Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI

POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILIHAN LEGISLATIF

2009 KECAMATAN TANAH SAREAL KOTA BOGOR

Skripsi ini

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial

Disusun Oleh:

Ali Murdani 105033201122

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

ABSTRAKSI

(A) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (B) 8 Desember 2011

(C) Ali Murdani

(D) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilu Pemula dalam Pemilu Legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor

(E) xi + 63 halaman

(F) Partisipasi politik adalah mengacu pada semua aktivitas yang sah oleh semua warga negara untuk mempengaruhi pemilihan pejabat pemerintahan dan tindakan-tindakan yang mereka ambil, sedangkan faktor-faktornya adalah sebagai berikut: Faktor ekonomi, faktor pendidikan politik, faktor nilai budaya remaja, faktor media, faktor intelektual.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor manakah yang paling dominan dalam memberikan pengaruh kepada pemilih pemula Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor untuk memilih dalam Pemilu Legislatif Tahun 2009.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitin ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode statistik deskriptif penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor dengan jumlah sampel sebanyak 60 remaja atau pemilih pemula. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluser random sampling. Pengumpulan data yang digunakan adalah angket, studi pustaka, observasi yang dilakukan oleh peneliti.

Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa: statisti deskriptif yaitu yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya kemudian dilakukan editing, yakni memeriksa jawaban-jawaban responden untuk ditelaah dan juga dirumuskan selanjutnya dijumlahkan sesuai pengelompokkannya kemudian dilakukan tabulating. Yakni jawaban-jawaban responden dinyatakan dalam bentuk-bentuk tabel alternatif jawaban-jawaban responden tersebut dijadikan data statistik prosentase artinya setiap data di prosentasikan setelah tabulating dalam frekuensi jawaban responden dan kemudian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan partisipasi politik pemilih pemula pada pemilihan legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih pemula berpartisipasi politik dalam pemilu legislatif Tanah Sareal Kota Bogor 2009 adalah faktor ekonomi, faktor pendidikan politik, faktor media, faktor nilai budaya remaja, serta faktor intelektual tetapi semua faktor tidak begitu mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogo.


(6)

v

Skripsi merupakan prasyarat dari kelulusan mahasiswa dalam memperoleh gelar kesarjanaan, dalam proses penyusunannya seseorang harus mampu menerapkan dan mengintegrasikan ilmu-ilmu yang telah didapat pada bangku perkuliahan. Tidak hanya kemauan, kemampuan serta materi yang dibutuhkan dalam menyusun skripsi, tapi juga dibutuhkan keyakinan yang penuh dalam diri untuk dapat menyelesaikan skripsi sesuai dengan yang diharapkan.

Alhamdulillah, sebuah hasil karya tak ternilai ini telah terselesaikan atas kasih sayang Allah SWT dengan segala bantuan dan kesempatannya hingga terselesaikan karya ini. Terima kasih dengan ucapan shalawat dan salam peneliti haturkan pada Nabi Muhammad SAW yang membuat Islam sampai keseluruh penjuru sehingga peneliti berada dalam naungan agama Islam dan memiliki Tuhan yang sempurna.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tak terlepas oleh sentuhan-sentuhan hebat orang-orang disekitar penulis. Dengan sangat bangga maka penulis haturkan untaian terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Orangtua tercinta, H. Abdul Khair dan Hj. Radiah yang menjadi pendorong utama penyusunan hasil penelitian ini yang selalu mengharapkan anaknya bisa menggunakan toga kebanggaan dengan hasil yang memuaskan atas perjuangan selama empat tahun untuk mewujudkan cita-citanya. Terima kasih atas kasih sayang, air mata, pengorbanan dan semua do’a-do’a yang terpanjat untuk penulis.


(7)

vi

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu dan dosen pembimbing akademik.

3. Dosen Pembimbing Drs. Agus Nugraha, MA., yang selalu sabar saat memberikan bimbingan dalam penyelesaian hasil karya ini. Tanpa coretan beliau, hasil karya ini mungkin tak terbantu sampai di meja pendaftaran sidang.

4. Untuk orang terkasih pilihan Tuhan untuk saat ini dan semoga hingga akhir hayat, untuk semua kesabaran, perhatian, pengertian dan semua pengorbanannya (AYU) yang takkan pernah tergantikan sampai kapan pun hanya Allah yang dapat membalas semuanya.

5. Untuk kakak-kakakku tercinta, terima kasih atas dukungan, perhatian serta motivasi untuk penulis menyelesaikan skripsi dengan baik.

6. Untuk nenekku tersayang (Hj. Siti Nadiah), untuk dukungan dan keberkahan do’a-do’anya yang selalu terpanjat untuk penulis.

7. The last and the most…specially untuk teman-teman Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah meluangkan waktunya untuk membantu peneliti dalam penelitian ini dan untuk persahabatannya selama 4 tahun ini.

kepadaNya dan beliau-beliau semuanya penulis ucapkan banyak-banyak terima kasih. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang tepat bagi mereka. Dan pada akhirnya penyusunan skripsi ini peneliti tujukan pada orang-orang terkasih yang tersebut di atas.

Bogor, 8 Desember 2011 Penulis


(8)

vii

HALAMAN JUDUL ... ii

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

SURAT PENGESAHAN PENGUJI ... iv

ABSTRAKSI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Partisipasi Politik 1. Pengertian Partisipasi Politik ... 12

2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik ... 15

B. Pemilu 1. Pengertian Pemilu ... 17


(9)

viii

2. Tujuan Pemilu ... 19

3. Azas Pemilu ... 20

4. Sistem Pemilu Secara Umum ... 25

5. Sistem Pemilu di Indonesia ... 30

BAB III PROFIL KECAMATAN TANAH SAREAL KOTA BOGOR DAN GAMBARAN UMUM PEMILU SERTA RESPONDEN PENELITIAN A. Profil Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor ... 32

B. Gambaran Pemilu di Kecamatan Tanah Sareal ... 35

C. Gambaran Umum Responden ... 36

BAB IV PRESENTASI DAN ANALISIS DATA A. Hasil Penelitian ... 39

B. Analisa Data Hasil Penelitian ... 47

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA


(10)

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Angket Penelitian

Lampiran 2 Surat Keterangan dari KesBang Lampiran 3 Surat Keterangan dari Kecamatan Lampiran 4 Surat Keterangan dari RT/RW


(12)

1

A. Latar Belakang

Pemilu 2009, terdapat 141 parpol (dalam pemilu 2004 ada 268 parpol) yang sudah terdaftar di Departemen Kehakiman HAM. Namun, sebagian besar parpol yang terdaftar dinyatakan batal oleh UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 22 tahun 2007 sehingga dengan berbagai tingkat verifikasi faktual oleh KPU, akhirnya hanya 48 parpol atau naik 100% dibanding peserta Pemilu 2004 yang hanya diikuti oleh 24 parpol yang boleh mengikuti pemilu, atau hampir 70% parpol yang terdaftar sudah drop out sebelum Pemilu 2009.1

Pemilu 2009 adalah pemilu yang ketiga kali setelah terjadinya reformasi pada tahun 1998 dimana tumbangnya rezim orde baru yang berkuasa hampir 32 tahun lamanya, sejak saat itu dilakukan perbaikan-perbaikan sistem pemilu untuk pelaksanaan pemilu yang lebih baik dan kebebasan rakyat dalam memilih dapat terjamin dengan baik. Tidak seperti yang terjadi pada pemilu sebelum reformasi terjadi, dimana pemilu hanya dijadikan stempel pelenggang kekuasaan suatu rezim serta kebebasan rakyat dalam memilih terbelenggu dan dapat ditebak pemenang pemilu adalah partai politik yang mendukung pemerintahan pada saat itu.

1

Vina Martina Sianipar, Survei CSIS: Golkar Dijagokan Pemilu Pemula,www. detik com, diakses Selasa, 15 Juli 2008.


