Lapsus Edisi 10 Juli 2016

(1)

PENGEPUNGAN BENTENG PORTUGIS


(2)

PENGEPUNGAN BENTENG PORTUGIS

Kekalahan Super Power Portugis Oleh Jihad Baabullah Di Ternate

K. Subroto

Laporan Khusus

Edisi 10 / Ju

l

i 2016

ABOUT US

Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan

gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail ke:

lk.syamina@gmail.com.

Seluruh laporan kami bisa didownload di website:


(3)

EXECUTIVE SUMMARY

DAFTAR ISI

Pengepungan Benteng Portugis

Kekalahan Super Power Portugis Oleh Jihad Baabullah Di Ternate

Daftar Isi—3

Mukadimah, The Spices Island—6

Perjanjian Tordesillas; Awal Kelahiran Kolonialisme Barat —9

Persaingan Portugis Spanyol—11

Pengaruh Portugis dan Kedigdayaan kekuatan Maritimnya—13

Keuntungan Perdagangan Rempah-rempah yang Menggiurkan—14

Misi Agama dan Perdagangan—16

Kedatangan Portugis, Disambut sebagai Tamu—18 Pemberian Hak Monopoli—20

Mengamankan Monopoli dan Menggembos Kekuasaan Sultan—21

Kekejaman Portugis Membangkitkan Perlawanan—21 Tuduhan Pengkhianaian—25

Arogansi dan Konspirasi—26 Misi Penginjilan (kristenisasi)—27

Ternate diserahkan pada Portugis oleh Sultan Tabariji—30

Hubungan Mesra Sultan Khairun Portugis berbuah pahit—30

Tampilnya Baabullah—36

Deklarasi Jihad Baabullah saat Pelantikannya—37 Kemenangan di Ambon—38

Beberapa Keputusan Penting Baabullah setelah dilantik—39

Strategi Pengepungan Benteng Gamlamo—42 Portugis Menyerah Tanpa Syarat—43

Penguasa 100 Pulau—44 Penutup —47

Daftar Pustaka—48

A

khir Perang Salib di Andalusia Spanyol 1494 begitu pilu. Dengan jatuhnya Granada ke tangan orang Kristen tahun 1494 M dari umat Islam, hilanglah toleransi beragama dan kedamaian dalam berniaga. Timbullah penindasan di luar kemanusiaan. Umat Islam dipaksa untuk pindah agama Kristen. Jika tidak mau murtad harus meninggalkan Spanyol, namun tidak boleh membawa putra-putrinya. Mereka yang tidak sanggup meninggalkan putra-putrinya, mereka memilih masuk Kristen. Apabila tidak mau pindah agama Kristen dibakar hidup-hidup. Selain itu juga dibangkitkan gerakan Anti Semitisme. Artinya Anti Islam dan Yahudi. Hal ini tidak pernah terjadi pada masa Islam.

Dengan kemenangan itu Portugis dan sekutunya, Spanyol merasa sebagai penguasa Dunia. Portugis dan Spanyol mulai bersaing untuk menemukan dan menguasai negeri-negeri di barat dan di Timur untuk dieksploitasi secara ekonomi sekaligus menyebarkan agama Katolik. Untuk menghindari konflik antara dua kekuatan maritim-raksasa ketika itu: Spanyol dan Portugis, Paus Alexander VI memprakarsai lahirnya Traktat Tordesillas (7 Juni 1494) yang “membagi” dunia menjadi dua bagian, separuh untuk Spanyol dan separuh lagi untuk Portugis.

Portugis yang mendapat bagian Timur kemudian bergerak ke negeri-negeri yang mereka sebut Timur Jauh, yakni Asia dengan semangat dan misi reconquita dores (penaklukan terhadap Muslim). Mereka mengejar dan memporak-porandakan negeri asal Muslim yang mereka benci, Afrika Utara. Setelah menghancurkan dan


(4)

membantai di sana, mereka berusaha mencari orang-orang Moor (Muslim) di luar Afrika utara sambil mencari negeri asal rempah-rempah yang konon dari negeri di Timur yang dikuasai orang-orang Muslim.

Tahun 1488 Portugis sampai di Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Namun belum mengetahui jalan ke India maupun Asia Tenggara, sehingga mereka mencari pemandu dalam pelayaran mereka. Tahun 1498 tentara Portugis yang dipimpin Vasco da Gama tiba di India dengan dipandu oleh seorang navigator Muslim, Ahmad bin Abdul Majid. Menurut Sir R.F. Burton, Ahmad bin Abdul Majid adalah yang pertama menemukan kompas.

Portugis dengan cepat memiliki banyak basis penting di kawasan Timur: Malaka (1511)—pasar rempah-rempah utama, sebuah gerbang untuk masuk ke arah timur dari Eropa, Ambon (1537), Ternate (1530) dan Tidore (1578) dan Makau (1557) di Cina.

Di wilayah yang dilalui pelayaran Kerajaan Katolik Portugis terjadi bencana kemanusiaan. Hal itu terjadi karena motivasi pelayaran mereka bukan berniaga sebagaimana pelayaran yang sebelumnya lazim dilakukan di Asia dan Afrika. Tetapi motivasi mereka adalah reconquita dores (penaklukan terhadap Muslim). Ketika Portugis sampai di Goa India, mereka baru menyadari bahwa Negara sumber rempah-rempah yang selama ini dicari bukan India.

Dalam usaha mencari negeri asal rempah-rempah yang mereka buru karena harganya yang sangat mahal waktu itu, pelayaran Portugis kembali meminta bantuan pemandu Muslim. Nakoda Ismail, seorang pedagang Melayu yang punya banyak pengalaman pelayaran ke Maluku, diminta menjadi pemandu ekspedisi Portugis itu. Dia menggunakan jung Cina sebagai kapal pemandu, yang berlayar paling depan menuntun ketiga kapal Portugis pimpinan d’Abreau. Pelayaran ini merupakan pelayaran armada Eropa pertama di perairan Nusantara.

Sampai di Maluku Portugis diterima sebagai tamu dan mitra dagang yang sangat dihormati

Kesultanan Ternate. Kedatangan mereka yang dilengkapi kapal dan senjata modern telah memunculkan harapan baru untuk memenangkan persaingan antar negeri di Kawasan Pulau Rempah-rempah yang selama ini bersaing ketat untuk mengontrol wilayah tersebut.

Dengan angan-angan Sultan Ternate yang muluk-muluk akhirnya semua permintaan tamunya tersebut dikabulkan. Hak monopoli perdagangan rempah-rempah pun diberikan pada Portugis karena awalnya Portugis mau membayar dengan harga yang lebih tinggi daripada yang dibayarkan para pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Cina selama ini. Di samping itu Ternate akan mempunyai daya saing yang lebih kuat karena mempunyai mitra asing. Untuk tujuan itu Portugis dibolehkan dan dibantu membangun benteng pertahanan di Ternate.

Lambat laun Portugis menampakkan sifat aslinya sebagai penjajah, bukan mitra dagang atau sekutu bagi Ternate. Sebagai pemilik hak monopoli perdagangan rempah-rempah, mereka menentukan harga semau mereka sendiri, bahkan di bawah harga pasar yang selama ini berlaku untuk mengeruk keuntungan yang besar. Selain itu petani Ternate juga dikenai pajak penjualan yang tinggi dan petani dipaksa untuk menjual dan menyerahkan hasil panennya hanya kepada Portugis.

Di bidang politik Portugis juga mulai berani mencampuri urusan pemerintahan. Bahkan mereka campur tangan dalam suksesi kepemimpinan Sultan Ternate untuk menjamin bahwa Sultan Ternate selanjutnya tidak menentang Portugis untuk melanggengkan posisi mereka di Ternate. Untuk memuluskan tujuan itu, Portugis mewajibkan para putra Sultan untuk dididik di dilingkungan orang-orang Portugis di dalam Benteng Portugis sampai menginjak dewasa. Intrik-intrik dan persekongkolan pun terjadi. Pangeran atau pejabat Kesultanan yang tidak disukai atau dianggap sebagai ancaman Portugis akan disingkirkan dengan berbagai cara. Mulai dari diracuni, dibuang, dipenjara atau dibunuh dengan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.


(5)

Portugis juga berlaku sangat kejam. Siapa saja yang menentang kemauan gurbenur Portugis akan ditangkap, disiksa dan bahkan dieksekusi dengan cara yang sangat keji, walaupun kesalahannya sangat sepele.

Misi penginjilan pun segera dijalankan. Para penyebar agama didatangkan untuk mengonversi agama rakyat Ternate yang mayoritas Muslim menjadi Kristen Katolik. Para pejabat dan bangsawan pun tidak luput dari sasaran Kristenisasi. Banyak rakyat, pejabat dan keluarga Kerajaan Ternate yang kemudian dimurtadkan.

Sultan Khairun yang sejak kecil mengenyam pendidikan dan hidup bersama orang Portugis awalnya mendukung segala program Portugis termasuk Kristenisasi. Bahkan tak jarang Sultan memfasilitasi dan mengawal misi penginjilan di berbagai pulau sekitar Ternate. Namun pada akhirnya Khairun menyadari kesalahannya. Anggapan bahwa Portugis baik mulai sirna dari hatinya. Kekejaman dan ketidak adilan Portugis yang selama ini diberlakukan pada rakyatnya kini sudah tidak bisa tolerir lagi ketika kekejaman dan ketidak adilan itu dia alami sendiri. Khairun tidak setuju dengan rencana Portugis yang akan menaikkan lagi pajak penjualan yang selama ini sudah memberatkan rakyat.

Khairun mulai membangun kekuatan militernya. Anaknya yang tertua sekaligus sebagai putra mahkota diangkat sebagai Kapita Laut (panglima perang) Kerajaan Ternate.

Sikap Khairun yang mulai berubah dirasakan Portugis, dan dianggap sebagai pembangkangan kepada Gubernur Portugis yang berpotensi sebagai ancaman terhadap keberlangsungan misi Portugis. Gubernur kemudian merencanakan untuk menyingkirkan Khairun. Tipu muslihat pun dijalankan, dan rencana licik gubernur berjalan lancar. Khairun ditikam oleh orang suruhan Gubernur ketika diundang ke dalam benteng untuk berunding. Setelah dibunuh jasad Khairun dimutilasi dan dibuang ke laut.

Kejahatan Portugis terakhir semakin memuncakkan kemarahan rakyat dan keluarga

Kerajaan Ternate. Baabullah kemudian diangkat menjadi Sultan Pengganti Khairun dan menyerukan jihad pada seluruh rakyat Ternate dan negeri-negeri di sekitarnya untuk menghancurkan dan mengusir Portugis dari Maluku.

Rakyat dan negeri-negeri sekitar Ternate menyambut seruan jihad Sultan Baabullah. Serangan terhadap Portugis dilakukan secara serentak dengan dukungan tersebut. Dimulai dengan markasnya di Ambon untuk mencegah bala bantuan masuk. Dilanjutkan dengan membersihkan seluruh Kepulauan Maluku dari orang-orang Portugis. Markas Portugis di Benteng Gamalama pun mulai dikepung. Orang-orang Portugis yang menyerah semua dimasukkan ke dalam benteng tersebut. Pengepungan berlangsung sampai lima tahun tanpa aksi militer. Pasokan bahan makanan yang semakin lama semakin dibatasi membuat orang-orang Portugis seakan di dalam Penjara yang besar.

Pada tahun kelima tepatnya 28 Desember 1575, bertepatan dengan Saint Stephen’s Day (Hari Suci Santo Stefanus), Portugis menyerah tanpa syarat setelah diultimatum oleh Sultan Baabullah. Gubernur dan Pasukan Portugis keluar dari benteng dengan menunduk dan dengan kondisi tubuh yang kurus kering dan sangat lemah karena kekurangan gizi dan serangan penyakit. Dari semula 900 orang yang terkepung dalam Benteng tinggal 400 orang saja yang keluar saat menyerah pada Sultan Baabullah. Portugis menyerah dan keluar dari Maluku dengan hina setelah berkuasa dan berjaya mengeruk keuntungan dengan zalim di Maluku selama 53 tahun (1522-1575).


(6)

Mukadimah, The Spices Islands

Rangkaian pulau-pulau penghasil rempah-rempah (Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan) sudah sejak lama disebut dengan nama Maluku. Dalam tambo Dinasti Tang dari China (618-906) disebut sebagai Ma-li-ki. Dan dalam buku Negarakertagama (1365) menuliskannya dengan Maloko, sementara para pedagang Arab menamakannya Jazirah Al Mamluk. Bangsa Portugis sebelum mengunjungi kawasan ini menyebutnya dengan Kepulauan Rempah-rempah (as ilhas de Crafo). Setelah datang pada abad ke- 16, mereka baru mengetahui namanya yang kemudian mereks sebut Molucco atau jamaknya Moluccas.1

Gambar Peta Moluccas

1 M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah, Edisi Revisi 2006, Universitas Khairun Ternate, hlm. vi

PENGEPUNGAN BENTENG PORTUGIS

Kekalahan Super Power Portugis Oleh Jihad Baabullah Di Ternate

Nama Maluku berasal dari kosakata Arab “Al-Mulk” atau Jazirah Al Mulk yang berarti “Tanah Para Raja”, kumpulan/semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maluku dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Yang menarik, pada bendera Kesultanan Ternate tertulis dengan aksara arab kalimat “Al Muluk Buldan Ternate”.2

Penulis-penulis Barat mengenal dan menyebut Kepulauan Maluku sebagai “kepulauan rempah-rempah” (spice island). Penyebutan ini, dalam abad-abad pertengahan, diberikan sebelum orang Barat mengetahui secara pasti lokasi negeri asal rempah-rempah yang mereka konsumsi.

