Penggunaan Probiotik Dalam Peningkatan Performa Ikan Dan Penurunan Kadar Ammonia Dan Nitrit Pada Budidaya Tambak Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)

(1)

PENGGUNAAN PROBIOTIK DALAM PENINGKATAN PERFORMA IKAN DAN PENURUNAN KADAR AMMONIA DAN NITRIT PADA BUDIDAYA TAMBAK KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)

T E S I S

Untuk memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HELENTINA MARIANCE MANULLANG 127004011 / PSL

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penyusunan laporan penelitian ini telah dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains dalam program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc dan Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si, M.Si sebagai Komisi Pembimbing, Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc dan Bapak Drs. Chairuddin, M.Sc sebagai Komisi Pembanding (Penguji) yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan dan saran dalam penyusunan laporan penelitian ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi disampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Retno Widiastuti, M.Si selaku Ketua Program Studi PSL. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang telah membiayai penulis selama pendidikan, serta Ketua Yayasan Universitas Dharmawangsa yang telah membantu membiayai penulis selama pendidikan. Juga ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Effendi yang telah memberikan tempat dan kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian, begitu pula Sahabat PSL 2012 yang telah senasib sepenanggungan, serta Rekan, Sahabat, Handai tolan yang tidak dapat disebut satu persatu tetapi telah memberikan banyak kontribusi. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Bapak Jan Buhar Hutabarat, S.Pi yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan dan saran dalam penyusunan laporan penelitian ini. Kepada Orangtua dan keluarga tercinta disampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya atas dukungan dari segi material dan moril yang selalu diberikan dengan tulus kepada penulis.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, namun tidak tertutup kemungkinan adanya kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan hasil penelitian ini nantinya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2014 Penulis


(3)

Judul Tesis : PENGGUNAAN PROBIOTIK DALAM PENINGKATAN PERFORMA IKAN DAN PENURUNAN KADAR AMMONIA DAN NITRIT PADA BUDIDAYA TAMBAK KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)

Nama : HELENTINA MARIANCE MANULLANG

Nomor Pokok : 127004011

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc Pembimbing I

Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si, M.Si Pembimbing II

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. Retno Widiastuti, M.Si)

Mengetahui :

Direktur,


(4)

Tanggal lulus : Senin 25 Agustus 2014

Telah diuji pada

Tanggal : Senin 25 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc

Anggota : 1. Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si, M.Si 2. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc 3. Drs. Chairuddin, M.Sc


(5)

PENGGUNAAN PROBIOTIK DALAM PENINGKATAN PERFORMA IKAN DAN PENURUNAN KADAR AMMONIA DAN NITRIT PADA BUDIDAYA TAMBAK KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)

ABSTRAK

Kondisi kualitas air sangat penting bagi pemeliharaan gelondongan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) karena berpengaruh pada kelulusan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis probiotik terbaik dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit serta mampu meningkatkan kelulusan hidup, pertambahan panjang-berat mutlak ikan kerapu macan. Dua belas unit tambak masing-masing ukuran luasnya 5.000 m2 dipilih secara acak untuk wadah uji perbedaan dosis probiotik, yaitu 1 mg/L, 2 mg/L, 3 mg/L dan kontrol yang diberikan seminggu sekali ke dalam air tambak selama penelitian. Tambak tersebut ditebari gelondongan ikan kerapu macan ukuran 3-4 inci dengan padat tebar 8.000 ekor/tambak. Analisis ammonia dan nitrit air tambak diukur seminggu sekali. Pengukuran jumlah bakteri dilakukan dengan metode Total Plate Count sebelum pemberian probiotik dan sesudah pemberian probiotik. Pengukuran suhu, derajat keasaman (pH), salinitas serta oksigen terlarut air tambak dilakukan setiap hari. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi pola rancangan acak lengkap non faktorial dan dilanjutkan uji beda nyata terkecil apabila terdapat perbedaan yang berarti diantara perlakuan yang diuji. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pemberian probiotik dengan dosis berbeda berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit serta mampu meningkatkan kelulusan hidup gelondongan ikan kerapu macan. Berdasarkan uji BNT, dosis probiotik 3 mg/L merupakan perlakuan terbaik dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit yaitu 0,32 mg/L dan 0,22 mg/L, sehingga ikan dapat hidup 81,5 %, pertambahan panjang-berat mutlak ikan yaitu 10 cm dan 110 g.

Kata kunci : Ammonia, Epinephelus fuscoguttatus, kualitas air, nitrit, probiotik


(6)

THE USE OF PROBIOTIC IN INCREASING OF FISH PERFORMANCES AND REDUCING OF AMMONIA AND NITRITE IN BRACKISHWATER

CULTURE OF TIGER GROUPER(Epinephelus fuscoguttatus)

ABSTRACT

The water qualities is very important for nursery of tiger grouper fries (Epinephelus fuscoguttatus) because its affect on the fries survival rate. Probiotic is known as a natural product that could be used to improve the water qualities. The objectives of the research are to analyze the effect of probiotic on performances of tiger grouper fries, ammonia and nitrite concentration in water, and to determine optimal dose of probiotic to gain the highly survival rate of the fish. The research was carried out in twelve units of brachkishwater ponds by using completely randomized experiment method with four treatments of probiotics (0, 1, 2, 3 mg/L) and three replications. The initial length of fries was 3 to 4 inch with fries density of 8.000 fishes/pond. The measurement of water quality parameters (temperature, pH, DO, salinity) was done every day, while the ammonia and nitrite concentration measured one time a week, and total amount of bacteria before and after treatment measured one time using Total Plate Count method. Based on the variance analysis showed that probiotic doses in ponds water showed to have higly significant effect (P<0.01) on increasing fish performances i.e. length by 10 cm and weight by 110 g, survival rate, and reducing of ammonia and nitrite concentration in water. Least Significant Difference Test showed 3 mg/L probiotics gave relatively more reducing ammonia and nitrite was 0,32 mg/L and 0,22 mg/L, survival rate by 81,5 %,.

Keyword : Ammonia, Epinephelus fuscoguttatus, water qualities, nitrite, probiotic


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Helentina Mariance Manullang dilahirkan pada tanggal 11 Maret 1982 di Medan, Sumatera Utara. Merupakan anak ke 1 dari 4 bersaudara dari pasangan yang berbahagia Bapak P.M. Manullang dan Ibu N. br Sitorus.

Penulis mengikuti pendidikan formal di TK Betania Medan pada tahun 1987-1988. Penulis melanjutkan pendidikan di SD Betania Medan pada tahun 1988-1994. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 13 Medan pada tahun 1994-1997. Penulis melanjutkan pendidikan di SMK Negeri 3 Medan, Jurusan Kimia dengan Program studi Kimia Analis pada tahun 1997-2001. Penulis melanjutkan pendidikan S-1 Perikanan di Universitas Dharmawangsa Medan pada tahun 2002-2006. Penulis melanjutkan pendidikan Akta Mengajar IV di Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan pada tahun 2008-2009. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan S-2 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara pada tahun 2012-2014.

Pada tahun 2001-2003 penulis diterima menjadi Staf pada perusahaan PT. Medan Tropical Canning & Frozen Industries dengan jabatan Assisten Quality Control Laboratorium Mikrobiologi. Tahun 2007 penulis diterima menjadi Staf pada perusahaan PT. Bancar Makmur Indah dengan jabatan Quality Control Laboratorium Antibiotik. Tahun 2007-2014 penulis diterima menjadi Guru Bidang studi Produktif dan Ketua Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan di SMK Negeri 12 Medan. Tahun 2007-sekarang penulis diterima menjadi Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan... ... 5

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Manfaat.. ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Probiotik ... 7

2.2 Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) ... 9

2.3 Kualitas Air untuk Budidaya Ikan ... 11

III. METODOLOGI ... 13

3.1 Waktu dan Tempat ... 13

3.2 Bahan, Alat dan Wadah ... 13

3.3 Metode Penelitian ... 13

3.3.1 Rancangan Percobaan ... 14

3.3.2 Prosedur Penelitian ... 15

3.3.3 Pengumpulan Data ... 20

3.3.4 Analisis Data ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Kualitas Air Tambak ... 24

4.1.1 Suhu ... 24

4.1.2 Derajat Keasaman (pH) ... 25

4.1.3 Salinitas ... 26

4.1.4 Oksigen Terlarut (DO)... 27

4.1.5 Ammonia ... 28

4.1.6 Nitrit... 31

4.2 Jumlah Bakteri Secara Umum Dengan Metode Total Plate Count ... 33

4.3 Kelulusan Hidup, Pertambahan Panjang-Berat Mutlak...34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN ... 46


(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1.Alat yang digunakan dalam penelitian...14 4.1. Kisaran beberapa parameter kualitas air pada 3 perlakuan pemberian

dosis probiotik berbeda di tambak pemeliharaan gelondongan ikan

kerapu macan ... 24 4.2. Rata-rata kadar ammonia pada air tambak selama penelitian ... 29 4.3. Rata-rata kadar nitrit pada air tambak selama penelitian...32


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1.Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) ... 11 4.1.Jumlah bakteri pada air tambak selama penelitian ... 33 4.2.Kelulusan hidup gelondongan ikan kerapu macan selama penelitian ... 35 4.3.Pertambahan panjang mutlak gelondongan ikan kerapu macan selama

penelitian ... 36 4.4.Pertambahan berat mutlak gelondongan ikan kerapu macan selama

penelitian

... 38


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Peta lokasi penelitian ... 46

2. Alat yang digunakan dalam penelitian ... 47

3. Rancangan petak penelitian ... 48

4. Cara perhitungan dosis probiotik………49

5. Rata-rata pengukuran suhu air tambak selama penelitian (oC) ... 50

6. Rata-rata pengukuran derajat keasaman (pH) air tambak selama penelitian ... 51

7. Rata-rata pengukuran salinitas air tambak selama penelitian (‰) ... 52

8. Rata-rata pengukuran oksigen terlarut (DO) air tambak selama penelitian (mg/L) ... 53

9. Rata-rata kadar ammonia air tambak selama penelitian (mg/L) ... 54

10.Rata-rata kadar nitrit air tambak selama penelitian (mg/L) ... 62

11.Data hasil pengamatan Total Plate Count (TPC) air tambak selama penelitian (sel/ml) ... 70

12.Data hasil pengamatan kelulusan hidup (survival rate) gelondongan ikan kerapu macan selama penelitian ... 71

13.Data hasil pengamatan pertambahan panjang mutlak gelondongan ikan kerapu macan selama penelitian ... 72

14.Data hasil pengamatan pertambahan berat mutlak gelondongan ikan kerapu macan selama penelitian... 73


(13)

PENGGUNAAN PROBIOTIK DALAM PENINGKATAN PERFORMA IKAN DAN PENURUNAN KADAR AMMONIA DAN NITRIT PADA BUDIDAYA TAMBAK KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)

ABSTRAK

Kondisi kualitas air sangat penting bagi pemeliharaan gelondongan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) karena berpengaruh pada kelulusan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis probiotik terbaik dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit serta mampu meningkatkan kelulusan hidup, pertambahan panjang-berat mutlak ikan kerapu macan. Dua belas unit tambak masing-masing ukuran luasnya 5.000 m2 dipilih secara acak untuk wadah uji perbedaan dosis probiotik, yaitu 1 mg/L, 2 mg/L, 3 mg/L dan kontrol yang diberikan seminggu sekali ke dalam air tambak selama penelitian. Tambak tersebut ditebari gelondongan ikan kerapu macan ukuran 3-4 inci dengan padat tebar 8.000 ekor/tambak. Analisis ammonia dan nitrit air tambak diukur seminggu sekali. Pengukuran jumlah bakteri dilakukan dengan metode Total Plate Count sebelum pemberian probiotik dan sesudah pemberian probiotik. Pengukuran suhu, derajat keasaman (pH), salinitas serta oksigen terlarut air tambak dilakukan setiap hari. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi pola rancangan acak lengkap non faktorial dan dilanjutkan uji beda nyata terkecil apabila terdapat perbedaan yang berarti diantara perlakuan yang diuji. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pemberian probiotik dengan dosis berbeda berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit serta mampu meningkatkan kelulusan hidup gelondongan ikan kerapu macan. Berdasarkan uji BNT, dosis probiotik 3 mg/L merupakan perlakuan terbaik dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit yaitu 0,32 mg/L dan 0,22 mg/L, sehingga ikan dapat hidup 81,5 %, pertambahan panjang-berat mutlak ikan yaitu 10 cm dan 110 g.

