RANCANG BANGUN ALAT PENGIRAT BAMBU
(2)
ABSTRAK
RANCANG BANGUN ALAT PENGIRAT BAMBU
OlehFauzan
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah alat untuk meningkatkan efisiensi tenaga dan kualitas iratan bambu sebagai bahan untuk membuat bahan kerajinan yang berbahan baku dari bambu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan alat yang dikerjakan di bengkel las Cahaya Las di Kecamatan Teluk Betung Barat dan tahap pengujian alat yang dilaksanakan di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pengujian pengiratan dilakukan dalam skala laboratorium. Batang bambu dipotong masing-masing sepanjang 0,5 meter lebar 0,15 meter, kulit luar bambu dikupas, dan dibelah menjadi beberapa bilah. Kemudian, bilah-bilah bambu dimasukkan ke dalam saluran pengumpan dan unit pendorong dalam keadaan berputar. Dilakukan pengujian menggunakan 5 sampel basah dan 5 sampel kering dan dilakukan 3 kali pengulangan. Bagian bambu yang diuji diklasifikasi dalam 3 bagian yaitu pangkal, tengah, dan ujung. Aspek yang diamati adalah persentasi bambu terirat, dan waktu pengiratan. Hasil uji kinerja alat pengirat bambu untuk sampel bambu basah didapatkan hasil bambu bagian pangkal memiliki persentase keberhasilan
(3)
dan bagian tengah mempunyai persentase yang sama yaitu sebesar 33,33 %, dan bagian ujung mempunyai persentase sebesar 20 %. Ini menunjukkan bahwa sampel bambu kering persentasenya keberhasilannya lebih baik dibandingkan dengan sampel bambu yang kadar air masih tinggi.
(4)
ABSTRACT
DESIGN OF BAMBOO SPLITTER TOOL
By Fauzan
This study aimed to make a tool that enhances efficiency and quality of bamboo strip as raw material to produce bamboo-made handicrafts. This research was conducted in December 2012 to March 2013. The research comprised into two steps (i). tools fabrication was done at Cahaya Las workshop at Kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar Lampung and (ii). trial and testing at Agricultural Workshop, Agricultural Engineering Department, Faculty of Agriculture, University of Lampurng.Testing of split process was conducted on laboratory scale. The steps are as follows one bar of bamboo was cutted with 0.5 m length and 0,15 width. Then, the outer skin was peeled before it was sliced into some strips. Next, the strips of bamboo was feeded to a channel and booster unit in a spinned condition. Each tests were repeated 3 times i.e. 5 samples in wet condition and 5 samples in dry condition. Part of tested bamboo was classified into 3 types i.e. culm, middle and end. Then, percentage of rodent bamboo, and the period of split process. The performance test of splitter bamboo tool for wet bamboo found that the percentage of bamboo culm is 33,33 %, middle 20 % and
(5)
Whereas the dry of the sample found that the percentage of culm, middle is similar about 33,33 % and the end part of the bamboo has percentage around 20 %.
(6)
(7)
(8)
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 5
C. Manfaat Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Bambu ... 6
B. Asal-usul Bambu ... 7
C. Pemanfaatan Bambu ... 10
1. Bambu Lapis ... 10
2. Bambu Lamina ... 10
3. Papan Semen ... 11
4. Arang Bambu ... 11
5. Pulp ... 11
6. Kerajinan dan Handicraft ... 12
7. Supit ... 12
8. Furniture dan Perkakas Rumah Tangga ... 12
9. Komponen Bangunan dan Rumah ... 12
10. Rebung... 13
11. Bahan Alat Musik Tradisional ... 13
D. Rancang Bangun... 14
E. Alat Pengirat Bambu ... 15
(10)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20
B. Alat dan Bahan ... 20
C. Metode Penelitian ... 21
D. Pendekatan Desain ... 22
1. Kriteria Desain ... 22
2. Rancangan Fungsional ... 23
3. Rancangan Stuktural ... 24
4. Uji Kinerja Alat ... 26
E. Parameter yang Diukur ... 27
1. Kapasitas Alat Pengirat Bambu ... 27
2. Persentase Alat Pengirat Bambu ... 28
F. Analisis Data ... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Alat Pengirat Bambu ... 29
B. Mekanisme Pengiratan Bambu ... 30
C. Bagian Alat ... 30
1. Engkol ... 30
2. Rol ... 30
3. Pisau ... 30
D. Analisis Data ... 31
1. Kapasitas Kerja Alat Pengirat Bambu ... 31
2. Persentase Keberhasilan Uji Sampel ... 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 36
B. Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
(11)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda, dan sudah dewasa pada umur 4 - 5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas berongga kadang-kadang masif, berdinding keras. Pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang. Akar bambu terdiri atas rimpang (rhizon) berbuku dan beruas, pada buku akan ditumbuhi oleh serabut yang dapat tumbuh menjadi tunas.
Dari kurang lebih 1.000 spesies bambu, sekitar 200 spesies ditemukan di Asia Tenggara. Khususnya di Indonesia telah ditemukan sekitar 60 jenis bambu. Tanaman bambu ini ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 mdpl. Pada umumnya tanaman bambu ditemukan di tempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air.
Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang peranan sangat penting. Bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik, antara
(12)
lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk, dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu, sampai saat ini harga bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan.
Bambu merupakan tanaman yang mampu meregenerasi dirinya sendiri secara alami. Saat tangkai bambu dipanen, maka tunas baru akan muncul dan menggantikannya dalam waktu beberapa bulan. Jika dibandingkan dengan pohon yang hanya dapat dipanen dengan rotasi beberapa tahun, bambu dapat dipanen secara rutin pertahun. Pertumbuhan bambu yang cepat berarti menjamin kelangsungan untuk memenuhi kebutuhan yang berkelanjutan. Pertumbuhan bambu sangat berbeda, dengan pohon biasa yang memiliki poros sebagai pusat pertumbuhan dan pertumbuhan sekunder. Sedangkan bambu tangkainya tumbuh dari bawah tanah dan tidak memiliki poros sebagai pusat pertumbuhan serta tidak ada pertumbuhan sekunder. Sehingga pertambahan umur tidak dapat diukur dengan pertambahan diameter. Pertumbuhan tanaman dari masa muda ke dewasa menunjukkan pola tunas baru tumbuh dengan meningkatkan garis tengah dan makin tinggi. Tunas yang baru muncul umumnya akan mencapai tinggi maksimal pada usia 3 sampai 4 bulan.