Karena rempah-rempah memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan harga jualnya mahal, pedagang-pedagang Cina merahasiakan asal-usul dan daerah penghasilnya selama berabad-abad. Sumber-sumber Cina yang belakangan kemudian mengungkapkan bahwa pedagang-pedagang Cina telah mengetahui Maluku sebagai penghasil rempah-rempah dan melakukan pelayaran niaga ke kawasan ini melalui Manila sejak abad ke-13. Jung-jung besar Cina telah melayari daerah Maluku sebelum pedagang lokal (Jawa dan Melayu) dan pedagang asing lainnya (Arab dan Gujarat) tiba di daerah ini satu abad kemudian.3

2 Dr. Usman Thalib M.Hum, Sejarah Masuknya Islam di Maluku, Diterbitkan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Provinsi Maluku dan Maluku Utara 2011. Hlm. 10 3 M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-Rempah, Perjalanan Sejarah


(7)

Gambar Peta Maluku yang dibuat pada masa Belanda4

Alfonso d’Alburquerque, Laksamana Portugis yang kemudian menjadi Raja Muda di Goa, setelah berhasil menaklukkan Malaka pada 1511, mengirim Antonio de Abreu dan Francisco Serrao dalam sebuah armada yang terdiri dari tiga kapal dengan perintah: “Cari dan temukan pulau rempah-rempah!” Pernyataan ini merupakan sebuah bukti bahwa Raja Muda tersebut belum mengetahui negeri asal rempah-rempah, yakni Maluku.

Tome Pires, ketika bertemu pedagang-pedagang bangsa Melayu menyatakan, “Tuhan telah menciptakan Timor untuk kayu cendana dan Banda untuk Pala serta Maluku untuk cengkeh, dan barang dagangan ini tidak dikenal di tempat lain di dunia ini kecuali di tempat-tempat tadi; dan telah saya tanyakan dan selidiki dengan teliti apakah barang ini terdapat di tempat lain, dan semua orang katakan tidak.”

Ambon saat itu tidak masuk dalam sebutan Maluku. Pires menyatakan bahwa Kepulauan Maluku terdiri dari 5 pulau, yaitu; Ternate, Tidore, Moti, Makian dan Bacan.5 Pires adalah pakar

obat-obatan Portugis yang tiba di Malaka beberapa saat setelah penaklukannya oleh Portugis. Ia juga

4 Sumber: http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=File:Blaeu_-_ Moluccae_Insulae_Celeberrimae.jpg License: Public Domain Contributors: Geagea, Joe Kress, Kilom691, Kintetsubuffalo, Pe-Jo, Ras67, Stunteltje, Tm

5 Tome Pires, Suma Oriental, terjemah edisi ketiga, Penerbit Ombak Yogyakarta 2016.Hlm.264 dan 276.Ambon masuk dalam wilayah administratif Maluku dimulai pada masa pemerintahan Kolonial Belanda yang menjadikan Ambon sebagai pusat administratif Kepulauan Maluku, yang kemudian kebijakan ini diteruskan oleh Pemerintah Indonesia paska kemerdekaan 1945. Lihat Dr. Usman Thalib M.Hum, Op.Cit. hlm.15

mengunjungi Jawa dan Sumatera untuk penelitian ilmu obat-obatan. Bukunya, Suma Oriental, ditulis di Malaka dan diselesaikan di Goa.

Gb. Kepulauan Maluku

Maluku, sangat menarik bagi orang asing sejak zaman Romawi. Mereka datang untuk mencari cengkeh dan pala, dua komoditi rempah-rempah yang saat itu mempunyai harga yang sangat tinggi melebihi emas di Asia dan Eropa. Pedagang tersebut, secara berurutan, membawa agama Hindu, Islam, dan Kristen ke pulau-pulau ini.

Islam sudah cukup mapan dan memiliki pemeluk yang besar saat kedatangan orang Eropa pertama (Portugis Katolik) pada tahun 1512 M. Selama dua abad berikutnya, umat Islam berada di garis depan dalam pertempuran melawan penjajah Eropa, pertama Portugis, dan kemudian dari awal abad ke-17, Belanda yang beragama Kristen Protestan.6

Maluku Utara adalah sebuah kawasan titik temu dan perkenalan Asia Tenggara dengan dunia luar bermula. Perdagangan rempah-rempah tercatat sejak abad ke-7 Periode Dinasti T’ang (618-907 M) di Cina. Perdagangan ini dengan sendirinya membuka jalur perjalanan ke Maluku. Periode Dinasti T’ang adalah periode di mana

6 Dr. Dieter Bartels, The Evolution of God in the Spice Islands: The Converging and Diverging of Protestant Christianity and Islam in the Colonial and Post-Colonial Periods, paper was presented at the Symposium “Christianity in Indonesia” at the Frobenius Institute of the Johann Wolfgang Goethe University at Frankfurt/Main on December 14, 2003. Hlm.1


(8)

Cina membuka diri untuk perdagangan global dan mengembangkan doktrin Tiongkok (Zhong-Guo) atau Kekaisaran Tengah, yang menganggap Cina sebagai sentral peradaban dunia.

T’ang adalah salah satu dari 3 dinasti yang sangat berpengaruh dalam sejarah Cina. Pada Era T’ang ini Maluku Utara pun menjadi titik sentral perdagangan dan mulai didatangi oleh para pelaut Cina, Arab, Melayu dan Jawa. Karena dari kepulauan inilah cengkeh dan pala berasal.

Kata cengkeh (eugenia caryphyllus) sendiri berasal dari bahasa Mandarin: xi’jia, artinya tumbuhan paku, sedangkan dalam bahasa lokal disebut bualawa (belawa). Disebut clove dalam bahasa Inggris, clou di Perancis dan nagel di Belanda.

Rempah-rempah Maluku yang dibawa pelaut Cina diperdagangkan melalui laut dan darat dengan menelusuri Gurun Gobi, Lembah Khayber Pass, Nepal hingga memasuki daratan Eropa (Venice) dan Mesir (Alexandria). Venice adalah pusat perdagangan rempah-rempah di Mediterania selama berlangsungnya Perang Salib (1096-1291). Jalur ini dinamakan jalur sutera (the silk road), sebuah sebutan yang dicetuskan oleh bangsawan Jerman, Baron Ferdinand von Richthoven. Silk Road

atau seiden strasse adalah makna metafora untuk menggambarkan jalinan persahabatan bangsa-bangsa yang terjalin dengan halus sejak berabad-abad lamanya. Bahkan ada yang menyebut dengan istilah caravan road, karena perdagangan jalur darat tempo dulu itu menggunakan unta sebagai kendaraan.

Cengkeh sendiri telah digunakan jauh sebelum Masehi. Menurut laporan para biarawan Fransiscan, yang dikutip dari Ch. van Frassen, menyebut bahwa cengkeh digunakan oleh raja-raja Mesir untuk mumi mereka. Ditemukan unsur pala dan cengkeh pada mumi Firaun (Ramses II) raja Mesir.7

7 Dr. Usman Thalib M.Hum, Op.Cit. Hlm.11

Gb. Cengkeh Kering

Dalam penggalian aerkologi di lembah Eufrat hingga Babylonia, ditemukan artefak cengkeh Maluku pada era Mesopotamia lama. Ini membuktikan bahwa cengkeh telah sampai di Mesopotamia pada 3000 SM. Cengkeh telah diperdagangkan oleh pedagang Arab, India di Pantai Malabar hingga Romawi dan Yunani kuno. Kota Tyre di Yunani adalah pusat perdagangan Barat dan Timur hingga ditaklukan oleh Alexander The Great pada 322 SM. Pada tahun yang sama Alexander The Great menemukan pelabuhan Alexandria, Mesir dan mengubahnya menjadi pusat perdagangan rempah-rempah Timur dan kawasan Mediterania.

Adapub kegunaan lain cengkeh adalah sebagai bahan baku obat-obatan (farmasi), kosmetik, parfum dan bumbu masakan. Adapun di Cina, cengkeh digunakan sebagai pengharum mulut sebelum seseorang menghadap sang kaisar. Karena bau mulut bisa membuat seseorang kena hukum pancung di Cina.

Menurut catatan de’Clercq, pemukiman Cina, Arab, Jawa dan Melayu telah ada di Ternate sejak abad ke-13. Bahkan jauh sebelum itu, Brierley menulis :Queen of Sheba brought precious stones, gold and spices to Solomon in 992 BC, and 3000 pounds of pepper……. (Ratu Saba’ membawa batu mulia, emas dan rempah-rempah untuk Sulaiman pada tahun 992 SM, dan 3000 pon lada….)8

8 Joanna Hall Brierley; Spices, The Story of Indonesia’s Spice Trade. Oxford University Press, 1994.D’Clercq, FSA; De Bijdragen tot de kennis der Residentie Ternate, E.J. d’Brill, Leiden. 1890. Transalated by Paul Michael Taylor: Ternate,The Residency and It’s Sulatanate, Smithsonian Institute, Washington.D.C, 1999. Dalam; Syaiful Bahri Ruray, hlm.4


(9)

Dari perkenalan dengan Cina, Arab, Jawa dan Melayu inilah peradaban Maluku mulai berkembang menjadi kosmopolit abad pertengahan. Karena Maluku mulai menjadi pusat perhatian dunia.9

Kepentingan penguasaan perdagangan rempah-rempah tersebut mendorong terbentuknya persekutuan daerah-daerah di Maluku Utara yang disebut dengan Ulilima dan Ulisiwa.

Ulilima berarti persekutuan lima bersaudara yang dipimpin oleh Ternate yang terdiri dari Ternate, Obi, Bacan, Seram, dan Ambon, sedangkan Ulisiwa adalah persekutuan sembilan bersaudara yang terdiri dari Tidore, Makayan, Jailolo dan pulau-pulau yang terletak di Kepulauan Halmahera sampai Irian Barat.

Gambar Persekutuan Ulilima dan Ulisiwa

Antara persekutuan Ulilima dan Ulisiwa tersebut terjadi persaingan. Persaingan tersebut semakin nyata setelah datangnya bangsa Barat ke Kepulauan Maluku. Bangsa Barat yang pertama kali datang adalah Portugis yang akhirnya bersekutu dengan Ternate tahun 1512. Karena persekutuan tersebut maka Portugis diperbolehkan mendirikan benteng di Ternate. Spanyol pun datang ke Maluku pada waktu itu bermusuhan dengan Portugis.

9 Syaiful Bahri Ruray, Rediscovery The Spices Islands, The Legal and Socio-Political Life in North Moluccas. Makalah pada Simposium : “Maluku Utara Dalam Perspektif Diversitas Multidimensi”. Kerjasama Pemda Provinsi Maluku Utara, University of Le Havre-Perancis, Yayasan Saloi dan UNKHAIR, UMMU, UNERA. Ternate, 1 November 2010. Hlm. 2-4

Akhirnya Spanyol di Maluku bersekutu dengan Tidore.10

Kekalahan Portugis di Maluku menjadi kejadian yang begitu mengejutkan dunia saat itu. Portugis yang telah puluhan tahun menancapkan pengaruhnya dengan kuat di Maluku dengan kekuatan yang tidak diragukan lagi sebagai super power pada masa itu. Unggul dalam hal manajemen dan persenjataan serta kekuatan laut yang kuat dan modern hampir membuat orang Maluku pesimis mengusir Portugis dari Maluku. Bahkan banyak di antara para pemimpinnya yang mendukung pemerintahan Portugis dan lebih jauh lagi murtad dari agama Islam karena pengaruh Portugis. Dengan kondisi seperti itu tak heran bila kemudian dunia dibuat terhenyak dengan kekalahan Portugis di Maluku kala itu.

Perjanjian Tordesillas; Awal Kelahiran Kolonialisme

Barat

Traktat Tordesillas (7 Juni 1494) antara Spanyol dan Portugis telah “membagi” dunia menjadi dua bagian, separuh untuk Spanyol dan separuh lagi untuk Portugis. Selain membagi dunia, suatu garis demarkasi sepanjang 370 leagues juga ditarik pada bagian barat Kepulauan Cape Verde dan Azores pada 46 derajat Bujur Barat. Garis bujur ini melewati kedua kutub hingga ke belahan bumi yang lain.

Penarikan garis demarkasi ini dilakukan atas prakarsa Paus Alexander VI dengan tuiuan menghindari konflik antara dua kekuatan maritim-raksasa ketika itu: Spanyol dan Portugis. Dengan demikin terciptalah dunia yang terbelah dua. Berikut hak eksplorasi eksklusif perdagangan dan atasnya. Portugis menguasai daerah dan negeri-negeri “non-Kristen” yang terletak di bagian timur dunia. Sementara bagian Barat dunia yang melintasi semenanjung Amerika Selatan adalah wilayah Spanyol.

