BAB II TINJAUAN TEORI Perkembangan Profesi dan pendidikan bidan

(1)

BAB II TINJAUAN TEORI A. Perkembangan Pendidikan Kebidanan

1. Perkembangan Pendidikan Bidan Nasional

Perkembangan pendidikan bidan berjalan seiring dan selalu berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Dalam perkembangannya, selalu mengikuti tuntutan atau kebutuhan masyarakat,sistem menejemen dan peralatan yang makin modern. Yang dimagsud dalam pendidikan ini adalah pendidikan secara formal dan informal.

Pendidikan bidan sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda pada tahun 1851, seorang dokter militer belanda yaitu dr. W. Bosch membuka pendidikan bidan bagi pribumi di Batavia atau sekarang dikenal dengan nama Jakarta. Namun pendidikan tidak berlangsung lama dikarenakan pembatasan wanita untuk keluar rumah yang berkaitan dengan adat istiadat serta budaya pada saat itu.

Pada tahun 1902 pendidikan bidan kembali dibuka untuk wanita pribumi di Rumah Sakit Militer Batavia. Serta di tahun 1904 dibuka pendidikan bidan bagi warga Indonesia diMakasar. Lulusan dari bidan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan bersedia menolong masyarakat yang kurang/tidak mampu secra Cuma-Cuma. Antara tahun 1911-1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ ( Centrale Burgelijke Ziekeninrichting) sekaranf RSUP Cipto mangunkusumo dan RSUP di Semarang. Calon yang diterima adalah siswa lulusan dari HIS ( Hollandsche Indiche School) dengan pendidikan keperawatan selama 4 tahun. Awalnya hanya siswa laki-laki yang diterima namun pada tahun 1914 pertama kali siswa perempuan diterima. Bagi siswa perempuan setelah lulus dari pendidikan ini dapat melanjutkan pendidikan bidan selama dua tahun.


(2)

Pada tahun 1935-1938 pemerintah kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan MULO ( meer Uitgebreid Lager Onderwijs) setingkat SLTP golongan B. Di tahun yang sama dikeluarkan peraturan yang membedakan lulusan kebidanan berdasarkan latar belakang pendidikan yaitu Bidan lulusan MULO sebagai Bidan Kelas Satu ( Vreodrouweerste klas ) sedangkan bidan lulusan perwat (mantri) sebagai Bidan Kelas Dua ( Vreodrouwtweede klas). Perbedaan ii menyangkun tentang ketentuan gaji pokok dan tunjangan.

Pada tahun 1905-1953 dibuka seolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan umur minimal 17 tahundengan lama pendidikan 3 tahun. Mengingat kebutuhan bidan yang semakin banyak maka dibukan pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenjang Kesehatan E sampai tahun 1976 setelah itu tutup. Tahun 1953 dibuka kursus tambahan bidan di Yogyakarta, lama kursus 7-12 minggu. Tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta, tujuan dari KTB ini adalah untuk memperkenalkan perkembangan program KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat. KTB ditutup pada tahun 1967.

Pada tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan perawat kesehatan masyarakat di Bandung, kemudian pada awal tahun 1972 institusi tersebut dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP) yang menirima siswa dari lulusan sekolah perawat dan bidan. Dibuka sekolah pengatur rawat (SPR) di tahun 1970 yang ditambah dengan Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK) selama dua tahun, namun pendidikan ini tidak dilaksanakan secara merata di seluruh provinsi.

Pada tahun 1974 karena jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 katagori), departemen melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan dengan tujuan menghasilkan tenaga kesehatan yang multi purpose di lapangan salah satunya adalah menolong persaliana normal. Namun karena perbedaan


(3)

falsafah dan kurikulum maka tujuan pemerintah untuk menghasilkan SPK yang dapat menolong persalianan normal tidak tercapai.

Selama 10 tahun institusi pendidikan bidan ditutup ( 1975-1984) dan tidak menghasilkan bidan, namun oraganisasi profesi bidan yaitu IBI (Ikatan Bidan Indonesia) tetap ada dan mengkoordinasi aktivitas para bidan. Untuk meningkatkan kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan ibudan anak termasuk kebidanan maka di tahun 1981 dibuka pendidikan diploma 1 kesehatan ibu dan anak dengan lama pendidikan 1 tahun serta tidak dilakukan semua institusi. Tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan (PPB) dengan lama pendidikan 1 tahun dan menerima siswa lulusan SPR serta SPK. Kemudian duba lagi crash program pendidikan bidan secara nasional pada tahun 1989, dimana lulusan SPK diperbolehkan langsung masuk program tersebut, program ini dikenal sebagai Program Pendidikan Bidan A (PPB/A).

Pada tahun 1993 dibukan program Pendidikan Bidan program B yang menerima siswa didik lulusan dari Akademi Perawat (AKPER) dengan lama pendidikan 1 tahun, tujuanya untuk mempersiapkan tenaga pendidik pada program pendidikan bidan A, namun program ini hanya berlangsung selama 2 tahun ( 1995-1996) kemudian ditutup. Selain itu di tahun yang sama dibuka pula program pendidikan bidan C (PPB/C) yang menerima siswa lulusan dari SMP.

Antara tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan pendidikan bidan jarak jauh (Distance learning) ditiga provinsi yaitu jawa timur, jawa tengah dan jawa barat. Penyelenggaraan pendidikan ini telah diatur dalam SK Menkes No 1247/Menkes/SK/XII/1994 dan dikoordinasi oleh pusdiklat depkes dan dilaksanakan oleh bapelkes di provinsi.

a. Tahun 1995-1996: DJJ tahap 1 di 15 provinsi b. Tahun 1996-1997: DJJ tahap II di 16 provinsi c. Tahun 1997-1998: DJJ tahap III di 26 provinsi d. Tahun 1998-1999: DJJ tahap IV di 26 provinsi


(4)

Selain pelatiahn DJJ (diklat jarak jauh) di tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal (LSS= Life Saving Skill) dengan Koordinator Direktoral Kesehatan Keluarga Ditjen Binkesmas.

Pada tahun 1996, IBI bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan American College of Nurse Midwife (ACNM) dan rumah sakit swata, mengadakan training of trainer (TOT) kepada anggota IBI. Tahun 1995-1998, IBI bekerjasama dengan mother care melakukan pelatihan dan peer review bagi bidan rumah sakit,puskesmas dan bidan desa di kalimantan selatan. Pada tahun 2000 telah ada pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Health (MNH). Di tahun ini pula dibukalah program studi DIII kebidanan, berikut perkembangan didirikanya jenjang pendidikan bagi bidan dibebrapa institusi:

a. Tahun 2000, dibuka program Diploma IV kebidanan. b. Tahun 2000, ada tim pelatih APN,koordinator MNH. c. Tahun 2000,dibuka Prog DIV kebidanan di UGM, 2 smt. d. Tahun 2002, DIV kebiidanan unibersitas Padjajaran.

e. Tahun 2004, DIV kebidanan di USU (Universitas Sumatera Utara). f. Tahun 2003, D IV kebidanan di Stikes NWU Semarang.

g. Tahun 2003 DIV Kebid di STIKIM Jakarta.

h. Tahun 2006, S2 Kebidanan di Universitas Padjajaran.

i. Tahun 2008, S1 kebidanan di Universitas Airlangga Surabaya. 2. Perkembangan Pendidikan Bidan International

a. Amerika

Peran bidan di Amerika adalah seperti dokter, berpengalaman tanpa pendidikan yang spesifik sampai awal abad ke-20. Tahun 1765 pendidikan formal untuk bidan mulai dibuka pada akhir abadnke -18. Banyak kalangan medis yang berpendapat bahwa secara emosi dan intelektual wanita tidak dapat belajar menerapkan kode obstetrik, pendapat ini dikemukakan dengan tujuan menjahtukan profesi bidan


(5)

sehingga tidak memiliki pedukung dan dianggap tidak profesional. Pertengahan tahun 1770 dan 1820 para wanita golongan atas Amerika meminta pertolongan para bidan pria atau dokter. Sejak awal 1990 setengah persalinan di Amerika ditolong oleh dokter. Tahun 1915 dr.Joseph de Lee mengatakan bahwa kelahiran bayi adalah proses patologis dan bidan tidak mempunyai peran di dalamnya.

