EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI ASAM BASA

(1)

DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI ASAM BASA

Oleh

RYZAL PERDANA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN

DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI ASAM BASA

Oleh

RYZAL PERDANA

Ketepatan pendidik dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran mempe-ngaruhi tingkat keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep. Keterampilan

mengkomunikasikan dan penguasaan konsep yang dilatihkan mela-lui model pembelajaran yang tepat akan menghantarkan siswa pada pembelajaran yang lebih bermakna. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh model pembel-ajaran yang efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep siswa pada materi asam basa. Model pembelajaran Learning Cycle 3E terdiri dari 3 fase yaitu fase eksplorasi (exploration), fase penjelasan konsep (explaination) dan fase penerapan konsep (elaboration).

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 pekalongan kelas XI IPA 1 dan

XI IPA4 semester genap tahun ajaran 2012-2013 yang memiliki karakteristik hampir

sama. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Non Equivalent

(Pretest and Posttest) Control Group Design. Efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 3E diukur berdasarkan peningkatan gain yang signifikan. Hasil penelitian


(3)

iii menunjukkan nilai rata-rata N-gain keterampilan mengkomunikasikan untuk kelas

kontrol dan eksperimen masing-masing 0,55 dan 0,66 dan rata-rata N-gain penguasaan konsep untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,53 dan 0,65.

Berdasarkan uji hipotesis, diketahui bahwa kelas dengan pembelajaran Learning - Cycle 3E memiliki keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep yang lebih tinggi dibandingkan kelas dengan pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran Learning Cycle 3E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep siswa.

Kata kunci: pembelajaran Learning Cycle 3E, keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep


(4)

(5)

(6)

xii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... . xv

DAFTAR GAMBAR... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Konstruktivisme ... 8

B. Efektifitas Pembelajaran ... 11

C. Learning Cycle 3E ... 13

D. Keterampilan Proses Sains ... 17

E. Penguasaan Konsep ... 19

F. Kerangka Pemikiran... 20

G. Anggapan Dasar ... 22

H. Hipotesis Umum………... 22

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi ... 23


(7)

xiii

D. Jenis Dan Sumber Data ... 24

E. Desain Dan Metode Penelitian ... 24

F. Instrumen Penelitian ... 25

G. Pelaksanaan Penelitian ... 26

H. Teknik Analisis Data Dan Pengujian Hipotesis ... 28

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 33

B. Pembahasan ... 39

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 46

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Analisis Konsep... 47

2. Pemetan SK-KD... 51

3. Silabus Kelas Eksperimen ... 55

4. RPP Kelas Eksperimen ... 72

5. Lembar Kerja Siswa ... 109

6. Soal Pretest dan posttest ... 134

7. Pedoman Penskoran Pretest dan Posttest ... 140

8. Kisi-kisi soal pretest dan posttest ... 150


(8)

xiv 12. Lembar observasi kinerja guru ... 184 13. Surat Keterangan Penelitian ... 188


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai pengala-man belajar. Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan di dalam kelas dalam seluruh proses pendidikan di sekolah. Hal ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan salah satunya tergantung pada proses belajar yang dialami sis-wa selama pembelajaran berlangsung. Selain itu, suasana belajar yang dikem-bangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan belajar siswa.

Pelajaran kimia adalah salah satu dari pelajaran dalam rumpun sains yang meru-pakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan lain-lain. Ilmu kimia dapat pula memenuhi keinginan seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mempela-jari materi dan perubahannya, menanamkan metode ilmiah, mengembangkan ke-mampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan dan memupuk ketekunan serta ketelitian kerja (Depdiknas, 2003).

Untuk mempelajari kimia tidak hanya dengan pemberian fakta dan konsep saja, tetapi bagaimana siswa dilatih untuk menemukan fakta dan konsep tersebut.


(10)

Tetapi faktanya, penyajian pelajaran kimia di SMA sering diarahkan hanya pada penguasaan konsep, sehingga sangat sedikit menyentuh aspek lain seperti sikap ilmiah dan pengembangan ketrampilan proses.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMAN 1 Pekalongan

Lampung Timur, menunjukkan bahwa hasil belajar kimia siswa masih rendah dan pembelajaran masih menerapkan metode ceramah yang disertai latihan soal, ta-nya jawab, dan diskusi kelas sehingga menyebabkan kebata-nyakan siswa kurang dapat memahami materi tersebut dan terlihat dari aktivitas siswa yang lebih ba-nyak mengobrol dengan teman selama pembelajaran berlangsung. Hal ini berten-tangan dengan kurikulum yang digunakan di sekolah ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dalam proses pembelajarannya menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator. Namun, pada kenyataanya paradigma lama yaitu guru merupakan pu-sat kegiatan belajar di kelas (teacher-centered) masih dipertahankan dengan ala-san pembelajaran seperti ini adalah yang paling praktis dan tidak menyita banyak waktu.