10 Ridho Rachman, dkk., Kesultanan Ternate Tidore: Studi Kasus Awal Berdiri, Perlawanan Dan Kemunduran Oleh Bangsa Asing Abad 15 Sampai 17, Departemen Ilmu Sejarah , Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok Mei 2011


(10)

Gambar Teks Perjanjian Tordesillas11

Tetapi, sarana dan prasarana ilmiah ketika itu belum memadai untuk menetapkan secara akurat garis bujur yang menjadi batas demarkasi Spanyol dan Portugis. Akibatnya, dalam praktik, penetapan garis demarkasi menjadikan Portugis berdaulat atas seluruh kawasan Timur, dari batas barat Brazil, serta wilayahnya akan mencakup kawasan Atlantik, Afrika Utara dan Samudera Hindia hingga ke Hindia Timur. Sementara Spanyol kebagian wilayah barat, yang mereka sebut sebagai Las Ilhas Poniente atau Kepulauan Barat. Spanyol menemukan dan menaklukkan sejumlah daerah yang secara geografis sangat jauh dari Madrid serta merupakan dunia yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Apabila matahari terbit di Madrid, di Manila baru senja.

Tidak seorang pun tahu apa yang ada di bagian dunia baru itu, khususnya di Asia. Raja Spanyol, Charles V, hanya berharap bahwa kepulauan rempah-rempah (Spice Islands) masuk di dalam garis demarkasi Spanyol, atau paling tidak berada dalam garis perbatasan. Karena asumsi demikian, ia pun berpikir mengapa kerajaannya tidak

11 Diambil dari: http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=File:Treaty_ of_Tordesillas.jpg License: Public Domain Contributors: Original: Biblioteca Nacional de Lisboa Photo: User:Joserebelo

mengirim ekspedisi untuk menandai garis itu, kemudian mengklaim dan menjadikannya sebagai pusat harta karun yang sangat menguntungkan. Selanjutnya adalah memperdagangkan harta karun kepulauan rempah-rempah tersebut dan berupaya menguasainya. Cita-cita inilah yang terpendam dan menguasai pikiran Raja Spanyol yang ambisius itu.12

Perlu dicatat, bahwa imperialisme Barat terhadap berbagai Negara di dunia dan Asia Tenggara khususnya lahir dari Perjanjian Tordesillas di Spanyol 7 Juni 1494. Dalam perjanjian ini Paus Alexander VI memberikan kewenangan pada Portugis untuk menguasai dan mengekploitasi dunia Belahan Timur dan Spanyol diberikan kewenangan untuk menguasai dunia bagian Barat.13

Dengan mencetuskan perjanjian ini, Paus Alexander VI menyetujui dan membenarkan imperialisme dengan tujuan: Gold (emas), dengan menjajah akan memperoleh kekayaan yang dirampas dari tanah jajahan. Gospel (misi penyebaran agama katolik), di tanah jajahan akan dikembangkan agama Katolik. Glory (kejayaan), dengan keberhasilan memperoleh Gold dan Gospel,

Negara penjajah akan memperoleh kejayaan. Saat itu, Paus juga mengajarkan bahwa bangsa-bangsa di luar Negara Vatikan yang tidak beragama Katolik dinilai sebagai bangsa yang biadab. Maka, negara atau wilayah tersebut diangggap sebagai wilayah kosong tanpa pemilik (terra nullius), sehingga boleh dikuasai Portugis dan Spanyol.

Berangkat dari keyakinan tersebut, dalam praktik pengembangan agama Katolik dibenarkan praktik perbudakan, penindasan, dan bahkan pemusnahan suatu bangsa (genosida) serta berbagai tindakan yang bertentangan dengan kemanusiaan dan keadilan demi misi suci (mission sacre) Katolik.

Di wilayah yang dilalui pelayaran Kerajaan Katolik Portugis terjadi bencana kemanusiaan. Hal itu terjadi karena motivasi pelayaran mereka bukan

12 M. Adnan Amal. Portugis dan Spanyol di Maluku,Op.Cit.hlm. 245-246

13 Hans W. Weigert et.al. 1957. Principle of Polilitical Geography.

Apleton.New York, hlm. 254. Dalam Ahmad Mansur S. Api Sejarah 1. Hlm.158.


(11)

Sementara itu, pada perempat terakhir abad ke-15, Kerajaan Turki Usmani mulai memasuki arena perdagangan dan kapal-kapalnya mulai berseliweran di pantai Afrika Timur serta berupaya mencapai Kepulauan Maluku. Tetapi, Bortholomeuz Diaz dan Vasco da Gama akhirnya berhasil “memecahkan persoalan” untuk Portugis dengan penemuan dan pendaratan mereka di Goa (India) pada 1498. Sejak saat itu, Portugis mulai menghadang kapal-kapal Turki dan armada Arab dari perairan antara Goa dan Madagaskar. Penaklukan Goa oleh Portugis telah membuka pintu baginya menuju Malaka, kemudian ke kepulauan rempah-rempah Maluku.

Melihat kompetisi yang makin ketat antara Portugis dan Spanyol dan guna mencegah teijadinya konflik terbuka antar keduanya karena Spanyol baru saja menyelesaikan ekspedisi penemuan benua Amerika oleh Columbus yang amat sukses (1492), Paus Alexander VI berusaha dan berhasil membawa kedua kerajaan maritim tersebut ke meja perundingan, yang melahirkan Traktat Tordesillas pada 7 Juni 1494.

Gb. Peta pembagian Dunia berdasar Perjanjian Tordesillas dan Saragosa16

Dengan traktat yang bernuansa imperialisme ini, bola dunia dibagi dua: Asia untuk Portugis dan Amerika untuk Spanyol. Berdasarkan Traktat Tordesillas, Portugis dan Spanyol setuju adanya garis demarkasi sepanjang 370 leagues (satu league

16 Sumber: http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=File:Spain_ and_Portugal.png License: GNU Free Documentation License Contributors: Lencer

berniaga sebagaimana pelayaran yang sebelumnya lazim dilakukan di Asia dan Afrika. Tetapi motivasi mereka adalah reconquita dores (penaklukan terhadap Muslim). Ketika Portugis sampai di Goa India, mereka baru menyadari bahwa Negara sumber rempah-rempah yang selama ini dicari bukan India melainkan Kepulauan Maluku dan sekitarnya.14

Menurut Jane I. Smith; Dengan jatuhnya Granada ke tangan orang Kristen pada tahun 1494 M dari umat Islam, hilanglah toleransi beragama dan kedamaian dalam berniaga. Timbullah penindasan di luar kemanusiaan. Umat Islam dipaksa untuk pindah agama Kristen. Jika tidak mau murtad harus meninggalkan Spanyol. Namun tidak boleh membawa putra-putrinya. Umumnya mereka tidak sanggup meninggalkan putra-putrinya, mereka memilih masuk Kristen. Apabila tidak mau pindah agama Kristen dibakar hidup-hidup atau autodafe. Selain itu juga dibangkitkan di seluruh Spanyol gerakan Anti Semitisme. Artinya, Anti Islam dan Yahudi. Hal ini tidak pernah terjadi pada masa Islam15.

Persaingan Portugis Spanyol

Konflik yang bercorak kompetitif antara Portugis dan Spanyol tidak terlepas dari motif mencari keuntungan. Selain keuntungan, juga upaya untuk memperoleh hak kepemilikan (ownership) atas Kepulauan Maluku—seperti diperlihatkan Portugis di Goa dan Spanyol di Meksiko serta Kepulauan Filipina. Apabila ownership atas Kepulauan Maluku telah berada di tangan, maka owner akan melarang pihak lain memasukinya. Hal ini diperlihatkan Portugis kepada Spanyol. Ketika Portugis tiba di Maluku, Spanyol belum bermimpi tentang harta karun kepulauan ini.

14 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 1, Penerbit Surya Dinasti Bandung. Edisi revisi 2015. Hlm.158-160

15 Jane I. Smith, Islam and Christendom Historical, Cultural and Religious Interaction from The Seventh to The Fifteenth Centuries.

Dalam; John L. Esposito (Ed). 1999. The Oxford History of Islam.

Oxford University Press, New York, hlm.344.dalam; Ahmad Mansur S. Api Sejarah 1, Op.Cit, hlm. 158-159


(12)

= tiga mil) yang membentang dari sebelah barat Kepulauan Cape Verde hingga Kepulauan Cipangu dan Antika. Dunia terbelah dua: bagian timur untuk Portugis dan bagian barat untuk Spanyol.

Karena Maluku berada pada bagian timur bola dunia, ia masuk ke dalam garis demarkasi Portugis dan ketentuan ini sukar diterima Spanyol. Para ahli navigasi, hukum, pedagang dan lainnya, mendesak Raja Spanyol agar tidak mematuhi ketentuan tentang garis demarkasi tersebut, yang memberikan Maluku kepada Portugis.

Bahkan Magelhaens, pelaut Portugis yang telah membelot kepada Raja Spanyol dan berniat melakukan ekspedisi untuk menemukan Maluku, mengirim pesannya kepada Raja Spanyol agar tidak mengakui garis demarkasi Tordesillas, “karena Maluku menyimpan harta karun yang melimpah ruah”. Secara internal Raja Spanyol dapat menerima pandangan para ahli tersebut. Tetapi, karena pengarah Paus yang demikian kuat, raja berpura-pura menerima ketentuan tentang garis demarkasi itu.

Portugis kemudian mulai mencurigai Spanyol ketika ekspedisi Magelhaens bertolak menuju Maluku lewat barat, disusul pernyataan-pernyataan raja setelah ekspedisi Magelhaens bertolak dari Sevilla, bahwa Kepulauan Maluku akan menjadi milik Spanyol, yang dikecam sangat keras oleh Portugis. Tetapi, pendapat umum di Spanyol dan Meksiko mendukung kebijakan yang diambil raja tentang Maluku. Untuk mendukung klaim Spanyol atas Maluku, setelah suksesnya ekspedisi Magelhaens, berturut-turut telah tiba di

Maluku ekspedisi Loaisia pada 1525 dan Saavedra tiga tahun kemudian (1528).

Kedua ekspedisi ini, maupun ekspedisi Magelhaens sebelumnya (1521), telah menabrak ketentuan Traktat Tordesillas dan menunjukkan ketidakberdayaan Portugis menghadapi Spanyol. Konflik agak mereda setelah ditanda tanganinya Traktat Zaragoza (Saragosa) oleh perwakilan kedua pihak pada 22 April 1529. Traktat ini kemudian diratifikasi Raja Spanyol, Charles I, di Lerida dan Raja Portugis, Joao III, di Lisboa pada 20 Juni 1530. Traktat Zaragoza menetapkan bahwa Spanyol akan keluar dari Maluku dan mengakui kepulauan tersebut milik Portugis. Sebagai kompensasi, Spanyol akan memperoleh imbalan sebanyak 350.000 dukat emas (satu dukat emas = 375 maravedis, mata uang Spanyol).

Sekalipun demikian, dalam implementasinya, masih ada oknum-oknum pencari keuntungan dari Spanyol yang menolak Traktat Zaragoza, Raja muda Spanyol di Meksiko, misalnya, dengan bantuan beberapa unsur militer Spanyol, pada 1542 mengirimkan ekspedisi Villalobos ke Maluku. Villalobos dengan tentaranya merondai perairan Maluku selama hampir empat tahun.

Konflik Portugis-Spanyol baru benar-benar tuntas setelah Sultan Baabullah mengenyahkan Portugis dari Maluku untuk selama-lamanya pada 1575. Portugis berhasil dipaksa Baabullah meninggalkan Maluku dalam keadaaan yang sangat hina, suatu hal yang tragis bagi sebuah kerajaan adidaya pada masa itu. Tetapi, perdamaian yang sebenarnya baru dicapai Portugis dan Spanyol setelah terbentuknya Uni Portugis-Spanyol pada


(13)

1580, yang mempersatukan kedua kerajaan tersebut.17

Pengaruh Portugis dan Kedigdayaan Kekuatan

Maritimnya

Pada perempatan terakhir abad ke-15, setelah menguasai Mesir, armada komersial Turki dan pedagang-pedagang Muslim Arab serta Gujarat bersama para pedagang Melayu, Cina dan Nusantara mulai melayari kepulauan rempah-rempah, secara bersama-sama berhasil mengembangkan Pelabuhan Malaka menjadi menjadi bandar transit bagi perdagangan rempah-rempah Asia Tenggara. Pala dan fili dari Banda, cengkeh dan kayu manis dari Maluku, lada dari Banten dan Sumatera, serta rempah-rempah lain dari Kalimantan dan beras dari Jawa, sutera dan porselen dari Cina, hasil-hasil tekstil dari India, Jepang, serta lainnya, cukup tersedia di Bandar Malaka.

Portugis, dengan ekspedisi bahari Bartholomeus Diaz dan Vasco da Gama, berhasil memecahkan problem mencapai kepulauan rempah-rempah dengan pendaratan mereka di India (Calicut) pada 1498. Kedua pelaut Portugis itu sekaligus merintis dan menciptakan untuk pertama kalinya hubungan maritim antara Barat dan dunia Timur, khususnya antara Eropa dan Timur Jauh, yang akan menjadi sasaran eksplorasi Portugis. Sementara untuk Spanyol, Columbus juga berbuat serupa dan menemukan benua baru Amerika pada 1492, yang merupakan Hindianya Dunia Barat.