(13)

2

Padahal pelaksanaan pemilu harus dilandasi bahwa rakyatlah yang berdaulat serta rakyat bebas menentukan sikapnya dalam pemilu tanpa tekanan dari pihak manapun. Pemilu adalah suatu alat yang penggunanya tidak boleh mengakibatkan rusaknya sendi-sendi demokrasi yang dapat menimbulkan penderitaan rakyat tetapi pemilu harus menjamin hak dan kewajiban rakyat sebagai warga Negara seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Pelaksanaan pemilu juga harus menjamin terwujudnya tujuan pemilu, adapun tujuan pemilu menurut UU No. 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum, DPR, DPD, dan DPRD adalah pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang 1945.2

Menurut Indria Samego pemilihan umum disebut juga politik market artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu-individu atasu masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak social antara peserta pemilu (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah melakukan serangkaian aktivitas politik seperti kampanye, iklan politik melalui media cetak maupun media elektronik. Guna meyakinkan pemilih untuk memilihnya sebagai wakil dalam badan legislatif maupun eksekutif.3

Adapun rakyat yang mempunyai hak untuk memilih adalah berlaku umum yaitu semua warga Negara yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah berhak mengikuti pemilihan umum termasuk di dalamnya pemilih pemula adalah Dalam

2

A. Rahman H.I., Sistem Politik Indonesia, (Jakarta:Graha Ilmu,2007) , hal. 148.

3


(14)

undang-undang pemilihan umum, pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali memilih mereka serta telah berusia 17-21 tahun, yang telah memiliki hak suara dalam pemilihan umum 4. Mereka umumnya berusia dikisaran 17-21 tahun.

Professor Dr. Harun A. Rasyid memasukkan mereka sebagai kelompok pemilih pemula. Mereka adalah sekelompok pemilih yang baru pertama kali memilih atau menggunakan hak pilihnya.5 Dalam pemilu jumlah mereka cukup banyak dan sangat menggiurkan dalam segi kemenangan dan kekalahan dalam pemilihan umum. Menurut data KPU Pemilu diikuti oleh 171.068.667 pemilih tingkat nasional. Berdasarkan proyeksi dari data populasi penduduk Badan Pusat Statistik tahun 2005, jumlah penduduk muda (usia di bawah 40 tahun) sekitar 95,7 juta jiwa pada tahun 2009. Jumlah tersebut setara 61,5% dari 189 juta penduduk usia pemilih. Di antara penduduk usia muda paling banyak (22,3%) adalah mereka yang pada tahun depan berusia 22-29 tahun. Mereka merupakan kelompok penduduk yang baru berpengalaman satu atau dua kali mencoblos dalam pemilu sebelumnya.6

Dari data di atas maka pemilih pemula menarik untuk dicermati dan diteliti bagaimana kecenderungan politik kelompok pemilih pemula, dengan kondisi psikologi yang dimiliki oleh pemilih pemula yaitu masih labilnya kejiwaannya yang dimiliki maka mereka umumnya mudah dipengaruhi oleh orang lain yang berupa pengaruh positif maupun negatif, dan mereka juga mulai melakukan

4 Zakaria,Sasaran Empuk Partai Politik, www.eramuslim.com.Senin, 5 Desember 2011

5

Harun A. Rasyid, Potensi Pemilih Pemula Cukup Signifikan, www.kompas.com Selasa, 15 Juli 2008.

6

Yusuf Ardiansah, Mahasiswa dan Pemilih Pemula Sebaiknya Tidak Golput, www.kompas.com, Selasa 15 Juli 2008.


(15)

4

introspeksi untuk menemukan keseimbangan antara sikap ke dalam diri dengan sikap kritis terhadap objek-objek (termasuk objek-objek politik) di luar dirinya.

Akan tetapi, belum banyak lembaga politik atau partai politik serta pemerintah yang melakukan pendidikan politik serius terhadap pemilih pemula ini. Padahal yang harus lebih berperan dalam pendidikan politik adalah partai politik karena partai politik harus menjalankan fungsinya yaitu memberikan pendidikan politik terhadap warga Negara serta kepada pemilih pemula seperti partai politik pada masa kolonial dimana partai politik merupakan wadah pendidikan dan pencerdasan bangsa dari pembodohan politik yang dilakukan oleh rezim kolonial. Kenyataannya mereka hanya menggantungkan informasi politik kepada berita-berita di media massa, sesame teman, orang tua, atau guru di sekolah. Sehingga, mereka merasa kebingungan saat dihadapkan dengan pemilihan umum tidak jarang dari mereka hanya memilih sebagai rutinitas yang biasa dilakukan oleh orangtuanya dan tidak berpengaruh terhadap kehidupan mereka.

Padahal mereka adalah generasi yang akan menjalankan Negara ini dan akan menentukan nasib Negara ini nanti, maka pendidikan politik buat mereka dalam demokrasi sejak dini bagi pemilih pemula sangat penting. Demi keberhasilan Negara ini dan dapat menciptakan generasi yang lebih baik bagi Negara ini kelak. Ketika kaum remaja yang nanti menjadi generasi pengganti tidak diikutsertakan dalam mencerna dunia dan masalah-masalahnya. Untuk itu, pendidikan politik yang pada saatnya mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula yang berdasarkan kepentingan kaum remaja sendiri sangat diperlukan,


(16)

terutama untuk mencegah agar jangan suara mereka hanya dihitung sebagai

“pemilih pemula” yang tidak tahu apa-apa.

peneliti tertarik untuk meneliti kelompok pemilih pemula di Kecamatan Tanah Sareal karena tingkat partisipasi politik warga Tanah Sareal sangat tinggi sekitar 81% dengan tingkat partisipasi pemilih pemula menarik untuk diteliti dimana jumlah pemilih pemula dalam legislatif ada 20% dari jumlah pemilih tetap dan sangat besar dan berpengaruh pada tingkat partisipasi politik warga Tanah Sareal Kota Bogor dan menarik untuk diteliti apa yang menyebabkan mereka memilih dan tidak dalam pemilihan legislatif Kota Bogor.7

Dari uraian di atas maka penulis ingin meneliti lebih dalam pemilih pemula di Kacamatan Tanah Sareal maka akan diperdalam dengan skripsi yang berjudul: “FAKTOR-FAKTOR APA YANG MEMPENGARUHI

PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILU

LEGISLATIF DI KECAMATAN TANAH SAREAL KOTA BOGOR”

B. Perumusan Masalah

Atas dasar latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat partisipasi pemilih pemula di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor Tahun 2009?

7

Wawancara dengan Bapak Bambang Ketua PPK Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor,13 Desember 2009


(17)

6

3. Faktor-faktor dominan apa yang mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor Tahun 2009?

4. Faktor apa yang mempengaruhi pemilih pemula untuk tidak memilih pada pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih pemula dalam pemilu legislatif tahun 2009 ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat partisipasi pemilih pemula di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor dominan apa yang mempengaruhi partisipasi

politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor.

4. Untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi pemilih pemula untuk tidak memilih dalam pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis: penelitian ini sebagai salah satu kajian politik pemerintah, terutama berkaitan dengan orientasi politik dan perilaku politik.


(18)

2. Secara praktis: penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah maupun partai politik agar senantiasa memberikan pendidikan politik khususnya kepada pemilih pemula sehingga perilaku politik dari pemilih pemula didasarkan atas orientasi yang jelas dan rasional.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data dalam bentuk angka yang menggunakan statistic sederhana.8

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pemilih pemula atau pemilih yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya dalam pemilu legislatif di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu subjek yang merupakan perhatian peneliti, populasi merupakan keseluruhan anggota, kejadian, atau objek-objek yang telah ditetapkan dengan baik.9

Populasi dalam penelitian ini adalah pemilih pemula di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor yang terdiri dari 11 Kelurahan.

8

Husen Usman, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 131.

9

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 6.


(19)

8

Sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang didapat dari populasi. Untuk jumlah sampel, peneliti menggunakan ukuran minimum yang ditawarkan oleh Gay bahwa untuk penelitian diambil 30 subjek atau lebih.10

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemilih pemula yang ada di Kecamatan Tanah Sareal atau remaja yang memiliki hak pilih dalam pemilu legislatif atau yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap dan diambil secara random. Pengambilan sampel dalam penelitian diambil dengan menggunakan teknik cluser Sempling (sampeling daerah) yaitu sampel yang akan diteliti atau sumbernya terlalu luas maka pengambilan sempelnya berdasarkan daerah yang telah ditentukan, maka peneliti hanya mengambil 5 kelurahan dari 11 kelurahan dari setiap kelurahan atau desa diambil 2 RT secara acak sehingga sampel berjumlah 60 orang dengan porsi 6 responden setiap RT.

Untuk menganalisa data penetapan sampel yang lebih besar untuk mengurangi bisa yang timbul dibandingkan dengan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit. Selain itu distribusi frekuensi dari data dengan jumlah sampel besar dan tidak kurang dari 30 orang akan mendekati penyebaran sampel.