Kegiatan pembelajaran KTSP menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pelajaran setelah proses pembelajaran. Salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa SMA kelas XI semester genap pada pembe-lajaran kimia adalah dapat membedakan dan mengkomunikasikan larutan asam basa melalui percobaan. Untuk itu seorang pendidik perlu mempertimbangkan pemilihan model pembelajaran yang tepat dan inovatif yang mampu meningkat-kan keaktifan belajar siswa. Model pembelajaran yang sesuai adalah model


(11)

pembelajaran yang dapat menarik minat dan gairah belajar siswa, sehingga siswa aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat me-ningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep siswa ada-lah model pembelajaran Learning Cycle 3E.

Model pembelajaran LC 3-E adalah pembelajaran yang dilakukan melalui serang-kaian tahap (fase pembelajaran) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga sis-wa dapat menguasai kompetensi. Tahap-tahap (fase pembelajaran) ini diorganisa-si sedemikian rupa sehingga diorganisa-siswa dapat menguasai kompetendiorganisa-si. Fase-fase pem-belajaran tersebut meliputi: (1) fase eksplorasi (exploration); (2) fase penjelasan konsep (explaination); dan (3) fase penerapan konsep (elaboration). Pada fase eksplorasi (exploration), guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum. Fase penjelasan konsep (explaination), siswa lebih aktif untuk menentukan atau mengenal suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang telah di-peroleh sebelumnya di dalam fase eksplorasi. Fase penerapan konsep ( elabora-tion), dimaksudkan mengajak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh keja-dian yang lain, baik yang sama tingkatannya ataupun yang lebih tinggi tingkatan-nya.

Berdasarkan uraian di atas dengan demikian, model pembelajaran LC 3E dapat memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan berbagai kemampuan yang dimilikinya, diantaranya kemampuan mengamati dan menafsirkan pengama-tan terhadap fenomena alam, mencari, mengumpulkan, mengidentifikasi,


(12)

menggu-nakan alat/bahan, menerapkan konsep, merencamenggu-nakan penelitian, mengkomunika-sikan, dan serta menyimpulkan suatu data. Kemampuan-kemampuan ini tidak lain merupakan indikator-indikator Keterampilan Proses Sains ( KPS ). KPS pa-da pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk mem-peroleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. Melatihkan KPS bertu-juan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa.

Satu hal yang tidak akan terlepaskan dalam keterampilan proses sains adalah kete-rampilan mengkomunikasikan. Ketekete-rampilan mengkomunikasikan penting bagi siswa dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah yang kelak mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pengamatan langsung, seperti melakukan percobaan dan mengamati suatu data percobaan pada materi asam basa siswa di-tuntut mampu menjelaskan data hasil pengamatan, mendiskusikan hasil perco-baan, membaca tabel dan menyimpulkan suatu data. Kemampuan-kemampuan ini tidak lain merupakan indikator keterampilan mengkomunikasikan. Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung pembelajaran LC 3-E ini mampu meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan.

Hasil penelitian Fitri (2010) yang dilakukan pada siswa SMA Budaya Bandar Lampung kelas X, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pe-nerapan model pembelajaran Learning Cycle 3 E mampu meningkatkan keteram-pilan berkomunikasi dan penguasaan konsep pada materi reaksi oksidasi reduksi. Selanjutnya, hasil penelitian Rosilawati (2011) yang dilakukan pada mahasiswa pendidikan kimia Universitas Lampung, menunjukkan bahwa pembelajaran


(13)

dengan menggunakan penerapan model pembelajaran LC 3E mampu meningkat-kan keterampilan berkomunikasi siswa pada materi Alkil Halida

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle 3 E dalam

Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Asam Basa ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana efektivitas pembelajaran LC 3 E pada materi pokok asam basa

dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan siswa SMA Negeri 1 Pekalongan?

2. Bagaimana efektivitas pembelajaran LC 3 Epada materi pokok asam basa dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa SMA Negeri 1 Pekalongan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan model pembelajaran learning cycle 3E yang efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep siswa kelas XI IPA pada materi asam basa.

D.Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah:


(14)

1. Bagi siswa:

Pembelajaran LC 3E diharapkan dapat meningkatkan keterampilan mengkomu-nikasikan dan penguasaan konsep pada materi pokok asam basa sehingga dapat mempermudah siswa untuk memahami materi pelajaran.