Perlombaan eksplorasi antara Portugis dan Spanyol berdasarkan garis demarkasi Traktat Tordesillas, tidak lepas dari upaya keduanya mencari, menemukan, memperdagangkan, kemudian menguasai Kepulauan Maluku, yang menyimpan dan menghasilkan harta karun berupa rempah-rempah yang laku keras dan memberikan keuntungan fantastis. Inilah hakikat dan motivasi perlombaan penguasaan maritim dan upaya penemuan daerah-daerah yang disebut sebagai dunia baru oleh Portugis dan Spanyol. Berdasarkan

17 M. Adnan Amal, Portugis dan Spanyol di Maluku. Komunitas Bambu, 2009, hlm. 360. Lihat juga; Bourne, Edward G.,“Historical Introduction,” dalam Blairet.al, The Phillippines Islands,Vol.I hal.2 dst.

motivasi tersebut, kedua kerajaan mempunyai tujuan yang sama. Perbedaan hanya terletak pada upaya: bagaimana bisa berada di kepulauan rempah-rempah.

Dalam perlombaan menuju negeri harta karun rempah-rempah, ternyata Portugis lebih dulu tiba di sana. Pada 1498, mereka telah berada di India dan 11 tahun kemudian hadir di Malaka (1511). Kurang dari setahun kemudian, de Abreau dengan kapalnya berada di Banda dan kembali ke Malaka dengan muatan pala dan fuli. Sementara Francisco Serrao, pada waktu yang sama, telah menandatangani akta monopoli rempah-rempah (cengkeh dan kayu manis) dengan Sultan Ternate, Bayan Sirullah. Portugis ternyata memenangkan perlombaan ini. Spanyol baru tiba di Tidore pada 1521.

Perlombaan yang menguntungkan Portugis ini semata-mata terletak pada start yang lebih awal dan jarak tempuh Portugis yang lebih pendek setelah mereka berada di Goa dibandingkan Spanyol. Inilah yang disebut Edward Gaylood Bourn sebagai “absennya pengetahuan perihal dunensi yang benar tentang peta bumi dan informasi tentang letak kepulauan rempah-rempah yang sangat jauh dari bagian timur India, yang diperoleh Magellan melalui Barat.”18

Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang menjangkau kawasan Timur (Asia) melalui laut. Pada tahun 1498, Portugis membuka jalur pelayaran ke Timur. Vasco da Gama, pemimpin ekspedisi tersebut, sering disebut sebagai perintis sejarah pelayaran Eropa ke Asia Timur. Periode ini dapat disebut pula sebagai awal abad kekuatan maritim Eropa.

Melalui Tanjung Harapan, Portugis dengan cepat menampakkan kekuatan maritimnya di Laut Arabia dan menaklukkan armada dagang musuh utamanya, bangsa Moor di Dice serta menjarah kapal-kapal dagang mereka dan menduduki sejumlah negeri di kawasan Teluk.

Setelah menang di Perjanjian Tordesillas, Portugis dengan cepat memiliki banyak basis

18 M. Adnan Amal, Portugis dan Spanyol di Maluku. Komunitas Bambu, 2009, hlm. 246-248


(14)

penting di kawasan Timur: Malaka (1511) -pasar rempah-rempah utama, sebuah gerbang untuk masuk ke arah timur dari Eropa; Ambon (1537), Ternate (1530) dan Tidore (1578); Makau (1557) di Cina, di mana mereka membentuk rute yang menguntungkan yaitu Makau-Jepang untuk sementara waktu. Dengan “lebih dari lima puluh benteng dan pabrik, di sepanjang Sofala (pelabuhan di pantai tenggara Afrika) sampai Nagasaki”19

Pada dekade selanjutnya pengaruh Portugis semakin meluas dan perdagangannya tumbuh dengan pesat. Alfonso d’Albuquerque (yang kelak menjadi Raja Muda di Goa [1509-1515]) adalah figur pemimpin yang revolusioner ekspansionis di wilayah Asia Timur. Ia menjadi orang kepercayaan Raja Portugis dan menjadi pemimpin eksekutif pemerintahan merangkap kepala perdagangan.

Pada periode 1509 hingga 1520 merupakan masa krusial dalam sejarah ekspansi Portugis di kawasan Asia Timur, karena raja Portugis begitu berambisi untuk menyebarkan institusi-institusi pemerintahannya (kolonialisme) ke Asia Timur secara permanen.

Paruh Pertama abad ke-16 merupakan zaman keemasan Kerajaan Portugis di laut. Saat itu hanya ada dua kekuatan yang cukup perpengaruh yaitu Portugis dan Spanyol.20 Tahun 1498 da Gama tiba

di India dengan dipandu oleh seorang navigator Muslim, Ahmad bin Abdul Majid. Menurut Sir R.F. Burton, Ahmad bin Abdul Majid adalah yang pertama menemukan kompas.21

Sampai abad ke-16, kalangan gereja Katolik dan Protestan belum memahami konsep bahwa bumi bulat. Ketika ada gerejawan yang menyatakan dunia bulat akan dibakar hidup-hidup. Bahkan Marten Luther sekalipun sebagai pencetus Kristen Protestan juga menolak pemahaman bahwa dunia bulat, karena pemahaman bahwa dunia bulat berasal dari pakar geografi Islam.

19 Nguyen Thi Ha Thanh, European Trade on the Far East and the Mercantile Relationship with Vietnam from the 16th to 19th Century, hlm.354

20 M. Adnan Amal, Portugis dan Spanyol di Maluku. Komunitas Bambu, 2009, hlm. 1-2

21 Sir Thomas Arnold (ed), 1965. The Legacy of Islam.Oxford University Press.London, hlm.96.

Pada waktu Perjanjian Tordesillas (1494) Portugis belum berlayar sampai Samudera Persia (yang kemudian namanya diubah menjadi Samudra Hindia oleh orang Barat). Pada tahun 1488 Portugis baru sampai di Tanjung Pengharapan di Afrika Selatan. Namun, belum mengetahui jalan ke India maupun Asia Tenggara.22

Tahun 1511 Malaka ditaklukkan Portugis dan dengan demikian terbukalah Banda Kepulauan Maluku dan seluruh wilayah Asia Tenggara. Sejak tahun 1415, Portugis telah meraih banyak kemenangan yang signifikan dalam perang yang dilakukan. Dengan semangat Perang Salib, Portugis berhasil menduduki Centa, kota pelabuhan Maroko di Afrika yang berpenduduk Muslim. Dari sini Portugis secara simultan berhasil memasuki kawasan kawasan Atlantik dan menguasai Kepulauan Canaris, Madeira, Azores, dan Kepulauan Cape Verde. Portugis kemudian meneruskan kampanye melawan Islam dengan motif ekonomi.23

Keuntungan Perdagangan Rempah-rempah yang

Menggiurkan

Pada abad pertengahan hingga akhir abad ke-18 rempah-rempah merupakan komoditas yang paling dicari. Rempah-rempah menjadi sangat penting di Eropa karena berbagai kegunaan yang dimilikinya. Pada musim dingin, di mana daging segar susah didapatkan karena ketiadaan pakan untuk ternak, solusi terbaik adalah dengan mengawetkan daging dengan menggunakan garam. Untuk menghilangkan rasa asin dan bau tengik dari daging yang mulai membusuk maka digunakanlah rempah-rempah untuk menyamarkannya. Selain berfungsi memberi rasa pada ikan atau daging yang diawetkan rempah dipercaya sebagai peningkat gairah seksual, obat berbagai penyakit, serta dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik.24

Sebab kedua karena sangat menguntungkan untuk diperdagangkan. Hal ini dapat diketahui dari perbedaan harga antara pasar Maluku dan pasar Malaka serta Eropa. Harga satu bahar (456

22 Ahmad Mansur S. Api Sejarah 1, Op.Cit, hlm.159 23 M. Adnal Amal, Portugis dan Spanyol, op.Cit., hlm.126.

24 Cheviano E. Alputila, Pasang Surut Penyebaran Agama Katolik Di Maluku Utara Pada Abad 16-17, Kapata Arkeologi Volume 10 Nomor 1, Balai Arkeologi Ambon Juli 2014, hlm. 2


(15)

lb, atau setara 309 kg) di Maluku hanya dua ducat (satu ducat=5,25). Sementara di Malaka harganya mencapai 10 ducat (525 gulden), yang untuk ukuran saat itu termasuk sangat tinggi. Di pasar Calcutta, harga cengkeh naik tajam menjadi 500-600 fanom (satu fanom=satu real) dan cengkeh raja mencapai 700 fanom. Pada 1600 harga satu pon25 cengkeh di Maluku hanya setengah

penny26, tetapi di pasar Eropa bisa mencapai 16

poundsterling atau 32.000 %.

Seorang pedagang Arab pernah menyatakan: “Bila Anda memuat cengkeh ke empat kapal dan tiga kapal tenggelam, maka dengan keuntungan dari penjualan muatan satu kapal yang tersisa, kerugian yang ditimbulkan oleh kapal lainnya dapat kembali dan sisanya masih cukup besar bagi Anda!”

Pernyataan pedagang Arab tersebut pernah terjadi pada ekspedisi Magelhaens. Ekspedisi

25 satu pon = 0,54 kg

26 Penny = mata uang Inggris (poundsterling). 100 penny = satu poundsterling

Rute Pelayaran Vasco da Gama

ini berangkat dengan lima kapal, satu kabur dan kembali ke Sevilla, tiga lainnya karam dan rusak. Yang berhasil kembali dengan muatan cengkeh tinggal satu kapal. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan muatan satu kapal itu dapat menutup kerugian ketiga kapal yang rusak dan karam dan masih tersisa keuntungan yang cukup bagi raja dan awak kapal yang selamat.27

Misi da Gama sebenarnya bukan untuk penelitian atau mempelopori pelayaran tetapi untuk berdagang. Dari pelayaran pertama ke India da Gama memperoleh keuntungan lebih dari 600% (enam kali lipat) dari seluruh biaya eksploitasi, mulai dari pembuatan kapal, barang dagangan yang di bawa hingga biaya hidup serta gaji para ABK selama hampir satu tahun. Saat itu, keuntungan dagang senilai 600% hampir mustahil diperoleh.

27 M. Adnal Amal, Portugis dan Spanyol, op.Cit., hlm.357. lihat juga; Crafton, R.H.A., A Pegeant of the Spice Islands, London: John Bale, Sons & Danielson Ltd, 1936, hal. 4 dst.


(16)

Pada tahun 1503, Portugis mendirikan Casa da India (wisma India), semacam kantor dagang yang mengatur regulasi monopoli perdagangan emas di Guinea. Di sinilah emas dibarter dengan rempah-rempah Maluku, merica Banten dan Sumatera, yang selanjutnya diangkut ke Lisboa dan diekspor ke seluruh Eropa.

Monopoli Portugis sebenarnya tidak didukung modal yang besar, tetapi dibangun dengan intrik-intrik politik dan kekuatan Militer. Intrik politik yang dilakukan bahkan kadang terlalu kasar dan kotor. Portugis tidak seperti Inggris atau Belanda yang memiliki perekonomian yang berkembang serta memiliki industri sendiri yang bisa memberikan kemakmuran untuk rakyatnya. Oleh sebab itu, untuk mendukung ekonomi rakyatnya yang lemah, Portugis memainkan intrik-intrik politik dengan membodohi dan menipu para sultan dan pemimpin lokal di daerah-daerah yang di kuasai.

Dengan monopoli, Portugis bisa membeli barang dagangan dengan harga murah, bahkan kadang diambil paksa dan tidak dibayar sama sekali. Seperti yang terjadi di Maluku, rempah-rempah berkualitas bagus dibayar dengan harga murah, kemudian pajak penjualan yang tinggi masih dibebankan pada rakyat yang memproduksinya. Ketidakakuratan timbangan juga menjadi alat pemeras yang mencekik rakyat.

Oleh sebab itu, keuntungan Portugis dari perdagangan rempah-rempah Maluku dan daerah sekitarnya (pala dari banda, merica dari Banten dan Sumatera serta gula dari Madura) berlipat ratusan persen. Karena dibeli dengan murah atau bahkan gratis dan dijual dengan harga yang sangat mahal. Walaupun dijual sangat mahal tetapi rempah-rempah dari kawasan ini laku keras di Eropa. Hal ini terjadi karena tidak ada saingan lain di Eropa. Monopoli dan dominasi berlangsung sampai akhir abad ke-16.28

Kondisi lokal di berbagai wilayah telah memuluskan armada Portugis dalam ekspansinya ke Asia Timur dan Tenggara. Negeri-negeri di Asia Timur dan Tenggara saat itu tidak memiliki angkatan laut yang kuat. Negara yang kuat angkatan

28 M Adnan Amal.Portugis dan Spanyol. Op.Cit.hlm. 2-3

lautnya seperti China yang sebelumnya merajai Samudra Hindia telah menarik diri. Demikian juga dengan Majapahit di Jawa yang telah melemah. Kedaan ini sangat menguntungkan bagi Portugis sebagai negara maritim untuk melakukan aksi penjajahannya.

Pada permulaan abad ke-16, hanya tiga negara Asia yang memiliki angkatan laut cukup kuat, yaitu Mamluk di Mesir dan Syiria, Kerajaan Gujarat di India, Turki, dan Jepara (Demak) di Jawa.29

Negeri-negeri ini memilki kapal cukup banyak, baik yang berukuran besar maupun kecil, dan dipersenjatai dengan berbagai meriam kaliber besar dan ringan.

