EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

Oleh

NI WAYAN METHANIA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


(2)

(3)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI Oleh

NI WAYAN METHANIA

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas model pembela-jaran Learning Cycle 3E pada materi kesetimbangan kimia dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa SMA Negeri 7 Bandar Lampung. Efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 3E diukur dengan berdasarkan peningkatan n-Gain yang signifikan.

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan non equivalent control group design. Teknik pemilihan sampel yang digunakan yaitu teknik purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandar Lampung dengan kelas XI IPA4 dan kelas XI IPA5 sebagai sampel.


(4)

dan 0,48. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji perbedaan dua rata-rata (uji-t). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada materi kesetimbangan kimia dengan model Learning Cycle 3E lebih tinggi daripada yang diterapkan pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan model Learning Cycle 3E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada materi kese-timbangan kimia.

Kata kunci : keterampilan inferensi, keterampilan mengkomunikasikan, model pembelajaran Learning Cycle 3E


(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme... 8

B. Model Pembelajaran Learning Cycle 3 Phase ... 11

C. Keterampilan Proses Sains ... 15

D. Keterampilan Mengkomunikasikan ... 17

E. Keterampilan Inferensi ... 18

F. Kerangka Pemikiran... 19

G. Anggapan Dasar ... 20

H. Hipotesis Umum ... 20

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21


(8)

vi

C. Metode dan Desain Penelitian ... 22

D. Variabel Penelitian ... 23

E. Instrumen Penelitian dan Validitasnya ... 23

F. Langkah-Langkah Penelitian ... 24

G. Teknik Analisis Data ... 26

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 31

B. Pembahasan ... 36

C. Kendala yang Dihadapi ... 43

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 44

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN 1. Silabus Kelas Eksperimen ... 48

2. RPP Kelas Eksperimen ... 59

3. LKS ... 96

4. Kisi-kisi Soal Pretes ... 145

5. Soal Pretes ... 146

6. Rubrik Pretes ... 148

7. Kisi-kisi Soal Postes ... 153


(9)

10. Data nilai pretest, posttest, dan n-Gain... 164

11. Rata-rata nilai pretest, posttest, dan n-gain ... 165

12. Perhitungan ... 167


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengeta-huan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA, yang berkembang berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan yang berupa fakta, kon-sep, prinsip, hukum, dan teori), kimia sebagai proses, dan kimia sebagai sikap. Oleh sebab itu pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai produk, proses,dan sikap (BSNP, 2006).

Kimia sebagai proses berarti bahwa kimia merupakan suatu proses untuk menda-patkan pengetahuan, dengan cara melakukan kerja atau sesuatu yang harus diteliti. Proses tersebut berupa suatu keterampilan yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Keteram-pilan-keterampilan dasar tersebut dalam IPA disebut dengan keterampilan proses sains, seperti keterampilan mengamati, mengkomunikasikan, mengklasifikasikan, menafsirkan, meramalkan, dan menyimpulkan. Kimia sebagai produk bearti bahwa di dalam kimia terdapat pengetahuan yang berupa fakta, konsep, hukum, teori dan prinsip-prinsip yang telah diterima kebenarannya. Kimia sebagai sikap


(11)

yang berarti kimia dipandang sebagai sikap yang mencakup rasa ingin tahu, ber-usaha untuk membuktikan, menerima perbedaan, bersifat kooperatif dan meneri-ma kegagalan sebagai suatu hal yang positif sehingga dapat mengembangkan sikap tekun, teliti, terbuka dan jujur.

Ilmu kimia merupakan salah satu bidang ilmu sains yang mempelajari struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan ma-teri. Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan dalam kimia harus mencer-minkan karakteristik dari pembelajaran sains yang meliputi proses, produk dan sikap. Oleh karena itu, pembelajaran kimia tidak boleh mengesampingkan proses ditemukannya konsep. Sehingga kimia sebagai pembelajaran sains dapat dilaku-kan dengan memberidilaku-kan pengalaman secara langsung kepada siswa.