Responden yang akan dijadikan sampel adalah remaja yang berdomisili di Kecamatan Tanah Sareal yang sudah memiliki hak pilih dan baru pertama kali mengikuti pemilihan anggota legislatif.

10


(20)

F. Metode Pengumpulan Data

1. Interview (Wawancara)

Metode interview ini penulis lakukan dengan cara tanya jawab terhadap responden atau seseorang yang berkaitan dengan penelitian pemilih pemula agar mendapatkan informasi yang relevan dengan penelitian yang diharapkan. Wawancara ini dilakukan dengan berstruktur yakni dengan menyusun pertanyaan terlebih dahulu yang akan diteliti.

2. Kepustakaan

Kepustakaan ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan dari berbagai sumber. Teknik ini digunakan untuk mendukung penelitian dengan cara mencari teori-teori yang sudah ada.

3. Observasi

Pada penelitian ini penulis melakukan pengamatan langsung terhadap masyarakat yang memberikan informasi tentang pemilih pemula pada pemilu legislatif 2009 di Kecamatan Tanah Sareal.

G. Teknik Analisa Data

1. Statistik Deskriptif

Statistic deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Deskriptif berfungsi memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang


(21)

10

diteliti.11 Karena dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan dideskripsikan secara detail sehingga lebih mudah dipahami.

2. Editing

Yakni memeriksa jawaban-jawaban responden untuk ditelaah dan juga dirumuskan selanjutnya sesuai pengelompokannya.

3. Tabulating

Yakni jawaban-jawaban responden dinyatakan dalam bentuk-bentuk table alternative. Jawaban-jawaban responden tersebut dijadikan data statistik prosentase artinya setiap data diprosentasekan setelah tabulating dalam frekuensi jawaban responden dan kemudian dianalisis untuk mendapat suatu kesimpulan sehingga dapat diketahui kecenderungan dari setiap alternative jawaban. yang penulis gunakan dalam mencari prosentase:

Dengan ketentuan sebagai berikut: P = Prosentase

F = Frekuensi

N = Jumlah sampel (number of case)

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi adalah sebagai berikut:

11


(22)

Bab I : Pendahuluan, yang menjelaskan tentang latar belakang kajian atas faktor- faktor yang mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilu, pembatasan masalah, perumusan masalah penelitian, tujuan serta manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : menjelaskan dan memaparkan kajian teori, partisipasi politik, pemilu, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik pemilu pemula.

Bab III : Menjelaskan tentang profil dan gambaran umum pemilu di Kecamatan Tanah Sareal serta gambaran umum responden.

Bab IV : Merupakan bab analisa yang menjelaskan hasil penelitian yang di lakukan peneliti dengan teori yang di gunakan yang di sajikan dengan presentase dan analisis hasil penelitian

Bab V : Pada bab terakhir atau penutup menyajikan kesimpulan dan saran. Demikianlah kerangka umum dari gambaran singkat mengenai sistematika skripsi ini dengan besar harapan penulis maksudkan untuk memberi arah dan mempermudah para pembaca dalam meliput persoalan dan kajian yang terkait dengan skripsi ini.


(23)

12

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Partisipasi Politik

1. Pengertian Partisipasi Politik

Keikutsertaan warga Negara berusaha untuk mencapai tujuan Negara merupakan bentuk partisipasi politik warga Negara serta mempengaruhi kebijakan atau keputusan yang diambil oleh negara. Dalam ilmu politik partisipasi diartikan sebagai upaya warga masyarakat baik secara individual maupun kelompok, untuk ikut serta dalam mempengaruhi pembentukan kebijakan publik dalam sebuah Negara.1

Partisipasi adalah penentuan sikap dan ketertiban hak setiap individu dalam situasi dan kondisi dalam rangka mengwujudkan kepentingan dan kebutuhan, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggung jawaban bersama.2

Menurut Huntington, partisipasi politik hanya sebagai kegiatan warga negara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah serta di dalamnya menentukan pemimpin sebuah

1

Afan Gafar, Merangsang Partisipasi Politik Rakyat, dalam Syahrifin Arbab (editor), demitologi politik Indonesia: Mengusung Elitisisme dalam Orde Baru, (Jakarta: Pustaka Cesindo, 1998), hal. 240.

2

Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Fungsional, (Surabaya: SIC, 2002), hal. 128.


(24)

pemerintahan.3 Beriringan dengan Huntington, Ramlan Subakti, sebagaimana dikutip Arifin Rahman mengartikan partisipasi politik sebagaimana kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan ikut serta dalam menentukan pemimpin pemerintahan.4 Dengan partisipasi politik kita mengacu pada semua aktivitas yang sah oleh yang semua warga negara untuk mempengaruhi pemilihan pejabat pemerintahan dan mengawasi segala tindakan-tindakan yang mereka ambil apakah tindakkan benar-benar memperhatikan kepentingan warga negara.

Pada umumnya partisipasi politik masyarakat ada yang sifatnya mandiri (autonomous) dimana individu dalam melakukan kegiatannya atas dasar inisiatif dan keinginan sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun tetapi terkadang partisipasi mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor disekeliling mereka. Hal ini boleh jadi atas dasar rasa tanggung jawabnya dalam kehidupan politik, atau karena didorong oleh keinginan untuk mewujudkan kepentingannya ataupun kepentingan kelompoknya. Namun tidak jarang pula partisipasi yang dilakukan bukan karena kehendak individu yang bersangkutan, akan tetapi karena diminta atau digerakkan oleh orang lain dan bahkan dipaksa oleh kelompoknya demi kepentingan tertentu suatu kelompok. Partisipasi dalam bentuk yang terakhir ini adalah partisipasi yang digerakkan atau sering disebut dengan mobilized political participation. Partisipasi politik

3

Samuel P. Huntington dan John M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal. 6.

4

Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia Dalam Prespektif Struktural Fungsional , hal. 129.


(25)

14

masyarakat biasanya bersumber pada basis-basis social-politik tertentu. Kecuali partisipasi yang mengambil bentuk contacting, partisipasi politik pada umumnya merupakan sebuah tindakan kolektif.5

Kecenderungan ke arah partisipasi warga negara yang lebih luas dalam politik sebetulnya bermula pada masa renaissance dan reformasi abad ke-15 sampai abad ke-17 dan memperoleh dorongan kuat pada masa revolusi industri pada abad ke-18 dan abad ke-19. Tetapi cara bagaimana lapisan masyarakat seperti pedagang, buruh, petani dan kaum profesi menuntut hak mereka untuk berpartisipasi lebih luas dalam pembuatan keputusan politik akan sangat berbeda di tiap-tiap Negara tergantung pada kondisi setiap Negara tersebut.6

Setidaknya ada lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik, seperti yang disampaikan Myron Weiner, yaitu:

a. Modernisasi; komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang meningkat, menyebarkan kepandaian baca-tulis, pengembangan media komunikasi masa.

b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial; ketika terbentuk suatu kelas baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses industrialisasi, masalah yang tentang siapa yang berhak berpartisipasi pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik.

5

Afan Gafar, Merangsang Partisipasi Politik, hal. 221.

6

Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia Dalam Prespektif Struktral Fungsional, hal. 129.


(26)

c. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern; kaum intelektual seperti sarjana, wartawan, dan penulis sering menggelarkan gagasan dan ide kepada masyarakat umum untuk membangkitkan tuntutan akan partisipasi masa yang luas dalam pembuatan keputusan politik. Dan sistem transportasi dan komunikasi modern memudahkan dan mempercepat penyebaran ide dan gagasan tersebut.

d. Konflik di antara kelompok-kelompok pemimpin politik; jika timbul kompetisi perebutan kekuasaan, salah satu strategi yang digunakan adalah mencari dukungan rakyat untuk melegitimasi mereka melalui gerakan-gerakan partisipasi rakyat.

e. Campur tangan pemerintah yang berlebihan dalam masalah sosial; ekonomi dan budaya, jika pemerintah terlalu menkooptasi masalah-masalah sosial masyarakat, maka lambat laun akan merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi untuk berpartisipasi.7

2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik

Partisipasi politik masyarakat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, partisipasi politik di lakukan melalui kontak- kontak langsung dengan pejabat Negara yang ikut dalam penentuan kebijakan Negara. Sedangkan secara tidak langsung adalah dengan cara melalui media masa yang ada dengan menulis pendapat atau aspirasi terhadap persoalan yang sedang terjadi di ranah publik.

