PENGARUH AGEN SOSIALISASI POLITIK TERHADAP PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 (Studi pada Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH AGEN SOSIALISASI POLITIK TERHADAP PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM

PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014

(Studi pada Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah)

Oleh

SHIAWLIN RATU AJENG

Pada setiap pelaksanaan pemilihan umum selalu terjadi peningkatan jumlah pemilih pemula. Sosialisasi politik yang diterima oleh pemilih pemula diawali dari interaksi dengan agen-agen sosialisasi politik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula, besar pengaruh tersebut, dan agen sosialisasi politik yang paling berpengaruh terhadap partisipasi politik pemilih pemula dengan studi di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah. Pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosialisasi politik, partisipasi politik, pemilih pemula, dan pemilihan umum. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kombinasi yaitu penggabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diketahui bahwa terdapat pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah. Besarnya pengaruh


(2)

Shiawlin Ratu Ajeng tersebut adalah 90,4% dan sisanya yaitu 9,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Kelima agen sosialisasi politik berpengaruh karena merupakan individu atau kelompok yang berinteraksi langsung dengan pemilih pemula. Agen sosialisasi politik tersebut berasal dari ruang yang dianggap dapat memberi rasa nyaman bagi pemilih pemula untuk belajar tentang politik. Agen sosialisasi politik yang paling berpengaruh terhadap partisipasi politik pemilih pemula adalah keluarga karena keluarga mempunyai kesempatan lebih besar untuk menurunkan nilai-nilai politik kepada seseorang sejak masa anak-anak.

Kata kunci: agen sosialisasi politik, partisipasi politik, pemilih pemula, pemilihan umum


(3)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF POLITICAL SOCIALIZATION AGENCY TOWARD POLITICAL PARTICIPATION OF INITIATE VOTERS

IN GENERAL ELECTION OF LEGISLATIVES IN 2014 (A Study in Terbanggi Subing Sub-District, Gunung Sugih District,

Central Lampung Regency) By

SHIAWLIN RATU AJENG

In every general election there is always the increase of initiate voters. Political socialization accepted by beginner voters initiated by the interaction with political socialization agencies. The purpose of this research is to find out the influence of political socialization agency toward political participation of initiate voters, how big the influence itself, and the most influential political socialization agency toward political participation of initiate voters by a study in Terbanggi Subing Village Gunung Sugih District Central Lampung Regency. Research method applied in this research is a combination method that is the merger between quantitative method and qualitative method. The theoretical approach used in this research is the political socialization, political participation, initiate voters, and general election. Based on the results of research and discussion, it is known that there is influence from political socialization agency toward political participation of initiate voters in Terbanggi Subing Sub-District Gunung Sugih District Central Lampung Regency. Total of that influence is 90,4% and the rest 9,6% influenced


(4)

Shiawlin Ratu Ajeng by other variables which is not examined. The fifth political socialization agencies influential because it is individual or group who interact directly with initiate voters. The political socialization agencies derived from space regarded can provide comfort initiate voters to learn about politics. The most influential political socialization agency toward political participation of initiate voters is the family because family had more great opportunities to lower the value of political to someone since the children.

Keywords: political socialization agency, political participation, initiate voters, general election


(5)

(6)

PENGARUH AGEN SOSIALISASI POLITIK TERHADAP PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM

PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014

(Studi pada Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah)

(Skripsi)

Oleh

SHIAWLIN RATU AJENG

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada hari Jumat tanggal 27 Desember 1991 di Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah. Penulis merupakan putri pertama pasangan Bapak Taufik dan Ibu Yanti.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 1 Gunung Sugih pada tahun 1997 dan lulus pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Gunung Sugih tahun 2003 dan lulus pada tahun 2006. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah memperoleh beasiswa PPA sebanyak 2 kali berturut-turut selama 2 tahun. Penulis juga sempat menjadi salah satu asisten penanggung jawab mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun 2011. Pengabdian kepada masyarakat mulai terbangun saat penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Negeri Agung Kecamatan Marga Tiga Kabupaten Lampung Timur pada Januari 2013.


(11)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil alamin...dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, ku persembahkan karya sederhana ini untuk:

Papa Taufik dan Mama Yanti

Kedua orang tua terbaik yang telah Allah anugerahkan kepadaku. Terima kasih untuk kasih sayang yang tak terhingga serta segala doa, setiap tetes keringat, dukungan, kekuatan, dan materi yang selalu ada dalam langkah dan usahaku.

Adikku M. Riski Wiradinata

Adik terbaik yang telah Allah berikan kepadaku. Terima kasih telah memberikan warna kehidupan tersendiri. Kebersamaan dibalik canda, semangat yang terselip dalam keceriaan. Semoga kita bisa sukses serta membahagiakan Papa dan Mama.

Keluarga besar, sahabat dan teman-teman

Terima kasih telah membantu dan menemani hari-hariku.

Almamater tercinta

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(12)

MOTO

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya

(Q.S. Al Baqarah: 286)

Sesungguhnya bukan kesulitan yang membuat kita takut melangkah,

tetapi ketakutan itulah yang mempersulit

(Anonim)

Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu,

mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rejeki melimpah

(Kahlil Gibran)

Pikiran-pikiran baik akan menghasilkan langkah-langkah baik

(Shiawlin Ratu Ajeng)


(13)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Agen Sosialisasi Politik terhadap Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi pada Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah)”.Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, nasehat, saran, dan perhatian dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung atas bantuannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan bantuan, nasehat, saran, dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan studi.


(14)

3. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.I.P. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan yang telah membantu dan memberikan nasehat dalam proses pembelajaran maupun proses penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Hertanto, M.Si. selaku pembimbing utama atas kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, bantuan, saran, nasehat, dan masukan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Robi Cahyadi K., S.I.P., M.A. selaku pembimbing pembantu yang telah memberikan pelajaran, arahan, bimbingan, saran, dan motivasi sehingga penulis mampu memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Budi Harjo, S. Sos., M.I.P. selaku dosen pembahas dan penguji atas segala masukan, kritik, dan saran yang bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih bermakna dan berarti.

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah memberikan banyak pelajaran berharga baik akademik maupun moral selama menempuh pendidikan. 8. Bapak dan Ibu staf administrasi di Jurusan maupun di Dekanat yang telah

memberikan bantuan demi terselesaikannya semua proses pembelajaran dan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Komisioner KPU Lampung Tengah, Bapak Drs. Hi. Firdaus Rokain, M.M. selaku Sekretaris KPU Lampung Tengah, Bapak Agusmansyah, S.Pd., Bapak Rudy, S.A.B., beserta seluruh staf KPU Lampung Tengah yang telah bersedia bekerja sama dan memberikan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.


(15)

10. Bapak Sopan Putra selaku Kepala Kampung Terbanggi Subing beserta seluruh perangkat kampung, masyarakat di Kampung Terbanggi Subing khususnya para pemilih pemula yang telah bersedia membantu memberikan data selama penelitian dilaksanakan.

11. Papa dan Mama yang telah bekerja keras, setiap tetes perjuangan kalian adalah motivasi dan semangat bagiku. Terima kasih atas segala doa, nasehat, kesabaran, materi, dan kasih sayang yang telah diberikan dalam setiap proses kehidupanku.

12. Adikku M. Riski Wiradinata atas segala canda, tangis, bahagia, tawa bersama. Semoga kita bisa mewujudkan cita-cita dan membanggakan Mama Papa.

13. Seluruh keluarga besarku dari Datuk Hi. Abdul Mutholib (Alm) dan Atu Pong M. Husni Tamrin (Alm). Kalian adalah sumber kekuatanku. Terima kasih untuk semua hal yang telah diberikan.

14. Adik sepupuku Aulia Frisca, sahabatku Mutiara Prima Setia, A.Md. Keb. atas seluruh bantuan dan kebersamaan ini.

15. Seseorang yang akan menjadi pendampingku sekaligus imam bagiku kelak. 

16. Sahabat-sahabatku selama menempuh pendidikan di jurusan ini: Novia Belladina, S.I.P., Dwi Haryanti, S.I.P. dan Oktia Nita. Semoga perjuangan kita berbuah manis suatu hari nanti.

17. Kakak sepupu, kakak-kakak, dan teman-teman selama berada di Kosan Palem Permai: Rika Savitri, S.E. (Atu), Tri Meilinda, S.Pi., Novia Erianti, S.E. (Mbak Novi), Nani Fatimah Ibrahim, S.E. (Mbak Nani), Rian


(16)

Atmaningrum, S.P. (Mbak Rian), Reni Eka Aprilia, S.P. (Mbak Reni), Raya, S.E. (Mbak Aya), Purwa Pramana, S.Pt. (Pram), Aditya Wiguna, dan Egi Septa Wardani. Kalian telah memberikan warna tersendiri bagi kehidupanku.

18. Adikku dan teman-teman yang telah menjadi seperti saudara di Asrama Biyabbyl: Intan Andya Bellapama (Ntan), Shinta Riana Anggraini, S.E. (Anggun), Rizki Marysa (Candy), Debby Claudia Fragus (Byy), Citra Mutiara, S.Pd. (Cinggu), Dina Ariyanti, S.E. (Dina), Vina Ruzikna Royyen, S.H. (Sis), Yeni Kustanti, S.H. (Tanti), Kartika Ressa Harfilia, S.A.N. (Mbak Tika), Desi Anggraeni, S.P., Anisa Maylia Sari, S.H., Dwi Agus Liani, Inne Olivia, Elsa Puspita, Fifin Khomarul, Eka Novita, Linda, dan Nanda.

19. Teman-teman Fisika: Dini Agustini, S.Si., Urfha Riandani, S.Si., Khany Nuristian, S.Si., dan Melia Andari. Terima kasih atas kebersamaannya. Semoga kita masih bisa terus menjaga kebaikan ini.

20. Seluruh masyarakat Desa Negeri Agung Kecamatan Marga Tiga Lampung Timur dan teman-teman sewaktu KKN Tematik Unila Januari 2013. Terima kasih atas kerjasama, bantuan, dan pengajaran yang telah diberikan saat melakukan pengabdian kepada masyarakat.

21. Teman-teman seperjuangan Ilmu Pemerintahan 2010 serta kakak dan adik tingkat di Ilmu Pemerintahan. Terima kasih atas seluruh bantuan dan kerjasamanya selama ini.

22. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, tetapi telah amat berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan pendidikan.


(17)

Akhir kata semoga segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi besar harapan penulis semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin...

Bandar Lampung, September 2014

Penulis


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR SINGKATAN ... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian... 18

D. Kegunaan Penelitian... 19

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 20

A. Sosialisasi Politik ... 20

1. Pengertian Sosialisasi Politik ... 20

2. Agen Sosialisasi Politik ... 22

3. Fungsi Sosialisasi Politik... 29

4. Isi Sosialisasi Politik... 29

B. Partisipasi Politik... 30

1. Pengertian Partisipasi Politik... 30

2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik ... 32

3. Fungsi Partisipasi Politik ... 33

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik ... 35

C. Pemilih Pemula ... 36

D. Pemilihan Umum... 37

1. Pengertian Pemilu dan Pemilu Legislatif ... 37

2. Tujuan Pemilu ... 40

3. Sistem Pemilu ... 41

E. Kerangka Pikir... 43


(19)

ii

III. METODE PENELITIAN... 47

A. Tipe Penelitian... 47

B. Variabel Penelitian ... 47

C. Definisi Konseptual... 48

D. Definisi Operasional... 49

E. Lokasi dan Waktu Penelitian... 51

F. Populasi dan Sampel ... 52

1. Populasi ... 52

2. Sampel ... 53

G. Jenis dan Sumber Data ... 55

1. Jenis Data... 55

2. Sumber Data ... 56

H. Teknik Pengumpulan Data... 56

I. Teknik Pengolahan Data ... 57

J. Skala Pengukuran... 58

K. Teknik Pengujian Instrumen ... 59

1. Uji Validitas... 59

2. Uji Reliabilitas... 60

L. Teknik Analisis Data... 60

1. Uji Korelasi ... 60

2. Uji R2(Koefisien Determinasi)... 61

3. Uji F (Pengaruh Signifikansi)... 61

4. Uji t (Pengaruh Parsial) ... 62

5. Uji Regresi Berganda dan Persamaan Regresi Berganda ... 63

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 64

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

1. Sejarah Singkat Kampung Terbanggi Subing ... 64

2. Letak Geografis ... 65

a. Letak Administratif... 65

b. Luas Wilayah ... 65

c. Keadaan Demografi ... 66

1) Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin... 66

2) Komposisi Penduduk Menurut Usia ... 66

3) Komposisi Penduduk Menurut Pekerjaan ... 66

4) Kondisi Sosial Politik... 67

B. Hasil dan Pembahasan ... 72

1. Deskripsi Responden ... 72

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 75

a. Uji Validitas Instrumen... 75

b. Uji Reliabilitas Instrumen ... 77

3. Deskripsi Data ... 78

a. Deskripsi Variabel Agen Sosialisasi Politik ... 78

b. Deskripsi Variabel Partisipasi Politik Pemilih Pemula... 104

4. Analisis Data ... 127


(20)

iii

b. Uji R2(Koefisien Determinasi)... 129

c. Uji F (Pengaruh Signifikansi) ... 130

d. Uji t (Pengaruh Parsial)... 132

e. Uji Regresi Berganda dan Persamaan Regresi Berganda ... 135

C. Analisis Pengaruh Agen Sosialisasi Politik terhadap Partisipasi Politik Pemilih Pemula... 139

1. Pengaruh Agen Sosialisasi Politik terhadap Partisipasi Politik Pemilih Pemula... 139

2. Besar Pengaruh Agen Sosialisasi Politik terhadap Partisipasi Politik Pemilih Pemula ... 140

3. Agen Sosialisasi Politik yang Paling Berpengaruh terhadap Partisipasi Politik Pemilih Pemula ... 151

4. Partisipasi Politik Pemilih Pemula ... 153

V. Simpulan dan Saran ... 155

A. Simpulan... 155

B. Saran... 156 DAFTAR PUSTAKA


(21)

DAFTAR SINGKATAN

Caleg Calon legislatif

CSIS Center of Strategic and International Studies

Ctrl Control

DPD Dewan Perwakilan Daerah

DPR Dewan Perwakilan Rakyat

DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DPT Daftar Pemilih Tetap

HAM Hak Asasi Manusia

IPS Ilmu Pengetahuan Sosial

KD Koefisien Determinasi

KK Kepala Keluarga

KPU Komisi Pemilihan Umum

MTs Madrasah Tsanawiyah

NIK Nomor Induk Kartu

OSIS Organisasi Siswa Intra Sekolah

OVJ Opera Van Java

Parpol Partai politik

PDF Portable Document Format


(22)

v

Pemilukada Pemilihan umum kepala daerah

Pileg Pemilu legislatif

Pilkada Pemilihan kepala daerah

PNS Pegawai Negeri Sipil

Polri Kepolisian Republik Indonesia

PPS Panitia Pemungutan Suara

SD Sekolah Dasar

SDM Sumber Daya Manusia

SLTA Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

SMA Sekolah Menengah Atas

SMK Sekolah Menengah Kejuruan

SPSS Statistical Product and Service Solutions

TK Taman Kanak-Kanak

TNI Tentara Nasional Indonesia

TPQ Taman Pendidikan Al Qur’an

TPS Tempat Pemungutan Suara

TV Televisi

UAI Universitas Al Azhar Indonesia

UU Undang-Undang


(23)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar Pemilih Tetap (DPT) Provinsi Lampung pada pemilu

legislatif 2014 ... 9 2. Daftar Pemilih Tetap (DPT) tiap kelurahan di Kecamatan

Gunung Sugih... 11 3. Jumlah pemilih pemula tiap kelurahan di Kecamatan

Gunung Sugih pada pemilu legislatif 2014 ... 12 4. Definisi operasional penelitian... 49 5. Nilai koefisien alpha... 60 6. Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT), pengguna hak pilih dan

tingkat partisipasi pemilih di Kampung Terbanggi Subing

pada pemilu legislatif 2014 ... 71 7. Distribusi responden menurut jenis kelamin ... 72 8. Distribusi responden menurut kelompok umur ... 73 9. Distribusi responden menurut status ... 74 10. Validitas variabel agen sosialisasi politik ... 76 11. Validitas variabel partisipasi politik pemilih pemula... 76 12. Reliabilitas instrumen penelitian ... 77 13. Tanggapan responden tentang intensitas diskusi antara

responden dengan keluarga mengenai pemilu legislatif 2014 ... 78 14. Tanggapan responden tentang ketertarikan keluarga terhadap

penyelenggaraan pemilu dan isu-isu politik berkaitan dengan


(24)

vii

15. Tanggapan responden tentang kemampuan sekolah/kampus/ tempat kerja dalam memberikan pengetahuan mengenai

pemilu legislatif 2014... 84 16. Tanggapan responden tentang intensitas keterlibatan

Responden dalam diskusi politik dan pemerintahan di

lingkungan sekolah/kampus/tempat kerja ... 87 17. Tanggapan responden tentang intensitas pembicaraan mengenai

hak politik sebagai pemilih pemula yang terjadi antara

responden dengan lingkungan pertemanan ... 89 18. Tanggapan responden tentang persetujuannya mengenai

pernyataan bahwa lingkungan pertemanan merupakan lingkungan yang memberikan pengetahuan politik lebih baik

dibanding lingkungan keluarga ... 92 19. Tanggapan responden tentang ketertarikannya mengikuti

berita-berita politik mengenai pemilu legislatif 2014 yang dimuat pada media cetak, media elektronik ataupun

media jejaring sosial... 94 20. Tanggapan responden tentang intensitasnya mengikuti

perkembangan berita-berita politik terutama mengenai pemilu legislatif 2014 dari media cetak, media elektronik ataupun

media jejaring sosial... 97 21. Tanggapan responden tentang keterlibatannya dalam sebuah

partai politik atau kegiatan politik pada pemilu legislatif 2014 ... 100 22. Tanggapan responden tentang keterlibatannya dalam

keanggotaan suatu organisasi kemasyarakatan ... 102 23. Tanggapan responden tentang keterlibatannya menjadi panitia

penyelenggara baik sebagai panitia pemilu, saksi atau relawan

pada pemilu legislatif 2014 ... 105 24. Tanggapan responden tentang sikap antusiasnya menggunakan

hak pilih (mencoblos) pada pemilu legislatif 2014 ... 107 25. Tanggapan responden tentang ketertarikannya dalam dialog

bersama keluarga atau teman mengenai pemilu legislatif 2014... 109 26. Tanggapan responden tentang intensitas dialog bersama yang

responden lakukan dengan keluarga atau teman berkaitan


(25)

viii

27. Tanggapan responden tentang keterlibatannya dalam pertemuan atau kampanye baik sebagai tim sukses atau

sebagai peserta yang diadakan oleh calon legislatif... 114 28. Tanggapan responden tentang minatnya jika diikutsertakan

dalam sosialisasi pemilu yang dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu baik sebagai peserta atau panitia ... 116 29. Tanggapan responden tentang keterlibatannya menjadi panitia

kampanye partai politik atau calon legislatif pada

pemilu legislatif 2014... 118 30. Tanggapan responden tentang keterlibatannya menjadi

peserta kampanye partai politik atau calon legislatif pada

pemilu legislatif 2014... 120 31. Tanggapan resonden tentang keterlibatannya menjadi anggota

suatu partai politik... 122 32. Tanggapan responden tentang persetujuannya jika dilibatkan

sebagai anggota suatu partai politik ... 125 33. Hasil uji korelasi... 128 34. Hasil uji R2(Koefisien Determinasi) ... 129 35. Hasil uji F ... 131 36. Hasil uji t ... 133 37. Hasil uji regresi ganda... 136


(26)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(27)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum (pemilu) merupakan instrumen yang digunakan rakyat untuk mewujudkan partisipasinya dalam sistem demokrasi. Masyarakat Indonesia yang telah memenuhi syarat sesuai undang-undang untuk menjadi pemilih, dapat ikut serta dalam menyampaikan hak suaranya secara langsung melalui pemungutan suara. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat 2 yang menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Kedaulatan rakyat yang dimaksud adalah pelaksanaan sistem demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Pelaksanaan prinsip demokrasi yang sesungguhnya adalah menginginkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan khususnya proses kehidupan politik berbangsa dan bernegara. Setiap warga negara dijamin hak politiknya yang diatur dalam Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Pasal tersebut menjelaskan bahwa “setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang berlangsung umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, sesuai dengan peraturan


(28)

perundang-2

undangan”. Berdasarkan pasal tersebut, dapat dipahami bahwa setiap warga negara tanpa terkecuali memiliki hak untuk ikut serta dalam pemilu dan dapat menggunakan hak politiknya secara luas dalam hal memilih ataupun dipilih tanpa terikat oleh perbedaan latar belakang, suku, agama, ras, golongan, dan status sosialnya dalam masyarakat.