Kata kunci : Ammonia, Epinephelus fuscoguttatus, kualitas air, nitrit, probiotik


(14)

THE USE OF PROBIOTIC IN INCREASING OF FISH PERFORMANCES AND REDUCING OF AMMONIA AND NITRITE IN BRACKISHWATER

CULTURE OF TIGER GROUPER(Epinephelus fuscoguttatus)

ABSTRACT

The water qualities is very important for nursery of tiger grouper fries (Epinephelus fuscoguttatus) because its affect on the fries survival rate. Probiotic is known as a natural product that could be used to improve the water qualities. The objectives of the research are to analyze the effect of probiotic on performances of tiger grouper fries, ammonia and nitrite concentration in water, and to determine optimal dose of probiotic to gain the highly survival rate of the fish. The research was carried out in twelve units of brachkishwater ponds by using completely randomized experiment method with four treatments of probiotics (0, 1, 2, 3 mg/L) and three replications. The initial length of fries was 3 to 4 inch with fries density of 8.000 fishes/pond. The measurement of water quality parameters (temperature, pH, DO, salinity) was done every day, while the ammonia and nitrite concentration measured one time a week, and total amount of bacteria before and after treatment measured one time using Total Plate Count method. Based on the variance analysis showed that probiotic doses in ponds water showed to have higly significant effect (P<0.01) on increasing fish performances i.e. length by 10 cm and weight by 110 g, survival rate, and reducing of ammonia and nitrite concentration in water. Least Significant Difference Test showed 3 mg/L probiotics gave relatively more reducing ammonia and nitrite was 0,32 mg/L and 0,22 mg/L, survival rate by 81,5 %,.

Keyword : Ammonia, Epinephelus fuscoguttatus, water qualities, nitrite, probiotic


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan salah satu jenis ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Permintaan pasar ikan kerapu cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk pasar dalam negeri maupun untuk ekspor. Berdasarkan sumber data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010), pada tahun 2009 nilai ekspor ikan kerapu mencapai US $ 50,7 juta dan mengalami peningkatan menjadi US $ 100 juta pada akhir tahun 2010. Tingginya nilai jual dan permintaan akan kerapu hidup dari berbagai negara pengimpor kerapu seperti Singapura, Jepang, Hongkong, Taiwan, Malaysia dan Amerika telah mendorong terjadinya peningkatan produksi diberbagai negara produsen kerapu khususnya di Indonesia.

Permintaan dan harga ikan kerapu yang tinggi mendorong para nelayan untuk melakukan penangkapan semakin intensif dan tidak terkontrol yang akibatnya dapat menyebabkan terjadinya kelebihan tangkap (over fishing). Penurunan populasi ikan kerapu akibat penangkapan yang intensif, membuka peluang yang lebih besar bagi pengembangan usaha budidaya dalam penyediaan ikan kerapu hidup. Seyogianya produksi ikan kerapu tidak hanya diprioritaskan dari hasil kegiatan penangkapan di alam tetapi lebih banyak mengandalkan pada kegiatan budidaya (Sudirman dan Karim, 2008).


(16)

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Kep.02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik, serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Per.01/MEN/2007 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan melarang penggunaan antibiotik pada setiap usaha budidaya perikanan. Budidaya ikan yang menggunakan antibiotik dapat membahayakan konsumen yaitu berupa gangguan kesehatan baik akut maupun kronis. Pelarangan penggunaan antibiotik diatur dalam Surat Edaran Dirjen Perikanan Budidaya No: 575/DPB/PB.150.D1/II/2007 yang isinya melarang para pengusaha pembudidaya di Indonesia menggunakan antibiotik apapun jenisnya dalam proses pembenihan maupun pembesaran ikan (Taukhid, 2006).

Keberhasilan budidaya ikan kerapu diantaranya ditentukan oleh faktor kualitas air. Kualitas air terutama kadar total ammonia dan nitrit yang melebihi ambang batas merupakan salah satu faktor penyebab penurunan produksi ikan kerapu (Murdjani et al., 2004). Ammonia pada tambak terutama berasal dari proses ammonifikasi bahan organik yang terdapat pada sisa pakan dan ekskresi ammonia secara langsung oleh ikan. Sedangkan nitrit merupakan hasil perombakan dari senyawa ammonia terionisasi (NH4+) yang mengalami proses nitrifikasi dengan bantuan bakteri Nitrosomonas sp., dalam proses nitrifikasi diperlukan sumber karbon dan oksigen terlarut yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Boyd (1990) bahan organik yang berasal dari pakan yang tidak termakan (sisa pakan), matinya plankton, aplikasi pemupukan yang berlebihan dan feses ikan secara berkelanjutan akan terakumulasi di dasar tambak. Dalam proses


(17)

dekomposisi nitrogen organik, penguraian nitrogen menjadi ammonia dan nitrit. Ammonia dan nitrit yang terbentuk dalam kadar rendah pun akan menimbulkan gangguan pada organisme akuatik, bahkan mematikan. Dalam lingkungan tambak ammonia dan nitrit bersifat toksis. Ammonia meningkat seiring dengan kenaikan suhu, jika kadarnya tinggi dapat menyebabkan kematian pada ikan. Kadar ammonia meningkat sejalan dengan kenaikan pH (pH>8), setiap kenaikan satu unit pH, kadarnya meningkat 10 kali. Jika kadar ammonia > 0,6 mg/L maka hanya dalam beberapa hari sudah dapat mematikan ikan. Sedangkan kadar nitrit yang aman dan tidak berbahaya bagi ikan adalah < 0,1 mg/L (Suprakto dan Fahlivi, 2007).

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kualitas air tambak pada budidaya ikan kerapu melalui aplikasi probiotik. Menurut Verschuere et al. (2000) probiotik sebagai penambahan mikroorganisma yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi inang melalui modifikasi bentuk asosiasi dengan inang atau komunitas mikroorganisma lingkungan hidupnya, mengoptimalkan penggunaan pakan atau meningkatkan nilai nutrisinya, berkompetisi dengan mikroorganisma yang patogen, memperbaiki respon inang terhadap penyakit dan memperbaiki kualitas air. Mekanisme kerja probiotik dapat dibagi menjadi beberapa cara yaitu: (1) produksi senyawa inhibitor seperti antibiotik, bakteriosin, siderofor, lisosim, protease, hidrogen peroksida atau senyawa organik yang dapat mengubah pH; (2) kompetisi terhadap senyawa kimia atau sumber energi (nutrisi) seperti besi atau nutrien yang diambil dari inang; (3) kompetisi terhadap tempat perlekatan pada tubuh inang; (4) meningkatkan respon


(18)

imun pada inang dan (5) memperbaiki kualitas air. Manfaat yang diharapkan dari aplikasi probiotik ini, yaitu: (1) meningkatkan populasi bakteri non patogenik; (2) sebagai dekomposer bahan-bahan organik menjadi mineral dan mengubah senyawa beracun menjadi tidak beracun, seperti senyawa ammonia dan nitrit yang beracun menjadi senyawa nitrogen bebas melalui proses nitrifikasi. Aplikasi probiotik yang tepat dapat membantu mengurangi kandungan bahan organik di tambak, mempertahankan tersedianya nutrisi hasil penguraian bahan organik dan kandungan senyawa beracun bagi ikan menurun. Dosis probiotik yang direkomendasikan yaitu 1-3 mg/L/minggu. Bakteri probiotik memproduksi enzim proteolitik dan mempunyai kemampuan meningkatkan jumlah senyawa yang bersifat protein yang dicerna sehingga menurunkan jumlah limbah yang mengandung nitrogen yang berasal dari proses pencernaan. Hal ini menguntungkan karena akan menekan jumlah ammonia yang berasal dari proses mineralisasi nitrogen organik.

Saat ini probiotik untuk budidaya ikan kerapu sudah tersedia secara komersial. Penggunaan probiotik tersebut harus sesuai petunjuk aplikasi dan tergantung peruntukannya. Beberapa produk probiotik yang beredar dipasaran seperti Actizyme yang mampu meningkatkan nilai nutrisi pakan; Aqua-10 Dry, Aqua Simba dan Effective Microorganisma-4 (EM4) yang berguna untuk memperbaiki kualitas air media pemeliharaan ikan dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu penelitian penggunaan probiotik dalam peningkatan performa ikan dan penurunan kadar ammonia dan nitrit pada budidaya tambak kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).


(19)

1.2. Perumusan Masalah

Air sebagai media hidup ikan harus memenuhi persyaratan baik kualitas maupun kuantitasnya. Keberhasilan budidaya ikan kerapu di antaranya ditentukan oleh faktor kualitas air. Kualitas air terutama kadar total ammonia dan nitrit yang melebihi ambang batas merupakan salah satu faktor penyebab penurunan produksi ikan kerapu. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pengendalian kualitas air tambak pada budidaya ikan kerapu melalui aplikasi probiotik, sehingga pada penelitian ini akan dapat terlihat dan terjawab untuk pertanyaan berikut:

a. Apakah ada pengaruh penggunaan probiotik terhadap pengurangan kadar ammonia dan nitrit pada kualitas air tambak ?

b. Apakah dosis probiotik terbaik dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit mampu meningkatkan kelulusan hidup (survival rate) serta pertambahan panjang-berat mutlak ikan kerapu macan ?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh probiotik terhadap kadar ammonia dan nitrit. b. Untuk mengetahui dosis probiotik terbaik dalam menurunkan kadar ammonia

dan nitrit mampu meningkatkan kelulusan hidup (survival rate) serta pertambahan panjang-berat mutlak ikan kerapu macan.

1.4. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:


(20)

b. Dosis probiotik terbaik dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit mampu meningkatkan kelulusan hidup (survival rate) serta pertambahan panjang-berat mutlak ikan kerapu macan.

1.5. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan informasi tentang penggunaan probiotik komersial pada kegiatan budidaya tambak ikan kerapu macan.

b. Sebagai bahan informasi terciptanya kegiatan budidaya perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Probiotik

Verschuere et al. (2000) mendefenisikan probiotik sebagai penambahan mikroorganisma yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi inang melalui modifikasi bentuk asosiasi dengan inang atau komunitas mikroorganisma lingkungan hidupnya, mengoptimalkan penggunaan pakan atau meningkatkan nilai nutrisinya, berkompetisi dengan mikroorganisma yang patogen, memperbaiki respon inang terhadap penyakit dan memperbaiki kualitas air. Mekanisme kerja probiotik dapat dibagi menjadi beberapa cara yaitu: (1) produksi senyawa inhibitor seperti antibiotik, bakteriosin, siderofor, lisosim, protease, hidrogen peroksida atau senyawa organik yang dapat mengubah pH; (2) kompetisi terhadap senyawa kimia atau sumber energi (nutrisi) seperti besi atau nutrien yang diambil dari inang; (3) kompetisi terhadap tempat perlekatan pada tubuh inang; (4) meningkatkan respon imun pada inang dan (5) memperbaiki kualitas air dengan cara mendegradasi ammonia dan nitrit. Manfaat yang diharapkan dari aplikasi probiotik yaitu: (1) meningkatkan populasi bakteri non patogenik dan (2) sebagai dekomposer bahan organik menjadi mineral dan mengubah senyawa beracun menjadi tidak beracun, seperti senyawa ammonia dan nitrit yang beracun menjadi senyawa nitrogen bebas melalui proses nitrifikasi.

