ANALISIS KESESUAIAN PERAIRAN PULAU MAITAM UNTUK BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KESESUAIAN PERAIRAN PULAU MAITAM UNTUK BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)

Oleh

ERWIN WIJAYA

Ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus)merupakan salah satu budidaya perikanan yang berkembang cukup pesat di sekitar Teluk Lampung terutama di sekitar perairan pulau Maitam. Keramba Jaring Apung (KJA) yang terletak di sekitar perairan Maitam belum menghasilkan produksi ikan kerapu macan secara optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian perairan pulau Maitam untuk budidaya ikan kerapu macan berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi air laut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Analisis kesesuaian perairan dilakukan dengan metode matching dan

scoring. Hasil penelitian diperoleh kisaran nilai kecerahan (7 - 12 meter), suhu (29,7 – 31,1 0C), kecepatan arus (10 - 40 cm/detik), DO (5,34 – 7,12 mg/l), pH (8,03 - 8,11), dan salinitas (30 - 3 ppt) yang menunjukkan bahwa perairan masih dalam kondisi yang sesuai untuk budidaya kerapu macan. Sedangkan kisaran nilai kedalaman (16 - 29 meter), nitrat (0,032 - 0,457 mg/l), fosfat (0,040 - 0,192 mg/l), dan kelimpahan plankton (9400 - 47980 sel/liter) menunjukkan bahwa perairan masih baik untuk budidaya kerapu macan. Hasil analisis kesesuaian perairan dengan metode matching dan scoring menunjukkan bahwa nilai skor kesesuaian perairan untuk budidaya ikan kerapu macan dengan sistem keramba jaring apung pada lokasi pengambilan sampel 1, 3, 4 sebesar 91%,, hal ini menunjukkan bahwa perairan Pulau Maitam berada pada kelas sangat sesuai (S1) untuk budidaya kerapu macan.


(2)

ANALISIS KESESUAIAN PERAIRAN PULAU MAITAM

UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN

(

Epinephelus fuscoguttatus

)

Oleh

ERWIN WIJAYA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Baturaja, Baturaja pada tanggal 16 Mei 1993, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ertengko dan Ibu Hertini.

Penulis mengawali pendidikan dari SD Negeri 2 Baturaja (OKU), sampai selesai pada tahun 2004. Menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1 Baturaja (OKU) pada tahun 2007 serta menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Baturaja (OKU) pada tahun 20010.

Tahun 2010, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S1 ke Perguruan Tinggi Universitas Lampung di Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Perairan. Selama menjadi mahasiswa penulis mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Unila (HIDRILA) sebagai anggota bidang Pengkaderan tahun 2011-2013.

Selama menikmati masa perkuliahan penulis mengikuti kegiatan Praktik Umum (PU) di Dunia Air Tawar Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dengan judul

“Pembenihan Lobster Air Tawar (Cherax sp)” selama 30 hari pada bulan Juli 2013. Di awal tahun 2014 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Sukaraja, Kecamatan Raja Basa Lampung Selatan.


(7)

Terakhir pada bulan Agustus s/d September 2014, penulis di bantu oleh tenaga ahli dan teknisi kualitas air Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL)

Lampung melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kesesuaian Perairan Pulau Maitam Untuk Budidaya Ikan Kerapu Macan (Epinephelus


(8)

PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahkan sebagai tanda baktiku

kepada kedua orang tua ku,

Ayah dan Ibu

yang selalu mendo’akan dan menyemangatiku

serta selalu yakin padaku

bahwa aku bisa melewati semua ini,

menjadikan diriku kuat dalam menyelesaikan studi.

Untuk adikku

yang selalu menjadi tempat berbagi suka duka.

Untuk sahabat-sahabatku

serta semua pihak yang ikut membantu

menyelesaikan skripsi ini.

Dan tak lupa


(9)

BERIKAN YANG TERBAIK UNTUK

ORANG YANG KALIAN SAYANGI

HIDUP CUMA SATU KALI

JADI


(10)

SANWACANA

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan (S.Pi) pada program studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dengan judul “Analisis Kesesuaian Perairan Pulau Maitam untuk Budidaya Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ayah dan Ibu yang selalu menjadi penyemangat dalam diri penulis untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Berkat cinta dan kasih sayang, perhatian, pengorbanan dan dukungan serta do’a yang selalu kalian panjatkan demi kelancaran, keselamatan dan kesuksesan hingga penulis bisa sampai pada tahap ini.

2. Adikku tercinta Eki Leandro dan Ade Satria Dewantara yang selalu memberi dukungan, motivasi, dan senantiasa menggantikan penulis menjaga Ibu sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi sesuai dengan waktu yang diharapkan.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S, selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(11)

4. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc, selaku ketua program studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Ibu Henni Wijayanti Maharani, S.Pi, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan motivasi penuh dan saran yang membangun selama penulis aktif dalam perkuliahan.

6. Bapak Dr. Ir. Abdullah Aman Damai, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar memberikan bimbingan, kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi.

7. Bapak Herman Yulianto, S.Pi, M.Si, selaku dosen pembimbing II atas bimbingan, kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi. 8. Bapak Dr. Supono, S.Pi, M.Si, selaku dosen pembahas atas segala kritik,

saran dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.

9. Ibu Muawanah, Mas Wahyu, Mas Tri, dan seluruh Staf Karyawan Laboratorium Kualitas Air BBPBL Lampung, yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

10.Teman-teman satu tim penelitian (S.A Mandala Putra, Nikky Atiastari, dan Windi Pratiwi) yang selalu solid dan kompak sampai akhir penelitian. 11.Sahabatku Ahmad Fauzy, Aris Candra, Muhammad Febriansah, Miftahul

Baihaki membagi suka duka selama ini .

