9
1. Sistem Masyarakat
Masyarakat saat itu bersifat gotong-royong, akrab, dan statis, karena di dalamnya belum terdapat perbedaan-perbedaan kelas. Orang-orang tinggal bersama-
sama dalam masyarakat-masyarakat kecil dan dipimpin oleh ketua adat yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Setelah masuknya pengaruh Hindu-Budha,
ketua adat ini kelak dijadikan raja.
2. Sistem Pengetahuan
Dalam Koentjaraningrat 2000 dikatakan bahwa setiap suku bangsa di dunia mempunyai pengetahuan, di antaranya: tentang alam sekitarnya; tubuh manusia; sifat-
sifat dan tingkah laku sesama manusia; ruang dan waktu; dan lain sebagainya. Pengetahuan tentang alam misalnya pengetahuan tentang musim-musim, sifat dan
gejala alam, bintang-bintang, dan sebagainya. Pengetahuan tentang tubuh manusia adalah pengetahuan yang luas tentang ciri-ciri tubuh manusia, letak dan susunan urat-
urat, dan sebagainya. Hal ini terwujud dalam kemampuan pengobatan tradisional yang seringkali menggunakan ilmu gaib.
3. Sistem Pendidikan
Dengan sistem pengetahuan yang dimiliki seperti tersebut di atas, pada waktu itu pendidikan dalam lingkungan keluarga sudah mencukupi kebutuhan, karena
masyarakat masih serba bersahaja. Yang menjadi pendidik adalah ayah dan ibu. Ayah mengajarkan pengetahuan yang dimiliki kepada anak laki-laki dan ibu terhadap anak
perempuannya. Yang dianggap memiliki kecakapan istimewa saat itu adalah pandai besi dan dukun, mereka diberi gelar Empu. Pandai besi adalah seorang yang ahli
dalam pengetahuan duniawi, sedangkan dukun adalah ahli dalam pengetahuan maknawiah. Para empu dapat juga disebut sebagai Guru, karena merekalah yang
berperan sebagai guru. Tujuan pendidikan pada masa itu adalah anak-anak dipersiapkan agar kelak
dapat memegang kekuasaan dalam masyarakat sebagai manusia yang mempunyai kecakapan istimewa. Manusia yang dicita-citakan adalah manusia yang mempunyai
semangat gotong-royong; menghormati para empu; dan taat kepada adat. Kepala adat memegang peranan segala-galanya.
B. Masuknya Pengaruh Hindu-Budha