruh.
Pada hakekatnya, pengolahan lengkap ini dibagi dalam tiga tingkatan
pengolahan, yaitu :
i. pengolahan fisika, yaitu suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk
mengurangi/menghilangkan kotoran–kotoran yang kasar, penyisihan lumpur
dan pasir, serta mengurangi kadar zat–zat organik yang ada dalam air yang
(24)
ii. pengolahan Kimia, yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat–
zat kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Misalnya: dengan
pembubuhan kapur dalam proses pelunakan dan sebagainya.
iii. pengolahan bakteriologis, yaitu suatu tingkat pengolahan untuk
membunuh/memusnahkan bakteri yang terkandung dalam air minum yakni
dengan cara/jalan membubuhkan kaporit (zat desinfektan).
b. Pengolahan sebagian, Diadakan pengolahan kimiawi dan/atau pengolahan
bakteriologik saja. Pengolahan ini pada lazimnya dilakukan untuk:
i. Mata air bersih
ii. Air dari sumur yang dangkal/dalam (Widiatmoko, 1994).
2.6.1 Unit – unit Pengolahan Air Minum
Adapun unit – unit pengolahan air minum terdiri dari:
a. Bangunan Penangkap Air
b. Bangunan Pengendap Pertama
c. Pembubuhan Koagulan
d. Bangunan Pengaduk Cepat
e. Bangunan Pembentuk flok
f. Bangunan Pengendap Kedua
g. Bangunan Penyaring
h. Reservoir
(25)
i. Bangunan Penangkap Air
Bangunan penangkap air ini merupakan suatu bangunan untuk
menangkap/mengumpulkan air dari suatu sumber asal air, untuk dapat
dimanfaatkan. Adapun bentuk dan konstruksi ini bergantung kepada jenis dan
macam sumber air yang kita tangkap. Fungsi dari bangunan penangkap air ini
sangat penting artinya untuk menjaga kontinuitas pengaliran.
ii. Bangunan Pengendap Pertama
Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk
mengendapkan partikel–partikel padat air sungai dengan gaya gravitasi. Pada
proses ini tidak ada penambahan zat/bahan kimia. Untuk instalasi penjernihan air
minum, yang air sungainya cukup jernih, tetapi sadah, bak pengendap pertama
tidak diperlukan. Penanganan pada unit ini terutama ditujukan terhadap:
a) Aliran air
Harus dijaga supaya aliran air pada unit ini laminair (tenang), dengan
demikian pengendapan secara gravitasi tidak terganggu. Hal ini dapat kita
lakukan dengan mengatur pintu air masuk dan pintu air keluar pada unit
ini.
b) Unit Instalasi
Hasil pengendapan pada unit ini adalah terbentuknya lumpur endapan
pada dasar bak.Untuk menjaga pada unit iniadalah terbentuknya lumpur
pada dasar bak.Untuk menjaga efektivitas ruang pengendapan dan
pencegahan pembusukan lumpur endapan, maka secara periodic lumpur
(26)
dikontrol/diperiksa setiap saat agar supaya tetap dapat bekerja secara
sempurna.
iii. Pembubuhan Koagulan
Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu
proses pengendapan partikel–partikel kecil yang tak dapat mengendapakan
dengan sendirinya (secara gravimetris). Sesuai dengan nama dari unit ini, maka
unit ini berfungsi untuk tempat pembubuhan koagulan secara teratur sesuai
dengan kebutuhan (dengan dosis yang tepat).
Alat pembubuh koagulan yang banyak dikenal sekarang, dapat dibedakan
dari cara pembubuhannya:
a) Secara gravitasi, dimana bahan/zat kimia (dalam bentuk larutan) mengalir
dengan sendirinya karena gravitasi.
b) Memakai pompa (dosering pump), pembubuhan bahan/zat kimia supaya
tidak tersumbat. Maka perlu pemeriksaan secara teliti terhadap peralatan–
peralatannya.
iv. Bangunan Pengaduk Cepat
Unit ini untuk meratakan bahan/zat kimia (koagulan) yang ditambahkan agar
dapat bercampur dengan air secara baik, sempurna, dan cepat.