Dengan kondisi seperti itu hampir tidak ada rintangan untuk mencapai kemenangan total terhadap Islam, sehingga Portugis berharap bahwa kelak ia akan menemukan kerajaan kristiani di kawasan Timur, seperti dimitoskan Frater John. Impian ini kemudian dijelmakan di Maluku dengan Proklamasi pada tahun 1544 oleh Don Manuel Tabraji (Sultan Ternate yang dimurtadkan Portugis) yang menyatakan kerajaannya sebagai Kerajaan Kristen di bawah Raja Portugis.30

Misi Agama dan Perdagangan

Bagi Portugis, terdapat dua alasan untuk menjelaskan kemajuan mereka di bidang pelayaran. Pertama, ekspansi bangsa Lusitania ini didukung oleh pemimpinnya saat itu, yaitu Raja Henry ‘Si Pelaut’ (1394-1460 M) yang mendorong pelaut-pelaut Portugis untuk melakukan penemuan daerah baru. Kedua adalah pengejaran terhadap orang-orang Moor (Islam) pasca perang salib. Kebencian terhadap Islam terjadi karena dendam bangsa Portugis dan Spanyol yang sempat dikuasai lima abad lamanya (700-1250 M) oleh bangsa Muslim dari Afrika Utara. Untuk mewujudkan hal tersebut, Raja Henry berusaha untuk mengembangkan perdagangan Portugis dengan cara menguasai perdagangan rempah-rempah.31

29 Elton G.R., The New Cambridge Modern History, Vol II, (Cambridge at the university Press, 1968), hlm. 592 dalam M. Adnan Amal,

Portugis dan Soanyol Op.Cit., hlm.127

30 M. Adnan Amal, Portugis dan Soanyol Op.Cit., hlm.127

31 Cheviano E. Alputila, Pasang Surut Penyebaran Agama Katolik Di Maluku Utara Pada Abad 16-17, Kapata Arkeologi Volume 10 Nomor 1, Balai Arkeologi Ambon Juli 2014, hlm. 2


(17)

Andaya menyebut bahwa tujuan para

fidalguia32 di Asia ada tiga: (1) untuk melanjutkan perang melawan Islam (Moor) ke wilayah-wilayah kekuasaan bangsa Moor; (2) untuk meningkatkan harkat dan martabat mereka dengan pencapaian prestasi peperangan atau pengabdian yang luar biasa pada raja Portugis; dan (3) memperkaya diri dan menjamin kelangsungan status dan gaya hidup mereka dan keluarganya.33

Kebiasaan Portugis menyebut semua Muslim yang mereka temui sebagai ‘Moor’ yang diidentikkan dengan bangsa Muslim Maroko di Afrika Utara yang selama ini mereka musuhi. Maka ketika bertemu Muslim di Mindanao mereka sebut sebagai orang Moor (Mouros).34 Sebutan itu

berlangsung sampai sekarang, bangsa Muslim di Mindanau disebut sebagai orang Moro.

Masa itu, Raja Portugis adalah pelindung gereja Katolik Roma. Walaupun gereja adalah institusi mandiri, tetapi Raja Portugis mempunyai kontrol yang absolut atasnya. Hal ini terjadi karena separoh dari seluruh pembiayaan gereja berasal dari kerajaan. Portugis tidak terpengaruh dengan reformasi Protestan di Jerman, Belanda dan negara Eropa lainnya. Ia menjadi ujung tombak misi Katolik Roma abad ke-16 yang mengembangkan

the Society of Jesus (Jesuit). Raja kemudian merekrut Xavier sebagai pembabtisnya ketika akan melakukan misi penginjilan di daerah jajahan yang baru dikuasanya seperti India, Malaka dan Maluku. Francis Xavier adalah salah seorang pendiri Jesuit bersama dengan Ignatius Loyola.

Ekspansi Portugis juga tidak terlepas dari misi untuk memburu orang-orang Moor (Islam), setelah khilafah Bani Umayah di Spanyol mulai runtuh dan berakhir dengan jatuhnya kota kaum Muslim Granada pada tahun 1492 ke tangan pasukan Spanyol. Seperti diungkapkan G.R. Elton, Raja Manuel dari Portugis mempunyai dua agenda dalam ekspansinya di kawasan Asia

32 Atau fidalgo sebutan untuk kaum bangsawan Eropa

33 Leonard Y. Andaya, Dunia Maluku, Indonesia Timur Pada Zaman Modern Awal, edisi terjemah Bahasa Indonesia, Penerbit Ombak 2015, hlm. 25-26

34 C. R. Boxer, The Portuguese Seaborne Empire 1415-1825, The History Of Human Society, General Editor: J. H. Plumb, Hutchinson of London, hlm.44

Timur. Pertama, ideologi agama menginginkan pembagian perdagangan yang mengalir dari Asia ke Eropa, dan kedua, menyerang dan memberi pukulan langsung pada orang-orang Muslim yang menjadi musuhnya pada Perang Salib yang berlangsung sebelumnya.

Menurut Raja Manuel, perang hendaknya tidak menghalangi untuk mengambil keuntungan dari perdagangan, perang dan perdagangan bisa berjalan bersama. Perang terhadap Muslim di Asia Timur yang dilancarkan Portugis berarti juga serangan terhadap Arab yang sudah memiliki cengkeraman yang kokoh dalam perdagangan di kawasan itu.35

Pemikiran raja manuel tersebut menjadi pedoman bagi seluruh aparat Portugis, terutama para pimpinan armada dan militer. Dengan dasar doktrin ini pula pelayaran-pelayaran ke India dimulai Vasco da Gama pada 1498, disusul ke Afrika Timur dengan menduduki swabuli, dan dari Somalia ke Safala yang menutup hubungan Arab-India melalui Tanjung Harapan dan Teluk Persia. Pada tahun 1500 Portugis telah berada di Kilwa dan Mombasa, Malindi serta Pate di Afrika Timur. Setelah Goa diduduki, Gujarat, Chocin dan Ormuz (1515) yang berpenduduk Muslim juga mengalami nasib yang sama.36

Salah satu sebab mengapa Portugis begitu getol memburu Muslim yang mereka sebut orang Moor adalah; hasrat untuk mendepak para pedagang Arab, Turki, dan Gujarat dari jaringan perdagangan di kawasan tersebut. Sebab hingga tahun 1500 jalur perdagangan di Asia Timur dan Tenggara dikuasai para pedagang Islam tersebut. Para pedagang Arab, Turki, dan Gujarat mendominasi jalur perdagangan di sekitar laut Arab, Afrika Timur hingga Teluk India dan kepulauan Asia Tenggara. Mereka memegang peranan kunci dan berpengaruh kuat dalam aktivitas perdagangan dari Gujarat dan Malabar hingga Malaka dan dari Aceh hingga Maluku, Banda dan Ambon dengan armada kapal besar dan kecil, akan tetapi kontruksi kapalnya yang tidak menggunakan besi dan tidak dipersenjatai

35 Elton G.R., The new Cambridge Modern History, Vol II, (Cambridge at the university Press, 1968), hlm 592 dalam M. Adnan Amal,

Portugis dan Soanyol Op.Cit., hlm.125-126


(18)

dengan meriam membuat kapan mereka mudah dikalahkan kapal Portugis.37

Selain berusaha untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, setiap gubernur Portugis yang bertugas di Maluku Utara memiliki tugas lain yaitu menyebarkan Katolik kepada siapapun yang ditemui. Hubungan kerajaan Portugis dan Spanyol dengan agama Katolik pada abad pertengahan lazim disebut padroado. Agama menguasai seluruh sendi kehidupan masyarakat sehingga Gereja Katolik sebagai lembaga pengayom berada di atas pemerintahan yang berkuasa. Dengan kata lain kerajaan sebagai abdi dari gereja wajib melindungi agama Katolik dari ancaman-ancaman dan mendukung penyiarannya sampai keluar negara.38

Kedatangan Portugis, Disambut sebagai Tamu

Penaklukan Malaka mempunyai arti penting bagi strategi perdagangan Portugis. Malaka dijadikan sebagai markas besar armadanya untuk mengontrol perdagangan di seluruh wilayah Asia Timur dan Tenggara, seperti; Cina, Siam, Annam dan Maluku. Kapal-kapal Portugis dapat berpatroli ke seluruh kawasan tersebut dengan intensitas tinggi, sehingga kapal-kapal negara lain yang selama ini mengakses rempah-rempah Maluku, Banten dan Sumatera (seperti kapal Arab, Turki, Cina, Gujarat, Siam dan Melayu) dapat digiring ke pelabuhan Malaka untuk membeli rempah-rempah di sana. Dengan cara seperti itu Portugis memperoleh keuntungan yang fantastis. Kapal-kapal Portugis juga mengeksplorasi pelabuhan-pelabuhan niaga di Jawa (seperti Tuban dan Gresik), Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Setelah Malaka ditaklukkan pada Juli 1511, pikiran Alfonso d’Albuquerque mulai terfokus pada kepulauan rempah-rempah penghasil pala (Banda) dan cengkeh (Maluku). Portugis memandang kepulauan rempah-rempah (spice islands) begitu penting dan harus segera dikuasai. Rempah-rempah yang dihasilkannya memiliki perbedaan harga sangat mencolok di pasar Malaka dan Eropa ketimbang di pulau asalnya.

37 C. R. Boxer, The Portuguese Seaborne Empire 1415-1825. Op.Cit., hlm. 44, lihat juga; M Adnan Amal.Portugis dan Spanyol. Op.Cit.hlm.127 38 Cheviano E. Alputila, Op.Cit., hlm.2

Hanya dalam tempo empat bulan setelah Malaka jatuh, pada akhir Desember 1511 d’Albuquerque mengirim tiga kapal di bawah pimpinan orang kepercayaannya, Antonio d’Abreau, yang menakhodai salah satu kapal sebagai kapal komando. Sementara dua kapal lainnya dikomandoi Francisco Serrao dan Simao Alfonso Bisigudo. Persaingan antara Johor, Aceh dan Malaka memuluskan usaha Portugis menguasai Malaka.

Nakoda Ismail, seorang pedagang Melayu yang punya banyak pengalaman pelayaran ke Maluku, diminta menjadi pemandu ekspedisi Portugis itu. Dia menggunakan jung Cina sebagai kapal pemandu, yang berlayar paling depan menuntun ketiga kapal Portugis pimpinan d’Abreau. Pelayaran ini merupakan pelayaran armada Eropa pertama di perairan Nusantara.

Pelabuhan pertama yang disinggahi ekspedisi Portugis ini adalah Gresik, sebuah pelabuhan niaga utama di pantai Utara Pulau Jawa. Eskader d’Abreau lego jangkar di Lutotao, kota pelabuhan niaga Pulau Banda Besar, pada awal 1512. Penduduk Banda menunjukkan sikap simpatik kepada para pendatang Eropa tersebut. D’Abreau, selaku pimpinan eskader, membeli sebuah jung Cina untuk menggantikan kapal Serrao, kemudian ketiga kapal tersebut dipenuhi dengan muatan rempah-rempah berupa pala dan fuli. Tidak semua rempah-rempah itu dibeli. Sebagian diperoleh dengan menukarkannya dengan bahan pakaian dari katun buatan Kambayan. Nakhoda Ismail juga mengisi junknya dengan rempah-rempah, kemudian berlayar menuju Hitu di Ambon, untuk selanjutnya kembali ke Malaka melalui Gresik.

Eskader de Brito memutuskan menunggu angin muson dan kembali ke Malaka pada triwulan pertama tahun itu juga (1512), tanpa menggunakan pemandu. Junk Serrao bertolak paling akhir dan sempat merekrut beberapa Muslim Banda sebagai kru kapal. Setelah melewati bagian barat Pulau Banda, kapal Serrao diamuk badai dan perlahan-lahan mulai rusak, kemudian terhempas di gugusan karang Pulau Nusa Penyu.


(19)

Serrao dan kru kapalnya akhirnya mendarat di pulau yang tidak berpenghuni itu, tanpa air dan makanan. Informasi yang disampaikan kru Muslim dari Banda kepada Serrao menyatakan bahwa para perompak dan bajak laut yang di dikenal dengan sebutan Celates dan Badjau secara berkala datang ke pulau itu dan menangkap siapa saja serta merampok barang apa saja yang mereka temukan.

Setelah berunding dengan krunya, akhirnya diputuskan menyergap para perompak yang datang dan merampas perahu mereka. Beberapa hari kemudian, muncul sebuah perahu mendekati Pulau Penyu. Serrao dan kru kapalnya bersembunyi di semak-semak dan setelah perahu para perompak itu merapat ke darat, Serrao dan krunya menyerbu mereka. Tetapi, perundingan segera terjadi dan para perompak bersedia mengantarkan Serrao beserta krunya ke salah satu pelabuhan di Pulau Nusa Tellu (Tiga Bersaudara) di pantai barat Hitu (Ambon Utara).

Berita kedatangan Serrao di Nusa Tellu, sampai ke telinga Sultan Ternate, Bayan Sirullah alias Boleif alias Abu Lais dan Sultan Tidore, Al-Manshur. Kedua sultan itu berpacu untuk menjemput dan memboyong Serrao ke kerajaan mereka masing-masing untuk merangkul dan menarik mitra asing ke pihaknya.

Sultan Bayan dari Ternate mengirimkan sembilan juanga yang dipimpin saudaranya sendiri, Kaicil39 Vaidua (Kaicil Kuliba), dengan

tugas menjemput dan memboyong Serrao beserta sembilan kru Portugisnya ke Ternate. Sultan Bayan Sirullah sendiri sebelumnya dikenal sebagai Kolano40 Majira. Serrao menerima tawaran Sultan

Bayan dan ikut Kaicil Vaidua ke Ternate. Tidak lama kemudian, juanga yang dikirim Sultan Tidore tiba, tetapi Serrao dan krunya sudah dalam perjalanan menuju Ternate.

