52
strict liability dengan tanggung jawab langsung dan seketika. Hal ini agar tidak menimbulkan kerancuan dengan absolute liability.
Prinsip strict liability sebagaimana dikemukakan di atas membantu secara legal, atau dapat pula disebut sebagai peluang yang sah yang diberikan oleh hukum
untuk “menerobos” jalan buntu yang ada dalam Pasal 1865 KUHPerdata Indonesia tentang beban pembuktian bewijslast. Sebagaimana diketahui bersama, dalam
peraturan-perundang-undangan di Indonesia, ketentuan atau kaedah hukum dalam Pasal 1865 KUHPerdata itu menetapkan dengan tegas bahwa penggugatlah yang
wajib memikul beban untuk membuktikan, padahal, kebanyakan Penggugat adalah korban atau penderita dari pencemaran lingkungan hidup yang juga pada umumnya
awam dalam soal memahami peraturan-perundang undangan dan bahkan aspek-aspek yang rumit di balik teknologi dalam menilai pencemaran yang dilakukan oleh pabrik-
pabrik, misalnya pabrik tekstil yang mencemari air sumur penduduk, dan juga sungai- sungai yang sebelumnya dipergunakan untuk mengairi persawahan milik penduduk di
sekitar areal pabrik.
B. Yurisprudensi Inggris tentang Strict Liability
Mengingat Penulis telah sampaikan di atas bahwa hasil penelitian yang akan digambarkan dalam BAB III ini adalah Putusan Pengadilan House of Lords Inggris,
maka dalam rangka melakukan suatu analisis perbandingan comparative analysis dengan strict liability yang berlaku di Indonesia, berikut di bawah ini akan
dikemukakan pertimbangan-pertimbangan hakim yang relevan dengan prinsip strict
53
liability yang terdapat di dalam Putusan yurisprudensi yang hukumnya mengikuti dikte hukum yang ada di dalam sistem hukum Skotlandia yang diikuti di Inggris.
Kasus klasik yang sudah sangat tua karena diputus dan dipublikasikan 17 Juli 1868 tersebut melibatkan para penggugat yang dalam hal ini adalah pihak bernama J.
Rylands dan Jehu Horrocks sebagai Penggugat Plaintiffs melawan Thomas Flectcher sebagai pihak Tergugat Defendant.
Dalam Putusan itu Hakim yang bernama Cairns meminta kepada para Majelis hakim yang mulia yang mengadili kasus itu agar si Penggugat yang digambarkannya
sebagai para pihak yang mengajukan gugatan tersebut merupakan penduduk dari suatu areal pertambangan dan mereka bekerja di bawah tanah yang lokasinya
tertutup. Sementara itu para Tergugat adalah pemilik dari suatu pabrik penggilingan di lingkungan mereka. Para Tergugat tersebut kemudian merencanakan untuk
membangun suatu penampungan air untuk menampung dan menyiapkan air untuk digunakan oleh pabrik penggilingan mereka di atas suatu lahan tertutup lainnya.
Hanya saja, yang menjadi persoalan dalam kasus ini adalah bahwa lahan tempat penampungan air milik para Tergugat tersebut bergandengan dengan lahan dari para
Penggugat. Namun demikian berdasarkan suatu penyelidikan yang lebih cermat diketahui bahwa di antara tanah milik para tersebut Penggugat dan lahan tertutup
milik para Tergugat ada suatu area atau lahan kosong. Di bawah lahan para Tergugat yang rencananya dibangun penampungan air itu ada suatu terowongan yang berfungsi
sebagai jalan penghubung dan tempat bekerja para penambang. Ada lima corong tegak dan beberapa corong melintang yang saling berhubungan satu sama lain.
54
Selama menambang beberpa lapisan batu bara yang berada di bawah lahan miliknya si Penggugat menjumpai areal kerja tambang yang sudah tidak dipergunakan lagi
tersebut, dan sebagaimana diketahui, areal pertambangan itu berada di bawah lahan milik para Tergugat.