2. Bagi Guru dan calon Guru:

Memberi inspirasi bagi guru dalam menerapkan model pembelajaran LC 3E, selain itu sebagai model pembelajaran alternatif yang baik pada materi pokok asam basa maupun materi lain yang memiliki karakteristik yang sama.

3. Bagi Sekolah

Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E.Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Lokasi penelitian di SMA Negeri 1 Pekalongan Lampung Timur. 2. Efektivitas pembelajaran learning cycle 3E ditunjukkan dengan adanya

perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (peningkatan n-Gain yang signifikan). (Wicaksono, 2008)

3. Penguasaan konsep asam basa merupakan nilai siswa-siswi pada materi asam basa yang diperoleh melalui pretest dan posttest.

4. Indikator keterampilan proses sains yang diamati dalam penelitian ini adalah keterampilan mengkomunikasikan meliputi memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan tabel, menjelaskan hasil


(15)

percobaan, membaca tabel, mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

5. Model pembelajaran Learning Cycle 3 E adalah salah satu model pembelajaran berbasis konstruktivisme yang terdiri dari 3 fase yaitu (1) Fase eksplorasi (exploration); (2) Fase penjelasan konsep (explaination); (3) Fase penerapan konsep (elaboration). Dalam penerapan pembelajaran ini menggunakan media LKS.


(16)

8 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah kons-truksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan ( realitas). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu ti-ruan dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.

Menurut Slavin dalam Trianto (2010) teori pembelajaran konstruktivisme

merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar mema-hami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengeta-hui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, mela-inkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti haki-kat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu ten-tang sesuatu Suparno ( 1997 ).


(17)

Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno (1997) sebagai berikut:

1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.

2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.

3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengem-bangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri.

4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.

5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

Menurut Sagala ( 2010 ) konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengeta-huan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih mene-kankan pada strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.

Pembelajaran Learning Cycle 3-E merupakan model pembelajaran yang dikem-bangkan berdasarkan teori konstruktivisme. Teori konstruktivisme lahir dari ide Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme Piaget menekankan pada perkembangan kognitif anak sedangkan konstruktivisme Vygotsky menekankan pada perkem-bangan sosial anak.


(18)

1. Teori konstruktivisme kognitif Piaget

Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangaun sendiri pengetahuannya dari pengalamanya sendiri dengan ling-kungan.

Menurut Piaget dalam Trianto (2007) :

pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pem-ikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.

Perkembangan kognitif merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ke-tidakseimbangan dan keadaan keseimbangan. Dalam hal ini peran guru adalah se-bagai fasilitator dan buku sese-bagai pemberi informa

Menurut Jean Piaget dalam Bell (1994) :

Belajar adalah interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan. Artinya, pengetahuan itu suatu proses, bukannya suatu “barang”. Karena itu untuk memahami pengetahuan orang dituntut untuk mengenali dan

menjelaskan

berbagai cara bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam proses pembelajaran Jean Piaget dalam Bell (1994), menyarankan:

Penggunaan metode aktif yang menghendaki siswa menemukan kembali atau merekonstruksi kebenaran-kebenaran yang harus dipelajarinya. Guru

berperan mengatur dan menciptakan situasi dan menyajikan masalah yang berguna.

2. Teori konstruktivisme sosial Vygotsky

konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial dalam belajar. Konstruktivisme Vygotsky memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognitif diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks sosial budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan


(19)

sian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri inter-nal. Dalam hubungan ini, Vygotsky lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.

Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu, guru atau orang dewasa.

B. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan ting-kat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010), model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pema-haman awal dengan pemapema-haman setelah pembelajaran (ditunjukkan dengan gain yang signifikan).

Kriteria keefektifan menurut Wicaksono (2008) mengacu pada:

1. Ketuntasan belajar, pembelajaran, dapat dikatakan tuntas apabila

sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 60 dalam peningkatan hasil belajar.

2. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelaja-ran (gain yang signifikan).

3. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan.


(20)

Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau men-capai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat daya fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat kepuasaan pengguna/client.

Menurut Eggen dan Kauchak dalam Warsita (2008), menyatakan bahwa suatu pembelajaran akan efektif bila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisa-sian dan penemuan informasi (pengetahuan). Hasil pembelajaran tidak saja me-ningkatkan pengetahu-an, melainkan meme-ningkatkan keterampilan berpikir. De-ngan demikian dalam pembelajaran perlu diperhatikan aktivitas siswa selama me-ngikuti proses pembelajaran. Semakin siswa aktif, pembelajaran akan semakin efektif. Minat juga akan mempengaruhi proses belajar mengajar. Jika tidak ber-minat untuk mempe-lajari sesuatu maka tidak dapat diharapkan siswa akan belajar dengan baik dalam mempelajari hal tersebut. Jika siswa belajar sesuatu dengan minatnya maka dapat diharapkan hasilnya akan lebih baik. Ada beberapa ciri pembelajaran efektif yang dirumuskan oleh Eggen & Kauchak dalam Warsita (2008) adalah:

1. Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi

berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan.