Bagi Kerajaan Ternate, kedatangan Serrao memiliki makna amat penting. Sultan Ternate adalah seorang peramal (astrolog). Ia telah memberi tahu ramalannya kepada rakyat Ternate tentang kedatangan seseorang dari belahan bumi yang

39 Sebutan untuk anak raja (pangeran) 40 Sebutan untuk raja pada masa lalu

jauh, serta orang-orang besi yang akan menjadi penduduk kawasan Ternate dan akan memberikan kemenangan dan kemakmuran kepada Maluku. Oleh sebab itu, Sultan Bayan menyambut hangat kedatangan Serrao, sebagai “seseorang dari belahan bumi yang jauh”.

Serrao diperlakukan sebagai tamu kerajaan setibanya di Ternate. Dan selaku tamu kerajaan, ia memperoleh berbagai kemudahan. Selain pemberian hak monopoli perdagangan cengkeh, Serrao juga diberi jabatan sebagai penasihat Sultan dan Kerajaan serta Komandan Tentara Kerajaan, yang mendampingi Kapita Laut. Dengan pemberian hak monopoli tersebut, untuk pertama kalinya dunia tata niaga cengkeh di Maluku dimonopoli oleh Portugis.

Sultan Bayan juga berpesan kepada Serrao bahwa apabila ia tiba kembali di Portugis, ia harus berupaya meyakinkan Raja Don Manuel untuk membangun sebuah benteng Portugis di Ternate dan tidak di tempat lain. Pada 1522, usai pembangunan Benteng Gamlamo, Portugis menempatkan gubernur pertamanya, Antonio de Brito, mantan komandan benteng tersebut.

Dalam suratnya kepada Raja Portugis, yang kemudian dikirim dengan ekspedisi pertama, Sultan Bayan juga menyatakan bahwa negerinya beserta semua isinya dipersembahkan kepada Portugis dan ia meminta bantuan Portugis untuk dapat mempertahankannya. Sultan Bayan juga sempat mengirimkan kembali dua kru Serrao ke Portugis seraya menitipkan pesan agar lebih banyak orang Portugis terlibat dalam bisnis rempah-rempah.

Selama berada di Ternate, Serrao tinggal di istana Sultan Bayan. Tidak berapa lama kemudian, sebuah jung Portugis di bawah Kapten Alvaro do Cocho dan Pilot Luis Batin tiba di Ternate. Inilah kapal Portugis pertama yang membawa dokumen dari Maluku ke Portugis. Francisco Serrao memanfaatkannya untuk menulis surat kepada Raja Portugis, Don Manuel, sekaligus mengirim beberapa kru Portugisnya.41


(20)

Pemberian Hak Monopoli

Tidak sampai dua tahun setelah kedatangan Serrao di Ternate, Sultan Bayanullah memberikan hak monopoli perdagangan rempah-rempah kepada Portugis. Ada dua alasan yang menjadi dasar pemberian hak tersebut:

Pertama, untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dan pendapatan Kerajaan, karena Portugis awalnya bersedia membayar dengan harga lebih mahal ketimbang para pedagang Jawa, Arab, Cina dan Melayu selama ini. Kedua, untuk membangun

power bagi Kerajaan Ternate dalam persaingannya dengan kerajaan-kerajaan lain di Maluku (terutama Tidore). Sebab, mempunyai mitra asing dipandang lebih kuat dan lebih handal ketimbang mitra lokal, karena mitra asing Portugis itu memiliki persenjataan modern, seperti bedil, meriam dan kanon.

Sekali lagi, persaingan dan permusuhan antara Ternate, Tidore dan kerajaan di sekitarnya memuluskan usaha Portugis menguasai dan menjajah Maluku. Hal serupa juga terjadi di Malaka dan Kalikut India saat Portugis berusaha menguasai daerah tersebut.42

42 C. R. Boxer, The Portuguese Seaborne Empire 1415-1825. Op.Cit.,

hlm. 50

Tetapi, kedua alasan itu hanya mampu bertahan selama sepuluh tahun pertama. Pada 1521, tiba di Tidore dua kapal Spanyol—Victoria dan Trinidad— yang merupakan sisa armada Magellan. Kedua kapal itu dipimpin Elcano. Ketika tiba di Tidore, kedua kapal itu mendapat sambutan hangat Sultan Al-Manshur.

Keadaan pun berubah secara drastis. Spanyol membayar harga cengkeh hampir dua kali lipat dari yang dibayar Portugis, serta memborong semua cengkeh yang ada di Tidore dan Makian. Sejak itu, harga jual cengkeh rakyat di Tidore dijadikan tolok ukur, sehingga pasokan cengkeh untuk Portugis di Ternate mulai berkurang.

Kedatangan sisa armada Magellan di Tidore itu membuat situasi ekonomi dan militer di Maluku ikut berubah, khususnya persaingan antara Ternate dan Tidore. Sultan Bayan sendiri sempat menyurat kepada Raja Portugis di Lisboa meminta segera mendirikan benteng di Ternate: “Jangan di tempat lain, tetapi di Ternate,” demikian Sultan Bayan menggarisbawahi suratnya.43

43 M Adnan Amal.Portugis dan Spanyol. Op.Cit.hlm.25-26


(21)

Mengamankan Monopoli dan Menggembos

Kekuasaan Sultan

Kebijakan utama yang dijalankan Portugis di Maluku ialah mengamankan monopoli rempah-rempah dari berbagai rongrongan dan pelanggaran. Yang dipandang sebagai pelanggar adalah para pedagang Makassar, Jawa, Gujarat, Arab dan Cina, karena mereka merasa Portugis telah merampas lahan bisnis yang telah ditekuninya sejak puluhan tahun. Tetapi, perongrong terbesar yang tiba sepuluh tahun kemudian adalah Spanyol, yang bekerja sama secara resmi dengan Kesultanan Tidore.

Bagi Portugis, cengkeh merupakan salah satu primadona perdagangan—bukan hanya di seluruh Asia, tetapi juga di Eropa—dengan harga jual yang sangat mahal. Ia memberikan keuntungan berlimpah ruah. Atas dasar mengail keuntungan besar itulah, Portugis membangun Benteng Gamlamo dan kekuatan militernya di Ternate. Tetapi, Portugis juga sadar bahwa Kerajaan Ternate, sebagai produsen cengkeh terbesar di Maluku, tidak boleh terlalu kuat. Ternate tidak boleh dibiarkan tumbuh menjadi kerajaan yang secara militer melebihi Portugis. Kerajaan ini harus terus diawasi dan digembosi kekuatannya sehingga tidak menjadi ancaman potensial bagi Portugis. Itulah sebabnya, kebijakan yang dijalankan para gubemurnya di Maluku kadang bertentangan dengan pandangan-pendangan Raja Portugis sendiri. Taktik penggembosan kekuasaan para sultan Maluku sering dilakukan dengan kekerasan.44

Kekejaman Portugis Membangkitkan Perlawanan

Dari 19 orang Gubernur Portugis yang pernah berkuasa di Maluku, hampir semuanya menegakkan kekuasaannya melalui jalan perang. Gubernur pertama, Antonio de Brito (1522-1525), memulai kariernya dengan menyerang Tidore dua tahun setelah memangku jabatan, dengan alasan sepele yang sebenamya dapat diselesaikan oleh seorang Kepala Desa. De Brito, dengan bantuan Wakil Sultan Ternate, Taruwese dan pasukannya menggempur ibu kota Tidore, Mareku, kemudian

44 M Adnan Amal.Portugis dan Spanyol. Op.Cit.hlm.26-27

membumihanguskannya. Usai menyerang Mareku, pasukan Portugis dan Ternate menyerang Makian, Kayoa dan Gane Barat (Halmahera), wilayah Kerajaan Tidore. Setelah takluk, ketiga daerah tersebut diserahkan kepada Ternate.

Tatkala popularitas Pangeran Taruwese mulai merosot, saudara tirinya, Pangeran Boiyako, seorang yang saleh dan berperangai murah hati, muncul sebagai tokoh tandingan. Karena itu, Pangeran Taruwese merekayasa beberapa potong bukti lalu secara terbuka menuduh Pangeran Boiyako melakukan guna-guna dan mengancam untuk membawa dia ke pengadilan, sementara dia sendiri akan bertindak sekaligus sebagai penuntut umum, juri dan hakim. Pangeran Boiyako yang dilanda rasa bingung mencari dan mendapat perlindungan di benteng Portugis. Tapi akibat merasa bahwa juga di sana ia tak bisa luput dari niat jahat Taruwese, ia menjatuhkan diri dari menara dan menemukan ajalnya.

Tetapi maut sebagai hukuman yang pantas sedang mendekati Taruwese. Seekor babi milik Kapten Menesez terlepas dari kandangnya di dalam benteng dan berlari-Iari di kota. Rakyat Ternate, yang semua orang Muslim dan haram tersentuh binatang najis itu, membunuh binatang tersebut. Menesez menuduh kepala ulama di balik perbuatan itu dan memenjarakan dia di dalam benteng.

Orang kota segera berbondong-bondong memprotes tindakan Menesez. Menesez pun mengalah terhadap tekanan umum dan membebaskan tahanannya. Ulama yang berang langsung menyerukan jihad atau perang suci terhadap kaum kafir. Dalam waktu singkat orang Portugis boleh dikata terkurung di dalam bentengnya. Mereka diganggu serta diboikot oleh penduduk, dan tidak dapat memperoleh perbekalan setempat yang sangat mereka butuhkan. Serdadu yang lapar berusaha memperoleh bahan makanan di pulau yang berdekatan, tetapi mereka diusir dengan kekerasan oleh rakyat.

Lalu, Menesez menangkap tiga tua-tua desa dan mengancam mereka dengan hukuman yang mengerikan, kalau mereka tidak bisa membujuk rakyat untuk memperlihatkan penyesalan dengan


(22)

cara menyerahkan perbekalan. Tua-tua itu menolak dan hukuman pun menimpa mereka.

Pengawal kapten menghunus pedangnya dan memotong tangan dari dua tahanan mereka hingga putus; orang ketiga dilemparkan ke anjing-anjing buldog galak yang mengoyak dagingnya dan menggiringnya masuk laut. Dalam sakaratul mautnya, tua-tua itu memegang dan menggigit kuping salah seekor anjing erat-erat, dan membawa anjing itu bersama-sama dengan dia ke dasar laut.

Taruwese berusaha mengembalikan popularitasnya dan kekuasaannya dengan tampil sebagai pemimpin suatu pemberontakan terbuka yang dilancarkan di seluruh daerah. Rakyat Tidore bergabung dengan rakyat Ternate dalam usaha pembalasan dendam atas orang Portugis. Kapten Menesez menggunakan taktik nekad karena sudah merasa terpojok.

Ia menangkap Pangeran Taruwese, yang dengan tidak hati-hati berkunjung ke benteng untuk mengajukan tuntutan. Ia kemudian dibelenggu dan dipenjarakan. Menesez menuduh dia serentetan panjang kejahatan, termasuk pembunuhan dan pengkhianatan. Ia dibaringkan di atas alat penyiksaan dan disiksa untuk mengorek pengakuan, dan kemudian diserahkan kepada para algojo. Pada hari Minggu pagi pada permulaaan tahun 1530 kepala Taruwese dan potongan-potongan tubuhnya yang masih segar dipamerkan di tembok benteng.

Seluruh kepulauan bangkit dalam demonstrasi kebencian dan kekerasan yang ditujukan pada orang Portugis. Kapten Menesez dan pasukannya tersekap bersama-sama di dalam benteng mereka, dengan jatah makan setengah takaran dan persediaan mesiu yang sudah berkurang sampai ke titik kritis. Mereka hanya dapat menunggu keajaiban. Lalu, seperti yang sering terjadi dalam masa-masa darurat, seorang kapten Portugis tiba untuk menggantikan Menesez, dan muncullah keadaan yang kelihatan memberikan kesempatan untuk memuiai suatu lembaran sejarah yang baru.45

45 Wiliard A. Hanna & Des Alwi, Ternate dan Tidore Masa lalu Penuh Gejolak, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1996, hlm. 43-46

Gubernur Portugis yang tangannya paling berdarah adalah Tristao de Atayde (1534-1537). Ketika Bacan menolak permintaannya menyerahkan cengkeh, ia langsung menyerang kerajaan itu dan meratakan dengan tanah kompleks pemukiman kerajaan. Ia juga memerintahkan pasukannya merusak dan membongkar pemakaman kerajaan. Tulang belulang dikeluarkan dan diancam akan digergaji hingga terpenggal-penggal, kecuali Sultan Bacan menyerahkan sejumlah uang tebusan. Setelah pembayaran uang tebusan, tulang-belulang itu kembali dimasukkan ke dalam tanah dan dikuburkan.

Atayde juga bernegosiasi dengan Katarabumi, Mangkubumi Kerajaan Jailolo. Dengan alasan Sultan Zainal Abidin masih di bawah umur dan sakit-sakitan dan karena Jailolo bersekutu dengan Spanyol yang akan mendepak Portugis dari Maluku, Atayde menyerang Jailolo. Sultan Zainal Abidin dibawa ke benteng Ternate “untuk memulihkan kesehatannya” dan Katarabumi diangkat sebagai pejabat Sultan Jailolo, kemudian menjadi sultan definitif dengan gelar Kolano. Sejak itu Zainal Abidin bukan hanya tak kembali lagi ke Jailolo, tetapi hilang tak tentu rimbanva.