Sejak pemilu tahun 1999, Indonesia memasuki babak baru bagi pelaksanaan demokrasi karena pada tahun tersebut warga negara yang sudah memiliki hak pilih dapat memilih wakil rakyatnya secara langsung untuk duduk di kursi legislatif. Selanjutnya pada tahun 2004 selain pemilihan legislatif secara langsung, untuk pertama kalinya rakyat Indonesia memilih presiden dan wakil presiden dalam satu pasangan secara langsung, sehingga masyarakat mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam proses politik. Proses ini berlanjut setelah 5 tahun tepatnya pada tahun 2009 yaitu diadakan kembali pemilihan legislatif serta pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.

Menjelang tahun 2014, pemilihan umum akan kembali digelar. Tahun 2014 dapat dikatakan sebagai tahun politik karena pada tahun tersebut akan berlangsung pemilu legislatif untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD yang diselenggarakan serentak di seluruh Indonesia. Pemilu legislatif ini tentunya akan diwarnai dengan berbagai aktivitas politik. Pemilu legislatif yang akan berlangsung pada tahun 2014 ini diikuti oleh calon legislatif dari partai politik (untuk anggota DPRD, DPR) dan perwakilan daerah atau calon perseorangan (untuk DPD).


(29)

3

Pemilihan legislatif 2014 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu pada

Pasal 3 Bab II yang berbunyi “pemilu yang diselenggarakan untuk memilih

anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota”. Kemudian dijelaskan pula dalam undang-undang ini bahwa yang dimaksud dengan pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga pemilu legislatif tahun 2014 mendatang akan menjadi sebuah konstelasi politik serta momentum bagi rakyat untuk secara langsung menentukan wakilnya yang diharapkan mampu membawa perbaikan di berbagai bidang.

Pelaksanaan pemilu dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan jika ada sosialisasi kepada masyarakat sebagai pemilih. Sosialisasi ini bertujuan untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaan pemilu serta kegiatan politik lainnya yang berkaitan dengan pengambilan keputusan pemerintah. Sedangkan sosialisasi politik itu diartikan sebagai suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik (Efriza, 2012: 4). Berdasarkan ruang lingkup yang lebih luas, sosialisasi politik pada setiap individu sebenarnya telah terjadi secara disadari atau tidak disadari yang berkesinambungan terjadi pada seseorang mulai dari anak-anak, dewasa, hingga tua. Sosialisasi politik juga ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi


(30)

4

dan kebudayaan dimana individu tersebut berada serta oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadian.

Sosialisasi politik kepada seseorang diawali pada masa anak-anak biasanya diperoleh dari interaksinya dengan agen-agen sosialisasi. Agen sosialisasi merupakan individu atau kelompok yang secara langsung ataupun tidak langsung memberikan pengenalan awal mengenai politik kepada seseorang. Agen sosialisasi politik biasanya berada dalam ruang lingkup yang dekat dengan kehidupan seseorang dan berkenaan langsung dalam proses pemahaman mengenai politik. Agen sosialisasi yang terdekat adalah keluarga dimana seorang anak memiliki intensitas lebih banyak dengan keluarga. Menurut Almond (1984: 330) setidaknya ada tiga agen sosialisasi yang mempengaruhi sikap politik seseorang, yaitu keluarga, sekolah dan tempat kerja. Selain itu terdapat pula kelompok pergaulan, media massa dan kontak-kontak politik langsung yang mampu menimbulkan efek berupa sifat dan reaksi mengenai politik.

Sosialisasi politik merupakan serangkaian proses yang terdiri dari pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap yang disalurkan individu-individu dan kelompok-kelompok individu dalam satu sistem politik untuk kemudian membentuk satu tingkah laku politik individu. Lebih lanjut dijelaskan Milbrath dalam Rush (2007: 48) bahwa beberapa rangsangan dalam sosialisasi itu bisa diterima sedang rangsangan lainnya ditolak sedemikian rupa sehingga perilaku politik khususnya dalam hal partisipasi politik itu berbeda dari seorang individu ke individu lainnya.


(31)

5

Pada setiap penyelenggaraan pemilu, biasanya selalu terjadi penambahan mata pilih. Peningkatan jumlah pemilih merupakan indikator adanya penambahan jumlah pemilih pemula. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam berita yang dimuat pada (www.news.liputan6.com) bahwa “besarnya pemilih pemula diperkirakan mencapai 19% atau 36 jutaan dari 189 juta penduduk yang memiliki hak pilih”. Meskipun jumlah pemilih pemula lebih sedikit dibandingkan jumlah kelompok pemilih lain tapi secara politis pemilih pemula memiliki hak sama dengan pemilih lain dan ini merupakan langkah awal bagi partisipasi mereka ke depan. Partisipasi dalam penyelenggaraan pemilu legislatif merupakan serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan keputusan politik.

Dalam pelaksanaan pemilu legislatif di Lampung yang akan digelar pada tanggal 9 April 2014 dengan jumlah pemilih berdasarkan DPT (Daftar Pemilih Tetap) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 5.905.507 jiwa yang tersebar di 16.492 TPS (www.kpu.go.id). Jumlah ini meningkat dibandingkan pada pemilu legislatif 2009, sebagaimana hasil prariset yang dilakukan di kantor KPU Kabupaten Lampung Tengah serta referensi dari modul sosialisasi pemilih pemula sehingga diketahui bahwa secara nasional jumlah pemilih pemula diperkirakan bertambah 20% dari jumlah mata pilih pada pemilu sebelumnya yang artinya dalam setiap provinsi atau kabupaten/kota rata-rata penambahan mata pilih didominasi oleh pemilih pemula (Tim Penyusun Modul KPU Lampung Tengah, 2013).


(32)

6

Optimalisasi pemilih pemula merupakan hal yang perlu dilakukan mengingat pemilih pemula dalam undang-undang pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah mereka yang berusia 17-21 tahun, yang telah memiliki hak suara dalam pemilu dan pemilu kepala daerah. Selanjutnya dijelaskan dalam Bab IV Pasal 19 bahwa “yang memiliki hak memilih adalah warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin”. Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru memasuki usia hak pilih sehingga pengetahuan politiknya masih rendah untuk menentukan pilihan politiknya pada pemilu legislatif apalagi dengan banyaknya kategori pemilihan suara untuk anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD.

Jika dilihat dari segi kuantitas, jumlah pemilih pemula yang selalu berubah pada setiap pemilu mengindikasikan peluang yang besar bagi peserta pemilu untuk meraih suara pemilih pemula. Pemilih pemula menjadi sumber suara politik yang strategis namun belum maksimal dalam pemberian sosialisasi khusus kepada pemilih pemula. Menurut M. Rosit selaku peneliti dari The Political Literacy Institute Jakarta dan juga Dosen Public Relations Politicdi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) bahwa “dari sekian banyak potensi pemilih yang beraneka ragam pada pemilu 2014, tak satupun partai politik peserta pemilu sampai saat ini yang secara khusus melirik keberadaan pemilih pemula padahal suaranya sangat potensial dalam pemilu 2014” (www.news.liputan6.com).


(33)

7

Karakter pemilih pemula biasanya masih labil, cenderung mengikuti pilihan teman dan baru pertama kali terlibat dalam pemilihan umum sehingga pengetahuan politiknya masih minim. Ini diperkuat dengan pernyataan Dedy Hermawan selaku Kepala Pusat Studi Kebijakan Publik Universitas Lampung mengenai pemilih pemula dalam berita yang dimuat dalam situs (www.lampost.co.id) bahwa “banyak pemilih pemula yang belum paham mekanisme pemilu. Bahkan hari H pencoblosan juga belum tahu. Ketidaktahuan pemilih pemula, khususnya pelajar SMA, disebabkan sosialisasi penyelenggara pemilu belum efektif baik sosialisasi di media massa maupun sosialisasi ke sekolah, mengingat pemilih pemula belum pernah merasakan menyampaikan hak politiknya”.

Keikutsertaan atau partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif 2014 merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan mengingat besarnya jumlah pemilih pemula dan kelompok pemilih ini baru pertama kali ikut serta dalam pemilu. Menurut J Kristiadi selaku pengamat politik dari Center of Strategic and International Studies (CSIS) mengungkapkan “tantangan terbesar pemilu 2014 adalah mengajak generasi muda untuk ikut menentukan wakil rakyat maupun pemimpin bangsa ini dengan menggunakan hak pilihnya” (www.kompas.com).

Salah satu tolak ukur bagi tingkat partisipasi politik masyarakat adalah melalui hasil suatu pemilihan umum. Partisipasi politik akan semakin besar jika adanya sosialisasi kepada pemilih terhadap pelaksanaan pemilu, tidak terkecuali sosialisasi kepada pemilih pemula yang baru pertama kali menggunakan hak


(34)

8

pilihnya. Masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup akan merasa kebingungan tentang tata cara mencoblos serta dengan banyaknya calon legislatif pada pemilu legislatif. Sosialisasi diperlukan juga untuk memberikan pengetahuan kepada pemilih terutama pemilih pemula mengenai jadwal pelaksanaan dan tata cara mencoblos serta pengetahuan lain yang dianggap perlu sehingga masyarakat selaku pemilih memiliki pengetahuan yang baik mengenai pemilu legislatif serta mampu menjadi pemilih pemula yang cerdas.