Kehidupan masyarakat desa, bambu sangat dekat dan dibutuhkan untuk berbagai kebutuhan masyarakat desa mulai lahir (untuk memotong pusar bayi dan sunatan) sampai meninggal (kremasi jenazah). Aktifitas kehidupan sehari-haripun tak luput dari pemanfaatan bambu sebagai bahan makanan (rebung), pembungkus makanan (daun), makanan ternak (pucuk muda), sapu lidi, kerajinan untuk kebutuhan rumah
(13)
tangga, cinderamata dan mebel, industri (pulp dan kertas), konstruksi (jembatan, bangunan rumah, tiang, sekat, dinding, atap dan penyanggah), bahan bakar dan untuk upacara adat. Manfaat lain dari bambu yaitu memiliki keunggulan untuk
memperbaiki sumber tangkapan air yang sangat baik, sehingga mampu meningkatkan aliran air bawah tanah secara nyata. Selain itu bambu merupakan tanaman yang mudah ditanam, tidak membutuhkan perawatan khusus, dapat tumbuh pada semua jenis tanah (baik lahan basah/kering), tidak membutuhkan investasi besar,
pertumbuhannya cepat, setelah tanaman mantap (3 – 5 tahun) dapat di panen setiap tahun tanpa merusak rumpun dan memiliki toleransi tinggi terhadap gangguan alam dan kebakaran. Bambu juga memiliki kemampuan peredam suara yang baik dan menghasilkan banyak oksigen sehingga dapat ditanam di pusat pemukiman dan pembatas jalan raya. Memperhatikan manfaat bambu, beberapa Negara asia
diantaranya china telah menggunakannya bambu sebagai tanaman utama konservasi alam selain untuk memperbaiki dan meningkat sumber tangkapan air, sehingga mampu meningkatkan aliran air bawah tanah juga pertimbangan budaya dan meningkatkan ekonomi masyarakat melalui aneka kerajinan serta kebutuhan konstruksi.
Bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan. Bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat rumah tangga. Dalam bentuk belahan dapat dibuat geribik, dinding atau lantai, reng, pagar, kerajinan, dan sebagainya. Beberapa jenis bambu akhir-akhir ini mulai banyak digunakan sebagai
(14)
bahan baku industri supit, alat ibadah, serta barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai, dan lain-lain. Sering ditemui barang-barang yang berasal dari bambu yang dikuliti khususnya dalam keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru dan bulukan, sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering.
Bambu merupakan tanaman yang memiliki nilai secara ekonomis dan ekologis. Bila dibandingkan dengan kayu, tanaman bambu dapat memberikan peningkatan
pendapatan lebih cepat di sekitar hutan, yaitu sekitar 4-5 tahun. Manfaat ekonomis lainnya adalah sebagai bahan baku pengganti kayu maupun produk jadi antara lain sumpit, barang kerajinan, bahan lantai, bahan langit-langit masih sangat terbuka. Dari sisi ekologis, tanaman bambu memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lingkungan karena sistem perakarannya dapat mencegah erosi dan mengatur tata air serta dapat tumbuh pada lahan marginal (Sukawi, 2010).
Perkembangan rekayasa teknologi saat ini tidak hanya bertujuan untuk membantu manusia, namun juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan. Segala hal yang berkaitan dengan ramah lingkungan. Bahkan banyak negara yang berupaya membuat produk ramah lingkungan tanpa melupakan tujuan awalnya (Taufik, dkk, 2013).
Hingga saat ini, pengrajin bambu di Indonesia masih menggunakan cara mengirat bambu secara manual. Keseragaman dan efisiensi mengolah bahan baku untuk membuat bahan kerajinan masih rendah. Maka dari itu dibutuhkan sebuah alat untuk
(15)
meningkatkan efisiensi tenaga dan kualitas iratan bambu sebagai bahan untuk membuat bahan kerajinan yang berbahan baku dari bambu.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merancang, membuat, dan menguji alat pengirat bambu untuk mempermudah kerja pengrajin bambu dan untuk meningkatkan efisiensi tenaga dan kualitas pengiratan bambu sebagai bahan kerajinan.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan satu alat pengirat bambu yang
berguna untuk meningkatkan produktivitas bambu.
Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa pengiratan bambu secara mekanik akan lebih menguntungkan dari segi waktu dan tenaga.
(16)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Bambu
Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan sudah menyebar di kawasan Nusantara. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai iklim kering (Departemen Kehutanan & Perkebunan, 1999).
Lopez dan Shanley (2004) menyebutkan bahwa bambu termasuk keluarga rumput-rumputan dan merupakan tumbuhan paling besar di dunia dalam keluarga ini. Ada lebih dari 1.000 spesies bambu dan kebanyakan terdapat di Asia. Tumbuhan ini, dengan kekuatan dan kelenturannya, memiliki manfaat yang tidak terbatas.
Bambu telah menjadi bagian alami dari kehidupan masyarakat, mulai dari lahir hingga mati. Di Cina dan Jepang, pisau bambu digunakan untuk memotong tali pusar bayi pada saat dilahirkan, dan jenazah orang yang meninggal diletakkan di atas alas yang terbuat dari bambu. Tumbuhan ini sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat sehari-hari (Lopez & Shanley, 2004).
Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang peranan sangat penting. Bambu dikenal memiliki banyak manfaat, karena batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah
(17)
dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan.
Jenis-jenis bambu yang populer di setiap kelompok masyarakat bervariasi. Di Sulawesi Selatan, bambu yang paling populer adalah bambu parring
(Gigantochloa atter) dan bambu betung (Dendrocalamus asper) (Suhasman dan Bakri, 2012).
B. Asal-usul Bambu
Tanaman bambu banyak ditemukan di daerah tropik di Benua Asia, Afrika, dan Amerika. Namun, beberapa spesies ditemukan pula di Australia. Benua Asia merupakan daerah penyebaran bambu terbesar. Penyebarannya meliputi wilayah Indoburma, India, Cina, dan Jepang. Daerah Indoburma dianggap sebagai daerah asal tanaman ini. Selain di daerah tropik, bambu juga menyebar ke daerah subtropik dan daerah beriklim sedang di dataran rendah sampai di dataran tinggi (Berlian dan Rahayu, 1995).
Di daerah hujan tropis, bambu tumbuh dalam kelompok. Ketika terjadi gangguan hutan alam, misalnya karena logging. Bambu semakin tersebar, misalnya jenis
Phyllostachys ditemukan hampir di seluruh daerah Cina, Jepang, dan Taiwan.
Budidaya bambu dilakukan di Indonesia, India, dan Bangladesh.
Dari sekitar 75 genus terdiri dari 1.500 spesies bambu di seluruh dunia, 10 genus atau 125 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Berdasarkan sistem percabangan
rimpang, genus tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, genus yang berakar rimpang dan tumbuh secara simpodial, termasuk di dalamnya genus
(18)
berakar rimpang dan tumbuh secara monopodial (horizontal) dan bercabang secara lateral sehingga menghasilkan rumpun tersebar, diantaranya genus Arundinaria. Sedangkan menurut Berlian dan Rahayu (1995) di Indonesia terdapat lebih kurang 125 jenis bambu. Ada yang masih tumbuh liar dan masih belum jelas kegunaannya. Beberapa jenis bambu tertentu mempunyai manfaat atau nilai ekonomis yang tinggi seperti: bambu apus, bambu ater, bambu andong, bambu betung, bambu kuning, bambu hitam, bambu talang, bambu tutul, bambu cendani, bambu cangkoreh, bambu perling, bambu tamiang, bambu loleba, bambu batu, bambu belangke, bambu sian, bambu jepang, bambu gendang, bambu bali, dan bambu pagar.