2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran.

3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. 4. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada

peser-ta didik dalam menganalisis informasi.

5. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir.

6. Guru menggunakan teknik pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya pembelajaran guru.


(21)

C. Learning Cycle 3E

Learning Cycle (LC) merupakan salah satu model perencanaan yang telah diakui dalam pendidikan, khususnya pendidikan IPA. Model ini merupakan model yang mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk me-ngembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Learning Cycle merupa-kan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pembelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Walaupun fase-fase Learning Cycle dapat dijelaskan dengan teori Piaget, Learning Cycle juga pada dasarnya la-hir dari paradigma konstruktivisme belajar yang lain termasuk teori konstruktivis-me sosial Vygotsky dan teori belajar bermakna Ausubel (Dasna, 2005). Learning Cycle melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi pebelajar untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan ling-kungan fisik maupun sosial.

Menurut Hudojo dalam Kamdi (2007) menyatakan implementasi Learning Cycle

dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivis yaitu:

1. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa.

2. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu 3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang

merupakan pemecahan masalah.

Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, seperti dalam falsafah behaviorisme, tetapi merupakan proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan


(22)

langsung. Proses pembelajaran demikian akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri pebelajar menjadi pengetahuan fungsional yang setiap saat dapat diorganisasi oleh pebelajar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa membangun sen-diri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing langsung oleh guru.

Menurut Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007) mengungkapkan bahwa:

Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC

adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat

menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Learning Cycle3 Phase (LC 3E) terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), penjelasan konsep (concept introduction/ explaination), dan penerapan konsep (elaboration).

Pada tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inde-ranya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegia-tan-kegiatan seperti melakukan eksperimen, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium)

yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menem-puh fase penjelasan konsep.


(23)

Pada fase penjelasan konsep, diharap-kan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimi-liki siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti mene-laah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada fase terakhir, yakni penerapan konsep, siswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui berbagai kegiatan-kegiatan seperti problem solving atau melakukan percobaan lebih lanjut. Fase penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.

Efektivitas implementasi model pembelajaran Learning Cycle 3E biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pem-belajaran tersebut ternyata belum memuaskan, maka belum dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding siklus sebelumnya de-ngan cara meng-antisipasi kelemahan-kelemahan siklus sebelumnya, sampai ha-silnya memuaskan. (Fajaroh dan Dasna, 2007)

Menurut Cohen dan Clough dalam Fajaroh dan Dasna (2007) menyatakan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 3E merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru, penerapan strategi ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegia-tan pembelajaran. Sedangkan bila ditinjau dari dimensi peserta didik, penerapan strategi ini memberi keuntungan sebagai berikut :

1. Meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.


(24)

2. Membantu mengembangkan sikap ilmiah peserta didik.

3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi dan diperkirakan menurut Soebagio dalam Kamdi (2007) sebagai berikut:

1. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran

2. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran

3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi 4. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun

rencana dan melaksanakan pembelajaran.

Lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar model pembelajaran Learning Cycle 3E berlangsung secara konstruktivistik adalah:

a. Tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa,

b. Tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan, c. Terjadinya transmisi sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan

lingkungannya,

d. Tersedianya media pembelajaran,

e. Kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.

D. Keterampilan Proses Sains

Menurut Hariwibowo dalam Fitriani (2009) mengemukakan:

kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia


(25)

seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas.

Hartono dalam Fitriani (2009) mengemukakan:

Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pem-belajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya proses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.

Penerapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya sudah dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2004):

Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya keterampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa.

Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa.

Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan dalam Fitriani (1999) keterampilan proses sains dibagi menjadi dua antara lain: 1) Keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill), meliputi observasi,


(26)

Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains dasar

2) Keterampilan proses terpadu (Intergated Science Proses Skill), meliputi me-rumuskan hipotesis, menamai variabel, mengontrol variabel, membuat definisi operasional, melakukan eksperimen, interpretasi, merancang penyelidikan, dan aplikasi konsep.

Keterampilan mengkomunikasikan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) adalah sebagai berikut.

Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Grafik, bagan, peta, lambang-lambang, diagram,

persamaan matematik, dan demonstrasi visual, sama baiknya dengan kata-kata yang ditulis atau dibicarakan, semuanya adalah cara-cara komunikasi yang seringkali digunakan dalam ilmu pengetahuan.

