PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGENDALIKAN VARIABEL DAN MENDEFINISIKAN VARIABEL SECARA OPERASIONAL

PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA
DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGENDALIKAN
VARIABEL DAN MENDEFINISIKAN VARIABEL
SECARA OPERASIONAL

Oleh
DHITA MITA ANGGRA OVIKA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

ABSTRAK

PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA
DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGENDALIKAN
VARIABEL DAN MENDEFINISIKAN VARIABEL
SECARA OPERASIONAL
Oleh
DHITA MITA ANGGRA OVIKA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran learning cycle
exploration, explanation, elaboration (LC 3E) pada materi asam basa dalam meningkatkan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional. Metode penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan Non
Equivalent (Pretest-Postest) Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Way Jepara semester genap tahun 2012-2013 dengan kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan nilai rerata n-Gain keterampilan megendalikan variabel untuk
kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,15 dan 0,47; dan rerata n-Gain keterampilan medefinisikan variabel secara operasional untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,23 dan 0,50. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan
menggunakan uji perbedaan dua rata-rata, maka disimpulkan bahwa model pembelajaran LC 3E dapat meningkatkan keterampilan mengendalikan variabel dan
mendefinisikan variabel secara operasional.
Kata kunci : Learning Cycle 3E, mengendalikan variabel, mendefinisikan
variabel secara operasional

vi

DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ... x

I. PENDAHULUAN .................................................................................. ....... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... .............. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ ............ 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... ............ 5
E. Ruang Lingkup ................................................................................. ............ 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... .... 7
A. Pembelajaran Konstruktivisme ........................................................ ............ 7
B. Learning Cycle 3-E ......................................................................... ............. 10
C. Keterampilan Proses Sains .............................................................. ............. 13
D. Keterampilan Mengendalian Variabel .............................................. ........... 16
E. Keterampilan Mendefinisikan Variabel Secara Operasional ............. .......... 16
F. Kerangka Pemikiran ......................................................................... ............ 17
G. Anggapan Dasar ........................................................................................... 18

H. Hipotesis ....................................................................................................... 19

vii

III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... ... 20
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ ........... 20
B. Populasi dan Sampel ........................................................................ ............ 20
C. Metode dan Desain Penelitian ........................................................... ........... 20
D. Jenis dan Sumber Data ................................................................................. 21
E. Variabel Penelitian .......................................................................... ............. 22
F. Instrumen dan Validitas Penelitian ................................................... ............ 22
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 23
H. Teknik Analisis Data .................................................................................... 25

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................... . 30
A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ..................................................... .......... 30
B. Pembahasan .................................................................................................. 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... . 47
A. Kesimpulan ......................................................................................... ......... 47

B. Saran ................................................................................................... .......... 47

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (2006) merumuskan Ilmu Pegetahuan
Alam (IPA) sebagai ilmu terkait dengan upaya mengetahui gejala alam secara sistematis. IPA bukan sebatas ilmu pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
ataupun prinsip-prinsip saja, IPA juga merupakan suatu proses penemuan. Melalui belajar IPA diharapkan siswa mampu untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan alam, ilmu kimia yang berupa fakta, konsep, hukum, ataupun teori, pada hakikatnya merupakan produk dari rangkaian proses menggunakan sikap ilmiah. Ketiga aspek kimia ini, yaitu kimia sebagai proses, produk, dan sikap ilmiah harus dipandang sama pentingnya, sehingga dalam
pembelajaran kimia tidak boleh menyampingkan proses ditemukannya konsep.
Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menekankan pada
pemberian pengalaman langsung melalui keterampilan proses.


Menurut Arikunto (2004) keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya keterampilanketerampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa. Keterampilan proses di-

2

maksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa serta kemampuan menginterpretasi fakta untuk menemukan konsep yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Pembelajaran dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa
menggunakan pengetahuannya, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan
cerita tentang pengetahuan tersebut.

Departemen Pendidikan Nasional (2003) menyatakan bahwa pembelajaran di sekolah cenderung hanya mengajarkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teoriteori saja tanpa menghadirkan proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut sehingga kemampuan ilmiah dalam diri siswa tidak berkembang. Akibatnya pembelajaran kimia menjadi monoton dan kehilangan daya tariknya serta lepas relevansinya dalam kehidupan sehari-hari yang seharusnya menjadi obyek pengetahuan.