Tahun 1955 American Collage of Nurse-Midwife (ACNM) dibuka. Pada tahun 1971 seorang bidan di Tennese mulai menolong persalinan secara mandiri di institusi kesehatan. Pada tahun 1979 badan pengawas obat Amerika bahwa ibu bersalin yg menerima obat anasthetic tinggi melahirkan anak-anak dengan gangguan psikomotorik, oleh karena itu banyak ibu-ibu yang tertarik untuk melakukan persalinan di rumah (home birth) dan bidan. Tahun 1980 ACNM membuat pedoman alternatif lain dalam home birth, dan ditahun yang sama dibuat legalisasi bidan sehingga menjadi sebuah profesi yang memiliki lahan praktik spesifik.

Pada tahun 1982 MANA (Midwife Alliance of North America) dibentuk untuk meningkatkan komunikasi antar bidan serta membuat peraturan sebagai dasar kompetensi untuk bidan. Hambatan-hambatan yang dirasakan oleh bidan Amerika saat ini antara lain:

1) Walaupun ada undang-undang baru, direct entery midwife masih dianggap ilegal di beberapa negara.

2) Lisensi praktik berbeda di tiap negara bagian, tidak ada standar nasional sehingga tidak ada definisi yang jelas tentang bidan sebagai seseorang yang telah terdidik dan memiliki standar kompetensi yang sama. Sedikit sekali data yang akurat tentang direct entry midwife dan jumlah data persalinan yang mereka tangani.

3) Kritik tajam dari tenaga medis kepada direct entery midwife ditambah dengan isolasi dari sistem pelayanan kesehatan pokok telah mempersulit sebagian besar dari mereka untuk memperoleh dukungan medis yang adekuat bila terjadi kegawatdaruratan.


(6)

b. Belanda

Pendidikan Kebidanan di Belanda terpisah dari pendidikan keperawatan dan berkembang menjadi profesi yang berbeda. Di Belanda ada 3 institusi kebidanan dan menerima 66 mahasiswa setiap tahunnya. Hampir tahun 800 calon mahasiswa (95% wanita, 4% pria) yang mengikuti tes syarat masuk mengikuti pendidikan usia minimum 19 tahun, telah menamatkan Secondary Education atau yang sederajat dari jurusan kimia dan biologi. Mahasiswa kebidanan tidak menerima gaji dan tidak membayar biaya pendidikan.

Selama pendidikan di ketiga institusi tersebut menekankan bahwa kehamilan, persalinan,dan nifas sebagai proses fisiologis. Ini diterapkan dengan menempatkan mahasiswa untuk praktek di kamar bersalin dimana wanita dengan resiko rendah melahirkan. Persalinan, walaupun di rumah sakit, seperti di rumah, tidak ada dokter yang siap menolong dan tidak terdapat Cardiograph. Mahasiswa akan teruju keterampilan kebidanan yang telah terpelajari. Bila ada masalah, mahasiswa baru akan berkonsultasi dengan Ahli kebidanan dan seperti di rumah, wanita di kirim ke ruang bersalin patologi. Mahasiswa diwajibkan mempunyai pengalaman minimal 40 persalinan selama pendidikan. Ketika mereka lulus ujian akhir akan menerima ijazah yang didalamnya tercantum nilai ujian.

c. Australia

Pedidikan bidan pertama kali di Australia dimulai tahun 1862. Lulusan itu dibekali dengan pengetahuan teori dan praktik. Pendidikan diploma kebidanan dimulai tahun 1893 dan sejak tahun hanya bidan sekaligus perawat yang telah terlatih dan boleh bekerja di rumah sakit. Kebidanan di Australia sudah mengalami perkembangan yang pesat sejak 10 tahun terakhir. Dasar pendidikan telah berubah dari traditional hospital based program menjadi kegiatan yang menyesuaikan kebutuhan pelayanan dari masyarakat, namun tidak semua institusi


(7)

diaustralia malaksanakan perubahan ini beberapa masih menggunakan program pendidikan yang berorientasi pada rumah sakit. Kurikulum pendidikan disusun oleh satf akademik berdasarkan pada keahlian dan pengalaman mereka di lapangan kebidanan.

Kekurangan pendidikan bidan di Australia sama dengan di Indonesia yaitu belum adanya persamaan dalam mengimplementasikan kurikulum di setiap institusi, sehingga lulusan bidan mempunyai kompetensi yang berbeda-beda. Hal ini ditambah dengan kurangnya kebijaksanaan formal dan tidak adanyan standart nasional menurut National Review of Nurse Education 1994, tidak ada direct entry. d. Jepang

Pendidikan kebidanan di Jepang diawali dengan terbentuknya sekolah bidan pada tahun 1912 didirikan oleh Obgyn, dan baru mendapatkan lisensi pada tahun 1974. Kemudian pada tahun 1899 lisensi dan peraturan-peraturan untuk seleksi baru terbentuk. Tahun 1987, pendidikan bidan mulai berkembang dan berada dibawah pengawasan obstretikian. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan bidan terdiri dari ilmu fisika, biologi,ilmu sosial, dan psikologi.

Ternyata hasil yang diharapkan dari pendidikan bidan tidak sesuai dengan harapan. Bidan-bidan tersebut banyak yang bersifat tidak ramah dan tidak banyak menolong persalinan dan pelayanan kebidanan.Yang mengikuti pendidikan bidan yaitu para perawat yang masuk pendidikan saat umur 20 tahun. Pendidikan berlangsung selama 3 tahun. Tingkat Degree di universitas terdiri dari 8-16 kredit, yaitu 15 jam teori, 30 jam lab, dan 45 jam praktik.

Pendidikan kebidanan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan obstetri dan neonatal, serta meningkatkan kebutuhan masyarakat karena masih tingginya angka aborsi di Jepang. Masalah-masalah yang masih terdapat di Jepang antara klain masih kurangnya tenaga bidan dan kualitas bidan yang masih belum memuaskan. Saat ini pendidikan bidan di Jepang bisa setelah lulus dari sekolah perawat atau


(8)

perguruan tinggi 2 tahun atau melalui program kebidanan yang ditawarkan oleh perguruan tinggi 4 tahun.

e. Kanada

Kanada menerapkan program direct entry (pendidikan kebidanan selama 3 tahun tanpa pemdidikan keperawatan. Model pendidikan yang digunakan adalah pembelajaran teori dan magang. Pembelajaran teori dikelas difokuskan pada teori dasar yang akan melahirkan bidan-bidan yang dapat mengartikulasi filosofinya sendiri dalam praktik, memanfaatkan penelitian dalam praktik dan berfikir kritis pada saat parktik. Dilengkapi dengean belajar magang dimana mahasiswa bekerja dengan bimbingan dan pengawasan bidan yang praktik dalam waktu cukup lama.

Tidak seperti model magang tradisional dimana mahasiswa bekerja denganlebih dari seorang bidan dengan berbagai macam model praktik. Mahasiswa tidak hanya mempelajari hal postif tapi juga harus mengetahui hal negatif untuk dilakukan dimasa yang akan datang.