Faktanya siswa di sekolah cenderung hanya menghafal konsep. Siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam menggunakan pengetahuan awalnya untuk mem-bangun konsep baru. Akibatnya, perkembangan keterampilan proses sains siswa terhambat dan siswa menganggap konsep-konsep materi yang sudah mereka terima selama ini hanyalah sebagai pengenalan istilah-istilah baru semata. Hal ini diperkuat oleh hasil observasi di SMA Negeri 7 Bandar Lampung, perkembangan keterampilan proses sains siswa kurang diperhatikan guru. Hal ini terlihat dari kegiatan pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru (teacher centered learning). Kebanyakan guru-guru melaksanakan pembelajaran dengan memberi-kan informasi yang berkaitan dengan materi kimia sambil menggunamemberi-kan metode tanya jawab, kemudian diikuti dengan latihan soal-soal yang sering diambil dari buku kimia atau LKS yang menjadi pegangan guru. Tentunya kegiatan


(12)

pembe-lajaran seperti ini tidak sejalan dengan kurikulum yang berlaku. KTSP menem-patkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan guru hanya berperan sebagai fasili-tator dan motivator. Pada materi kesetimbangan kimia, siswa dapat diajak untuk mengamati fenomena kesetimbangan kimia dalam kehidupan sehari–hari dan diajak untuk melakukan praktikum seperti pada materi reaksi reversibel dan irreversibel serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan, sehingga siswa mendapatkan pengalaman langsung mengenai materi kesetimbangan kimia. Dengan demikian perlu adanya model pembelajaran maupun media pendukung yang menarik untuk membantu menjelaskan konsep kesetimbangan kimia agar siswa lebih dapat menguasai konsep tersebut. Berdasarkan hal tersebut, diperlu-kan suatu model pembelajaran berfilosofi konstruktivisme yang memungkindiperlu-kan siswa memperoleh kesempatan berlatih menggunakan keterampilan mengkomu-nikasikan dan inferensi. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3E).

Model pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3E) adalah pembelajaran yang dilakukan melalui serangkaian tahap (fase pembelajaran) yang di organisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi. Fase-fase pembe-lajaran meliputi: (1) exploration (fase eksplorasi); (2) explaination (fase penjelas-an konsep); dpenjelas-an (3) elaboration (fase penerappenjelas-an konsep). Pada fase eksplorasi (exploration), guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum. Fase penjelasan konsep (explaination), siswa lebih aktif untuk menentukan atau mengenal suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang telah


(13)

diperoleh sebelumnya di dalam fase eksplorasi. Fase penerapan konsep (elaboration), siswa menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama tingkatannya ataupun yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan

demikian, siswa dilatih berpikir untuk memenuhi kebutuhan intelektualnya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang sudah mereka miliki, bukan sekedar mema-hami konsep saja.

Berdasarkan hasil penelitian Retnaningati (2001) yang dilakukan di SMA Negeri 3 Surakarta kelas X2, mampu meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada

pokok bahasan ekosistem dan lingkungan melalui penerapan model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle). Selanjutnya pada hasil penelitian Aqiqoh (2009) yang dilakukan pada siswa SMA Negeri 10 Bandar Lampung kelas X7,

menun-jukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan penerapan model pembelajaran LC 3E mampu meningkatkan aktivitas dan penguasaan konsep pada materi

hidrokarbon. Adapun Suri(2011) telah melakukan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas pembelajaran Learning Cycle 3E pada materi kesetimbangan kimia dalam meningkatkan keterampilan interpretasi dan menge-lompokkan. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan Non Equivalent (Pretest and Posttest) Control Group Design. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Learning Cycle 3E efektif dalam meningkatkan keterampilan interpretasi dan mengelompokkan.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dilakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle 3E pada Materi


(14)

Kesetimbangan Kimia dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Inferensi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana efektivitas model pembelajaran LC 3E pada materi pokok

kesetimbangan kimia dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan?

2. Bagaimana efektivitas model pembelajaran LC 3E pada materi pokok kesetimbangan kimia dalam meningkatkan keterampilan inferensi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

1. Efektivitas model pembelajaran LC 3E pada materi pokok kesetimbangan kimia dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan.

2. Efektivitas model pembelajaran LC 3E pada materi pokok kesetimbangan kimia dalam meningkatkan keterampilan inferensi.


(15)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu :

1. Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi guru dalam hal pemilih-an model pembelajarpemilih-an untuk mengembpemilih-angkpemilih-an keterampilpemilih-an proses sains khususnya keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi.

2. Membantu dan memberikan pengalaman langsung bagi siswa untuk mengem-bangkan keterampilan proses sains khususnya keterampilan mengkomunikasi-kan dan inferensi.

3. Menjadi rujukan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian mengenai mo-del pembelajaran LC 3E dalam ruang lingkup yang lebih luas pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada:

1. Model pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3E) adalah pembelajaran yang dilakukan melalui serangkaian tahap (fase pembelajaran) yang diorganisasi se-demikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi. Adapun fase-fase pembelajaran meliputi: (1) exploration (fase eksplorasi); (2) explaination (fase penjelasan konsep); dan (3) elaboration (fase penerapan konsep).

2. Keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi yang diteliti dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains menurut Esler & Esler (1996) :

a. Keterampilan mengkomunikasikan dengan indikator memberikan/meng-gambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik/


(16)

tabel/ diagram, membaca grafik/ tabel/ diagram, mendiskusikan hasil ke-giatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

b. Keterampilan inferensi dengan indikator mampu menjelaskan hasil pengamatan dan menyimpulkan dari fakta yang terbatas.

3. Efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 3E pada penelitian ini ditun-jukan dengan adanya perbedaan n-Gain yang signifikan antara kelas


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukan-lah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman (2007) menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.

Menurut Slavin dalam Trianto (2010) :

Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang menge- tahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya.


(18)

hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu.

Menurut Sagala (2010), konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi penge-tahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasa-kan untuk memecahdibiasa-kan masalah, menemudibiasa-kan sesuatu yang berguna bagi diri-nya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan penge-tahuan dibenak mereka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih menekankan pada strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.

Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang mela- lui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Teori belajar yang berlan-daskan kontruktivisme adalah teori belajar menurut Piaget. Menurut Piaget dalam Baharuddin dan Wahyuni (2010):

Manusia memiliki struktur dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan di dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.


(19)

Dalam kaitannya dengan pandangan kontruktivisme Suparno (1997) menyatakan bahwa secara garis besar prinsip dasar kontruktivisme adalah

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.

2. Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktivan siswa sendiri untuk bernalar.

3. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi

perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmia.

4. Guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

Piaget mengemukakan bahwa perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.

Teori belajar Jean Piaget digunakan karena model pembelajaran Learning Cycle 3E juga berbasis konstruktivistik seperti halnya teori belajar ini. Dilihat pada pembelajaran yang dilakukan, peserta didik diberikan masalah yang harus diker-jakan dengan baik secara individu maupun kelompok dengan mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui kegiatan memahami, menyusun rencana, melak-sanakan rencana, dan mengevaluasi kerja.


(20)

faktor utama yang mendorong perkembangan kognitif seseorang adalah motivasi atau daya dari individu sendiri untuk mau belajar dan berinteraksi dengan ling-kungannya. Vygotsky justru berpendapat bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang mendorong adanya memicu perkembangan kognitif seseorang.

Teori belajar Vygotsky digunakan karena model pembelajaran Learning Cycle 3E juga menggunakan kegiatan pembelajaran melalui kerja kelompok seperti prinsip pada teori belajar Vygotsky itu sendiri. Melalui kelompok ini peserta didik saling berdiskusi memecahkan masalah yang diberikan dengan saling bertukar ide dan temuan sehingga dapat digeneralisasi atau disimpulkan. Guru dalam proses ini hanya membantu proses penemuan jawaban jika terjadi suatu kesulitan.

Setelah teori belajar Piaget dan Vygotsky, terdapat teori belajar yang lain yaitu teori belajar David Ausubel, yang mengemukakan bahwa teori bermakna (meaningfull learning). Belajar bermakna adalah proses mengkaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam kognitif seseorang. Teori belajar David Ausubel digunakan karena pada model pemebelajaran

Learning Cycle 3E, ada fase penerapan konsep dimana guru menyajikan materi pelajarn baru dengan menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi peserta didik (Trianto, 2007).

B. Model Pembelajaran Learning Cycle 3 phase (LC 3E)

Learning Cycle merupakan salah satu model perencanaan yang telah diakui dalam pendidikan, khususnya pendidikan IPA. Model ini merupakan model yang mudah


(21)

untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk mengem-bangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Learning Cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pembelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.

Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat kon-struktivisme. Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang di-bimbing oleh guru. Model pembelajaran ini memiliki tiga langkah sederhana, yaitu fase eksplorasi (exploration), guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan melalui ke-giatan-kegiatan seperti praktikum. Fase penjelasan konsep (explaination), siswa lebih aktif untuk menentukan atau mengenal suatu konsep berdasarkan penge-tahuan yang telah diperoleh sebelumnya di dalam fase eksplorasi. Fase penerap-an konsep (elaboration), dimaksudkpenerap-an mengajak siswa untuk menerapkpenerap-an konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama ataupun yang lebih tinggi tingkat-annya.

Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007) mengungkapkan bahwa: Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Learning Cycle 3


(22)

Pada tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti melakukan eksperimen, menganalisis artikel, mendis-kusikan fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini di-harapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive dis-equilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase pengenalan konsep.

Pada fase penjelasan konsep, diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti me-nelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada fase terakhir, yakni penerapan kon-sep, siswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui berbagai kegiatan-kegiatan seperti problem solving atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerap-an konsep dapat meningkatkPenerap-an pemahamPenerap-an konsep dPenerap-an motivasi belajar, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari. Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007).