Tabel 1.Jenis-jenis Bambu
No. Nama botanis Sinonim Nama lokal dan
penyebaran 1. Bambusa atra Lindley Bambusa lineata Munro
Bambusa rumphiana Kurz Dendrocalamus latifolius Laut & K. Shum
Loleba (Maluku, Nena (Shanghai)
2. Bambusa multiplex
(Lour) Raeuschel ex J.A. & J.H. Schultes
Arundo multiplex (Lour.)
Bambusa nana (Roxb) Bambusa glaucescens (Willd) Sieb ex Munro
Bambu krisik hijau, Krisik putih, Bambu pagar, Bambu cina (Indonesia), Aor selat (Kalimantan Barat)
3. Bambusa vulgaris
Schrad ex Wendl
Bambusa thouarsii Kunth
Bambusa surinamensis
Ruprecht
Ampel hijau tua, Ampel hijau muda, Pring gading, Pring tutul (Indonesia)
4. Dendrocalamus asper
(Roem. & Schultf.) Backer ex Heyne.
Bambusa asperaSchultes Dendrocalamus flagelifer Gigantochloa aspera Schultes F. Kurtz Dendrocalamus merrilianus (Elmer) Elmer
Bambu petung (Indonesia), Petung coklat (Bengkulu), Petung hijau (Lampung), Petung hitam (Banyuwangi)
5. Dinochloa scadens - Cangkoreh
(19)
Tabel 1. (lanjutan).
No. Nama botanis Sinonim Nama lokal dan
penyebaran 6. Gigantochloa apus Kurz Bambusa apus J.A. & Schultes
Gigantochloa Kurzii Gamble
Bambu tali (Indonesia)
7. Gigantochloa
atroviolaceae Widjaja
Gigantochloa verticillata
(Willd) sensu Backer
Bambu hitam (Indonesia), Pring wulung (Jawa), Awi hideung (Sunda) 8. Gigantochloa atter
(Hassk) Kurz ex Munro
Bambusa thouarsii Kunth var atter Hassk Gigantochloa verticillata (Wild) Munro sensu Backer
Bambu ater (Indonesia), Pring benel, Pring jawa (Jawa), Awi temen (Sunda) 9. Gigantochloa pruriens
Widjaja
- Buluh belangke,
buluh regen (Karo), Buluh yakyak (Gayo) 10. Gigantochloa
pseudoarundinacea
(Steudel) Widjaja
Bambusa pseudoarun dinacea Steudel Gigantochloa
verticillata (Wild) Munro
Gigantochloa maxima Kurz
Awi andong besar, Andong leutik, Andong kapas, Andong batu (Sunda), Pring gombong, Pring surat (Jawa) 11. Schizostachyum blumei
Ness
Melocana zollinger Steudel var. longispi culata Kurz ex Munro S. Longis piculatum
(Kurz ex Munro) Kurz
Awi tamiyang (Sunda)
12. Schizostachyum brachycladun Kurz
- Bambu lemang
kuning, Lemang hijau (Indonesia), Buluh tolang, Buluh sero (Maluku), Pring lampar (Banyuwangi)
Sumber : Lampiran Keputusan Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Nomor : 77/Kpts/V/1997 tanggal 28 juli 1997 tentang petunjuk teknis pembibitan bambu Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan 1997 dalam Indonesian Forest, 1997.
Bambu merupakan hasil hutan non kayu yang potensial untuk dikembangkan menjadi bahan baku industri. Di masa yang akan datang tanaman bambu dapat mendukung selain sebagai bahan baku sarana tradisional (bangunan, alat rumah tangga, kerajinan,
(20)
kesenian, dll) dapat pula mendukung kapasitas dan kualitas hutan yang selama ini menjadi sumber bahan baku industri perkayuan nasional. Bentuk dukungan tersebut melalui substitusi produk atau keseragaman sumber bahan baku industri, mengingat potensi kayu semakin langka, memerlukan waktu yang relatif panjang untuk
rehabilitasinya.
C. Pemanfaatan Bambu
Bambu sampai saat ini sudah dimanfaatkan sangat luas di masyarakat mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk industri biasanya ditujukan untuk orientasi eksport.
1. Bambu Lapis
Seperti halnya kayu diolah menjadi kayu lapis maka bambu juga dapat digunakan sebagai bahan baku kayu lapis. Berbagai macam produk bambu lapis dibuat baik dari sayatan bambu maupun pelepuh bambunya. Jenis yang umum dipakai untuk bambu lapis adalah bambu tali (Gigantocloa apus). Kadang-kadang bambu lapis ini dicampur dengan veneer kayu meranti untuk lapisan dalamnya, atau sebaliknya lapisan luarnya berupa veneer kayu.
2. Bambu Lamina
Bambu lamina adalah produk olahan bambu dengan cara merekatkan potongan-potongan dalam panjang tertentu menjadi beberapa lapis yang selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang. Lapisannya umumnya 2-5 lapis. Banyaknya lapisan tergantung ketebalan yang diinginkan dan penggunaannya. Kualitas bambu lamina
(21)
ini sangat ditentukan oleh bahan perekatnya. Dengan bahan perekat yang baik maka kekuatan bambu lamina dapat disejajarkan dengan kekuatan kayu kelas III.
3. Papan Semen
Papan semen bambu terbuat dari bambu, semen dan air kapur. Bambu terlebih dahulu diserut, kemudian direndamkan dalam air selama dua hari. Selanjutnya
dicampur ketiga bahan tersebut dan kemudian dibentuk papan pada suhu 56
0
C dengan waktu selama 9 jam.
4. Arang bambu
Pembuatan arang dari bambu dilakukan dengan cara destilasi kering dan cara timbun skala semi pilot. Bambu yang sudah dicobakan adalah bambu tali, bambu ater, bambu andong dan bambu betung. Nilai kalor arangnya rata-rata 6602 kal/g, dan yang paling baik dijadikan arang adalah bambu ater dimana sifat arang yang dihasilkan relatif sama dengan sifat arang dari kayu bakau.
5. Pulp
Pabrik kertas sangat potensial dalam memanfaatkan bambu sebagai bahan kertas. Cara pembuatan bahan kertas dari bambu mula-mula bambu dipotong dan diserpih dengan ukuran 25 mm x 25 mm x 1 mm. Dengan tekanan dan suhu tertentu serpihan bambu tersebut dimasak selama 1,5 jam. Kemudian pulp dicuci dan disaring. Kemudian pulp diurai dengan pengaduk 3-4 jam. Hasil uraian disaring, dicuci dan diputihkan. Setelah dicuci pulp dibuat lembaran sebagai bahan pembuat kertas. Bambu memiliki kandungan selulosa yang sangat cocok untuk dijadikan bahan kertas dan rayon. Pemanfaatan bambu sebagai bahan kertas di Indonesia telah diterapkan pada industri di Gowa dan Banyuwangi. Namun industri ini memiliki kendala dari segi bahan baku sehingga dibuat modifikasi yaitu campuran pulp bambu dengan perbandingan 70 % : 30 %.