Balcazar et al. (2006) menyatakan bahwa aplikasi probiotik di air pemeliharaan ikan telah mampu memperbaiki kualitas air. Bacillus sp. salah satu contoh bakteri probiotik yang efisien digunakan dalam budidaya perairan karena


(22)

mampu mengkonversi bahan organik (sisa pakan) menjadi CO2 yang digunakan dalam metabolisme sel. Jamilah (2011) melaporkan bahwa Bacillus cereus

memiliki isoenzim yang mampu mendegradasi dan mendetoksifikasi sisa pakan yang terdapat di tambak budidaya.

Genus bakteri yang sering digunakan sebagai probiotik adalah Bacillus

(Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus licheniformis) (Rengpipat et al., 1998; Gullian et al., 2004; Ghosh et al., 2004), Lactobacillus (Lactobacillus achidophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus fermentum, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus reuteri) (Gatesoupe, 1994; Nikoskelainen et al., 2001),

Pseudomonas, Nitrobacter, Nitrosomonas (Gram et al., 1999), Vibrio (Vibrio alginolyticus) (Austin et al., 1995), Leuconostoc (Feliatra et al., 2004) dan

Micrococcus (Irianto dan Austin, 2002; Feliatra et al., 2004). Probiotik harus memenuhi syarat berikut: (1) menguntungkan inangnya; (2) mampu hidup walaupun tidak tumbuh di intestimun inang; (3) harus dapat hidup dan bermetabolisme di lingkungan usus, resisten pada suhu rendah dan asam organik; (4) dapat disiapkan sebagai produk sel hidup dalam skala besar (industri); (5) dapat menjaga stabilitas dan sintasannya untuk waktu yang lama baik dalam penyimpanan maupun di lapangan; (6) tidak patogenik dan tidak menghasilkan senyawa toksik; (7) mampu hidup pada kisaran pH yang lebar; (8) dapat hidup dan berkembang di dalam wadah pemeliharaan ikan (Fuller, 1989; Farzanfar, 2006; Feliatra et al., 2004).


(23)

Dalam budidaya perikanan, probiotik dapat diaplikasikan dalam beberapa cara yaitu: (1) ditambahkan ke dalam pakan buatan (pellet); (2) ditambahkan ke dalam pakan hidup (Artemia, Rotifera); dan (3) ditebarkan/ditambahkan ke dalam air pemeliharaan ikan. Jadi melalui penambahan bakteri probiotik yang menguntungkan ke tambak atau bak pemeliharaan ikan maka kualitas air dapat ditingkatkan. Penggunaan probiotik komersial yang kandungan bakterinya terdiri dari bakteri Bacillus, Nitrosomonas sp., Pseudomonas, Nitrobacter sp. dan

Aerobacter sp. mampu menguraikan senyawa ammonia dan nitrit. Moriarty

(1999) dan Suprapto (2005) menggunakan probiotik yang mengandung Bacillus,

Lactobacillus, Nitrobacter sp. dan Nitrosomonas sp. untuk tambak udang dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas air melalui dekomposisi materi organik, menyeimbangkan komunitas mikroba serta menekan pertumbuhan patogen sehingga menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi kehidupan udang. 2.2. Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)

Ikan kerapu macan masuk ke dalam kingdom Animalia, pylum Chordata, sub phylum Vertebrata, class Osteichtyes, sub class Actinopterigi, ordo Percomorphi, sub ordo Percoidea, family Serranidae, sub family Epinephelinae, genus Epinephelus dan species Epinephelus fuscoguttatus. Kerapu macan memiliki sirip dorsal (punggung), sirip anal (perut), sirip pektorial (sirip dada), sirip garis literal (gurat sisi) dan sirip caudal (ekor). Sirip dorsal memanjang hampir sepanjang bagian punggung, dimana jari-jari kerasnya memiliki jumlah yang sama dengan jari-jari lunaknya. Jumlah jari-jari adalah 13-15 buah. Sirip anal terdiri dari 3 buah jari-jari. Sedangkan jumlah jari-jari di sirip ekor adalah


(24)

15-17 buah dan bercabang dengan jumlah 13-15 buah. Sisik yang menutupi seluruh permukaan tubuh terbentuk kecil, mengikat dengan bentuk sikloid. Warna dasar kerapu macan adalah coklat, dengan perut berwarna putih serta bercak hitam dan putih disekujur tubuh yang tidak beraturan (Sudradjat, 2008; Abduh, 2007).

Hermawan (2007) mengemukakan bahwa bentuk badan kerapu macan memanjang dan cenderung gepeng atau agak membulat. Ketebalan tubuh adalah 2,6 – 2,9 dari panjang standar dengan skala garis lateral adalah 53-58. Panjang total tubuh ikan kerapu macan dapat mencapai 80 cm. Mulut berukuran besar dengan posisi serong keatas dan bibir bawah menonjol keatas. Rahang atas dan bawah dilengkapi dengan gigi-gigi geretan berderet dua baris, lancip dan kuat. Gigi-gigi terbesar terletak di bagian depan. Sirip ekor berbentuk bulat (rounded). Lubang hidung besar dan berada di atas mulut berbentuk bulan sabit.

Penyebaran kerapu macan terbesar saat sekarang ini adalah Malaysia dengan asal benih dari Indonesia (Sisterkarolin, 2008). Pembenihan terbesar adalah di Bali dan Lampung. Wilayah lain seperti Aceh, Batam, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara adalah merupakan tempat penggelondongan. Wilayah Sumatera Utara telah berhasil melakukan penggelondongan hingga ukuran 6-8 inci (Diskanla Sumut, 2009).


(25)

Jenis kerapu macan dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1. Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)

2.3. Kualitas Air untuk Budidaya Ikan

Umumnya budidaya kerapu di Indonesia menggunakan karamba jaring apung yang dilakukan di laut, tetapi pada saat ini juga masih terdapat budidaya secara tradisional di tambak. Menurut Suprakto dan Fahlivi (2007) bahwa kualitas air yang cocok untuk pemeliharaan ikan kerapu yaitu suhu berkisar antara 24-31 o

C, salinitas antara 22-32 ‰, pH antara 7-8, kandungan oksigen terlarut diatas 3 mg/L, nitrit yang aman dan tidak berbahaya adalah < 0,1 mg/L dan ammonia < 0,6 mg/L.

Kadar ammonia yang tinggi di dalam air menyebabkan ikan melakukan penyerapan osmosis dengan cara mengurangi konsentrasi ion internal. Ammonia juga meningkatkan konsumsi oksigen oleh jaringan, merusak insang dan mengurangi kemampuan darah untuk melakukan transportasi. Adanya kadar subletal ammonia dapat meningkatkan sensitifitas ikan terhadap penyakit. Di


(26)

dalam kolam dengan kepadatan tinggi dimana ikan diberi makan makanan tambahan, kadar ammonia dapat meningkat pada tingkat yang lebih tinggi (Boyd, 1990).

Ammonia diproduksi dari penguraian protein untuk memperoleh energi dan dikeluarkan melalui insang sebagai pertukaran dengan sodium sebagai bagian dari sistem regulasi ion. Daya racun ammonia menurun sejalan dengan meningkatnya salinitas air diatas 30 ‰ (Andrews et al., 2003). Boyd (1990) juga mengatakan bahwa di air, ammonia nitrogen mempunyai 2 (dua) bentuk yaitu ammonia tidak terionisasi (NH3) yang menyebabkan toksisitas pada ikan dan ammonia terionisasi (NH4) yang tidak menyebabkan toksisitas bagi ikan.

Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi), reaksinya berlangsung dengan cepat dan dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi ammonia yang dioksidasi sehingga memiliki orde reaksi 2 (K2). Nitrit berbahaya

karena nitrit bergabung dengan ion hidrogen membentuk asam nitrous (HNO2-N) yang berupa asam kuat dan karena tidak bermuatan listrik sehingga dengan bebas dapat berdifusi melintasi membran insang atau melalui transport aktif. Mekanisme efek toksik nitrit adalah ketika asam nitrous berdifusi ke dalam darah melalui insang lalu bereaksi dengan besi II (Fe2+) menghasilkan besi III (Fe3+). Hal ini akan mengurangi kemampuan sel darah merah untuk mengikat oksigen, yang mengakibatkan penyakit darah coklat (methemoglobin) yang dapat mematikan ikan karena kekurangan oksigen (hypoxia) (Boyd, 1990).


(27)

BAB III METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 31 Januari – 28 Februari 2014 di lahan pertambakan milik Bapak Effendi yang beralamat di Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak. Pengecekan kadar ammonia (NH3), nitrit (NO2) dan uji TPC (Total Plate Count) dilakukan di Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.2. Bahan, Alat dan Wadah

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah probiotik komersial yang kandungan bakterinya terdiri dari bakteri Bacillus, Nitrobacter sp.,

Pseudomonas sp., Aerobacter sp., dan Nitrosomonas sp. Ikan kerapu macan

ukuran 3-4 inci (± 7,5-10 cm). Reagensia ammonia dan nitrit. Peralatan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 3.1 dan Lampiran 2.

Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tambak yang ukuran luasnya 5.000 m2 .

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menguji dosis probiotik dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit pada tambak ikan kerapu macan.


(28)

Tabel 3.1. Alat yang digunakan dalam penelitian

No Alat Satuan Spesifikasi Kegunaan Keterangan 1 Hand

Refractometer

‰ Merek Atago Hand-Held Refractometer Made in Japan, range salinity 0-100‰

Mengukur salinitas

Insitu

2 pH-meter - Merek Eco Testr pH, ketelitian 0,1 Mengukur derajat keasaman (pH) Insitu

3 DO-meter mg/L Merek YSI 550A, ketelitian 0,01 mg/L

Mengukur oksigen terlarut

Insitu

4 Termometer oC Air raksa (Hg) Mengukur

suhu

Insitu 5 Botol sampel ml Volume 200 ml Wadah

sampel air

Insitu

6 Timbangan g Merek Tanita,

Kapasitas 2000 g

Menimbang berat ikan

Insitu 7 Penggaris cm Merek Joyko, kapasitas

30 cm Mengukur panjang ikan Insitu 8 DR/890 Colorimeter

mg/L Merek HACH Analisis ammonia dan nitrit

Eksitu

3.3.1 Rancangan Percobaan

Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial karena memakai 1 faktor perlakuan dan nilainya berubah-ubah yaitu: perlakuan dalam penelitian ini ialah penggunaan dosis probiotik (1 mg/L, 2 mg/L, 3 mg/L) pada air media pemeliharaan gelondongan ikan kerapu macan. Maka dalam penelitian ini menggunakan tiga perlakuan dan satu kontrol. Sedangkan untuk ulangan masing-masing perlakuan akan mendapatkan ulangan sebanyak 3 kali. Sehingga diperlukan petak percobaan sebanyak 12 petak, yang penempatannya dilakukan secara acak terhadap semua petak pengamatan (Lampiran 3).