Keterampilan dasar Indikator Observasi

(observing)

Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil

pengamatan. Klasifikasi

(Classifying)

Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Pengukuran (measuring)

Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan

pengukur-an ke satuan pengukuran lain. Mengkomunikasikan

(communicating)

Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel,

mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

Inferensi Mampu menjelaskan data hasil pengamatan dan menyimpulkan dari fakta yang terbatas.


(27)

Menurut Hartono (2007) kemampuan komunikasi siswa yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Kemampuan mengungkapkan gagasan secara tertulis. 2. Kemampuan menjelaskan hasil pengamatan.

3. Kemempuan menyusun dan menyampaikan hasil kerja. 4. Kemampuan menggambarkan data dengan grafik atau bagan. 5. Kemampuan mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel.

E. Penguasaan Konsep

Konsep merupakan salah satu pengetahuan awal yang harus dimiliki siswa karena konsep merupakan dasar dalam merumuskan prinsip-prinsip. Penguasaan konsep yang baik akan membantu pemakaian konsep-konsep yang lebih kompleks. Peng-uasaan konsep merupakan dasar dari pengPeng-uasaan prinsip-prinsip teori, artinya un-tuk dapat menguasai prinsip dan teori harus dikuasai terlebih dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan. Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan konsep dan keberhasilan siswa, maka diperlukan tes yang akan dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai tertentu. Penguasaan konsep juga merupakan suatu upaya pemahaman siswa untuk memahami hal-hal lain di luar pengetahuan sebelumnya. Jadi, siswa dituntut untuk menguasai materi-materi pelajaran selanjutnya.

Menurut Dahar (1998), konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama.Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan ber-hubungan satu sama lain, oleh karena itu siswa dituntut tidak hanya menghafal konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara satu konsep de-ngan konsep yang lainnya.


(28)

Piaget (Dimyati dan Madjiono, 2002) menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.

Posner (Suparno, 1997) menyatakan bahwa dalam proses belajar terdapat dua ta-hap perubahan konsep yaitu tata-hap asimilasi dan akomodasi. Pada tata-hap asimilasi, siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka miliki untuk berhadapan dengan fenomena yang baru. Pada tahap akomodasi, siswa mengubah konsepnya yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang mereka hadapi. Guru sebagai pengajar harus memiliki kemampuan untuk menciptakan kondisi yang kondusif agara siswa dapat menemukan dan memahami konsep yang diajar-kan. Hal ini sesuai dengan pendapat Toulmin (Suparno, 1997) yang menyatakan bahwa bagian terpenting dari pemahaman siswa adalah perkembangan konsep secara evolutif. Dengan terciptanya kondisi yang kondusif, siswa dapat mengua-sai konsep yang disampaikan guru. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang diberikan.

F. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran melalui Learning Cycle 3 E, terutama dalam membelajarkan materi asam basa, merupakan pembelajaran siklus belajar mengharuskan siswa memba-ngun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing oleh guru. Model pembelajaran ini memiliki tiga langkah sederhana, yaitu fase


(29)

eksplorasi (exploration), fase penjelasan konsep (explaination), dan fase penera-pan konsep (elaboration).

1. Fase eksplorasi (exploration), guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan melalui kegiatan praktikum.

2. Fase penjelasan konsep (explaination), siswa lebih aktif untuk menentukan atau mengenal suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang diperoleh sebe-lumnya di dalam fase eksplorasi.

3. Fase penerapan konsep (elaboration), dimaksudkan mengajak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama ataupun yang lebih tinggi tingkatannya.

Pembelajaran kimia yang demikian memberikan pengalaman belajar pada siswa seba-gai proses dengan menggunakan sikap ilmiah agar mampu memiliki pemaha-man melalui fakta-fakta yang mereka temukan sendiri, sehingga mereka dapat menemukan konsep, hukum, dan teori, serta dapat mengaitkan dan menerapkan pada kehidupan.

Dengan berpikir apabila pembelajaran seperti ini diterapkan pada pembelajaran kimia di kelas diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan mengkomunika-sikan dan juga penguasaan konsep, sehingga kemampuan mengkomunikamengkomunika-sikan dan penguasaan konsep siswa menggunakan pembelajaran ini akan lebih baik bila dibandingkan dengan kemampuan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional.


(30)

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa kelas XI semester genap SMA Negeri 1 Pekalongan tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi objek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep.

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan mengko-munikasikan dan penguasaan konsep siswa kelas XI semester genap SMA Negeri 1 Pekalongan tahun pelajaran 2012/2013 diabaikan

H. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

a. Pembelajaran materi pokok asam basa melalui Learning Cycle 3 E akan menghasilkan tingkat keterampilan mengkomunikasikan yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional

b. Pembelajaran materi pokok asam basa melalui Learning Cycle 3 E akan menghasilkan tingkat penguasaan konsep yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional.