7


(27)

16

Peran serta atau partisipasi politik masyarakat secara umum dapat kita kategorikan dalam bentuk-bentuk berikut:

Electoral activity, yaitu segala bentuk kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pemilihan. Termasuk dalam kategori ini adalah ikut serta dalam memberikan sumbangan untuk kampanye, menjadi sukarelawan dalam kegiatan kampanye atau rally politik sebuah partai, mengajak seseorang untuk mendukung dan memilih sebuah partai atau calon pemimpin, memberikan suara dalam pemilihan, mengawasi pemberian dan penghitungan suara, menilai calon-calon yang diajukan dan lain-lainnya.

Lobbying, yaitu tindakan dari seseorang atau kelompok orang untuk menghubungi pejabat pemerintah ataupun tokoh politik dengan tujuan untuk mempengaruhinya menyangkut masalah tertentu.

Organizational activity, yaitu keterlibatan warga masyarakat ke dalam organisasi sosial dan politik, apakah ia sebagai pemimpin, aktivis, atau sebagai anggota biasa.

Contacting, yaitu partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat dengan secara langsung pejabat pemerintah atau tokoh politik, baik dilakukan secara individu maupun kelompok orang yang kecil jumlahnya. Biasanya, dengan bentuk partisipasi seperti ini akan mendatangkan manfaat bagi orang yang melakukannya.


(28)

Violence, yaitu dengan cara-cara kekerasan atau mempengaruhi pemerintah, yaitu dengan cara kekerasan, pengacauan dan pengrusakan (by doing physical damage) terhadap barang atau individu.8

bentuk-bentuk partisipasi di bedakan menjadi menjadi dua bagian yaitu partisipasi konvensional dan partisipasi non-konvensional sesuai yang terjadi pada kondisi yang terjadi berbagi Negara karena setiap warga Negara mempunyai kondisi yang berbeda-beda. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, kepuasan/ketidakpuasan warga negara.

Tabel 2.1

Perbedaan Jenis Partisipasi

Konvensional Non-Konvensional

Pemberian suara dalam pemilihan Diskusi politik

Kegiatan kampanye

Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan

Komunikasi individual dengan pejabat politik

Pengajuan petisi Demonstrasi Konfrontasi Mogok

Tindakan kekerasan politik

Sumber: Muhtar Mas’oed danColin Mac Adrew,Perbandingan Sistem Politik,(jogyakarta : Gajah Mada Univerity)HAL 32

B. Pemilu

1. Pengertian Pemilu

Pemilihan umum menurut kamus besar ilmu pengetahuan adalah pemberian suara yang diatur dalam undang-undang untuk memilih calon-calon

8


(29)

18

yang dianggap layak guna menduduki jabatan-jabatan tertentu.9 Berbeda dengan pemilu menurut Dr. Indria Sumego pemilu disebut politik market, dimana pemilu adalah pasar untuk melakukan kesepakatan antara partai (penjual) dan rakyat atau pemilih (pembeli). Secara sederhana, pemilu adalah cara individual warga negara melakukan kontrak politik dengan orang atau partai politik yang diberi mandate menjalankan sebagian hak kewarganegaraan pemilih.

2. Tujuan Pemilu

Menurut rumusan penjelasan UU No. 15 tahun 1969, tentang Pemilihan Umum, yang masih berlaku sampai tahun Pemilu 2007, disebutkan bahwa tujuan pemilu adalah:

“Dalam mewujudkan penyusunan tata kehidupan yang dijiwai semangat cita-cita Revolusi Kemerdekaan RI Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana tersebut dalam Pancasila dan UUD 1945, maka penyusunan tata kehidupan itu harus dilakukan dengan jalan Pemilihan Umum. Dengan demikian, diadakan pemilihan umum tidak sekedar memilih wakil-wakil rakyat untuk duduk dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan, dan juga tidak memilih wakil-wakil rakyat untuk menyusun negara baru, tetapi suatu pemilihan wakil-wakil-wakil-wakil rakyat oleh rakyat yang membawa isi hati nurani rakyat dalam melanjutkan perjuangan, mempertahankan dan mengembangkan kemerdekaan NKRI bersumber pada Proklamasi 17 Agustus 1945 guna memenuhi dan mengemban Amanat Penderitaan Rakyat. Pemilihan Umum adalah suatu alat

9


(30)

yang penggunaannya tidak boleh mengakibatkan rusaknya sendi-sendi demokrasi dan bahkan menimbulkan hal-hal yang menderitakan rakyat, tetapi harus menjamin suksesnya perjuangan orde baru, yaitu tetap tegaknya

Pancasila dan dipertahankan UUD 1945.”10

Makna yang disimpulkan dalam pemilu di atas merupakan fundamen pelaksanaan demokrasi di Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan tujuan Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD adalah “Pemilu

diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk perintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.”11

Adapun tujuan pemilihan umum menurut Undang-Undang No. 23, tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yaitu:

“Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan dengan tujuan

untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintah negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.”12

10

A. Rahman HI, Sistem Politik Indonesia, hal. 148.

11

Ibid., hal. 149.

12


(31)

20

3. Asas Pemilihan Umum

Mengenai asas pemilu di Indonesia dikenal ada beberapa asas pemilu yang ditetapkan berdasarkan oleh Undang-Undang Pemilu yang berlaku di Indonesia. Asas-asas pemilu tersebut adalah meliputi:

a. Asas pemilu menurut UU No. 15 Tahun 1969 adalah sebagai berikut: 1) Umum

Artinya semua warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih.

2) Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya menurut hati naruninya tanpa perantara dan tanpa tingkatan .

3) Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun. 4) Rahasia

Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballon).13

13


(32)

b. Asas Pemilu menurut UU No. 3 tahun 1999, adalah sebagai berikut:

Dalam UU No. 3/1999, ini terdapat penambahan dua asas pemilu dari undang – sebelum nya yaitu, jujur dan adil. Adapun sengkapnya di jelaskan di bawah ini adalah:

1) Jujur

Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Adil

Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecukupan pihak manapun.

3) Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suara sesuai dengan kehendak hati naruninya tanpa perantara pihak manapun.

4) Umum

Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).


(33)

22

5) Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun. 6) Rahasia

Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (seret ballon).14

c. Asas pemilu menurut UU No. 12 Tahun 2003, tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam UU No. 12/2003, asas pemilihan umum meliputi:

1) Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.

2) Umum

Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

3) Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.

14


(34)

4) Rahasia

Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (seret ballon).

5) Jujur

Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksanaan, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas atau pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6) Adil

Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.15

d. Ada pun asas pemilu menurut UU No. 23 Tahun 2003, menjelaskan tentang asas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Dalam UU No. 23/2003, asas pemilihan umum meliputi:

1) Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.

15


(35)

24

2) Umum

Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

3) Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun. 4) Rahasia

Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (seret ballon).

5) Jujur

Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksanaan, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas atau pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6) Adil

Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.16

16


(36)

4. Sistem Pemilu Secara Umum

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:

a. Single-Member Constituency ( yaitu sistem satu daerah pemilihan memilih yang hanya memilih satu perwakilan tanpa melihat jumlah pemilih, biasanya disebut sistem Distrik).

b. Multi-Member Constituency (sistem pemilihan satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil untuk di jadikan perwakilan sesuai dengan jumlah pemilih yang ada daerah tersebut, biasanya dinamakan Proportional Representation atau perwakilan berimbang.

Secara umum sistem pemilihan umum dapat diklasifikasi dalam dua sistem, yaitu:

a. Sistem Distrik

Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliput) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dan dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang dalam satu distrik memperoleh suara yang terbanyak menang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimana kecil pun selisih kekalahannya. Jadi, tidak ada sistem perwakilan berimbang. Misalnya, dalam distrik dengan


(37)

26

jumlah suara 100.000, ada dua calon, yakni A dan B. Calon A memperoleh 60.000 dan B 40.000 suara, maka calon A memperoleh kemenangan sedangkan jumlah suara 40.000 dari calon B dianggap hilang. Sistem pemilihan ini tidak mempertimbangkan jumlah suara yg di dapat oleh calon perwakilan yang ada tetapi jumlah distrik yang ada sistem ini dipakai di Inggris, Kanada, Amerika Serikat dan India.

Sistem “single-member constituency” mempunyai beberapa kelemahan:

1) Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan itu terpencar dalam beberapa distrik.

2) Sistem ini kurang representative dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali, dan kalau ada beberapa partai yang mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil oleh golongan-golongan yang merasa dirugikan dan suara pemilih terbuang sia- sia.