Rendahnya kualitas pendidikan IPA di Indonesia dapat dilihat dari rendahnya
prestasi yang diraih oleh siswa-siswi Indonesia dalam ajang internasional seperti
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme
for International Student Assessment (PISA). Pada ajang TIMSS 2011 bidang
IPA, Indonesia menduduki peringkat 40 dari 42 negara, jauh di bawah Singapura
yang menduduki peringkat pertama dengan nilai rata-rata 590, sedangkan siswa
Indonesia mendapat nilai rata-rata sebesar 406, nilai ini berada di bawah standar
internasional yaitu 525. Pada ajang PISA tahun 2009 bidang literasi sains, Indonesia menempati urutan 23 dari 31 negara, peringkat ini berada jauh di bawah
China yang menduduki peringkat pertama dengan nilai rata-rata 556, sedangkan


3

Indonesia memiliki nilai rata-rata 402, nilai tersebut berada jauh di bawah nilai
rata-rata Internasional yaitu 500. Soal-soal pada TIMSS dan PISA menuntut peserta didik melakukan keterampilan proses sains seperti keterampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan
proses sains siswa masih lemah.

Hal ini pun diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan oleh beberapa peneliti di berbagai SMA/MA di Lampung. Dalam membelajarkan materi-materi kimia guru melakukannya dengan menanamkan konsep secara verbal tanpa mementingkan proses ditemukannya konsep tersebut. Demikian halnya yang terjadi di
SMA N 1 Way Jepara, dalam membelajarkan materi asam-basa misalnya, guru
masih menekankan pada konsep-konsep tertentu yang harus dihafal oleh peserta
didik tanpa melibatkan siswa untuk menemukan konsep tersebut. Akibatnya siswa seringkali mengalami kesulitan untuk menghubungkan antara konsep yang dipelajari dengan fakta yang ada di lingkungan sekitar, sehingga siswa seolah-olah
tidak merasakan manfaat dari pembelajaran pada materi asam basa.

Situasi tersebut harus ditanggapi dengan menerapkan model pembelajaran yang
melatih keterampilan proses sains sehingga siswa termotivasi untuk belajar percaya diri dan kreatif sehingga terdorong untuk berpikir secara ilmiah. Salah satunya adalah melalui model pembelajaran Learning Cycle (LC) 3E. LC 3E merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan tahapan pembelajaran
(fase) yang diatur sedemikian rupa sehingga siswa dapat berperan aktif untuk menguasai kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajan. Tahapan pembelajaran
dalam LC 3E terdiri dari: (1) fase eksplorasi (exploration), dimana pada fase ini

4

siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan kelompoknya dalam mengeksplorasi pengetahuan awal, (2) fase penjelasan konsep (concept introduction/

explanation), dimana pada fase ini siswa dituntut lebih aktif untuk menemukan
suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya di dalam
fase eksplorasi, dan (3) fase penerapan konsep (concept application/elaboration),
dimana pada fase ini siswa diajak untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian
yang lain, baik yang sama tingkatannya ataupun yang lebih tinggi tingkatannya.

Diawati (2011) pernah melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) pada siswa kelas X SMA Budaya Bandar Lampung yang hasilnya menunjukkan bahwa model
pembelajaran LC 3E dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan mengelompokkan siswa pada materi Reaksi Oksidasi dan Reduksi. Suri (2012) pun
yang melakukan hal yang sama pada siswa kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4 SMA
Al-Kautsar Bandarlampung dan melaporkan bahwa penerapan pembelajaran LC
3E pada materi Kesetimbangan Kimia dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa kelas XI pada semester genap adalah mendeskripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat larutan dan menghitung pH larutan. Sehingga untuk mencapai kompetensi tersebut pengalaman belajar yang dapat diberikan antara lain berupa keeratan hubungan antara konsep yang dipelajari dalam pembelajaran dengan fakta-fakta dalam kehidupan sehari-hari sehingga dalam proses pembelajaran siswa perlu melakukan suatu
percobaan. Di dalam melakukan percobaan, siswa dapat dilatih bagaimana caranya mengendalikan dan mendefinisikan variabel secara operasional, sebagai komponen dari keterampilan proses sains terpadu. Berdasarkan hal tersebut, maka di-

5

lakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Learning Cycle 3E Pada Materi
Asam Basa Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengendalikan Variabel Dan
Mendefinisikan Variabel Secara Operasional”


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengendalikan variabel?
2. Bagaimana model pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mendefinisikan variabel secara operasional?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dalam meningkatkan keterampilan mengendalikan variabel.
2. Mendeskripsikan pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dalam meningkatkan keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Siswa
Mempermudah siswa dalam mencapai kompetensi dasar pada pembelajaran
kimia, khususnya pada materi asam basa.
2. Bagi Guru