(29)

Jumlah taraf pada faktor perlakuan dosis probiotik adalah sebagai berikut: Taraf perlakuan: - A = Dosis probiotik 1 mg/L

-B = Dosis probiotik 2 mg/L -C = Dosis probiotik 3 mg/L -Kontrol

3.3.2 Prosedur Penelitian

Tahapan dari kegiatan penelitian ini meliputi: persiapan tambak, penebaran ikan, pemberian pakan, pemberian probiotik, monitoring kualitas air (suhu, derajat keasaman (pH), salinitas, oksigen terlarut (DO), ammonia dan nitrit), uji TPC (Total Plate Count) untuk mengetahui jumlah bakteri secara umum dan panen.

a. Persiapan Tambak

Persiapan tambak sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan dari perubahan kualitas air yang akan mengakibatkan ikan akan mudah terserang penyakit yang pada akhirnya akan menimbulkan kematian ikan kerapu macan yang dibudidayakan. Adapun langkah-langkah persiapan tambak adalah sebagai berikut: (1) Dasar tambak dikeringkan, dijemur satu hari, dicangkul dan diratakan; (2) Tanah dasar di kapur untuk menstabilkan pH tanah. Untuk itu dapat digunakan kapur dolomite sebanyak 50-100 g/m2; (3) Setelah itu, pupuk kandang ditabur dan diaduk dengan tanah dasar tambak sebanyak 100-200 g/m2; (4) Setelah semuanya siap, tambak diari. Mula-mula ketinggian air 5-10 cm dan dibiarkan satu hari agar terjadi mineralisasi tanah dasar tambak. Lalu tambahkan air lagi sampai ketinggian 100 cm.


(30)

b. Penebaran Ikan

Padat tebar yang dilakukan dalam penggelondongan kerapu macan di lokasi penelitian adalah 8.000 ekor/tambak dengan ukuran ikan tebar 3-4 inci (± 7,5-10 cm). Hal ini didasarkan dengan diketahuinya jumlah dan ukuran benih yang telah dikembangkan oleh Bapak Effendi.

c. Pemberian Pakan

Dalam frekuensi pemberian pakan di lokasi penelitian untuk pemeliharaan gelondongan ini dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari sebanyak 10% dari bobot ikan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sunaryat (2004) yang menyatakan bahwa pakan diberikan 2 kali sehari untuk ukuran penggelondongan. Adapun jenis pakan yang diberikan pada benih yaitu pakan ikan rucah (ikan peperek, ikan mata besar, ikan merah, ikan bijinangka, ikan gendang dan ikan tembang). Hal ini dikarenakan ikan rucah memiliki harga yang relatif murah, namun memiliki gizi yang masih mencukupi untuk benih ikan kerapu macan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Tinggal et al. (2003), yang menyatakan bahwa secara umum untuk jenis pakan yang diberikan pada ikan kerapu berupa ikan rucah segar karena memiliki harga yang relatif lebih murah dan mempunyai nilai gizi yang cukup.

Sebelum pemberian pakan dilakukan, pakan dibilas dengan air terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan pencincangan. Ukuran dalam pencincangan pakan ini disesuaikan dengan bukaan mulut benih, penyiapan pakan untuk diberikan pada benih dilakukan secara bersamaan untuk diberikan pada pagi dan sore hari. Setelah pakan siap, maka pakan yang akan diberikan pada sore hari dimasukkan


(31)

pada box yang telah diberi es, agar pakan tersebut tetap segar sampai pada saat sore hari yang akan diberikan pada benih ikan kerapu macan. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Puja et al. (2003), menyatakan bahwa dosis pemberian pakan yang baik untuk kegiatan penggelondongan adalah 7,5-10 % dari berat total benih yang dipelihara.

d. Pemberian Probiotik

Larutan probiotik ditebar ke dalam tambak sesudah selesai pemberian pakan, sekitar jam 08.00 – 11.00 pagi. Dosis probiotik disesuaikan dengan perlakuan (1 mg/L, 2 mg/L, 3 mg/L). Larutan probiotik ditebar seminggu sekali ke dalam tambak, sekali seminggu air tambak diganti sebanyak sepertiga dari volume air tambak (± 5 cm). Dosis probiotik 1 mg/L membutuhkan probiotik komersial sebanyak 5 L/volume air tambak 5.000 m3, dosis probiotik 2 mg/L membutuhkan probiotik komersial sebanyak 10 L/volume air tambak 5.000 m3 dan dosis probiotik 3 mg/L membutuhkan probiotik komersial sebanyak 15 L/volume air tambak 5.000 m3 (Lampiran 4). Adapun langkah-langkah pemberian probiotik adalah sebagai berikut: (1) Probiotik komersial sebanyak 5 L dimasukkan ke dalam ember yang berisi 5 L air tambak dan diaduk merata; (2) Setelah itu, larutan probiotik ditebar merata ke dalam tambak yang bervolume 5.000 m3 air dengan menggunakan gayung. Hal yang serupa juga dilakukan pada pemberian dosis probiotik 2 mg/L dan 3 mg/L, tetapi yang berbeda pada banyaknya probiotik komersial yang dibutuhkan.


(32)

e. Monitoring Kualitas Air

Selama pemeliharaan gelondongan kerapu macan berkisar 1 bulan, maka pengukuran kualitas air (suhu, derajat keasaman (pH), salinitas dan oksigen terlarut (DO)) diukur setiap hari. Ammonia dan nitrit diukur seminggu sekali. Sedangkan uji TPC dilakukan sebelum pemberian probiotik dan sesudah pemberian probiotik. Pengukuran faktor fisika dan kimia yaitu:

1. Suhu

Pengukuran suhu dilakukan secara insitu dengan metode pemuaian yaitu dilakukan dengan mencelupkan termometer Hg dipermukaan air tambak selama beberapa menit hingga menunjukkan angka yang konstan.

2. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter. Sensor pH meter terlebih dahulu dicelupkan ke dalam larutan buffer serta atur knop kalibrasi pH hingga angka 7,0 , kemudian dibilas dengan aquadest dan kertas tissu yang bersih. Setelah itu, sensor pH meter dicelupkan ke dalam air tambak dan dibiarkan hingga angka yang ditunjukkan oleh layar pH meter menunjukkan konstan. Kemudian catat angka yang ditunjukkan pH meter sebagai nilai pH air tambak.

3. Salinitas

Salinitas diukur dengan menggunakan hand refractometer. Terlebih dahulu hand refractometer dinetralisasi dengan menggunakan aquadest. Angkat penutup kaca prisma, letakkan 1-2 tetes air tambak, kemudian tutup kembali dengan hati-hati agar jangan sampai terjadi gelembung udara di permukaan


(33)

nilai/salinitas dari air yang sedang diukur. Bersihkan permukaan prisma setelah selesai digunakan.

4. Oksigen terlarut

Pengukuran oksigen terlarut dilakukan secara insitu dengan menggunakan DO meter. Sensor DO meter dicelupkan ke dalam air tambak selanjutnya baca angka yang konstan ditunjukkan pada DO meter dan dicatat berapa besar oksigen terlarutnya.

5. Ammonia

Sampel air tambak diambil dengan menggunakan botol sampel, dimana air diambil pada keempat bagian sudut dan bagian tengah tambak. Kemudian sampel air dibawa ke Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sumatera Utara untuk dianalisis.

6. Nitrit

Sampel air tambak diambil dengan menggunakan botol sampel, dimana air diambil pada keempat bagian sudut dan bagian tengah tambak. Kemudian sampel air dibawa ke Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sumatera Utara untuk dianalisis.

Untuk mengetahui jumlah bakteri secara umum, dilakukan uji TPC sebelum pemberian probiotik dan sesudah pemberian probiotik. Sampel air tambak diambil dengan menggunakan botol sampel, dimana air diambil pada keempat sudut dan bagian tengah tambak. Kemudian sampel air dibawa ke Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sumatera Utara untuk dilakukan uji TPC.


(34)

f. Panen

Menghitung gelondongan kerapu macan yang masih hidup selama 1 bulan pemeliharaan dapat dilakukan setelah panen. Kelulusan hidup (survival rate) gelondongan kerapu macan dapat dihitung dengan memakai rumus menurut Darmono (2003) adalah sebagai berikut:

% 100 x No

Nt

SR

dimana : SR = Survival Rate (%) No = Populasi awal (ekor) Nt = Populasi akhir (ekor)

Sedangkan pertumbuhan panjang mutlak dan pertumbuhan berat mutlak gelondongan kerapu macan dapat dihitung dengan memakai rumus menurut Effendi (1979) adalah sebagai berikut:

Lm = Lt - Lo

dimana: Lm = Panjang mutlak ikan (cm)

Lt = Panjang individu rata-rata pada akhir penelitian (cm) Lo = Panjang individu rata-rata pada awal penelitian (cm) Wm = Wt - Wo

dimana: Wm = Berat mutlak ikan (g)

Wt = Berat akhir rata-rata individu (g) Wo = Berat awal rata-rata individu (g) 3.3.3 Pengumpulan Data

Selama penelitian, data yang diamati dan dikumpulkan adalah sebagai berikut :


(35)

2. Total Plate Count (TPC)

3. Kelulusan hidup (survival rate) gelondongan kerapu macan

4. Pertambahan panjang mutlak dan berat mutlak gelondongan kerapu macan 3.3.4 Analisis Data

a. Validasi Data

Data pengamatan meliputi suhu, derajat keasaman (pH), salinitas dan oksigen terlarut (DO) dianalisis dengan diinterpretasikan, sedangkan data pengamatan ammonia dan nitrit dianalisis dengan analisis variansi (ANAVA).

Untuk mengetahui apakah data pengamatan dapat dianalisis dengan analisis variansi (ANAVA) dan memenuhi syarat-syarat asumsi yang digunakan maka dilakukan uji homogenitas ragam galat dengan menggunakan sebaran chi-kuadrat dengan rumus menurut Hanafiah (2000); Sastrosupadi (2000); Steel dan Torrie (2003) sebagai berikut :

X2 empirik = 2,3026 { ∑ ( ri – 1). Log S2 - ∑ (ri – 1) log Si2 } X2 murni = ( . X2empirik

b. Analisis Variansi

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dosis probiotik yang berbeda dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit, maka dilakukan analisis variansi data hasil pengamatan. Analisis variansi dilakukan berdasarkan rancangan percobaan acak lengkap dengan model linier bersifat additif sebagai berikut :

Y

ij

= µ +

τ

i

+

ε

ij dimana :

Yij = Data yang disebabkan perlakuan pemberian dosis probiotik taraf ke-i dan ulangan ke-j

µ

= Nilai rata-rata umum


(36)

ε

ij = Nilai error dari perlakuan pemberian dosis probiotik taraf ke-i dan ulangan ke-j

Sebelum data yang dikumpulkan dianalisis, data tersebut terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabel, kemudian dilakukan pengolahan data kedalam bentuk tabel simpul untuk mempermudah analisis data sebagai berikut :

1. Untuk jumlah kuadrat (JK) - JK T = ∑ij Y2ij

= (YA.1)2 + (YA.2)2 + ... + (Yi.k)2 - JK R =

r t

Yij .