Cara pengadukan:
a) Alat mekanis : motor dengan alat pengaduknya
b) Penerjun Air : dengan bantuan udara bertekanan
(27)
c) Alat/cara pengadukannya, supaya mendapat pengadukan yang sempurna
dan sesuai dengan yang kita inginkan.
v. Bangunan Pembentuk Flok
Unit ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya
dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan bahan/zat
koagulan yang kita butuhkan.
Faktor–faktor yang mempengaruhi bentuk flok–flok (partikel yang lebih
besar dan bisa mengendap dengan gravitasi):
a) Kekeruhan pada baku air
b) Tipe dari Suspended Solid
c) pH
d) Alkalinitas
e) Bahan koagulan yang dipakai
f) Lamanya pengadukan
Pada unit ini kita usahakan supaya tidak terbentuk endapan flok.
vi. Bangunan Pengendap Kedua
Unit ini berfungsi untuk mengendapkan flok yang terbentuk pada unit bak
pembentuk flok. Pengendapan disini dengan gaya berat flok sendiri (gravitasi).
Penanganan unit bak pengendap kedua sama dengan pada unit bak pengendapan
pertama. Aliran pada unit dijaga sedemikian rupa sehingga tetap tenang.
vii. Filter (Saringan)
Dalam proses penjernihan air minum diketahui 2 macam filter yaitu:
(28)
b) Saringan pasir cepat
Dari bentuk bangunannya saringan, dikenal 2 macam:
a) Saringan yang bangunannya terbuka b) Saringan yang bangunannya tertutup
Aliran dari bak pengendap mengalir ke filter, gumpalan–gumpalan dan
lumpur tertahan pada lapisan atas filter. Pada saat tertentu dimana hilangnya
tekanan dari air di atas saringan terlalu tinggi, yaitu karena adanya lapisan lumpur
pada bagian atas dari saringan, maka saringan akan dicuci kembali dengan air
bertekanan dari bawah.
viii. Reservoir
Air yang telah melalui filter dapat dipakai untuk air minum. Air tersebut
telah bersih dan bebas dari bakteriologis dan ditampung pada bak reservoir
(tendon) untuk diteruskan pada konsumen. Untuk keperluan pemakaian terbanyak
pada jam 16.00 – 18.00 diperlukan tendon minimum 10% debit/harinya.
Selanjutnya air akan melalui tahap pemompaan (Widiatmoko, 1994).
2.7 pH (Power Of Hydrogen)
Konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam suatu cairan dinyatakan dengan pH.
Organisme sangat sensitif terhadap perubahan ion hidrogen. Pada proses
penjernihan air dan air limbah. pH menjadi indikator untuk meningkatkan
efisiensi proses penjernihan. Air limbah pertambangan atau pertanian
mengakibatkan tingginya konsentrasi ion hidrogen sehingga membahayakan
(29)
asam. Sebaliknya cairan basa menunjukkan konsentrasi ion hidroxil (OH) lebih
tinggi daripada konsentrasi ion hidrogen (Widiatmoko, 1994).
pH air normal berkisar 6,5 – 9,2. Apabila pH kurang dari 6,5 atau lebih
besar dari 9,2; akan mengakibatkan pipa air yang terbuat dari logam mengalami
korosif sehingga pada akhirnya air tersebut akan menjadi racun bagi tumbuh
manusia. Kalau pH berkisar antara 6,0 – 8,0 merupakan keadaan yang sangat baik
bagi pertumbuhan mikroba (Gabriel, 2001)
Dalam sanitasi air, klor merupakan pilihan utama (oleh karena murah)
namun dalam pembasmian kuman, klor menghasilkan asam kuat (Hcl) sehingga
air cenderung bersifat asam (pH air kurang dari 6). Keasaman air akan bertambah
dengan adanya klor bebas bereaksi dengan zat humus. Dalam proses koagulasi
dengan tawas, air cenderung bersifat asam pula (Gabriel, 2001).
Perubahan derajat keasaman pH dapat berpengaruh terhadap tingkat
toksisitas ammonia, dengan semakin rendah pH air maka semakin rendah daya
racun ammonia dan sebaliknya semakin tinggi pH air, semakin tinggi pula daya
racunnya (Nugroho, 2006).