Seorang anak sebagai pemilih pemula yang memiliki kemampuan untuk ambil bagian dalam pembicaraan di dalam keluarga, sekolah, dan pekerjaan merupakan hubungan yang menarik untuk dikaji jika hal tersebut dikaitkan antara peran serta dalam bidang tersebut dengan kemampuan berpartisipasi dalam politik. Hal lain yang dapat mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula adalah intervensi orang tua maupun lingkungan. Partisipasi pemilih pemula dalam pemilu seperti pada pemilu legislatif memiliki kecenderungan sebatas melaksanakan hak namun kesadaran akan esensi pemilu itu sendiri belum sepenuhnya dipahami. Perilaku pemilih pemula masih berkaitan erat dengan faktor sosiologis dan psikologis. Usia pemilih pemula yang berkisar antara 17-21 tahun rentan untuk dipengaruhi politik praktis terutama karena motivasi yang ada dalam diri pemilih pemula dipengaruhi oleh rasa penasaran untuk ikut pemilu pertama kali.

Jika dicermati secara mendalam, tempat belajar politik pemilih pemula biasanya tidak jauh dari ruang yang dianggap memberikan rasa nyaman bagi


(35)

9

diri mereka. Berdasarkan hal tersebut, menarik untuk dikaji mengenai agen-agen sosialisasi yang meliputi keluarga, sekolah/kampus/tempat kerja, teman, media massa, dan kontak-kontak politik langsung untuk mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula.

Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten di Lampung juga memiliki kewajiban ikut menyelenggarakan pemilu legislatif serentak pada 9 April 2014. Jumlah pemilih di Kabupaten Lampung Tengah merupakan yang terbanyak dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Lampung yaitu berjumlah 896.877 jiwa. Jumlah ini didapat dari websiteKPU bersumber pada (www.kpu.go.id) sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Daftar Pemilih Tetap (DPT) Provinsi Lampung pada pemilu legislatif 2014

No Kabupaten/Kota Jumlah TPS

Jumlah Pemilih

Laki-Laki Perempuan Total 1 Bandar Lampung 1.639 321.277 313.311 634.588

2 Metro 255 54.370 54.941 109.311

3 Lampung Barat 858 167.707 150.149 317.856 4 Lampung Selatan 1.859 352.868 336.243 689.111 5 Lampung Tengah 2.455 460.922 435.955 896.877 6 Lampung Timur 1.922 393.928 377.302 771.230 7 Lampung Utara 1.266 225.173 221.427 446.600

8 Mesuji 391 75.047 68.590 143.637

9 Pesawaran 1.100 163.267 153.578 316.845 10 Pringsewu 1.002 157.972 151.802 309.774 11 Tanggamus 1.581 235.088 218.353 453.441 12 Tulang Bawang 778 148.933 136.154 285.087 13 Tulang B. Barat 553 100.435 95.326 195.761 14 Way Kanan 833 172.742 162.647 335.389 Total 16.492 3.029.729 2.875.788 5.905.597 Sumber: data sekunder dariwebsiteKPU diolah tahun 2013

Jika dirunut ke belakang, pemilu terakhir yang diadakan di Kabupaten Lampung Tengah terjadi pada tahun 2010 yaitu pemilihan umum kepala daerah


(36)

10

untuk pengisian jabatan bupati dan wakil bupati. Berdasarkan jumlah mata pilih pada pemilu terakhir yaitu dalam pemilu kepala daerah tahun 2010, jumlah mata pilih untuk pemilu 2014 mengalami penambahan 22% dan ini diperkirakan 20% terdiri dari pemilih pemula (Tim Penyusun Modul KPU Lampung Tengah, 2013). Selanjutnya berdasarkan data dan wawancara di KPU Kabupaten Lampung Tengah, dari segi partisipasi politik pada pemilu legislatif 2009 lalu, persentase jumlah partisipasi politik masyarakat yang menggunakan hak pilih di Kabupaten Lampung Tengah terbesar berada di Kecamatan Gunung Sugih (hasil wawancara terlampir).

Persentase tingkat partisipasi didasarkan pada jumlah orang yang menggunakan hak pilih kemudian dibandingkan dengan jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) di masing-masing kecamatan. Kecamatan Gunung Sugih dengan persentase partisipasi politik tertinggi juga termasuk di dalamnya terdapat keterlibatan pemilih pemula. Berdasarkan data hasil prariset yang dilakukan peneliti di Kantor KPU KabupatenLampung Tengah, terdapat 45.775 pemilih yang terdapat di Kecamatan Gunung Sugih serta tersebar di 15 desa/kelurahan (data hasil pleno KPU Lampung Tengah tanggal 16 Januari 2014). Jumlah tersebut sebagaimana ditulis dalam tabel berikut:


(37)

11

Tabel 2. Daftar Pemilih Tetap (DPT) tiap kelurahan di Kecamatan Gunung Sugih No Nama Desa/Kelurahan Jumlah TPS Jumlah Pemilih

L P L + P

1 Bangun Rejo 8 1.493 1.346 2.839

2 Buyut Ilir 11 2.093 1.973 4.066

3 Buyut Udik 9 1.843 1.706 3.549

4 Buyut Utara 6 1.154 1.118 2.272

5 Fajar Bulan 11 2.209 2.164 4.373

6 Gunung S. Raya 10 1.886 1.774 3.660

7 Gunung Sari 7 1.288 1.250 2.538

8 Gunung Sugih 9 1.399 1.306 2.705

9 Komering Agung 7 1.174 1.110 2.284

10 Komering Putih 9 1.693 1.631 3.324

11 Putra Buyut 7 1.366 1.220 2.586

12 Seputih Jaya 7 1.462 1.326 2.824

13 Terbanggi Agung 8 1.395 1.383 2.778 14 Terbanggi Subing 11 2.389 2.391 4.780

15 Wonosari 3 618 579 1.197

Total 123 23.462 22.313 45.775

Sumber: data sekunder dari KPU Lampung Tengah tahun 2014

Berdasarkan data tersebut, pemilih pemula dihitung secara manual pada DPT yang terdapat di KPU Kabupaten Lampung Tengah dengan tanggal validasi hasil sidang pleno 16 Januari 2014. Cara yang digunakan untuk menghitung jumlah pemilih pemula yaitu dengan mencari melalui (Ctrl + Find) pada lembar PDF. Pemilih pemula yang diasumsikan adalah pemilih dengan usia antara 17-21 atau lahir pada tahun 1993, 1994, 1995, 1996, dan 1997. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka diperoleh jumlah pemilih pemula di Kecamatan Gunung Sugih sebanyak 4.651 pemilih sebagai mana ditulis dalam tabel berikut:


(38)

12

Tabel 3. Jumlah pemilih pemula tiap kelurahan di Kecamatan Gunung Sugih pada pemilu legislatif 2014

No Nama Kelurahan/Desa Jumlah TPS Jumlah Pemilih Pemula

1 Bangun Rejo 8 306

2 Buyut Ilir 11 402

3 Buyut Udik 9 310

4 Buyut Utara 6 220

5 Fajar Bulan 11 410

6 Gunung Sugih Raya 10 359

7 Gunung Sari 7 273

8 Gunung Sugih 9 236

9 Komering Agung 7 221

10 Komering Putih 9 314

11 Putra Buyut 7 365

12 Seputih Jaya 7 308

13 Terbanggi Agung 8 347

14 Terbanggi Subing 11 451

15 Wonosari 2 129

Jumlah 122 4.651

Sumber: data dari hasil wawancara prariset di KPU Lampung Tengah tahun 2014 sebagaimana berita acara terlampir

Penelitian ini mengambil lokasi di Terbanggi Subing yang merupakan kelurahan/desa dengan jumlah pemilih pemula terbanyak disbanding kelurahan/desa lain di Kecamatan Gunung Sugih yaitu sebanyak 451 pemilih. Terbanggi Subing berstatus kampung yang berada di Kecamatan Gunung Sugih. Pemilih pemula tersebut memiliki hak politik yang sama dengan kelompok pemilih lain. Pada pelaksanaan pemilu legislatif 2009 lalu di Kampung Terbanggi Subing dipimpin oleh Suhardi selaku Ketua PPS. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Suhardi pada tanggal 29 April 2014 mengenai pelaksanaan pemilu legislatif 2009 di Kampung Terbanggi Subing, diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada pemilu legislatif 2009 mencapai 80% sedangkan tingkat partisipasi politik pemilih pemula mencapai 85% sebagaimana hasil wawancara berikut:


(39)

13

“Memang saya yang menjadi Ketua PPS pada pemilu legislatif 2009. Partisipasi politik masyarakat pada saat itu mencapai 80%. Data lengkapnya sudah tidak ada lagi. Namun menurut saya partisipasi politik pemilih pemula saat itu bisa dikatakan mencapai 85%. Kegiatan politik pemilih pemula pada pemilu legislatif 2009 sebagian besar hanya melaksanakan hak politiknya yaitu mencoblos, belum pada kegiatan politik lebih lanjut lagi”.

Pemilih pemula biasanya mendapat pengetahuan politik dari agen-agen sosialisasi terdekat di lingkungannya. Sehingga berdasarkan penjelasan di atas serta dengan memperhatikan data persentase tingkat partisipasi politik pada pemilu legislatif 2009 lalu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula pada pemilu legislatif 2014 serta siapa agen sosialisasi politik yang paling berpengaruh pada partisipasi politik pemilih pemula di Kecamatan Gunung Sugih tepatnya di Kampung Terbanggi Subing pada pemilu legislatif tahun 2014.

Penelitian tentang pemilih pemula, sosialisasi politik, dan partisipasi politik telah banyak dilakukan oleh peneliti lain. Namun penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut meskipun sama-sama meneliti tentang pemilih pemula, partisipasi politik atau sosialisasi politik. Perbedaan tersebut dapat dikaji dari segi permasalahan, kerangka teori serta metode penelitian yang digunakan. Hal itu diuraikan sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Topan Umboh bersumber dari jurnal Eksekutif yang berjudul “Partisipasi Politik Pemula dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Minahasa Tenggara (Suatu Studi di Kecamatan Touluaan


(40)

14

partisipasi politik pemilih pemula meliputi berbicara masalah politik, kampanye, dan pemberian suara; pemilih pemula antusias pada pemilihan umum kepala daerah; terdapat faktor pendorong dan penghambat partisipasi politik pemilih pemula; dan faktor politik yang mempengaruhi pilihan pemilih pemula beragam. Jika ditinjau dari permasalahan penelitian, terdapat perbedaan yaitu pada penelitian tersebut mengkaji tentang partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilihan umum kepala daerah dengan meneliti bentuk dan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula sedangkan penelitian ini mengkaji tentang pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif. Selain itu dari aspek kerangka teori yang digunakan pada kedua penelitian terdapat beberapa perbedaan yaitu pada penelitian tersebut kerangka teorinya meliputi partisipasi politik, pemilih pemula, pemilihan umum kepala daerah, konsep kepala daerah dan wakil kepala daerah, dan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik dalam pemilihan umum kepala daerah sedangkan pada penelitian ini kerangka teorinya meliputi sosialisasi politik, partisipasi politik, pemilih pemula, dan pemilihan umum. Selain itu, dari aspek metode penelitian yang digunakan pada penelitian tersebut adalah kualitatif sedangkan pada penelitian ini menggunakan mix methods(penggabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif).