Di samping kelemahan-kelemahan tersebut di atas ada banyak segi positifnya, yang oleh negara yang menganut sistem ini dianggap lebih menguntungkan dari pada sistem pemilihan lain.

Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih


(38)

erat. Dengan demikian dia akan lebih terdorong untuk memperjuangkan kepentingan distrik. Lagipula, kedudukannya terhadap partainya akan lebih bebas, oleh karena dalam pemilihan semacam ini focus personalitas dan kepribadian seseorang merupakan faktor yang penting.

Sistem ini lebih mendorong proses integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama. Di samping kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat sekedar dibendung, sistem ini dapat mendorong proses penyederhanan partai tanpa diadakan paksaan. Maurice Duverger berpendapat bahwa dalam proses seperti Inggris dan Amerika, sistem ini telah memperkuat berlangsungnya sistem dwipartai.

1) Berkurangnya partai dan meningkatkan kerjasama antara partai-partai mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan mempertingkat stabilitas nasional.

2) Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggarakan.17 b. Sistem Perwakilan Berimbang

Sistem ini dimaksudkan untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Gagasan pokok ialah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Untuk keperluan ini ditentukan sesuatu

17


(39)

28

perimbangan, misalnya 1: 400.000, yang berarti bahwa sejumlah pemilih tertentu (dalam hal ini 40.000 pemilih) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat, jumlah total anggota dewan perwakilan rakyat ditentukan atas dasar perimbangan (1: 400.000) itu. Negara dianggap sebagai satu daerah pemilihan yang besar, akan tetapi untuk keperluan teknis administratif dibagi dalam beberapa daerah yang besar (yang lebih besar dari pada distrik dalam sistem distrik), dimana setiap daerah pemilihan pemilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilihan itu. Jumlah wakil dalam setiap daerah pemilihan ditentukan oleh jumlah pemilih dalam daerah pemilihan itu, dibagi dengan 400.000. Dalam sistem ini setiap suara, dalam arti bahwa suara lebih yang diperoleh oleh suatu partai atau golongan dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau golongan itu dalam daerah pemilihan lain, untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan maka tidak ada suara pemilih yang terbuang sia-sia di sistem ini.18

Sistem Perwakilan Berimbang ini sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain antara lain dengan Sistem Daftar (List System). Dalam Sistem Daftar setiap partai atau golongan mengajukan satu daftar darinya dan dengan demikian memilih satu partai dengan semua calon yang diajukan oleh partai itu untuk bermacam-macam kursi yang sedang

18


(40)

direbutkan. Sistem Perwakilan Berimbang dipakai di Negeri Belanda, Swedia, Belgia, Indonesia tahun 1955 dan 1971 dan 1976.19

Dalam sistem ini ada beberapa kelemahan

1) Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru. Sistem ini tidak menjurus proses integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat, mereka lebih cenderung untuk mencari dan memanfaatkan perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan kondisi negara tidak setabil mengakibatkan bayak nya partai politik yang membuat bingung pemilih dan calon yang di pilih tidak begitu dikenal oleh pemilih. Umumnya dianggap bahwa sistem ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai.

2) Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya adan akan mengakibatkan mereka akan lebih mementikan kepentingan kelompok nya(partainya)ketimbang pemilih yg memilih mereka. Hal ini disebabkan oleh karena dianggap bahwa dalam pemilihan semacam ini partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai.

3) Banyaknya partai mempersulit terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua partai atau lebih. Di samping kelemahan tersebut, sistem ini

19


(41)

30

mempunyai satu keuntungan besar, yaitu bahwa dia bersifat representative dalam arti bahwa setiap suara turut diperhitungkan dan praktis tidak ada suara yang hilang. Golongan-golongan bagaimana kecil pun dapat menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan rakyat. Masyarakat yang heterogen sifatnya, umumnya lebih tertarik pada sistem ini, oleh karena dianggap lebih menguntungkan bagi masing-masing golongan.20

5. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia

Sistem Pemilihan Umum di Indonesia sejak pemilu pertama (1) tahun 1955 sampai dengan pemilu yang kesepuluh (10) tahun 2004 selalu berubah – ubah mencari format yang cocok untuk kondisi indonesia, Indonesia telah menggunakan lima (5) macam sistem pemilu, yaitu:

a. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem Proporsional yang tidak murni.

b. Pada Pemilu kedua tahun 1971, Indonesia menggunakan sistem Perwakilan Berimbang dengan Stelsel Daftar.

c. Pada Pemilu ketiga tahun 1977 s/d pemilu ke delapan 1997, Indonesia menggunakan Sistem Proporsional.

d. Pada Pemilu kesembilan tahun 1999, Indonesia menggunakan Sistem Proporsional berdasarkan Stelsel Daftar.

e. Pada Pemilu kesepuluh tahun 2004, Indonesia menggunakan Sistem Perwakilan Proporsional.

20


(42)

f. Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, Indonesia menggunakan Sistem Distrik Berwakil Banyak.21

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini mengacu pada teorinya. Nyron Wainer, Oni Priono dan Pangabean tergambar dalam bagai sebagai berikut:

21

Ibid., hal. 153.

Pileg 2009

PARTISIPASI POLITIK

Tinggi atau Rendah?

FAKTOR-FAKTOR

Faktor-faktor partisipasi politik

1. Faktor ekonomi

2. Faktor pendidikan politik 3. Faktor media

4. Faktor nilai budaya remaja


(43)

32

BAB III

PROFIL KECAMATAN TANAH SAREAL KOTA BOGOR

DAN GAMBARAN UMUM PEMILU SERTA

RESPONDEN PENELITIAN

A. Profil Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor

Mempunyai luas 2.030,7 km terletak di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan letak secara astronomis 106048’ Bujur Timur dan 6036’ Lintang Selatan jarak ± 130 km ke arah Barat Kota Bandung, ibukota Provinsi Jawa Barat.1 Batas wilayah Kecamatan Tanah Sareal adalah:

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.

 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor.  Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor.  Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecataman Bogor Selatan Kota Bogor.

Wilayah administrasi Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor terdiri atas 11 kelurahan, RW berjumlah 123 buah, RT berjumlah 619 buah.2

Suhu udara rata-rata setiap bulannya 260C, dan kelembaban udara yang kurang dari 70%. Kota Bogor disebut juga Kota Hujan karena memiliki curah

1“Profil Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor”

, hal. 1.

2


(44)

hujan yang rata-rata yang tinggi. Curah hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor berkisar 4.000 sampai 4.500 mm/tahun.3

Tanah yang ada di sekitar wilayah Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor umumnya memiliki sifat agak peka terhadap erosi, yang sebagian besar mengandung tanah liat (clay), dengan tekstur tanah yang umumnya agak halus hingga agak kasar, wilayah Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor dialiri oleh dua sungai besar dan 7 anak sungai, yang secara keseluruhan anak-anak sungai itu membentuk pola aliran pararel-subpararel sehingga mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to peak) pada 2 sungai besar yaitu sungai Ciliwung dan Cisadane. Memanfaatkan kedua sungai ini sebagai sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum.

Sumber air bagi Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor diperoleh dari sungai, air tanah dan mata air. Sungai utama yang mengalir di Kota Bogor adalah Sungai Ciliwung, Cisadane dan beberapa anak sungainya. Selain dua sungai tersebut, beberapa sungai lain yang ada di antaranya Sungai Cipakancilan, Sungai Cidepit, Sungai Ciparagi, dan Sungai Cibalok. Kedalaman air tanah bervariasi sekitar 3-12 m, kedalaman muka air tanah dalam keadaan normal (musim hujan) berkisar 3-6 m, sedangkan pada musim kemarau kedalaman muka air tanah mencapai 10-12 m. Kualitas air tanah di Kota Bogor terbilang cukup baik.

Dengan kondisi geografis yang relative lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya di kawasan Kota Bogor, maka Kecamatan Tanah Sareal mempunyai potensi yakni menjadi tujuan utama bermukim para pekerja di DKI

3


(45)

34

Jakarta, serta tujuan wisata penduduk DKI Jakarta dan sekitarnya. Masalah yang harus diwaspadai dan segera ditangani adalah mempertahankan ruang terbuka hijau seluas 30% dari luas kota, pembangunan sumur resapan dan kolam retensi untuk meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah dan mencegah tingginya debit drainase yang ada yang dapat menimbulkan banjir. Selain itu memberikan perkuatan kepada sempadan sungai maupun tebing yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan bencana longsor.