2.8 Koagulan
Koagulan adalah zat kimia yang digunakan untuk pembentukan flok pada
proses pencampuran (koagulasi-flokulasi). Koagulan menyebabkan destabilisasi
muatan negatif partikel di dalam suspensi. Secara umum koagulan berfungsi untuk
mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik maupun organik,
mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air, mengurangi
(30)
Ada dua jenis bahan kimia yang umum digunakan, yaitu :
a. Koagulan garam logam, antara lain :
i. Alumminium sulfat (Al3(SO4)3.14H2O)
ii. Feri chloride FeCl3
iii. Fero chloride FeCl2
iv. Feri sulphate Fe2(SO4)3
Pada koagulan garam logam yang sering digunakan adalah aluminium
sulfat daripada garam besi, karena harganya yang lebih murah. Bila aluminimum
sulfat ditambahkan ke air maka ion alumunium akan terhidrasi sehingga anion
yang ada dalam air akan menyerang ion alumunium. Selanjutnya terjadi olasi
(olation) di mana mikroflok yang terbentuk akan bergabung. Hasilnya muatan
elektrik dari partikel tersebut berkurang, suspensi terdestabilisasi.
b. Koagulan polimer kationik, antara lain :
i. Poly Alumunium Chloride sering disingkat PAC (Al10(OH)15Cl15)
ii. Chitosan
iii. Curie flock
Koagulan jenis polimer kationik yang sering digunakan adalah Poly
Aluminium Chloride atau PAC. PAC merupakan polimer pendek berantai panjang
yang memiliki rumus umum kimiawi Aln(OH)mCl3n-m. Penggunaan koagulan
jenis ini akan menghasilkan flok-flok yang lebih padat dan dengan kecepatan
mengendap yang tinggi untuk fluktuasi kualitas yang besar (range pengolahan
lebih besar), juga pH air olahan yang dihasilkan lebih stabil (rangenya sangat
(31)
pada tingkat hidrolisisnya di dalam air.Koagulan bahan logam mengalami
hidrolisis sedangkan koagulan polimer tidak (Rivai, 2007).
2.9 Poly Aluminium Chloride (PAC)
Menurut Raharjo dalam Setianingsih (2000), PAC adalah polimer
alumunium yang merupakan jenis koagulan baru sebagai hasil riset dan
pengembangan teknologi pengolahan air. Sebagai unsur dasarnya adalah
alumunium, dan alumunium ini berhubungan dengan unsur lain membentuk suatu
unit yang berulang dalam suatu ikatan rantai molekul yang cukup panjang.
Dengan demikian PAC menggabungkan netralisasi dan kemampuan
menjembatani partikel–partikel koloid sehingga koagulasi berlangsung lebih
efisien (Rosariawari, 2013).
PAC memiliki rantai polimer yang panjang, muatan listrik positif yang
tinggi dan memiliki berat molekul yang besar, PAC memiliki koefisien yang
tinggi sehingga dapat memperkecil flok dalam air yang dijernihkan meski dalam
dosis yang berlebihan. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa,
sebab PAC memiliki muatan listrik positif yang tinggi sehingga PAC dapat
dengan mudah menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid dan dapat
mengatasi serta mengurangi gaya tolak menolak elektrostatis antar partikel sampai
sekecil mungkin, sehingga memungkinkan partikel–partikel koloid tersebut saling
mendekat (gaya tarik menarik kovalen) dan membentuk gumpalan / massa yang
lebih besar (Rosariawari, 2013).