12.Dian Yuni yang selalu memberikan masukan kritik dan saran serta mau meluangkan waktunya untuk membantu penulis mengerjakan skripsi. 13.Teman-teman seperjuangan angkatan 2010, terimakasih atas kekompakan

kesolidan, kebersamaan, dan persaudaraan kita selama ini sehingga kita semua mampu menghadapi berbagai masalah bersama-sama.


(12)

14.Bapak Yahya yang memfasilitasi tempat belajar membagi suka duka selama saya berada di Bandar Lampung terima kasih.

15.Bapak Khairul, Bapak Heriyanto, Bapak Suyanto, Ibu Ra. Fatima dan Ibu Sumarni yang memberikan semangat untuk penulis melaksanakan kuliah 16.Teman-teman tercintaku Amen, Boy, Agus, Ade, Zaki, Redo, Tania, Biu,

Devina, Intan, Reska, Andini, Ucha, Osi, Ahtyyah, atas bantuan dukungan semangat dan keceriaan selama ini.

17.Teman-teman KKN (Gali, Felix, Genta, Emalia, Dinda, Gita, Fitri, Dyah) yang selalu solid dan kompak.

18.Seluruh warga Budidaya Perairan Unila angkatan 2007, 2008, 2009, 2011, 2012, 2013 sampai 2014.

19.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi.

Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita semua, dan dengan segala kerendahan semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua, aamiin.

Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Manfaat ... 2

1.4. Kerangka Pemikiran ... 3

1.5. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerapu Macan ... 5

2.1.1. Klasifikasi Ikan Kerapu Macan ... 5

2.1.2. Morfologi Ikan Kerapu Macan ... 6

2.1.3. Habitat Ikan Kerapu Macan... 6

2.1.4. Teknik Budidaya Ikan Kerapu Macan ... 7

2.2. Keramba Jaring apung ... 12

2.3. Kesesuaian Lahan Budidaya Ikan Kerapu Macan ... 13

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2. Alat dan Bahan ... 15

3.3. Metode Penelitian ... 16

3.3.1. Metode Umum ... 16

3.3.2. Metode Penentuan Lokasi ... 16

3.4. Metode Pengambilan Sampel ... 17

3.5. Metode Pengukuran Sampel ... 17

3.6. Analisis Kesesuaian Perairan ... 18


(14)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Lokasi ... 22

4.2. Kualitas Air ... 22

4.2.1. Kecepatan Arus ... 22

4.2.2. Salinitas ... 23

4.2.3. Suhu ... 24

4.2.4. Kecerahan ... 25

4.2.5. Kedalaman ... 26

4.2.6. Nitrat ... 27

4.2.7. Fosfat ... 28

4.2.8. Oksigen Terlarut ... 30

4.2.9. pH ... 31

4.2.10. Kelimpahan Plankton ... 32

4.3. Analisis Kesesuian Perairan Budidaya Ikan Kerapu Macan ... 33

V. PENDAHULUAN 5.1. Kesimpulan ... 37

5.2. Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hubungan Antara pH air dan Kehidupan Ikan Budidaya ... 10

2. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian ... 16

3. Sistem Penilaian Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Kerapu Macan ... 20

4. Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan Fosfat ... 29

5. Skoring Kesesuaian Perairan Stasiun Penelitian 1... 34

6. Skoring Kesesuaian Perairan Stasiun Penelitian 2 ... 34

7. Skoring Kesesuaian Perairan Stasiun Penelitian 3 ... 35


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Kualitas Air ... 42 2. Skoring Kesesuaian Lahan Budidaya Kerapu Macan ... 44 3. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian ... 45


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram Kerangka Pikir Penelitian ... 3

2. Ikan Kerapu Macan. ... 6

3. Lokasi Pengambilan Sampel di Pulau Maitam ... 14

4. Grafik Kecepatan Suhu Perairan pulau Maitam ... 23

5. Grafik Konsentrasi Salinitas Perairan pulau Maitam ... 24

6. Grafik Suhu Perairan Pulau Maitam ... 25

7. Grafik Kecerahan Perairan Pulau Maitam... 26

8. Grafik Kedalaman Perairan Pulau Maitam ... 27

9. Grafik Kadar Nitrat Perairan Pulau Maitam ... 28

10. Grafik Kandungan Fosfat Perairan Pulau Maitam ... 29

11. Grafik Konsentrasi Oksigen Terlarut Perairan Pulau Maitam... 30

12. Grafik pH Perairan Pulau Maitam ... 32


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kegiatan budidaya ikan laut di Indonesia khususnya ikan kerapu memiliki prospek yang sangat baik. Kegiatan budidaya berperan dalam memenuhi kebutuhan ikan konsumsi, peningkatan penghasilan dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat serta bermanfaat dalam pelestarian sumber daya ikan laut yang mulai langka (Maghfirah, 2009).

Produksi ikan kerapu Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 10,398 ton, meningkat menjadi 10,580 ton pada tahun 2011, pada tahun 2012 menjadi 11,950 dan pada tahun 2013 produksi ikan kerapu mencapai 14.400 ton (KKP, 2013). Meningkatnya capaian produksi ikan kerapu tersebut menunjukan kegiatan budidaya ini menarik atau potensial untuk dikembangkan.

Salah satu faktor pendukung keberhasilan budidaya ikan adalah kualitas air. Kualitas air yang baik akan menyebabkan pertumbuhan ikan yang dibudidayakan dapat optimal dan tidak mudah terinfeksi penyakit. Kondisi perairan akan berpengaruh terhadap pengelolaan kegiatan budidaya ikan. Dengan mengetahui kondisi perairan akan mudah dalam menentukan strategi peningkatan produksi ikan yang dibudidayakan.