2. Penelitian yang dilakukan oleh J. W. Batawi bersumber dari jurnal Uniera yang berjudul “Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada Suatu Refleksi School-Based Democracy Education (Studi Kasus Pilkada Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara Tahun 2010)”.


(41)

15

Ringkasan hasil penelitiannya adalah tingkat kesadaran siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada menunjukkan kesadaran yang didasarkan pada pemahaman dan pengalaman belajar konsep berpolitik di sekolah. Kesadaran ikut berpolitik telah menjadi kekuatan individu siswa dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika ditinjau dari permasalahan penelitian, pada penelitian tersebut mengkaji tentang tingkat kesadaran siswa SLTA sebagai pemilih pemula dalam pilkada dalam konteks berpolitik dan penerapan sekolah sebagai laboratorium demokrasi (School-Based Democracy Education), sedangkan pada penelitian ini yang menjadi permasalahan penelitian adalah mengenai pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif. Aspek kerangka teori yang digunakan pada kedua penelitian tersebut juga terdapat beberapa perbedaan karena disesuaikan dengan permasalahan yang akan diteliti. Pada penelitian tersebut kerangka teori yang digunakan meliputi pendidikan dan kesadaran politik bagi siswa, kebudayaan remaja/siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada, pendidikan demokrasi di lingkup sekolah, dan school-based democracy education model sedangkan pada penelitian ini, kerangka teorinya meliputi sosialisasi politik, partisipasi politik, pemilih pemula, dan pemilihan umum. Selain itu, dari aspek metode penelitian yang digunakan pada penelitian tersebut adalah observasi, wawancara langsung, dan pengisian kuesioner, sedangkan pada penelitian ini metode yang digunakan adalahmix methods(penggabungan dari metode kuantitatif dan kualitiatif).


(42)

16

3. Penelitian yang dilakukan oleh Devi Tasary bersumber dari jurnal Citizenship yang berjudul “Peran Teman Sebaya sebagai Agen Sosialisasi Politik dalam Menumbuhkan Perilaku Memilih Remaja pada Pemilihan Walikota Tahun 2011 RT 02 RW 01 Kecamatan Umbulharjo”. Ringkasan hasil penelitian adalah teman sebaya sebagai agen sosialisasi politik memiliki peran dan pengaruh dalam menumbuhkan perilaku memilih di kalangan remaja. Jika ditinjau dari permasalahan penelitian, pada penelitian tersebut permasalahannya terkait peran teman sebaya dalam menentukan pilihan walikota di Yogyakarta sedangkan pada penelitian ini yang akan diteliti adalah pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula. Dalam penelitian ini teman sebaya sebagai bagian dari agen sosialisasi politik disamping agen-agen sosialisasi politik lain yang akan diteliti pengaruhnya terhadap partisipasi politik. Kerangka teori yang digunakan pada kedua penelitian juga terdapat perbedaan. Pada penelitian tersebut kerangka teori yang digunakan adalah sosialisasi politik, remaja, teman sebaya, peran teman dalam menumbuhkan perilaku memilih sedangkan pada penelitian ini kerangka teorinya meliputi sosialisasi politik, partisipasi politik, pemilih pemula, dan pemilihan umum. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian tersebut adalah deskriptif kualitatif sedangkan pada penelitian ini adalah metode mix methods (penggabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif).

4. Penelitian yang dilakukan oleh Herkulanus Roni bersumber dari jurnal Aspirasi yang berjudul “Pola Perilaku Pemilih Pemula pada Pemilihan Gubernur Kalimantan Barat Tahun 2012 (Studi di Kecamatan Bengkayang,


(43)

17

Kabupaten Bengkayang)”. Ringkasan hasil penelitian adalah pemilih pemula dalam memilih mendapat pengaruh dari orang tua, kerabat, juga karena loyalitas terhadap etnis. Jika ditinjau dari permasalahan penelitian, pada penelitian tersebut mengkaji tentang pola perilaku pemilih pemula dalam pemilihan Gubernur Kalimantan Barat karena menurut peneliti tersebut masih terdapat banyaknya persoalan politik yang terjadi pada pemilih pemula di daerah itu seperti kuatnya pengaruh etnik dan agama pada saat pemilihan, sedangkan pada penelitian ini yang akan dikaji adalah pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula pada pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Lampung Tengah. Kerangka teori yang digunakan pada penelitian tersebut mencakup pola perilaku pemilih pemula dari segi pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan pilihan rasional sedangkan pada penelitian ini kerangka teorinya meliputi sosialisasi politik, partisipasi politik, pemilih pemula, dan pemilihan umum. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian tersebut adalah kualitatif sedangkan pada penelitian ini adalah mix methods(penggabungan metode kuantitatif dan kualitatif).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah agen sosialisasi politik berpengaruh terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah?


(44)

18

2. Seberapa besar pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah?

3. Siapakah agen sosialisasi politik yang paling berpengaruh terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.

2. Mengetahui seberapa besar pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.

3. Mengetahui agen sosialisasi politik yang paling berpengaruh terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.


(45)

19

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan salah satu kajian ilmu politik terutama mengenai pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif tahun 2014 khususnya di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait yang ingin mengetahui strategi sosialisasi politik yang sesuai diterapkan melalui agen sosialisasi politik guna meningkatkan partisipasi politik pemilih pemula khususnya pada pemilu legislatif.


(46)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sosialisasi Politik

1. Pengertian Sosialisasi Politik

Proses sosialisasi dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya yang diperoleh individu dalam kehidupan. Hal ini dijelaskan oleh Almond (1984: 325) bahwa pengalaman sosialisasi akan mempengaruhi tingkah laku politik di kemudian hari yang terjadi sebelumnya dalam kehidupan. Selanjutnya pengalaman tersebut bukan pengalaman yang bersifat politik tetapi memiliki berbagai konsekuensi politik laten yaitu yang tidak dimaksudkan melahirkan impak politik sedang impak tersebut tidak terorganisir adanya.

Sosialisasi politik merupakan bagian yang penting dari suatu sistem politik karena dengan adanya sosialisasi politik maka seorang individu dapat mempelajari politik baik secara disadari ataupun tidak disadari oleh masing-masing individu tersebut. Menurut Kweit (1986: 92) bahwa secara umum, sosialisasi politik dapat didefinisikan sebagai suatu proses melalui mana individu belajar tentang politik.

Sosialisasi politik adalah proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta


(47)

21

reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sosialisasi politik ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan dimana individu berada; selain itu juga ditentukan oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadiannya (Rush, 2007: 25).

Efriza (2012: 17) mengungkapkan bahwa sosialisasi politik merupakan bagian dari suatu proses sosial. Sosialisasi adalah suatu kegiatan pengajaran dan pendidikan yang dilakukan individu atau suatu kelompok kepada individu atau kelompok lainnya yang berlangsung secara alamiah. Pada prosesnya, pengajaran dan pendidikan itu bersinggungan dengan nilai-nilai politik. Hal ini dapat dipahami bahwa nilai-nilai politik yang melekat pada setiap invidu tersebut akan berbeda. Selanjutnya dijelaskan bahwa proses terhadap individu-individu sampai pada kadar yang berbeda, salah satunya bisa terlibat dalam satu sistem politik yaitu partisipasi politik.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan sosialisasi politik dalam penelitian ini adalah proses dimana seseorang dapat mengetahui pengetahuan politik dari lingkungannya yang diperoleh dari individu atau kelompok lain baik secara disadari ataupun tidak disadari terutama yang terjadi saat seseorang tersebut belum dewasa sehingga menimbulkan sikap dan orientasi politik tertentu dalam kaitannya dengan kehidupan politik yang berlangsung.


(48)

22

2. Agen Sosialisasi Politik

Sosialisasi dijalankan melalui bermacam-macam lembaga yang disebut sebagai agen sosialisasi politik. Agen sosialisasi politik tersebut terdiri dari beberapa individu atau kelompok baik dari segi politik maupun nonpolitik yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan gambaran politik terhadap seseorang terutama yang terjadi saat seseorang tersebut belum dewasa sehingga menimbulkan sikap dan orientasi politik tertentu dalam kaitannya dengan kehidupan politik yang berlangsung. Almond (1984: 330) menyatakan bahwa pola kekuasaan nonpolitik yang diharapkan dapat mempengaruhi sikap politik adalah pola di dalam keluarga, sekolah, dan tempat kerja.

Menurut Apter (1996: 262) menyatakan bahwa:

“Penjelasan-penjelasan psikokultural mengenai sosialisasi di awal masa kanak-kanak dengan pilihan-pilihan orang tua, menunjukkan bagaimana sosialisasi awal diperkuat oleh teman-teman sebaya di sekolah, dan oleh kelompok-kelompok acuan lain. Pengalaman mengambil tindakan politik, dari hal memberikan suara hingga mencalonkan diri, dibangun di atas pola-pola sosialisasi awal dan memberikan kesempatan untuk proses belajar masyarakat baru”.

Kebanyakan peneliti sependapat bahwa keluarga dan sekolah adalah agen yang paling penting dalam sosialisasi politik, walaupun mereka berbeda pendapat mengenai yang lebih penting antara keluarga atau sekolah sebagai agen sosialisasi politik (Kweit, 1986: 104). Selain itu, dua faktor lainnya yang sering dikemukakan mempunyai pengaruh penting terhadap proses belajar politik yaitu kelompok pengawas dan media. Jadi, agen-agen utama


(49)

23

sosialisasi adalah keluarga, sekolah, media, dan kelompok pengawas (Kweit, 1986: 123).