6


Memberi referensi model pembelajaran alternatif pada materi pokok asambasa maupun materi lain yang memiliki karakteristik yang sama.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memfokuskan dan menghindari perbedaan persepsi, maka dibutalah ruang
lingkup. Adapun ruang lingkup pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Materi dalam penelitian ini adalah asam basa Arrhenius.
2. Menurut Karplus model LC 3E adalah salah satu model pembelajaran berbasis
konstruktivisme yang terdiri dari 3 fase, yaitu (1) fase eksplorasi (exploration);
(2) fase penjelasan konsep (explanation); (3) fase penerapan konsep
(elaboration)
3. Indikator keterampilan mengendalikan variabel adalah mampu mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi percobaan dan memanipulasi variabel bebas.
4. Indikator keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional adalah
mampu menyatakan bagaimana mengukur variabel dalam suatu percobaan.
5. Peningkatan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional ditunjukkan dengan perbedaan n-Gain yang signifikan.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,
yaitu pengetahuan pada diri seseorang tidak dengan tiba-tiba, namun dibangun
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah hanya berupa fakta-fakta, konsep atau kaidah yang
siap untuk diambil dan diingat, akan tetapi seseorang harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan suatu permasalahan, menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus sedikit-sedikit membangun pengetahuan dibenak mereka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih menekankan pada strategi memperoleh dan mengingat
pengetahuan. (Sagala, 2010)

Menurut Glasersfeld (Komalasari, 2010) mengemukakan:
Dalam paham konstruktivisme, pengetahuan kita adalah konstruksi bentukan
kita sendiri. Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia
kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan. Maka pengetahuan bukanlah tentang dunia lepas dari pengamat, melainkan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari
pengalaman atau dunia sejauh dialaminya. Pengetahuan bukanlah kumpulan

8

fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, ataupun lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang
(guru) ke kepala orang lain (siswa).
Para penganut konstruktivisme meyakini bahwa pengetahuan itu telah ada pada
diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta
yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang ditemukan oleh seseorang yang sedang mempelajarinya. Seseorang itulah yang harus mengartikan apa

yang telah dibelajarkan dengan menyesuaikan pada pengalaman-pengalaman yang
sudah mereka dapatkan sebelumnya (Suparno, 2001). Pengalaman tidak hanya
berupa pengalaman fisik semata, namun termasuk juga pengalaman kognitif dan
pengalaman mental. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang dibelajarkan oleh gurunya memperlihatkan bahwa pengetahuan memang tidak dapat dipindahkan begitu saja. Siswa masih harus mengkonstruksi atau minimal menginterpretasi pengetahuan tersebut dalam dirinya.

Paham konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini
berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan
teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).

Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak
dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi merupakan pemaduan antara persepsi, konsep ataupun pengalaman baru dengan stuktur kognitif
yang sudah dimiliki oleh seorang anak untuk menyelesaikan masalah yang diha-

9

dapi dalam lingkungannya. Persyaratan penting untuk terjadinya asimilasi adalah
struktur internal yang menggunakan informasi baru, namun seseorang sering tidak memadukan informasi baru ke dalam struktur kognitifnya karena tidak memiliki struktur asimilasi yang cocok. Kemudian pada proses akomodasi terjadi penyesuaian stuktur kognitif terhadap kondisi atau suasana yang baru, dan pada proses ekuilibrasi terjadi penyesuaian kembali yang terus dilakukan antara asimilasi
dan akomodasi. Dalam perkembangan intelektual, akomodasi mempunyai arti dalam pengubahan struktur kognitif individu. Bila ia menyadari bahwa cara berpikirnya bertentangan dengan kejadian lingkungan, ia akan mengorganisasikan daya
berpikir sebelumnya. Reorganisasi inilah yang menghasilkan tingkat berpikir
yang lebih tinggi (Bell, 1994).

Keyakinan Piaget ini berbeda dengan keyakinan Vygotsky dalam beberapa hal
penting. Bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual
yang dilalui seseorang terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya, Vygotsky
menekankan pada pentingnya aspek sosial belajar. Vygotsky meyakini bahwa
interaksi sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Salah satu pokok pemikiran yang
berasal dari minat Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya
tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua
tingkat perkembangan yang berbeda yakni tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual untuk menentukan
fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri
hal-hal tertentu. Menurut Vygotsky setiap individu mempunyai tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai suatu tingkatan yang dapat difung-

10

sikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang
tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara kedua
tingkat perkembangan inilah yang disebutnya sebagai zone of proximal
development (Arends dalam Septiana, 2012).

B. Learning Cycle 3E (LC 3E)
Learning Cycle (LC) merupakan suatu model pembelajarann yang berpusat pada
siswa (student centered). LC merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan
aktif.

LC merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme
yang dikembangkan dari teori perkembangan kognitif Piaget. Model belajar ini
menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan siswa dalam kegiatan
belajar yang aktif sehingga terjadi proses asimilasi, akomodasi dan organisasi dalam struktur kognitif siswa. Bila terjadi proses pengkonstruksian pengetahuan dengan baik maka siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi
yang dipelajari.