Salah satu daerah yang berpotensi dijadikan pengembangan budidaya ikan kerapu ini adalah wilayah Kabupaten Pesawaran yang merupakan salah satu


(19)

2 kawasan minapolitan, tepatnya di perairan sekitar pulau Maitam. Di sekitar Pulau Maitam juga sudah ada beberapa Keramba Jaring Apung (KJA). Akan tetapi hasil produksi ikan kerapu macan belum optimal. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang budidaya dan penentuan lokasi yang sesuai untuk budidaya ikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kesesuaian perairan disekitar pulau Maitam.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian perairan di sekitar perairan Maitam untuk budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi air laut.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang kondisi perairan di Pulau Maitam sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus


(20)

3 1.4. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Kerangka Pikir Penelitian PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN

PERAIRAN PULAU MAITAM

DATA PARAMETER FISIKA, KIMIA, DAN BIOLOGI

PULAU MAITAM

PERSYARATAN TEKNIS BUDIDAYA IKAN KERAPU

MACAN

ANALISA KESESUAIAN UNTUK BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN DENGAN METODE

MATCHING DAN SKORING PENGOLAHAN DATA

KESESUAIAN PERAIRAN BUDIDAYA KERAPU MACAN BUDIDAYAIKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)


(21)

4 1.5. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah perairan pulau Maitam diduga mampu mendukung kegiatan budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dengan sistem keramba jaring apung (KJA).


(22)

5 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Kerapu Macan

2.1.1. Klasifikasi Kerapu Macan

Jumlah ikan kerapu ditaksir ada 46 spesies yang hidup diberbagai tipe habitat. Dari jumlah tersebut ternyata berasal dari 7genus, yaitu Astha loperca, Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari 7 genus tersebut, genus Chromileptes, Plectropomus, dan

Epinephelus sekarang digolongkan ikan komersial dan mulai dibudidayakan. Ikan

kerapu macan di pasaran internasional dikenal dengan nama flower atau carped cod. Menurut Binohlan (2010) dalam Sutrisna (2011) ikan kerapu macan digolongkan pada :

Kelas : Chondrichthyes Subkelas : Ellasmobranchii Ordo : Percomorphi Divisi : Perciformes Family : Serranidae Genus : Epinephelus

Spesies : Epinepheus fuscoguttatus

Sinonim : Brown-marbled grouper, tiger grouper; nama lokal Indonesia: kerapu macan, balong macan.


(23)

6 2.1.2. Morfologi Kerapu Macan

Ciri-ciri morfologi ikan kerapu macan antara lain bentuk tubuh pipih, yaitu lebar tubuh lebih kecil dari pada panjang dan tinggi tubuh, rahang atas dan bawah dilengkapi dengan gigi yang lancip dan kuat, mulut lebar, serong ke atas dengan bibir bawah yang sedikit menonjol melebihi bibir atas, sirip ekor berbentuk bundar, sirip punggung, posisi sirip perut berada di bawah sirip dada, serta badan ditutupi sirip kecil yang bersisik stenoid. Ikan kerapu macan merupakan salah satu jenis ikan laut yang hidup di perairan dalam maupun payau yang bersalinitas 20-35 ppt (Mariskha dan Abdulgani, 2012). Dibawah ini merupakan gambar ikan kerapu macan.

Gambar 2. Ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus)

(Sumber, Sutrisna 2011)

2.1.3. Habitat Kerapu Macan

Habitat benih ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulata dan Gracilaria sp. Ikan kerapu macan pada fase dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari pasar berlumpur. Ikan


(24)

7 kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makannya menangkap satu persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai adalah krustaceae (rebon, dogol dan krosok), selain itu jenis-jenis (tembang, teri dan belanak) (Effendi, 2000).

2.1.4. Teknik Budidaya Kerapu Macan

Menurut Suriawan (2014), pemilihan lokasi budidaya harus mempertimbangkan beberapa persyaratan untuk memenuhi kesesuaian lahan budidaya yaitu:

A. Persyaratan umum yang meliputi:

o Terlindung dari angin & gelombang yang kuat o kedalaman Perairan

o Dasar Perairan

o Bebas dari bahan cemaran

o Tidak mengganggu alur pelayaran o Dekat dengan sumber benih & pakan

o Lokasi harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah o tersedia sarana dan prasarana transportasi

o Keamanan terjamin

B. Persyaratan teknis (fisik perairan) yang meliputi:

o Kecepatan arus dan elevasi pasang surut o Suhu Air

o Kecerahan o Kekeruhan

C. Persyaratan teknis (kimia perairan) yang meliputi:

o pH perairan o Salinitas

o Oksigen terlarut o Senyawa nitrogen


(25)

8

o Posfat o Logam berat

D. Persyaratan teknis (Biologi perairan) yang meliputi :

o Fitoplanton

E. Persyaratan teknis (kondisi hidrografi).

Selain harus jernih, bebas dari bahan cemaran dan arus balik (up Welling), perairan harus memenuhi sifat fisik, kimia dan Biologi tertentu.

a. Kecerahan dan Kekeruhan

Effendi (2003) menjelaskan bahwa nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Kecerahan perairan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan lokasi untuk pembesaran. Perairan yang tingkat kecerahannya sangat tinggi bahkan sampai tembus dasar perairan merupakan indikator perairannya cukup jernih dan perairan tersebut sangat baik untuk lokasi pembesaran.