Satu mahasiswa akan bekerja dengan satu bidan sehingga mereka tidak dikacaukan dengan bermacam-macam model praktik dalam waktu yang lama. Bidan tersebut meberikan role model partnership. Model ini terdiri dari hubungan antar wanita dengan mahasiswa bidan, mahasiswa bidan dengan bidan, guru bidan dengan bidan, hubungan antara program kerja dengan profesi kebidanan serta program kebidanan dengan wanita.Pertnership ini menjaga agar program pendidikan bidan tetap pada tujuan utama, yaitu mencetak bidan-bidan yang dapat bekerja mandiri sebagai pemberi asuhan maternitas primer.


(9)

f. Inggris

Kemajuan ilmu kebidanan di Perancis mempengaruhi orang-orang besar di Inggris (London). Tokoh-tokoh tersebut antara lain :

a. William Hervey (1500-1700 M)

William Hervey disebut Bapak Kebidanan, beliau menjelaskan tentang sirkulasi darah dan mencatat tentang perkembangan embrio dan fetus dalam setiap tahap

b. Jhon Charles Weaver (1700-1900 M)

Pertama kali menemukan tes urine pada wanita eklamasi. c. William Smellie (1697-1763)

1) Seorang dokter di London

2) Belajar ilmu kebidanan di Perancis dan kembali tahun 1739 3) Mengembangkan praktik kebidanan di Inggris

4) Mengubah bentuk cunam / forceps dan menulis buku tentang pemasangan cunam

5) Melakukan pertolongan persalinan pada presentasi bokong 6) Pertama kali menemukan resusitasi pada bayi asfiksia

Kelompok maternity Kelompok

maternity

Profesi Kebidana

nnn Profesi Kebidana

nnn Bidan

Bidan

Guru bidan Guru bidan Siswa

bidan Siswa bidan Wanita

Wanita


(10)

d. William Hunter (1718-1783)

Murid Smellie dan melanjutkan usaha gurunya tersebut. Pendidikan kebidanan di Inggris terdiri dari dua bagian, yaitu :

1) Pre-regristation three year programmeldirect entry. Program ini ditujukan bagi mereka yang belum pernah mengenyam pendidikan keperawatan dasar, dengan lama pendidikan selama tiga-empat tahun. Program ini sangat diminati oleh banyak wanita muda dan dewasa karena waktunya pendek serta cukup ekonomis dari segi biaya.

2) Pre-regristation (shortened) 18 months programme. Program ini ditunjukkan bagi mereka yang pernah mengenyam pendidikan keperawatan dasar, dengan lama pendidikan 18 bulan – 2 tahun.

Setelah tahun 1995, dibentuk pendidikan kebidanan setingkat Universitas (Degree- Bachelor), yang berasal dari SMU ditambah 3-4 tahun. Lulusan ini bisa melanjutkan ke S2 kebidanan. Sistem yang dianut ialah APEL (Acreditation Of Prior Experiental Learning). Yaitu untuk akreditasi 5X study day dalam 3 tahun yang terdiri dari sertifikat, critical analisis, reflection, evaluation, dan find evidence. Pendidikan kebidanan di Inggris diatur oleh sejumlah undang-undang yaitu Midwives Rules, The Midwife’s Code of Practice, dan Unitet Kingdom Central Council (UKCC) for Nursing, Midwifery and Health Visitor.

Di dalam UKCC ditekankan bahwa yang harus dimiliki oleh seorang bidan bukan hanya pendidikan kebidanan tetapi juga kemampuan menghargai latar belakang wanita (klien) karena hal tersebut dapat mempengaruhi keadaan Ibu dan bayi. Lebih jelasnya, UKCC menguraikan keterampilan yang harus dimiliki oleh Bidan, mencakup :

1) Promosi kesehatan 2) Pengkajian fisik


(11)

3) Perawatan pasien 4) Tindakan mandiri

5) Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya 6) Melakukan perawatan yang disarankan oleh dokter 7) Komunikasi dengan pasien

8) Penelitian berkelanjutan 9) Kerjasama dalam tim

10) . Bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku 11) Sadar dengan perkembangan masalah-masalah etika 12) . Bertanggung jawab atas hasil kerjanya.

Tanggung jawab Bidan, mencakup : 1) Melaksanakan kompetensi profesional 2) Menyimpan semua catatan/ rekam medis 3) Bertanggung jawab terhadap keluarga pasien 4) Bertanggung jawab pada profesi

5) Bertanggung jawab pada masyarakat

Setiap tahun pada bulan maret, Bidan mengajukan surat permohonan untuk bisa berpraktik di daerah tertentu kepada supervisor sambil memperlihatkan bukti bahwa mereka telah mengikuti up date pendidikan kebidanan terbaru. Up date pendidikan berbetuk kursus singkat yang diadakan setiap lima tahun.

Sejak April 1995, semua bidan yang akan memperbarui surat izin praktiknya harus mengikuti pendidikan berkelanjutan yang disebut PREP (Postregistration Education and Practice). Materi yang diberikan mencakup :

1) Perkembangan teknologi

2) Perubahan dalam masyarakat, peran pria dan wanita dalam keluarga serta masyarakat

3) Perubahan dalam dunia kerja 4) Perubahan dalam dunia pendidikan


(12)

5) Perubahan dalam organisasi sumberdaya serta manajemen perawatan kesehatan

6) Perubahan dalam perilaku kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.

Selain pendidikan berkelanjutan, untuk menambah wawasannya, Bidan juga diharapkan terus membaca jurnal, laporan, penelitian dan berita terbaru mengenai perkembangan kebidanan yang akan merangsang pola pikir analitisnya. Organisasi Profesional Kebidanan di Inggris :

1) RCM (Royal Collage of Midwives), merupakan lembaga yan mendukung Bidan dalam upayanya meningkatkan standar perawatan bagi Ibu, bayi, dan keluarganya. Lembaga ini merupakan satu-satunya organisasi di Inggris yang berkaitan dengan Bidan. Tujuan dari RCM adalah untuk meningkatkan seni dan ilmu kebidanan serta meningkatkan standar profesionalisme. Sekretariatnya berada di London, mereka memiliki anggota sekitar 37.000 orang Bidan dan 200 cabang di pelosok negeri untuk memudahkan akses para anggotanya.

2) ICM (International Confederation of Midwives), merupakan konfederasi Bidan dunia yang sekretariatnya berada di London. Tujuan dari ICM adalah meningkatkan standart perawatan bagi wanita, bayi, dan keluarga diseluruh dunia melalui pembangunan, pendidikan, dan penyediaan Bidan yang profesional. ICM bekerja sama dengan program Safe Motherhood WHO. ICM mengadakan kongres setiap 3 tahun. Setiap 4 kali dalam setahun ICM menerbitkan buletin yag memudahkan Bidan mengetahiu perkembangan dan isu kebidanan diseluruh dunia.

3) European Community Midwives Directive, merupakan aliansi Bidan se-Eropa yang berfokus pada peningkatan kualitas pelayanan kebidanan


(13)

B. Perkembangan Pelayanan Kebidanan 1. Pelayanan Kebidanan Nasional

Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak. Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Layanan kebidanan oleh bidan dapat dibedakan meliputi:

a. Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung jawab bidan.

b. Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim secara bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.

c. Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung jawab layanan oleh bidan kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten ataupun pengambil alihan tanggung jawab layanan/menerima rujukan dari penolong persalinan lainnya seperti rujukan.

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 ( zaman Gubernur Jendral Hendrik Willian Deandeles) para dukun dilatih dalam pertolngan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan.

Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan


(14)

kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan. Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).

BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat dan dinamakan sebagai Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana. Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa.

Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, persalinan dan nifas, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanankan tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan rmah pada ibu dan anak yang memerlukanya, mengadakan pembinaan pada posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Berbeda dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik, keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinal.


(15)

Titik tolak dari konferensi Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada reproduktif Health (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi:

a. Safe motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus. b. Family palnning.

c. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluaran alat reproduksi. d. Kesehatan reproduksi remaja.

e. Kesehatan reproduksi pada orang tua.