Model pembelajaran ini memiliki tiga langkah sederhana, yaitu fase eksplorasi
(exploration), guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji
prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan melalui kegiatan praktikum. Fase
penjelasan konsep (explaination), siswa lebih aktif untuk menentukan atau mengenal suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya di da-

11

lam fase eksplorasi. Fase penerapan konsep (elaboration), dimaksudkan mengajak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang
sama ataupun yang lebih tinggi tingkatannya.
Karplus (Sunal,1994) “science learning should be a process of self–regulation in
which the learner forms new reasoning patterns. These will result from
reflection, after the pupil interacts with phenomena and with the ideas of
others.”
Menurut Karplus (Sunal,1994) ada tiga siklus dalam pembelajaran.
Tahap pertama adalah eksplorasi (exploration) di mana siswa belajar dengan sedikit bimbingan dari guru mengenai fenomena alam maupun gagasan yang menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat mereka jawab. Pada fase kedua
dari konsep ini adalah fase penjelasan konsep (explaination) dimana konsep yang
akan dibelajarkan dijelaskan oleh guru. Pada tahap ini siswa dituntut untuk lebih
aktif. Yang terakhir, yaitu tahap aplikasi (elaboration), konsep diterapkan melalui
situasi baru dan memperluas jangkauan kegunaan konsep. Pada Fase ini pembelajaran dicapai melalui pengulangan dan praktik sehingga ada waktu untuk menstabilkan gagasan baru dan pemikiran siswa.

Menurut Fajaroh dan Dasna (2007) pada tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti melakukan eksperimen,
menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam atau perilaku sosial, dan lainlain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaanpertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high
level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana.

12

Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase pengenalan konsep (explanation).

Fase kedua yaitu fase penjelasan konsep (explanation), pada fase ini diharapkan
terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki
siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang
membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada
fase terakhir, yakni penerapan konsep (elaboration), siswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui berbagai kegiatan-kegiatan seperti melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep
dan motivasi belajar karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang
mereka pelajari.

Kegiatan dalam tiap fase LC 3E mewadahi siswa untuk secara aktif membangun
konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial.

Hudojo (2001) mengemukakan bahwa:
Implementasi LC 3E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan
konstruktivis:
1. siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna
dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman
siswa,
2. informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu,
3. orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan
pemecahan masalah.
LC 3E merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah
karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru
dan siswa. Dilihat dari dimensi guru, penerapan strategi ini memperluas
wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan
pembelajaran.

13

Menurut Cohen dan Clough dalam Fajaroh dan Dasna (2007) menyatakan bahwa
model pembelajaran LC 3E merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan
nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru, penerapan strategi ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. Sedangkan bila ditinjau dari dimensi peserta didik, penerapan strategi
ini memberi keuntungan sebagai berikut :
1. Meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif
dalam proses pembelajaran.
2. Membantu mengembangkan sikap ilmiah peserta didik.
3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi dan diperkirakan menurut Soebagio dalam Kamdi (2007) sebagai berikut:
1. Efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan
langkah-langkah pembelajaran
2. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran
3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi
4. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.

C. Keterampilan Proses Sains
Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh yakni IPA sebagai proses, produk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan keterampilan proses sains.
Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah semua keterampilan yang terlibat pada
saat berlangsungnya sains.

14

Hartono (Fitriani, 2009) mengemukakan:
Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses,
produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pembelajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir
dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar.
KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya proses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses
ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.
Pendekatan keterampilan proses sains dirancang dengan beberapa tahapan yang
diharapkan akan meningkatkan penguasaan konsep. Tahapan-tahapan pendekatan
pembelajaran keterampilan proses sains menurut Dimyati dan Mudjiono (2009):
Pendekatan keterampilan proses lebih cocok diterapkan pada pembelajaran
sains. Pendekatan pembelajaran ini dirancang dengan tahapan: (1) Penampilan fenomena. (2) apersepsi, (3) menghubungkan pembelajaran dengan
pengetahuan awal yang dimiliki siswa, (4) demonstrasi atau eksperimen, (5)
siswa mengisi lembar kerja. (6) guru memberikan penguatan materi dan penanaman konsep dengan tetap mengacu kepada teori permasalahan.
Penerapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains memungkinkan
siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya sudah
dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2004):
“Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau anutan
pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang
bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya
keterampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa. “
Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan instruksional yang berada
diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Menurut pendapat Moejiono dan Dimyati (2006) keterampilan proses sains dibagi menjadi dua
antara lain:
1. Keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill), meliputi menga-

mati, mengelompokkan, mengukur, mengkomunikasikan, menginterpre-

15

tasi data, memprediksi, menggunakan alat, melakukan percobaan dan
menyimpulkan.
2. Keterampilan proses terpadu (Intergated Science Proses Skill), meliputi
merumuskan masalah, mengidentifikasi variabel, mendeskripsikan hubungan antar variabel, mengendalikan variabel, mendefinisikan variabel secara operasional, memperoleh dan menyajikan data, menganalisis data,
merumuskan hipotesis, merancang penelitian, dan melakukan penyelidikan/percobaan. Indikator keterampilan proses sains terpadu ditunjukkan
pada Tabel berikut.
Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains terintegrasi
Keterampilan
Terpadu
Merumuskan
masalah