(22)
6. Kerajinan dan Handicraft
Berbagai kerajinan dan handicraft dibuat dari bambu antara lain : tempat pulpen, gantungan kunci, cup lampu, keranjang, tas, topi dan lain-lain. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah keterampilan dan kreativitas dalam memanfaatkan bambu.
7. Supit
Pengembangan bahan bambu sebagai bahan industri telah pula mencakup kebutuhan peralatan makan berupa supit, tusuk sate dan tusuk gigi. Perkembangannnya sangat cepat karena mudah dalam pengerjaan apalagi bila dikerjakan dengan mesin secara otomatis. Bambu yang bagus untuk dijadikan supit adalah bambu mayan dan bambu andong. Bambu yang bagus untuk supit bambu yang berumur 3 tahun dimana untuk meningkatkan kualitasnya setelah ditebang kemudian dikeringkan selama kurang lebih 4 hari.
8. Furniture dan Perkakas Rumah Tangga
Bambu yang dipergunakan untuk mebel harus memenuhi beberapa syarat. Selain warna yang menarik juga dapat dibentuk secara istimewa dengan nilai seni yang tinggi tetap memenuhi kekokohannya. Olesan pengawet dan penghias, seperti pernis meningkatkan keawetan dan penampilan dengan tetap berkesan alami. Perkakas rumah tangga dan hiasan dari bambu digemari karena di samping tidak berkarat juga mencerminkan kesederhanaan tapi anggun. Bambu hitam dan bambu betung banyak digunakan untuk furniture antara lain : meja, kursi, tempat tidur, meja makan, lemari pakaian dan lemari hias. Di samping itu bambu juga banyak dipakai menjadi
peralatan rumah tangga dan assesoris penghias rumah.
9. Komponen Bangunan dan Rumah
Bambu yang dipergunakan sebagai bahan bangunan biasanya diawetkan terlebih dahulu dengan cara perendaman dalam air selama beberapa minggu kemudian
(23)
dikeringkan. Kadang-kadang juga dilakukan pengasapan belerang agar ham yang ada mati dan tidak dikunjungi oleh hama perusak. Sebagai bahan kontruksi yang tidak mementingkan keindahan, juga sering dipergunakan untuk menutup pori-pori buluh. Bambu bersama dengan kayu dan bahan organik lainnya banyak digunakan pada pembangunan rumah rakyat di pedesaan. Dengan perkembangan harga bahan dasar dan kebutuhan perumahan rakyat yang sederhana, maka pengembangan rumah berbahan kayu dan bambu sesuai untuk membantu rakyat yang berpenghasilan rendah, terutama di daerah yang mempunyai ketersediaan bambu.
Rumah-rumah rakyat di Jawa Barat masih banyak menggunakan bahan bambu. Bahan bambu pada umumnya digunakan sebagai kaso dan reng. Pada rumah panggung dan bilik bambu digunakan juga untuk keperluan dinding, lis, tiang, galar dan lantai. Penggunaan bambu oleh masyarakat sebagai bahan bangunan perumahan selain mudah didapat, bahan bambu dipercaya oleh masyarakat sebagi bahan yang kuat dan awet dengan catatan penggunaan terhindar untuk berhubungan langsung dengan air.
10. Rebung
Bambu dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam bentuk rebung. Jenis-jenis tertentu rebungnya dapat dimakan karena kadar HCN kecil atau sama sekali tidak ada, rasanya memenuhi selera, lunak dan warnanya menarik. Kandungan gizinya cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin.
11. Bahan Alat Musik Tradisional
Sesuai dengan ketebalan dinding, diameter dan panjang buluh, bambu dapat dibuat alat musik tradisional yang menghasilkan nada dan alunan suara yang khas. Faktor ketepatan memilih jenis dan tingkat pengeringan diperlukan gunamemperoleh kualitas yang memadai. Bambu dapat dibuat alat musik tiup, alat musik gesek
(24)
maupun alat musik pukul. Contoh yang terkenal adalah seruling, angklung,gambang, calung, kentongan, dll. Pembuatan alat musik dari bambu dituntut pengetahuan nada dan ketelatenan penanganan pekerjaan. Misalnya pada pembuatan angklung, bambu dipilih dari jenis bambu tertentu. Bambu temen, bambu hitam, bambu lengka dan bambu tali cocok dipergunakan untuk membuat kerangkanya. Waktu penebangan bambu harus cukup umur (2-3 tahun) tepat waktunya yakni pada musim kemarau. Pengeringan dilakukan dalam ruang, tidak boleh langsung dengan sinar matahari (Batubara, 2002).
Bambu merupakan tanaman yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat, dan sangat perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang pembudidayaan dan
pemanfaatannya yang bernilai ekonomis bagi kemaslahatan masyarakat (Yani, 2012).
D. Rancang Bangun
Rancang bangun berfungsi untuk menciptakan rencana teknis (technical plan)
penyelesaian persoalan, meliputi analisis dan sintesis yang bukan sekedar menghitung dan menggambar, tetapi juga mengusahakan bagaimana merencanakan produk yang siap dikomersilkan dan bagaimana produk tersebut dapat bertahan di pasaran (Soekarno dan Suharyatun, 2003).
Desain teknik adalah seluruh aktivitas untuk membangun dan mendefinisikan solusi bagi masalah yang sebelumnya telah dipecahkan namun dengan cara yang berbeda. Perancang teknik menggunakan kemampuan intelektual untuk mengaplikasikan pengetahuan ilmiah dan memastikan agar produknya sesuai dengan kebutuhan pasar serta spesifikasi desain produk yang disepakati, namun tetap dapat dipabrikasi dengan metode yang optimum. Aktivitas desain tidak dapat dikatakan selesai sebelum hasil
(25)
akhir produk dapat dipergunakan dengan tingkat performa yang dapat diterima dan dengan metode kerja yang terdefinisi dengan jelas (Hurst, 2006).
E. Alat Pengirat Bambu
Para ahli telah banyak mengemukakan teori merancang suatu alat atau mesin guna mendapatkan suatu hasil yang maksimal. Untuk mendapatkan hasil rancangan yang memuaskan secara umum harus mengikuti tahapan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menyelidiki dan menemukan masalah yang ada di masyarakat.
2. Menentukan solusi-solusi dari masalah prinsip yang dirangkai dengan melakukan rancangan pendahuluan.
3. Menganalisa dan memilih solusi yang baik dan menguntungkan. 4. Membuat detail rancangan dari solusi yang telah dipilih.