LC 3E melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi siswa untuk secara aktif mem- bangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Hudojo (2001) mengemukakan bahwa:


(23)

Implementasi LC 3E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis:

1. siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa,

2. informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Infor- masi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu,

3. orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.

Cohen dan Clough dalam Fajaroh dan Dasna (2007) menyatakan bahwa LC 3E merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru, penerapan strategi ini memperluas wawasan dan me-ningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran.

Lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar LC 3E berlangsung secara kon-struktivistik adalah:

1. tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa,

2. tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan, 3. terjadinya transmisi sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan

lingkungannya,

4. tersedianya media pembelajaran,

5. kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.


(24)

C. Keterampilan Proses Sains Menurut Hariwibowo, dkk. (2009):

Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan kete-rampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar meng-ajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta kete-rampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas.

Hartono dalam Fitriani (2009) :

Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pem-belajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya proses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.

Keterampilan proses sains terdiri dari sejumlah keterampilan yang satu sama lain yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam memahami masing-masing keterampilan tersebut. Menurut Esler & Esler (1996) keterampilan proses sains dikelompokkan seperti pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan Proses Dasar Keterampilan Proses Terpadu Mengamati (observasi) Inferensi Mengelompokkan (klasifikasi) Menafsirkan (iterpretasi) Meramalkan (prediksi) Mengkomunikasikan Mengajukan pertanyaan Berhipotesis Penyelidikan Menggunakan alat/bahan Menerapkan Konsep Melaksanakan percobaan


(25)

Esler & Esler (1996) menyusun indikator keterampilan proses sains dasar seperti pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar

Keterampilan Dasar Indikator

Mengamati (observing) Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil

pengamatan.

Inferensi (inferring) Mampu menjelaskan hasil pengamatan, menyimpulkan dari fakta yang terbatas.

Klasifikasi (classifying) Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Memprediksi (predicting)

Mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan fakta dan yang menunjukkan suatu, misalkan memprediksi kecenderungan atau pola yang sudah ada menggunakan grafik untuk menginterpolasi dan mengekstrapolasi dugaan.

menafsirkan (interpretasi)

Menggunakan pola/pola hasil pengamatan, mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati.

mengkomunikasikan (Communicating)

memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik/ tabel/ diagram, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, menjelas-kan hasil percobaan atau penelitian, membaca grafik/ tabel/ diagram, mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

Semiawan (1992) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu :


(26)

3. Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif

4. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

D. Keterampilan Mengkomunikasikan

Menurut Nasution (2007) kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupa-kan dasar untuk segala yang kita kerjamerupa-kan. Keterampilan mengkomunikasimerupa-kan dapat dikembangkan dengan menghimpun informasi dari grafik atau gambar yang menjelaskan benda-benda serta kejadian-kejadian secara rinci. Mengkomunikasi-kan dapat diartiMengkomunikasi-kan sebagai menyampaiMengkomunikasi-kan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan mengkomunikasikan adalah mendiskusikan suatu masalah atau hasil pengamatan, membuat laporan, membaca peta, dan kegiatan lain yang sejenis.

Menurut Citrobroto (1979) berdasarkan cara penyampaiannya komunikasi dibagi menjadi dua yaitu komunikasi lisan dan komunikasi tulisan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Arifin (2000), mengkomunikasikan sering disam-paikan dalam bentuk lisan atau rekaman. Komunikasi lisan pada saat pembelajar-an praktikum dapat terjadi pada saat diskusi kelompok ataupun kelas, sedpembelajar-angkpembelajar-an komunikasi tulisan dapat dilakukan pada saat membuat tabel pengamatan atau laporan praktikum. Adanya kegiatan dalam kelompok dapat mempermudah suatu pekerjaan atau malah menghambat pekerjaan tersebut bila tidak terdapat kerja sama dan komunikasi yang baik diantara anggota kelompok.


(27)

Dengan adanya keterampilan berkomunikasi, siswa dapat menyampaikan ide dan gagasannya dan menerima informasi, gagasan atau ide agar lebih efektif baik secara lisan maupun secara tulisan pada anggota kelompok atau temannya. Dalam suatu kelompok, individu menjadi bagian yang saling berkaitan dengan individu lain sebagai anggota kelompok, sedangkan kelompok memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki individu. Kemampuan berkomunikasi siswa biasanya ditunjukkan pada saat kegiatan diskusi yang mampu merangsang keberanian dan kreatifitas siswa dalam mengemukakan gagasan, membiasakan siswa bertukar pikiran dengan teman, menghargai dan menerima pendapat orang lain serta belajar ber-tanggung jawab terhadap hasil pemikiran bersama (Rustaman et al, 2003).