Mengidentifikasi
variabel
Mendeskripsikan
hubungan antar
variabel
Mengendalikan
variabel
Mendefinisikan
variabel secara
operasional
Memperoleh dan
menyajikan data
Menganalisis data

Indikator
Mampu menyatakan hubungan antara dua variabel,
mengajukan perkiraan penyebab suatu hal terjadi
dengan mengungkapkan bagaimana cara melakukan
pemecahan masalah.
Mampu mengidentifikasi semua variabel yang digunakan dalam percobaan.
Mampu mendeskripsikan hubungan antar variabel
yang digunakan dalam percobaan
Mampu mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi hasil percobaan, menjaga kekonstanannya
selagi memanipulasi variabel bebas.
Mampu menyatakan bagaimana mengukur semua
faktor atau variabel dalam suatu eksperimen.
Mampu menyajikan data hasil percobaan dalam
ben-tuk tabel, grafik, gambar dan bagan.
Mampu menganalisis data dari tabel, bagan maupun
grafik.
Mampu merumuskan hipotesis berdasarkan
permasa-lahan yang telah diberikan
Mampu merancang sebuah percobaan

Merumuskan
hipotesis
Merancang
percobaan/peneliti
an
Melakukan
Mampu melakukan kegiatan, mengajukan
Eksperimen
pertanyaan yang sesuai, menyatakan hipotesis,
mengidentifikasi dan mengontrol variabel,
mendefinisikan secara ope-rasional variabelvariabel, mendesain sebuah eksperimen yang jujur,
menginterpretasi hasil eksperimen.

16

D. Keterampilan Mengendalikan Variabel
Menurut Singarimbun (Moejiono dan Dimyati, 2006) variabel adalah suatu besaran yang dapat bervariasi atau berubah pada suatu situasi tertentu. Dalam penelitian ilmiah terdapat 3 (tiga) macam variabel yang penting, yaitu variabel manipulasi, variabel respon, dan variabel kontrol. Variabel yang secara sengaja diubah
disebut variabel manipulasi. Variabel yang berubah sebagai akibat pemanipulasian variabel manipulasi disebut variabel respon.

Di samping variabel manipulasi, terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil suatu percobaan atau eksperimen. Dalam suatu eksperimen, kita ingin dapat mengatakan bahwa variabel manipulasi adalah satu-satunya variabel yang berpengaruh terhadap variabel respon. Oleh karena itu, harus yakin bahwa faktor lain yang dapat memiliki suatu pengaruh dicegah untuk memberikan pengaruh. Variabel yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen, tetapi dijaga agar tidak memberikan pengaruh disebut variabel kontrol. Eksperimen yang dilakukan dengan
pengontrolan variabel seperti itu dapat disebut prosedur eksperimen yang benar.
Jadi mengontrol variabel berarti memastikan bahwa segala sesuatu dalam suatu
percobaan adalah tetap sama kecuali satu faktor (Tim PLPG Universitas Negeri
Makassar, 2010).

E. Keterampilan Mendefinisikan Variabel Secara Operasional
Menurut Moejiono dan Dimyati (2006) mendefinisikan variabel secara operasional adalah perumusan suatu definisi yang berdasarkan pada apa yang mereka lakukan atau apa yang mereka amati. Suatu definisi operasional mengatakan bagaimana sesuatu tindakan atau kejadian berlangsung, bukan apakah tindakan atau keja-

17

dian itu. Mendefenisikan secara operasional suatu variabel berarti menetapkan
tindakan apa yang dilakukan dan penga-matan apa yang akan dicatat.

F. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran melalui LC 3E, terutama dalam membelajarkan materi asam basa,
merupakan pembelajaran siklus belajar mengharuskan siswa membangun sendiri
pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan melalui arahan dan bimbingan guru. Model pembelajaran ini memiliki tiga langkah sederhana, yaitu fase
eksplorasi (exploration), fase penjelasan konsep (explaination), dan fase penerapan konsep (elaboration). Fase eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk mengamati pada saat melakukan percobaan, mengamati data-data larutan asam dan basa
pada kehidupan sehari-hari dan yang ada di laboratorium yang mengarahkan siswa untuk berfikir lebih lanjut dan mengakibatkan timbulnya pertanyaan-pertanyaan dari dalam diri siswa yang tidak bisa dijawabnya. Pertanyaan-pertanyaan ini
menandakan kesiapan siswa untuk menempuh fase penjelasan konsep. Fase penjelasan konsep (explaination), pada fase ini berdasarkan data-data larutan asam
basa menurut Arrhenius dan data-data derajat keasaman dari beberapa larutan
asam dan basa, selanjutnya siswa dibimbing untuk menggolongkan larutan asam
basa menurut Arrhenius dan siswa diminta untuk menemukan konsep pH dan
pOH serta hubungan antara pH, pOH dan pKw. Pada fase penerapan konsep
(elaboration), siswa diajak untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang
lain, misalnya menghitung pH beberapa larutan yang konsentrasinya sudah diketahui dan menentukan sifat suatu larutan berdasarkan hasil percobaan yang diberikan oleh guru.