Kecerahannya sangat rendah menandakan tingkat bahan organik terlarut sangat tinggi. Perairan ini dikategorikan terlalu subur dan tidak baik untuk pembesaran ikan, karena perairan yang sangat subur menyebabkan cepatnya perkembangan organisme penempel seperti lumut, cacing, kerang dan lain-lain yang dapat menempel dan menyebabkan cepat kotornya media pemeliharaan. Kecerahan perairan lokasi yang cocok untuk pembesaran Ikan Kerapu Macan adalah > 2 meter (Jumadi, 2011)

b. Arus, Gelombang

Arus dan gelombang mempunyai pengaruh yang besar terhadap aerasi, transport nutrient dan pengadukan air. Pengadukan air ini bertujuan untuk menghindari fluktuasi suhu yang besar (Heryati, 2011). Arus sangat membantu


(26)

9 proses pertukaran air dalam keramba. Adanya arus air berfungsi untuk membersihkan timbunan sisa-sisa metabolisme ikan, membawa oksigen terlarut yang sangat dibutuhkan oleh ikan, mendistribusikan unsur hara secara merata, dan mengurangi organisme penempel (biofouling) (Ghufran, 2010). Arus yang baik antara 20-40 cm/detik. Tinggi gelombang tidak lebih dari 30 cm.

c. Suhu

Kualitas perairan yang optimal untuk pertumbuhan ikan kerapu, seperti suhu berkisar antara 24-31ºC. Kecepatan fotosintesis akan meningkat sesuai dengan peningkatan temperatur (Heryati, 2011). Suhu air permukaan perairan di Indonesia umumnya berkisar 28°-31 °C. Suhu permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas cahaya matahari.

d. Kedalaman perairan

Dalam siklus hidupnya kerapu muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5–3,0 m, selanjutnya menginjak masa dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7,0–40 m. Biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan senja hari. Telur dan larva bersifat pelagis sedangkan kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal (Tampubolon dan Mulyadi, 1989 dalam Ramadhani, 2010).

e. Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut. Lokasi yang berdekatan dengan muara sungai, tidak dianjurkan untuk pembesaran Ikan Kerapu Macan karena lokasi tersebut salinitasnya sangat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh masuknya air tawar dari sungai. Fluktuasi


(27)

10 salinitas bisa mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan kerapu yang dipelihara. Disamping itu lokasi yang berdekatan dengan muara sungai sering mengalami stratifikasi perbedaan salinitas yang dapat menghambat terjadinya difusi oksigen secara vertikal. Menurut Ahmad (2009), kualitas perairan yang optimal untuk pertumbuhan ikan kerapu salinitas antara 30-33 ppt.

f. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) sangat penting sebagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan ikan. Untuk nilai pH yang sesuai untuk pertumbuhan ikan adalah 8,0 – 8,2 (Evalaati, 2001). Adapun hubungan antara pH air laut dan kehidupan ikan budidaya pada table dibawah ini :

Tabel 1. Hubungan antara pH air dan Kehidupan ikan budidaya pH air Laut Pengaruh terhadap ikan budidaya

< 4,5 Air bersifat racun bagi ikan

5 – 6,5 Pertumbuhan ikan terhambat dan ikan sangat sensitive terhadap bakteri dan parasit

6,5 – 9,0 Ikan mengalami pertumbuhan optimal >9,0 Pertumbuhan ikan terhambat

(Sumber, Ghufran2010)

g. Oksigen Terlarut

Kandungan oksigen terlarut yang ideal bagi pertumbuhan ikan kerapu macan > 3,5 ppm (Ahmad, 2009). Fluktuasi harian oksigen terlarut akan sangat berbahaya bagi kehidupan ikan karapu apabila mencapai batas toleransi dan


(28)

11 berlangsung dalam waktu lama. Ahmad et al., (2009) mengatakan bahwa fluktuasi oksigen terlarut harian yang berkisar 3,4-6,5 belum mencapai konsentrasi kritis bagi kehidupan ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus).

h. Zat Hara (Nutrien)

Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organisme dan proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah satu unsur utama pembentukan protein. Di perairan nitrogen ditemukan dalam bentuk amoniak, nitrat, nitrit serta beberapa senyawa nitrogen organik lain. Nitrat adalah nitrogen utama di perairan alami dan merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan alga (Heryati, 2011).

Phospat (P) merupakan unsur penting bagi semua aspek kehidupan terutama berfungsi dalam tranformasi energi metabolik. Phospat tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Kandungan Phospat dalam sel alga mempengaruhi laju serapan phospat yaitu berkurang sejalan dengan meningkatnya kandungan phosphat dalam sel. Beberapa jenis alga mampu menyerap phosphat melebihi kebutuhannya dan mampu menyerap phosfat pada konsentrasi yang rendah (Yuniarti, 2012).

Senyawa phosfat merupakan penyusun fosfolipida penting sebagai penyusun membran dan terdapat dalam jumlah besar. Energi yang dibebaskan dari hidrolisis pirofosfat dan berbagai ikatan fosfat organik digunakan untuk mengendalikan berbagai reaksi kimia.


(29)

12 Fitoplankton dalam ekositem perairan mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam rantai makanan dilaut, karena fitoplankton merupakan produsen utama yang memberikan sumbangan pada produksi total suatu peairan. Pertumbuhan fitoplankton tergantung pada fluktuasi unsur hara dan hidrodinamika perairan. Kondisi suatu perairan juga akan mempengaruhi pola penyebaran fitoplankton baik secara horizontal maupun vertical (Rokhim et.al, 2009).

Fitoplankton juga berperan dalam kesuburan perairan yaitu sebagai penyedia oksigen terlarut melalui proses fotosintesa. Fitoplankton memiliki distribusi dan kelimpahan yang berbeda-beda didalam perairan. Hal ini tergantung dari kondisi beberapa faktor oseanografi pada perairan tersebut (Widianingsi, 2007)

2.2. Keramba Jaring Apung (KJA)

KJA adalah sistem budidaya dalam wadah berupa jaring yang mengapung dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti danau, waduk, selat, laguna, dan teluk. Menurut Sunyoto (1994), ada beberapa keuntungan yang dimiliki metode KJA, yaitu tingginya padat penebaran, jumlah dan mutu air yang selalu memadai, tidak diperlukannya pengelolaan tanah, mudahnya pengendalian gangguan pemangsa, dan mudahnya pemanenan.