Dalam melaksanankan tugasnya peran dan fungsi bidan didasarkan pada kewenangan dan kemampuan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menetri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari:

a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain. b. Permenkes No. 363/IX/1980 yang kemudian diubah menjadi permenkes

623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan melaksanankn tindakan khusus dibawah pengawasan dokter. Pelaksanan dari permenkes ini, bidan dalam melaksanakan prakyi perorangan di bawah pengawasan dokter. c. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi

dan prakyik bidan. Bidan dalam melaksanakan praktiknya diberi kewenangan yang andiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanankan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak, pelayanan keluarga berencana, pelayanan kesehatan masyarakat.

d. Kepemenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan revisi dari permenkes No. 572/VI/1996. Dalam melaksanan tugasna, bidan melakukan kolabrasi, konsultasi dan merujuk


(16)

sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya. Serta dalam keadaan darurat bidan diberi wewenang untuk memberikan pelayanan kebidanan yang ditunjukan untuk penyelamatan jiwa. Ditegaskan pula bahwa bidan dalam mejalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi. Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh departemen kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.

e. Permenkes No 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang izin danpenyelenggaraan parktik bidan.

f. Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan. g. Undang-undang no 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan. 2. Pelayanan kebidanan International

a. Australia

Perkembangan pelayanan kebidanan yang berkaitan dengan hygiene dan metode keperawata, banyak diilhami oleh Florence Nightingle (12 Mei 1820-13 Agustus 1910). Ia adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli statistic. Ia dikenal sebagai Bidadara Berlampu ( The Lady With The Lamp) karena jasanya tak kenal takut dalam mengumpulkan korban perang pada perang Krimea, di semananjung Krimea,Rusia. Ia adalah pelopor konsep kebersihan rumah sakit dan juru rawat. Ia menekankan pada perhatian teliti terhadap pasien dan penyusunan laporan mendetail menggunakan statistik sebagai argumentasi perubahan kearah lebih baik pada bidang keperawatan di hadapan pemerintah Inggris. Oleh karen itu perkembangn bidan di Australia mengacu pada metode ini sebagai pendorongnya. Kepeloporan kebidanan dan keperawatan di Australia yang dimulai dengan tradisi dan latihan-latihan pada abad 19. Tahun 1824 kebidanan masih belum dikenal sebagai bagian dari pendidikan di


(17)

Inggris dan Australia. Oleh karena itu kebidanan masih didominasi oleh dokter.

b. Jepang

Jepang merupakan sebuah negara dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju serta kesehatan masyarakat yang tinggi.Pelayanan kebidanan setelah perang dunia II, lebih banyak terkontaminasi oleh medikalisasi. Pelayana kepada masyarakat masih bersifat hospitalisasi. Bidan berasal dari perawat jurusan kebidanan dan perawat kesehatan masyarakat serta bidan hanya berperansebagai asisten dokter. Pertolongan persalinan lebih banyak dilakukan oeh dokter dan perawat.

Jepang melakukan peningkatan pelayanan dan pendidikan bidan serta mulai menata dan merubah situasi. Pada tahun 1987 peran bidan kembali dan tahun 1989 berorientasi pada siklus kehidupan wanita mulai dari pubertas sampai klimaktelium serta kembali ke persalinannormal.Bagi orang jepang melahirkan adalah suatu hal yang kotor dan tidak diiinginkan maka banyak wanita yang akan melahirkan diasingkan dan saat persalinan terjadi di tempat kotor gelap seperti gedung dan gudang.

Dokumentasi relevan pertama tentang praktek kebidanan adalah tentang pembantu kelahiran (asisten) pada periode Heian (794-1115). Dokumentasi hukum pertama tentang praktek kebidanan ditwerbitkan pada tahun1868. Dokumen ini resmi menjadi dasar untuk peraturan-peraturan hukum utama untuk profesi medis Jepang. Tahhun 1899 izin kerja kebidanan dikeluaran untuk memastikan profesional kualifikasi. c. Belanda

Seiring dengan meningkatnya perhatian pemerintah Belanda terhadap kelahiran dan kematian, pemerintah mengambil tindakan terhadap masalah tersebut. Wanita berhak memilih apakah ia mau melahirkan di rumah atau di Rumah Sakit, hidup atau mati. Belanda


(18)

memiliki angka kelahiran yang sangat tinggi, sedangkan kematian prenatal relatif rendah.

Prof. Geerit Van Kloosterman pada konferensinya di Toronto tahun 1984, menyatakan bahwa setiap kehamilan adalah normal, harus selalu dipantau dan mereka bebas memilih untuk tinggal di rumah atau rumah sakit, dimana bidan yang sama akan memantau kehamilannya. Astrid Limburg mengatakan : Seorang perawat yang baik tidak akan menjadi seorang bidan yang baik karena perawat dididik untuk merawat orang yang sakit, sedangkan bidan untuk kesehatan wanita. Maria De Broer yang mengatakan bahwa kebidanan tidak memiliki hubungan dengan keperawatan; kebidanan adalah profesi yang mandiri.

Pendidikan kebidanan di Amsterdam memiliki prinsip yakni sebagaimana memberi anastesi dan sedatif pada pasien begitulah kita harus mengadakan pendekatan dan memberi pada ibu saat persalinan. Jadi pada praktiknya bidan harus memandang ibu secara keseluruhan dan mendorong ibu untuk menolong dirinya sendiri. Bidan harus menjadi role model di masyarakat dan harus menganggap kehamilan adalah sesuatu yang normal, sehingga apabila seorang perempuan merasa dirinya hamil dia dapat langsung memeriksakan diri ke bidan/atau dianjurkan oleh keluarga, teman, atau siapa saja.

d. Amerika

Di Amerika, para bidan berperan seperti dokter, berpengalaman tanpa pendidikan yang spesifik, standar-standar, atau peraturan-peraturan sampai pada awal abad ke 20. Kebidanan, sementara itu, menjadi tidak diakui dalam sebagian besar yurisdiksi (hukum) dengan istilah ‘nenek tua’: Kebidanan akhirnya padam, profesi bidan hampir mati.

Sekitar tahun 1700, para ahli sejarah memprediksikan bahwa angka kematian ibu di AS sebanyak 95%. Salah satu alasan mengapa


(19)

dokter banyak terlibat dalam persalinan adalah untuk mengjhilangkan praktik sihir yang masih ada pada saat itu. Dokter memegang kendali dan banyak memberikan obat-obatan tetapi tidak mengindahkan aspek spiritual, sehingga perempuan yang menjalani persalinan selalu dihinggapi perasaan takut terhadap kematian.

e. Selandia Baru

Selandia baru telah mempunyai peraturan tentang cara kerja kebidanan sejak tahun 1904, tetapi lebih dari 100 tahun yang lalu ruang lingkup bidan telah berubah secara berarti sebagai hasil dari meningkatnya sistem perumahsakitan dan pengobatan atau pertolongan dalam kelahiran. Di awal tahun 1900 bidan secara perlahan menjadi asisten dokter. Bidan bekerja di masysrakat dimulai dari area tertentu di rumah sakit seperti klinik antenatal, ruang bersalin dan ruang nifas, kehamilan dan persalinan. Dalam proses ini bidan kehilangan pandangan bahwa persalinan adalah suatu periwtiwa normal dan peran mereka sebagai peran pendamping persalinan normal. Disamping itu bidan menjadi berepengalaman memberikan intervensi dan asuhan maternitas yang penuh dengan pengaruh medis, dimana seharusnya para dokter dan rumah sait secra langsung lebih tepat untuk memberikannya.