E. Keterampilan Inferensi

Keterampilan inferensi dapat dikatakan juga sebagai keterampilan membuat ke-simpulan. Menurut Semiawan (1994) membuat kesimpulan sementara atau infe-rensi sering dilakukan oleh seorang ilmuwan dalam proses penelitiannya. Para guru dapat melatih anak-anak dalam menyusun kesimpulan sementara dalam proses penelitian sederhana yang dilakukan. Pertama-tama data dikumpulkan, kadang-kadang melalui eksperimen terlebih dahulu, lalu dibuat kesimpulan se-mentara berdasarkan informasi yang dimiliki sampai suatu waktu tertentu. Ke-simpulan tersebut bukan merupakan keKe-simpulan akhir, hanya merupakan kesim-pulan sementara yang dapat diterima pada saat itu.


(28)

F. Kerangka Pemikiran

Model pembelajaran adalah salah satu faktor yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang menempati peran penting dalam proses pembelajaran. Ke-mampuan untuk memilih dan menerapkan model yang tepat untuk menentukan hasil belajar siswa terhadap konsep yang diberikan dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan sebelumnya bahwa pada tahap pertama model pembelajaran LC 3E yaitu eksplorasi (exploration), guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tan-pa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan men-catat pengamatan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum. Misalnya perte-muan pertama, siswa diarahkan untuk melakukan praktikum dan mengamati hasil pengamatan pada praktikum yang dilakukan.

Pada tahap kedua yakni tahap penjelasan konsep (explaination), siswa lebih aktif untuk menentukan atau mengenal suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya di dalam fase eksplorasi. Siswa diarahkan untuk menuliskan hasil praktikum yang telah mereka peroleh dalam bentuk tabel. Dalam tahap ini, siswa bebas mengkomunikasikan pengamatan mereka ke dalam tabel. Selain mengkomunikasikan data dalam bentuk tabel, siswa juga diberi pertanyaan-pertanyaan untuk menarik kesimpulan dari tabel data hasil percobaan pembuatan amonia.

Pada tahap ketiga yakni tahap penerapan konsep (elabora-tion), siswa menerap-kan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama tingkatannya ataupun


(29)

yang lebih tinggi tingkatannya. Pada tahap ini, dari pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir guru meminta siswa untuk mengerjakan LKS dan memberi tugas berupa pekerjaan rumah untuk melatih keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa.

Berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, pada pembelajaran kimia digu-nakan model pembelajaran LC 3E diharapkan efektif dalam meningkatkan kete-rampilan mengkomunikasikan dan inferensi.

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5 semester ganjil SMA Negeri 7 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subjek penelitian mempu-nyai pengetahuan awal yang sama;

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan mengkomu-nikasikan dan inferensi pada materi kesetimbangan kimia siswa kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5 semester ganjil SMA Negeri 7 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 diabaikan.

H. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

Model pembelajaran LC 3E pada materi pokok kesetimbangan kimia efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi.


(30)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA yang berjumlah 200 siswa dan tersebar dalam lima kelas yaitu XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, XI IPA 4 dan XI IPA 5. Pembagian siswa pada tiap kelas dilakukan secara hetero-gen, sehingga proporsi jumlah siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi, sedang maupun kurang dalam tiap kelasnya hampir sama antara salah satu kelas dengan kelas yang lainnya.

Sampel adalah bagian dari populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Adapun pertimbangannya yaitu kemampuan akademik siswa yang tidak jauh berbeda atau dianggap sama. Setelah diperoleh dua kelas sampel maka ditentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas XI IPA4 sebagai kelas kontrol yang mengalami pembelajaran konvensional dan kelas XI IPA5 sebagai kelas eksperimen yang mengalami model pembelajaran LC 3E.


(31)

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat kuantitatif yaitu data hasil tes sebelum belajar (pretes) dan hasil tes setelah belajar (postes) siswa.

Sumber data dari penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas eksperimen dan kelas kontrol.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan menggunakan rancangan Non Eqiuvalent Control Group Design (Creswell, 1994). Di dalamnya terdapat langkah-langkah yang menunjukkan suatu urutan kegiatan penelitian yaitu: Tabel 3. Desain penelitian

Kelas Pretes Perlakuan Postes

Kelas eksperimen O1 X O2

Kelas kontrol O1 - O2

O1 adalah pretes yang diberikan sebelum perlakuan. Kemudian pada kelas

eksperimen diterapkan perlakuan model pembelajaran LC 3E (X). Selanjutnya, kedua kelompok sampel diberikan postes (O2). Pretes merupakan tes awal

sebelum dilakukan eksperimen pada sampel penelitian. Pretes terdiri dari 8 soal essay. Postes merupakan uji akhir atau tes akhir, yaitu tes yang dilaksanakan setelah perlakuan. Postes terdiri dari 8 soal essay.