(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1

Pekalongan tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 124 siswa dan tersebar dalam empat kelas yaitu XI IPA1, XI IPA2, XI IPA3 dan XI IPA4.

B. Sampel

Teknik pemilihan sampel yang digunakan yaitu teknik purposive sampling. Tek-nik purposive sampling dikenal juga sebagai sampling pertimbangan yaitu pe-ngambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan (berdasarkan saran dari ahli). Purposive sampling akan baik hasilnya ditangan seorang ahli yang menge-nal populasi (Sudjana, 2005).

Dalam hal ini seorang ahli yang dimintai pertimbangan dalam menentukan dua kelas yang akan dijadikan sampel adalah guru bidang studi kimia yang memahami karakteristik siswa dan peneliti mendapatkan kelas XI IPA 1 dan XI IPA 4 seba-gai sampel penelitian. Kelas XI IPA 1 sebaseba-gai kelas eksperimen yang mengguna-kan pembelajaran Learning Cycle 3E dan kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional.


(32)

C. Variabel Penelitian

Sebagai variabel bebasnya adalah model pembelajaran Learning Cycle3E dan pembelajaran konvensional, sedangkan variabel terikatnya adalah keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep pada materi asam basa siswa SMA Negeri 1 Pekalongan.

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat kuantitatif berupa data hasil tes keterampilan mengkomunikasikan dan pengua- saan konsep sebelum penerapan model pembelajaran (pretes) dan hasil tes kete-rampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep setelah penerapan model pembelajaran (postes).

Adapun data dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. data hasil pretes dan postes kelompok kontrol; dan 2. data hasil pretes dan postes kelompok eksperimen.

Adapun data pendukung yang bersifat kualitatif yaitu lembar aktifitas belajar siswa.

E. Desain dan Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah non equivalent (pretest and posttest) control group design (Craswell, 1997). Pada desain penelitian inimelihat per-bedaan pretest maupun posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Se-dangkan metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen.


(33)

Tabel.2 desain penelitian

Kelas Pretes Perlakuan Postes Kelas eksperimen O1 X O2

Kelas control O1 - O2

O1 adalah Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest, O2 adalah Kelas

eksperimen dan kelas kontrol diberi posttest. X adalah Pembelajaran kimia de-ngan menggunakan pembelajaran Learning Cycle 3E.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa soal pretest dan posttest

yang masing-masing terdiri atas soal penguasaan konsep yang berupa pilihan ja-mak dan soal keterampilan mengkomunikasikan dalam bentuk uraian. Dalam pelaksanaannya, kelas kontrol dan kelas eksperimen diberikan soal yang sama. Soal pretest dan posttest pada penelitian ini adalah materi asam-basa Arrhenius yang terdiri dari 10 butir soal pilihan jamak dan 2 butir soal uraian.

Soal pretest dan posttest ini menggunakan validitas isi, yaitu kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur (Ali, 1992). Validitas isi ini dilakukan dengan cara judgement. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi soal, terutama kesesuaian indikator, tujuan pembelajaran, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengum-pulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Oleh karena dalam melakukan judgement diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka dilakukan oleh dosen pembimbing untuk memvalidasinya.


(34)

G. Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah: 1. Observasi Pendahuluan

a. Meminta izin kepada kepala SMA Negeri 1 Pekalongan Lampung Timur. b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan

informasi tentang data siswa, karakteristik siswa, jadwal dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.

c. Menentukan pokok bahasan yang akan diteliti berdasarkan karakteristik materi yang cocok untuk diterapkannya pembelajaran Learning Cycle 3E.

d. Menentukan dua kelas sebagai kelas sampel.

2. Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

b. Menyusun perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses pem-belajaran di kelas, antara lain Rencana Pelaksanaan Pempem-belajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan instrumen tes

c. Tahap pelaksanaan penelitian

Pada tahap pelaksanaan penelitian, kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen

yang diterapkan pembelajaran Learning Cycle 3E, sedangkan pada kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontrol yang diterapkan pembelajaran konvensional.