Model pelayanan tersebut ditujukan untuk mengurangi akngka kematian ibu dan bayi pada tahun 1920-1980. Selain Selandia baru, australia,inggris dan Amerika juga memberlakukan model pelayanan tersebut, namun hal itu tidak mencapai kesuksesan. Di Slandia baru para wanitalah yang menentang model pelayanan tersebut, dan menginginkan bidan tradisional adalah seorang yang berpengalaman dari kehamilan sampai enanm minggu setelah persalinan. Mereka menginginkan bidan yang mampu menolong persalinan dan memberikan dukungan pada persalinan normal.

Pada era 80-an, bidan bekerja sama dengan para waniata untuk menegaskan kembali otonomi bidan dan bersama-sama sebagai parter.


(20)

Mereka telah membawa kebijakan politik yang diperkuat dengan legalisasi tentang profesionalisme praktik bidan. Model kebidanan yang digunakan Selandia Baru adalah Partnership antara bidan dan wanita. Bidan dengan pengetahuan , pengalaman dan ketermpilannya, kemudian wanita dengan pengetahuan tentang bkebutuhan diri dan keluarganya, serta harapan-harapan terhadap kehamilan dan persalinan.

Pada awal kehamilan bidan dan wanita mengenal serta mnumbuhkan rasa saliang percaya diantara keduanya. Dasar dari model partnership adalah komunikasi dan negosiasi.

f. Ontario , Kanada

Ontario adalah provinsi pertama di Kanada yang menerbitkan peraturan tentang kebidanan setelah sejarah kebidanan panjang yang ilegal dan berakibat meningkatnya praktik bidan tak berizin. Sama seperti di Selandia baru, di Kanada wanitalah yang menginginkan perubahan, mereka membuat pilihan asuhan dan keputusan yang sesuai dengan pengalaman untuk dijadikan model kebidanan terbaru.

Model kebidanan yang di pakai Kanada berdasarka definisi ICM tentang bidan yaitu seorang tenaga yang mempunyai otonom praktik terbatas pada persalinan normal. Sasaran dan praktik kebidanan adalah masyarakat. Bidan memiliki akses kepada rumah sakit maternitas dan wanita memiliki pilihan atas persalinan dirumahn atau rumah sakit.

Dalam membangun dunia profesi kebidanan yang baru, Kananda mempersiapkan bidan-bidan untuk registrasi, dimulai dengan keputusan bahwa bidanlah yang dibutuhkan dalam pelayanan maternitas dan menetapkan ruang lingkup praktik kebidanan sesuai dengan ketetapan ICM yaitu bidan bekerja dengan otonomi penuh dalam lingkup persalianan normal atau pelayanan maternitas primer. Bidan bekerja dan berkonsultasi dengan ahli obstetric bila terjadi komplikasi dan ibu serta bayi memerlukan bantuan dan pelayanan maternitas sekunder. Bidan juga memiliki akses ke rumah sakit tanpa harus bekerja di rumah sakit.


(21)

g. Inggris

1) Perkembangan Pelayanan Kebidanan Abad 16 dan 17

Pada awal abad ke-17, bidan banyak berasal dari Inggris yang keberadaannya merupakan bantuan dari pihak gereja sehingga penilaian orang lebih ditekankan. Seorang bidan dituntut memiliki karakter/perilaku yang baik. Bidan tersebut disumpah dan memiliki wewenang untuk mendengarkan pengakuan dosa dan melakukan pembaktisan. Kewenangan tersebut menimbulkan kontroversi karena dalam sumpahnya, seorang bidan harus bertanya dan memaksa ibu untuk mengatakan ayah sang bayi yang sebenarnya. Hal ini tentunya dianggap sebagian besar orang tidak etis. Selain itu, para bidan di daerah pedesaan seringkali dianggap sebagai penyihir, khususnya bila bayi yang dilahirkan cacat.

Terbentuknya kebidanan di Inggris di mulai pada abad pertengahan yaitu dimana seorang bidan yang dianggap dan dikutuk sebagai penyihir oleh masyarakat dan di bakar, hal ini disebabkan karena bidan dianggap ancaman bagi perawat wanita. Setelah itu pada abad 16 kebebasan bidan berada di bawah pendeta, karena pendetalah yang sangat dihormati dan ditakuti pada masa ini, pendeta dapat mengerti akan profesi dan keberadaan bidan yang sebenarnya ingin membantu masyarakat khususnya wanita, sehingga pada masa ini bidan memiliki sedikit kebebasan. Agar dapat diterima dimasyarakat bidan masih dalam pengawasan pendeta, hal ini dapat mencegah kejadian yang buruk di masa lalu tidak lagi terjadi, tentunya hal ini merupakan hal baik dan sangat membantu bidan agar dapat diterima kembali dimasyarakat.

Abad ke 17 muncul “BIDAN PRIA”, bidan pria disini bukanlah murni seorang bidan, akan tetapi merupakan seorang praktisi medis spesialisasi kelahiran anak.


(22)

2) Perkembangan Pelayanan Kebidanan Abad 18

Pada abad ke-18 merupakan titik pusatnya perkembangan dunia medis, keperawatan, serta praktik obsterti. Tapi sayangnya perkembangan ini tidak dilayani profesi kebidanan. Tidak ada sistem yang teroganisasi untuk pendidikan bagi bidan.

Abad 18 terjadi migrasi, dimana pada abad ini bidan mulai dapat menolong persalinan. Pada masa ini, tepatnya tahun 1824 Jamess Blundell dari Inggris yang menjadi orang pertama yang berhasil menangani perdarahan postpartum dengan menggunakan transfusi darah dan pada masa ini juga William Smellie dari Skotlandia mendirikan pusat pelatihan bidan wanita dan membuka klinik untuk masyarakat yang tidak mampu, pusat pelatihan bidan wanita di sini di buka agar bidan wanita dapat disamakan dengan wanita biasa yang lainnya, dimana selama ini bidan wanita kurang dipercaya dan diakui oleh masyarakat sehingga bidan wanita membutuhkan pelatihan agar benar-benar mampu diterima dan disamakan dengan wanita biasa lainnya. Seiring berjalannya waktu pada akhir abad ke 18, didirikan Rumah sakit tunggu di Inggris oleh Sir Richard pada tahun 1809 dan berkembang menjadi Rumah sakit Queen Charlotte’s yaitu tempat melatih kemampuan dokter dan bidan. Pada tahun 1880 kelompok bidan terpelajar memiliki pengesahan dalam mengatur ketrampilannya dan praktik bidan.

3) Perkembangan Pelayanan Kebidanan Abad 19

Buku tentang praktek kebidanan diterbitkan pada 1902 di Inggris dan dirancang untuk melindungi masyarakat dari praktisi yang tidak mempunyai kualifikasi pada saat itu sebagian besar penolong persalinan buta huruf bekerja sendiri, menerima bayaran untuk pelayanan yang mereka berikan pada wanita meskipun promosi praktek kebidanan yag mempunyai kualifikasi meningkat dari 30% pada tahun 1905 menjadi 74% pada tahun 1915, banyak


(23)

wanita yang menyukai paraji. Hal ini karena paraji lebih murah, mengikuti tradisi lokal dan memberikan dukungan domestik.

Pada tahun ini juga terbentuklah perjanjian bidan yang mana meletakkan kebidanan di bawah pengendalian Privy Council atau pengawas praktik kebidanan local yang mengatur sertifikasi bidan, pelatihan bidan, membuat peraturan jika bidan melakukan kesalahan, dan mengangkat otoritas pengawas local. Tahun 1910 bidan yang tidak bersertifikat tidak diperbolehkan praktek kecuali di bawah pengawasan medis, hal ini guna mencegah terjadinya kesalahan dalam memberikan pelayanan kebidanan. Pada tahun ini juga diadakan kursus guru bidan.