Sistem keramba jaring apung terdiri dari beberapa komponen seperti rangka, kantong jaring, pelampung, jalan inspeksi dan rumah jaga. Kantong jaring terbuat dari polietilen dan poliprophelen dengan berbagai ukuran mata jaring dang berbagai ukuran benang. Pelampung terbuat dari drum plastic, drum besi bervolume 200 liter, styropoam atau gabus yang dibungkus dengan kain terpal


(30)

13 yang berfungsi untuk mempertahankan kantong jaring tetap mengapung didekat permukaan air. (Rochdianto,2005).

2.3. Kesesuaian Lahan Budidaya Ikan kerapu Macan

Evaluasi Kesesuaian perairan adalah suatu proses pendugaan potensi perairan yang telah dipertimbangkan menurut kegunaannya dan membandingkan serta menginterpretasikan serangkaian data. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui kondisi perairan berdasarkan parameter-parameter tertentu. berdasarkan parameter-parameter produktivitas primer antara lain, MPT, suhu permukaan, kecerahan, oksigen terlarut (DO), pH, fosfat, nitrat, Kecepatan arus, topografi, kualitas tanah, vegetasi, klimat, transportasi, dan pemasaran (Supratno, 2006).

Evaluasi kesesuaian atau kemampuan lahan dilakukan dengan cara membandingkan persyaratan penggunaan lahan dengan kualitas (karakteristik) lahan yang ada, sehingga lahan tersebut dapat dinilai apakah masuk klas yang sesuai untuk penggunaan lahan dimaksud. Sebaliknya bila ada salah satu kualitas atau karakteristik lahan yang tidak sesuai maka lahan tersebut termasuk dalam kelas tidak sesuai (Hardjowigeno, 2003 dalam Supratno 2006).

Sitorus (1985) dalam Supratno (2006) menyatakan bahwa kegunaan lahan dapat dianalisis dalam 3 (tiga) aspek yaitu kesesuaian, kemampuan dan nilai lahan. Kesesuaian menyangkut satu penggunaan tertentu/penggunaan khusus, sedangkan kemampuan menyangkut serangkaian/sejumlah penggunaan, nilai didasarkan atas pertimbangan finansial atau sejenisnya yang dinyatakan sebagai jumlah biaya pertahun.


(31)

14 III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk Budidaya kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Penelitian ini secara umum mencakup 3 tahapan yaitu survei lapangan, pengumpulan data, pengolahan data serta analisis data. Ketiga tahapan tersebut dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2014. Survei lapang dilakukan pada bulan Juli 2014. Proses pengolahan data sampel dilaksanakan di Laboratorium Kualitas Air, Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung. Berikut ini merupakan gambaran lokasi pengambilan sampel kualitas air pulau Maitam.


(32)

15 Gambar 3. Lokasi Stasiun penelitian di perairan Pulau Maitam

Keterangan:

Lokasi 1 : dekat dengan pantai

Lokasi 2 : dekat keramba jaring apung Lokasi 3 : ditengah antara lokasi 2 dan 4 Lokasi 4 : dekat dengan komunitas mangrove


(33)

16 3.2. Peralatan

Peralatan yang digunakan selama penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian

No. Parameter Satuan Alat Keterangan

1 Kecerahan meter Secchi disk In situ

2 Kedalaman meter Batimeter In situ

3 Suhu oC Water quality checker In situ

4 Salinitas ppt Water quality checker In situ

5 Kecepatan arus m/detik Pengukur Arus Manual In situ

6 Substrat Dasar

Perairan

Ekman Grab Sampler In situ/Lab

7 pH Water quality checker In situ

8 Fosfat dan Nitrat mg/l Spectrofotometer Laboratorium

9 Oksigen terlarut mg/l Water quality checker In situ

10 Fitoplankton sel/liter Mikroskop,sedgwickrafter Laboratorium

11 Koordinat

lapangan

GPS In situ

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Metode Umum

Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan melakukan survei pengamatan terhadap parameter fisika, kimia, dan biologi perairan.

3.3.2. Metode Penentuan Lokasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Penentuan titik pengamatan dirancang dengan menggunakan metode

purposive sampling. Lokasi pengambilan sampel sebanyak 4 stasiun yang

mewakili semua kondisi perairan lokasi penelitian. Koordinat pengambilan sampel dicatat dengan bantuan Global Positioning System (GPS) dengan format


(34)

17 3.4. Metode Pengambilan Sampel

Waktu pengambilan sampel parameter fisika, kimia dan biologi perairan dengan mempertimbangkan pola secara perhitungan pasang dan surut air laut sesuai data BMG. Sampel yang dapat diukur secara langsung dilakukan secara in

situ sedangkan sampel yang harus dianalisis lebih lanjut, dibawa ke laboratorium

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.5. Metode Pengukuran Sampel

Suhu perairan diukur dengan menggunakan water quality checker(walk lab), transparasi air diukur dengan menggunakan secchi disk pada tiap-tiap titik sampling (cm).

pH , oksigen terlarut, dan salinitas perairan diukur pada tiap titik sampling. pH diukur dengan menggunakan pH meter, oksigen terlarut dengan DO meter, dan salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer.