Dalam keadaan yang sudah dikemukakan di atas tersebutlah penampung air milik para Tergugat dibangun. Pelaksanaan pekerjaan pembangunan penampung air
itu dilakukan oleh agen dan pengawasan serta konstruksinya dilakukan oleh teknisi dan juga pemborong. Secara pribadi sebetulnya para Tergugat nampaknya tidak
punya andil dalam pekerjaan pembangunan penampung air itu, plus mereka para Tergugat juga tidak menyadari akan permasalahan keselamatan kerja yang berkaitan
dengan pembangunan itu. Sementara itu, baik si teknisi maupun pemborong terlihat dalam kasus itu
tidak melakukan hal-hal yang cukup hati-hati dan waspada sesuai dengan tuntutan pekerjaan mereka. Padahal, nampaknya si teknisi dan pemborong pembangunan
penampung air itu tahu akan adanya cerobong yang terpasang sebagaimana telah dikemukakan di atas. Sebaliknya, menurut Cairns, ketika penampung air itu dibangun
dan setelah jadi diisi dengan air, baik penuh maupun sebagian saja, berat beban air yang terisi dalam penampungan tersebut menekan corong vertikal yang karena sudah
tidak digunakan lagi kemudian menjadi kurang kuat, maka air bocor memasuki corong-corong vertikal itu. Air yang mengalir dari corong-corong vertikal itu
kemudian melewati pula corong-corong vertikal yang saling terhubung satu sama lain, dan dari corong-corong vertikal itu air kemudian mengalir ke daerah kerja para
55
penambang milik para Penggugat. Air kemudian menggenangi pertambangan milik para penggugat dan menyebabkan kerusakan yang parah dan hal itulah menjadi
alasan mengapa gugatan kemudian diajukan ke Pengadilan.
Pihak Pengadilan yang mengadili kasus itu berpendapat bahwa para Penggugat tidak memunyai dasar untuk menggugat apabila mereka hanya
mendasarkan diri seperti fakta-fakta yang telah diuraikan di atas. Selanjutnya dalam kamar Pengadilan yang sama ketika banding diajukan berpendapat berbeda dengan
kamar Pengadilan ketika kasus pertama kali diajukan. Majelis hakim yang duduk di kamar Pengadilan Banding secara aklamasi tiba pada suatu kesimpulan bahwa
sejatinya ada dasar gugatan dan bahkan lebih jauh dari itu para Penggugat berhak untuk diberikan ganti rugi.
Hakim Cairns menyatakan pendapatnya di depan para Majelis Hakim di Mahkamah Agung House of Lords inggris itu bahwa asas yang dapat dipergunakan
untuk mengadili kasus tersebut sesungguhnya sangat sederhana. Yaitu dengan memberlakukan para Tergugat, baik sebagai orang-orang yang memiliki pemilik
maupun sebagai pihak-pihak yang hanya menempati lahan tertutup di tempat mereka di atas mana tempat penampungan air itu dibangun memang berhak menurut hukum
untuk menggunakan areal tanah tertutup itu sesuai dengan tujuan sehari-hari tanah itu seharusnya digunakan; dan jika, ketika tanah itu digunakan sesuai dengan kebiasaan
dan kewajarannya the natural use, dan jika, disebabkan oleh tabiat alamiah dimana ada akumulasi air yang mengalir menembus hingga tanah tertutup milik para
56
Penggugat, maka para Tergugat sesungguhnya tidak berhak untuk berkeberatan dengan akibat alamiah yang demikian itu. Mengapa demikian? Menurut Cairns,
apabila para Penggugat memang memahami tabiat alamiah dari akumulasi air itu bakal merugikan mereka dan mereka benar-benar memunyai keinginan untuk
melindungi kepentingan mereka dari akibat alamiah yang tidak terhindarkan tersebut maka seharusnya mereka mengambil langkah-langkah untuk itu, misalnya dengan
cara mengalihkan atau menaruh perintang yang diletakkan di antara tanah mereka dan tanah milik atau yang dikuasai oleh para Tergugat itu.