18

Melalui pembelajaran dengan menggunakan LC 3E, siswa diajak mencari tahu
jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Sehingga guru dapat melatihkan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara
operasional kepada siswa sebagai salah satu komponen dalam keterampilan poses
sains terintegrasi. Keterampilan Proses Sains Terintegrasi merupakan bagian dari
keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains terintegrasi dimaksudkan
untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan
berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu
atau pengetahuan. Pembelajaran kimia yang demikian memberikan pengalaman
belajar pada siswa sebagai proses dengan menggunakan sikap ilmiah agar mampu
memiliki pemahaman melalui fakta-fakta yang mereka temukan sendiri, sehingga
mereka dapat menemukan konsep, hukum, dan teori, serta dapat mengaitkan dan
menerapkan pada kehidupan. Dengan berpikir apabila pembelajaran seperti ini
diterapkan pada pembelajaran kimia di kelas diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional.

G. Anggapan Dasar
Beberapa hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Siswa kelas XI IPA SMAN 1 Way Jepara Tahun 2012-2013 yang menjadi
subjek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam kemampuan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional;

19

2. Perbedaan kemampuan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel
secara operasional materi asam basa semata-mata karena perbedaan perlakuan
dalam proses pembelajaran; dan
3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan kemampuan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional materi asam basa
siswa kelas XI IPA SMAN 1 Way Jepara Tahun 2012-2013 diabaikan.

H. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah pembelajaran materi asam basa melalui model pembelajaran LC 3E dapat meningkatkan kemampuan mengendalikan variabel
dan kemampuan mengidentifikasi variabel secara operasional.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Way Jepara Kabupaten Lampung Timur
pada bulan Desember 2012 sampai dengan Mei 2013.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMAN 1 Way
Jepara Tahun Ajaran 2012-2013 yang berjumlah 124 siswa dan tersebar dalam
empat kelas yang masing-masing kelas terdiri atas 30 sampai 32 siswa. Selanjutnya dari populasi tersebut diambil sebanyak dua kelas untuk dijadikan sampel penelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yaitu kelas XI IPA 3 yang akan diberi perlakuan dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol yaitu kelas XI IPA 2.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan menggunakan Non
Eqiuvalent (Pretest-Posttest) Control Group Design (Creswell, 1997) dengan
urutan kegiatan seperti yang terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Desain penelitian
Pretes
Kelas eksperimen
Kelas kontrol

O1
O1

Perlakuan
X1
-

Postes
O2
O2

21

Dengan keterangan O1 adalah pretes yang diberikan sebelum diberikan perlakuan,
O2 adalah postes yang diberikan setelah diberikan perlakuan, X1 adalah perlakuan
berupa model pembelajaran LC 3E.

Dalam proses pengambilan sampel, peneliti ingin mendapatkan kelas dengan
tingkat keterampilan mengendaliakan dan mendefinisikan variabel secara operasional yang sama, maka peneliti memilih teknik purposive sampling. Purposive
sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifatsifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Syaodih, 2009).

Dalam pelaksanaannya peneliti meminta bantuan pihak sekolah, yaitu guru bidang
studi kimia yang memahami karakteristik siswa di sekolah tersebut untuk menentukan dua kelas dengan tingkat kemampuan yang sama dan peneliti mendapatkan
kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 sebagai sampel penelitian. Kelas XI IPA 3 sebagai
kelas eksperimen yang mengalami pembelajaran melalui model LC 3E, sedangkan
kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol yang mengalami pembelajaran konvensional.

D. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa data hasil tes mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional sebelum penerapan pembelajaran (pretes) dan hasil tes mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional setelah penerapan pembelajaran (postes). Data
ini bersumber dari seluruh siswa kelas eksperimen dan seluruh siswa kelas kontrol.

22

E. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Sebagai
variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model pembelajaran LC 3E. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan proses sains terintegrasi
(keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional) pada materi pokok asam basa.

F. Instrumen dan Validitas Penelitian
1. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah:
a. Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menggunakan model pembelajaran LC 3E.
b. Pemetaan SK/KD, silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang sesuai dengan standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
c. Kisi-kisi soal, soal pretes dan postes yang dapat melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional yang berjumlah masing-masing 4 soal uraian.

2. Validitas Instrumen
Agar data yang diperoleh sahih dan dapat dipercaya, instrumen soal yang digunakan harus valid, bersifat reliabel atau ajeg, dapat membedakan kelompok atas dan
kelompok bawah, serta memiliki taraf kesukaran yang tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sulit. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen
yang akan digunakan. Dalam konteks pengujian instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu cara judgment atau penilaian, dan pengujian empirik.