Pengukuran kandungan nitrat, pertama sampel air sebanyak 10 ml disaring dengan kertas saring, kemudian ditambah bufer nitrat 0,4 ml. Sampel air ditambah dengan larutan pereduksi sebanyak 0,2 ml (larutan hidrazin sulfate dan kupri sulfat dengan perbandingan 1:1), kemudian dibiarkan selama satu malam. Keesokan harinya larutan ditambah dengan larutan aceton 0,4ml kemudian dicampur dengan baik dan ditambahkan larutan sulfanilamide 0,2ml kemudian dicampur dengan baik, setelah itu larutan sampel ditambahkan larutan nepthylenediamine 0,2ml kemudian dicampur. Setelah 15 menit, dilihat hasilnya pada pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang 543 nm (BBL Lampung, 2003).


(35)

18 Pengukuran kandungan fosfat, Sampel air sebanyak 10 ml disaring kemudian memasukkannya ke dalam erlenmeyer. Sampel air ditambahkan

combined reagent masing-masing 1,6 ml, yang terdiri dari campuran : H2SO4

5N (10ml), potasium antymonil tartrat/PAT (1ml), Amonium molibdat (3ml), dan ascorbic acid (6 ml), kemudian larutan didiamkan selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pengamatan kerapatan optik pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 880nm (BBL Lampung, 2003),.

Pengukuran kelimpahan fitoplankton yaitu Sampel air diambil dengan menggunakan botol sampel, kemudian diawetkan dalam larutan formalin 4%. Kelimpahan fitoplankton (sel/l) dihitung dengan menggunakan sedgwick-rafter

di bawah mikroskop, dengan rumus dari (BBL Lampung, 2003), yaitu : 100 (P x V)

N = --- 0,25 π W (liter) Keterangan :

N = Jumlah fitoplankton per liter P = Jumlah fitoplankton yang tercacah V = Volume sampel plankton yang tersaring W = Volume sampel air yang disaring (liter)

3.6. Analisis Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Kerapu Macan

Untuk mendapatkan kelas kesesuaian maka dibuat matrik kesesuaian perairan untuk parameter fisika, kimia dan biologi. Penyusunan matrik kesesuaian perairan merupakan dasar dari analisis keruangan melalui skoring dan faktor pembobot. Hasil skoring dan pembobotan di evaluasi sehingga didapat kelas


(36)

19 kesesuaian yang menggambarkan tingkat kecocokan dari suatu bidang untuk penggunaan tertentu.

Menurut Supratno (2006) tingkat kesesuaian dibagi atas empat kelas yaitu 1) Kelas S1 : Sangat Sesuai

Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikan masukan atau tingkat perlakukan yang diberikan

2) Kelas S2 : Cukup Sesuai

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakukan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukan atau tingkat perlakuan yang diperlukan.

3) Kelas S3 : Sesuai Marginal

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukan atau tingkatan perlakuan yang diperlukan.

4) Kelas N : Tidak Sesuai

Daerah ini mempunyai pembatas permanen, sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut.

Matrik kesesuaian perairan disusun melalui kajian pustaka dan pertimbangan teknis budidaya, sehingga diketahui peubah syarat yang dijadikan acuan dalam pemberian bobot. Karena itu, peubah yang dianggap penting dan dominan menjadi dasar yang kurang dominan.


(37)

20 3.7. Penilaian untuk Lokasi Budidaya Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)

Penentuan lokasi untuk budidaya ikan kerapu macan dilakukan dengan metode skoring. Tabel skoring dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sistem Penilaian Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya Ikan Kerapu Macan

VARIABEL KELAS Angka Penilaian

(A) BOBOT B NILAI SKOR SUMBER Oksigen Terlarut (mg/l)

>5 5

2

10 Evalawati et al., (2001)

4 s/d 4,9 3 6

≤ 3,9 1 2

Kedalaman Perairan (meter)

15 s/d 25 5

3

15 BBPBL (2001)

Radiarta et al., (2003)

5-15s/d

26-35 3 9

≤ 5dan ≥ 35 1 3

Kecepatan Arus (cm/detik)

10 s/d 35 5

3

15 Evalawati et al., (2001) 5- 9 s/d

40-50 3 9

≤ 9 dan ≥50 1 3

Kecerahan Perairan (meter)

> 5 5

2

10

DKP (2002) ; Radiarta et al., (2003)

3 s/d 5 3 6

≤ 2 1 2

Suhu Perairan (° C)

28 – 32 5

2

10

Tiskiantoro.,(2006)

25–19dan 33

– 35 3 6

<25 dan ≥35 1 2

Salinitas Perairan (ppt)

30 – 33 5

2

10 Ahmad., (2009)

20-29 3 6

≤ 20 dan ≥33 1 2

Ph

8,0 s/d 8,2 5

1

5 Evalawati, (2001)

4-<6,4dan

8,6-9 3 3

<4 dan >9 1 1

Fosfat (mg/l)

0,150 - 0,200 5

1

5 Patty (2013)

0,051 -0,149 3 3

< 0,05 dan >

0,4 1 1

Kelimpahan Plankton (sel/l)

> 15.000 5 5

Basmi (2000) 2.000

-15.000 3 1 3

< 2.000 1 1

0,02-0,4 5 5

Nitrat (mg/l) 0,01-0,02 3 1 3 Tiskiantoro(2006)


(38)

21 Total skor dari hasil perkalian nilai parameter dengan bobotnya tersebut selanjutnya dipakai untuk menentukan klas kesesuaian lahan budidaya ikan kerapu macan berdasarkan karakteristik kualitas perairan dan dapat dihitung dengan perhitungan :

Total skor

Total skoring =. x 100% Total Skor Max.