Rentang pH untuk PAC adalah 6 – 9. Daya koagulasi PAC lebih baik dan
(32)
biaya penjernihan air persatuan waktu lebih kecil. Akibat langsung dari proses
penjernihan keseluruhan yang lebih singkat adalah kapasitas penjernihan air (dari
instalasi yang sudah ada) akan meningkat. Sedangkan segi negatif penggunaan
PAC adalah penyimpanan PAC cair memerlukan kondisi temperature maksimal
40°C. PAC tidak keruh bila pemakaiannya berlebih, sedangkan koagulan utama
(seperti alumunium sulfat, besi klorida dan ferro sulfat). bila dosis berlebihan bagi
air akan keruh, akibat dari flok yang berlebihan. Maka pengunaan PAC dibidang
penjernihan air lebih praktis. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan
biasa. PAC merupakan kelas dari Aluminium Chloride, yang telah dikenal dalam
persenyawaan kimia organik kompleks dengan ion hidroksil (-OH) serta ion-ion
aluminium bertaraf klorinasi yang berlainan sebagai bentuk polynuclear. Rumus
umum PAC adalah (Al2(OH)nCl6-n )m (Rosariawari, 2013).
PAC digunakan sebagai koagulan dan flokulan dalam suatu proses
pengolahan air. Aplikasi PAC pada dasarnya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pada
pemrosesan air permukaan untuk keperluan air bersih, air minum dan air untuk
proses industri (PDAM, industri kertas, industri textile, industri baja, industri
kayu, dll) begitu juga pada pemrosesan limbah cair industri, yaitu: industri kertas,
Industri textil, industri gula, industri makanan (Rosariawari, 2013).
2.10 Aluminium Sulfat (Tawas)
Tawas atau alum, Al2(SO4)3.14H2O (Dalam bentuk batuan, serbuk,
cairan) Massa jenis alum adalah 480 kg/m3, dengan kadar air 11 – 17 %. Dosis
alum dapat dikurangi dengan cara : penurunan kekeruhan air baku, filtrasi
(33)
optimum (6.0 – 8.0). Alum dilarutkan dalam air dengan kadar 3 – 7 % (5 %
rata-rata) untuk pembubuhan. Kadar maximum aplikasi 12 –15% (Rosariawari, 2013).
Dua faktor yang penting dalam proses koagulasi terutama pada saat
penambahan koagulan adalah faktor pH dan dosis koagulan. Dosis optimum
koagulan dan pH harus ditentukan dengan test di laboratorium. Range pH optimal
alum adalah antara 5.5 – 6.5 dengan proses koagulasi yang memadai rangenya
dapat antara pH 5.0 – 8.0 pada beberapa kondisi (Rosariawari, 2013).
Turunan Al yang lain adalah PAC yang merupakan polimer polihidroksida
klorida yang merupakan senyawa komplek antara ion Al, ion hidroksida dan ion
klorida yang membentuk molekul besar (polimer) dengan rumus
Alm(OH)n(Cl)3m-n. Keuntungan PAC dibanding alum adalah pH flokulasi yang
terjadi tidak mengakibatkan penurunan pH yang tajam dibanding alum atau pH
flokulasi yang terjadi tidak asam dibanding alum, karena dalam air PAC akan
terhidrolisis membentuk flok dan ion klorida yang terlepas akan tergabung dengan
flok struktur, sehingga terhindar terbentuk HCl sebagai produk samping, maka
dalam operasionalnya koagulan ini akan menekan biaya produksi melalui
penggunaan pH (Rivai, 2007).
2.11 Jar test 2.11.1 Pengertian
Suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimum dari
koagulan yang digunakan dalam proses pengolahan air bersih. Apabila percobaan
dilakukan secara tepat, informasi yang berguna akan diperoleh untuk membantu
(34)
penjernihan. Jar test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk
parameter-parameter proses seperti :
a. Dosis koagulan dan koagulan pembantu.
b. pH.
c. Metode pembubuhan bahan kimia (pada atau dibawah permukaan air,
pembubuhan beberapa bahan kimia secara bersamaan atau berurutan, lokasi
pembubuhan relatif terhadap peralatan pengadukan).
d. Kecepatan larutan kimia. Waktu dan intensitas pengadukan cepat dan
pengadukan lambat (flokulasi).
iv. Waktu penjernihan.
Untuk Jar test penetapan standarisasi dan prosedur tetap merupakan syarat untuk
mendapatkan hasil-hasil yang benar. Terpisah dari parameter-parameter proses
yang disebutkan di atas, variable-variable berikut juga harus dimonitor dan
dikontrol, seperti :
i. Temperatur air di dalam gelas beaker Jar test.
ii. Warna dan kekeruhan air baku yang telah diolah atau air olahan.
iii. Metode pengeluaran contoh air (sample air).
iv. Peralatan percobaan laboratorium dan prosedur analisis laboratorium.