Prinsip sebagaimana telah dikemukakan di atas itu, menurut Cairns, ia rujuk dari Putusan yang sudah lebih dahulu menangani persoalan yang hampir sama yaitu
dalam kasus Smith v. Kenrick yang ditangani oleh Pengadilan Umum di Inggris. Argumen sebaliknya a contrario dari prinsip yang telah dikemukakan di
atas, dengan demikian dapat dibangun, menurut Cairns; yaitu, bahwa apabila para Tergugat, tidak berkehendak untuk menghentikan penggunaan tanah mereka
sebagaimana seharusnya mereka gunakan, telah memunyai keinginan untuk menggunakan tanah itu selain daripada tujuan penggunaannya yang alamiah atau
yang selayaknya dan si Hakim Cairns menyebut jenis penggunaan itu dengan non- natural use, maksudnya tujuan penggunaannya yaitu membawa ke tanah mereka itu
sesuatu yang menurut keadaan alamiahnya tidak sesuai baik di dalam maupun di atas tanah tersebut, atau misalnya bertujuan untuk membawa air baik di atas maupun di
bawah tanahdalam jumlah maupun dengan cara-cara yang bukan merupakan akibat dari pengoperasian atau pekerjaan yang berlangsung baik di atas maupun di bawah
57
tanah, dan jika apabila sebagai akibat dari perbuatan mereka para Tergugat itu, atau konsekuensi dari ketidaksempurnaan cari cara-cara yang mereka gunakan air itu
mengalir keluar, bocor atau membludak dan tumpah dan menggenangi tanah dari para Penggugat, maka menurut Cairns, itulah apa yang dilakukan oleh para Tergugat
adalah suatu perbuatan yang mendatangkan malapetaka bagi mereka sendiri; dan, jika ketika mereka tengah melakukan perbuatan itu, kejahatan muncul seperti apa yang
telah dikemukakan oleh Cairns tadi, maka kejahatan itu the evil, tepatnya bocornya atau meluapnya air dan menggenangi tanah milik para Penggugat, maka sudah tentu
sudah merupakan suatu konsekuensi, dalam pandangan Cairns, maka para Tergugat harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Menurut Cairns, putusan Smith v.
Kenrick berisi ilustrasi dari prinsip atau asas hukum yang pertama yang sudah ia kemukakan di atas, demikian pula dengan prinsip yang kedua juga tergambar dengan
baik dalam kasus di Pengadilan yang sama, yaitu kasus Baird v. Williamson, juga banyak dikutip untuk mendukung argumen para Pengacara.
Cairns pun berpendirian jika para hakim yang mengadili kasus itu berkenan maka asas-asas hukum yang sederhana seperti telah dikemukakan di atas tersebut,
jika berkenan untuk diterima maka dapat dipergunakan untuk mengadili kasus yang tengan mereka tangani.
Dengan hasil yang sama dapat diperoleh dari prinsip atau asas yang pernah dirujuk oleh Hakim Blackburn melalui Putusannya, di kamar Pengadilan yang sama,
d imana Blackburn menyatakan pendapat hukumnya dan sesuai dengan hukum dalam kata-kata sebagai berikut:
58
“Kita berpendirian bahwa rule of law yang sejati adalah, bahwa orang yang, untuk tujuan-tujuan yang ia inginkan, membawa
masuk ke dalam tanah atau pekarangannya selanjutnya menghimpun dan menyimpan di atas tanah itu apa saja yang
kemungkinan besar akan mendatangkan melapetaka apabila barang-barang
itu terlepas
dari penguasaannya
harus menyadari bahwa hal itu merupakan malapetaka untuk dirinya
sendiri dan oleh sebab itu orang itu harus bertanggungjawab; dan apabila orang tersebut tidak melakukan sesuatu maka
sebaliknya hal itu adalah merupakan sesuatu yang harus dianggap
benar meskipun
di belakangan
hari dapat
dibuktikan`sebaliknya”. Dapat dijawab untuk semua kerugian yang merupakan konsekuensi alamiah
dari terlepasnya barang-barang itu. Ia dapat membela dirinya dengan cara menunjukkan bahwa terlepasnya barang-barang itu disebabkan oleh kesalahanya
Penggugat; atau kemungkinan bahwa terlepasnya barang-barang itu disebabkan oleh keadaan memaksa vis majorthe act of God; hanya saja, menurut Cairns, semua itu
tidak terlihat dalam kasus yang tengah mereka tangani tersebut maka tidaklah merupakan sesuatu kebutuhan untuk menyelidiki alasan pemaaf apa yang dapat
dipakai.