Berdasarkan rumus dan perhitungan diatas diperoleh nilai (skor) kesesuaian lahan sebagai berikut:

86 - 100 = Sangat Sesuai (S1) 76 - 85 = Cukup Sesuai (S2) 66 - 75 = Sesuai Marginal (S3)


(39)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Perairan pulau Maitam berada pada kelas sangat sesuai (S1), untuk kegiatan budidaya ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) berdasarkan analisis parameter fisika, kimia, dan biologi air.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui daya dukung dan daya tampung maksimal pada perairan Pulau Maitam untuk menghindari kerusakan perairan karena penggunaan lahan yang melebihi kapasitas (over capacity).


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad A. 2009. Estimasi daya Dukung Terumbu Karang Berdasarkan Biomasa Ikan Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Perairan Sulamadaha, Maluku Utara (Suatu Pendekatan Pengelolan Ekologis). Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.

Ariyanti W.A. et al., 2007. Analisis Kesesuaian Perairan Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan sebagai Lahan Budidaya Rumput Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis.Jurnal Pasir Laut Vol. 3 No. 1. Hal. 27-45. Basmi, J. 2000. Planktonologi : Plankton Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan.

Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Cornelia,M iye. 2005. Prosedur dan Spesifikasi Teknis Analisis Kesesuaian

Budidaya Rumput Laut. Pusat survey sumberdaya alam laut Bakosurtunal.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi

Penataan Ruang, Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta

Effendi, H. 2000. Telaan Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK – IPB. Bogor. 66 hal.

Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Evalawati., M. Meiyana dan T. W. Aditya. 2001. Pembesaran Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) dan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di

Keramba Jaring Apung. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat

Jendral Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Laut. Bandar Lampung. Ghufron. M, dan H. Kordi. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung.

Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Ghufran, M. H. 2010. Keramba Jaring Apung. Akademia. Jakarta.

Heryati, S., 2011. Kelayakan usaha Budidaya Rumput laut dengan metode


(41)

38 Menteri Negara Riset dan Teknologi, Dewan Riset Nasional, Jakarta Jumadi, S., 2011. Penentuan Kesesuaian Lahan Keramba Jaring Apung Kerapu

Macan ( Ephinephelus Fuscogutattus) Menggunakan Sistem Informasi

Geografis di Pulau Panggang Kepulauan Seribu. Institut Pertanian Bogor.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Laporan Tahunan Direktorat

Produksi Tahun 2013.Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta

Kennish, M. J.,2000. Ecology of estuaries. Vol. II. Biological aspects. American Public Health Association. Washingtin DC.

Mariskha, R.P. dan N, Abdulgani. 2012. Aspek Reproduksi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus sexfasciatus) di Perairan Glondonggede Tuban. Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol. 1:27.

Neksidin. 2013. Studi kualitas air untuk budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) di Perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan. jurnal mina laut Indonesia

Patty, S. 2013. Kadar fosfat, nitrat dan oksigen terlarut di Perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. Vol. 1: (4), hal 167-176.

Radiarta, I. Ny., S. E. Wardoyo., B. Priyono dan O. Praseno. 2003. Aplikasi sistem informasi geografis untuk penentuan lokasi pengembangan budidaya laut di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian

Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya Jakarta. Vol 9 no

1, hal 67 – 71.

Ramadhani, Bebbi V. 2010 Manajemen Pemeliharaan Benih Ikan Kerapu Macan (Epinephelus sexfasciatus)di Balai Budidaya Air Payau Situbondo Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

Rochdianto, A. 2005. Budidaya Ikan di Jaring Terapung. Penebar Swadaya. Jakarta. 98 hal.

Supratno. T. 2006. Evaluasi Lahan Tambak Wilayah Pesisir Jepara Untuk Pemanfaatan Budidaya Ikan Kerapu. Tesis. Universitas Diponogoro. Semarang.

Sutrisna, A. 2011. Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan di perairan pulau panggang Kepulauan Seribu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Fakuktas Ilmu Kelautan.


(42)

39 Suriawan, A. 2014. Pemeliharaan Calon Induk Kerapu Tikus (Cromileptes

Altivelis) Hasil Budidaya. BBAP Situbondo.

Tiskiantoro. F.2006. Analisis Kesesuaian Lokasi Budidaya Karamba Jaring Apung Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis Di Pulau Karimunjawa Dan Pulau Kemujan. Tesis. Universitas Diponogoro Semarang.

Widianingsih, H. Retno, D Asikin dan Sugestiningsi. 2007. Kelimpahan dan Sebaran Horizontal fitoplankton di Perairan Pantai Timur Pulau Blitung.


(1)

20

3.7. Penilaian untuk Lokasi Budidaya Ikan Kerapu Macan (Epinephelus

fuscoguttatus)

Penentuan lokasi untuk budidaya ikan kerapu macan dilakukan dengan metode skoring. Tabel skoring dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sistem Penilaian Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya Ikan Kerapu Macan

VARIABEL KELAS Angka Penilaian

(A) BOBOT B NILAI SKOR SUMBER Oksigen Terlarut (mg/l)

>5 5

2

10 Evalawati et al., (2001)

4 s/d 4,9 3 6

≤ 3,9 1 2

Kedalaman Perairan (meter)

15 s/d 25 5

3

15 BBPBL (2001)

Radiarta et al., (2003)

5-15s/d

26-35 3 9

≤ 5dan ≥ 35 1 3

Kecepatan Arus (cm/detik)

10 s/d 35 5

3

15 Evalawati et al., (2001) 5- 9 s/d

40-50 3 9

≤ 9 dan ≥50 1 3

Kecerahan Perairan (meter)

> 5 5

2

10

DKP (2002) ; Radiarta

et al., (2003)

3 s/d 5 3 6

≤ 2 1 2

Suhu Perairan (° C)

28 – 32 5

2

10

Tiskiantoro.,(2006)

25–19dan 33

– 35 3 6

<25 dan ≥35 1 2

Salinitas Perairan (ppt)