(35)

a. Melakukan pretest dengan soal-soal yang sama pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

b. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi asam basa sesuai dengan pembelajaran yang telah ditetapkan di masing-masing kelas. c. Memberikan postest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen

dan kelas kontrol

d. Tabulasi dan menganalisis data

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut :

Penyusunan perangkat pembelajaran konvensional

1. Penyusunan kisi-kisi butir soal (pretest dan posttest) 2. Butir soal tes (pretest dan

posttest)

Penyusunan perangkat pembelajaran

LC 3E

Validasi pretest dan

posttest

Kelas kontrol Kelas eksperimen

Pretest Pretest

Pembelajaran konvensional

Pembelajaran LC 3E

Posttest Posttest

Tabulasi dan analisis data


(36)

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 1. Teknik analisis data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

a. Nilai siswa

Nilai pretest dan posttest dirumuskan sebagai berikut:

Nilai siswa =

b. Perhitungan n-Gain

Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran LC 3E dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep, maka dilakukan ana-lisis nilai gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui pe-ningkatan nilai pretest dan posttest dari kedua kelas. Rumus n-Gain menurut Meltzer sebagai berikut:

-

- -

2. Pengujian hipotesis a. Uji normalitas

Hipotesis untuk uji normalitas :

Ho = data penelitian berdistribusi normal H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal


(37)

Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : = uji Chi- kuadrat fo = frekuensi observasi

fe = frekuensi harapan

Data akan berdistribusi normal jika χ2 hitung ≤ χ2

tabel dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan dk = k – 3 (Sudjana, 2005).

b. Uji homogenitas

Karena pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumusan statistik uji kesamaan dua rata-rata uji satu pihak, yakni uji pihak kanan, maka untuk uji sta-tistik ini diperlukan pengujian homogenitas kedua varians kelas sampel.

Untuk uji homogenitas dua varians ini rumusan hipotesisnya adalah:

H0 :σ12= σ22 Data n-Gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians

yang homogen.

H1 : σ12≠ σ22 Data n-Gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians

yang tidak homogen.

Sedangkan untuk uji homogenitas kedua varians kelas sampel, digunakan uji kesamaan dua varians, dengan rumusan statistik :

dengan

̅

Keterangan:


(38)

x = n-Gain siswa

̅ = rata-rata n-Gain n = jumlah siswa

Dengan kriteria uji adalah terima jika < pada taraf nyata 5% (sudjana, 2005).

c. Uji perbedaan dua rata-rata

Rumusan hipotesis adalah sebagai berikut:

1) Hipotesis satu (keterampilan mengkomunikasikan)

H0 µ1x≤ µ2x : Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan siswa di

kelas yang diterapkan model pembelajaran LC 3E lebih rendah atau sama dengan siswa di kelas dengan pembelajaran

konvensional.

H1

:

μ 1x > μ 2x

:

Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan yang

diterapkan model pembelajaran LC 3E lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional.

2) Hipotesis dua (penguasaan konsep)

H0 : μ1y ≤μ 2y : Rata-rata n-Gain penguasaan konsep siswa di kelas yang

diterapkan model pembelajaran LC 3E lebih rendah atau sama dengan penguasaan konsep siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional.

H1

:

μ 1y > μ 2y

:

Rata-rata n-Gain penguasaan konsep siswa di kelas yang

diterapkan model pembelajaran LC 3E lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional.


(39)

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi asam-basa siswa pada kelas yang

diterapkan model pembelajaran LC3E

µ2 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi asam-basa siswa pada kelas dengan

pembelajaran konvensional x: keterampilan mengkomunikasikan y : penguasaan konsep

Selanjutnya berdasarkan jumlah sampel masing-masing kelas yaitu n1 = 30 dan n2

= 30, dengan n1 adalah kelas eksperimen dan n2 adalah kelas kontrol, serta data

berdistribusi normal dan bersifat homogen, maka yang dipakai adalah uji perbeda-an dua rata-rata dengperbeda-an menggunakperbeda-an uji statistik t. Rumus uji t yperbeda-ang mengacu pada Sudjana (2005) sebagai berikut:

̅̅̅

̅̅̅ √

Keterangan:

̅̅̅ = Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan/penguasaan konsep yang diterapkan model pembelajaran LC 3E.

̅̅̅ = Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan/penguasaan konsep yang diterapkan pembelajaran konvensional.

= Simpangan baku gabungan

= Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan model pembelajaran LC3E = Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional


(40)

= Simpangan baku n-Gain siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional

Dengan kriteria uji :


(41)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran Learning Cycle 3 E pada materi pokok asam-basa efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan.

2. Model pembelajaran Learning Cycle 3 E pada materi pokok asam-basa efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar lebih mem-perhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga

pembelajaran lebih maksimal.

2. Model pembelajaran Learning Cycle 3 E dapat dipakai sebagai alternatif model pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi asam basa dan materi lain dengan karakteristik materi yang sama.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, M. T. 1992. Metode Penelitian. Universitas Terbuka. Jakarta.

Arends, R.I. 2008. Learning To Teach. Edisi VII. Pustaka pelajar. Yogyakarta. Bell, G. M. E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Fajaroh, F., Dasna, I.W. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Universitas Negeri Malang. Malang.