Meskipun prosedur atau langkah desain telah dilalui, akan tetapi hasil yang sempurna sebuah desain permulaan sulit dicapai. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut ini dalam pengembangan lanjut sebuah hasil desain sampai mencapai taraf tertentu, yaitu hambatan yang timbul dan cara mengatasi efek samping yang tak terduga. Kemampuan untuk memenuhi tuntutan pemakaian diungkapkan oleh Niemann (1998) dan ia menganjurkan mengikuti tahapan desain sebagai berikut :
1. Bentuk rancangan harus dibuat. Hal ini berkaitan dengan desain yang ada, pengalaman yang dapat diambil dengan segala kekurangannya serta faktor-faktor utama yang sangat menentukan bentuk konstruksinya.
2. Menentukan ukuran-ukuran utama dengan berpedoman pada perhitungan kasar. 3. Menentukan alternatif-alternatif dengan sket tangan yang didasarkan pada fungsi
yang dapat diandalkan, daya guna mesin yang efektif, biaya produksi yang rendah, dimensi mesin mudah dioperasikan, bentuk yang menarik dan lain-lain.
(26)
4. Memilih bahan. Hal ini sangat berkaitan dengan kehalusan permukaan dan
ketahanan terhadap keausan, terlebih pada pemilihan terhadap bagian-bagian yang bergesekan seperti bantalan luncur dan sebagainya.
5. Mengamati desain secara teliti. Setelah menyelesaikan desain, konstruksi diuji berdasarkan faktor-faktor utama yang menentukan.
6. Merencanakan sebuah elemen dan gambar kerja bengkel. Setelah merancang bagian utama, kemudian ditetapkan ukuran-ukuran terperinci dari setiap elemen. Gambar kerja bengkel harus menampilkan pandangan dan penampang yang jelas dari elemen tersebut dengan memperhatikan ukuran, toleransi, nama bahan dan jumlah produk.
7. Gambar kerja langkah dan daftar elemen, setelah semua ukuran elemen dilengkapi baru dibuat gambar kerja lengkap dengan daftar elemen. Di dalam gambar kerja lengkap hanya diberikan ukuran assembling dan ukuran luar setiap elemen diberi nomor sesuai daftar.
Faktor Penentu Pembuatan Produk yang Baik
Faktor yang mempengaruhi kualitas pembelahan bambu : 1. Jarak mata pisau
Untuk mendapatkan ketebalan yang diinginkan dapat menyetel jarak antara landasan tempat tumpuan dan pisau.
2. Kecepatan pengumpan
Untuk mendapatkan hasil yang baik, kecepatan pengumpan harus relatif konstan.
F. Aspek Teknis
Alat dan mesin yang bekerja secara otomatis dan bergerak secara mekanis membutuhkan sumber tenaga penggerak. Gerakan yang dihasilkan oleh sumber
(27)
tenaga ini lalu ditransmisikan kepada bagian komponen lainnya. Dalam Goering et al., (1993) sumber tenaga mesin-mesin pertanian terdiri dari 2 jenis sumber tenaga yaitu mesin diesel dan motor listrik. Sedangkan yang semi mekanis, tenaga penggeraknya bukan berasal dari motor melainkan tenaga manusia.
Perancangan adalah suatu proses penterjemahan kebutuhan pemakai informasi ke dalam suatu alternatif rancangan yang diinginkan kepada pemakai informasi untuk dapat dipertimbangkan. Perancangan merupakan pengaplikasian berbagai macam teknik dan prinsip untuk tujuan pendefinisian secara rinci suatu perangkat, proses atau sistem sehingga dapat direalisasikan dalam suatu bentuk fisik.
Hukum Hooke
Pada tahun 1676, Robert Hooke mengusulkan suatu hukum fisika menyangkut pertambahan sebuah benda elastik yang dikenal oleh suatu gaya. Menurut Hooke, pertambahan panjang suatu benda berbanding lurus dengan gaya yang diberikan pada benda tersebut. Secara matematis, hukum Hooke ini dapat dituliskan sebagai.
F = k x ... (1) dengan :
F = gaya yang dikerjakan (N) x = pertambahan panjang (m) k = konstanta gaya (N/m)
Perlu diingat bahwa hukum Hooke hanya berlaku untuk daerah elastik, tidak
berlaku untuk daerah plastik maupun benda-benda plastik serta hanya berlaku untuk pertambahan panjang yang kecil.
(28)
Momen Inersia
Apabila ada sebuah benda tegar berputar terhadap sebuah sumbu tetap melalui titik O yang tegak lurus bidang gambar, maka semua partikel memiliki percepatan sudut yang sama dan oleh karena itu :
= ( m1 r12 + m2 r22 + ….) = ( mi ri2) ... (2) Jumlah mi ri2 disebut momen inersia atau momen kelembaman benda terhadap sumbu yang melalui titik O dan dilambangkan dengan I.
Dengan kata lain momen inersia dapat dianggap sebagai penjumlahan hasil kali massa setiap partikel dalam suatu benda tegar dengan kuadrat jaraknya dari sumbu, atau sebagai perbandingan gaya putar resultante terhadap percepatan sudut. Gaya putar resultante terhadap sumbu bersesuaian dengan kecepatan linear a, dan momen inersia I terhadap sumbu bersesuaian dengan massa m. Momen inersia sebuah benda terhadap suatu sumbu dapat diperoleh secara
percobaan, dengan memutar benda itu terhadap sumbu, dengan mengerjakan gaya putar yang terukur pada benda itu, lalu mengukur percepatan sudut yang timbul karenanya.
Momen inersia dapat dihitung berdasarkan persamaan mi ri2 untuk sembarang sistem yang terdiri dari massa-massa titik yang sangat kecil. Momen inersia suatu benda tidak seperti massanya, bukanlah suatu sifat unik benda itu, melainkan bergantung pada sumbu terhadap mana momen inersia itu dihitung. Untuk suatu benda yang bukan terdiri atas massa titik melainkan atas materi yang terdistribusi secara tidak terputus-putus, penjumlahan yang dirumuskan dalam definisi momen kelembaman, I = mi ri2 , haruslah dihitung dengan metode hitung analisa.
(29)
Jika dV adalah volume dan dm adalah massa sebuah elemen, maka kerapatan massa didefinisikan berdasakan hubungan dm = dV. Karena persamaan di atas dapat pula ditulis sebagai :
I = r2 dV ... (3) Kalau rapat massa sebuah benda adalah sama di semua titik, maka benda itu dikatakan uniform atau homogen, maka
I = r2 dV ... (4) Kalau hendak menggunakan persamaan ini, sembarang elemen volume yang akan memudahkan hitungan dapat diambil, asal semua titik di dalam elemen itu sama jaraknya, r, dari sumbu. Perhitungan integral semacam ini dapat menimbulkan kesulitan jika bendanya tidak teratur, akan tetapi untuk benda-benda yang bentuknya, pelaksanaan integrasinya dapat dilakukan dengan relatif mudah. Pada dasarnya menentukan momen inersia benda berwujud tertentu seperti silinder pejal, bola dll adalah mudah. Namun untuk benda yang berwujud tak beraturan menjadi sulit.