2.11.2 Peralatan
Bagian-bagian penting dari sebuah Jar test sebagai berikut :
a. Sebuah motor yang dapat diatur
b. Batang-batang pengaduk dengan impeller atau rotor dan kecepatan rotasi rotor
(35)
c. Sebuah gelas beaker atau tabung di bawah setiap rotor
d. Sebuah pengatur waktu (otomatis dan manual)
e. Perlengkapan pada setiap tabung :
i. Stater pada setiap tabung
ii. Tabung pembubuh bahan kimia, satu atau dua buah untuk setiap jar yang
iii. dipasang pada sebuah jar
iv. Siphon untuk mengambil sample air (alat ini biasa diganti dengan slang
v. plastik kecil)
(36)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Tempat dan Waktu PKL
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di laksanakan di laboratorium PDAM
TIRTANADI Instalasi Pengolahan Air Hamparan Perak yang berlokasi di Desa
Klambir V Hamparan Perak, Kab.Deli Serdang.PKL dilaksanakan mulai tanggal 2
Februari s/d 13 Februari 2015 selama 2 minggu. Pkl dilaksanakan mulai hari senin
s/d jumat, pada pukul 08.00 WIB s/d 16.30 WIB.
3.2Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Alat uji Jar Test,
Turbidimeter, Beaker Glass, Labu Ukur, Neraca Analitik Digital, Kaca Arloji,
Batang Pengaduk, Spatula, Pipet Tetes, Pipet Volumetrik, Kuvet, Comparator pH,
Erlenmeyer, Tissue.
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Air Baku Sungai
Belawan Hamparan Perak (hilir), Larutan Poly Aluminium Chloride (PAC) 1%,
Alum (Tawas) 1%, Indikator Brom Timol Blue (BTB).
3.4 Sampel
(37)
3.5 Prosedur Percobaan 3.5.1 Jar Test
Percobaan ini menggunakan dua jenis koagulan yaitu PAC dan Tawas.
Masing – masing koagulan dibuat dengan konsentrasi 1%. PAC diambil dari 1 ml
PAC pekat dan diencerkan dalam labu takar 100 ml, untuk padatan tawas yaitu
ditimbang 1 gram tawas lalu dilarutkan dengan 100 ml air. Kemudian dilakukan
Jar Test dengan penambahan konsentrasi koagulan 19 ppm, 21 ppm, 25 ppm. Jar
test dilakukan dengan memasukkan air baku yang telah diketahui pHnya kedalam
3 buah beaker gelas masing-masing sebanyak 1L.
Pengaduk alat jar test diturunkan kemudian diaduk sebentar agar endapan
atau kotoran yang ada merata. Lalu kedalam 3 buah beaker glass tersebut, ditaruh
Poly Aluminium Chloride (PAC) 1% dan tawas 1% dengan konsentrasi yang
berbeda. Kemudian alat jar test dioperasikan dengan pengadukan cepat pada
kecepatan putaran 140 rpm selama 1 menit, dan dilanjutkan dengan pengadukan
lambat pada kecepatan 50 rpm selama 10 menit. Setelah flokulasi selesai, alat jar
test dimatikan, pengaduk alat jar test diangkat, dan larutan didiamkan selama 20
menit agar terjadi sedimentasi. Selanjutnya masing-masing dari beaker glass
(38)
3.5.2 Pengukuran pH
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan cara :
a. Diisi kedua kuvet sampai tanda batas
b. Di teteskan indikator BTB sebanyak 2-3 tetes pada salah satu kuvet dan
aduk sampai rata
c. Di letakkan kuvet di sebelah kanan tempat comparator sebagai sampel dan
letakkan kedua sebagai blanko di sebelah kiri comparator
d. Bandingkan warna sampel yang telah diteteskan indikator BTB dengan
disc comparator sebagai perbandingan warna
e. Perbandingan warna terhadap sampel dengan cara memutar disc