Selama tahun 1920, hanya 50-60% wanita ditolong oleh seorang bidan dalam persalinannya, tetapi dalam kegawatdaruratan bidan harus memanggil dokter. Pelayanan dipusatkan pada persalinan dan nifas sedangkan pelayanan antenatal mulai dipromosikan pada tahun 1935. Bidan mandiri terancam oleh klinik lokal dan peningkatan persalinan di rumah sakit. Pada tahun 1930 perawat juga terdaftar memasuki kebidanan karena dari 1916 mereka dapat mengikuti kursus kilat kebidanan. Hal ini mengakibatkan penurunan status dan kekuatan bidan karena perawat disosialisasikan untuk menangani keadaan patologis daripada keadaan fisiologis.

Tahun 1959 pemerintah Inggris menetapkan 70% persalinan harus di Rumah sakit dan persalinan 100% di Rumah sakit diterapkan sejak tahun 1970. Selama tahun 1980 bidan di Inggris memulai berusaha mendapatkan otonomi yang lebih dan meningkatkan sistem melalui penelitian tentang alternatif pola perawatan. Dengan persalinan alternatif bidan mulai mengembangkan praktek secara mandiri. Selama pertengahan 1980 kira-kiira ada 10 bidan praktek secara mandiri di Inggris. Pada tahun 1990 ada 32 bidan mandiri dan pada 1994 angka perkiraan


(24)

dari bidan mandiri adalah 100 orang denga 80 orang diantaranya terdaftar dalam asosiasi bidan mandiri (Independen Midwives Assosiation).

Karena pengaruh terjadinya medikalisasi, maka wanita mulai menuntut hak pada proses persalinan yang normal (natural child birth). Kebutuhan bidan semakin meningkat, dan mereka bangkit untuk menuntut hak-haknya. Pelayanan yang diberikan bersifat women oriented (berpusat pada wanita). Inilah awal terbentuknya otonomi bidan atau bidan yang mandiri tanpa ada pengaruh dari obstetrician dan perawat. Pelayanan kebidanan di Inggris berkembang pesat, sejak ditemukannya berbagai penemuan-penemuan baru dalam pelayanan kebidanan.

Di Inggris, tahun 1899 mulai disediakan tempat perawatan wanita hamil di The Royal Maternity Hospital. Dalam hal ini dokter sangat berjasa menganjurkan diadakannya pro-maternity hospital untuk wanita hamil yag memerlukan perawatan ialah Dr.Ballentyne. Angka kematian menurun dari 44,2 per 10.000 kelahiran (1928) menjadi 2,5 per 10.000 kelahiran (1970). Perkembangan ini terlihat pulla pada semua negara-negara maju; umumnya angka kematian maternal kini di negara-negara itu berkisar antara 1,5 dan 3,0 per 10.000 kelahiran hidup.

Sampai saat ini, di Inggris terdapat 105.723 orang Bidan yag terdiri dari 112 pria dan 105.611 wanita. Para Bidan tersebut bekerja diberbagai macam institusi : 31.496 Bidan bekerja di Rumah Sakit NHS (National Health Services) dan/atau komunitas, 2.363 Bidan dipekerjakan oleh perserikatan Bidan, 804 Bidan bekerja sebagai tenaga pengajar kebidanan, 301 Bidan dipekerjakan oleh sebuah agensi, 106 Bidan di institusi swasta, 100 Bidan bekerja sendiri dalam praktik swasta. Jumlah keseluruhannya lebih dari yang terdaftar berpraktik, karena banyak Bidan yang menjalankan lebih dari satu jenis praktik.


(25)

Praktik mandiri telah diperkenalkan, dengan alasan: a) Adanya penolakan medikalisasi

b) Ketidakmampuan menyediakan perawatan yang memuaskan dalam National Health Service

c) Pertolongan persalinan di rumah (Home Birth) sebagai pilihan ibu

3. Perkembangan Profesi Kebidanan a. Nasional

Dalam sejarah Bidan Indonesia menyebutkan bahwa tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari jadi IBI. Pengukuhan hari lahirnya IBI tersebut didasarkan atas hasil konferensi bidan pertama yang diselenggarakan di Jakarta 24 Juni 1951, yang merupakan prakarsa bidan-bidan senior yang berdomisili di Jakarta. Konferensi bidan pertama tersebut telah berhasil meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), berbentuk kesatuan, bersifat Nasional, berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada konferensi IBI tersebut juga dirumuskan tujuan IBI, yaitu:

a. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesama bidan serta kaum wanita pada umumnya, dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa.

b. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan, khususnya dalam pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta kesejahteraan keluarga.

c. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

d. Meningkatkan martabat dan kedudukan bidan dalam masyarakat. Dengan landasan dan arah tersebut, dari tahun ke tahun IBI terus berkembang dengan hasil-hasil perjuangannya yang semakin nyata dan


(26)

telah dapat dirasakan manfaatnya baik oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri.Adapun tokoh-tokoh yang tercatat sebagai pemrakarsa konferensi tersebut adalah: Ibu Selo Soemardjan, Ibu Fatimah, Ibu Sri Mulyani, Ibu Salikun, Ibu Sukaesih, Ibu Ipah dan Ibu S. Margua, yang selanjutnya memproklamirkan IBI sebagai satu-satunya organisasi resmi bagi para bidan Indonesia. Dan hasil-hasil terpenting dari konferensi pertama bidan seluruh Indonesia tahun 1951 tersebut adalah:

a. Sepakat membentuk organisasi Ikatan Bidan Indonesia, sebagai satu-satunya organisasi yang merupakan wadah persatuan & kesatuan Bidan Indonesia.

b. Pengurus Besar IBI berkedudukan di Jakarta.

c. Di daerah-daerah dibentuk cabang dan ranting. Dengan demikian organisasi/perkumpulan yang bersifat lokal yang ada sebelum konferensi ini semuanya membaurkan diri dan selanjutnya bidan-bidan yang berada di daerah-daerah menjadi anggota cabang-cabang dan ranting dari IBI.

Tiga tahun setelah konferensi, tepatnya pada tanggal 15 Oktober 1954, IBI diakui sah sebagai organisasi yang berbadan hukum dan tertera dalam Lembaga Negara nomor: J.A.5/927 (Departemen Dalam Negeri), dan pada tahun 1956 IBI diterima sebagai anggota ICM (International Confederation of Midwives). Hingga saat ini IBI tetap mempertahankan keanggotaan ini, dengan cara senantiasa berpartisipasi dalam kegiatan ICM yang dilaksanakan di berbagai negara baik pertemuan-pertemuan, lokakarya, pertemuan regional maupun kongres tingkat dunia dengan antara lain menyajikan pengalaman dan kegiatan IBI.

IBI yang seluruh anggotanya terdiri dari wanita telah tergabung dengan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) pada tahun 1951 hingga saat ini IBI tetap aktif mendukung program-program KOWANI bersama organisasi wanita lainnya dalam meningkatkan derajat kaum


(27)

wanita Indonesia. Selain itu sesuai dengan Undang-Undang RI No.8 tahun 1985, tentang organisasi kemasyarakatan maka IBI dengan nomor 133 terdaftar sebagai salah satu Lembaga Sosial Masyarakat di Indonesia. Begitu juga dalam Komisi Nasional Kedudukan Wanita di Indonesia (KNKWI) atau National Commission on the Status of Women (NCSW). IBI merupakan salah satu anggota pendukungnya.

Pada kongres IBI yang kedelapan yang berlangsung di Bandung pada tahun 1982, terjadi perubahan nama Pengurus Besar IBI diganti menjadi Pengurus Pusat IBI, karena IBI telah memiliki 249 cabang yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu kongres juga mengukuhkan anggora pengurus Yayasan Buah Delima yang didirikan pada tanggal 27 Juli 1982. Yayasan ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota IBI, melalui pelaksanaan berbagai kegiatan. Pada tahun 1985, untuk pertama kalinya IBI melangsungkan Kongres di luar pulau Jawa, yaitu di Kota Medan (Sumatera Utara) dan dalam kongres ini juga didahului dengan pertemuan ICM Regional Meeting Western Pacific yang dihadiri oleh anggota ICM dari Jepang, Australia, New Zealand, Philiphina, Malaysia, Brunei Darussalam dan Indonesia. Bulan September 2000 dilaksanakan ICM Asia Pacific Regional Meeting di Denpasar Bali. Pada tahun 1986 IBI secara organisatoris mendukung pelaksanaan pelayanan Keluarga Berencana oleh Bidan Praktek Swasta melalui BKKBN.