Kondisi ekonomi Kecamatan Tanah Sareal adalah ada sekitar 1.192 rumah tangga yang kondisi ekonominya rendah dan belum sejahtera, rumah tangga sederhana ada sekitar 6.920 keluarga, rumah tangga menengah ada 17.386 keluarga dan keluarga menengah ke atas ada sekitar 8.478 keluarga, sedangkan rumah tangga atas atau sangat sejahtera ada sekitar 4.508.4

Sedangkan sarana pendidikan di Kecamatan Tanah Sareal ada sekitar 35 TK, SDN ada sekitar 35 sekolah, SD swasta ada sekitar 6 sekolah, SMPN ada sekitar 4 sekolah, SMP swasta ada sekitar 14 sekolah, dan SMAN ada sekitar 2 sekolah, SMA swasta ada sekitar 12 sekolah. Sedangkan sekolah agama: Madrasah Ibtidaiyah (MI) ada sekitar 289 sekolah, Madrasah Tsanawiyah ada sekitar 129 sekolah dan Madrasah Aliyah ada sekitar 41 sekolah. Perguruan tinggi ada 2 perguruan tinggi.5

4

Ibid., hal. 4.

5


(46)

B. Gambaran Pemilu di Kecamatan Tanah Sareal

Pada pemilihan legislatif di kota Bogor Kecamatan Tanah Sareal jumlah pemilih yang terdaftar di daftar pemilih tetap berjumlah 63.733 berjenis kelamin laki-laki dan jumlah pemilih berjenis kelamin perempuan berjumlah 62.639. Jumlah keseluruhan pemilih dalam daftar pemilih adalah 126.372. Sedangkan yang menggunakan hak pilihnya atau ikut berpartisipasi dalam pemilihan legislatif pemilih laki-laki berjumlah 51.814 atau 41% sedangkan pemilih perempuan berjumlah 53.254 atau 42,1% total keseluruhan yang memilih berjumlah 105.068 atau 83,1%. Pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya berjumlah laki-laki 11.919 atau 9,43% sedangkan pemilih perempuan berjumlah 8.385 atau 7,43% jumlah yang tidak ikut memilih adalah 20.304 atau 16,86%. Di bawah disajikan table partisipasi pemilih pada pemilihan legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor 2009.6

Tabel 3.1

Tabel Partisipasi Politik Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor

No. Jenis Kelamin Jumlah Pemilih yang

Ikut Memilih Jumlah DPT Persentase

1 Laki-laki 51.814 62.639 41%

2 Perempuan 53.254 62.639 42,1%

Jumlah 105.068 126.372 83,1%

Jumlah pemilih pemula 25.247 pemilih, jumlah pemilih laki-laki ada 11.723 pemilih (46,38%) pemilih. Pemilih perempuan ada 13.551 (53,65%).

6


(47)

36

Menggunakan hak di bawah disajikan tabel jumlah pemilih pemula pada pemilihan legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor 2009.7

Table 3.2

Jumlah Pemilih Pemula Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor

No. Jenis Kelamin Jumlah DPT Persentase

1 Laki-laki 11.742 46,38%

2 Perempuan 13.551 53,62%

Jumlah 25,247 100%

C. Gambaran Umum Responden

Gambaran umum subjek penelitian ini diuraikan secara rinci di bawah ini, yaitu berupa gambaran umum frekuensi dari jenis kelamin, umur, dan pendidikan. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemilih Pemula dalam legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor dan sampel penelitian 60 pemilih pemula dalam legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Berikut ini adalah gambarannya.

Tabel 3.3

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 Laki-laki 20 33%

2 Perempuan 40 66,6%

Total 60 100%

Dari hasil penelitian data di atas, maka dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini berasal dari kelamin yang berbeda. Terdiri dari 20 Pemilih

7


(48)

Pemula (33%) berjenis kelamin perempuan dan 40 pemilih pemuda (66,6%) berjenis kelamin laki-laki, responden yang banyak digunakan dalam penelitian ini berasal dari jenis kelamin laki-laki.

Gambar 3.4

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase

1 SMA 45 75,3%

2 SMP 11 18%

3 SD 4 6,7%

Total 60 100%

Dari hasil presentase data di atas, maka dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini berasal dari tingkatan Pendidikan yang berbeda. Pemilih pemula yang berpendidikan SMA sebanyak 45 orang (75,3%), pemilih pemula berpendidikan SMP sebanyak 11 orang (18%) dan pemilih pemula yang berpendidikan SD sebanyak 4 orang (6,7%). Dalam penelitian ini, responden yang banyak digunakan adalah pemilih pemula yang berpendidikan SMA.

Table 3.5

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Umur

No. Umur Frekuensi Persentase

1 19-20 tahun 18 30%

2 21-23 42 70%

Total 60 100%

Dari hasil presentase data di atas, maka dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini memiliki umur. Responden yang berumur 19-20 tahun


(49)

38

sebanyak 18 orang (30%), dan responden yang berumur 21-26 tahun sebanyak 42 orang (70%). Dalam penelitian ini, peneliti banyak menggunakan responden yang berumur 21-23 tahun.


(50)

39

A. Hasil Penelitian

1. Deskriptif Frekuensi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Politik Pemula

Di bawah ini akan disajikan data analisis frekuensi faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik pemula dari hasil penelitian yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.1

Apakah Kamu Ikut Memilih dalam pemilu legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 56 93

Tidak 4 6,6

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 93%, yang menjawab tidak 6,6%. Hal ini menunjukkan bahwa 93% responden yang ikut memilih dalam pemilu legislatif maka tingkat partisipasi pemilih pemula di Kecamatan Tanah Sareal tinggi.


(51)

40

Tabel 4.2

Apakah Media Mempengaruhi Kamu untuk Ikut Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 20 33,3

Tidak 40 66,7

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 33,3%, yang menjawab tidak adalah 66,7%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 33,3% responden yang dipengaruhi media untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.

Tabel 4.3

Apakah Orang Tua Mempengaruhi Kamu untuk Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 13 21,6

Tidak 47 78,4

Total 60 100%

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 21,6%, yang menjawab tidak adalah 78,6%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 21,6% responden yang dipengaruhi orang tua untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.


(52)

Tabel 4.4

Apakah Teman Mempengaruhi Kamu untuk Ikut Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 6 10%

Tidak 54 90%

Total 60 100%

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 10%, yang menjawab tidak adalah 90%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 10% responden yang dipengaruhi teman untuk ikut pemilu legislatif.

Tabel 4.5

Apakah Uang Mempengaruhi Kamu untuk Ikut Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 4 6,67

Tidak 56 93,33

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 6,67%, yang menjawab tidak adalah 93,33%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 6,67% responden yang dipengaruhi uang untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.


(53)

42

Tabel 4.6

Apakah Tokoh Masyarakat Mempengaruhi Kamu untuk Ikut Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 8 13,33%

Tidak 52 86,67

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 13,33%, yang menjawab tidak adalah 86,67%. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang dipengaruhi oleh tokoh masyarakat untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif hanya 13,33%.

Tabel 4.7

Apakah Guru di Sekolahmu Mempengaruhi Kamu untuk Ikut Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 6 10

Tidak 54 90

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 10%, yang menjawab tidak adalah 90%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 10% responden yang dipengaruhi guru di sekolah untuk memilih dalam pemilu legislatif.


(54)

Tabel 4.8

Apakah Partai Politik Mempengaruhi Kamu untuk Ikut Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 27 45

Tidak 33 55

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 45%, yang menjawab tidak 55%. Hal ini menunjukkan hanya 45% responden yang dipengaruhi oleh partai politik untuk ikut dalam pemilu legislatif.

Tabel 4.9

Apakah Media Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 4 6,6%

Tidak 56 93,4

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 6,6%, yang menjawab tidak adalah 93,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 6,6% responden yang dipengaruhi media untuk tidak memilih dalam pemilu legislatif.


(55)

44

Tabel 4.10

Apakah Orang Tua Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 1 1,6

Tidak 59 98,4

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 1,6%, yang menjawab tidak adalah 98,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 1,6% responden yang dipengaruhi orang tua untuk tidak ikut memilih dalam pemilu legislatif.

Tabel 4.11

Apakah Teman Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Ikut Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 3 5

Tidak 57 95

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 5%, yang menjawab tidak adalah 95%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 5% responden yang tidak ikut memilih dalam pemilihan legislatif karena dipengaruhi oleh teman.