comparator, jika warna tidak sama terhadap sampel atau mendekati maka
di lihat nilai yang paling mendekati
(39)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Data Hasil Analisis Perbandingan PAC dan Tawas Dalam Mempertahankan pH Pada Air Sungai Belawan Di PDAM Hamparan Perak
Nama contoh uji : Air Sungai Belawan (Air Baku) Tanggal Pengambilan : 12 Februari 2015
Tanggal Pemeriksaan : 12 Februari 2015 Jam Pengambilan : 08.30 WIB Pelaksanaan Uji : 09.00 WIB Vol. Sampel : 1000 ml Parameter Uji : pH pH Air Baku Uji : 6,90 Konsentrasi Koagulan : 1 %
Tabel 4.1 Hasil analisis perbandingan PAC dan Tawas dalam mempertahankan pH pada air sungai Belawan
No Dosis Koagulan pH Setelah Jartest
PAC Tawas
1 19 ppm 6,9 6,4
2 21 ppm 6,7 6,5
(40)
Berdasarkan hasil penelitian dilakukan data diagram statistika untuk melihat grafik perbandingan PAC dan Tawas dalam mempertahankan pH pada air sungai Belawan (Gambar 4.1)
Gambar 4.1 Hasil pengujian perbandingan PAC dan Tawas dalam
mempertahankan pH.
4.2 Pembahasan
Manusia dan semua mahluk hidup membutuhkan air. Air merupakan
material yang membuat kehidupan terjadi di bumi, dan air juga merupakan bagian
penting dari sumber daya alam yang mempunyai karakteristik unik dibandingkan
dengan sumber daya lainnya. Air bersifat sumber daya terbarukan dan dinamis.
Artinya sumber utama air yang berupa hujan akan selalu dating sesuai dengan
waktu atau musimnya sepanjang tahun (Kodoatie, 2005).
6 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 6,6 6,7 6,8 6,9 7 Koagulan PAC Koagulan Tawas
p
H
19 ppm 21 ppm 25 ppm Dosis ppm koagulan PAC dan Tawas
(41)
pH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan
intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan. Ia juga merupakan suatu cara
untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH merupakan satu
faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air
akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya
dalam melakukan koagulasi kimiawi, desinfeksi, pelunakan air (water softening)
dan dalam pencegahan korosi (Widiatmoko, 1994).
Dari data yang ada, didapat hasil pemeriksaan pH pada air baku sungai
Belawan PDAM Hamparan perak 6,9. pH tersebut masih dapat dikatakan normal,
Karena rentangan pH yang telah ditetapkan di sasaran mutu Instalasi Pengelola
Air PDAM Tirtanadi Sumatera Utara adalah 6,5 – 8,5.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2010 didapat
persyaratan pH kualitas Air minum 6,5 – 8,5. Dapat dikatakan bahwa pH air baku
(sampel) sungai Belawan masih memenuhi persyaratan.
Berdasarkan gambar 4.1, setelah melakukan jartest pada dosis 19 ppm,
21 ppm, 25 ppm dengan menggunakan koagulan PAC dan Tawas didapat hasil
untuk PAC bahwa semakin tinggi dosis PAC maka pH tidak akan turun. Maka
dapat dikatakan bahwa koagulan PAC dapat mempertahankan pH. Sedangkan
koagulan tawas semakin tinggi dosis yang dipakai, maka semakin rendah pH nya,
sehingga untuk menaikkan pH digunakan lagi penambahan kapur.
Berdasarkan gambar 4.1 juga dapat dilihat bahwa pH koagulan yang
(42)
untuk membuat air menjadi netral tidak perlu menggunakan tawas dan kapur
berlebihan.