(30)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan alat yang dikerjakan di bengkel Cahaya Las di Kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar Lampung dan tahap pengujian alat yang dilaksanakan di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada pembuatan alat pengirat bambu adalah: 1 set alat las listrik, mistar siku, jangka sorong, gerinda, bor listrik, dan tanggem. Alat-alat yang digunakan pada uji kinerja alat adalah stopwatch.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam pembuatan alat pengirat bambu skala lab ini adalah : besi siku yang berukuran 3 x3 cm, baut dan mur, besi as, dan pipa besi berdiameter 3 cm. Untuk pengujian alat, bahan bambu apus yang dipakai adalah bilah bambu yang sudah dibagi menjadi 4 bagian dan panjangnya sekitar 65 cm.
(31)
C. Metode Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap untuk mempermudah dan memperjelas arah penelitian, yaitu tahap perancangan (desain) alat,
pembuatan atau perakitan alat, pengujian hasil rancangan, pengamatan, dan pengolahan data seperti disajikan pada Gambar 1.
Perancangan dilakukan untuk menggambar awal alat yang akan dibuat dengan menggunakan program AutoCAD, kemudian dilanjutkan ke tahap pembuatan atau perakitan alat di bengkel khusus pembuatan alat alsintan. Setelah alat selesai dibuat, kemudian alat diuji coba dengan parameter-parameter pengujian yang selanjutnya dibahas dalam subbab pengujian alat. Pengamatan dan pengolahan data dilakukan setelah alat diuji. Diagram alir proses penelitian dapat dilihat sebagaimana Gambar 1
(32)
D. Pendekatan desain
1. Kriteria desain
Untuk perancangan alat pengirat bambu, aspek yang perlu diperhatikan adalah efektifitas dan efisiensi. Alat yang dibuat diharapkan mampu mengirat bambu dengan persentase 60 % karena alat ini dibuat untuk skala penelitian. Alat pengirat bambu ini menggunakan sumber tenaga dari manusia yaitu dengan menggunakan engkol. Gambar ilustrasi dari alat pengirat bambu ini dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
(33)
Gambar 3. Ilustrasi alat pengirat bambu (tampak samping kiri)
2. Rancangan fungsional
Alat ini terdiri dari beberapa komponen utama antara lain: dudukan, kerangka, roda penggerak, pisau pembelah, dan saluran pengeluaran.
a. Dudukan alat pengirat bambu
Bagian dudukan ini berfungsi sebagai penyangga atau meja dudukan penopang mesin-mesin yang lain.
b. Kerangka alat pengirat bambu
Bagian ini berfungsi sebagai tempat dipasangnya seluruh komponen inti dari alat pengirat bambu.
(34)
c. Rol penggerak
Rol penggerak berfungsi sebagai penggerak masuknya bilah bambu menuju pisau pengirat.
d. Pisau
Pisau merupakan bagian utama dari alat pengirat bambu yang berfungsi untuk melukai batang dan tidak melukai serat.
3. Rancangan struktural
a. Dudukan alat pengirat bambu
Bagian rangka terbuat dari besi siku dengan ukuran 2 cm x 5 cm. Tinggi rangka 80 cm, lebar 48 cm dan panjang 77 cm. Rancangan rangka dapat dilihat pada Gambar 7.
(35)
b. Kerangka alat pengirat bambu
Kerangka ini terbuat dari besi segi empat berukuran 1,5x1,5 cm. Ukuran dari kerangka adalah 40x20x20 cm.
Gambar 5. Kerangka alat pengirat bambu
c. Roller penggerak
Bagian roda penggerak terbuat dari besi yang berbentuk seperti roda serta dilapisi dengan karet. Diameter roda ini adalah 3 cm, panjang masing-masing roda adalah 15 cm, dan jarak antara roda satu dengan yang lain adalah 0,5 cm. Ketebalan dari karet pelapisnya adalah 0,2 cm.
(36)
d. Pisau
Pisau terbuat dari plat baja yang disusun sejajar sebanyak 2 buah.
Diletakkan dengan posisi tegak dengan ketebalan 1,5 mm dan panjang 3 cm, jarak pisau satu dengan yang lainnya adalah 3 mm, mata pisau bagian atas hanya satu sisi saja dan yang tengah memiliki mata pisau di kedua sisinya. Sama seperti penelitian Lutfi dkk., (2010) pisau terbuat dari baja dan diasah sehingga salah satu sisinya menjadi tajam.
Gambar 7. Pisau untuk mengirat bambu
4. Uji Kinerja Alat
Pengujian komponen alat diamati untuk memastikan bahwa setiap komponen diharapkan bekerja dengan baik. Setelah semua alat bekerja dengan baik langkah selanjutnya adalah pengujian alat pengirat bambu, pengujian kapasitas alat
pengirat bambu, dan menghitung lama pengiratan bambu.
a. Pengujian Pengiratan Bambu
Pengujian pengiratan dilakukan dalam skala laboratorium. Cara pengiratan
bambu ini adalah satu batang bambu dipotong masing-masing sepanjang kira-kira 65 cm lebar rata-rata 1,5 cm, kulit luar bambu dikupas terlebih dahulu, lalu
(37)
bambu tersebut dibelah menjadi beberapa bilah. Setelah itu, bilah-bilah bambu tersebut dimasukkan ke dalam saluran pengumpan dan unit pendorong dalam keadaan berputar.
Sebelum dan sesudah dilakukan pengiratan, jumlah bambu sampel, jumlah bambu yang terirat, tidak terirat, dan bambu terirat rusak dihitung untuk data pengamatan. Masing-masing pengujian dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali, yaitu 5 sampel dalam keadaan basah dan 5 sampel dalam keadaan kering. Bagian bambu yang diuji diklasifikasi dalam 3 bagian yaitu pangkal, tangah, dan ujung. Kemudian menghitung persentase bambu yang terirat, dan bambu terirat rusak dari sampel bambu yang diirat pada alat pengirat, dilanjutkan dengan menghitung lama pengiratan.
b. Pengujian Kapasitas Kerja Alat
Kapasitas kerja alat pengirat bambu ini dilakukan dengan cara mengumpankan bahan dengan 3 kali pengulangan dan mencatat waktu yang diperlukan untuk mengirat bambu tersebut.
E. Paramater yang Diukur
1. Kapasitas Alat Pengirat Bambu
Parameter yang diukur yaitu kapasitas kerja dari alat pengirat bambu dengan cara jumlah bahan dibagi waktu. Prosedur ini menggunakan stopwatch untuk
menghitung waktu pengiratan. Sebelum bambu dimasukkan ke dalam alat
(38)
selesai melakukan pengiratan, stopwatch dilihat kembali berapa waktu yang diperlukan untuk mengirat bambu sampel.
