Larangan Masuk Kapal Asing

39 Portugis dari Moro ke Ternate dan menunjukkan sikap permusuhan dalam semua tindakannya.” Setelah usai pembunuhan terhadap Sultan Khairun, Mesquita bermaksud mengadakan sidang atau pertemuan darurat dengan petinggi-petinggi Portugis yang ada di Ternate, untuk memperoleh legitimasi atas perbuatannya itu. Tetapi, semua petinggi yang diundang, tak satu pun hadir setelah tahu bahwa Baabullah telah ditetapkan sebagai sultan pengganti Khairun. Malah secara diam-diam, de Mesquita dideportasikan ke Ambon dengan menyandang predikat sebagai tawanan. Ia berada di bawah pengawasan Sancho de Vasconcellos, penguasa Portugis di pulau itu. Raja muda Goa lalu mengirim Alvaro de Atayde sebagai pengganti de Mesquita sebagai gubernur Maluku. De Atayde temyata tidak dapat berbuat banyak untuk “mengapungkan” martabat dan kekuasaan Portugis yang telah tenggelam ke dasar lautan. Menurut sebuah sumber, raja muda Goa Ayres de Saldanha cenderung menyerahkan de Mesquita kepada Bab untuk diadili oleh Pengadilan Portugis di Ternate. Tetapi, Agustino Nunez, seorang komandan armada dan Sanchode Vasconcellos, komandan benteng di Ambon, menolaknya dan akan mendeportasikan de Mesquita ke Goa. Pada 1579, Kapal Nunes, dengan dikawal Vasconcellos, membawa de Mesquita menuju Malaka. Tetapi,di antara Surabaya dan Jepara, kapal diamuk angin ribut sehingga mereka harus berlabuh. Ketika sedang berjalan-jalan di tepi pantai, de Mesquita diserang beberapa orang bersenjata pada 24 September1579. De Mesquita tewas seketika dan jenazahnya dinaikkan ke kapal, yang kemudian berlayar menuju Malaka. Para penyerang adalah orang-orang Gresik—sekutu dan punya hubungan militer dengan Ternate, yang bersama orang Hitu menyerang pasukan Portugis di Ambon. Beberapa Keputusan Penting Baabullah setelah dilantik Segera setelah Sultan Bab tahu bahwa pembunuh ayahnya, de Mesquita, telah berada di Ambon, ia mengeluarkan pengumuman yang merupakan tindak lanjut atas penolakan Portugis menyeret Mesquita ke pengadilan, yaitu: 1. Melarang semua kapal asing memasuki perairan Maluku. 2. Melarang konversi orang-orang Islam ke agama Kristen dan membatalkan semua kemudahan yang pernah diberikan Khairun kepada Misi Jesuit selama ini 3. Memerintahkan orang-orang Portugis partikelir, personel militer, Misi Jesuit, dan orang-orang Kristen Pribumi di Moro dan Bacan untuk berkumpul di Ternate.

1. Larangan Masuk Kapal Asing

Larangan semua kapal asing Portugis memasuki perairan Maluku dimaksudkan Bab untuk memutuskan hubungan Portugis di Maluku dengan dunia luar. Selain untuk mengisolasi mereka dan Malaka dan Goa, larangan ini juga ditujukan untuk mencegah bala bantuan personil, senjata dan amunisi mengalir ke Benteng Gamlamo. Bab tahu bahwa di Ambon, Seram, dan Banda, masih ada sejumlah awak militer Portugis yang sewaktu- waktu dapat dikerahkan untuk mematahkan kepungan terhadap benteng. Selain itu, Ambon dan Banda merupakan pintu masuk ke Maluku bagi kapal-kapal Portugis yang datang dari Goa, Malaka, dan Filipina. Tetapi, kapal- kapal Portugis yang akan meninggalkan Maluku dibiarkan saja pergi tanpa gangguan. Contohnya adalah eskader Pareira Marramaque, yang berjumlah lima buah. Setelah usai mengevakuasi tentara dan misionaris dari Moro ke Ternate, eskader ini diizinkan kembali ke Ambon bersama pasukannya. Untuk mencegah infiltrasi musuh, perbatasan antara Pulau Obi, Banda, dan Buru dijaga ketat. Sebanyak lima juanga, masing-masing didayung 130 orang, yang memuat ratusan tentara baru-baru dipimpin seorang kapitan dari Kepulauan Sanana— bernama Kalakinka—dikerahkan untuk berpatroli selama 24 jam sehari. Kalakinka terpilih mengemban tugas tersebut karena selain dikenal sebagai seorang pemberani ia juga memiliki ilmu kebal dan sarat dengan berbagai ilmu hitam black magic. 40 Dalam mitos di Kepulauan Sanana dikisahkan bahwa setelah beberapa bulan menjaga perbatasan dan mondar-mandir antara Pulau Obi dan Buano, Kalakinka merasa bosan karena tidak ada kapal Portugis yang lewat. Pada suatu malam ia memanggil saihu semua juanga dan naik ke atas juanganya. Perintah yang keluar dari mulutnya adalah tiga juanga malam itu mengikutinya dan tidak diberitahukan kepada para saihu tujuan pelayarannya. Setelah lewat tengah malam, ia memerintahkan semua juanga menuju Seram. Ketika ayam mulai berkokok, tanda pagi akan segera tiba, ketiga juanga mendarat tidak jauh dari kamp Portugis di Lisabata. Pembantaian terhadap serdadu Portugis pun mulai berlangsung. Dalam waktu satu jam lebih, seluruh anggota garnisun Portugis di situ selesai dibabat. Pukul 10.00 pagi, Kalakinka dan pasukannya sudah kembali mendarat di Pulau Buano dan memulai tugasnya merondai kembali perairan Banda dan Obi. Ketika pagi tiba dan penduduk Lisabata keluar ke jalan, mereka terperanjat melihat mayat serdadu Portugis berserakan di tengah jalan. Beberapa waktu kemudian, barulah rakyat Lisabata tahu bahwa pasukan Kalakinka mendarat di sana dan melakukan pembantaian. Salahakan gubernur Kepulauan Sula sangat memuji kepahlawanan Kalakinka. Sementara orang orang Kristen Pribumi Bacan, berikut tentara Portugis dan misionarisnya, langsung berlayar ke Lisabata Seram di Ambon. Mereka tidak pernah datang lagi ke Ternate.

2. Larangan Konversi