(56)

Tabel 4.12

Apakah Uang Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Ikut Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 2 3,33

Tidak 58 96,67

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 3,33%, yang menjawab tidak adalah 96,67%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 3,33% responden tidak ikut memilih dalam pemilu legislatif karena dipengaruhi oleh uang.

Tabel 4.13

Apakah Tokoh Masyarakat Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Ikut Memilih dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 1 1,6

Tidak 59 98,4

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 1,6%, yang menjawab tidak adalah 98,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 1,6% responden yang memilih dipengaruhi oleh tokoh masyarakat dalam pemilu legislatif.


(57)

46

Tabel 4.14

Apakah Guru di Sekolahmu Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Ikut dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 4 6,6%

Tidak 56 93,4

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 6,6%, yang menjawab tidak adalah 93,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 6,6% responden yang memilih dipengaruhi oleh guru di sekolah.

Tabel 4.15

Apakah Partai Politik Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Ikut Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 3 5

Tidak 57 95

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 5%, yang menjawab tidak adalah 95%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 5% responden yang tidak memilih dipengaruhi oleh partai politik.


(58)

B. Analisis Data Hasil Penelitian

Tabel 4.16

Tingkat Partisipasi Pemilih Pemula

No. Tingkat Partisipasi Frekuensi Persentase

1. Memilih 57 90%

2. Tidak memilih 3 5%

Total 60 100%

Jadi dari data di atas tingkat partisipasi politik pemilih pemula Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor adalah tinggi dari 60 responden hanya 4 responden yang tidak ikut memilih pada pemilihan anggota legislatif. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya partisipasi politik pemilih pemula di Kecamatan Tanah Sareal seperti di bawah ini:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih pemula berpartisipasi politik dalam Pemilu Legislatif Tanah Sareal Kota Bogor 2009 adalah faktor ekonomi, pendidikan politik, intelektual dan faktor nilai budaya remaja, serta faktor media Lebih jelas dijelaskan di bawah ini:

a. Faktor ekonomi adalah salah satu bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara merupakan bagian paling vital dalam suatu negara karena tujuan suatu negara adalah mensejahterakan rakyatnya apabila suatu negara dapat melakukan tujuan tersebut maka negara tersebut akan berjalan dengan baik serta terjaga kestabilan suatu negara akan tetapi bila suatu negara tidak bisa mensejahterakan tujuan tersebut maka akan terganggu kestabilan suatu negara dan akan menimbulkan


(59)

48

kekacauan dalam negara terutama pada pemerintahan yang menjalankan amanat tersebut maka akan timbul ketidakpercayaan terhadap pemerintahan yang menjalankan hal tersebut bahkan dapat menggulingkan pemerintah secara damai atau dengan cara revolusi. Maka ekonomi merupakan bagian penting bagi timbulnya partisipasi politik bagi warga negara. Begitu pula dengan pemilih pemula maka pemilih memasukan uang sebagai salah satu unsur ekonomi dan di jadikan pertanyaan dalam angket dan di dapatkan hasil seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.17

Uang Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 4 6,6%

Tidak 56 93,4

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 6,6%, yang menjawab tidak adalah 93,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 6,6% responden yang dipengaruhi uang untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.

Dari data di atas menunjukkan bahwa faktor ekonomi berpengaruh pada tingkat partisipasi politik pemula di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor tetapi tidak begitu mempengaruhi.


(60)

b. Faktor pendidikan politik adalah cara bagaimana suatu bangsa mentransfer budaya politiknya yang satu ke generasi kemudian.1 Sedangkan budaya politik adalah keseluruhan nilai, keyakinan empiric, dan lambang ekspresif yang menentukan terciptanya situasi di tempat kegiatan politik terselenggara.

Pendidikan politik sebagai proses penyampaian budaya politik bangsa, mencakup cita-cita politik maupun norma-norma operasional dari sistem perlu ditingkatkan sebagai kesadaran dalam berpolitik akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, sehingga pemilih pemula diharapkan ikut secara aktif dalam kehidupan bernegara dan pembangunan.

Pendidikan politik mengupayakan penghayatan atau pemilikan pemilih pemula terhadap nilai-nilai yang meningkat dan akan terwujud dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam hidup kemasyarakatan termasuk hidup kenegaraan serta berpartisipasi dalam usaha-usaha pembangunan sesuai dengan fungsi masing-masing. Dengan kata lain pendidikan politik menginginkan agar pemilih pemula berkembang menjadi warga negara yang baik, yang menghayati nilai-nilai dasar yang luhur dari bangsanya dan sadar akan hak-hak dan kewajibannya di dalam kerangka nilai-nilai tersebut.

Pendidikan dalam sistem yang demokratis menempatkan posisi yang sangat netral. Sangat ideal pendidikan dimaksudkan untuk mendidik warga negara tentang kebijakan dan tanggung jawab sebagai anggota civil

1

Pangabean, Pendidikan Politik dan Kaderisasi Bangsa, (Jakarta: Sinar Harapan, 1994), hal. 42.


(61)

50

society. Pendidikan dalam artian tersebut merupakan suatu proses yang panjang sepanjang usia seseorang untuk mengembangkan diri. Proses tersebut bukan hanya dilakukan dalam lingkungan pendidikan formal seperti sekolah tetapi juga meliputi pendidikan dalam arti yang sangat luas melibatkan keluarga dan juga lingkungan sosial.

Lembaga-lembaga pendidikan harus mencerminkan proses untuk mendidik warga negara ke arah suatu masyarakat sipil yang kondusif bagi berlangsungnya demokrasi dan sebaliknya harus dihindarkan sejauh mungkin dari unsur-unsur yang memungkinkan tumbuhnya hambatan-hambatan demokrasi.2 Namun demikian di samping dibicarakan masalah kesadaran berpolitik, maka perlu pemahaman pula apa yang dimaksud dengan pengertian budaya politik, menurut Meriam Budihardjo konsep budaya politik ini berdasarkan keyakinan, bahwa setiap politik itu didukung oleh suatu kumpulan kaedah, perasaan dan orientasi terhadap tingkah laku politik.3peneliti memasukan orang tua,partai politik dan guru sekolah unsur penting dalam pendidikan politik dan mendapatkan hasil seperti yg twerlihat dalam tabel dibawah ini.

2

Rizal Noer Afani, Demokrasi Indonesia Kontemporer, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 64.

3

Meriam Budihardjo, Dalam Masalah Kenegaraan, (Jakarta: PT. Gramedia, 1982), hal. 17.


(62)

Tabel 4.18

Orang Tua Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 13 21,6

Tidak 47 78,4

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 21,6%, yang menjawab tidak adalah 78,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 21,6% responden yang dipengaruhi orang tua untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif

Tabel 4.19

Guru di Sekolah Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 6 10

Tidak 54 90

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 10%, yang menjawab tidak adalah 90%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 10% responden yang dipengaruhi guru di sekolah untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif tetapi tidak begitu mempengaruhi pemilih pemula.


(63)

52

Tabel 4.20

Partai Politik Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 27 45

Tidak 33 55

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 45%, yang menjawab tidak adalah 55%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 55% responden yang dipengaruhi oleh partai politik untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.

Dari data di atas menunjukkan bahwa faktor pendidikan politik tidak begitu berpengaruh pada tingkat partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilihan anggota legislatif 2009 dibawah 50% responden menunjukkan bahwa pendidikan politik terhadap pemilih pemula sangat penting dan perlu ditingkatkan agar mereka mengerti apa pentingnya pemilu, serta untuk memahami hak dan kewajiban sebaga warga negara dan sebagai wadah untuk mentransfer nilai-nilai luhur bangsa.

c. Faktor nilai budaya remaja. Remaja pada umumnya memiliki suatu sistem sosial yang seolah-olah menggambarkan bahwa mereka mempunyai

“dunia sendiri”. Dalam sistem remaja ini terdapat kebudayaan yang antara lain mempunyai nilai-nilai, norma-norma. Sikap serta bahasa tersendiri yang berbeda dari orang dewasa. Dengan demikian remaja pada umumnya mempunyai persamaan dalam pola tingkah laku, sikap dan nilai,


(64)

dimanapun pola tingkah laku kolektif ini dapat berbeda dalam beberapa hal dengan orang dewasa.4

Nilai kebudayaan remaja antara lain adalah santai, bebas dan cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan dihindari. Di samping mencari kesenangan, kelompok sebaya adalah penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan. Masa pubertas merupakan tahap permulaan perkembangan perasaan sosial. Pada masa ini timbul keinginan remaja untuk mempunyai teman akrab dan sikap bersatu dengan teman-temannya, sedangkan terhadap orang dewasa mereka menjauhkan diri. Ini berpengaruh sekali selama masa remaja sehingga nilai-nilai kelompok sebaya mempengaruhi kelakuan mereka. Seorang remaja membutuhkan dukungan dan consensus dari kelompok sebayanya. Dalam hal ini setiap penyimpangan nilai dan norma kelompok akan mendapat celaan dari kelompoknya, karena hubungan antara remaja dan kelompoknya bersifat solider dan setia kawan.5 Pada umumnya para remaja atas kelompok-kelompok yang lebih kecil berdasarkan persamaan dalam minat, kesenangan atau faktor lain.