2 ) (

- JK P =

- JK E = JK T – JK R – JK P 2. Untuk derajat bebas (db)

db T = (t.r) db R = 1 db P = (t-1) db E = t (r-1)

3. Untuk Kuadrat Tengah (KT) - KT R = - KT P = - KT E = 4. Untuk Fhitung (Fh)

- Fh Perlakuan =


(37)

- Ft 0,05 = { db P( t – 1 ) dan db E t ( r – 1 )} - Ft 0,01 = { db P( t – 1 ) dan db E t ( r – 1 )}

Selanjutnya untuk mengetahui diterima tidaknya hipotesis yang diajukan maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji F dengan membandingkan nilai Fhitung (Fh) dengan Ftabel 0,05 dan 0,01 sebagai berikut :

Jika Fhitung < Ftabel 0,05 : Berarti perlakuan dosis probiotik tidak berpengaruh nyata (non significant/ns) dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit maka Ho diterima dan Ha ditolak

Jika Fhitung > Ftabel 0,05 : Berarti perlakuan dosis probiotik memberikan pengaruh nyata (significant/*) dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit maka Ho ditolak dan Ha diterima

Jika Fhitung > Ftabel 0,01 : Berarti perlakuan dosis probiotik memberikan pengaruh sangat nyata (highly significant/**) dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit maka Ho ditolak dan Ha diterima

Bila uji F yang dilakukan menunjukkan adanya pengaruh significant, highly significant atau non significant dari perlakuan, maka selanjutnya adalah mengetahui perbedaan pengaruh dari masing-masing perlakuan agar diperoleh perlakuan terbaik diantara keseluruhan perlakuan yang ada. Untuk tujuan tersebut digunakan uji beda rata-rata pengaruh perlakuan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata BNT0,05 dan BNT0,01 dengan rumus sebagai berikut : BNTα = tα ( db E )

S

đ

S

d

=

√ , dimana KTE = kuadrat tengah error, dan r = ulangan BNTα = tα ( db E ) √


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kualitas Air Tambak

Untuk mengetahui keadaan kualitas air di tambak lokasi penelitian dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas air seperti disajikan pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Kisaran beberapa parameter kualitas air pada 3 perlakuan pemberian dosis probiotik berbeda di tambak pemeliharaan gelondongan ikan kerapu macan

Parameter

Perlakuan A

(1 mg/L)

B (2 mg/L)

C (3 mg/L)

Kontrol (0 mg/L)

Suhu (oC) 29,6-30,0 29,6-30,0 29,0-29,6 30,0-31,0

Derajat keasaman (pH) 7,26-7,30 7,26-7,30 7,20-7,26 7,30-7,40 Salinitas (‰) 24,6-25,0 24,6-25,0 24,0-24,3 25,0-25,3 Oksigen terlarut/DO (mg/L) 5,63-5,66 5,76-5,80 6,03-6,06 5,20-5,33

4.1.1. Suhu

Hasil pengukuran suhu air tambak menunjukkan bahwa suhu rata-rata tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 31,0 oC dibandingkan dengan perlakuan C yaitu 29,6 oC (Tabel 4.1 dan Lampiran 5). Perubahan suhu diduga karena penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air tambak dan keberadaan plankton terutama fitoplankton. Boyd (1989) mengemukakan bahwa dalam tambak, fitoplankton merupakan penghasil oksigen yang baik, namun juga konsumer oksigen yang besar pada malam hari. Fitoplankton juga akan mengurangi


(39)

Kordi dan Tancung (2010) berpendapat bahwa suhu sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan konsumsi oksigen biota air. Semakin tinggi suhu, semakin besar konsumsi oksigen biota airnya, padahal kenaikan suhu tersebut mengurangi daya larut oksigen dalam air. Taukhid (2006) mengemukakan bahwa suhu perairan sangat mempengaruhi ekskresi ammonia dari ikan yang dipelihara. Ikan akan mencerna protein dalam pakan dan mengekskresikan ammonia melalui insang dan feses. Ammonia pada lingkungan budidaya juga berasal dari proses dekomposisi bahan organik seperti sisa pakan, penambahan pupuk yang berlebihan dan biota akuatik yang telah mati. Effendi (2000) menyatakan bahwa seiring dengan kenaikan suhu perairan kadar ammonia meningkat pula dan bersifat toksik pada ikan. Hasil pengukuran suhu selama penelitian masih berada dalam kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan kerapu yaitu berkisar antara 24-31 oC (Suprakto dan Fahlivi, 2007).

4.1.2. Derajat Keasaman (pH)

Hasil pengukuran pH air tambak menunjukkan bahwa pH rata-rata tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 7,40 dibandingkan dengan perlakuan C 7,26 (Tabel 4.1 dan Lampiran 6). Perubahan pH diduga disebabkan adanya pelepasan dan pengambilan CO2 oleh organisme yang ada dalam air tambak. Pratiwi (2010) mengemukakan bahwa terjadinya perubahan nilai pH disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: peningkatan CO2 sebagai hasil pernafasan dari organisme akuatik, pembakaran bahan organik di dalam air oleh jasad renik, rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, kandungan garam (salinitas) yang tinggi, jumlah padat tebar yang


(40)

tinggi, keadaan suhu air yang tidak stabil serta tingginya tingkat kekeruhan melebihi ambang batas.

Noga (2000) mengatakan bahwa pH rendah dapat menyebabkan penurunan tingkat produksi lendir, sedangkan pH tinggi dapat menyebabkan ikan stres. Seiring dengan kenaikan pH perairan kadar ammonia meningkat pula yang dapat menyebabkan toksisitas bagi organisme akuatik (Effendi, 2000). Hasil pengukuran pH selama penelitian masih berada dalam kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan kerapu yaitu berkisar antara 7-8 (Suprakto dan Fahlivi, 2007). 4.1.3. Salinitas

Hasil pengukuran salinitas air tambak menunjukkan bahwa salinitas rata-rata tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 25,3 ‰ dibandingkan dengan perlakuan C yaitu 24,3 ‰ (Tabel 4.1 dan Lampiran 7). Perubahan salinitas diduga karena penguapan air dan air hujan. Noga (2000) mengatakan bahwa perubahan salinitas terjadi sewaktu-waktu akibat turun hujan dan air tawar masuk ke dalam tambak. Sedangkan peningkatan salinitas akan terjadi pada musim kemarau karena adanya penguapan air. Tingkat salinitas yang terlampau rendah atau terlampau tinggi dapat mengakibatkan respon stres dari akut hingga kronis pada ikan budidaya. Semakin tinggi salinitas kadar oksigen terlarut di perairan semakin menurun karena tegangan permukaan air meningkat sehingga difusi oksigen terhambat, hal ini menyebabkan ikan menjadi stres. Selain itu, perubahan salinitas yang signifikan dapat mempengaruhi sistem osmoregulasi ikan. Hasil pengukuran salinitas selama penelitian masih berada dalam kisaran yang layak untuk


(41)

pemeliharaan ikan kerapu yaitu berkisar antara 22-32 ‰ (Suprakto dan Fahlivi, 2007).

4.1.4. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut sangat dibutuhkan ikan untuk proses pernafasan, selain itu juga untuk mengoksidasi bahan organik yang ada di tambak. Hasil pengukuran oksigen terlarut air tambak menunjukkan bahwa oksigen terlarut rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 6,06 mg/L dibandingkan dengan kontrol yaitu 5,33 mg/L (Tabel 4.1 dan Lampiran 8). Rendahnya kadar oksigen terlarut diduga karena meningkatnya suhu dan salinitas. Jeffries dan Mills (1996) berpendapat bahwa kadar oksigen berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, salinitas, ketinggian dan berkurangnya tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut secara harian dan musim bergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air. Kordi dan Tancung (2010) menyatakan bahwa oksigen dalam air tambak dihasilkan melalui proses difusi dari udara yang mengandung 20,95% oksigen. Proses ini terjadi pada permukaan air. Sumber oksigen lainnya adalah fitoplankton, melalui proses fotosintesis fitoplankton dapat menghasilkan oksigen seperti terlihat dari persamaan reaksi berikut:

cahaya

6 CO2 + 6 H2O C6 H12 O6 + 6 O2 klorofil

Sumber oksigen lainnya adalah aliran air baru yang masuk ke dalam tambak. Air baru umumnya mengandung kadar oksigen lebih tinggi dan sewaktu air tersebut


(42)

masuk ke dalam tambak kadar oksigen dapat lebih meningkat karena turbulensi/arus air.

Aleem, Hock dan Varner (1965) menyatakan bahwa perputaran oksigen terlarut dalam mengoksidasi nitrit adalah sebagai penerima elektron. Rees dan Nason (1966) menambahkan bahwa dalam mengoksidasi ammonia menjadi nitrit oleh Nitrosomonas, molekul oksigen menjadi pusat penerima elektron dan tidak dapat berhubungan secara langsung terhadap nutrien. Painter dan Prosser (1986) menyatakan bahwa proses nitrifikasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yang optimal seperti suhu (20-30 oC) dan batas oksigen terlarut (5-10 mg/L). Hasil pengukuran DO selama penelitian masih berada dalam kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan kerapu yaitu > 3 mg/L (Suprakto dan Fahlivi, 2007).

4.1.5. Ammonia

Ammonia dalam air tambak merupakan hasil perombakan dari senyawa-senyawa nitrogen organik oleh bakteri dari penambahan pupuk yang berlebihan, biota akuatik yang telah mati dan sisa pakan. Di dalam air ammonia terdapat dalam dua bentuk, yaitu ammonia terionisasi (NH4+) yang tidak menyebabkan toksisitas bagi ikan. Ammonia tidak terionisasi (NH3) yang menyebabkan toksisitas pada ikan. Kedua bentuk ammonia tersebut berada dalam air dalam keseimbangan seperti terlihat dari persamaan reaksi berikut:

NH4+ + H2O NH3 + H2O.

Senyawa ammonia sangat beracun bagi ikan karena dengan meningkatnya ammonia dalam air, ekskresi ammonia ikan menurun dan kadar ammonia dalam


(43)

darah ikan budidaya meningkat. Dengan meningkatnya kadar ammonia mengakibatkan kebutuhan oksigen semakin meningkat, jika kebutuhan oksigen tidak terpenuhi akan merusak insang ikan yang mengakibatkan kemampuan darah membawa oksigen berkurang (Boyd, 1990).

Hasil pengukuran ammonia pada air tambak selama penelitian disajikan pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2. Rata-rata kadar ammonia pada air tambak selama penelitian

Perlakuan A

(1 mg/L)

B (2 mg/L)

C (3 mg/L)

Kontrol (0 mg/L) Kadar ammonia awal (mg/L) 0,79 0,79 0,79 0,78 Kadar ammonia akhir (mg/L) 0,64 0,59 0,47 0,81 Penurunan kadar ammonia (mg/L) 0,15 0,20 0,32**) 0,03 Keterangan: **) Berbeda sangat nyata

Pada Tabel 4.2 dan Lampiran 9 jelas terlihat bahwa perlakuan terbaik dalam menurunkan kadar ammonia adalah perlakuan C yaitu 0,32 mg/L dibandingkan dengan kontrol yaitu 0,03 mg/L (Fh (433) > Ft 0,01 (7,59). Rata-rata kadar ammonia akhir pada perlakuan C sebesar 0,47 mg/L masih mendukung untuk pemeliharaan ikan kerapu yaitu < 0,6 mg/L dibandingkan dengan kontrol yaitu 0,81 mg/L. Hal ini disebabkan adanya peningkatan dosis probiotik dengan meningkatnya penggunaan dosis probiotik yang mendorong kadar ammonia semakin turun. Balcazar et al. (2006) menyatakan bahwa aplikasi probiotik di air pemeliharaan ikan mampu memperbaiki kualitas air. Moriarty et al. (2005) menyatakan bahwa probiotik komersial yang mengandung bakteri Bacillus sp. menghasilkan eksoenzim yang sangat efektif memecah rantai molekul protein


(44)

menjadi mineral kembali. Proses regenerasi nutrien tersebut dapat berlangsung cepat apabila Bacillus sp. yang ditambahkan ke air tambak frekuensinya lebih sering dan kepadatannya tinggi. Bacillus sp. salah satu contoh bakteri probiotik yang efisien digunakan dalam budidaya perairan karena mampu mengkonversi bahan organik (sisa pakan) menjadi CO2 yang digunakan dalam metabolisme sel. Jamilah (2011) melaporkan bahwa B. cereus memiliki isoenzim yang mampu mendegradasi dan mendetoksifikasi sisa pakan yang terdapat di tambak budidaya. Moriarty (1999) dan Suprapto (2005) menggunakan probiotik yang mengandung

Bacillus, Lactobacillus, Nitrobacter sp. dan Nitrosomonas sp. untuk tambak udang dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas air melalui dekomposisi materi organik, menyeimbangkan komunitas mikroba serta menekan pertumbuhan patogen sehingga menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi kehidupan udang.