Menurut Rush (2007: 35) bahwa agen sosialisasi politik terdiri dari keluarga, pendidikan, kelompok sebaya, kelompok kerja, kelompok agama, kelompok-kelompok senggang, dan media massa. Proses sosialisasi melalui berbagai tahap sejak masa kanak-kanak sampai tingkat yang paling tinggi dalam usia dewasa. Hal ini berlangsung dalam proses yang berkesinambungan sepanjang hidup.

Sementara itu, Apter (1996: 263) mengklasifikasikan agen-agen sosialisasi politik tetapi secara eksplisit dengan membaginya berdasarkan tahapan sosialisasi, yaitu: fase pertama adalah proses belajar dalam keluarga dalam artian bahwa orang-orang dewasa adalah warga negara yang mengutarakan sikap mengenai masyarakat atau kebencian mereka terhadap pemimpin-pemimpin politik dan pimpinan-pimpinan partai, dan menanggapi isu-isu yang mempengaruhi mereka. Fase kedua ketika sang anak beranjak dewasa dan menghadapi situasi-situasi kelompok di luar keluarga, proses ini terjadi di sekolah dan rekan sebaya. Fase ketiga merupakan tahapan ketika dewasa yang terjadi dalam lingkup pekerjaan, kelompok agama, partai politik dan kelompok perkumpulan.

Agen-agen sosialisasi politik menurut Efriza (2012: 23) terdiri dari 6 jenis, yaitu keluarga, sekolah, kelompok teman sebaya, media massa, situs jejaring sosial, dan kontak-kontak politik langsung. Jika diasumsikan usia pemilih pemula yaitu 17-21 tahun maka status pemilih pemula juga bisa terdiri dari


(50)

24

mahasiswa ataupun pekerja muda sehingga agen sosialisasinya termasuk kampus atau tempat kerja.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai agen-agen sosialisasi politik serta pendapat para ahli yang menjelaskannya:

a. Keluarga

Fase awal pembelajaran seorang anak dalam keluarga juga dapat terjadi saat proses belajar dalam keluarga sebelum anak sadar mengenai politik. Apter (1996: 263) menyatakan bahwa orang-orang dewasa adalah warga negara yang dapat mengutarakan sikap mengenai masyarakat, atau rasa suka atau bencinya mereka terhadap pemimpin-pemimpin politik dan pimpinan-pimpinan partai, dan menanggapi isu-isu yang mempengaruhi mereka. Hal-hal seperti itu dirasakan oleh anak-anak jauh sebelum mereka memahaminya.

Keluarga mempunyai peranan yang menentukan dalam proses sosialisasi nilai politik terhadap warga negara ataupun individu karena keluarga mempunyai kesempatan untuk menurunkan nilai-nilai politiknya kepada seseorang individu justru pada saat masa kanak-kanak (Efriza, 2012: 23). Selain itu, ada asumsi lain yang menyatakan bahwa sosialisasi politik yang diperoleh seorang anak dapat terjadi karena hal yang tidak disengaja.

Lebih lanjut Almond (1984: 328) menyatakan bahwa:

“Barangkali yang mempunyai arti penting lebih besar adalah keterbukaan seorang anak secara tak sengaja terhadap hal-hal yang bersifat politik melalui pemikiran yang didengarnya dan


(51)

25

diungkapkan tentang politik atau pemimpin politik, pandangan eksplisit politik yang disampaikan padanya tanpa pernyataan maksud untuk membentuk sikap politiknya”.

Oleh karena itu, pernyataan secara tidak sengaja mengenai politik dari orang tua yang didengar seorang anak memungkinkan adanya ketertarikan seorang anak terhadap politik sehingga mampu mempengaruhi sikap politiknya.

b. Sekolah

Menurut Efriza (2012:33), pendidikan telah dipandang sebagai satu variabel penting dalam kegiatan menjelaskan tingkah laku politik, dan terdapat banyak pembuktian tidak langsung yang menyatakan pendidikan itu penting sebagai agen sosialisasi politik. Hal ini dapat dipahami karena di sekolah anak-anak dididik di dalam suatu proses yang sangat teratur, sistematis, dan nilai-nilai politik bisa diturunkan secara langsung ataupun tidak langsung oleh guru-guru kepada anak didik.

Kesempatan berpartisipasi di sekolah nampaknya mempunyai pengaruh yang jelas terhadap kedudukan seseorang di dalam skala kompetensi subyektif. Kompetensi politik subyektif yakni kepercayaan mereka bahwa mereka mampu mempengaruhi pemerintah (Almond, 1984: 350). Sekolah membuat usaha sadar untuk mengalihkan pengetahuan dan nilai-nilai politik. Sekolah tampaknya merupakan suatu lembaga paling efektif bila ia menguatkan orientasi si anak daripada bila ia mencoba mengalihkan nilai-nilai baru (Conway dalam Kweit, 1986: 105). Selanjutnya Almond dalam Kweit (1986: 105) menyebutkan bahwa


(52)

26

tingkat pendidikan yang telah dicapai seseorang terbukti mempunyai hubungan dengan karakteristik politik, seperti minat akan politik, kesadaran akan dampak pemerintah, kecenderungan berdiskusi politik, dan sebagainya. Tingkat pendidikan di sini juga termasuk pendidikan di perguruan tinggi atau kampus saat sang anak menjadi mahasiswa.

Sekolah memberikan pengertian kepada kaum muda tentang dunia politik dan peranan mereka di dalamnya. Sekolah memberikan pandangan yang lebih konkret tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Sekolah juga merupakan “saluran pewarisan” nilai-nilai dan sikap-sikap masyarakatnya (Sahid, 2010: 202).

c. Tempat kerja

Faktor penting yang menentukan adalah kesempatan berpartisipasi dalam keputusan di tempat kerja seseorang. Struktur kekuasaan di tempat kerja mungkin menjadi faktor yang paling penting dan jelas strukturnya dimana setiap orang mendapati dirinya dalam kontak sehari-hari (Almond, 1984: 358).

Selanjutnya Sahid (2010: 203) menjelaskan bahwa pekerjaan dan organisasi-organisasi formal maupun informal yang dibentuk berdasarkan lingkungan pekerjaan itu, seperti serikat buruh dan semacam itu juga merupakan saluran komunikasi informasi dan keyakinan yang jelas.


(53)

27

d. Kelompok teman sebaya

Pada prosesnya, ketika anak-anak itu muncul dari pengaruh awal keluarganya masuk ke dalam dunia yang lebih besar dari sekolah dan kelompok-kelompok sebaya, maka mereka terkena pengaruh-pengaruh lain yang dapat memperkokoh atau justru bertentangan dengan politisasi awalnya (Rush, 2007:71).

Kelompok teman sebaya merupakan suatu kelompok dari orang-orang yang seusia dan memiliki status yang sama dalam mengembangkan sikap dan perilaku, dengan siapa seseorang umumnya berhubungan atau bergaul. Sosialisasi politik melalui kelompok teman sebaya bersifat informal dan langsung (Efriza, 2012: 36)

e. Media massa

Menurut Robinson dalam Kweit (1986: 106) media mempunyai dampak terhadap orientasi politik tertentu seperti peran yang kita harapkan dari pejabat pemerintah.

Diketahui bahwa media massa, surat kabar, radio, televisi, dan majalah memegang peranan penting dalam menularkan sikap-sikap dan nilai-nilai kepada bangsa-bangsa mereka, termasuk sikap dan nilai politik (Sahid, 2010: 202).

Efriza (2012: 38) menjelaskan bahwa:

“Di dalam suatu masyarakat yang sifatnya terkungkung atau dimana rezim berkuasa secara totaliter, dengan sendirinya, tidak banyak nilai-nilai politik yang bisa diturunkan. Tetapi dalam suatu masyarakat yang demokratis, nilai-nilai politik yang dikandung media massa sangat bervariasi. Media massa dalam hal ini, baik


(54)

28

media cetak seperti surat kabar dan majalah maupun media elektronik seperti radio, televisi, dan media online, semakin memegang peranan penting dalam mempengaruhi cara pandang, cara pikir, cara tindak, dan sikap politik seseorang”.

f. Kontak-kontak politik langung

Kontak-kontak langsung dengan pemerintah, lembaga politik dan kehidupan politik sangat mempengaruhi sikap dan perilaku politik individu dan kelompok-kelompok untuk tetap setia atau tidak, bersedia mendukung atau tidak sistem politik, pemerintah, atau partai politik yang semula didukungnya (Sahid, 2010: 202).

Organisasi-organisasi ataupun lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya mempunyai peranan pula menyalurkan nilai-nilai politik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa melalui berperannya pola aliran politik dalam organisasi-organisasi maka secara langsung anggota-anggota suatu organisasi kemasyarakatan terlibat atau mempunyai kesempatan yang sama besar untuk menurunkan atau menyebarkan nilai-nilai politik ke dalam organisasi tersebut maupun kepada anggota masyarakat yang bukan anggota dari organisasi-organisasi tersebut (Efriza, 2012:48).

Berdasarkan penjelasan mengenai agen-agen sosialisasi di atas, maka yang dimaksud dengan agen sosialisasi dalam kaitannya dengan penelitian ini yaitu mengenai pemilih pemula adalah agen-agen sosialisasi yang terdiri dari keluarga, sekolah/kampus/tempat kerja, teman, media massa baik cetak maupun elektronik serta situs jejaring sosial, dan kontak-kontak politik langsung.


(55)

29

3. Fungsi Sosialisasi Politik

Sosialisasi memiliki beberapa fungsi yang berkaitan dengan beberapa fase. Menurut Apter (1996: 263) bahwa fungsi sosialisasi terdiri dari tiga fase. Pertama adalah proses belajar dalam keluarga. Periode pertama ini membentuk kecenderungan pokok yang sekali berurat-berakar dalam kepribadian, sangat sulit berubah. Kedua adalah bagaimana orientasi politik digeneralisasi oleh anak ketika ia dewasa dan menghadapi situasi-situasi kelompok di luar keluarga. Periode kedua ini memperkenalkan jangkauan kontak yang jauh lebih luas, dapat menimbulkan kejutan pada individu misalnya ketika seorang anak remaja meninggalkan rumah untuk pertama kalinya dan memasuki perguruan tinggi. Ketiga adalah mengenai masalah kedewasaan. Pada tahap ini sebagian dari anak-anak ketika dewasa bahkan secara sadar melepaskan agama atau ideologi politik atau bahkan identitas nasional atau etnis tempat mereka dibesarkan.