23

Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal
ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara
tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya.
Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah:
1. Observasi Pendahuluan
Tujuan observasi pendahuluan:
a. Peneliti meminta izin kepada Kepala SMAN 1 Way Jepara untuk melaksanakan penelitian.
b. Peneliti menentukan pokok bahasan yang akan diteliti berdasarkan karakteristik materi yang cocok untuk diterapkan model pembelajaran LC 3E.
c. Peneliti menentukan populasi dan sampel penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan, peneliti menyusun analisis konsep, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), soal pretes dan postes.
b. Tahap pelaksanaan penelitian, adapun prosedur pelaksanaan penelitian adalah
(1) melakukan pretes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol; (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi asam basa
sesuai dengan pembelajaran yang telah ditetapkan di masing-masing kelas, mo-

24

del pembelajaran LC 3E diterapkan di kelas eksperimen serta pembelajaran
konvensional diterapkan di kelas kontrol; (3) melakukan postes dengan soalsoal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol; dan (4) melakukan
tabulasi dan analisis data.

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan
di bawah ini:
Observasi Pendahuluan

Menentukan Populasi dan Sampel

Mempersiapkan instrumen dan perangkat pembelajaran

Validasi instrumen

Kelas Eksperimen

Pretest

Pembelajaran LC 3E

Posttest

Analisis Data

Pembahasan dan simpulan

Gambar 1.1 Prosedur pelaksanaan penelitian

Kelas Kontrol

Pembelajaran konvensional

25

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Teknik Analisis Data
Tujuan analisis data adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan
untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan
hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
a. Perhitungan Nilai Siswa
Nilai pretes dan postes pada penilaian keterampilan mengendalikan variabel dan
keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional dirumuskan sebagai
berikut:

Nilai siswa

Jumlah skor jawaban yang diperoleh
x 100
Jumlah skor maksimal

Data yang diperoleh kemudian dianalisis, dengan menghitung gain yang selanjutnya digunakan pengujian hipotesis.

b. Perhitungan n-Gain

Untuk mengetahui keterampilan mengendalikan variabel dan keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional pada materi pokok asam basa antara model
pembelajaran LC 3E dengan pembelajaran konvensional, maka dilakukan analisis
skor gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pretes dan postes dari kedua kelas. Rumus N-gain (g) menurut Hake
(1999) adalah sebagai berikut:

n - Gain (g)

nilai posttest - nilai pretest
nilai maksimal ideal - nilai pretest

26

2.

Pengujian hipotesis

a. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal
dari sampel yang berdistribusi normal atau tidak . Adapun hipotesis untuk uji
normalitas adalah sebagai berikut.
Ho = data penelitian berdistribusi normal
H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal
Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

= uji Chi- kuadrat
fo = frekuensi observasi
fe = frekuensi harapan

Data akan berdistribusi normal jika χ2 hitung ≤ χ2 tabel dengan taraf signifikan 5%
dan derajat kebebasan dk = k – 3 (Sudjana, 2005)
b. Uji homogenitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas yang dibandingkan memiliki nilai rata-rata dan varians identik.
Untuk uji homogenitas dua varians ini rumusan hipotesisnya adalah:
H0 : σ12 = σ22 Kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen.
2
2
H1 : σ1 ≠ σ2 Kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang tidak
homogen.
Sedangkan untuk uji homogenitas kedua varians kelas sampel, digunakan uji
kesamaan dua varians, dengan rumusan statistik :

27

dengan

Keterangan:
S = simpangan baku
x = n-Gain siswa
= rata-rata n-Gain
n = jumlah siswa
Dengan kriteria uji adalah terima

jika

<

pada taraf nyata 5%

(Sudjana, 2005).

c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Uji perbedaan dua rata-rata dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik,
hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1) sehingga rumusan hipotesis menjadi:
a. Hipotesis satu (keterampilan mengendalikan variabel)
H0 : µ 1x≤ µ2x
H0 : Rata-rata n-Gain keterampilan mengendalikan variabel siswa pada materi
pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran
LC 3E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain keterampilan mengendalikan variabel siswa dengan pembelajaran konvensional.
H1 : µ 1x> µ 2x
H1 : Rata-rata n-Gain keterampilan mengendalikan variabel siswa pada materi
pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran
LC 3E lebih tinggi dari pada rata-rata n-Gain keterampilan mengendalikan
variabel siswa dengan pembelajaran konvensional.

28

b.