Bacillus mampu merubah senyawa nitrat menjadi nitrogen bebas dan menguraikan

senyawa organik (karbohidrat, lemak dan protein) menjadi senyawa yang sederhana dan larut dalam air. Lactobacillus mampu merubah senyawa nitrat menjadi nitrogen bebas dan menguraikan senyawa organik (karbohidrat, lemak dan protein) menjadi senyawa yang sederhana dan larut di dalam air. Nitrobacter

sp. mampu merubah senyawa nitrit menjadi nitrat. Nitrosomonas sp. mampu merubah senyawa ammonia menjadi nitrit. Pseudomonas sp. mampu merubah senyawa nitrat menjadi nitrogen bebas dan menguraikan senyawa organik (karbohidrat, lemak dan protein) menjadi senyawa yang sederhana dan larut dalam air. Aerobacter sp. mampu merubah karbohidrat menjadi asam lemak dan etanol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwoyo dan Mangampa (2010) melaporkan


(45)

bahwa konsentrasi probiotik 4 mg/L adalah perlakuan terbaik dalam menurunkan kadar ammonia selama 60 hari pemeliharaan udang vaname, kadar ammonia pada awal penelitian yaitu 2,0013 mg/L kemudian menurun menjadi 0,3027 mg/L. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aquarista et al. (2012) melaporkan bahwa konsentrasi probiotik 5 mg/L adalah perlakuan terbaik dalam menurunkan kadar ammonia selama pembesaran ikan lele dumbo, kadar ammonia pada awal penelitian yaitu 0,22 mg/L kemudian menurun menjadi 0,17 mg/L.

4.1.6. Nitrit

Nitrit dalam air tambak merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat yang mengalami proses nitrifikasi dengan bantuan bakteri Nitrosomonas sp. Dalam proses nitrifikasi diperlukan sumber karbon dan oksigen terlarut yang cukup. Persamaan reaksi sebagai berikut (Effendi, 2000):

2NH3 + 3O2 Nitrosomonas 2NO2- + 2H+ + 2H2O

Nitrit beracun bagi ikan karena nitrit bergabung dengan ion hidrogen membentuk asam nitrous (HNO2-N) yang berupa asam kuat dan karena tidak bermuatan listrik sehingga dengan bebas dapat berdifusi melintasi membran insang atau melalui transport aktif. Mekanisme efek toksik nitrit adalah ketika asam nitrous berdifusi ke dalam darah melalui insang lalu bereaksi dengan besi II (Fe2+) menghasilkan besi III (Fe3+). Hal ini akan mengurangi kemampuan sel darah merah untuk mengikat oksigen, yang mengakibatkan penyakit darah coklat (methemoglobin) yang dapat mematikan ikan karena kekurangan oksigen (hypoxia) (Boyd, 1990).

Hasil pengukuran nitrit pada air tambak selama penelitian disajikan pada Tabel 4.3 berikut.


(46)

Tabel 4.3. Rata-rata kadar nitrit pada air tambak selama penelitian

Perlakuan A

(1 mg/L)

B (2 mg/L)

C (3 mg/L)

Kontrol (0 mg/L) Kadar nitrit awal (mg/L) 0,27 0,27 0,27 0,26 Kadar nitrit akhir (mg/L) 0,11 0,08 0,05 0,28

Penurunan kadar nitrit (mg/L) 0,16 0,19 0,22**) 0,02 Keterangan: **) Berbeda sangat nyata

Pada Tabel 4.3 dan Lampiran 10 jelas terlihat bahwa perlakuan terbaik dalam menurunkan kadar nitrit adalah perlakuan C yaitu 0,22 mg/L dibandingkan dengan kontrol yaitu 0,02 mg/L (Fh (234,75) > Ft 0,01 (7,59). Rata-rata kadar nitrit akhir pada perlakuan C sebesar 0,05 mg/L masih mendukung untuk pemeliharaan ikan kerapu yaitu < 0,1 mg/L dibandingkan dengan kontrol yaitu 0,28 mg/L. Hal ini disebabkan kandungan oksigen terlarut dalam air tambak pada perlakuan C lebih tinggi (> 6 mg/L) dibandingkan pada perlakuan B, A dan kontrol. Dengan demikian sesuai dengan pernyataan Effendi (2000) bahwa perubahan kandungan ammonia berubah menjadi nitrit dengan bantuan bakteri Nitrosomonas sp. dapat berlangsung lebih baik karena pada proses nitrifikasi dibutuhkan oksigen terlarut lebih tinggi. Jika kadar nitrit yang melampaui batas toleransi kehidupan ikan, nitrit akan menjadi racun bagi ikan sebab nitrit akan mengoksidasi Fe2+ di dalam haemoglobin yang mengakibatkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen menurun (Boyd, 1990). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwoyo dan Mangampa (2010) melaporkan bahwa konsentrasi probiotik 4 mg/L adalah perlakuan terbaik dalam menurunkan kadar nitrit selama 60 hari pemeliharaan


(47)

udang vaname. Kadar nitrit pada awal penelitian sebesar 0,7060 mg/L menurun menjadi 0,0769 mg/L.

4.2. Jumlah Bakteri Secara Umum Dengan Metode Total Plate Count Hasil pengamatan terhadap jumlah bakteri sebelum penggunaan probiotik komersial menunjukkan bahwa pada perlakuan A dan B masing-masing rata-rata jumlah bakteri 51.666 sel/ml, perlakuan C rata-rata jumlah bakteri 53.333 sel/ml sedangkan kontrol rata-rata jumlah bakteri 50.000 sel/ml. Setelah penggunaan probiotik komersial menunjukkan bahwa pada perlakuan A rata-rata jumlah bakteri 71.666 sel/ml, perlakuan B rata-rata jumlah bakteri 81.666 sel/ml, perlakuan C rata-rata jumlah bakteri 93.333 sel/ml, sedangkan kontrol rata-rata jumlah bakteri 65.000 sel/ml. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 11 dan Gambar 4.1.


(48)

Pada Gambar 4.1 di atas jelas terlihat bahwa setelah penggunaan probiotik maka rata-rata jumlah bakteri yang lebih tinggi adalah perlakuan C yaitu 93.333 sel/ml dibandingkan dengan perlakuan B, A, dan kontrol. Peningkatan populasi bakteri diperlakuan C diduga karena dosis probiotik yang diberikan lebih banyak (3 mg/L), meningkatnya populasi bakteri pada kontrol diduga akibat pengaruh akumulasi bahan organik dalam tambak yang tidak mengalami dekomposisi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lante dan Haryanti (2006) melaporkan bahwa aplikasi probiotik komersial multibacter yang terdiri dari: Bacillus subtilis,

Nitrobacter winogradsky, Nitrosomonas europeae dan Cellulomonas biazotea

menunjukkan peningkatan populasi bakteri dari 2,8x103 cfu/ml menjadi 109,8x103 cfu/ml, peningkatan populasi bakteri karena akumulasi bahan organik dan juga karena probiotik yang diaplikasikan itu sendiri turut meningkatkan populasi bakteri di dalam air. Sedangkan pada kontrol populasi bakteri meningkat dari 1,7x103 cfu/ml menjadi 54x103 cfu/ml, meningkatnya populasi bakteri pada kontrol akibat pengaruh akumulasi bahan organik dalam tambak yang tidak mengalami dekomposisi.

4.3. Kelulusan Hidup, Pertambahan Panjang-Berat Mutlak

Data kelulusan hidup gelondongan ikan kerapu macan yang diperoleh selama penelitian untuk setiap perlakuan dan ulangan diperlihatkan pada Lampiran 12. Dari data tersebut terlihat adanya peningkatan kelulusan hidup gelondongan ikan kerapu macan dengan penggunaan probiotik dibanding dengan kontrol. Pada perlakuan C rata-rata kelulusan hidup tertinggi mencapai 81,5%, rata-rata kelulusan hidup terendah diperoleh pada kontrol yakni 56,4%. Sementara


(49)

rata-rata kelulusan hidup pada perlakuan B dan A masing-masing 75,6% dan 66,4%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Kelulusan hidup gelondongan ikan kerapu macan selama penelitian

Pada Gambar 4.2 di atas jelas terlihat bahwa rata-rata kelulusan hidup tertinggi gelondongan ikan kerapu macan diperoleh pada perlakuan C yaitu 81,5%. Sedangkan rata-rata kelulusan hidup terendah gelondongan ikan kerapu macan diperoleh pada kontrol yakni 56,4%. Hal ini disebabkan karena penggunaan dosis probiotik yang tepat dapat membantu mengurangi kandungan bahan organik di tambak, mempertahankan tersedianya nutrisi hasil penguraian bahan organik dan kandungan senyawa beracun bagi ikan menurun. Dengan kata lain probiotik dapat memperbaiki kualitas air pemeliharaan gelondongan ikan kerapu macan sehingga menghasilkan kelulusan hidup yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aquarista et al. (2012) melaporkan bahwa


(50)

konsentrasi probiotik 5 mg/L adalah perlakuan terbaik dalam meningkatkan kelulusan hidup ikan lele dumbo yaitu 85 %.

Data pertambahan panjang mutlak gelondongan ikan kerapu macan yang diperoleh selama penelitian untuk setiap perlakuan dan ulangan diperlihatkan pada Lampiran 13. Pada perlakuan C rata-rata pertambahan panjang mutlak tertinggi mencapai 10 cm, rata-rata pertambahan panjang mutlak terendah diperoleh pada kontrol yaitu 9,2 cm. Sementara rata-rata pertambahan panjang mutlak pada perlakuan B dan A masing-masing 9,6 cm dan 9,3 cm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Pertambahan panjang mutlak gelondongan ikan kerapu macan selama penelitian

Pada Gambar 4.3 di atas jelas terlihat bahwa rata-rata pertambahan panjang mutlak tertinggi gelondongan ikan kerapu macan diperoleh pada perlakuan C yaitu 10 cm. Sedangkan rata-rata pertambahan panjang mutlak terendah gelondongan ikan kerapu macan diperoleh pada kontrol yakni 9,2 cm.


(51)

Hal ini disebabkan karena penggunaan probiotik dapat mengendalikan kualitas air tambak pemeliharaan gelondongan ikan kerapu macan sehingga nafsu makan ikan menjadi lebih baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setijaningsih et al. (2011) melaporkan bahwa adanya penambahan panjang pada benih ikan nila yang diberi probiotik dimana panjang awal rata-rata 5,26 cm, panjang akhir rata-rata 8,65 cm kemudian pertambahan panjang mutlak rata-rata 4,0 cm. Pertambahan dapat terjadi karena terdapat kelebihan energi yang berasal dari pakan setelah dikurangi dengan energi hasil metabolisme dan energi yang terkandung dalam feses. Penambahan bakteri probiotik (Bacillus sp.) mampu memperbaiki penyerapan nutrisi oleh saluran pencernaan ikan. Gatesoupe (1999) menyatakan bahwa aktifitas bakteri dalam pencernaan akan berubah dengan cepat ketika ada mikroba yang masuk melalui pakan dan air. Keseimbangan mikroflora di dalam saluran pencernaan akan sangat berpengaruh terhadap peran bakteri sebagai probiotik yang akan menekan bakteri patogen lainnya sehingga saluran pencernaan akan lebih baik dalam mencerna makanan.

Data pertambahan berat mutlak gelondongan ikan kerapu macan yang diperoleh selama penelitian untuk setiap perlakuan dan ulangan diperlihatkan pada Lampiran 14. Pada perlakuan C rata-rata pertambahan berat mutlak tertinggi mencapai 110 g, rata-rata pertambahan berat mutlak terendah diperoleh pada kontrol yaitu 100 g. Sementara rata-rata pertambahan berat mutlak pada perlakuan B dan A masing-masing 105 g. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.4.


(52)

Gambar 4.4. Pertambahan berat mutlak gelondongan ikan kerapu macan selama penelitian.