Gubernur yang dianggap paling sukses dalam tugasnya, Antonio Galvao (1537-1540), juga melakukan perang melawan Tidore, Bacan dan Jailolo. Tidore digempur hingga babak belur. Ibukotanya yang baru dibangun dibumihanguskan dan desa-desa yang berada di sekitar benteng dibakar. Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain dipaksa turun tahta dan atas nama Raja Portugis hendak diggantikannya dengan Kaicil Rade, Kapita Laut Tidore. Tetapi, usaha suksesi ini ditolak Kaicil Rade karena tidak ingin mengkhianati kakaknya. Usai menggempur Tidore Galvao bertolak ke Jailolo, tetapi topan memaksanya kembali ke Ternate.

Gubernur Berenaldin de Sousa dua kali menjabat Gubernur Portugis di Maluku. Pada masa jabatan pertama (1547-1549), ia tampak begitu tenang dan cukup santun. Tetapi, sebelum mengakhiri masa jabatan keduanya (1550-1552), ia memimpin sendiri pasukan menyerang Jailolo bersama pasukan Ternate yang dipimpin Khairun.


(23)

Serangan Portugis ke Jailolo kali ini, selain berhasil melengserkan Kolano Katarabumi, juga mengakhiri eksistensi Jailolo sebagai sebuah kerajaan.

Katarabumi yang perkasa dipaksa meninggalkan tahtanya (1551) dan kerajaannya berubah status menjadi sebuah distrik yang dipimpin seorang sangaji46 di bawah Kerajaan

Ternate. Ketimbang Jailolo, Tidore dan Bacan lebih beruntung. Walaupun diserang berkali-kali, keduanya tetap eksis sebagai kerajaan. Sementara Jailolo tenggelam dan tak pernah timbul kembali. Sebagai kerajaan tertua dan terbesar di Maluku yang wilayahnya meliputi hampir seluruh Halmahera, lenyapnya eksistensi Kerajaan Jailolo sangat menyedihkan.

Gubernur Jorge de Menezes (1527-1530) dan Tristao de Atayde adalah figur yang lemah dalam kepemimpinan, miskin pengalaman, dan tidak berbakat. Untuk menutupi semua kelemahan itu, dia berlaku kejam agar ditakuti rakyat dan terlihat berwibawa. Dalam menjalankan tugasnya, tak segan-segan melakukan kekejaman yang mendatangkan maut.

Gubernur de Menezes, misalnya, berani menghukum Kaicil Vaidua—paman Sultan Bayan— yang dipercaya untuk menjemput Serrao di Ambon dan membawanya ke Ternate. Kabarnya, pada suatu hari Kaicil Vaidua membunuh seekor anak babi milik seorang Cina berkewarganegaraan Portugis. Pemilik anak babi itu mengadukan perbuatan Vaidua kepada Gubernur Menezes. Kaicil Vaidua ditangkap dan ditahan. Atas permintaan Kaicil Darwis, Vaidua dibebaskan. Tetapi, ketika akan meninggalkan benteng tempat penahanannya, de Menezes memerintahkan seorang sersan Portugis untuk menyemir wajah dan mulut Vaidua dengan lemak babi. Padahal de Menezes tahu bahwa Vaidua adalah seorang Muslim.

Demikian pula, ketika kapal suplai logistik terlambat tiba dari Malaka, de Menezes memerintahkan pasukannya untuk keliling Kota Ternate mencari bahan pangan. Tentara Portugis mengartikan perintah ini sebagai pemberian izin

46 Gelar untuk pemimpin komunitas Tradisional atau kepala wilayah/ distrik

kepada mereka untuk mengambil makanan rakyat dengan cara apapun tanpa dibayar. Maka terjadilah perampokan di Kampung Tobona. Karena rakyat Tobona tidak mau menyerahkan makanan mereka, terjadilah perkelahian massal antara rakyat melawan tentara.

Beberapa tentara Portugis mati terbunuh, demikian pula rakyat Tobona yang membela haknya. Akibatnya, de Menezes memerintahkan Kaicil Darwis menyerahkan Sangaji Tobona kepadanya. Darwis mengira Sangaji akan ditahan untuk sementara lalu dibebaskan. Tetapi, nasib buruk menimpa Sangaji akibat ulah de Menezes. Kedua pergelangan tangan Sangaji Tobona dipotong, kemudian tangannya diikat di belakang punggungnya. Dua ekor anjing galak dilepaskan dan mulai mengeroyok Sangaji serta mencabik-cabik seluruh tubuhnya. Sangaji mula-mula membela dirinya dengan balik menggigit anjing itu. Tetapi, karena tangannya terikat, ia tidak dapat berbuat banyak. Sangaji Tobona tewas dan mayatnya dicampakkan ke laut.

Daftar kekejaman de Menezes masih bisa diperpanjang lagi dengan sejumlah hukuman sadis yang dijatuhkan kepada para petinggi Kerajaan Ternate, berupa eksekusi mati tanpa melalui pengadilan. Mereka yang dieksekusi adalah: Hukum Soasio dan Kaicil Darwis. Tanpa bukti yang kuat, mereka dituduh berupaya menghubungi para Sultan Maluku (Jailolo, Tidore, dan Bacan), Raja Moredan raja-raja Papua dari Kepulauan Raja Ampat—yaitu Waigeo, Misool, Waigama dan Gebe—untuk bersatu dan bersama Ternate mengenyahkan Portugis dari Maluku. Eksekusi beruntun terhadap ketiga petinggi kerajaan tersebut telah menimbulkan rasa takut rakyat Ternate. Bahkan, penduduk kampung Melayu banyak yang pindah ke Toloko menjauhi Gamlamo.

Eksekusi seperti yang dilakukan de Menezes, juga dilakukan de Atayde. Yang sangat tidak masuk akal adalah eksekusi yang dilakukannya terhadap Ourobachela, bendaharawan kerajaan yang paling dihormati rakyat. Ketika bangsawan ini meninggalkan rumahnya di ibu kota Gamlamo dan mengungsi karena mengira akan terjadi kerusuhan


(1)

Gambar perkiraan Daerah Kekuasaan Ternate pada masa Sultan Baabullah

Pulau-pulau di sekitar Kepulauan Sangir:

- Lirong - Nusca - Masape

- Kabruang - Tagbau - Kearma - Karkarotgang - Bukit - Siauw

- Nusa - Tomane - Pondang

- Karatta - Beeng - Labeang

- Limpang - Tarrang - Massare

- Cabulusu - Batuinko - Mahono - Memumu - Lawesang

- Pangasare (Tagulandang) - Cabin

- Bellande - Roong - Cambale

- Bing - Pasaigi - Mobore

- Para - Biaro - Memomu

- Sangobulan - Banca- Sangir - Kakeitang - Talisse - Batu - Nitusiba - Wingko - Salangkere

Pulau-pulau di sekitar Manado:

- Lembe (dekat Bitung) - Ganga

- May-in - Piso

- Manado Tua

- Tagias atau Kepulauan Penyu - Belet

Banggai dan pulau-pulau di sekitamya:

- Gapa - Sabuber

Kepulauan Sula, Taliabau dan Seram serta Kepulauan Ambon:

- Sula Taliabu - Sula Mangoli - Sula Besi

- Halmahera (sebagian besar - Seram (sebagian)

- Buru - Ambalau - Manipa - Kelang - Buano

- Oma dan Honimoa (sebagian) - Ambon (di Teluk Hitu)

- Solor (beberapa desa)

Sulawesi Tenggara:

- Buton - Pantsyano - Salayar - Pangasane

Sekitar Halmahera

- Mayau - Cubi - Tafiiri


(2)

- Liefye Matulle - Makian - Cayu

- Motir - Gono

- Maitara - Hiri

Untuk Sulawesi, misalnya, Ternate mengontrol Teluk Tomini, Gorontalo, Limboto, Kayeli, Palu, Banggai dan kepulauannya, Tobunku, Tibore, Butung, Selayar dan Batu Cina.72 Sebagian besar

daerah seberang laut Ternate berada di Sulawesi. Di Teluk Manado saja, misalnya, wilayah Ternate membentang dari Manado hingga Teluk Tomini, Kayeli dan mencakup sejumlah besar pemukiman serta kerajaan mini, seperti Boroko dan Parigi serta kerajaan mini lainnya yang membentang sepanjang Teluk Tomini.

Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa Sultan Baabullah adalah penguasa atas 72 pulau. Tetapi, Francoise Valentijn membantah pendapat itu. Bukunya tentang Sejarah Maluku, Oud en Nieuw Oostlndien (Vol.I b), yang secara khusus membahas sejarah Maluku (Beschrijving der Mollucas) terbit di Doordrecht dan Amsterdam pada 1724. Pada halaman 3-4 buku tersebut, Valentijn menuliskan seluruh nama-nama pulau berpenghuni yang menurut hitungannya berjumlah 92.

Menutup daftar nama-nama pulau itu, ia mencatat, “Jumlah ini menunjukkan bukan 72, tetapi 92 pulau yang diketahui dari namanya, tidak termasuk ratusan pulau kecil yang terletak di sekitar Banggai, yang berjumlah cukup banyak, dikenal dengan nama Pulau Penyu dan berbagai pulau kecil lainnya yang belum dikenal.” Bahkan, Francis Drake dari Inggris yang bertemu Baabullah selama empat hari—yakni pada 5-9 November 1579— dengan lantang mengatakan bahwa Baabullah adalah penguasa seratus pulau (“Baabullah was Lord of a Hundred Island”).

Hal yang sangat menarik berkenaan dengan daerah seberang lautnya adalah hak Ternate yang cukup besar atas sebagian dari Pulau Mindanao, khususnya daerah-daerah di sekitar Teluk Bontuan, di kawasan Kerajaan Boussan di luar Kerajaan

72 Andaya, The world of Maluku , hlm.84 dalam; M. Adnan Amal,

Portugis dan Spanyol, Op.Cit. hlm.213

Kandahar. Daerah ini disewakan kepada East India Compay (EIC).

Karena daerah seberang lautnya begitu luas, menurut sebuah sumber, Bab mampu mengerahkan 90.700 tentara bila diperlukan. Kontributor terbesar pasukan Bab—di atas 10.000 pasukan—adalah Viranulla dan Ambon (15.000), Teluk Tomini (12.000), Batu Cina dan sekitarnya termasuk Halmahera Utara (10.000). Penyumbang terkecil adalah Moti dan Hiri, masing-masing 300 pasukan.

Ketika Benteng Gamlamo dikepung, pasukan yang digunakan berjumlah kira-kira 10.000 orang, yang direkrut dari Jailolo, Gamkonora, Moti, Makian, Hiri dan Ternate sendiri. Pasukan elite Baabullah dari Jailolo dan Gamkonora adalah pasukan Alifuru, yang ketahanan fisiknya sangat luar biasa. Mereka dapat tidak tidur selama beberapa hari dan makan seadanya.73

Pembunuh Sultan Khairun, Antonio Pimental, meninggal dalam kesengsaran selama pengepungan karena penyakit beri-beri, bersama banyak orang Portugis lainnya di dalam Benteng. Adapun otak pembunuhan, yang memerintahkan eksekusi dan mutilasi Sultan Khairun, mantan Gubernur Mesquita tewas di Jepara ketika kapal yang ditumpanginya diserbu oleh orang tak di kenal.

Setelah mengusir orang Portugis, Sultan Baab pindah ke Benteng Gamalama yang ia ubah menjadi istana kerajaan. Ia hidup dan memerintah di sana dalam keadaan penuh kewibawaan dan keadilan. Ia mencurahkan tenaganya dengan penuh semangat dan kecerdasan untuk memelihara persekutuan sewilayah yang telah ia ciptakan untuk mengalahkan orang Portugis.

Dengan armada kora-koranya ia mengunjungi pulau demi pulau, sambil menuntut pembaruan sumpah setia pulau-pulau itu, dan menjelajah sampai sejauh Makassar, penguasa daerah yang paling berkuasa di luar Jawa. Ia menahan diri untuk menguasai Tidore, musuh bebuyutan yang

baru-73 Thomas Forest, A Voyage to New Guinea and The Moluccas, Kuala Lumpur; Oxford University Press, 1969 hlm. 35 dalam; M. Adnan Amal, Portugis dan Spanyol, Op.Cit. hlm.210-214


(3)

baru ini menjadi sekutunya mengusir Portugis, dan membiarkan keberadaan orang Portugis di sana di samping beberapa orang Spanyol.

Baabullah masih menjalin hubungan dagang dengan Portugis maupun Spanyol. Supaya orang Portugis tahu diri maka Sultan Baab mengambil sikap seperti pembesar Eropa. Ia mengeluarkan peraturan bahwa semua orang Barat yang datang berkunjung harus membuka topi dan melepaskan sepatunya begitu mereka mendarat di Ternate.

Ia tidak berbicara apa-apa tentang pedang, karena menganggap bahwa seseorang yang sudah tidak bersepatu dan tidak bertopi dan yang dengan demikian sudah dipermalukan, takkan keranjingan untuk memamerkan kebolehannya bermain senjata. Dengan sikap merendahkan ia menerima tamu di tempat yang dahulu merupakan balai besar benteng Portugis.