Fitri, U. N.. 2010. Efektivitas Pembelajaran Learning Cycle 3 E untuk Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi dan Penguasaan Konsep Oksidasi Reduksi (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris Induktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sain untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju Reaksi (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Johari dan Rachmawati, M. 2007. Kimia SMA Kelas XI. Esis. Jakarta. Nur, M. 1998. Proses Belajar Mengajar dengan Metode Pendekatan

Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Priyanto dan Harnoko.1997. Perangkat Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta. Sagala, S. 2010 . Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipta. Jakarta. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif. Alfabeta. Bandung.


(43)

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Uno, H. B. Dan Nurdin, M. 2011. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Bumi Aksara. Jakarta.

Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Bumi Aksara. Jakarta


(1)

30

x = n-Gain siswa ̅ = rata-rata n-Gain n = jumlah siswa

Dengan kriteria uji adalah terima jika < pada taraf nyata 5% (sudjana, 2005).

c. Uji perbedaan dua rata-rata

Rumusan hipotesis adalah sebagai berikut:

1) Hipotesis satu (keterampilan mengkomunikasikan)

H0 µ1x≤ µ2x : Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan siswa di

kelas yang diterapkan model pembelajaran LC 3E lebih rendah atau sama dengan siswa di kelas dengan pembelajaran

konvensional.

H1

:

μ 1x > μ 2x

:

Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan yang

diterapkan model pembelajaran LC 3E lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional.

2) Hipotesis dua (penguasaan konsep)

H0 : μ1y ≤μ 2y : Rata-rata n-Gain penguasaan konsep siswa di kelas yang

diterapkan model pembelajaran LC 3E lebih rendah atau sama dengan penguasaan konsep siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional.

H1

:

μ 1y > μ 2y

:

Rata-rata n-Gain penguasaan konsep siswa di kelas yang

diterapkan model pembelajaran LC 3E lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional.


(2)

31

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi asam-basa siswa pada kelas yang

diterapkan model pembelajaran LC3E

µ2 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi asam-basa siswa pada kelas dengan

pembelajaran konvensional x: keterampilan mengkomunikasikan y : penguasaan konsep

Selanjutnya berdasarkan jumlah sampel masing-masing kelas yaitu n1 = 30 dan n2

= 30, dengan n1 adalah kelas eksperimen dan n2 adalah kelas kontrol, serta data

berdistribusi normal dan bersifat homogen, maka yang dipakai adalah uji perbeda-an dua rata-rata dengperbeda-an menggunakperbeda-an uji statistik t. Rumus uji t yperbeda-ang mengacu pada Sudjana (2005) sebagai berikut:

̅̅̅ ̅̅̅ √ Keterangan:

̅̅̅ = Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan/penguasaan konsep yang diterapkan model pembelajaran LC 3E.

̅̅̅ = Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan/penguasaan konsep yang diterapkan pembelajaran konvensional.

= Simpangan baku gabungan

= Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan model pembelajaran LC3E = Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional


(3)

32

= Simpangan baku n-Gain siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional

Dengan kriteria uji :


(4)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran Learning Cycle 3 E pada materi pokok asam-basa efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan.

2. Model pembelajaran Learning Cycle 3 E pada materi pokok asam-basa efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar lebih mem-perhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga

pembelajaran lebih maksimal.

2. Model pembelajaran Learning Cycle 3 E dapat dipakai sebagai alternatif model pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi asam basa dan materi lain dengan karakteristik materi yang sama.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, M. T. 1992. Metode Penelitian. Universitas Terbuka. Jakarta.

Arends, R.I. 2008. Learning To Teach. Edisi VII. Pustaka pelajar. Yogyakarta. Bell, G. M. E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Fajaroh, F., Dasna, I.W. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Universitas Negeri Malang. Malang.

Fitri, U. N.. 2010. Efektivitas Pembelajaran Learning Cycle 3 E untuk Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi dan Penguasaan Konsep Oksidasi Reduksi (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris Induktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sain untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju Reaksi (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Johari dan Rachmawati, M. 2007. Kimia SMA Kelas XI. Esis. Jakarta. Nur, M. 1998. Proses Belajar Mengajar dengan Metode Pendekatan

Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Priyanto dan Harnoko.1997. Perangkat Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta. Sagala, S. 2010 . Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipta. Jakarta. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif. Alfabeta. Bandung.


(6)

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Uno, H. B. Dan Nurdin, M. 2011. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Bumi Aksara. Jakarta.

Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Bumi Aksara. Jakarta


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP

0 3 35

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP

0 24 44

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA SISWA

0 10 57

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA SISWA

0 10 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA SISWA

0 25 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI- REDUKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP

0 8 61

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP

2 12 44

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

0 12 43

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI POKOK ASAM-BASA

0 14 53

EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

0 14 34