Perhitungan ini menggunakan persamaan :
... (5)
2. Persentase Keberhasilan Bambu Terirat
Selain itu kualitas hasil dari uji kinerja alat pengirat bambu ini dilihat dari keseragaman ketebalan dan persentase produk terpakai dengan cara menghitung jumlah bambu yang terirat baik dibagi jumlah total sampel bambu.
... (6)
Kriteria bambu yang terirat baik adalah :
1. Panjang iratan maksimal berkurang 2 cm dari panjang sampel awal. 2. Ketebalan iratan seragam dari ujung satu ke ujung lainnya.
3. Lebar bambu hasil iratan tidak berkurang dari separuh panjang iratan.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari percobaan ini, pengamatan dan perhitungan dianalisis menggunakan statistik sederhana, dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar.
(39)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Telah dihasilkan prototipe alat pengirat bambu dengan menggunakan engkol sebagai tenaga penggeraknya. Hasil pengujian prototipe alat pengirat bambu, bambu kering hasilnya relatif lebih baik dibandingkan dengan sampel bambu yang kadar airnya masih tinggi. Disebabkan karena sampel bambu kering memiliki struktur yang relatif lebih stabil dibandingkan dengan bambu yang kadar airnya masih tinggi.
Alat ini dapat mengirat bambu basah bagian pangkal sebesar 33,33 %, bagian tengah sebesar 20 %, dan bagian ujung sebesar 26,67. Sedangkan persentase keberhasilan sampel bambu kering bagian pangkal dan tengah sebesar 33,33 %, dan bagian ujung sebesar 26,67 %.
Alat ini dapat mengirat dengan kapasitas bambu sampel basah bagian pangkal sebanyak 560 bilah/jam, bagian tengah sebanyak 1360 bilah/jam, dan bagian ujung sebanyak 823 bilah/jam. Sedangkan sampel bambu kering bagian pangkal memiliki kapasitas sebanyak 484 bilah/jam, bagian tengah sebesar 621 bilah/jam, dan bagian ujung sebanyak 602 bilah/jam.
(40)
B. Saran
Alat ini masih memiliki kapasitas yang rendah, maka diperlukan adanya
penelitian lebih lanjut seperti penggunaan tenaga motor listrik, dan penambahan ukuran alat itu sendiri agar kapasitasnya menjadi lebih banyak dari yang sekarang. Sedangkan hasil iratan yang masih di bawah 50 % disarankan dengan penggunaan pisau berbahan yang tahan karat, serta dudukan pisau lebih kokoh. Ini disebabkan karena bambu merupakan bahan baku yang cukup keras maka diperlukan pisau yang lebih tajam dan dudukan yang kokoh agar bambu yang akan diirat akan terirat dengan baik.S
(41)
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Dikutip dari www.library.usu.ac.id. Tanggal 12 Juli 2013.
Berlian dan Rahayu. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta. Goering, C.E, R.P. R. Bach, dan A.K. Srivastava. 1993. Engineering Principle of
Agricultural Machines. ASAE. Michigan. USA.
Hurst, K.S. 2006. Prinsip-Prinsip Perancangan Teknik. Erlangga. Jakarta.
Lampiran Keputusan Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Nomor : 77/Kpts/V/1997 tanggal 28 juli 1997 tentang Petunjuk Teknis Pembibitan Bambu, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan 1997 dalam Indonesian Forest, 1997.
Lewington, A. 1990. Plants for People. OxfordUniversity Press, Incorporated.
Lopez, C dan P, Shanley. 2004. Riches of the Forest: Food, Spices, Crafts and Resins of Asia. Cifor. Bogor. Indonesia.
Lutfi, M., S. Setiawan, W.A. Nugroho. 2010. Rancang Bangun Perajang Ubi Kayu Pisau Horizontal. Jurnal Rekayasa Mesin, Vol 1, hal. 41-46.
Skoog DA, Hooler FJ, Nieman TA. 1998. Principles of Instrumental Analysis. Ed ke- 5. Orlando: Harcout Brace.
Soekarno. dan S. Suharyatun. 2003. Diktat Perancangan Mesin Tepat Guna. Proyek Semi Que V Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Suhasman dan Bakri. 2012. Sifat Fisik dan Mekanis Papan Semen Berbahan Baku Bambu. Jurnal Perenial, Vol. 8 No. 2, hal. 84-87.
Sukawi. 2010. Bambu Sebagai Alternatif Bahan Bangunan dan Konstruksi di Daerah Rawan Gempa. Jurnal Teras, Vol X, No. 1, 10 hal.
Taufik, M.I, Sugiyanto, Zulhanif. 2013. Perilaku Creep pada Komposit Polyester dengan Serat Kulit Bambu Apus (Gigantochloa Apus (J.A & J.H. Schultes) Kurz). Jurnal Fema, Vol. 1, hal. 8-15.
(42)
Yani, A.P. 2012. Keanekaragaman dan Populasi Bambu di Desa Talang Pauh Bengkulu Tengah. Jurnal Exacta, Vol X No. 1, hal. 61-70.