Dus, prinsip hukum umum sebagaimana telah dikemukakan di atas sejatinya adalah benar dan adil. Seseorang yang rumputnya atau jagungnya dimakan oleh sapi
tetangganya yang lepas, atau dalam kasus ini pertambangannya digenangi oleh air yang mengalir dari penampungan tetangganya, atau ruang bawah tanah yang
dipergunakan untuk menyimpan anggur cellar yang dikotori oleh kotoran, baik itu air kencing atau veses yang keluar dari septik tank atau toilet tetangganya, atau yang
lingkungannya dibuat menjadi tidak sehat oleh asap atau bau gas yang menyengat
59
maupun bau uap yang busuk dan sangat mengganggu dari produk dengan bahan kimia yang tingkat PH-nya melebihi ambang batas 7, maka orang itu telah
menyebabkan kerugian terhadap dirinya sendiri tanpa kesalahannya sendiri; dan tetapi hal itu nampaknya masuk akal dan adil kepada setiap orang bertetangga yang
telah membawa sesuatu ke atas tanah atau hak miliknya sendiri yang secara alamiah sesungguhnya tidak seharusnya ada di situ, menyebabkan kerusakan bagi orang lain
sepanjang benda itu berkaitan dengan benda miliknya, tetapi ia mengetahui bahwa akan mendatangkan kerugian apabila barang itu terlepas dan menjangkau tempat
tetangganya, maka orang itu haruslah memikul kewajiban untuk memerbaiki kerusakan yang terjadi mengikutinya apabila ia gagal untuk memastikan bahwa
barang itu tetap berada di dalam tanah miliknya sendiri.
Namun untuk tindakannya membawa barang itu ke dalam atau ke atas tanah miliknya tidaklah merupakan sesuatu yang mengganggu atau merugikan dan oleh
sebab itu adil namun, hendaklah ia waspada untuk selalu memastikan bahwa barang itu tetap berada di dalam atau di atas tanah miliknya, supaya tidak ada kerugian yang
akan ditimbulkan atau seharusnya ia menjawab akibat-akibat alamiah dan mengantisipasi segala macam akibat. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa hal
itu merupakan suatu hukum, entah itu barang yang dibawa merupakan hewan liar, air, atau kotoran, atau bau busuk yang menusuk hidung.
Cairns kemudian berpendapat bahwa ia musti mengakui seutuhnya. Oleh sebab itu, ia harus meyakinkan para Majelis Hakim supaya Putusan Kamar
60
Pengadilan Banding the Court of Exchequer Chamber dikuatkan dan dengan demikian banding yang diajukan harus didismis dengan kewajiban bagi pihak yang
mengajukan banding untuk membayar biaya perkara. Sementara itu, dalam pandangan Cranworth, ia menjelaskan kepada para
Hakim di Mahkamah Agung tersebut bahwa, ia sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Cairns, temannya yang negarawan dan sangat terpelajar di atas itu
yang mengatakan bhwa the rule of law sudah dinyatakan dengan benar oleh Hakim Blackburn yang memberikan pertimbangan hukum dalam perkara yang ditanganinya
di Pengadilan di atas. Bahwa apabila seseorang membawa, atau menumpuk, di atas tanahnya apa saja yang, apabila terlepas dari penguasaannya, akan menyebabkan
kerugian kepada tetanggunya, maka orang itu haruslah menyadari bahwa ia sesungguhnya orang itu melakukan hal itu untuk membinasakan dirinya sendiri.
Dengan demikian apabila barang itu terlepas dan menyebabkan kerugian, maka ia bertanggung jawab, seberapa hati-hatipun ia mungkin telah mengupayakan segalanya
dan dengan segala langkah-langkah pencegahan apa pun yang telah ia lakukan untuk mencegah terjadinya kerigian yang terlah ditimbulkan tersebut.
Dalam memertimbangkan apakah para Tergugat bertanggung jawab kepada seorang Penggugat untuk mengganti kerugian yang mungkin saja diderita oleh si
Penggugat, maka pertanyaan pada umumnya adalah bukan apakah si Tergugat telah bertindak dengan ketelitian dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tinggi, namun
apakan perbuatan si Tergugat telah menyebabkan kerugian tersebut.