30 – 33 5

2

10 Ahmad., (2009)

20-29 3 6

≤ 20 dan ≥33 1 2

Ph

8,0 s/d 8,2 5

1

5 Evalawati, (2001) 4-<6,4dan

8,6-9 3 3

<4 dan >9 1 1

Fosfat (mg/l)

0,150 - 0,200 5

1

5 Patty (2013)

0,051 -0,149 3 3

< 0,05 dan >

0,4 1 1

Kelimpahan Plankton (sel/l)

> 15.000 5 5

Basmi (2000) 2.000

-15.000 3 1 3

< 2.000 1 1

0,02-0,4 5 5

Nitrat (mg/l) 0,01-0,02 3 1 3 Tiskiantoro(2006)


(2)

21 Total skor dari hasil perkalian nilai parameter dengan bobotnya tersebut selanjutnya dipakai untuk menentukan klas kesesuaian lahan budidaya ikan kerapu macan berdasarkan karakteristik kualitas perairan dan dapat dihitung dengan perhitungan :

Total skor

Total skoring =. x 100% Total Skor Max.

Berdasarkan rumus dan perhitungan diatas diperoleh nilai (skor) kesesuaian lahan sebagai berikut:

86 - 100 = Sangat Sesuai (S1) 76 - 85 = Cukup Sesuai (S2) 66 - 75 = Sesuai Marginal (S3)


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Perairan pulau Maitam berada pada kelas sangat sesuai (S1), untuk kegiatan budidaya ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) berdasarkan analisis parameter fisika, kimia, dan biologi air.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui daya dukung dan daya tampung maksimal pada perairan Pulau Maitam untuk menghindari kerusakan perairan karena penggunaan lahan yang melebihi kapasitas (over capacity).


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad A. 2009. Estimasi daya Dukung Terumbu Karang Berdasarkan Biomasa Ikan Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Perairan Sulamadaha, Maluku Utara (Suatu Pendekatan Pengelolan Ekologis). Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.

Ariyanti W.A. et al., 2007. Analisis Kesesuaian Perairan Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan sebagai Lahan Budidaya Rumput Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis.Jurnal Pasir Laut Vol. 3 No. 1. Hal. 27-45. Basmi, J. 2000. Planktonologi : Plankton Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan.

Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Cornelia,M iye. 2005. Prosedur dan Spesifikasi Teknis Analisis Kesesuaian

Budidaya Rumput Laut. Pusat survey sumberdaya alam laut Bakosurtunal.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi

Penataan Ruang, Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta

Effendi, H. 2000. Telaan Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK – IPB. Bogor. 66 hal.

Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Evalawati., M. Meiyana dan T. W. Aditya. 2001. Pembesaran Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) dan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di

Keramba Jaring Apung. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat

Jendral Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Laut. Bandar Lampung. Ghufron. M, dan H. Kordi. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung.

Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Ghufran, M. H. 2010. Keramba Jaring Apung. Akademia. Jakarta.

Heryati, S., 2011. Kelayakan usaha Budidaya Rumput laut dengan metode


(5)

38 Menteri Negara Riset dan Teknologi, Dewan Riset Nasional, Jakarta Jumadi, S., 2011. Penentuan Kesesuaian Lahan Keramba Jaring Apung Kerapu

Macan ( Ephinephelus Fuscogutattus) Menggunakan Sistem Informasi

Geografis di Pulau Panggang Kepulauan Seribu. Institut Pertanian Bogor.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Laporan Tahunan Direktorat

Produksi Tahun 2013.Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta

Kennish, M. J.,2000. Ecology of estuaries. Vol. II. Biological aspects. American Public Health Association. Washingtin DC.

Mariskha, R.P. dan N, Abdulgani. 2012. Aspek Reproduksi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus sexfasciatus) di Perairan Glondonggede Tuban. Jurnal Sains

dan Seni ITS. Vol. 1:27.

Neksidin. 2013. Studi kualitas air untuk budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) di Perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan. jurnal mina laut Indonesia

Patty, S. 2013. Kadar fosfat, nitrat dan oksigen terlarut di Perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. Vol. 1: (4), hal 167-176.

Radiarta, I. Ny., S. E. Wardoyo., B. Priyono dan O. Praseno. 2003. Aplikasi sistem informasi geografis untuk penentuan lokasi pengembangan budidaya laut di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian

Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya Jakarta. Vol 9 no

1, hal 67 – 71.

Ramadhani, Bebbi V. 2010 Manajemen Pemeliharaan Benih Ikan Kerapu Macan (Epinephelus sexfasciatus)di Balai Budidaya Air Payau Situbondo Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

Rochdianto, A. 2005. Budidaya Ikan di Jaring Terapung. Penebar Swadaya. Jakarta. 98 hal.

Supratno. T. 2006. Evaluasi Lahan Tambak Wilayah Pesisir Jepara Untuk Pemanfaatan Budidaya Ikan Kerapu. Tesis. Universitas Diponogoro. Semarang.

Sutrisna, A. 2011. Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan di perairan pulau panggang Kepulauan Seribu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Fakuktas Ilmu Kelautan.


(6)

39 Suriawan, A. 2014. Pemeliharaan Calon Induk Kerapu Tikus (Cromileptes

Altivelis) Hasil Budidaya. BBAP Situbondo.

Tiskiantoro. F.2006. Analisis Kesesuaian Lokasi Budidaya Karamba Jaring Apung Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis Di Pulau Karimunjawa Dan Pulau Kemujan. Tesis. Universitas Diponogoro Semarang.

Widianingsih, H. Retno, D Asikin dan Sugestiningsi. 2007. Kelimpahan dan Sebaran Horizontal fitoplankton di Perairan Pantai Timur Pulau Blitung.