(32)

D. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010), variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan- nya. Dalam penelitian ini sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, sedangkan sebagai variabel terikat adalah keterampilan mengkomuni-kasikan dan keterampilan inferensi pada materi kesetimbangan kimia kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandar Lampung.

E. Instrumen Penelitian dan Validitasnya

Instrumen adalah alat yang berfungsi mempermudah pelaksanaan sesuatu. Ins-trumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997). Pada pene-litian ini, instrumen yang digunakan antara lain adalah silabus, Rencana Pelaksa-naan Pembelajaran (RPP), LKS, soal pretes, dan soal postes yang berupa soal uraian untuk mengetahui keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi yang dimiliki siswa.

Pengujian instrumen pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur (Ali, M. 1992). Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuai-an kesesuai-antara tujukesesuai-an penelitikesesuai-an, tujukesesuai-an pengukurkesesuai-an, indikator, dkesesuai-an butir-butir pertkesesuai-anya- pertanya-annya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa


(33)

instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian peni-lai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh Ibu Dra. Chansyanah Diawati, M.Si. dan Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si. sebagai dosen pembimbing penelitian untuk mengujinya.

F. Langkah-langkah Penelitian

Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan

Mengadakan observasi ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan in-formasi tentang data siswa, karakteristik siswa, jadwal dan sarana prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksa-naan penelitian. Tujuan observasi pendahuluan adalah untuk menentukan populasi dan sampel penelitian.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

a. Tahap persiapan, menyusun silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan instrumen penelitian.

b. Tahap pelaksanaan penelitian, adapun prosedur pelaksanaan penelitian adalah (1) melakukan pretes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol; (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi


(34)

kesetim-belajaran konvensional diterapkan di kelas kontrol; (3) melakukan postes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol; dan (4) melakukan tabulasi dan analisis data.

Langkah-langkah penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan di bawah ini:

Gambar 1. Alur Penelitian Observasi Pendahuluan

1. Menentukan populasi dan sampel

2. Membuat perangkat

pembelajaran dan instrumen 3. Validasi instrumen

Kelas Kontrol Pembelajaran Konvensional

Pretest Kelas Eksperimen Pembelajaran Learning Cycle 3E Posttest

Analisis Data

Pembahasan dan kesimpulan


(35)

G. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai pretest dan post-test dirumuskan sebagai berikut:

1. Penentuan nilai akhir siswa

... (1)

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung n-Gain yang selan-jutnya digunakan untuk menguji kenormalan, homogenitas dua varians, dan pengujian hipotesis.

2. Perhitungan gain ternormalisasi (n-Gain)

Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran LC 3E terhadap keterampilan proses sains siswa pada kelas sampel, maka dilakukan analisis skor gain ter-normalisasi (n-Gain). Rumus n-Gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut:

...(2)

3. Pengujian hipotesis

a. Uji normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini adalah berdasarkan pendapat yang dikemuka-100

x maksimal

skor

benar yang jawaban skor

Siswa Nilai


(36)

Pernyataan ini berlaku untuk sembarang bentuk atau model populasi asalkan sim-pangan bakunya terhingga besarnya. Jadi bagaimanapun model populasi yang disampel, asal variansnya terhingga maka rata-rata sampel mendekati distribusi normal.

b. Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian homogen, yang selanjutnya untuk menentukan statistik yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:

H0 = 12 22 (data penelitian mempunyai variansi yang homogen)

H1 = 12 22 (data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen)

Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat dalam Sudjana (2005) :

kecil Varian ter

terbesar Varians

F ...(3) Keterangan : F = Kesamaan dua varians

Kriteria : Pada taraf 0.05, tolak H0 hanya jika F hitung F ½ ( 1, 2)

Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima. Yang berarti kedua kelompok tersebut

mem-punyai varians yang sama atau dikatakan homogen.

c. Uji perbedaan dua rata-rata

Untuk data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal, maka uji hi-potesis yang digunakan adalah uji parametrik (Sudjana, 2005). Pengujian


(37)

hipo-tesis dalam penelitian ini menggunakan analisis memberikan, hipohipo-tesis dirumus-kan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).

a. Hipotesis 1 (keterampilan mengkomunikasikan):

H0 µ1x µ2x : Rata-rata n-gain keterampilan mengkomunikasikan pada

ma-teri kesetimbangan kimia pada kelas yang diterapkan pem-belajaran LC 3E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-gain keterampilan mengkomunikasikan pada kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional.