61
Hal ini dijelaskan dengan sangat baik dalam suatu Putusan Pengadilan yang sduah sangat klasik, yaitu dalam Lambert v. Bessey, yang dilaporkan oleh Hakim
bernama Sir Thomas Raymond. Dan bahwa Kaedah hukum itu benar-benar didasarkan kepada akal sehat atau degnan perkataan lain, Putusan itu mengandung
kaedah hukum yang benar. Sebab, apabila seseorang, dalam mengurus kepentingannya sendiri, menyebabkan, meskipun ia melakukan hal itu secara tidak
sengaja, orang lain mengalami kerugian, maka adalah merupakan suatu yang adil apabila orang itulah seharusnya yang menanggung penderitaan itu. Ia terikat. Hal ini
merupakan suatu prinsip atau asas hukum yang dapat diterapkan kepada kasus yang tengah diadili. Menurut Cranworth ia sama sekali tidak menemukan di dalam
keputusan-keputusan yang telah dirujuk di atas, apapun yang bertentangan dengan asas itu.
Doktrin Penulis lebih suka mengganti istilah doktrin dengan asas hukum di atas, bagi nampak bagi Cranworth akan menjadi lebih jelas apabila diperbandingkan
dengan dua kasus atau yurisprudensi moderen sebagaimana telah ditunjukkan oleh rekan terpelajar dan senegaranya di atas. Cranworth kemudian menyampaikan
kembali makna kedua yurisprudensi moderen itu yaitu Smith v. Kenrick dan Baird v. Williamson dengan cara lain dan mengatakan bahwa dalam Smith v. Kenrick si
pemilik tambang yang bertempat di tingkatan tanah yang lebih tinggi menggali dan mengambil semua batu bara yang ada di areal pertambangannya itu seluruhnya
sampai habis. Dengan pengerukan menyeluruh semua batu bara itu akibatnya tidak
62
ada lagi pembatas antara tambang milik si yang empunya tanah di tingkat atas dengan areal tambang milik si empunya tambang yang berada di bawahnya.
Akibatnya air merembes keluar dari permukaan bagian atas tanah tempat areal penambangan bagian atas menuju ke tanah areal pertambangan lainnya yang berada
di bawahnya. Akibat dari genangan air yang menumpuk di bagian bawah tersebut si pemilik tanah pertambangan di bawah itu terhalang untuk menggeduk batu bara di
lokasi pertambangan miliknya. Menarik, bahwa dari kasus yang pertama di atas, si pemilik tanah pertambangan di level bawah tersebut, menurut hakim tidak memunyai
hak untuk menyatakan keberatannya. Dalam pertimbangan hakim, dikatakan, bahwa si pemilik tanah pertambangan batu bara di level atas itu memunyai hak sepenuhnya
untuk mengambil seluruh batu bara yang terdapat di areal miliknya. Selanjutnya, menurut para hakim, kerusakan yang terjadi di level bawah karena genangan air yang
merembes ke bawah itu adalah sesuatu yang sifatnya alamiah, yaitu bahwa air selalu mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Akibatnya,
karena keadaan alamiah itu maka logis bagi si Tergugat untuk tidak memunyai kewajiban apa pun untuk menjaga kepentigan si Penggugat. Menurut para hakim
dalam kasus yang pertama itu, adalah merupakan kewajiban atau beban dan tugas dari si Penggugat melindungi dirinya sendiri dengan cara mendirikan atau membangun
apa saja yang dapat mencegah air yang selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Dalam kasus itu, menurut para hakim, air memang dengan
sengaja dibiarkan oleh si Tergugat untuk mengalir mengikuti takdirnya.
63
Tetapi dalam yurisprudensi yang kedua, yaitu dalam Baird v. Williamson, si Tergugat, yang adalah pemilik dari areal pertambangan yang berada di level atas,
tidak saja menjadi korban karena dia membiarkan air untuk mengalir melewati areal tambangnya tanpa membuat suatu perintang antara areal pertambangan di atas dengan
areal pertambangan milik orang lain yang berada di bawahnya, namun agar ia dapat mengerjakan areal pertambangannya ia justru memompa sejumlah volume air yang
mengalir menuju areal tambang milik si Penggugat, menambah jumlah yang secara alamiah mengalir ke wilayah areal tambang milik Penggugat, sebagai akibat
perbuatan Tergugat memompa air itu si Penggugat menderita kerugian. Sekali pun upaya melakukan pemompaan air yang mengakibatkan kerugian itu telah dapat
dibuktikan tidak terjadi karena kelalaian, dan dilakukan karena hal itu memang merupakan hak si Tergugat bekerja di tambang miliknya sendiri, namun ia oleh para
hakim dalam yurisprudensi kedua itu dijatuhi hukuman untuk bertanggung jawab atas kerugian yang telah ditimbulkan itu.