Gerak dan langkah Ikatan Bidan Indonesia di semua tingkatan dapat dikatakan semakin maju dan berkembang dengan baik. Sampai dengan tahun 2015 IBI telah memiliki 33 Pengurus Daerah, 497 Cabang IBI (di tingkat Kabupaten/Kodya) dan 2.946 Ranting IBI (di tingkat Kecamatan/unit Pendidikan/Unit Pelayanan). Jumlah anggota yang telah memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) 170.359, sedangkan jumlah bidan yang terdaftar di Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) ada 206.755 (MTKI, Oktober 2013).


(28)

b. International

Tahun 2019 International Confederation of Midwife (ICM) memasuki usia 100 tahun sejak pertama kali terbentuk pada tahin 1919 di Belgia, setelah perang dunia pertama berakhir. Perlu diketahui usaha para bidan untuk mengadaka perkumpul dalam skala International hingga memasuki tahun ke -100. Tercatat lebih dari 1000 bidan menghadiri konferensi yang diseenggarakan di Berlin, Jerman pada tahun 1990. Hal ini sangat mengesankan karena pada saat itu tidak ada telepon, komputer, kartu kredit ataupun pesawat terbang, dan itu tidak mudah bagi wanita untuk menghadiri atau berpergian sendiri.

Pada tahun 1919, diadakan pertemuan bidan seluruh negara Eropa yang berpusat di Atnwerp, Belgia. Disanalah pertama kali International Confederation of Midwife (ICM). Sekarang banyak negara yang mempunyai organisasi bidan nasional, komunikasi antar organisasi menjadi meningkat dan menyelenggarakan peretmuan secara rutin. Selama tahun 1930 dan 1940, perjalanan dan komunikasi di Eropa mengalami gangguan karena perang dan kerusuhan, karena itu semua catatan dan dokumen kebidanan saat pertama kali perkumpulan musnah.

Tidak adanya kejelasan mengenai kongres setiap tiga tahunan, Royal Collage of Midwife Inggris dalam bukunya “Behind the Blue Door” menyatakan bahwan kongres ke -6 persatuan bidan internasional di selenggarakan di London pada tahun 1934. Diakhir tahun 1920 diajukan bahwa kongres pertama terjadi pada tahun 1928/29. Pada kongres tahun 1934, dihadiri oleh 309 anggota dari 10 negara dan 5 negara lain termasuk India dan Cina .

Setelah perang dunia ke-2, tahun 1945, para bidan Swedia menghubungi bidan Inggris untuk melihat jika mereka bisa mendirikan kembali perkumpulan Internasional. Pada tahun 1949 pertemuan international diselenggarakan di London yang dihadiri oleh 8 negara Eropa. Mereka merencanakan kongres untuk 5 tahun kedepan dan pada


(29)

tahun 1954 kongres dilaksanakan dengan dihadiri 800 bidan dari 46 negara. Sejak saat itu ada kongres 3 tahun, sebagai hasil dari kongres nama persatuan bidan internasiunal diubah menjadi International Confederation of Midwife (ICM) .di tahun 1955. Sebagai hasil bentukan perkumpulan bidan Internasional maka didirikanlah kantor pusat ICM di London dengan ketua Royal College of Midwife sebaga sekretaris eksekutif pertama.

1) Kantor pusat ICM

Pada tahun 1999 dewan ICM memutuskan untuk memindahkan lokasi kantor pusat ICM dari London ke Hague, Belanda sampai sekarang. Pada tahun 1987 pekrja tetap pada markas ICM mengalami peningkatan, salah satunya pekerja paruh waktu sampai sekrang termasuk direktur eksekutif, penasehat teknis kebidanan, menejer komunikasi, koordinator proyek dan staff administrasi yang lain.

2) Dewan ICM

Pertemuan dewan dilakuakan setiap 3 kali dalam setahun, sebelum dilaksanakannya kongres selama 4 hari. Setiap asosiasi bidan terlepas dari besarnya asosiasi tersebut, mengirimkan 2 delegasi pada saat kongres. Kesempatan yang diberika dewan adalah 2 kali untuk setiap asosiasi bidan. Setiap delegasi dapan memberi saran dan membahas kebijakan serta dokumen baru, contohnya pernyataan mengenai posisi , petunjuk dan standart kebidanan, sebaga airah dan strategi ICM. Mereka juga mengulas kembali pernyataan dan laporan keuangan untuk tiga tahun kedepan. Dewan juga mendengarkan presentasi dari tiga asosiasi bidan dan penilaiang kongres untuk 6 tahun.

3) Kongres tiga tahunan

Kongres ICM semakin beasr dan menjadi fokus isu global kebidanan, profesional dan pertemuan ilmiah, ditambah lagi pertemuan rutin dan koferensi yg sering digelar tiap tahunnya.


(30)

Lokasi untuk diselenggarakannya kongres 6 tahun kedepan oleh ICM dan salah satu asosiasi bidan. Selama 50 tahun terakhir telah memasukkan Yerusalem, Kobe, Manila, Santiago, Sydney, Vancouver dan Washington, serta berbagai kota Eropa.


(1)

Praktik mandiri telah diperkenalkan, dengan alasan: a) Adanya penolakan medikalisasi

b) Ketidakmampuan menyediakan perawatan yang memuaskan dalam National Health Service

c) Pertolongan persalinan di rumah (Home Birth) sebagai pilihan ibu

3. Perkembangan Profesi Kebidanan a. Nasional

Dalam sejarah Bidan Indonesia menyebutkan bahwa tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari jadi IBI. Pengukuhan hari lahirnya IBI tersebut didasarkan atas hasil konferensi bidan pertama yang diselenggarakan di Jakarta 24 Juni 1951, yang merupakan prakarsa bidan-bidan senior yang berdomisili di Jakarta. Konferensi bidan pertama tersebut telah berhasil meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), berbentuk kesatuan, bersifat Nasional, berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada konferensi IBI tersebut juga dirumuskan tujuan IBI, yaitu:

a. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesama bidan serta kaum wanita pada umumnya, dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa.

b. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan, khususnya dalam pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta kesejahteraan keluarga.

c. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

d. Meningkatkan martabat dan kedudukan bidan dalam masyarakat. Dengan landasan dan arah tersebut, dari tahun ke tahun IBI terus berkembang dengan hasil-hasil perjuangannya yang semakin nyata dan


(2)

telah dapat dirasakan manfaatnya baik oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri.Adapun tokoh-tokoh yang tercatat sebagai pemrakarsa konferensi tersebut adalah: Ibu Selo Soemardjan, Ibu Fatimah, Ibu Sri Mulyani, Ibu Salikun, Ibu Sukaesih, Ibu Ipah dan Ibu S. Margua, yang selanjutnya memproklamirkan IBI sebagai satu-satunya organisasi resmi bagi para bidan Indonesia. Dan hasil-hasil terpenting dari konferensi pertama bidan seluruh Indonesia tahun 1951 tersebut adalah:

a. Sepakat membentuk organisasi Ikatan Bidan Indonesia, sebagai satu-satunya organisasi yang merupakan wadah persatuan & kesatuan Bidan Indonesia.

b. Pengurus Besar IBI berkedudukan di Jakarta.

c. Di daerah-daerah dibentuk cabang dan ranting. Dengan demikian organisasi/perkumpulan yang bersifat lokal yang ada sebelum konferensi ini semuanya membaurkan diri dan selanjutnya bidan-bidan yang berada di daerah-daerah menjadi anggota cabang-cabang dan ranting dari IBI.