4. Isi Sosialisasi Politik

Menurut Efriza (2012: 54) bahwa isi sosialisasi politik yang disampaikan oleh seorang individu atau agen sosialisasi kepada individu atau kelompok masyarakat sebagai berikut:

a. Informasi politik

Informasi politik adalah isi sosialisasi yang memberikan penerangan tentang terjadinya suatu peristiwa politik yang pernah terjadi.


(56)

30

b. Pemberian keyakinan dan kepercayaan politik

Agen sosialisasi akan begitu kerasnya memaksakan kehendak, cita-cita, firasat atau ideologi politiknya. Biasanya berlangsung dalam suatu indoktrinasi dan hanya satu arah saja.

c. Pengetahuan politik

Pengetahuan politik sangat terkait dengan pemahaman akademis terhadap fenomena politik, artinya fenomena politik diberikan secara terstruktur dalam bentuk kurikulum pendidikan.

d. Provokasi atau propaganda politik

Provokasi, agitasi dan propaganda sebenarnya adalah tindakan penyalahgunaan etika berpolitik. Isi sosialisasi politik seperti ini memiliki kecenderungan untuk memutarbalik fakta yang sesungguhnya demi kepentingan provokator atau agitator.

B. Partisipasi Politik

1. Pengertian Partisipasi Politik

Partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara dalam menentukan arah kebijakan politik suatu negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting dari demokrasi karena orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Menurut Rahman (2007:285) partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. Dengan kata lain, partisipasi


(57)

31

dapat terlihat ketika warga negara ikut terlibat dalam pemilihan umum baik menggunakan hak pilih maupun kegiatan lain yang menyangkut kegiatan pemilu.

Menurut (Maran, 2001:147) bahwa partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Hal ini dipertegas dengan pendapat dari Rush (2007:121) bahwa dalam partisipasi politik dapat ditinjau sampai sejauh mana dan sampai tingkat apa individu terlibat dalam sistem politik. Partisipasi politik dapat ditinjau dari empat sudut pandang yaitu bentuk partisipasi politik, luas partisipasi politik, orang yang berpartisipasi serta alasan orang-orang berpartisipasi politik.

Lebih lanjut Budiardjo (1998: 1) menyebutkan bahwa:

“Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup adanya tindakan seperti memberikan suara dalam pemilu, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau salah satugerakan sosial, dan sebagainya”.

Selain itu, pendapat Huntington (1994: 6) tentang partisipasi politik yaitu: “Partisipasi politik didefinisikan sebagai kegiatan warga negara yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Aspek inti dari definisi ini mencakup kegiatan-kegiatan bukan sikap, kegiatan politik warga negara perorangan, kegiatan yang mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dan semua kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah, baik yang mempunyai efek maupun tidak”.


(58)

32

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, partisipasi politik dalam penelitian ini adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam hal ini pemilih pemula untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah, dapat berupa kegiatan memberi dukungan politik dalam berbagai kegiatan, diantaranya menjadi partisipan dalam pemilihan umum, partisipasi dalam diskusi politik informal, partisipasi dalam rapat umum, ikut kampanye, serta menjadi anggota pasif suatu organisasi politik.

2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Bentuk partisipasi politik seseorang dapat terlihat melalui indikator keikutsertaannya memilih pada pemilu baik itu pemilu legislatif, pemilu presiden maupun pemilihan umum kepala daerah yang dilakukan secara langsung. Namun, kegiatan pemberian suara ini dapat dianggap sebagai bentuk partisipasi politik yang paling kecil karena hal itu menuntut suatu keterlibatan minimal yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana. Menurut Maran (2001:148) bentuk partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (voting) untuk memilih calon wakil rakyat atau untuk memilih kepala negara.

Lebih lanjut, Rush (2007:122) membagi bentuk partisipasi politik yang diidentifikasikan sebagai berikut:

a. Menduduki jabatan-jabatan politik atau administratif. b. Mencari jabatan politik atau administratif.

c. Keanggotaan aktif suatu organisasi politik. d. Keanggotaan pasif suatu organisasi politik. e. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik. f. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik.


(59)

33

h. Partisipasi dalam diskusi politik informal.

i. Menjadi partisipan dalam pemungutan suara (voting).

Selain pendapat di atas, Rahman (2007:287) membagi partisipasi politik ke dalam dua kelompok besar, yaitu partisipasi politik konvensional dan partisipasi politik nonkonvensional. Partisipasi politik konvensional terdiri dari pemberian suara (voting), diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, dan mengadakan komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif. Sedangkan partisipasi politik nonkonvensional seperti mengajukan petisi, berdemonstrasi, melakukan konfrontasi, mogok, melakukan tindak kekerasan politik harta benda (perusakan, pemboman, pembakaran), dan tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan dan pembunuhan).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, partisipasi politik dalam penelitian ini adalah partisipasi politik pemilih pemula yang dilakukan berdasarkan indikator minimum berupa menjadi partisipan dalam pemilihan umum, partisipasi dalam diskusi politik informal, partisipasi dalam rapat umum, ikut kampanye, serta menjadi anggota pasif suatu organisasi politik. Hal ini didasarkan pada usia pemilih pemula yang masih muda serta belum memiliki pengalaman politik sehingga terbatas partisipasinya dalam beberapa kegiatan saja.

3. Fungsi Partisipasi Politik

Sebagai suatu tindakan atau aktivitas, partisipasi politik memiliki beberapa fungsi antara lain menurut Lane dalam Efriza (2012: 188) dalam studinya


(60)

34

mengenai keterlibatan politik, menemukan empat fungsi partisipasi politik bagi individu-individu yaitu:

a. Sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomis.

b. Sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhan bagi penyesuaian sosial.

c. Sebagai sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus.

d. Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan alam bawah sadar dan kebutuhan psikologis tertentu.

Dalam persektif berbeda, Sanit (1995: 18) memandang tiga fungsi partisipasi politik sebagai berikut:

a. Memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah yang dibentuknya beserta sistem politik.

b. Sebagai usaha untuk menunjukkan kelemahan dan kekurangan pemerintah.

c. Sebagai tantangan terhadap penguasa dengan maksud menjatuhkannya sehingga kemudian diharapkan terjadi perubahan struktural dalam pemerintahan dan dalam sistem politik.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa partisipasi politik memiliki fungsi yang berkaitan dengan keterlibatan warga negara dalam memberikan dukungan ataupun koreksi terhadap kinerja pemerintah serta untuk memenuhi hak politik setiap individu.


(61)

35

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik

Partisipasi politik masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Milbrath dalam Maran (2001: 156) menyebutkan 4 faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik, antara lain:

a. Karena adanya perangsang, maka orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam hal ini, minat untuk berpartisipasi dipengaruhi misalnya oleh sering mengikuti diskusi-diskusi politik melalui media massa atau diskusi informal.

b. Faktor karakteristik pribadi seseorang; orang yang berwatak sosial yang mempunyai kepedulian yang besar terhadap problem sosial, politik, ekonomi, dan lainnya, biasanya mau terlihat dalam aktivitas politik.

c. Faktor karakter sosial seseorang; hal ini menyangkut status sosial ekonomi, kelompok ras, etnis dan agama seseorang. Bagaimanapun lingkungan sosial itu ikut mempengaruhi persepsi, sikap, dan perilaku seseorang dalam bidang politik. Orang yang berasal dari lingkungan sosial yang lebih rasional dan menghargai nilai-nilai seperti keterbukaan, kejujuran, keadilan, dan lain-lainnya tentu akan mau juga memperjuangkan tegaknya nilai-nilai tersebut dalam bidang politik. Oleh sebab itu, mereka mau berpartisipasi dalam bidang politik.

d. Faktor situasi atau lingkungan politik itu sendiri; lingkungan yang kondusif membuat orang dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam lingkungan politik yang demokratis orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas politik daripada dalam lingkungan politik yang otoriter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktivitas-aktivitas brutal dan kekerasan dengan sendirinya menjauhkan masyarakat dari wilayah politik.

Berdasarkan pengertian di atas, maka partisipasi seseorang termasuk pemilih pemula didasarkan atas beberapa situasi yang mampu mendorong partisipasinya dalam proses politik.


(62)

36

C. Pemilih Pemula

Aturan hukum yang melandasi pelaksanaan pemilihan umum legislatif adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu pada Pasal 1 Ayat 25, yang dimaksud dengan pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Kemudian dijelaskan lagi pada Pasal 19 Ayat 1 dan 2 bahwa warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih dan warga negara tersebut didaftar satu kali oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih. Selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 20 bahwa untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih kecuali yang ditentukan dalam undang-undang tersebut. Oleh karena itu, secara politik pemilih pemula selalu menjadi target para peserta pemilu karena kelompok ini belum mempunyai pengetahuan politik yang cukup baik sehingga membuka peluang sangat besar untuk dipengaruhi pilihan politiknya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah warga negara Indonesia yang didaftar oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih atau terdaftar sebagai pemilih berdasarkan ketentuan undang-undang pemilihan umum dengan usia minimal 17 tahun atau sudah/pernah kawin serta baru pertama kali mendapatkan hak suara pada saat pemilu dilaksanakan.


(63)

37

Menurut M. Rosit selaku peneliti The Political Literacy Institute Jakarta dan Dosen Public Relations Politic di Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) menyatakan bahwa “perilaku pemilih pemula memiliki karakteristik yang masih labil dan apatis, pengetahuan politiknya kurang, cenderung mengikuti kelompok sepermainan dan mereka baru belajar politik khususnya dalam pemilihan umum” (www.news.liputan6.com). Sehingga dapat diketahui bahwa karakteristik yang umum ditemui pada pemilih pemula antara lain: belum pernah memilih pada pemilihan umum sebelumnya, masih memiliki antusiasme yang tinggi untuk memilih, belum berpengalaman dalam memilih, latar belakang atau motivasi memilihnya masih kurang rasional yang kebanyakan karena rasa ingin tahu serta masih dipengaruhi oleh lingkungan terdekatnya.