Bahwa hal itu merupakan akibat dari perbuatan si Tergugat, entah itu perbuatan yang dapat digolongkan sebagai suatu perbuatan dengan keahlian atau
tanpa keahlian, namun dalam kenyataannya si Penggugat menderita kerugian, dan oleh sebab itulah si Tergugat dinyatakan harus bertanggung jawab. Artinya, dalam
yurisprudensi yang pertama kerugian diperlakukan sebagai terjadi karena alam sedangkan dalam yurisprudensi yang kedua kerugian itu terjadi disebabkan oleh
perbuatan si Tergugat.
64
Apabila kedua yurisprudensi sebagaimana telah dikemukakan di atas itu kemudian dipergunakan untuk menguji kasus yang ditangani di Mahkamah Agung
Inggris tersebut maka menurut Cranworth ia sama sekali tidak memunyai keragu- raguan untuk menyatakan bahwa putusan yang telah dijatuhkan oleh Pengadilan the
Exchequer Chamber adalah benar adanya. Dalam hal ini si Penggugat berhak untuk mengeduk batu bara sampai dengan batas tanah milik tuan Whitehead dan bahkan
sampai ke beberapa areal pertambangan tua yang sudah ditinggalkan. Menurut Cranworth, apabila air meluap di areal tambangnya si Tergugat, kita
aggap saja tanah tersebut adalah tanah milik si Tergugat untuk disesuaikan dengan kasus yang tengah ditangani di House of Lords tersebut, dan air itu meluap menuju
tanah tempat si Penggugat melalui saluran-saluran yang ada di daerah tambang tua yang sudah ditinggalkan itu dan oleh sebab itu pekerjaan penambangan di tanah milik
si Penggugat kemudian berhenti beroperasi maka tidak ada alas hak bagi si Penggugat untuk mengajukan gugatan itu.
Dus, sekali pun semua pekerjaan penambangan tua itu ternyata dibuat oleh si Penggugat sekali pun, maka si Penggugat hanya mengerjakan apa yang menjadi
bagiannya untuk dilakukan dan tidak lebih dari itu; sebab menurut asas yang berlaku di dalam yurisprudensi Smith v. Kenrick, maka pihak yang mengerjakan
pertambangan yang lokasinya berada di bawah penampungan air yang sudah dibuat tersebut memunyai hak untuk mengambil dan membawa pergi semua batu bara
termasuk dari areal pertambangan batu bara yang tua dan sudah ditinggalkan itu tanpa
65
menyisakan tembok atau pembatas apa pun dengan tanah di mana areal pertambangan milik si Tergugat Whiteheads.
Hanya saja, kenyataannya kasus posisi tidak lah demikian. Dalam kenyatannya dalam rangka mencapai apa yang diinginkan oleh si Tergugat, maka ia,
membawa ke dalam tanah milik mereka, atau tanah yang dalam kasus ini dapat diperlakukan sebagai tanah yang mereka kuasai, suatu volume air yang sangat besar
dan menampungnya dalam suatu penampungan. Menyusul hal itu timbul kerugian bagi si Penggugat dan karena kerugian itulah, menurut Cranworth, tidak perduli,
meskipun hal itu pengerjaan membawa dan menampung air dilakukan dengan tingkat keterampilan dan kehati-hatian yang sangat tinggi sekali pun, si Tergugat,
berdasarkan prinsip hukum yang telah dikemukakan di atas pasti, harus bertanggung jawab memberikan ganti rugi kepada Penggugat.
Akhirnya disepakati menurut Cranworth, oleh sebab itu, dengan sesama negarawan dan teman terpelajarnya itu bahwa Keputusan yang telah dibuat oleh
Pengadilan sebelumnya the Exchequer Chamber haruslah dikuatkan dan dengan demikian harus ada hukuman bagi si Terdakwa Thomas Fletcher, yaitu mereka
melakukan suatu perbuatan melawan hukum.
C. Analisis Perbandingan tentang Strict Liability Indonesia-