Pada Gambar 4.4 di atas jelas terlihat bahwa rata-rata pertambahan berat mutlak tertinggi gelondongan ikan kerapu macan diperoleh pada perlakuan C yaitu 110 g. Sedangkan rata-rata pertambahan berat mutlak terendah gelondongan ikan kerapu macan diperoleh pada kontrol yakni 100 g. Hal ini disebabkan karena penggunaan dosis probiotik yang diaplikasikan secara tepat dan berkesinambungan berpengaruh pada kinerja bakteri probiotik dalam aktifitasnya mendegradasikan limbah organik yang berasal dari sisa pakan, biota akuatik yang telah mati dan sisa hasil metabolisme ikan yang ada di tambak. Dengan demikian kondisi kualitas air tambak tidak menurun secara drastis sehingga nafsu makan ikan akan baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setijaningsih et al. (2011) melaporkan bahwa adanya penambahan berat pada benih ikan nila yang diberi probiotik dimana berat awal rata-rata 2,46 g, berat akhir rata-rata 9,12 g kemudian pertambahan berat mutlak rata-rata 6,66 g. Pertambahan dapat terjadi karena


(53)

terdapat kelebihan energi yang berasal dari pakan setelah dikurangi dengan energi hasil metabolisme dan energi yang terkandung dalam feses. Penambahan bakteri probiotik (Bacillus sp.) mampu memperbaiki penyerapan nutrisi oleh saluran pencernaan ikan. Gatesoupe (1999) menyatakan bahwa aktifitas bakteri dalam pencernaan akan berubah dengan cepat ketika ada mikroba yang masuk melalui pakan dan air. Keseimbangan mikroflora di dalam saluran pencernaan akan sangat berpengaruh terhadap peran bakteri sebagai probiotik yang akan menekan bakteri patogen lainnya sehingga saluran pencernaan akan lebih baik dalam mencerna makanan.


(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penambahan dosis probiotik yang digunakan meningkatkan kualitas air

tambak, kelulusan hidup serta pertambahan panjang-berat mutlak ikan kerapu macan.

2. Pemberian probiotik 3 mg/L dapat menurunkan kadar ammonia sebesar 0,32 mg/L dan nitrit sebesar 0,22 mg/L serta mampu meningkatkan kelulusan hidup gelondongan ikan kerapu macan sebesar 81,5%.

5.2.Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan probiotik pada pemeliharaan kerapu macan dengan dosis pakan yang berbeda dalam menciptakan kegiatan budidaya perikanan yang ramah lingkungan.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan dosis probiotik yang lebih tinggi lagi dalam menurunkan kadar ammonia dan nitrit pada pemeliharaan kerapu macan.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, M., 2007. Pembesaran Kerapu Macan di Karamba Jaring Apung. Balai Budidaya Laut Batam.

Allem, M.I.H., G.E. Hock and J.E. Varner., 1965. Water as The Source of Oxidant and Reductant in Bacterial Chemosythesis. Proceedings of the National Academy Sciences of the United States of America 54:869-873.

Andrews, C., Adrian E., and Neville C., 2003. Manual of Fish Health. A Firefly Publisher. Canada. First Printing.

Aquarista, F., Iskandar and U. Subhan, 2012. Pemberian Probiotik Dengan Carrier Zeolit Pada Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Perikanan dan Kelautan 3(4):133-140.

Austin, B., L.F. Stuckey, P.A.W. Robertson, I. Effendi and D.R.W. Griffith, 1995. A Probiotic Strain of Vibrio alginolyticus Effective In Reducing Diseases Caused by Aeromonas salmonicida and Vibrio ordalii. Journal Fish Diseases 18:93-96.

Balcazar, J.L., I. deBlas, I., R. Zarzuela I., Cunningham, D., Vendrell, D., and Muszquiz, J.L., 2006. The Role of Probiotic in Aquaculture. Veterinary Microbiology 114:173-186.

Boyd, C.E., 1989. Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming. American Soybean Association US Wheat Association, USA.

Boyd, C.E., 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Auburn University. Alabama. 482 p.

Darmono, 2003. Budidaya Udang Penaeus. Kanisius, Jakarta. 104 pp.

Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sumatera Utara, 2009. Buku Tahunan Statistik Perikanan Budidaya. Medan.

Effendi, M.I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Agromedia, Bogor. 122 pp.

Effendi, H., 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor.


(56)

Farzanfar, A., 2006. The Use of Probiotic in Shrimp Aquaculture. FEMS

Immunology Medical Microbiology 48:149-158.

Feliatra, I. Efendi and E. Suryadi, 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogutattus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. Natur Indonesia 6(2):75-80.

Fuller, R., 1989. Probiotics in Man and Animal. Journal Applied Bacteriology

66(5):365-378.

Gatesoupe, F.J., 1994. Lactic Acid Bacteria Increase The Resistance of Turbot Larvae, Scophthalmus maximus, Against Pathogenic Vibrio. Aquatic Living Resources 7:277-282.

Gatesoupe, F.J., 1999. The Use of Probiotics in Aquaculture. Aquaculture 180: 147-165.

Ghosh, K., S.K. Sen and A.K. Ray, 2004. Growth and Survival of Rohu, Labeo rohita (Hamilton) Spawn Fed Diets Fermented with Intestinal Bacterium, Bacillus circulans. Acta Ichthyologica et Piscatoria 34(2):155-165.

Gram, L., J. Melchiorsen, B. Spanggaard, I. Huber and T. Nielsen, 1999. Inhibition of Vibrio anguillarum by Pseudomonas flourescens Strain AH2- A Possible Probiotic Treatment of Fish. Applied Environment Microbiology 65:969-973.

Gullian, M., Thompson F. and Rodriguez J., 2004. Selection of Probiotic Bacteria and Study of Their Immunostimulatory Effect in Penaeus vannamei.

Aquaculture 23:1-14.

Hanafiah, K.A., 2000. Rancangan Percobaan Teori & Aplikasi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 238 pp.

Hermawan, T., 2007. Biologi Laut. Modul Pelatihan Pembenihan dan Pembesaran Ikan Laut Ekonomis Se-Sumatera. Balai Budidaya Laut Batam.

http://kkp.go.id/index.php/search/c/6/?keyword=nilai+ekspor+ikan+kerapu,

diakses tanggal 5 Januari 2014.

Jamilah, I., 2011. Penapisan Bacillus dan Karakterisasi Protease dan Amilase Ekstraseluler yang Dihasilkan untuk Degradasi Sisa Pakan pada Budidaya Udang. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.

Jeffries and Mills, D., 1996. Freshwater Ecology, Principles and Applications. John Wiley and Sons. Chichester, United Kingdom. 285p.


(57)

Kordi, M.G.H.K., and Tancung, A.B., 2010. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta, Jakarta. 208 pp.

Lante, S., and Haryanti, 2006. Aplikasi Probiotik Pada Budidaya Induk Udang Windu (Penaeus monodon) Di Tambak. Aquacultura Indonesiana

7(3):145-155.

Moriarty, D.J.W., 1999. Disease Control in Shrimp Aquaculture with Probiotic Bacteria. Proceeding of The 8th International Symposium on Microbial Ecology, Atlantic Canada Society for Microbial Ecology. 7p.

Moriarty, D.J.W., O. Decamp and P. Lavens., 2005. Probiotic in Aquaculture. Aquaculture Asia Pacific Magazine, September/October 2005:14-16. Murdjani, B., S. Subiyakto and P. Sitorus, 2004.Cerita Sukses Pembudidaya Ikan

Kerapu. Prosiding Seminar Teknologi Perikanan Pantai “Perkembangan Terakhir Teknologi Budidaya Pantai untuk Mendukung Pemulihan

Ekonomi Nasional”.

Nikoskelainen, S., S. Salminen, G. Bylund and A. Ouwehand, 2001. Characterization of The Properties of Human and Dairy-Derived Probiotics for Prevention of Infectious Diseases in Fish. Applied

Environment Microbiology 67:2430-2435.

Noga, E.J., 2000. Fish Disease : Diagnosis and Treatment. Iowa State University Press.

Painter, H.A., and J.I. Prosser., 1986. A Review of the Literature Nitrogen Metabolism in Microorganism. Water Resources 4:393-450.

Pratiwi, I., 2010. Tehnik Cerdas Budidaya Ikan Mas. Seri Perikanan Modern. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.

Puja, Y., Evalawati and S. Akbar, 2001. Teknik Pembesaran Kerapu Bebek dan

Kerapu Macan di Keramba Jaring Apung. Direktorat Jenderal Perikanan.

Balai Budidaya Laut, Lampung. p. 26-30.

Rees, M.K., and A. Nason., 1966. Cytochrome and Soluble Terminal Oxidase Identified as Cytochrome from Nitrosomonas europeae. Biochemistry

Biophysics Resources Community 21:248-256 p.

Rengpipat, S., S. Rukpratanporn, S. Piyatiratitivorakul and P. Menasaveta, 2000. Immunity Enchacement in Black Tiger Shrimp (Penaeus monodon) by A Probiont Bacterium (Bacillus S11). Aquaculture 191:271-288.


(58)

Sastrosupadi, A., 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian, Edisi Revisi. Kanisius. Yogyakarta.

Setijaningsih, L., N. Nafiqoh and E. Nugroho, 2011. Pengaruh Pemberian Probiotik Pada Pemeliharaan Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus).

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011. p. 745-752.

Sisterkarolin. 2008. Data Ekspor Tahunan Komoditi Ikan Hidup melalui Pintu

Pengeluaran Bandara Polonia-Medan. Sistem Informasi Karantina Ikan

On-line. Pusat Karantina Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta

Steel, R.G.D., and J.H. Torrie, 2003. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu

Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 748 pp.

Sudirman and Karim, 2008. Ikan Kerapu (Biologi, Eksploitasi, Manajemen dan Budidaya). Yasif Watampone, Jakarta.

Sudradjat, A., 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya, Jakarta. 171 pp.

Sunaryat, 2004. Analisa Usaha pada Usaha Perikanan. Balai Budidaya Laut, Lampung.

Suprakto, B., and Fahlivi, M. R. 2007. Studi tentang kesesuaian lokasi budidaya ikan di KJA di perairan Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep. Pembangunan Kelautan Berbasis IPTEK dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir. Prosiding Seminar Kelautan III, Universitas Hang Tuah 24 April 2007,Surabaya : 58 – 65.

Suprapto, H., 2005. Penelitian Pendahuluan Penggunaan Bacillus sp. sebagai Probiotik untuk Mengurangi Jumlah Bakteri Vibrio sp. pada Hepatopankreas dan Air Pemeliharaan Udang Windu (Penaeus monodon).

Jurnal Perikanan 7(1):54-59.

Suwoyo, H.S., and Mangampa, M., 2010. Aplikasi Probiotik Dengan Konsentrasi Berbeda Pada Pemeliharaan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei).

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. p. 239-247.

Taukhid, 2006. Manajemen Kesehatan Ikan dan Lingkungan. Laboratorium Riset Kesehatan Ikan, Bogor.

Tinggal, H., H.N. Zakimin, S.A. Ruslan, H.W. Arik, M.B. Manja, L. Surya and S. Agustiatik, 2003. Manajemen Pembesaran Kerapu Macan di Keramba Jaring Apung. Direktorat Jenderal Perikanan. Loka Budidaya Laut, Batam.


(59)

Verschuere, L., G. Robaut, P. Sorgeloos and W. Verstraete, 2000. Probiotic Bacteria As Biological Control Agents in Aquaculture. A Reviews.