Tiga tahun setelah konferensi, tepatnya pada tanggal 15 Oktober 1954, IBI diakui sah sebagai organisasi yang berbadan hukum dan tertera dalam Lembaga Negara nomor: J.A.5/927 (Departemen Dalam Negeri), dan pada tahun 1956 IBI diterima sebagai anggota ICM (International Confederation of Midwives). Hingga saat ini IBI tetap mempertahankan keanggotaan ini, dengan cara senantiasa berpartisipasi dalam kegiatan ICM yang dilaksanakan di berbagai negara baik pertemuan-pertemuan, lokakarya, pertemuan regional maupun kongres tingkat dunia dengan antara lain menyajikan pengalaman dan kegiatan IBI.

IBI yang seluruh anggotanya terdiri dari wanita telah tergabung dengan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) pada tahun 1951 hingga saat ini IBI tetap aktif mendukung program-program KOWANI bersama organisasi wanita lainnya dalam meningkatkan derajat kaum


(3)

wanita Indonesia. Selain itu sesuai dengan Undang-Undang RI No.8 tahun 1985, tentang organisasi kemasyarakatan maka IBI dengan nomor 133 terdaftar sebagai salah satu Lembaga Sosial Masyarakat di Indonesia. Begitu juga dalam Komisi Nasional Kedudukan Wanita di Indonesia (KNKWI) atau National Commission on the Status of Women (NCSW). IBI merupakan salah satu anggota pendukungnya.

Pada kongres IBI yang kedelapan yang berlangsung di Bandung pada tahun 1982, terjadi perubahan nama Pengurus Besar IBI diganti menjadi Pengurus Pusat IBI, karena IBI telah memiliki 249 cabang yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu kongres juga mengukuhkan anggora pengurus Yayasan Buah Delima yang didirikan pada tanggal 27 Juli 1982. Yayasan ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota IBI, melalui pelaksanaan berbagai kegiatan. Pada tahun 1985, untuk pertama kalinya IBI melangsungkan Kongres di luar pulau Jawa, yaitu di Kota Medan (Sumatera Utara) dan dalam kongres ini juga didahului dengan pertemuan ICM Regional Meeting Western Pacific yang dihadiri oleh anggota ICM dari Jepang, Australia, New Zealand, Philiphina, Malaysia, Brunei Darussalam dan Indonesia. Bulan September 2000 dilaksanakan ICM Asia Pacific Regional Meeting di Denpasar Bali. Pada tahun 1986 IBI secara organisatoris mendukung pelaksanaan pelayanan Keluarga Berencana oleh Bidan Praktek Swasta melalui BKKBN.

Gerak dan langkah Ikatan Bidan Indonesia di semua tingkatan dapat dikatakan semakin maju dan berkembang dengan baik. Sampai dengan tahun 2015 IBI telah memiliki 33 Pengurus Daerah, 497 Cabang IBI (di tingkat Kabupaten/Kodya) dan 2.946 Ranting IBI (di tingkat Kecamatan/unit Pendidikan/Unit Pelayanan). Jumlah anggota yang telah memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) 170.359, sedangkan jumlah bidan yang terdaftar di Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) ada 206.755 (MTKI, Oktober 2013).


(4)

b. International

Tahun 2019 International Confederation of Midwife (ICM) memasuki usia 100 tahun sejak pertama kali terbentuk pada tahin 1919 di Belgia, setelah perang dunia pertama berakhir. Perlu diketahui usaha para bidan untuk mengadaka perkumpul dalam skala International hingga memasuki tahun ke -100. Tercatat lebih dari 1000 bidan menghadiri konferensi yang diseenggarakan di Berlin, Jerman pada tahun 1990. Hal ini sangat mengesankan karena pada saat itu tidak ada telepon, komputer, kartu kredit ataupun pesawat terbang, dan itu tidak mudah bagi wanita untuk menghadiri atau berpergian sendiri.

Pada tahun 1919, diadakan pertemuan bidan seluruh negara Eropa yang berpusat di Atnwerp, Belgia. Disanalah pertama kali International Confederation of Midwife (ICM). Sekarang banyak negara yang mempunyai organisasi bidan nasional, komunikasi antar organisasi menjadi meningkat dan menyelenggarakan peretmuan secara rutin. Selama tahun 1930 dan 1940, perjalanan dan komunikasi di Eropa mengalami gangguan karena perang dan kerusuhan, karena itu semua catatan dan dokumen kebidanan saat pertama kali perkumpulan musnah.

Tidak adanya kejelasan mengenai kongres setiap tiga tahunan, Royal Collage of Midwife Inggris dalam bukunya “Behind the Blue Door” menyatakan bahwan kongres ke -6 persatuan bidan internasional di selenggarakan di London pada tahun 1934. Diakhir tahun 1920 diajukan bahwa kongres pertama terjadi pada tahun 1928/29. Pada kongres tahun 1934, dihadiri oleh 309 anggota dari 10 negara dan 5 negara lain termasuk India dan Cina .

Setelah perang dunia ke-2, tahun 1945, para bidan Swedia menghubungi bidan Inggris untuk melihat jika mereka bisa mendirikan kembali perkumpulan Internasional. Pada tahun 1949 pertemuan international diselenggarakan di London yang dihadiri oleh 8 negara Eropa. Mereka merencanakan kongres untuk 5 tahun kedepan dan pada


(5)

tahun 1954 kongres dilaksanakan dengan dihadiri 800 bidan dari 46 negara. Sejak saat itu ada kongres 3 tahun, sebagai hasil dari kongres nama persatuan bidan internasiunal diubah menjadi International Confederation of Midwife (ICM) .di tahun 1955. Sebagai hasil bentukan perkumpulan bidan Internasional maka didirikanlah kantor pusat ICM di London dengan ketua Royal College of Midwife sebaga sekretaris eksekutif pertama.

1) Kantor pusat ICM

Pada tahun 1999 dewan ICM memutuskan untuk memindahkan lokasi kantor pusat ICM dari London ke Hague, Belanda sampai sekarang. Pada tahun 1987 pekrja tetap pada markas ICM mengalami peningkatan, salah satunya pekerja paruh waktu sampai sekrang termasuk direktur eksekutif, penasehat teknis kebidanan, menejer komunikasi, koordinator proyek dan staff administrasi yang lain.

2) Dewan ICM

Pertemuan dewan dilakuakan setiap 3 kali dalam setahun, sebelum dilaksanakannya kongres selama 4 hari. Setiap asosiasi bidan terlepas dari besarnya asosiasi tersebut, mengirimkan 2 delegasi pada saat kongres. Kesempatan yang diberika dewan adalah 2 kali untuk setiap asosiasi bidan. Setiap delegasi dapan memberi saran dan membahas kebijakan serta dokumen baru, contohnya pernyataan mengenai posisi , petunjuk dan standart kebidanan, sebaga airah dan strategi ICM. Mereka juga mengulas kembali pernyataan dan laporan keuangan untuk tiga tahun kedepan. Dewan juga mendengarkan presentasi dari tiga asosiasi bidan dan penilaiang kongres untuk 6 tahun.

3) Kongres tiga tahunan

Kongres ICM semakin beasr dan menjadi fokus isu global kebidanan, profesional dan pertemuan ilmiah, ditambah lagi pertemuan rutin dan koferensi yg sering digelar tiap tahunnya.


(6)

Lokasi untuk diselenggarakannya kongres 6 tahun kedepan oleh ICM dan salah satu asosiasi bidan. Selama 50 tahun terakhir telah memasukkan Yerusalem, Kobe, Manila, Santiago, Sydney, Vancouver dan Washington, serta berbagai kota Eropa.