(43)
Lampiran 1. Tabel data hasil pengamatan Bambu basah
Tabel 4. Data sampel bambu basah bagian pangkal
Tabel 5. Data sampel bambu basah bagian tengah
Ulangan Lebar (mm) Tebal (mm) Panjang (m) Waktu (detik)
1
11 7,7
0,65 45
14,9 7,4
15 7,6
2
14,1 8
0,66 50
15 8
16 9,8
3
14,4 8,9
0,65 49
16,4 6,6
17,1 9,9
4
18,1 9,9
0,66 43
17,6 9,9
14 9
5
18,9 9,6
0,66 42
17,9 9,8
17,1 7,5
Ulangan Lebar (mm) Tebal (mm) Panjang (m) Waktu (detik)
1
16,1 9,8
0,66 60
16,3 9,9
17,9 8,3
2
16,1 9,2
0,65 55
15 10,4
17 9,9
3
16 9,6
0,65 59
17 11,1
17,4 9,1
4
15,5 8,1
0,65 58
16,3 11,7
16,1 9,8
5
14,1 9,6
0,66 57
14,9 9,9
(44)
Tabel 6. Data sampel bambu basah bagian ujung
Ulangan Lebar (mm) Tebal (mm) Panjang (m) Waktu (detik)
1
16,6 8,3
0,65 30
14 9,4
17,9 8,7
2
17,8 9,5
0,66 42
15,9 10,9
16,8 9,6
3
13,9 7,5
0,65 48
12,3 8,3
14,1 8,8
4
15,5 8,6
0,66 40
15,3 10,2
16,9 7,9
5
19,9 8,3
0,66 37
18,5 10
19,4 9,5
Bambu kering
Tabel 7. Data bambu kering bagian pangkal
Ulangan Lebar (mm) Tebal (mm) Panjang (m) Waktu (detik)
1
16,5 8,9
0,65 62
17,1 8,5
16,1 9,1
2
17,3 8,3
0,64 64
16,9 8,8
16,1 9,5
3
17,3 9,9
0,64 71
17,8 10,3
17,5 10,9
4
16,1 9,3
0,63 65
15,8 9,5
15,1 8,7
5
17,4 10,3
0,65 73
17,7 9,7
(45)
Tabel 8. Data bambu kering bagian tengah
Ulangan Lebar (mm) Tebal (mm) Panjang (m) Waktu (detik)
1
14,3 8,3
0,65 51
14,9 9,1
13,2 7,9
2
14,9 7,8
0,66 55
15,2 7,5
15,5 8,1
3
13,9 7,9
0,65 49
15,1 8,3
14 8,7
4
16,4 8,8
0,65 52
15,9 9,1
15,5 9,5
5
17,3 9,3
0,66 54
17,8 8,7
17,2 8,2
Tabel 9. Data bambu kering bagian ujung
Ulangan Lebar (mm) Tebal (mm) Panjang (m) Waktu (detik)
1
15,3 7,4
0,64 50
14,1 8,6
14,7 8,3
2
16,6 7,1
0,65 49
16,1 8,3
15,9 8,8
3
14,3 8,3
0,65 52
14,8 7,8
15,1 7,5
4
14,9 9,1
0,65 59
14,5 9,9
15,3 8,1
5
17,3 7,8
0,66 54
16,9 7,4
(46)
Tabel 10. Data dimensi bambu sampel (basah)
ULANGAN PANGKAL TENGAH UJUNG
LEBAR TEBAL LEBAR TEBAL LEBAR TEBAL 1 16,767 9,333 13,633 7,567 16,167 8,800 2 16,033 9,833 15,033 8,600 16,833 10,000 3 16,800 9,933 15,967 8,467 13,433 8,200 4 15,967 9,867 16,567 9,600 15,900 8,900 5 15,100 8,833 17,967 8,967 19,267 9,267 RATA-RATA 16,133 9,560 15,833 8,640 16,320 9,033 STANDAR
DEVIASI 0,698411 0,471051 1,455106 0,74364 2,090401 0,662487
Tabel 11. Data dimensi bambu basah sampel (kering)
ULANGAN PANGKAL TENGAH UJUNG
LEBAR TEBAL LEBAR TEBAL LEBAR TEBAL 1 16,567 8,833 14,133 8,433 14,700 8,100 2 16,767 8,867 15,200 7,800 16,200 8,067 3 17,533 10,367 14,333 8,300 14,733 7,867 4 15,667 9,167 15,933 9,133 14,900 9,033 5 17,333 9,633 17,433 8,733 16,900 7,367 RATA-RATA 16,773 9,373 15,407 8,480 15,487 8,087 STANDAR
DEVIASI 0,73462 0,641353 1,341724 0,496991 1,004601 0,604888
Tabel 12. Data perhitungan kadar air sampel bambu basah
BAGIAN ULANGAN BOBOT AWAL(g)
BOBOT KERING(g)
PANGKAL 1 25 4,98 80,080 402,008
2 23,73 4,18 82,385 467,703
RATA-RATA 24,365 4,58 81,233 434,856
TENGAH 1 26,67 4,79 82,040 456,785
2 19,02 3,77 80,179 404,509
RATA-RATA 22,845 4,28 81,109 430,647
UJUNG 1 27,57 4,67 83,061 490,364
2 24,22 3,96 83,650 511,616
(47)
Tabel 13. Data perhitungan kadar air sampel bambu kering
BAGIAN ULANGAN BOBOT AWAL(g)
BOBOT KERING(g)
PANGKAL 1 11,64 10,07 13,488 15,591
2 10,72 9,24 13,806 16,017
RATA-RATA 11,18 9,655 13,647 15,804
TENGAH 1 9,55 8,15 14,660 17,178
2 10,85 9,39 13,456 15,548
RATA-RATA 10,2 8,77 14,058 16,363
UJUNG 1 11,37 9,79 13,896 16,139
2 9,94 8,57 13,783 15,986
(48)
Lampiran 2. Perhitungan
1. Kapasitas Kerja Alat Pengirat bambu
Perhitungan ini menggunakan persamaan :- ∑ × 1 × 1
- = ( )
( )
- Bambu basah a. Pangkal
289 detik x = 0,0803
Kapasitas =
, = 560 ℎ/
b. Tengah
119 detik x = 0,0331
Kapasitas =
, = 1360 ℎ/
c. Ujung
197 detik x = 0,0547
Kapasitas =
, = 823 ℎ/
- Bambu kering a. Pangkal
335 detik x = 0,0930
Kapasitas =
(49)
b. Tengah
261 detik x = 0,0725
Kapasitas =
, = 621 ℎ/
c. Ujung
264 detik x = 0,0747
Kapasitas =
, = 602 ℎ/
2. Persentase Keberhasilan (%) Perhitungan ini menggunakan persamaan :
( %) = ℎ
ℎ × 100%
- Bambu basah
a. Pangkal
(%) = 5
15× 100% = 33,33%
b. Tengah
( %) = 3
15× 100% = 20%
c. Ujung
( %) = 4
(50)
- Bambu kering
a Pangkal
(%) = 5
15× 100% = 33,33%
b. Tengah
( %) = 5
15× 100% = 33,33%
c. Ujung
( %) = 3
(51)
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
Gambar 11. Proses pembuatan alat pengirat bambu
(52)
Gambar 13. Uji kinerja alat pengirat bambu
(53)
Gambar 15. Sampel bambu yang terirat tidak baik \
(1)
Lampiran 2. Perhitungan
1. Kapasitas Kerja Alat Pengirat bambu
Perhitungan ini menggunakan persamaan :- ∑ × 1 × 1
- = ( )
( )
- Bambu basah a. Pangkal
289 detik x = 0,0803
Kapasitas =
, = 560 ℎ/
b. Tengah
119 detik x = 0,0331
Kapasitas =
, = 1360 ℎ/
c. Ujung
197 detik x = 0,0547
Kapasitas =
, = 823 ℎ/
- Bambu kering
a. Pangkal
335 detik x = 0,0930
Kapasitas =
(2)
b. Tengah
261 detik x = 0,0725
Kapasitas =
, = 621 ℎ/
c. Ujung
264 detik x = 0,0747
Kapasitas =
, = 602 ℎ/
2. Persentase Keberhasilan (%) Perhitungan ini menggunakan persamaan :
( %) = ℎ
ℎ × 100%
- Bambu basah
a. Pangkal
(%) = 5
15× 100% = 33,33%
b. Tengah
( %) = 3
15× 100% = 20%
c. Ujung
( %) = 4
(3)
- Bambu kering
a Pangkal
(%) = 5
15× 100% = 33,33%
b. Tengah
( %) = 5
15× 100% = 33,33%
c. Ujung
( %) = 3
(4)
Gambar 11. Proses pembuatan alat pengirat bambu
(5)
Gambar 13. Uji kinerja alat pengirat bambu
(6)
Gambar 15. Sampel bambu yang terirat tidak baik \