D. Pemilihan Umum

1. Pengertian Pemilu dan Pemilu Legislatif

Menurut Tricahyo, pemilu merupakan instrumen mewujudkan kedaulatan rakyat yang bermaksud membentuk pemerintahan yang sah serta sarana mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat. Selanjutnya Huntington menegaskan bahwa pemilu sebagai media pembangunan partisipasi politik rakyat dalam negara modern. Partisipasi politik ini merupakan sarana seleksi bagi rakyat untuk mendapatkan jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan (Efriza, 2012: 348).


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Agen sosialisasi politik berpengaruh terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah. Arah korelasi yang terjadi adalah positif artinya semakin besar pengaruh agen sosialisasi politik yang terjadi pada seseorang dalam hal ini pemilih pemula maka partisipasi politiknya cenderung semakin besar. Kelima agen sosialisasi politik berpengaruh karena merupakan individu atau kelompok yang berinteraksi langsung dengan pemilih pemula. Agen sosialisasi politik tersebut berasal dari ruang yang dianggap dapat memberi rasa nyaman bagi pemilih pemula untuk belajar tentang politik.

2. Besarnya pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah adalah 90,4% dan sisanya yaitu 9,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.


(2)

156

3. Agen sosialisasi politik yang paling berpengaruh terhadap partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kampung Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah adalah keluarga. Pemilih pemula merupakan anak-anak yang memasuki fase dewasa atau disebut remaja dan baru pertama kali memiliki hak pilih, sehingga intensitas pertemuan pemilih pemula dengan keluarga terbilang sangat besar. Keluarga mampu memberikan banyak pengaruh bagi diri seorang anak dalam hal ini nilai-nilai politik. Lingkungan keluarga yang membicarakan mengenai politik atau pelaksanaan pemilu, secara langsung maupun tidak langsung akan memberi dampak kepada pemilih pemula mengenai wawasan politik dan sikap politiknya.

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, peneliti memberikan saran terkait pengaruh agen sosialisasi politik terhadap partisipasi politik pemilih pemula sebagai berikut:

1. Keluarga sebagai agen sosialisasi politik yang memiliki pengaruh paling besar dituntut untuk mengarahkan pemilih pemula dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menjadi pemilih yang cerdas. Hal ini mengingat bahwa pemilih pemula sebagai orang yang baru pertama kali memiliki hak pilih merupakan remaja yang masih memerlukan bantuan orang tua dalam memberikan arahan terutama yang berkaitan dengan politik dan pelaksanaan pemilu.


(3)

157

2. Kontak-kontak politik langsung sebagai agen sosialisasi politik yang memiliki pengaruh terendah sebaiknya didorong tidak hanya berupa keikutsertaan sebagai anggota dari suatu organisasi politik atau lembaga kemasyarakatan, tetapi juga melalui sosialisasi dari penyelenggara pemilu. 3. Penyelenggara pemilu sebaiknya melakukan sosialisasi pelaksanaan pemilu

dengan lebih maksimal dan dapat menyentuh pemilih pemula yang berada di pelosok daerah sehingga pemilih pemula memahami tata cara mencoblos dan mengenal kandidat calon legislatif ataupun partai politik yang akan dipilihnya berdasarkan visi misi mereka. Hal ini dikarenakan penyelenggara pemilu merupakan salah agen sosialisasi politik yang netral dan obyektif sehingga diharapkan pemilih pemula berpartisipasi politik dengan lebih baik dan menjadi pemilih yang cerdas. Selain itu, sosialisasi politik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu sebaiknya dikemas lebih menarik menyesuaikan dengan kondisi para pemilih pemula tersebut.

4. Pemilih pemula sebaiknya mampu meningkatkan partisipasi politiknya bukan hanya dalam kegiatan mencoblos pada pelaksaan pemilu namun juga pada kegiatan-kegiatan politik lain yang dapat menambah pengetahuan agar pemilih pemula dapat memahami politik secara lebih baik sehingga mampu menggunakan hak politiknya secara bijak dalam memilih pemimpin atau berpartisipasi politik dalam cakupan yang lebih luas demi kemajuan bangsa dan negara.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Almond, Gabriel A dan Sidney Verba. 1984. Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Bina Aksara. Jakarta.

Apter, David E. 1996.Pengantar Analisa Politik. LP3ES. Jakarta. Arifin, Anwar. 2011.Komunikasi Politik. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Budiardjo, Miriam. 1998. Partisipasi dan Partai Politik Sebuah Bunga Rampai. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Efriza. 2012.Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik. Alfabeta. Jakarta. Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan

Skripsi. Rineka Cipta. Jakarta.

Huntington, Samuel P dan Joan Nelson. 1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang.Rineka Cipta. Jakarta.

Koentjaraningrat. 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.

Kweit, Robert W dan Mary Grisez Kweit. 1986. Konsep dan Metode Analisa Politik. Bina Aksara. Jakarta.

Maran, Rafael Raga. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Rineka Cipta. Jakarta. Nazir, M. 1988.Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Rahman, A. 2007.Sistem Politik Indonesia. Graha Ilmu. Jakarta.

Rosit, M. Liputan 6. Melirik Potensi Pemilih Pemula. 21 Februari 2014 http://news.liputan6.com/read/558286/melirik-potensi-pemilih-pemula-pada-pemilu-2014.

Rush, Michael dan Phillip Althoff. 2007. Pengantar Sosiologi Politik. PT Rajawali Pers. Jakarta.


(5)

Sanit, Arbi. 1995. Sistem Politik Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 2008. Metode Penelitian Survai. LP3ES.

Jakarta.

Sitepu, P. Anthonius. 2012.Studi Ilmu Politik.Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta. Bandung.

Tim Penyusun Modul KPU Lampung Tengah. 2013.Modul Pemilih Pemula untuk Pemilu.Tidak diterbitkan.

Trihendradi, C. 2009. Step by Step SPSS 16 Analisis Data Statistik. Andi. Yogyakarta.

Umar, Husein. 1998. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Raja Grafindo. Jakarta.

Jurnal:

Batawi, J.W. 2013. Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada Suatu Refleksi School-Based Democracy Education (Studi Kasus Pilkada Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara Tahun 2010. Uniera. Volume 2 Nomor 2. Halaman 26-52.

Roni, Herkulanus. 2013. Pola Perilaku Pemilih Pemula pada Pemilihan Gubernur Kalimantan Barat Tahun 2012.Aspirasi. Volume 2 Nomor 2 Halaman 1-9. Tasary, Devi. 2013. Peran Teman Sebaya dalam Menumbuhkan Perilaku Memilih

Remaja pada Pemilihan Walikota Tahun 2011 RT 02 RW 01 Kecamatan Umbulharjo.Citizenship.Volume 2 Nomor 2 Halaman 113-124.

Umboh, Topan. 2013. Partisipasi Politik Pemula dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Minahasa Tenggara (Suatu Studi di Kecamatan Touluaan Kabupaten Minahasa Tenggara.Eksekutif.Volume 2 Nomor 1.

Web:

Kompas. Korupsi dan Janji Palsu Sangat Dibenci. 1 November 2013. 8 Februari 2014 http://nasional.kompas.com/read/2013/11/01/1302297/Korupsi.dan. Janji.Palsu.Sangat.Dibenci.


(6)

Komisi Pemilihan Umum. Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2014. 9 Januari 2014 www.kpu.go.id.

---. Jumlah Daftar Pemilih Tetap dalam Pemilu Legislatif Tahun 2009 Provinsi Lampung. 9 Januari 2014 www.kpud-lampungprov.go.id.

---. Undang Undang Nomor 8 Tahun 2012. 9 Januari 2014 www.kpu.go.id.

Lampung Post. Pemilih Pemula Belum Paham Mekanisme Pemilu. 18 September 2013. 9 Januari 2014 http://lampost.co/berita/pemilih-pemula-belum-paham- mekanisme-pemilu.

---. Rendahnya Partisipasi Pemilih Hantui Pemilu 2014. 5 Oktober 2013. 21 Februari 2014 http://lampost.co/berita/rendahnya-partisipasi-pemilih-hantui-pemilu-2014.

Undang-Undang No 39 Tahun 1999. 9 Februari 2014 http://www.komnasham.go.id/informasi/images-portfolio-6/2013-03-1805-44-20/nasional/254-uu-no-39-tahun-1999 tentang-hak-asasi-manusia.


Dokumen yang terkait

Preferensi Politik Pemilih Pemula Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi Pada Mahasiswa Tingkat I Jurusan Ilmu Politik FISIP USU)

1 49 115

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor

0 3 76

PENGAWASAN PENILIK SEKOLAH TERHADAP DISIPLIN GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KAMPUNG TERBANGGI SUBING KECAMATAN GUNUNG SUGIH LAMPUNG TENGAH

1 18 58

PENGARUH PERILAKU ELITE POLITIK TERHADAP PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA MENJELANG PEMILU LEGISLATIF 2014 DI SMK INDONESIA YOGYAKARTA

0 3 109

PARTISIPASI PEMUDA DALAM MENGGUNAKAN HAK PILIH PADA PEMILU LEGISLATIF BAGI PARA PEMILIH PEMULA Partisipasi Pemuda Dalam Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilu Legislatif Bagi Para Pemilih Pemula (Studi Kasus Pemilu Legislatif Tahun 2014 Desa Sidomulyo Kecamat

0 2 16

PARTISIPASI PEMUDA DALAM MENGGUNAKAN HAK PILIH PADA PEMILU LEGISLATIF BAGI PARA PEMILIH PEMULA Partisipasi Pemuda Dalam Menggunakan Hak Pilih Pada Pemilu Legislatif Bagi Para Pemilih Pemula (Studi Kasus Pemilu Legislatif Tahun 2014 Desa Sidomulyo Kecamat

0 3 13

PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PELAKSANAAN PEMILU TAHUN 2009 DI DESA PUGUH KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL.

0 6 148

Pengaruh Sosialisasi Politik Komisi Pemilihan Umum Kota Pematangsiantar Terhadap Minat Kelompok Pemilih Pada Pemilu Legislatif 2014

0 0 15

Preferensi Politik Pemilih Pemula Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi Pada Mahasiswa Tingkat I Jurusan Ilmu Politik FISIP USU)

0 0 13

PEMETAAN PEMILIH PEMULA DALAM RANGKA MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK PADA PEMILU 2014

0 0 141