Berkenaan dengan kapasitas kebudayaan remaja tersebut, setidaknya dapat dijadikan gambaran penting upaya melihat peta demokrasi dan

4

Oni Priyono, Kebudayaan Remaja dan Sub – Kebudayaan Delikeun, (Jakarta: CSIS, 1987), hal. 24.

5


(65)

54

kesadaran politik kalangan remaja di lingkungan persekolahan sebagai bagian pemilih pemula.

Pemahaman perilaku politik (Political Bahavior) yaitu perilaku politik yang dapat dinyatakan sebagai keseluruhan tingkah laku actor politik dan warga negara yang telah saling memiliki hubungan antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga-lembaga pemerintah, dan antara kelompok masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik. Sedangkan menurut Almond dan Verba yang dimaksud budaya politik (Political Culture) merupakan suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Warga negara senantiasa mengidentifikasi diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki.6peneliti memasukan teman sebagai salah satu unsur kebudayaan remaja seperti di jelaskan dalam tabel dibawah ini

Tabel 4.21

Teman Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 6 10

Tidak 54 90

Total 60 100%

6

Budiyanto, Kewarganegaraan SMA Kurikulum 2004, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 103.


(66)

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 10%, yang menjawab tidak adalah 90%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 10% responden memilih dalam pemilihan legislatif dipengaruhi teman.

Dari data di atas menunjukkan bahwa faktor nilai budaya remaja mempengaruhi tingkat partisipasi politik pemula dalam pemilu legislatif sekitar 10% responden dipengaruhi oleh teman ini menunjukkan bahwa pemilih pemula di Kecamatan Tanah Sareal nilai budaya remaja tidak begitu mempengaruhi partsipasi politik mereka.

d. Faktor Media, Media adalah salah satu alat yang paling penting untuk menyampaikan suatu ide atau gagasan seseorang yang dapat bersentuhan langsung terhadap masyarakat, dengan media seseorang juga dapat membentuk suatu opini yang dapat menguntung atau merugikan bagi orang lain, dimana media ini masuk langsung ke dalam setiap pintu-pintu rumah dan masyarakat juga cenderung lebih mudah dan santai dalam menerima wejangan-wejangan politik ketimbang mereka harus melakukan diskusi politik di luar rumah mereka.

Tabel 4.22

Media Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 20 33,3

Tidak 40 66,7


(1)

b. Faktor nilai budaya remaja dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Tabel 4.28

Teman Mempengaruhi Tidak Ikut Memilih dalam Pemilu Legislatif Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 3 5

Tidak 57 95

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 5%, yang menjawab tidak adalah 95%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 5% responden yang tidak ikut memilih dalam pemilihan legislatif di pengaruhi oleh teman.

Dari data di atas menunjukkan bahwa faktor nilai budaya remaja mempengaruhi pemilih pemula tidak berpartisipasi dalam pemilu legislatif di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor tetapi pengaruhnya rendah.

c. Faktor Media dapat dilihat dari tabel di bawah ini Tabel 4.29

Media Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Tidak ikut Memilih Dalam Pemilu Legislatif

Alternatif Jawaban Frekuensi Jumlah (%)

Ya 1 1,66

Tidak 59 98,34

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 1,66%, yang menjawab


(2)

61

tidak adalah 98,34%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 1,66% responden yang dipengaruhi media untuk tidak ikut memilih dalam pemilu legislatif.

Dari data di atas menunjukkan bahwa factor Media berpengaruh pada pemilih pemula untuk tidak berpartisipasi politik pada pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor tapi pengaruhnya rendah.


(3)

62 A. Kesimpulan

1. Tingkat partisipasi pemilih pemula di Kecamatan Tanah Sareal sangat tinggi. 2. Faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih pemula dalam pemilihan

anggota legislatife 2009 di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor adalah faktor ekonomi, faktor Media, faktor nilai budaya remaja, faktor intelektual dan faktor pendidikan politik tetapi tidak ada satu faktor pun yang sangat mempengaruhi pemilih pemulan dalam pemilu legislatif pengaruhnya rendah terhadap partisipasi politik pemilih pemula.

3. Faktor yang dominan dalam mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilihan anggota legislatif 2009 di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor adalah faktor pendidikan politik di bandingkan dengan faktor yang lain. 4. Faktor yang mempengaruhi pemilih pemula untuk tidak ikut memilih dalam pemilihan anggota legislatife 2009 di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor adalah faktor nilai budaya remaja, faktor Media, faktor ekonomi, dan faktor pendidikan politik tetapi tidak begitu mempengaruhi.

B. Saran

Hasil penelitian ini merupakan bukti empirik yang dapat dipertanggung-jawabkan, dan karya ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembacanya. Adapun saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu:


(4)

63

1. Bagi peneliti, dapat dikembangkan dan diteruskan jumlah sampel yang lebih besar serta penyebaran skala yang lebih luas sehingga didapat subyek yang lebih general dan dapat dikembangkan lagi menjadi studi komparatif mencari terhadap faktor yang ada.

2. Peran orangtua harus lebih berperan untuk memberikan arahan positif kepada pemilih pemula.

3. Kepada partai politik harus menjalankan fungsi yaitu memberikan pendidikan politik dengan baik kepada pemilih pemula.


(5)

Alfani, Riza Noer. Demokrasi Indonesia Kontemporer, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Azwar, S. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Budiardjo, Miriam. Masalah Kenegaraan, Jakarta: PT. Gramedia, 1982.

“Data Rekapitulasi Hasil Pemilu 2009”,wawancara Ketua PPK Kecamatan

Tanah Sareal Bogor 13 desember 2009.

H.I. Rahman, A. System Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Hutington, Samuel P dan Nelson. Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Kerlinger, FM.N. Asas-asas Penelitian Behivioral, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006.

Koentjaraningrat. Metode Penelitian Sosial, Jakarta: PT. Gramedia. Kuncoro. Penulisan Skripsi, Jakarta: PT. Neo Dunia Damai, 2003.

Mulyasa. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilih Pemula, Jakarta: Green School Pendidikan, 2007.

Nazir, M. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.

Pangabean. Pendidikan Politik dan Kaderisasi Bangsa, Jakarta: Sinar Harapan, 1994.

Polma M. Margaret. Sosiologi Kontemporer, Jakarta: Rajawali, 1987.

Prijono, Onny. Kebudayaan Remaja dan Sub-Kebudayaan Delikeun, Jakarta: CSIS, 1987.

Rahman Arifin, Sistem Politik Indonesia Dalam Prespektif Struktural Fungsional, Surabaya : SIC, 2002.

Rush, Michael dan Althoff, Philip. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali Press, 1990.


(6)

Sevila, Consuelog et.all. Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: UI Press, 1993. Sihombing, Umberto. Menuju Pendidikan Bermakna Melalui Pendidikan

Berbasis Masyarakat, Jakarta: CV. Multiguna, 2002. Sugiono. Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alphabet, 2008.

Surakhmamd, Winarno. Dasar-dasar Research Pengantar Ilmiah, Bandung: CV. Tarsito, 1989.

Sutrisno, Hadi. Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1990.

Al-Rasyid Harun, Prof. Dr. Potensi Pemilih Pemula Cukup Signifikan, www.kompas.com, 15 Juli 2008.

Ardian Yusuf. “Mahasiswa dan Pemilih Pemula Seharusnya Tidak Golput”, www.Kompas.com, 15 Juli 2008.

Sianipar, Martina Vina. Survey CSIS: “Golkar Dijagikan Pemilih Pemula”, www.detiknews.com, 15 Juli 2008

Rendra Pertama. Pemilih Pemula dalam Pemilu 2009, www.kompas.com, 15 Juni 2008.