Koagulan yang digunakan di PDAM Tirtanadi Hamparan Perak adalah
Poly Aluminium Chloride (PAC) dikarenakan air sungai Belawan Hamparan
Perak sudah termasuk hilir (bawah), sehingga banyak sisa pembuangan dari
pabrik – pabrik yang dilewatinya membuang limbah ke sungai sehingga tingkat
(43)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh :
a. pH air baku sungai PDAM Tirtanadi Hamparan Perak 6,9.
b. pH air baku setelah penambahan Poly Aluminium Chloride (PAC) pada
dosis 19 ppm adalah 6,9; dosis 21 ppm adalah 6,7; dosis 25 ppm adalah
6,7. Sedangkan setelah penambahan Tawas pada dosis 19 ppm adalah 6,4;
dosis 21 ppm adalah 6,5; dosis 25 ppm adalah 6,3.
c. Koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dapat mempertahankan pH
dibandingkan alum (Tawas). Ini terbukti dari pengujian yang telah
dilakukan, dimana PAC semakin besar dosis yang digunakan maka dia
tetap dapat mempertahankan pH. Sedangkan Tawas, semakin besar dosis
(44)
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebaiknya :
a. Seluruh PDAM Tirtanadi Memakai Poly Aluminium chloride (PAC)
sehingga tidak perlu lagi penggunaan kapur yang berlebihan.
b. Diberikan arahan dan penjelasan kepada masyarakat dan pengelola pabrik
di sekitar Hamparan Perak tentang bahayanya membuang sampah dan
limbah ke sungai.
c. Dalam penggunaan Poly Aluminium Chloride (PAC) tidak berlebihan
(45)
DAFTAR PUSTAKA
Tancung, A. B., M. Ghufran H Kordi K. (2007). Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 2,3
Effendi, H., (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 11,18
Gabriel, J. (2001). Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates. Hal 107
Joko, T. (2010). Unit Produksi Dalam Sistem Pengelolaan Air Minum. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 12
Kodoatie, R. (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Yogyakarta: ANDI. Hal 1
Nugroho, A. (2006). Bioindikator Kualitas Air. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti. Hal 127
Rivai, J. (2007). Pemeriksaan kualitas air bersih dengan koagulan alum dan PAC di IPA Jurug PDAM kota Surakarta. Universitas Sebelas Maret.
Rosariawari, F., Mirwan, M. (2013). Efektifitas PAC dan Tawas Untuk menurunkan Kekeruhan Pada Air Permukaan. Universitas Pembangunan Nasional.
Sanim, B. (2011). Sumber Daya Air dan Kesejahteraan Publik. Bogor: Penerbit IPB Press. Hal 1,2
Tgl: 09 Desember 2013.
Sutrisno, T., Suciastuti, E. (1996). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 1,13,14,21,27-31
Widiatmoko, M., Hartomo. (1994). Teknologi Membran Pemurnian Air. Yogyakarta: Andi Offset. Hal 32,51-60,73
(46)
Lampiran 2 Gambar Sampel
Sungai Belawan
(47)
Lampiran 3 Alat dan Bahan
Alat Uji Jartest
Compa
(48)
Neraca Analitik Digital Labu Ukur
(49)
Erlenmeyer Beaker Gelas
(50)
Lampiran 4 Bagan Alir Penelitian
1. Sampel 2. Uji Kekeruhan
(51)
4. Sampel yang telah ditambahkan PAC/Tawas di Jartest
5. Hasil Jartest diendapkan
6. Hasil Jartest setelah dididamkan, maka flok – flok akan mengendap di bawah
(52)
7. Diambil sedikit sampel yang di Jartest 8. Ditambahkan 3 tetes untuk diuji pH di Comparator pH indikator Brom Timol Blue
(53)
Lampiran 5 Gambar Warna pH yang telah di jar test ditambahkan indikator Brom timol Blue
pH 6,6
pH 6,3
(54)
(55)
(56)
(1)
4. Sampel yang telah ditambahkan PAC/Tawas di Jartest
5. Hasil Jartest diendapkan
6. Hasil Jartest setelah dididamkan, maka flok – flok akan mengendap di bawah
(2)
7. Diambil sedikit sampel yang di Jartest 8. Ditambahkan 3 tetes
untuk diuji pH di Comparator pH indikator Brom Timol Blue
(3)
Lampiran 5 Gambar Warna pH yang telah di jar test ditambahkan indikator Brom timol Blue
pH 6,6
pH 6,3
(4)
(5)
(6)