Dalam berdagang ia lebih mendikte daripada merundingkan syarat perdagangan. Pada suatu kejadian yang tak terlupakan, ketika suatu gabungan delegasi Portugis-Spanyol datang menghadap, mereka menimbulkan amarahnya, dan mengusir mereka dari hadapannya. Mereka baru saja menyerahkan suatu surat pribadi dari Raja Philip II, di mana disebut tentang beberapa hadiah mahal, tapi yang oleh duta kurang ajar ini ditahan dan baru akan diserahkan setelah memperoleh kepastian bahwa sultan menyetujui usul perdagangan mereka. Inilah zaman emas Kesultanan Ternate.74

Setelah terusir dari Ternate, pasokan rempah-rempah -terutama lada dan cengkeh- ke eropa mulai tersendat. Hal ini terjadi karena mereka kesulitan memperoleh pasokan, yang selama ini bisa mereka dapatkan dengan mudah dan murah bahkan gratis karena monopoli jahat yang mereka berlakukan. Hal itu semua kini tak bisa dilakukan. Mereka harus membayar dengan harga yang pantas kalau ingin mendapat rempah-rempah dari Maluku. Pasokan yang merosot tajam membuat beberapa negara

74 Willard A. Hanna & Des Alwi, "Ternate dan Tidore, Op.Cit., hlm. 89-90

Eropa mulai berusaha mencari sendiri sumber rempah-rempah, termasuk Belanda.75

Penutup

Dalam sejarah Kesultanan Ternate, Baabullah adalah Sultan Ternate terbesar yang pernah dimiliki kerajaan ini. Kebesarannya tidak semata-mata terletak pada keberhasilannya mengantarkan negeri dan rakyatnya ke puncak legitimasi kekuasaaan, tetapi terutama pada keberhasilannya mengusir kekuasaan penjajah adidaya pada masanya—yakni Portugis—yang telah menguasai hampir separuh dunia.

Perasaan terzalimi dengan kekejaman Portugis dan perlakuan tidak adil yang selalu mereka alami selama puluhan tahun, telah menyulut semangat Jihad rakyat Muslim Maluku yang berhasil dikobarkan oleh Sultan Baabullah. Pembunuhan dan mutilasi atas tubuh Sultan Khairun telah menjadi pemantik api perlawanan terhadap penjajah Portugis yang kafir dan zalim.

Ancaman akidah berupa kristenisasi yang dilakukan di bawah todongan senjata juga telah menjadi pemupuk semangat jihad rakyat Maluku. Dengan semangat jihad yang membara, Baabullah dan rakyat Muslim Maluku berhasil mengusir penjajah Portugis dari Maluku dan menyelamatkan rakyat dari upaya kristenisasi yang membonceng kolonialisme.

Bab berjasa dalam menanamkan rasa percaya diri yang optimal kepada rakyat Maluku. Rasa percaya diri ini telah menjadi senjata paling canggih dalam mengusir kekuasaan adidaya Portugis, yang bercokol di negerinya selama 53 tahun secara terus menerus—dihitung sejak gubernur pertama Portugis, Antonio de Brito, dilantik pada 1522.

Walaupun ambisi politik dan militer Baabullah—sebagai penguasa 92 pulau yang semuanya berpenghuni—telah menelan sejumlah besar rakyat sebagai tebusannya, tetapi pengorbanan besar rakyat Maluku itu tidak

sia-75 Ernst van Veen, Voc Strategies In The Far East (1605-1640), Bulletin of Portuguese - Japanese Studies (BPJS), núm. 3, december, 2001, Universidade Nova de Lisboa Lisboa, Portugal, hlm. 85 http://www. redalyc.org/articulo.oa?id=36100306


(4)

sia jika dibandingkan dengan hasil-hasil yang dicapainya.

Hasil paling maksimal untuk menebus pengorbanan yang amat besar itu adalah Portugis terpaksa angkat kaki dan meninggalkan Maluku untuk selama-lamanya. Rakyat membayar mahal untuk hal tersebut. Tetapi, hasil yang dicapai juga maksimal, disamping kebanggaan, heroisme dan penemuan kembali jati diri yang hampir punah.

Dengan demikian, jasa terbesar Baabullah adalah penanaman rasa percaya diri dan kebanggaan yang mempunyai nilai tersendiri. Dengan kata lain, Bab telah berhasil membimbing rakyatnya mencari dan menemukan jati diri serta integritas mereka yang selama lebih dari setengah abad telah memudar dan nyaris lenyap.

Sisi lain yang perlu dicatat mengenai Sultan Ternate terbesar ini adalah keberhasilannya mempertahankan nilai-nilai Islam, agama yang menjadi identitas kerajaan-kerajaan di Maluku. Kepergian Portugis dari Maluku sekaligus juga membawa pergi segala bentuk penginjilan atau kristenisasi yang telah menjadi benih permusuhan dan perpecahan di kalangan rakyat Maluku selama lebih dari setengah abad. Upaya Baabullah mempertahankan agama Islam yang menjadi identitas kerajaan-kerajaan Maluku, merupakan prestasi yang harus diberi penilaian tersendiri.

Prestasi Baabullah lainnva yang perlu dicatat adalah keberhasilannya mengubah kondisi ekonomi di era kerakusan dan monopolistis menjadi perdagangan bebas yang menguntungkan semua pihak. Para pedagang Jawa, Arab, Melayu, Makassar dan Cina, yang selama ini tersingkir dan selalu dikejar-kejar Portugis ataupun Spanyol, kini memperoleh kebebasan untuk bersaing dalam perdagangan, yang tentunya sangat menguntungkan para petani cengkeh dan KerajaanTernate yang memperoleh pajaknya. Inilah beberapa prestasi Sultan Baabullah yang patut dicatat dan Dikenang.76

Sultan Baab tetap melanjutkan kebijakan ayahnya dengan menjalin persekutuan dengan

76 M. Adnan Amal, Portugis dan Spanyol, Op.Cit. hlm. 225-226

Aceh dan Demak untuk mengenyahkan Portugis dari Asia Tenggara. Persekutuan Aceh–Demak– Ternate ini merupakan simbol persatuan Asia Tenggara karena ketiganya sebagai yang terbesar dan terkuat pada masa itu merangkai wilayah barat, tengah dan timur Asia Tenggara dalam satu ikatan persaudaraan, mewujudkan kembali persatuan Asia Tenggara sejak keruntuhan Majapahit.77

Satu hal yang perlu dicatat; Baabullah memperlakukan Portugis yang kalah dengan manusiawi dan adil, walaupun selama ini Portugis telah menjajah dan berbuat zalim dan tidak adil terhadap pemimpin dan rakyat Maluku. Sultan Baabullah tidak menaruh dendam dan tidak berlaku kejam untuk membalas apa yang dilakukan Purtugis di masa lalu. Sikap ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Granada Spanyol ketika penguasa Kristen berhasil mengalahkan Umat Islam. Saat itu orang Islam diperlakukan dengan semena-mena dan tidak manusuawi serta dipaksa untuk masuk agama Kristen. Bahkan salah satu tujuan mereka ke Asia tenggara adalah mengejar Muslim yang mereka sebut orang Moor. Di sini terlihat Toleransi dan jiwa besar yang ditunjukan oleh Sultan Baabullah, sebagai pemimpin Islam yang berakhlaqul Karimah sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W. (K. Subroto)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Djaelani, Perang Sabil Versus Perang Salib, Ummat Islam Melawan Penjajah Kristen Portugis Dan Belanda, Yayasan Pengkajian Islam Madinah Al-Munawwarah Jakarta 1420 H / 1999 M

Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 1, Penerbit Surya Dinasti Bandung. Edisi revisi 2015.

C. R. Boxer, The Portuguese Seaborne Empire 1415-1825, The History Of Human Society, General Editor: J. H. Plumb, Hutchinson of London

77 M. Adnan Amal, "Maluku Utara, Perjalanan Sejarah 1250 - 1800 Jilid I", Universitas Khairun Ternate 2002.

Willard A. Hanna & Des Alwi, "Ternate dan Tidore, Masa Lalu Penuh Gejolak", Pustaka Sinar Harapan Jakarta 1996


(5)

Charles Phillips and Alan Axelrod, Encyclopedia of Wars. Facts On File, Inc.New York NY 10001. http://www.factsonfile.com

Cheviano E. Alputila, Pasang Surut Penyebaran Agama Katolik Di Maluku Utara Pada Abad 16-17, Kapata Arkeologi Volume 10 Nomor 1, Balai Arkeologi Ambon Juli 2014

Crafton, R.H.A., A Pegeant of the Spice Islands, London: John Bale, Sons & Danielson Ltd, 1936 De Graaf HJ, Pigeaud Th GT. 2001. Kerajaan Islam

Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Dr. Dieter Bartels, The Evolution of God in the Spice Islands: The Converging and Diverging of Protestant Christianity and Islam in the Colonial and Post-Colonial Periods, paper was presented at the Symposium “Christianity in Indonesia” at the Frobenius Institute of the Johann Wolfgang Goethe University at Frankfurt/Main on December 14, 2003

Dr. Usman Thalib M.Hum, Sejarah Masuknya Islam di Maluku, Diterbitkan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Provinsi

Maluku dan Maluku Utara 2011

Elton G.R., The New Cambridge Modern History, Vol II, (Cambridge at the university Press, 1968) Ernst van Veen, Voc Strategies In The Far East

(1605-1640), Bulletin of Portuguese - Japanese Studies (BPJS), núm. 3, december, 2001, Universidade Nova de Lisboa Lisboa, Portugal http://www. redalyc.org/articulo.oa?id=36100306

Gerrit J- Knaap, A City Of Migrants: Kota Ambon At The End Of The Seventeenth Century,

Hans W. Weigert et.al. 1957. Principle of Polilitical Geography. Apleton.New York, hlm. 254.

Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional.

h t t p : / / e n . w i k i p e d i a . o r g / w / i n d e x . php?title=File:Blaeu_-_Moluccae_Insulae_

Celeberrimae.jpg License: Public Domain Contributors: Geagea, Joe Kress, Kilom691, Kintetsubuffalo, Pe-Jo, Ras67, Stunteltje, Tm h t t p : / / e n . w i k i p e d i a . o r g / w / i n d e x .

p h p ?ti tle=F i l e:S p a i n_ a nd_ P ortu g a l.p ng License: GNU Free Documentation License Contributors: Lencer

h t t p : / / e n . w i k i p e d i a . o r g / w / i n d e x . php?title=File:Treaty_of_Tordesillas.jpg License: Public Domain Contributors: Original: Biblioteca Nacional de Lisboa Photo: User:Joserebelo

h t t p s : / / i d . w i k i p e d i a . o r g / w i k i / K e r a j a a n _ Kalinyamat

Jane I. Smith, Islam and Christendom Historical, Cultural and Religious Interaction from The Seventh to The Fifteenth Centuries.

Joanna Hall Brierley; Spices, The Story of Indonesia’s Spice Trade. Oxford University Press, 1994.D’Clercq, FSA; De Bijdragen tot de kennis der Residentie Ternate, E.J. d’Brill, Leiden. 1890. Transalated by Paul Michael Taylor: Ternate,The Residency and It’s Sulatanate, Smithsonian Institute, Washington.D.C, 1999 John L. Esposito (Ed). The Oxford History of Islam.

Oxford University Press, New York, 1999.

Leonard Y. Andaya, Dunia Maluku, Indonesia Timur Pada Zaman Modern Awal, edisi terjemah Bahasa Indonesia, Penerbit Ombak 2015

M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-Rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250 – 1950. Edisi I Nopember 2001

M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah,

Universitas Khairun Ternate, Edisi Revisi 2006 M. Adnan Amal, Maluku Utara, Perjalanan Sejarah

1250 - 1800 Jilid I, Universitas Khairun Ternate 2002

M. Adnan Amal, Portugis dan Spanyol di Maluku.

Komunitas Bambu, 2009

Majalah Suara Hidayatullah, Sultan Ternate Baabullah, Khalifah Islam Nusantara dan Penakluk Kaum Imperialis, Majalah Suara


(6)

Hidayatullah, April 2000/Dzulhijjah-Muharram 1421

Nguyen Thi Ha Thanh, European Trade on the Far East and the Mercantile Relationship with Vietnam from the 16th to 19th Century,

Ridho Rachman, dkk., Kesultanan Ternate Tidore: Studi Kasus Awal Berdiri, Perlawanan Dan Kemunduran Oleh Bangsa Asing Abad 15 Sampai 17, Departemen Ilmu Sejarah , Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok Mei 2011

Sir Thomas Arnold (ed), 1965. The Legacy of Islam.

Oxford University Press.London

Syaiful Bahri Ruray, Rediscovery The Spices Islands, The Legal and Socio-Political Life in North Moluccas. Makalah pada Simposium: “Maluku Utara Dalam Perspektif Diversitas Multidimensi”. Kerjasama Pemda Provinsi Maluku Utara, University of Le Havre-Perancis, Yayasan Saloi dan UNKHAIR, UMMU, UNERA. Ternate, 1 November 2010.

Thomas Forest, A Voyage to New Guinea and The Moluccas, Kuala Lumpur; Oxford University Press, 1969

Tome Pires, Suma Oriental, terjemah edisi ketiga, Penerbit Ombak Yogyakarta, 2016

Wiliard A. Hanna & Des Alwi, Ternate dan Tidore Masa lalu Penuh Gejolak, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1996