(60)

(61)

Lampiran 2. Alat yang digunakan dalam penelitian

Termometer pH meter

Hand Refractometer DO meter

Timbangan Penggaris

DR/890 Colorimeter Botol sampel


(62)

Lampiran 3. Rancangan petak penelitian

In Let

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A2 B1 Kontrol C1 Kontrol C2 B3 A1 B2 A3 C3 Kontrol

Out Let

Keterangan :

1-12 = Urutan pengacakan petak penelitian A,B,C = Perlakuan dosis probiotik


(63)

Lampiran 4. Cara perhitungan dosis probiotik

Diketahui:

Panjang tambak = 100 m Lebar tambak = 50 m Tinggi air = 1 m

Volume air tambak = p x l x t = 5.000 m3 1 m3 = 1.000 liter

5.000 m3 = 5.000 x 1.000 L = 5.000.000 L 1 mg/L (ppm) = 1/1.000.000

Dosis probiotik 1 mg/L (ppm) = 5.000.000 L x 1/1.000.000 = 5 L Maka probiotik komersial yang dibutuhkan sebanyak 5 L


(64)

Lampiran 5. Rata-rata pengukuran suhu air tambak selama penelitian (oC)

Waktu Pengamatan

(hari)

Perlakuan A

(1 mg/L)

B (2 mg/L)

C

(3 mg/L) Kontrol

0 29,6 29,6 29,3 30

1 30 29,6 29,3 30,3

2 29,6 29,6 29 30

3 30 30 29,6 30 4 29,6 30 29 30,3

5 30 29,6 29,3 30,6

6 30 29,6 29,6 31

7 30 30 29 31 8 29,6 29,6 29 30,3 9 29,6 29,6 29,6 30,3 10 29,6 30 29 30 11 30 29,6 29,3 30,6 12 29,6 30 29,3 30,3 13 30 29,6 29 31 14 30 30 29 31 15 29,6 29,6 29,6 30,6 16 29,6 29,6 29,6 30,3

17 30 29,6 29,3 30

18 30 30 29,3 31 19 29,6 29,6 29 30,6 20 30 30 29 31 21 30 30 29 31 22 29,6 29,6 29,6 30,3

23 30 29,6 29,6 30

24 29,6 30 29,6 30,6 25 29,6 29,6 29 31

26 30 30 29,3 30,6

27 30 30 29 31 28 30 30 29 31


(65)

Lampiran 6. Rata-rata pengukuran derajat keasaman (pH) air tambak selama penelitian

Waktu Pengamatan

(hari)

Perlakuan A

(1 mg/L)

B (2 mg/L)

C

(3 mg/L) Kontrol

0 7,26 7,26 7,23 7,3

1 7,3 7,26 7,23 7,33

2 7,26 7,26 7,2 7,3

3 7,3 7,3 7,26 7,3 4 7,26 7,3 7,2 7,33 5 7,3 7,26 7,23 7,36 6 7,3 7,26 7,26 7,4 7 7,3 7,3 7,2 7,4

8 7,26 7,26 7,2 7,33

9 7,26 7,26 7,26 7,33 10 7,26 7,3 7,2 7,3 11 7,3 7,26 7,23 7,36 12 7,26 7,3 7,23 7,33 13 7,3 7,26 7,2 7,4 14 7,3 7,3 7,2 7,4 15 7,26 7,26 7,26 7,36 16 7,26 7,26 7,26 7,33 17 7,3 7,26 7,23 7,3 18 7,3 7,3 7,23 7,4 19 7,26 7,26 7,2 7,36 20 7,3 7,3 7,2 7,4 21 7,3 7,3 7,2 7,4 22 7,26 7,26 7,26 7,33 23 7,3 7,26 7,23 7,3 24 7,26 7,3 7,26 7,36 25 7,26 7,26 7,2 7,4

26 7,3 7,3 7,23 7,36

27 7,3 7,3 7,2 7,4 28 7,3 7,3 7,2 7,4


(66)

Lampiran 7. Rata-rata pengukuran salinitas air tambak selama penelitian (‰)

Waktu Pengamatan

(hari)

Perlakuan A

(1 mg/L)

B (2 mg/L)

C

(3 mg/L) Kontrol

0 24,6 24,6 24,3 25

1 24,6 24,6 24,3 25

2 25 25 24,3 25

3 24,6 24,6 24 25

4 25 25 24,3 25 5 25 25 24,3 25 6 25 25 24 25 7 25 25 24 25 8 24,6 24,6 24,3 25,3

9 24,6 24,6 24,3 25

10 24,6 24,6 24,3 25 11 25 25 24,3 25 12 25 25 24 25 13 25 25 24 25 14 25 25 24 25 15 24,6 24,6 24,3 25,3 16 24,6 24,6 24,3 25 17 24,6 24,6 24,3 25

18 25 24,6 24,3 25

19 25 25 24,3 25 20 25 25 24 25 21 25 25 24 25 22 24,6 24,6 24,3 25,3 23 24,6 24,6 24,3 25 24 24,6 24,6 24,3 25 25 25 25 24,3 25 26 25 25 24 25 27 25 25 24 25 28 25 25 24 25


(67)

Lampiran 8. Rata-rata pengukuran oksigen terlarut (DO) air tambak selama penelitian (mg/L)

Waktu Pengamatan

(hari)

Perlakuan A

(1 mg/L)

B (2 mg/L)

C

(3 mg/L) Kontrol

0 5,63 5,76 6,06 5,33 1 5,66 5,76 6,03 5,33

2 5,63 5,8 6,03 5,33

3 5,63 5,76 6,06 5,33 4 5,63 5,8 6,06 5,2 5 5,63 5,8 6,06 5,2 6 5,63 5,8 6,06 5,2 7 5,63 5,8 6,06 5,2

8 5,66 5,76 6,06 5,2

9 5,63 5,76 6,03 5,2

10 5,63 5,76 6,03 5,2 11 5,63 5,8 6,06 5,2 12 5,63 5,8 6,06 5,2 13 5,63 5,8 6,06 5,2 14 5,63 5,8 6,03 5,2 15 5,63 5,8 6,03 5,2 16 5,63 5,76 6,03 5,2 17 5,63 5,8 6,06 5,33 18 5,63 5,8 6,06 5,2 19 5,63 5,8 6,06 5,2 20 5,63 5,8 6,06 5,2 21 5,63 5,8 6,06 5,2 22 5,66 5,76 6,06 5,2 23 5,63 5,8 6,06 5,33 24 5,63 5,8 6,06 5,2 25 5,63 5,8 6,06 5,2 26 5,63 5,8 6,06 5,2 27 5,63 5,8 6,06 5,2 28 5,63 5,8 6,06 5,2


(1)

Uji beda rata – rata pengaruh perlakuan (Uji lanjutan)

Untuk mengetahui perlakuan dosis probiotik berbeda dalam menurunkan kadar nitrit maka dilakukan uji beda rata – rata pengaruh perlakuan (uji lanjutan).

Dikarenakan jumlah perlakuan dalam percobaan < 5 maka dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan perhitungan :

BNTά = tά(db E). Sd BNT0,05 = t0,05 (db E). Sd

= t0,05 (8)

= t0,05 (8)

3 0001 , 0 2x = t0,05 (8) . 0,008

= 1,860 . 0,008 = 0,01488 BNT0,01 = t0,01 (8) . 0,008

= 2,896 . 0,008 = 0,02316 Maka diperoleh hasil :

BNT0,05 = 0,01488

BNT0,01 = 0,02316

Perlakuan Rata-rata B A Kontrol 0,19 0,16 0,02 C 0,22 0,03**) 0,06**) 0,2**)

B 0,19 0,03**) 0,17**) A 0,16 0,14**) Kontrol 0,02

Keterangan : **) = berbeda sangat nyata Kesimpulan :

- Pengaruh perlakuan C berbeda sangat nyata dengan B, A dan Kontrol - Pengaruh perlakuan B berbeda sangat nyata dengan A dan Kontrol - Pengaruh perlakuan A berbeda sangat nyata dengan Kontrol


(2)

Lampiran 11. Data hasil pengamatan Total Plate Count (TPC) air tambak selama penelitian (sel/ml)

Perlakuan Ulangan Sebelum Sesudah A

(1 mg/L)

1 55.000 70.000 2 55.000 75.000 3 45.000 70.000 Jumlah 155.000 215.000 Rata-rata 51.666 71.666

B (2 mg/L)

1 50.000 80.000 2 55.000 85.000 3 50.000 80.000 Jumlah 155.000 245.000 Rata-rata 51.666 81.666

C (3 mg/L)

1 55.000 95.000 2 55.000 95.000 3 50.000 90.000 Jumlah 160.000 280.000 Rata-rata 53.333 93.333

Kontrol

1 55.000 70.000 2 50.000 65.000 3 45.000 60.000 Jumlah 150.000 195.000 Rata-rata 50.000 65.000


(3)

Lampiran 12. Data hasil pengamatan kelulusan hidup (survival rate) gelondongan ikan kerapu macan selama penelitian

Perlakuan Ulangan Padat tebar

awal (ekor) Panen (ekor)

Kelulusan hidup (%) A

(1 mg/L)

1 8.000 5.400 67,5 2 8.000 5.320 66,5 3 8.000 5.216 65,2

Jumlah 199,2

Rata-rata 66,4

B (2 mg/L)

1 8.000 6.112 76,4 2 8.000 6.024 75,3 3 8.000 6.008 75,1

Jumlah 226,8

Rata-rata 75,6

C (3 mg/L)

1 8.000 6.600 82,5 2 8.000 6.512 81,4 3 8.000 6.448 80,6

Jumlah 244,5

Rata-rata 81,5

Kontrol

1 8.000 4.600 57,5 2 8.000 4.520 56,5 3 8.000 4.416 55,2

Jumlah 169,2


(4)

Lampiran 13. Data hasil pengamatan pertambahan panjang mutlak gelondongan ikan kerapu macan selama penelitian

Perlakuan Ulangan Panjang awal (cm)

Panjang akhir (cm)

Panjang mutlak (cm) A

(1 mg/L)

1 9,5 18,5 9,0

2 9,0 18,5 9,5

3 8,5 18,0 9,5

Jumlah 27 55 28

Rata-rata 9,0 18,3 9,3

B (2 mg/L)

1 10,0 19,0 9,0 2 8,5 18,5 10,0 3 8,5 18,5 10,0

Jumlah 27 56 29

Rata-rata 9,0 18,6 9,6

C (3 mg/L)

1 10,0 20,0 10,0 2 9,0 19,0 10,0 3 8,0 18,0 10,0

Jumlah 27 57 30

Rata-rata 9,0 19,0 10,0

Kontrol

1 9,0 18,5 9,5

2 9,0 18,0 9,0

3 9,0 18,0 9,0

Jumlah 27 54,5 27,5


(5)

Lampiran 14. Data hasil pengamatan pertambahan berat mutlak gelondongan ikan kerapu macan selama penelitian

Perlakuan Ulangan Berat awal (g) Berat akhir (g) Berat mutlak (g) A

(1 mg/L)

1 15 120 105

2 15 120 105

3 15 120 105

Jumlah 45 360 315

Rata-rata 15 120 105

B (2 mg/L)

1 20 125 105

2 15 120 105

3 10 115 105

Jumlah 45 360 315

Rata-rata 15 120 105

C (3 mg/L)

1 20 130 110

2 15 125 110

3 10 120 110

Jumlah 45 375 330

Rata-rata 15 125 110

Kontrol

1 15 115 100

2 15 115 100

3 15 115 100

Jumlah 45 345 300


(6)

Lampiran 15. Prosedur analisis ammonia dan nitrit

A. Ammonia

1. 10 ml sampel air tambak dimasukkan ke dalam tabung reaksi 2. Masukkan 1 sachet reagent ammonia

3. Homogenkan dengan alat vortex mixer

4. Larutan sampel dimasukkan ke dalam cuvet, kemudian diukur dengan menggunakan alat spektrofotometri yaitu colorimeter

B. Nitrit

1. 10 ml sampel air tambak dimasukkan ke dalam tabung reaksi 2. Masukkan 1 sachet reagent nitrit

3. Homogenkan dengan alat vortex mixer

4. Larutan sampel dimasukkan ke dalam cuvet, kemudian diukur dengan menggunakan alat spektrofotometri yaitu colorimeter