Hipotesis dua (keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional)

H0 : µ 1y≤ µ2y
H0 : Rata-rata n-Gain keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional
siswa pada materi pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui
model pembelajaran LC 3E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain
keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional siswa dengan
pembelajaran konvensional.
H1 : µ 1y> µ 2y
H1 : Rata-rata n-Gain keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional
siswa pada materi pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui
model pembelajaran LC 3E lebih tinggi dari pada rata-rata n-Gain keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional siswa dengan pembelajaran
konvensional.
Keterangan:
µ 1 : Rata-rata n-Gain(x,y) pada materi asam basa yang diterapkan melalui model
pembelajaran LC 3E
µ 2 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi asam basa yang diterapkan pembelajaran
konvensional
x : keterampilan mengendalikan variabel
y : keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional

Uji statistik ini sangatlah bergantung pada homogenitas kedua varians data, karena
kedua varians kelas sampel homogen (σ12 = σ22), maka uji yang dilakukan
menggunakan rumus yang mengacu pada Sudjana (2005) sebagai berikut :

t

x1 - x 2
1 1
S
n1 n 2

dengan

S

2

n 1 1 s 12 n 2 1 s 22
n1 n 2 - 2

29

Keterangan:
t = Koefisien t
x 1 = Mean n-Gain keterampilan mengendalikan variabel/ keterampilan mendefinisikan variabel secara operasioanal kelas eksperimen
x 2 = Mean n-Gain keterampilan mengendalikan variabel/ keterampilan mendefinisikan variabel secara operasioanal kelas kontrol
2
s 1 = Varians kelas eksperimen

s 22
s2
n1
n2

= Varians kelas kontrol
= Varians kedua kelas
= Jumlah sampel kelas eksperimen
= Jumlah sampel kelas kontrol

dengan kriteria pengujian terima Ho jika t

t1 - dan tolak Ho jika mempunyai

harga-harga lain.

Langkah selanjutnya, yaitu mencari harga t tabel pada tabel distribusi t dengan
level signifikan 0,05 dan dk

n1

n 2 - 2 untuk

2
1

2
2

, kemudian memban-

dingkan harga t hitung dengan t tabel dan menarik kesimpulan.

49

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R. I. 2008. Learning To Teach. Edisi VII. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara.
Jakarta.
Bell, G.M.E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches.
Sage Publications. London.
Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum
2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Diawati, C. 2011. Efektivitas Pembelajaran Learning Cycle 3E pada Konsep Reaksi
Oksidasi Reduksi untuk Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan
Mengelompokkan. Seminar Nasional Pendidikan MIPA. Unila
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Djamarah, S. B. dan Zain, A. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.
Jakarta.
Fadiawati, N. dan Chansyanah D. 2011. The Problem-Based Learning Model to
Incrase Students Skills in Communication, Classification, and Comprehension
of Acid-Base Concepts. Seminar Nasional Pendidikan. Unila
Fajaroh, F. dan I W. Dasna. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar. September
2007. FMIPA UM. 10 Desember 2012 (online)
http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan-modelsiklus-belajar-learning-cycle.
Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Berbasis
Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju
Reaksi (PTK Pada Siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 1 Bandar Lampung TP 20092010). Skripsi.FKIP UNILA. Bandar Lampung.

50

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan
Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The
International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.
Herman, Heni. 2010. Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa dan
Penguasaan Konsep Materi Asam Basa Melalui Pembelajaran Kooperatif tipe
Numbered Head Together. Skripsi. Universitas Lampung. Bandarlampung
Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah
Semlok Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan Piloting JICA. FMIPA
UM.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. PT
Refika Aditama. Bandung.
Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkaat Satuan Pendidikan
(KTSP). Kencana Prenada Media Group. Bandung.
Sagala, S. 2010 . Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung
Septiana, C. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran problem solving pada Materi
Asam-Basa dalam Meningkatkan Keterampilan Memprediksi pada Siswa.
Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung
Sunal, D. W. The Learning Cycle: A Comparison of Models of Strategies for
Conceptual Reconstruction: A Review of the Literature. - - -.Desembe 2012.
http://astlc.ua.edu/ScienceInElem&MiddleSchool/565LearningCycleComparingModels.htm. 3 September 2011.
Suparno, A. S. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta.
Suri, F.I. 2011. Efektifitas Model Pembelajaran Learning Cycle 3E pada Materi
Kesetimbangan Kimia dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan
dan Interpreta

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E (LC 3E) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN KLASIFIKASI SISWA PADA MATERI POKOK HIDROKARBON

0 7 49

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E (LC 3E) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SISWA PADA MATERI POKOK HIDROKARBON

0 12 52

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI POKOK KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

0 9 48

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI

0 12 52

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI ASAM BASA

0 4 43

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP

2 12 44

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

0 12 43

PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGIDENTIFIKASI VARIABEL DAN MENDESKRIPSIKAN HUBUNGAN ANTAR VARIABEL

0 8 40

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENGANALISIS KEMAMPUAN MEMBERIKAN ALASAN DAN MENGINTERPRETASI SUATU PERNYATAAN

0 2 43

PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMEPEROLEH DAN MENYAJIKAN SERTA MENGANALISIS DATA

0 2 42