H1 µ1x> µ2x : Rata-rata n-gain keterampilan mengkomunikasikan pada

ma-teri kesetimbangan kimia pada kelas yang diterapkan pembe-lajaran LC 3E lebih tinggi daripada rata-rata n-gain keteram-pilan mengkomunikasikan pada kelas yang diterapkan pembe-lajaran konvensional.

b. Hipotesis 2 (keterampilan inferensi):

H0 µ1y µ2y : Rata-rata n-gain keterampilan inferensi pada materi

kesetim-bangan kimia pada kelas yang diterapkan pembelajaran LC 3E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-gain keterampilan inferensi pada kelas yang diterapkan pembelajaran konven-sional.

H1 µ1y> µ2y : Rata-rata n-gain keterampilan inferensi pada materi


(38)

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-gain (x,y) pada materi pokok kesetimbangan kimia pada

kelas yang diterapkan pembelajaran LC 3E

µ2 : Rata-rata n-gain (x,y) pada materi kesetimbangan kimia pada kelas

dengan pembelajaran konvensional x: keterampilan mengkomunikasikan y : keterampilan inferensi

Uji statistik ini sangatlah bergantung pada homogenitas kedua varians data, karena kedua varians kelas sampel homogen ( = ), uji yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut (Sudjana, 2005):

...(4)

Keterangan :

thitung = perbedaan dua rata-rata

= Rata-rata n-gain keterampilan mengkomunikasikan/inferensi pada materi kesetimbangan kimia yang diterapkan model pembelajaran LC 3E

= Rata-rata n-gain keterampilan mengkomunikasikan/inferensi pada materi kesetimbangan kimia yang diterapkan pembelajaran

konvensional.


(39)

= Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan LC 3E

= Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. = Simpangan baku siswa yang diterapkan LC 3E

= Simpangan baku siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan kriteria uji : Terima H0 jika thitung < t (1- ) dan tolak sebaliknya.


(40)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Learning Cycle 3E lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada materi pokok kesetimbangan kimia.

2. Model pembelajaran Learning Cycle 3E lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi daripada pembelajaran kon-vensional pada materi pokok kesetimbangan kimia.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Untuk meningkatkan efisiensi waktu sebaiknya para peneliti lebih dahulu memperhitungkan waktu dengan cara membiasakan siswa dalam kegiatan praktikum.

2. Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa agar lebih mem-perhatikan proses pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran dapat lebih efektif .


(41)

3. LKS berbasis Learning Cycle 3E sebagai media pembelajaran perlu upaya pengembangan yang lebih baik lagi karena mampu menunjang proses pem-belajaran.

4. Untuk pembelajaran materi kesetimbangan kimia atau materi lainnya yang mempunyai karakteristik yang sama, dapat menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 3E dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 1992. Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa. Bandung.

Aqiqoh. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 3 Fase Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Penguasaan Konsep Pada Materi Hidrokarbon (PTK Kelas X7 Sma Negeri 10 Bandar Lampung Tp 2009-2010). Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Arifin, M, dkk. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Bandung.

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Baharuddin dan Wahyuni E.N. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media. Jogjakarta.

Citrobroto, R.I. Suharti. 1979. Prinsip-Prinsip dan Teknik-Teknik Berkomunikasi. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.

Creswell, J.W. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. Thousand Oaks-London-New. New Delhi. Sage Publications.

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Dasna, I W. 2005. Kajian Implementasi Model Siklus Belajar dalam Pembelajar-an Kimia. FMIPA UM. MalPembelajar-ang.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Esler, W.K. dan Esler, M.K. 1996. Teaching Elementary cience. California Wads-worth.

Fajaroh, F dan Dasna, I W. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Universitas Negeri malang. Malang.

Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Ber-basis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep


(43)

Laju Reaksi (PTK Pada Siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 1 Bandar Lampung TP 2009-2010). (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Hariwibowo, dkk. 2009. Makalah Pembelajaran-Proses:Pendekatan Keteram-pilan Proses. www.yahoo.com. CERPEN LUBIS GRAFURA. Lubis Grafura (Ed). http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/05/26/ makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/. 30 April 2012.

Meltzer, D.E. 2002. Relation between Student’ Problem-Solving Performance and Representation Format. American Journal of Physic. 73. No.5. P.465.

Nasution, Noehi, dkk. 2007. Pendidikan IPA di SD. Universitas Terbuka. Jakarta. Retnaningati, D. 2001. Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Rustaman, N.Y, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Jurusan Pendi-dikan Biologi UPI. Bandung

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Rajagrafindo Per-sada. Jakarta.

Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Semiawan, Conny,dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana

Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. PT. Grasindo. Jakarta. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Suri, F. I. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle 3E (LC 3E) pada

materi Kesetimbangan Kimia dalam Meningkatkan Keterampilan Interpretasi dan Mengelompokkan. Skripsi. FPMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidik-an JenjPendidik-ang PendidikPendidik-an Dasar dPendidik-an Menengah. BadPendidik-an StPendidik-andar Nasional Pendi-dikan. Jakarta.


(1)

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-gain (x,y) pada materi pokok kesetimbangan kimia pada kelas yang diterapkan pembelajaran LC 3E

µ2 : Rata-rata n-gain (x,y) pada materi kesetimbangan kimia pada kelas dengan pembelajaran konvensional

x: keterampilan mengkomunikasikan y : keterampilan inferensi

Uji statistik ini sangatlah bergantung pada homogenitas kedua varians data, karena kedua varians kelas sampel homogen ( = ), uji yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut (Sudjana, 2005):

...(4)

Keterangan :

thitung = perbedaan dua rata-rata

= Rata-rata n-gain keterampilan mengkomunikasikan/inferensi pada materi kesetimbangan kimia yang diterapkan model pembelajaran LC 3E

= Rata-rata n-gain keterampilan mengkomunikasikan/inferensi pada materi kesetimbangan kimia yang diterapkan pembelajaran

konvensional.


(2)

30

= Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan LC 3E

= Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. = Simpangan baku siswa yang diterapkan LC 3E

= Simpangan baku siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan kriteria uji : Terima H0 jika thitung < t (1- ) dan tolak sebaliknya.


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Rata-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Learning Cycle 3E lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada materi pokok kesetimbangan kimia.

2. Model pembelajaran Learning Cycle 3E lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi daripada pembelajaran kon-vensional pada materi pokok kesetimbangan kimia.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Untuk meningkatkan efisiensi waktu sebaiknya para peneliti lebih dahulu memperhitungkan waktu dengan cara membiasakan siswa dalam kegiatan praktikum.

2. Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa agar lebih mem-perhatikan proses pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran dapat lebih efektif .


(4)

45

3. LKS berbasis Learning Cycle 3E sebagai media pembelajaran perlu upaya pengembangan yang lebih baik lagi karena mampu menunjang proses pem-belajaran.

4. Untuk pembelajaran materi kesetimbangan kimia atau materi lainnya yang mempunyai karakteristik yang sama, dapat menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 3E dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 1992. Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa. Bandung.

Aqiqoh. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 3 Fase Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Penguasaan Konsep Pada Materi Hidrokarbon (PTK Kelas X7 Sma Negeri 10 Bandar Lampung Tp 2009-2010). Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Arifin, M, dkk. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Bandung.

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Baharuddin dan Wahyuni E.N. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media. Jogjakarta.

Citrobroto, R.I. Suharti. 1979. Prinsip-Prinsip dan Teknik-Teknik Berkomunikasi. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.

Creswell, J.W. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. Thousand Oaks-London-New. New Delhi. Sage Publications.

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Dasna, I W. 2005. Kajian Implementasi Model Siklus Belajar dalam Pembelajar-an Kimia. FMIPA UM. MalPembelajar-ang.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Esler, W.K. dan Esler, M.K. 1996. Teaching Elementary cience. California Wads-worth.

Fajaroh, F dan Dasna, I W. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Universitas Negeri malang. Malang.

Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Ber-basis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep


(6)

47

Laju Reaksi (PTK Pada Siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 1 Bandar Lampung TP 2009-2010). (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Hariwibowo, dkk. 2009. Makalah Pembelajaran-Proses:Pendekatan Keteram-pilan Proses. www.yahoo.com. CERPEN LUBIS GRAFURA. Lubis Grafura (Ed). http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/05/26/ makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/. 30 April 2012.

Meltzer, D.E. 2002. Relation between Student’ Problem-Solving Performance and Representation Format. American Journal of Physic. 73. No.5. P.465.

Nasution, Noehi, dkk. 2007. Pendidikan IPA di SD. Universitas Terbuka. Jakarta. Retnaningati, D. 2001. Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Rustaman, N.Y, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Jurusan Pendi-dikan Biologi UPI. Bandung

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Rajagrafindo Per-sada. Jakarta.

Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Semiawan, Conny,dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana

Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. PT. Grasindo. Jakarta. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Suri, F. I. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle 3E (LC 3E) pada

materi Kesetimbangan Kimia dalam Meningkatkan Keterampilan Interpretasi dan Mengelompokkan. Skripsi. FPMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidik-an JenjPendidik-ang PendidikPendidik-an Dasar dPendidik-an Menengah. BadPendidik-an StPendidik-andar Nasional Pendi-dikan. Jakarta.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi dan Implementasi-nya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bumi Aksara. Jakarta.